Anda di halaman 1dari 4

Halaqah 3 | Pengantar Penjelasan Kitab

Nawaqidul Islam Bagian 3


‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬


‫الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آله وصحبه ومن وااله‬

Halaqah yang ke tiga dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang
ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.

Diantara kaidah yang disebutkan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di dalam
masalah pembatal keislaman adalah:

• Terkadang seseorang mengucapkan ucapan yang kufur atau melakukan amalan


yang kufur akan tetapi tidak dihukumi sebagai orang yang kafir, karena di sana ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang dihukumi sebagai orang yang
kafir. Diantaranya:

1. Baligh
Apabila dia belum baligh, anak kecil misalnya, dia mengatakan Aku adalah Tuhan.
Ucapan dia ini adalah ucapan yang kufur dan tidak diragukan dia adalah ucapan yang
kufur. Tapi karena yang mengucapkan adalah seorang anak kecil yang belum baligh,
maka tidak dihukumi anak kecil tersebut sebagai orang yang keluar dari agama Islam.

Nabi Shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

‫ وعن مجنون حتى يفيق‬، ‫ وعن نائم حتى يستيقظ‬،‫ عن صبي حتى يبلغ‬: ‫رفع القلم عن ثالثة‬

“Diangkat pena dari tiga golongan: dari anak kecil sampai dia baligh, dan dari orang
yang tidur sampai dia bangun, dan dari orang yang gila sampai dia sadar.” [HR. At
Tirmidzi]

2. Berakal
Apabila ada seorang muslim yang tidak berakal mengucapkan ucapan yang kufur,
maka tidak dianggap kafir, karena dia mengucapkan ucapan tersebut dalam keadaan
dia tidak berakal.
Orang yang mabuk misalnya, dia mengucapkan ucapan yang kufur, maka tidak
dianggap sebagai orang yang kafir.

3. Diantara syaratnya seseorang mengucapkan atau melakukan kekufuran, dalam


keadaan dia memiliki kehendak sendiri dan bukan sedang dipaksa oleh orang lain.
Terkadang seseorang dipaksa untuk mengucapkan ucapan yang kufur atau melakukan
perbuatan yang kufur, padahal hatinya mengingkari. Dia beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, dia yakin seyakin-yakinnya dengan Islam, tetapi apabila dia tidak
mengucapkan kalimat kufur tersebut, dia akan dibunuh atau diancam akan disiksa.
Kondisinya dipaksa untuk mengucapkan kalimat kufur. Kalau itu terjadi, maka hal ini
tidak mengeluarkan dia dari Islam.
Ucapan dia adalah ucapan yang kufur, akan tetapi tidak dihukumi sebagai orang yang
kafir atau musyrik.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

ࣱ ࣰ ۢ
( ‫ٱَّلل َولَ ُه ۡم‬
ِ ‫ضب مِنَ ه‬َ ‫غ‬ َ ‫ش َر َح ِب ۡٱلكُ ۡف ِر‬
َ ‫ص ۡدرا فَ َعلَ ۡي ِه ۡم‬ ِ ۡ ‫ٱَّلل مِ ۢن َبعۡ ِد ِإي َم ٰـ ِن ِۤۦه ِإ هال َم ۡن أ ُ ۡك ِر َه َوقَ ۡلبُ ۥهُ ُم ۡط َم ِٕىن ِب‬
َ ‫ٱۡلي َم ٰـ ِن َولَ ٰـكِن همن‬ ِ ‫َمن َكف ََر ِب ه‬
ࣱ‫)عذَابٌ عظِ يم‬
َ َ
[Surat An-Nahl 106]

“Barangsiapa yang kufur kepada Allah setelah keimanan dia, kecuali orang yang
dipaksa, sedangkan hatinya dalam keadaan tenang dengan keimanan. Akan tetapi
orang yang lapang dengan kekufuran, maka merekalah orang-orang yang
mendapatkan kemarahan dari Allah dan merekalah orang-orang yang mendapatkan
adzab yang besar.”

Ayat ini turun ketika Ammar bin Yasir radhiyallahu Ta’ala ‘anhu dipaksa oleh orang-
orang musyrikin untuk mengucapkan kalimat kufur, disuruh untuk mencela Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau dalam keadaan disiksa, sehingga beliau
pun terpaksa mengucapkan kalimat kufur padahal di dalam hati, beliau tenang dengan
keimanan.

Rasulullah shallallāhu’ alaihi wa sallam bersabda,

‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ع ْن أ ُ همتِي ا ْل َخ‬


َ ‫طأ َ َوالنِ ْسيَانَ َو َما ا ْست ُ ْك ِره ُْوا‬ َ ‫ِإ هن هللاَ ت َ َج‬
َ ‫اوزَ لِي‬

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan untukku dari ummatku, kesalahan, lupa, dan
apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.” [HR. Ibnu Majah]

Dari sini kita mengetahui kehati-hatian ahlussunnah di dalam masalah Nawaqidul


Islam dan di dalam masalah pengkafiran. Apalagi di dalam sebuah hadits, Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َمن قَال ِِلَخِ ْي ِه يَا كَاف ُِر فَقَدْ بَا َء ِب َها أ َ َحدُهُ َما‬

“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, Wahai orang yang kafir, maka
sungguh kekafiran ini kembali kepada salah satu diantara keduanya.” [HR. Bukhari dan
Muslim]

Menghukumi bahwasanya si fulan adalah kafir,


si fulan adalah musyrik, ini dilakukan oleh para ulama yang ilmunya sudah mendalam,
yang terpenuhi pada dirinya syarat-syarat sebagai seorang mujtahid (mufti) yang
berfatwa di dalam hukum-hukum agama.

Masuk kita pada pembahasan kitab ini.

Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Bismillahirrahmanirrahim, dengan


menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Beliau memulai kitab ini dengan Basmalah, meniru Allah di dalam Al-Qur’an, karena
ayat yang pertama di dalam mushaf adalah Basmalah. Dan yang ke dua meneladani
Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam karena ketika Beliau menulis surat-surat
dakwah kepada Islam, Beliau Shallallāhu ‘alaihi wa sallam memulai surat-surat
tersebut dengan Basmalah. Dan inilah yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
ketika mengirim surat kepada Bilqis. Beliau memulai dengan Basmalah.

Allah berfirman menceritakan ucapan Ratu Bilqis,

(‫ٱلرحِ ِيم‬
‫ٱلر ۡح َم ٰـ ِن ه‬ ِ ‫)إِنههُۥ ِمن سُلَ ۡي َم ٰـنَ َوإِنه ۥهُ بِسۡ ِم ه‬
‫ٱَّلل ه‬
[Surat An-Naml 30]

“(berkata Ratu Bilqis), Ini adalah dari Sulaiman dan isinya Bismillahirrahmanirrahim.”

Yaitu surat Nabi Sulaiman diawali dengan Basmalah.

Memulai dengan Basmalah maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Allah.


Karena ‫ ب‬di dalam ucapan ‫ بسم هللا‬adalah ‫ ب‬Al Isti’anah, yaitu huruf ‫ ب‬yang maknanya
memohon pertolongan.

‫ بسم هللا‬Dengan menyebut nama Allah, maksudnya adalah Aku memohon pertolongan
kepada Allah dengan menyebut nama-Nya.

Ismullah, yaitu nama Allah di sini mencakup seluruh nama Allah. Karena di dalam
Bahasa Arab, apabila sebuah kata yang mufrod (tunggal) disandarkan, maka maknanya
adalah umum.
Ismu (nama) adalah tunggal. Disandarkan kepada lafdzul jalalah yaitu Allah, sehingga
maknanya semua nama Allah. Ini seperti kata ‫ نعمة هللا‬di dalam firman Allah,

‫علَ ۡي ُك ۡم‬ ۟ ‫وا ۡٱذكُ ُر‬


ِ ‫وا نِعۡ َمةَ ه‬
َ ‫ٱَّلل‬ ۟ ُ‫يَ ٰۤـأَي َها ٱله ِذينَ َءا َمن‬
[Surat Al-Ahzab 9]

“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah atas kalian.”

Nikmat di sini adalah mufrod (tunggal), tapi maksudnya adalah sebutlah atau ingatlah
nikmat-nikmat Allah atas kalian.
Demikian pula dengan kalimat Basmalah. Dengan menyebut nama Allah, maksudnya
adalah nama-nama Allah. Dan nama-nama Allah yang paling baik maksudnya adalah
nama-nama Allah yang paling baik yang Allah sebutkan di dalam firman-Nya,

‫َّلل ۡٱِلَسۡ َم ۤا ُء ۡٱل ُحسۡ ن َٰى فَٱ ۡدعُوهُ بِ َها‬


ِ ‫َو ِ ه‬
[Surat Al-A’raf 180]

“Dan Allah, Dia-lah yang memiliki Asmaul Husna, maka hendaklah kalian berdo’a
dengannya.”

Allah adalah lafdzul jalalah dan Dia adalah nama Allah yang paling besar. Nama-nama
Allah yang lain disandarkan pada lafdzul jalalah.
Seseorang mengatakan Ar Rahman adalah diantara nama-nama Allah, Ar Rahim
adalah diantara nama-nama Allah, Al ‘Aziz adalah diantara nama-nama Allah. Namun
tidak bisa dia mengatakan bahwa Allah adalah diantara nama-nama Ar Rahman.

Dan lafdzul jalalah berasal dari kata Al Ilaah, artinya adalah Al Ma’bud (yang
disembah). Sehingga makna Allah adalah sesembahan yang berhak disembah.

Ar Rahman adalah nama Allah yang maknanya Maha Penyayang. Nama ini
mengandung sifat Rahmah (kasih sayang). Dan nama-nama Allah adalah nama-nama
yang memiliki makna, sehingga dinamakan dengan Asmaul Husna karena dia
mengandung makna yang paling baik. Berbeda dengan nama makhluk. Terkadang
seseorang memiliki nama yang baik, namun dia memiliki perangai yang buruk.
Namanya Sholeh tetapi dia bukan orang yang sholeh. Namanya Abdullah, tetapi dia
menyekutukan Allah.

Ar Rahim artinya juga Maha Penyayang. Nama ini mengandung sifat Ar Rahmah.
Perbedaan antara Ar Rahman dan Ar Rahim bahwa Ar Rahman mengandung sifat
kasih sayang Allah yang mencakup seluruh makhluk, baik yang beriman maupun yang
tidak beriman. Orang yang kafir di dunia juga mendapatkan sebagian dari rahmat
Allah, seperti nikmat hidup, nikmat waktu, nikmat sehat, nikmat rezeki, dll.
Ar Rahim mengandung sifat kasih sayang Allah yang Allah khususkan bagi orang-
orang yang beriman, seperti hidayah kepada Islam, kenikmatan di dalam alam kubur,
kenikmatan di dalam surga, dll.
Allah berfirman,


‫َو َكانَ ِب ۡٱل ُم ۡؤمِ نِينَ َرحِ يما‬
[Surat Al-Ahzab 43]

“Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla sangat sayang kepada orang-orang yang beriman.”

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

‫والسالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

Anda mungkin juga menyukai