Beliau adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Ibn Sulaiman at Tamimi yang
lahir pada tahun 1115 H, disebuah daerah di jazirah Arab yaitu di Al Uyainah &
beliau lahir ditengah-tengah keluarga yang sangat memperhatikan tentang ilmu
Agama & beliau menghafal Al-Qur’an dan memulai menghafal Al-Qur’an sejak
kecil sehingga beliau menyelesaikan menghafal Al-Qur’an sebelum berumur 10
tahun.
Beliau belajar di kota Madinah dan menuntut ilmu dari seorang syaikh al
Muhadits yang terkenal yaitu syaikh Muhammad Hayah As Sindy dan hampir
beliau melakukan perjalanan ke Syam, akan tetapi karena satu sebab akhirnya
beliau tidak bisa pergi kesana & beliau menghabiskan waktunya untuk
mempelajari ilmu agama dan juga mengajarkan kepada orang lain &telah
mengarang kitab² yang banyak yang bermanfaat bagi kaum muslimin,
diantaranya adalah:
• Kitabut Tauhid
• Kasyfu asy Syubhaat
• Ushulul Sithah
• Al Ushulul tsalasah
• Mukhtashor Zaadul maad
Beliau meninggal dunia pada tahun 1206 H, umur beliau saat itu sekitar 91 tahun.
Setelah menghabiskan waktunya & hidupnya didalam mencari ilmu agama &
juga mengajarkan kepada orang lain.
Nawaqidh adalah jamak dari naqidhun & dalam bahasa Arab adalah perusak
atau pembatal.. Inilah yang dinamakan naqidhun.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman : ضتْ َغ ْزلَ َها ِمنْ بَ ْع ِد قُ َّو ٍة َأ ْن َكاثًا
َ ََواَل تَ ُكونُوا َكالَّتِي نَق
Dan Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman : الَّ ِذينَ يَ ْنقُضُونَ َع ْه َد هَّللا ِ ِمنْ بَ ْع ِ'د ِميثَاقِ ِه
Menceritakan tentang sifat orang orang yang merusak perjanjian mereka dengan
Allāh. Berjanji kepada Allāh dengan sebuah janji kemudian membatalkannya &
merusak nya. [Surat Al-Baqarah 27]
Allāh mengatakan : الَّ ِذينَ يَ ْنقُضُونَ َع ْه َد هَّللا ِ ِمنْ بَ ْع ِ'د ِميثَاقِ ِه
“Menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala dengan tauhid & menyerahkan dengan
ketaatan & berlepas diri dari kesyirikan & juga para pelaku syirik ”
Inilah yang dinamakan Al Islam.
Artinya didalam bahasa Arab adalah menyerahkan diri. Aslam Ali fulan adalah
menyerahkan diri kepada si fulan.
Aslama ( – )ألسالمyuslimu ( – )يسلمislaman ( )إسالماartinya adalah penyerahan diri.
Kenapa islam atau agama islam dinamakan dengan islam, karena orang yang
masuk ke dalam agama islam & mengaku bahwasanya dirinya adalah seorang
yang memeluk agama islam dia telah menyerahkan dirinya hanya kepada Allāh,
menyerahkan dirinya dan juga ibadahnya kepada Allāh, oleh karena itu
dinamakan dengan Islam.
Seorang Nashrani yang dahulunya dia menyembah kepada Allāh yang mereka
namakan dengan Tuhan bapa & menyembah Nabi Isa yang mereka namakan
Tuhan anak & menyembah kepada Maryam ketika dia masuk Islam dia harus
menyerahkan ibadahnya hanya kepada Allāh. Meninggalkan peribadatan kepada
Nabi Isa alaihi salam, meninggalkan peribadatan kepada ibunya Maryam &
hanya menyerahkan ibadah nya kepada Allāh maka dia dinamakan sebagai
seorang Muslim,
kenapa?
Karena dia menyerahkan dirinya & juga ibadah nya hanya kepada Allāh
Subhānahu wa Ta’āla.
Yaitu meng Esa kan Allāh dengan ibadah & Ini adalah inti ajaran Islam
ِ “ َوا ْلبَ َرا َءةُ ِمنَ الش ِّْر ِكdan berlepas diri dari kesyirikan ”
” َوَأ ْهلِ ِهdemikian pula berlepas diri dari orang-orang yang melakukan kesyirikan ”
Sebagaimana dahulu Nabi Ibrahim alaihi salam beliau & juga orang² yang
beriman bersama beliau berkata kepada kaum nya
Dan akan terus ada permusuhan antara kami dengan kalian selama lamanya
ُ َحتَّى تُْؤ ِمنُوا بِاهللِ َو ْح' َدهSampai kalian beriman hanya kepada Allāh Subhānahu wa
Ta’āla
[QS Al Mumtahanah: 4]
Inilah yang dinamakan dengan – وا ْلبَ َرا َءةُ ِمنَ الش ِّْر ِك َوَأ ْهلِ ِه.
َ
Halaqah yang ke dua dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam
yang ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Hal ini dilakukan oleh para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu. Mereka
mengetahui kebenaran dan juga berusaha untuk mengetahui kesalahan.
Mempelajari Al Haq dan juga mempelajari jenis-jenis kebathilan. Mengetahui
kebenaran tersebut supaya bisa diamalkan dan mengetahui kebathilan
(kesalahan) supaya bisa terhindar.
Di dalam sebuah bait syair dikatakan ش ِّر لَ ِكنْ لِت ََوقّي ِه ّ َع َر ْفتُ ال
ّ ش َّر ال لِل
س يق ْع في ِه ّ فَ َمن ال يع ِرفُ ال
ِ شرَّمنَ النا
Salah satu penyebab utama seseorang terjatuh di dalam Nawaqidul Islam adalah
karena tidak tahu, tidak belajar, dan tidak berusaha mempelajarinya.
والجهل داء قات''ل وش''فاؤه أم''ران في ال''تركيب متفق''ان نص من الق''رآن أو من س''نة وط''بيب ذاك الع''الم
الرباني
“Kebodohan adalah penyakit yang mematikan dan obatnya adalah dua hal yang
digabung menjadi satu, yaitu nash dari Al Qur’an atau dari As Sunnah dan
dokternya ada seorang ‘alim robbani.”
Oleh karena itu para ulama di dalam kitab-kitab mereka (kitab akidah atau kitab
fiqih) menyebutkan tentang bab Ar Riddah (kemurtadan). Yang dibahas adalah
perkara-perkara yang bisa menjadikan seseorang murtad (keluar dari agama
Islam).
Para ulama membuat bab ini tujuannya adalah supaya kita tahu pembatal-
pembatal keislaman dan supaya kita waspada, jangan sampai kita dan orang-
orang yang kita cintai, serta kaum muslimin terjatuh ke dalam apa yang
dinamakan dengan Nawaqidul Islam. Yang apabila dia meninggal dalam keadaan
demikian, maka batal seluruh amalannya dan dia kekal di dalam neraka bersama
orang-orang yang kafir.
Allah mengatakan,
ب
ُ ص َح ٰـ ۡ اخ َر ۖ ِة َوُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕىكَ َأ
ِ َو َمن یَ ۡرتَ ِد ۡد ِمن ُكمۡ عَن ِدینِ ِهۦ فَیَ ُم ۡت َو ُه َو َكافِ ࣱر فَُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕىكَ َحبِطَ ۡت َأ ۡع َم ٰـلُ ُهمۡ فِی ٱل'د ُّۡنیَا َو ۡٱلَٔـ
َ[ ٱلنَّا ۖ ِر هُمۡ فِی َها َخ ٰـلِدُونSurat Al-Baqarah 217]
“Dan barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya, kemudian dia
meninggal dunia dan dia dalam keadaan kafir, maka merekalah orang-orang
yang batal amalannya di dunia maupun di akhirat, dan merekalah penduduk
neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Tentunya di dalam memahami Nawaqidul Islam, seseorang harus kembali
kepada Al Qur’an, hadits-hadits Nabi Shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan
pemahaman para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhum dan melihat kembali
ucapan-ucapan para ulama di dalam masalah Nawaqidul Islam. Karena
menentukan sebuah ucapan, keyakinan, atau perbuatan, apakah dia
mengeluarkan seseorang dari Islam atau tidak, ini adalah hukum syar’i, harus
kembali kepada dalil.
Tidak boleh seseorang menghukumi sebuah amalan atau sebuah ucapan atau
sebuah keyakinan, bahwa ini adalah kekufuran, mengeluarkan pelakunya dari
Islam, kecuali di sana ada dalil yang jelas di dalam Al Qur’an atau di dalam hadits.
Jangan sampai seseorang berdusta atas nama Allah.
Allah berkata, ( َِّإن ۟ سنَتُ ُك ُم ۡٱل َك ِذ َب َه ٰـ َذا َحلَ ٰـ ࣱل َو َه ٰـ َذا َح َرا ࣱم لِّت َۡفتَ ُر
وا َعلَى ٱهَّلل ِ ۡٱل َك ِذ ۚ َب ِ صفُ َأ ۡل ۟ َُواَل تَقُول
ِ َوا لِ َما ت
َ[ )ٱلَّ ِذینَ یَ ۡفتَرُونَ َعلَى ٱهَّلل ِ ۡٱل َك ِذ َب اَل یُ ۡفلِ ُحونSurat An-Nahl 116]
“Janganlah kalian mengatakan dengan lisan-lisan kalian, ini adalah halal, ini
adalah haram, untuk berdusta atas nama Allah. Orang-orang yang berdusta atas
nama Allah, maka dia tidak akan beruntung.”
Jangan sampai seseorang mengatakan, ini adalah kufur, padahal Allah dan Rasul-
Nya tidak mengatakan demikian. Atau sebaliknya, mengatakan ini tidak kufur
padahal Allah dan Rasul-Nya menghukumi itu sebagai sebuah kekufuran.
Ahlussunnah wal Jama’ah bukan termasuk Khawarij dan juga bukan termasuk
Murji’ah. Mereka berada di pertengahan. Mereka kembali kepada Al Qur’an dan
Hadits dengan pemahaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Apa yang
dihukumi oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai bentuk kekufuran, maka mereka
katakan ini adalah kufur. Dan apa yang dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya ini
bukan kekufuran, maka mereka tidak mengatakan ini adalah kekufuran.
Diantara kaidah yang disebutkan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di dalam
masalah pembatal keislaman adalah:
1. Baligh
Apabila dia belum baligh, anak kecil misalnya, dia mengatakan Aku adalah
Tuhan. Ucapan dia ini adalah ucapan yang kufur dan tidak diragukan dia adalah
ucapan yang kufur. Tapi karena yang mengucapkan adalah seorang anak kecil
yang belum baligh, maka tidak dihukumi anak kecil tersebut sebagai orang yang
keluar dari agama Islam.
وعن مجنون حتى يفيق، وعن نائم حتى يستيقظ، عن صبي حتى يبلغ: رفع القلم عن ثالثة
“Diangkat pena dari tiga golongan: dari anak kecil sampai dia baligh, dan dari
orang yang tidur sampai dia bangun, dan dari orang yang gila sampai dia sadar.”
[HR. At Tirmidzi]
2. Berakal
Apabila ada seorang muslim yang tidak berakal mengucapkan ucapan yang
kufur, maka tidak dianggap kafir, karena dia mengucapkan ucapan tersebut
dalam keadaan dia tidak berakal. Orang yang mabuk misalnya, dia mengucapkan
ucapan yang kufur, maka tidak dianggap sebagai orang yang kafir.
Ucapan dia adalah ucapan yang kufur, akan tetapi tidak dihukumi sebagai orang
yang kafir atau musyrik.
َ 'ٱل ُك ۡف ِر
( ۡص' ۡد ࣰرا فَ َعلَ ۡی ِهم َ َمن َكفَ َر بِٱهَّلل ِ ِم ۢن بَ ۡع ِد ِإی َم ٰـنِ ۤ ِهۦ ِإاَّل َم ۡن ُأ ۡك' ِرهَ َوقَ ۡلبُهۥُ ُم ۡط َم ِٕى ۢنُّ بِٱِإۡل ی َم ٰـ ِن َولَ ٰـ ِكن َّمن
ۡ 'ِش' َر َح ب
اب ع َِظی ࣱم ٌ ض ࣱب ِّمنَ ٱهَّلل ِ َولَ ُهمۡ َع َذَ [ ) َغSurat An-Nahl 106]
“Barangsiapa yang kufur kepada Allah setelah keimanan dia, kecuali orang yang
dipaksa, sedangkan hatinya dalam keadaan tenang dengan keimanan. Akan
tetapi orang yang lapang dengan kekufuran, maka merekalah orang-orang yang
mendapatkan kemarahan dari Allah dan merekalah orang-orang yang
mendapatkan adzab yang besar.”
Ayat ini turun ketika Ammar bin Yasir radhiyallahu Ta’ala ‘anhu dipaksa oleh
orang-orang musyrikin untuk mengucapkan kalimat kufur, disuruh untuk
mencela Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau dalam
keadaan disiksa, sehingga beliau pun terpaksa mengucapkan kalimat kufur
padahal di dalam hati, beliau tenang dengan keimanan.
ستُ ْك ِره ُْوا َعلَ ْي ِه ْ ِّاو َز لِي عَنْ ُأ َّمتِي ا ْل َخطََأ َوالن
ْ سيَانَ َو َما ا َ ِإنَّ هللاَ ت ََج
Beliau memulai kitab ini dengan Basmalah, meniru Allah di dalam Al-Qur’an,
karena ayat yang pertama di dalam mushaf adalah Basmalah. Dan yang ke dua
meneladani Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam karena ketika Beliau menulis
surat-surat dakwah kepada Islam, Beliau Shallallāhu ‘alaihi wa sallam memulai
surat-surat tersebut dengan Basmalah. Dan inilah yang dilakukan oleh Nabi
Sulaiman ‘alaihissalam ketika mengirim surat kepada Bilqis. Beliau memulai
dengan Basmalah.
Ismu (nama) adalah tunggal. Disandarkan kepada lafdzul jalalah yaitu Allah,
sehingga maknanya semua nama Allah. Ini seperti kata نعمة هللاdi dalam firman
Allah,
Nikmat di sini adalah mufrod (tunggal), tapi maksudnya adalah sebutlah atau
ingatlah nikmat-nikmat Allah atas kalian.
“Dan Allah, Dia-lah yang memiliki Asmaul Husna, maka hendaklah kalian berdo’a
dengannya.”
Allah adalah lafdzul jalalah dan Dia adalah nama Allah yang paling besar.
Nama-nama Allah yang lain disandarkan pada lafdzul jalalah.
Dan lafdzul jalalah berasal dari kata Al Ilaah, artinya adalah Al Ma’bud
(yang disembah). Sehingga makna Allah adalah sesembahan yang berhak
disembah.
Ar Rahman adalah nama Allah yang maknanya Maha Penyayang. Nama ini
mengandung sifat Rahmah (kasih sayang). Dan nama-nama Allah adalah nama-
nama yang memiliki makna, sehingga dinamakan dengan Asmaul Husna karena
dia mengandung makna yang paling baik. Berbeda dengan nama makhluk.
Terkadang seseorang memiliki nama yang baik, namun dia memiliki perangai
yang buruk. Namanya Sholeh tetapi dia bukan orang yang sholeh. Namanya
Abdullah, tetapi dia menyekutukan Allah.
Ar Rahim artinya juga Maha Penyayang. Nama ini mengandung sifat Ar Rahmah.
Ar Rahim mengandung sifat kasih sayang Allah yang Allah khususkan bagi orang-
orang yang beriman, seperti hidayah kepada Islam, kenikmatan di dalam alam
kubur, kenikmatan di dalam surga, dll.
Beliau mengatakan,
َ ساَل ِم َع
ش َرة ِ ِا ْعلَ ْم َأنَّ ِمنْ َأ ْعظَ ِم نَ َواق:ً
ْ ض اِإل
'﴾ش'اء َ َ ﴿ِإنَّ هَّللا َ الَ يَ ْغفِ ُر َأن يُش َْركَ بِ' ِه َويَ ْغفِ' ُر َم''ا دُونَ َذلِ' َك لِ َمن ي:' قَا َل هَّللا ِ تَ َعالَى، الش ِّْر ُ'ك فِي ِعبَا َد ِة هللاِ تعالى:اَأل َّو ُل
َك َمنْ يَ ْذبَ ُح لِ ْل ِجنِّ َأ ْو لِ ْلقَ ْب ِر،هللا َّ ُو ِم ْنه.
ِ الذ ْب ُح لِ َغ ْي ِر َ
Beliau mengatakan,
Ucapan beliau ا ْعلَ ْمyang artinya adalah ‘pelajarilah’, kalimat ini digunakan oleh
orang Arab untuk memberitahu sesuatu yang penting.
َ ساَل ِم
Beliau mengatakan, عش ََرة ِ َِأنَّ ِمنْ َأ ْعظَ ِم نَ َواق
ْ ض اِإل
Ucapan beliau ِم ْن َأ ْعظَ ِمatau diantara yang paling besar, menunjukkan bahwa di
sana sebenarnya banyak pembatal-pembatal keislaman, akan tetapi yang paling
besar dan yang sering terjadi adalah 10 pembatal keislaman yang akan beliau
sebutkan.
Beliau menjadikan syirik sebagai pembatal keislaman yang pertama karena syirik
adalah dosa yang paling besar. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada syirik
kepada Allah.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'َأاَل ُأنَبُِّئ ُك ْم بَِأ ْكبَ ِر ا ْل َكبَاِئ ِر؟
“Maukah aku kabarkan kepada kalian dengan dosa-dosa besar yang paling
besar?”
Orang yang beriman dengan Rububiyyah Allah, beriman bahwasanya Allah yang
telah menciptakan dia dan orang-orang sebelumnya, menciptakan langit dan
bumi, menciptakan seluruh alam semesta, seharusnya hanya menyerahkan
ibadahnya kepada Allah Azza wa Jalla.
۟ ٱعبُ'''د
Allah berfirman,( َُوا َربَّ ُك ُم ٱلَّ ِذی َخلَقَ ُكمۡ َوٱلَّ ِذینَ ِمن قَ ۡبلِ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُ'''ون 'ُ َّ[)یَ ٰۤـَأیُّ َها ٱلنSurat Al-
ۡ اس
Baqarah 21]
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan
menciptakan orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertakwa.”
Dan Allah berfirman, ُٱعبُدُو ۚه ُ ِ[ ذلِ ُك ُم ٱهَّلل ُ َربُّ ُكمۡ ۖ اَل ۤ ِإلَ ٰـهَ ِإاَّل ُه ۖ َو َخ ٰـلSurat Al-An’am 102]
ۡ َق ُك ِّل ش َۡی ࣲء ف
“Itulah Rabb kalian, yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali
Dia. Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu, maka hendaklah kalian hanya
menyembah-Nya.”
۟ [ قُلۡ تَ َعالَ ۡو ۟ا َأ ۡت ُل َما َح َّر َم َر ُّب ُكمۡ َعلَ ۡی ُكمۡ ۖ َأاَّل ت ُۡش ِر ُكSurat Al-An’am 151]
Allah berfirman, وا بِ ِهۦ ش َۡی ࣰٔـ ۖا
Allah berfirman,
ین َو ۡٱل َج' ا ِ'ر ِذی ۡٱلقُ' ۡ'ربَ ٰى َ س ٰـ ࣰنا َوبِ' ِذی ۡٱلقُ' ۡ'ربَ ٰ'ى َو ۡٱلیَت َٰـ َم ٰى َو ۡٱل َم
ِ س ٰـ ِك َ وا بِ ِهۦ ش َۡی ࣰٔـ ۖا َوبِ ۡٱلوا' لِ'د َۡی ِن ِإ ۡح
۟ ُوا ٱهَّلل َ َواَل ت ُۡش' ِر ُك
۟ ٱعبُ'د
ۡ َو
ۗ ۡیل َو َما َملَ َك ۡت َأ ۡی َم ٰـنُ ُكم َّ ب َو ۡٱب ِن ٱل
ِ ِسب ۢ ۡ
ِ ب بِٱل َجن 'ِ اح ِ ص َّ ب َوٱل ۡ ۡ
ِ ُ[ َوٱل َجا ِر ٱل ُجنSurat An-Nisa’ 36]
“Dan sembahlah Allah, dan janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman, ibnu
sabil, dan hamba sahaya yang kalian miliki.”
Oleh karena itu, Syeikh menjadikan pembatal keislaman yang pertama adalah
syirik di dalam beribadah kepada Allah. Syirik membatalkan keislaman karena
syirik bertentangan dengan persaksian seorang muslim bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.
Persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah
konsekuensinya tidak boleh dia serahkan ibadah sekecil apapun kepada selain
Allah, baik jin, pohon, batu, Nabi, malaikat, dll.
Kalau seseorang menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allah, berarti dia
telah membatalkan keislamannya. Setelah kita mengetahui bahwa menyekutukan
Allah di dalam ibadah membatalkan keislaman, maka wajib bagi kita mengetahui
apa itu ibadah. Orang yang tidak mengetahui makna ibadah, dikhawatirkan dia
akan menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allah.
“Seluruh perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik berupa ucapan
maupun perbuatan yang dhohir maupun yang batin.”
Kita mengetahui sesuatu ucapan atau perbuatan dicintai dan diridhoi oleh Allah
dari kabar yang Allah sebutkan di dalam Al Qur’an atau kabar Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan-Nya.
Terkadang kita mengetahui sesuatu ucapan atau amalan dicintai oleh Allah ketika
Allah mengabarkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang melakukan
َّ َوٱهَّلل ُ یُ ِح ُّب ٱل
perbuatan tersebut, misalnya Allah berfirman, َص ٰـبِ ِرین
“Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar.” [Surat Ali Imran 146]
“Dan hendaklah kalian mendirikan sholat dan membayar zakat.” [Al Baqarah 43]
Dan terkadang kita mengetahui Allah mencintai sebuah amalan ketika Allah
memuji orang-orang yang mengamalkannya. Karena Allah tidak memuji kecuali
orang-orang yang Dia cintai. Yang mereka mengamalkan apa yang dicintai oleh
Allah. Misalnya Allah berkata memuji orang-orang yang menunaikan nadzarnya.
([ )یُوفُونَ بِٱلنَّ ۡذ ِر َویَ َخافُونَ یَ ۡو ࣰما َكانَ ش َُّرهۥُ ُم ۡستَ ِطی ࣰراSurat Al-Insan 7]
Ibadah ada yang berupa ucapan dan ada yang berupa perbuatan. Berupa ucapan
seperti mengucapkan tasbih, tahlil, tahmid, bersholawat atas Nabi shallallāhu
‘alaihi wa sallam, membaca Al Qur’an, berdo’a, dll.
Berupa amalan seperti melakukan sholat, membayar zakat, berjihad, berhaji, dll.
Ibadah ada yang dhohir dan ada yang batin. Ibadah yang dhohir artinya adalah
ibadah yang bisa terlihat oleh orang lain, seperti sholat, jihad, dll.
Ibadah yang batin adalah ibadah yang ada di dalam hati manusia, seperti tawakal
kepada Allah, cinta kepada Allah, takut kepada Allah, kembali atau inabah
kepada Allah, dll. Semua ini adalah ibadah. Dan semua ibadah harus diserahkan
hanya kepada Allah. Tidak boleh sedikitpun diserahkan kepada selain Allah.
Barangsiapa yang menyerahkan sebagian ibadah dari ibadah-ibadah tadi kepada
selain Allah, maka dia telah menyekutukan Allah di dalam ibadah, dan ini
merupakan pembatal keislaman yang paling besar.
ِإنَّ ٱهَّلل َ اَل یَ ۡغفِ ُر َأن یُ ۡش َر َك بِ ِهۦ َویَ ۡغفِ ُر َما دُونَ َذلِ َك لِ َمن یَش َۤا ۚ ُء
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa
yang di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki.” [Surat An-Nisa’ 48 dan 116]
Allah tidak mengampuni dosa syirik padahal Allah adalah Al Ghofur (Yang Maha
Pengampun). Dan ini menunjukkan tentang betapa besarnya dosa syirik. Dan
yang dimaksud dosa syirik yang tidak diampuni di sini adalah ketika seseorang
bertemu dengan Allah dalam keadaan membawa dosa syirik tersebut dan belum
bertaubat di masa hidupnya. Dan maksud tidak diampuni adalah dia harus
diadzab.
َمن َماتَ و ْه َو يَ ْدعُو ِمن دُو ِن هَّللا ِ نِ ًّدا د ََخ َل النَّا َر
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan dia menyekutukan Allah, maka dia
masuk ke dalam neraka.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Seorang yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah, inilah orang
yang masuk ke dalam neraka dan dialah yang tidak akan diampuni.
( َش ِری َك لَ ۖۥهُ َوبِ َذ لِ َك ُأ ِم ۡرتُ َوَأنَ ۠ا َأ َّو ُل ۡٱل ُم ۡسلِ ِمین
َ ب ۡٱل َع ٰـلَ ِمینَ اَل
ِّ ای َو َم َماتِی هَّلِل ِ َر
َ َس ِكی َو َم ۡحی َ َّ)قُلۡ ِإن
ُ ُصاَل تِی َون
Allah berfirman dalam ayat yang lain, (َو ۡٱن َح ۡر َ َ[ )فSurat Al-Kautsar 2]
ص ِّل لِ َربِّ َك
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah.” [HR. Muslim]
Syeikh mengatakan, ِّ“ َك َمنْ يَ ْذبَ ُح لِ ْل ِجنSeperti orang yang menyembelih untuk jin.”
Jin di sini, terkadang oleh manusia diberi gelar-gelar tertentu, seperti ‘penguasa
laut selatan’, ‘penguasa gunung A’, ‘yang mbaureksa sungai B’, dll. Di sebagian
daerah penduduknya menyembelih seekor hewan kemudian kepala hewan
tersebut ditanam dan tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada yang
menunggu laut atau sungai atau gunung tersebut, supaya penunggu-penunggu
tersebut tidak memudhoroti orang-orang yang tinggal di sekitarnya.
Kemudian beliau berkata, لِ ْلقَ ْبر “ َأ ْوAtau menyembelih untuk kuburan.”
Apa yang beliau sebutkan hanyalah sekedar contoh. Di sana banyak contoh-
contoh kesyirikan yang tidak beliau sebutkan di dalam kitab ini.
َّ سَألُ ُه ْم ال
َويَت ََو َّك ُل َعلَ ْي ِه ْم َكفَ َر ِإ ْج َماعًا،َشفَا َعة َ َمنْ َج َع َل بَ ْينَهُ َوبَيْنَ هللاِ َو:الثَّانِي
ْ ساِئطَ يَ ْدعُو ُه ْم َوي
“Ke dua, barangsiapa yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara,
berdo’a kepada mereka, meminta kepada mereka syafa’at, dan bertawakal
kepada mereka, maka dia telah kufur, dengan kesepakatan para ulama.”
Dalil yang menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah, firman Allah, Surat Ghafir 60
( ََاخ ِرین َ )وقَا َل َر ُّب ُك ُم ۡٱدعُونِ ۤی َأ ۡست َِج ۡب لَ ُكمۡۚ ِإنَّ ٱلَّ ِذینَ یَ ۡست َۡكبِرُونَ ع َۡن ِعبَا َدتِی
ِ سیَ ۡد ُخلُونَ َج َهنَّ َم د َ
“Dan Rabb kalian berkata, ‘Berdo’alah kalian kepada-Ku niscaya aku akan
mengabulkan untuk kalian.’ Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari
beribadah kepada-Ku, niscaya mereka akan masuk ke dalam neraka Jahannam
dalam keadaan hina.”
Ayat ini menunjukkan bahwa do’a adalah ibadah, dari dua sisi:
Kemudian beliau membaca ayat yang ke-60 dari surat Ghafir di atas.
Sehingga barangsiapa yang berdo’a kepada selain Allah, sungguh dia telah
terjerumus ke dalam syirik yang besar, meskipun isi do’anya adalah minta
dimohonkan ampunan atau minta syafa’at, atau minta didekatkan kepada Allah.
َ[ َو َعلَى ٱهَّلل ِ فَتَ َو َّكلُ ۤو ۟ا ِإن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمنِینSurat Al-Ma’idah 23]
“Dan hanya kepada Allah hendaklah kalian bertawakal, kalau kalian benar-benar
beriman.”
Ayat ini menunjukkan bahwa tawakal adalah ibadah, dari dua sisi:
Dan iman adalah bagian dari ibadah, karena Allah Subhānahu wa Ta’āla
memerintahkan untuk beriman seperti dalam firman-Nya, Surat An Nisa’ 136
“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-
Nya.”
Menjadikan orang yang shalih sebagai perantara, berdo’a, meminta syafa’at, dan
bertawakal kepada mereka adalah perbuatan orang-orang musyrikin Quraisy.
Dan ayat ini, Allah mengabarkan kepada kita, tentang hakikat dari peribadatan
sebagian orang-orang musyrikin yang ada di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa
sallam, yaitu ada diantara mereka yang menjadikan orang-orang shalih sebagai
syufa’a, yaitu orang-orang yang memberikan syafa’at bagi mereka di sisi Allah.
Caranya adalah dengan menyerahkan sebagian ibadah kepada orang-orang
shalih tersebut, baik berupa nadzar, menyembelih, berdo’a, atau meminta
syafa’at kepada mereka seperti mengatakan, ‘Ya Fulan, berikanlah aku syafa’at di
sisi Allah.’
(ش ' ۤا ُء ِم ۡن َ َیب بِ ِهۦ َمن یُ 'ص ۡ َاش 'فَ لَ ۤۥهُ ِإاَّل ُه ' ۖ َو وَِإن یُ ' ِر ۡدكَ بِ َخ ۡی ࣲر َفاَل َر ۤا َّد لِف
ِ ُض 'لِ ِۚۦه ی ِ ض ' ࣲّر فَاَل َك
ُ ِس ۡس ' َك ٱهَّلل ُ ب
َ ۡوَِإن یَم
)عبَا ِد ِۚۦه َوه َُو ۡٱل َغفُو ُر ٱل َّر ِحی ُم
ِ [Surat Yunus 107]
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudhorotan kepadamu, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan
untukmu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dialah yang
memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-
hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Orang-orang yang shalih, mereka sudah meninggal dunia. Menolong diri mereka
sendiri saja mereka tidak mampu, lalu bagaimana mereka bisa menolong orang
lain? Memohonkan ampun untuk diri sendiri sudah tidak bisa, lalu bagaimana
mereka memohonkan ampunan untuk orang lain? Telah terputus amalan mereka
sebagaimana telah terputus amalan selain mereka. Lalu apa alasan mereka
berdo’a kepada orang-orang shalih tersebut?
Sebagian salaf menyebutkan bahwa Al Latta ini adalah orang yang shalih. Dan
dahulu apabila datang musim haji, dia sering memberi makan kepada orang-
orang yang sedang beribadah haji. Dan ketika meninggal dunia, maka dia
disembah selain Allah. Orang-orang musyrikin datang ke kuburannya dengan
maksud meminta syafa’at.
Ini adalah bantahan dari Allah terhadap orang-orang musyrikin karena mereka
berkata atas nama Allah, apa yang mereka tidak ketahui. Padahal Allah
Subhānahu wa Ta’āla dan Rasul-Nya tidak pernah mengabarkan bahwa untuk
mendapatkan syafa’at dari orang-orang shalih adalah dengan cara mendekatkan
diri, beribadah, atau berdo’a kepada mereka. Cara seperti ini berasal dari bisikan
syaithan kemudian persangkaan mereka semata.
“Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.”
(وا ِمن دُونِ ِۤۦه َأ ۡولِیَ ۤ'ا َء َم'ا نَ ۡعبُ' ُدهُمۡ ِإاَّل لِیُقَ ِّربُونَ ۤ'ا ِإلَى ٱهَّلل ِ ُز ۡلفَ ٰۤى ِإنَّ ٱهَّلل َ یَ ۡح ُك ُم بَ ۡینَ ُهمۡ فِی َم'ا هُمۡ فِی ِه
۟ َوٱلَّ ِذینَ ٱت ََّخ ُذ
ۗ ُ)یَ ۡختَلِف
ونَ ِإنَّ ٱهَّلل َ اَل یَ ۡه ِدی َم ۡن ه َُو َك ٰـ ِذ ࣱب َكفَّا ࣱر
Mereka mengatakan, “Kami adalah orang-orang yang jauh dari Allah, banyak
berbuat maksiat, banyak melakukan dosa, banyak lalai kepada Allah. Sedangkan
orang-orang shalih tersebut, mereka adalah orang-orang yang memiliki derajat
yang tinggi di sisi Allah. Sehingga kalau kami beribadah kepada orang-orang
tersebut, mereka akan mendekatkan diri kami kepada Allah, sehingga kami pun
memiliki kemuliaan di dunia.”
'َ ُِإنَّ ٱهَّلل َ یَ ۡح ُك ُم بَ ۡینَ ُهمۡ فِی َما هُمۡ فِی ِه یَ ۡختَلِف
Kemudian Allah membantah dan mengatakan , ون
1. Dusta
Menunjukkan bahwa ucapan mereka َم ا ن َۡعبُ ُدهُمۡ ِإاَّل لِیُقَرِّ بُونَ ۤا ِإلَى ٱهَّلل ِ ُز ۡلفَ ٰۤىyang artinya
“Tidaklah kami menyembah mereka kecuali supaya mereka mendekatkan diri
kami kepada Allah” ini adalah ucapan yang tidak benar. Allah katakan, ini adalah
kedustaan. Dan Allah lebih tahu tentang hakikatnya.
2. Sangat kufur
Diantara alasan mereka meminta do’a orang-orang shalih tersebut dan meminta
syafa’at kepada mereka adalah bahwa orang-orang shalih tersebut dalam
keadaan hidup. Dan apabila hidup maka dia mendengar. Dan apabila dia
mendengar maka kita boleh meminta do’a kepada mereka, sebagaimana ketika
orang-orang shalih tersebut hidup kita boleh meminta do’a dari mereka.
Jawabannya:
1. Kita meyakini bahwa mereka, di alam kubur mereka hidup dengan kehidupan
alam barzakh, yang berbeda dengan alam kita di dunia. Para Nabi, para syuhada,
hidup dengan kehidupan yang lebih baik dan lebih sempurna daripada
kehidupan kita.
Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, َ ُاَأل ْنبِيَا ُء َأ ْحيَا ٌء فِي قُبُو ِر ِه ْم ي
َصلُّون
“Para Nabi, mereka hidup di dalam kuburan mereka, dalam keadaan sholat.” [HR.
Al Bazzaar, dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani Rahimahullah]
ۤ یل ٱهَّلل ِ َأمۡ وا ۢتَ ۚا بَلۡ َأ ۡحیَ ۤا ٌء ِعن َد َربِّ ِهمۡ یُ ۡرزَ قُونَ فَ ِر ِحینَ بِ َم
(''ا َءات َٰى ُه ُم ٱهَّلل ُ ِمن ِ ِ سبَ وا فِی ۟ ُسبَنَّ ٱلَّ ِذینَ قُتِل
َ َواَل ت َۡح
َوا بِ ِهم ِّم ۡن َخ ۡلفِ ِهمۡ َأاَّل َخ ۡوفٌ َعلَ ۡی ِهمۡ َواَل هُمۡ یَ ۡح َزنُون
'۟ ُشرُونَ بِٱلَّ ِذینَ لَمۡ یَ ۡل َحق ۡ َ)ف
ِ ضلِ ِۦه َویَ ۡست َۡب
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati.
Bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezeki. Mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan oleh Allah
kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih
tinggal di belakang, yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
2. Hidupnya seseorang tidak berarti dia mendengar, karena ada orang yang hidup
dan dia tidak mendengar.
3. Seandainya dia mendengar di alam barzakh, maka belum tentu dia mendengar
do’a orang yang ada di alam dunia ini.
“Kalau kalian berdo’a kepada mereka, mereka tidak mendengar do’a kalian. Dan
seandainya mereka mendengar, mereka tidak mengabulkan do’a kalian. Dan di
hari kiamat mereka mengingkari kesyirikan kalian dan tidak ada yang
mengabarkan kepadamu seperti Allah Yang Maha Mengetahui.”
4. Tidak semua suara di dunia ini bisa kita dengar, meskipun kita berada di alam
yang sama. Lalu bagaimana dengan suara yang ada di alam yang lain?
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam ضى َ ِْكتَاب ْال َمر
dari Aisyah radhiyallāhu ‘anha, ketika Aisyah sakit kepala dan mengatakan, َوا َرْأ َسا ْه
“Aduh, sakit kepalaku.”
“Wahai Aisyah, seandainya itu terjadi (yaitu meninggalnya dirimu karena sakit
ini) dan aku dalam keadaan masih hidup, niscaya aku akan memohonkan ampun
untukmu dan niscaya aku akan mendo’akan kebaikan untukmu.”
Ucapan Beliau, ‘dan aku dalam keadaan masih hidup’, menunjukkan bahwa
seandainya Beliau masih hidup niscaya Beliau masih bisa mendo’akan, tetapi
kalau Beliau sudah meninggal dunia maka Beliau tidak bisa mendo’akan dan
tidak bisa memohonkan ampun untuk orang lain, bahkan untuk istrinya pun,
Beliau tidak bisa.
Di zaman Umar bin Khatab radhiyallāhu ‘anhu, terjadi kemarau panjang yang
dahsyat karena lama tidak turun hujan, sehingga banyak tanaman yang rusak
dan hewan-hewan yang mati. Bahkan karena sangat parahnya keadaan saat itu,
terjadilah banyak pencurian. Karena saking banyaknya, sampai Umar bin Khatab
radhiyallāhu ‘anhu saat itu memaafkan orang-orang yang mencuri dan tidak
memotong tangan mereka. Kemudian beliau radhiyallāhu ‘anhu mengumpulkan
para sahabat dan para penduduk Madinah saat itu untuk mengadakan sholat
istisqo’, meminta hujan kepada Allah. Kemudian beliau berkata,
َّ اللَّ ُه َّم ِإنَّا ُكنَّا ِإ َذا َأ ْج َد ْبنَا نَت ََو
ْ َس ُل ِإلَ ْيكَ بِنَبِيِّنَا فَت
سقِينَا
“Ya Allah, dahulu kami ketika kami mendapatkan kemarau (di masa Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam) kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu,
kemudian Engkau memberikan hujan kepada kami.”
Saat itu, Abbas bin Abdul Mutholib, paman Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam masih hidup. Dan bertawassul dengan paman Nabi saat itu dengan
meminta do’a beliau supaya Allah menurunkan hujan.
Ternyata Umar radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu meminta do’a dari Abbas yang masih
hidup saat itu dan tidak meminta do’a dari Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam.
Seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul dalam satu tempat lalu masing-
masing berdo’a kepada Allah dengan bahasa masing-masing untuk meminta
dipenuhi hajatnya, niscaya Allah bisa mendengar semuanya dan bisa
menunaikan hajat mereka semuanya.
Adapun makhluk, maka dia adalah lemah. Makhluk tidak bisa mendengar ucapan
beberapa orang yang berbicara di depannya dalam satu waktu. Apalagi
menunaikan hajat mereka dalam satu waktu. Dia memerlukan pembantu, ajudan,
menteri, apalagi yang diurusnya adalah jutaan manusia.
“Tidak ada yang serupa dengan Allah. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.”
Oleh karena itu, Allah menyuruh kita berdo’a kepada-Nya langsung tanpa
perantara. Allah berfirman,
Diantara mereka ada yang beralasan bahwa kita adalah hamba yang berdosa dan
banyak maksiat. Apabila kita berdo’a sendiri maka Allah tidak mengabulkan dan
kita tidak diampuni dosanya sehingga kita harus punya perantara.
Maka kita katakan, selama kita mau berdo’a kepada Allah dan masih mengharap
kepada Allah, justru itu adalah sebab kita mendapatkan ampunan dari Allah.
Sebagaimana dalam hadits qudsi Allah mengatakan,
يَا ابْنَ َآ َد َم ِإنَّ َك َما َدع َْوتَنِ ْي َو َر َج ْوتَنِ ْي َغفَ ْرتُ لَكَ َعلَى َما َكانَ ِمن َك َوال ُأبَالِ ْي
“Wahai anak Adam, selama engkau masih berdo’a kepada-Ku dan engkau masih
berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosamu, apapun dosa yang
engkau lakukan dan Aku tidak akan peduli.” [HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh
Syeikh Al Albani]
Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah akan mengampuni dosa kita selama
kita masih mau berdo’a kepada-Nya dan masih mengharap kepada Allah. Bukan
justru kita membuat perantara antara kita dengan Allah di dalam ibadah.
Saudaraku, marilah kita kembali kepada Al Qur’an dan Hadits untuk mengetahui
cara meraih syafa’at. Ketahuilah, bahwa untuk mendapatkan syafa’at di hari
kiamat, syaratnya adalah mentauhidkan Allah.
“Setiap Nabi memiliki do’a yang mustajab. Dan masing-masing dari Nabi telah
menyegerakan do’anya di dunia. Dan sesungguhnya aku menyimpan do’aku di
hari kiamat sebagai syafa’at bagi umatku. Maka syafa’atku tersebut akan
diberikan Insya Allah kepada umatku yang meninggal dunia dan dia dalam
keadaan tidak menyekutukan Allah sedikitpun.” [HR Muslim]
Dalam hadits yang lain ketika Beliau ditanya oleh Abu Huroiroh,
“Orang yang mengatakan ال إلهَ إاَّل هَّللاikhlas dari hatinya.” [HR Al Imam Al Bukhari]
Maksudnya di sini adalah mentauhidkan Allah Azza wa Jalla. Inilah modal utama
untuk mendapatkan syafa’at di hari kiamat. Oleh karena itu, masing-masing kita
hendaknya mempersiapkan diri dengan bertauhid, mempelajarinya, istiqomah di
atasnya sampai meninggal dunia.
Seorang muslim percaya pada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan kabar yang
datang dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga dia dinamakan sebagai seorang
mukmin (orang yang beriman).
Tidak boleh ada satupun kabar yang datang dari Allah dan Rasul-Nya didustakan
oleh seorang muslim. Barangsiapa yang mendustakan apa yang datang dari Allah
dan juga Rasul-Nya berupa kabar dan juga berita, maka dia telah keluar dari
agama Islam.
Dan diantara kabar yang datang dari Allah dan juga Rasul-Nya adalah kekafiran
orang-orang yang kafir. Di dalam Al Qur’an Allah mengkafirkan orang-orang
musyrikin, ahlul kitab baik Yahudi maupun Nasrani, dan orang-orang munafikin.
Kewajiban kita adalah meyakini kekafiran mereka. Allah berfirman,dalam Surat
Al -Bayyinah 6
(ب َو ۡٱل ُم ۡش ِر ِكینَ ِفی نَا ِر َج َهنَّ َم َخ ٰـلِ ِدینَ فِی َه ۤۚا ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕى َك هُمۡ ش َُّر ۡٱلبَ ِریَّ ِة
ِ وا ِم ۡن َأ ۡه ِل ۡٱل ِكتَ ٰـ
۟ )ِإنَّ ٱلَّ ِذینَ َكفَ ُر
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahlul kitab dan orang-orang
musyrikin, mereka di dalam neraka Jahannam, kekal di dalamnya. Dan mereka
adalah makhluk yang paling buruk.”
Mereka dinamakan ahlul kitab karena mereka mengaku beriman dengan kitab
yang Allah turunkan. Orang Yahudi mengaku beriman dengan Taurat yang
diturunkan kepada Nabi Musa dan orang Nasrani mengaku beriman dengan Injil
yang diturunkan kepada Nabi Isa ‘alaihissalam.
Dan mereka dinamakan kafir oleh Allah, diantaranya karena mereka tidak
beriman dengan Muhammad Rasulullah setelah mendengar diutusnya Beliau
untuk seluruh manusia.
Ketika Allah mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir, maka
tidak boleh seorang muslim mengatakan bahwa ahlul kitab sama dengan kaum
muslimin.
“Dan sungguh telah kafir orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah yang
ke tiga diantara tiga tuhan.”
Diantara bentuk kekufuran mereka, meyakini bahwa di sana ada tuhan bapak,
tuhan anak, dan tuhan ibu. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
Allah mengatakan, dalam Surat Al-Ma’idah 17 ُۡٱبن یح ِ لَّقَ ۡد َكفَ َر ٱلَّ ِذینَ قَالُ ۤو ۟ا ِإنَّ ٱهَّلل َ ه َُو ۡٱل َم
ُ 'س
َم ۡریَ ۚ َم
“Dan sungguh telah kafir orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah Al
Masih, Isa Ibnu Maryam.”
Orang-orang Yahudi mengaku beriman dengan Nabi Musa tetapi mereka kufur
dengan Nabi Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Orang-orang Nasrani mengaku beriman kepada Nabi Isa tapi mereka kufur
dengan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan para Rasul-Nya dan
mereka ingin membedakan antara Allah dan para Rasul-Nya, kemudian mereka
mengatakan, ‘Kami beriman kepada sebagian mereka (sebagian para Rasul) dan
kami kufur dengan Rasul yang lain’ dan mereka menginginkan jalan tengah.
Mereka adalah orang-orang yang benar-benar kafir dan kami telah menyediakan
untuk orang-orang yang kafir itu, siksaan yang menghinakan.”
ِ ص' َرانِ ٌّي ثُ َّم يَ ُم''وتُ َولَ ْم يُ''ْؤ ِمنْ بِالَّ ِذي ُأ ْر
ْس' ْلتُ بِ' ِه ِإاَّل َك''انَ ِمن ٌّ س َم ُع بِي َأ َح ٌد ِمنْ َه ِذ ِه اُأْل َّم ِة يَ ُه''و ِد
ْ َي َواَل ن ْ َاَل ي
ب النَّا ِر ْ َأ
ِ ص َحا
Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ 145 (ٱلنَّا ِر َ)ِإنَّ ۡٱل ُمنَ ٰـفِقِینَ فِی ٱلد َّۡر ِك ٱَأۡل ۡسفَ ِل ِمن
Seorang yang beriman yang mengucapkan ال إله إال هللاdan dia yakin serta tidak ragu
tentang maknanya, yaitu bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah
kecuali Allah, maka dia harus yakin tentang kekafiran orang yang menyekutukan
Allah.
ٓ
َّ ٰ يل ٱهَّلل ِ ۚ ُأ ۟و ٰلَِئكَ ُه ُم ٱل
َص ِدقُون ِ ِ سب ۟ وا َو ٰ َج َهد
ِ ُُوا بَِأ ْم ٰ َولِ ِه ْم َوَأنف
َ س ِه ْم فِى ۟ ُسولِ ِهۦ ثُ َّم لَ ْم يَ ْرتَاب ۟ ُِإنَّ َما ٱ ْل ُمْؤ ِمنُونَ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
ُ وا بِٱهَّلل ِ َو َر
“Atau membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir dengan ijma.”
Seorang muslim meyakini bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang
diridhoi oleh Allah, Rabb semesta alam. Sebagaimana firman Allah, Surat Ali
Imran 19 سلَ ٰـ ۗ ُم
ۡ ِ ٱِإۡل “ ِإنَّ ٱلدِّینَ ِعن َد ٱهَّللSesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.”
Ada hal yang boleh kita lakukan terkait orang-orang yang kafir dan ada hal yang
tidak boleh kita lakukan terkait dengan mereka. Diantara yang boleh dilakukan:
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak mengusir
kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.”
Allah membolehkan kita untuk berbuat baik kepada mereka selama mereka:
Seorang anak yang memiliki orang tua yang kafir harus meyakini kekafiran
mereka dan tidak boleh dia ragu. Dan silakan dia berbakti kepada orang tua
tersebut karena Allah memerintahkan seorang anak untuk berbakti kepada
kedua orang tua secara umum meskipun orang tuanya kafir. Kecuali apabila
diperintahkan untuk berbuat maksiat dan menyekutukan Allah, maka tidak boleh
seorang anak patuh kepada orang tuanya di dalam masalah ini.
Di dalam pembatal keislaman yang ke empat ini, Syeikh menyebutkan dua poin
utama:
Petunjuk Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah wahyu dari Allah, baik berupa
Al Qur’an atau berupa Hadits Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
ۤ
َ َُن ۡٱل َه َو ٰى ِإ ۡن ُه َو ِإاَّل َو ۡح ࣱی ی
(وح ٰى ِ قع
ُ ) َو َما یَن ِط
“Apa yang Beliau ucapkan kecuali itu adalah wahyu dari Allah yang diwahyukan
kepada Beliau.”
Di dalam hadits Beliau mengatakan, َُو ِم ْثلَهُ َم َعه َ َأاَل ِإنِّي ُأوتِيتُ ا ْل ِكت
َاب
Kalau demikian, kita harus meyakini bahwa apa yang datang dari Beliau
shallallāhu ‘alaihi wa sallam pasti lebih sempurna daripada petunjuk selain
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah dan petunjuk yang
paling baik adalah petunjuk Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam [HR. An Nasai dan
dishahihkan oleh Syeikh Al Albani]
ال َعلِي ُمartinya Yang Maha Mengetahui. Mengetahui apa yang menjadi maslahat bagi
manusia dan mudhorot atas mereka.
Dan Allah adalah ال َح ِكي ُمartinya Yang Maha Bijaksana di dalam hukum-hukum-Nya.
Baik hukum-hukum yang berkaitan dengan syari’at-Nya maupun hukum-hukum
kauniyah yang Allah takdirkan di alam semesta. Dialah yang menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya.
Allah berfirman,dalam Surat Al-Baqarah 232 ََوٱهَّلل ُ یَ ۡعلَ ُم َوَأنتُمۡ اَل ت َۡعلَ ُمون
Allah yang lebih mengetahui apa yang maslahat bagi kita dan apa yang mudhorot
bagi kita.
Allah mengatakan, dalam Surat Al-Mulk 14 (ق َوه َُو ٱللَّ ِطیفُ ۡٱل َخبِی ُر
َ َ)َأاَل یَ ۡعلَ ُم َم ۡن َخل
“Bukankah Yang Menciptakan, Dialah Yang Mengetahui? Dan Dialah Yang Maha
Lembut dan Mengetahui.”
Syari’at Allah adalah syari’at yang bijaksana. Syari’at Nabi-Nabi sebelum Nabi
Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah khusus untuk umatnya. Adapun
syari’at Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam maka untuk seluruh
manusia, sesuai untuk semua tempat dan zaman. Kewajiban seorang muslim
adalah meyakini bahwa petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya lebih sempurna
daripada petunjuk dari selain Allah dan Rasul-Nya.
Allah menyebutkan di dalam ayat ini tentang beberapa hal yang berkaitan
dengan hukum waris, seperti bagian anak laki-laki, bagian anak wanita, bagian
seorang ibu apabila ada anaknya, dll. Ini semua adalah ketentuan dari Allah Azza
wa Jalla.
ُ َءابَ ۤاُؤ ُكمۡ َوَأ ۡبنَ ۤاُؤ ُكمۡ اَل ت َۡدرُونَ َأ ُّی ُهمۡ َأ ۡق َر
َ ب لَ ُكمۡ نَ ۡف ࣰع ۚا فَ ِر
یض ࣰة ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ ِإنَّ ٱهَّلل َ َكانَ َعلِی ًما َح ِكی ࣰما
“Bapak-bapak kalian dan anak-anak kalian, kalian tidak tahu siapa diantara
mereka yang lebih manfaatnya daripada kalian, sebagai kewajiban dari Allah.
Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Kewajiban kita membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan Allah, bukan
dengan adat istiadat manusia.
“Atau dia meyakini bahwa hukum atau keputusan selain Beliau lebih baik
daripada hukum Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Poin yang ke dua ini adalah termasuk pembatal keislaman yang ke empat, yaitu
meyakini bahwa hukum selain Beliau lebih baik daripada hukum Beliau.
Allah berkata, ( َ''ا َأ َر ٰى' كَ ٱهَّلل ۚ ُ َواَل تَ ُكن لِّ ۡل َخ' ۤا ِٕىنِین
ۤ س بِ َم
ِ ق لِت َۡح ُك َم بَ ۡینَ ٱلنَّا ۡ 'ِِإنَّ ۤا َأن َز ۡلنَ ۤ''ا ِإلَ ۡی' َك ۡٱل ِكت َٰـ َب ب
ِّ 'ٱل َح
ِ ) َخ
صی ࣰما
Dan hukum Allah adalah sebaik-baik hukum. Allah berfirman, dalam Surat Al-
Ma’idah 50 ( َیُوقِنُون سنُ ِمنَ ٱهَّلل ِ ُح ۡك ࣰما لِّقَ ۡو ࣲم ۚ )َأفَ ُح ۡك َم ۡٱل َج ٰـ ِهلِیَّ ِة یَ ۡب ُغ
َ ونَ َو َم ۡن َأ ۡح
“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik
daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin.”
ِ “ ِإ ِن ۡٱل ُح ۡك ُ'م ِإاَّل هَّلِلTidaklah hukum kecuali untuk Allah.” [Surat Yusuf 40]
Allah bersumpah dengan dirinya sendiri bahwa mereka tidak beriman sampai
berhukum dengan hukum Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Dan di dalam
batinnya dia ridho dan tidak merasa berat.
Apabila ada seseorang yang meyakini bahwa keputusan atau hukum selain
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam lebih baik daripada keputusan atau
hukum Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka keyakinan tersebut telah
membatalkan keislamannya.
Orang munafik dahulu tidak mau berhukum kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi
wa sallam. Mereka mencari hukum selain Beliau dalam memutuskan perselisihan
mereka. Berhukum dengan selain hukum Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam
adalah diantara sifat orang-orang munafik.
Di dalam sebuah ayat Allah mengatakan, dalam Surat An-Nisa’ 60
('وا بِ َم' ۤ'ا ُأن' ِز َل ِإلَ ۡی' َك َو َم' ۤ'ا ُأن' ِز َل ِمن قَ ۡبلِ''كَ یُ ِریدُونَ َأن یَت ََح' ا َك ُم ۤو ۟ا ِإلَى
۟ 'ُ'ر ِإلَى ٱلَّ ِذینَ یَ ۡز ُع ُم''ونَ َأنَّ ُهمۡ َءا َمن
َ 'ََألَمۡ ت
ضلَ ٰـاَۢل بَ ِعی ࣰدا ۟ ت َوقَ ۡد ُأ ِم ُر ۤو ۟ا َأن یَ ۡكفُ ُر
ِ ُوا بِ ِۖۦه َویُ ِری ُد ٱلش َّۡیطَ ٰـنُ َأن ی
َ ۡضلَّ ُهم ِ )ٱلطَّ ٰـ ُغو
“Seperti orang yang mengutamakan hukum thaghut lebih baik daripada hukum
Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Hukum thaghut adalah hukum-hukum yang dibuat oleh manusia. Kalau diyakini
itu sama dengan hukum Allah atau lebih baik daripada hukum Allah, maka
pelakunya keluar dari agama Islam. Tapi kalau dia berhukum dengan hukum
tersebut karena sebab dunia, seperti harta dan jabatan, namun di dalam hatinya
meyakini hukum Allah lebih baik, maka dia fasik, tidak keluar dari agama Islam.
َذلِ َك بَِأنَّ ُه ْم َك ِرهُوا َما َأ ْنزَ َل هللاُ فََأ ْحبَطَ َأ ْع َمالَ ُه ْم
Seorang muslim harus ridho Allah sebagai Rabb-nya dan rela Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabinya dan ridho Islam sebagai agamanya.
Seorang muslim mencintai seluruh apa yang datang dari Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam dan tidak membencinya. Mengetahui bahwa petunjuk Beliau di
dalamnya ada kebaikan untuk dirinya di dunia dan di akhirat. Dia berusaha
memerangi segala bisikan syaithan yang menghalangi dia dari melakukan
petunjuk tersebut.
Dan dalil yang menunjukkan kekufuran orang yang membenci apa yang dibawa
oleh Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah firman Allah,
[Surat Muhammad 8 – 9]
“Dan orang-orang kafir, maka kecelakaan bagi mereka dan Allah membatalkan
amalan mereka. Yang demikian, karena mereka membenci apa yang Allah
turunkan. Maka Allah pun menghapuskan seluruh amalan mereka.”
Dan yang dimaksud dengan ‘apa yang diturunkan oleh Allah’ di sini adalah Al
Qur’an. Dan ini mencakup semua yang terkandung di dalamnya. Termasuk
tentang Tauhid, Kerasulan, Hari Kebangkitan, dan lainnya.
Dan yang dimaksud dengan ‘batalnya’ adalah tidak terwujud apa yang mereka
harapkan tersebut.
1. Kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang, bukan berarti dia benci dengan
apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Terkadang seseorang melakukan
sebuah kemaksiatan, melakukan hal yang diharamkan Allah, akan tetapi di
dalam hatinya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dia sebenarnya membenci
kemaksiatan tersebut. Namun hawa nafsu dan bisikan syaithan menjadikan dia
melakukan kemaksiatan tersebut.
“Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu
mencela (dirinya sendiri). [Surat Al-Qiyamah 1 – 2]
Maksudnya adalah jiwa yang ketika dia melakukan kemaksiatan, dia mencela
dirinya sendiri. Ketika kita sendiri merasakan di dalam jiwa kita kebencian
dengan kemaksiatan meskipun terkadang kita melakukannya.
Dalam sebuah hadits dari Umar bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, ada
seorang laki-laki di zaman Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bernama Abdullah.
Gelarnya Himar ()ح َمار.
ِ Dahulu sering menghibur Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam dan Nabi dahulu mencambuk beliau dengan sebab minum minuman
keras.
2. Kita harus membedakan antara ال ُك''رهُ اِإل عتِقَ''ا ِدي, kebencian yang merupakan
keyakinan. Dia membenci syari’at Allah baik syari’at tersebut berat atau tidak.
Dan inilah yang merupakan kekufuran.
Dan يعيِ ِ ال ُك''رهُ الطَّبkebencian yang merupakan tabiat manusia, seperti kebencian
karena beratnya syari’at tersebut bagi dirinya, disertai keyakinan bahwa syari’at
Allah itulah yang benar. Di dalamnya ada kebaikan dan harus diikuti, seperti
berat bagi seseorang berperang karena harus menahan sakit ketika terluka,
berpisah dengan keluarga, dll. Seperti beratnya seseorang ketika berwudhu di
waktu yang dingin. Maka kebencian seperti ini adalah tabiat manusia, bukan
merupakan kekufuran.
“Telah diwajibkan atas kalian berperang, sedangkan itu adalah sesuatu yang
kalian benci. Dan mungkin kalian membenci sesuatu sedangkan itu lebih baik
bagi kalian. Dan terkadang kalian mencintai sesuatu tapi itu jelek bagi kalian.
Dan Allah, Dialah Yang Mengetahui dan kalian tidak mengetahui.” [Surat Al-
Baqarah 216]
Beliau berkata,
َكفَ َر، َأ ْو ِعقَابِ ِه، َأ ْو ثَ َوابِ ِه،ِستَ ْهزَ َأ بِش َْي ٍء ِمنْ ِد ْي ِن هللا
ْ َم ِن ا:س
ُ سا ِد
َّ ال
ستَ ْه ِزُؤ ونَ الَ تَ ْعتَ ِذ ُرو ْا قَ ْد َكفَ ْرتُم بَ ْع َد ِإي َمانِ ُك ْم ُ قُ ْل َأبِاهللِ َوآيَاتِ ِه َو َر
ْ َسولِ ِه ُكنتُ ْم ت
Yang ke enam: “Barangsiapa yang mengejek sesuatu dari agama Allah atau
pahala-Nya atau siksaan-Nya, sungguh dia telah kufur. Dalilnya firman Allah yang
artinya: Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, kalian
mengejek? Janganlah minta udzur, sungguh kalian telah kufur setelah keimanan
kalian.”
Barangsiapa yang mengejek sesuatu yang berkaitan dengan agama Allah, seperti
Allah Azza wa Jalla yang mensyari’atkan agama Islam, Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam yang membawa agama Islam, ayat-ayat Allah yang merupakan
sumber agama Islam, perintah-perintah dan larangan-larangan, para sahabat
yang mereka adalah orang pertama yang menerima agama Islam dari Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam, para ulama yang mereka adalah pewaris para Nabi,
dll.
Beliau berkata setelahnya, َأ ْو ِعقَابِ ِه، َأ ْو ثَ َوابِ ِهatau mengejek pahala Allah atau siksaan-
Nya, seperti mengejek surga dan kenikmatan di dalamnya, dan mengolok-olok
neraka dan berbagai siksaan di dalamnya.
ۡ َی
Allah berfirman, ( َشتَهُون س ۡب َح ٰـنَهۥُ َولَ ُهم َّما ِ ) َویَ ۡج َعلُونَ هَّلِل ِ ۡٱلبَنَ ٰـ
ُ ت
“Dan mereka menjadikan bagi Allah, anak-anak wanita. Maha Suci Allah. Dan
bagi mereka apa yang mereka senangi (anak laki-laki).” [Surat An-Nahl 57]
Allah berfirman, س ِم َع ٱهَّلل ُ قَ ۡو َل ٱلَّ ِذینَ قَالُ ۤو ۟ا ِإنَّ ٱهَّلل َ فَقِی ࣱر َونَ ۡحنُ َأ ۡغنِیَ ۤا ۘ ُء
َ لَّقَ ۡد
“Allah telah mendengar ucapan orang-orang (Yahudi) yang mengatakan,
sesungguhnya Allah adalah fakir dan kami adalah orang-orang kaya.” [Surat Ali
Imran 181]
Seseorang yang di dalam hatinya ada keimanan, dia akan menghormati ayat-ayat
Allah.
“Dan janganlah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai senda gurau.” [Surat Al-
Baqarah 231]
Allah berfirman,
َور ٱلَّ ِذ ۤی ُأن ِز َل َم َع ۤۥهُ ُأ ۟ولَ ٰۤـ ِٕىكَ ُه ُم ۡٱل ُم ۡفلِ ُحون '۟ ص ُروهُ َوٱتَّبَ ُع
َ ُّوا ٱلن ۟ ُفَٱلَّ ِذینَ َءا َمن
َ َوا بِ ِۦه َو َع َّز ُروهُ َون
“Maka orang-orang yang beriman dengan Beliau dan mereka menghormati
Beliau dan menolong Beliau dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersama
Beliau, maka merekalah orang-orang yang beruntung. [Surat Al-A’raf 157]
Dalil bahwasanya orang yang mengejek agama Allah dan apa yang berkaitan
dengannya menjadi kafir adalah firman Allah,
ستَ ْه ِزُؤ ونَ الَ تَ ْعتَ ِذ ُرو ْا قَ ْد َكفَ ْرتُم بَ ْع َد ِإي َمانِ ُك ْم ُ قُ ْل َأبِاهللِ َوآيَاتِ ِه َو َر
ْ َسولِ ِه ُكنتُ ْم ت
Pada tahun ke-9 ketika Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat
dalam perjalanan dalam rangka perang Tabuk, ada seseorang berkata di dalam
sebuah majelis yang dihadiri oleh yang lain,
“Aku tidak melihat orang-orang yang lebih besar perutnya (lebih banyak
makannya), lebih dusta ucapannya, dan lebih pengecut ketika berperang,
daripada mereka.”
Auf bin Malik radhiyallāhu ‘anhu salah seorang sahabat Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam ketika mendengar ucapan ini, beliau mengingkari, seraya
berkata,
“Engkau telah berdusta. Akan tetapi engkau adalah seorang munafik, sungguh
aku akan mengabarkan kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Kemudian beliau segera pergi menuju kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam dan ternyata wahyu telah mendahului. Allah telah mengabarkan kepada
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang ucapan laki-laki tersebut. Maka
orang munafik tadi datang dan meminta maaf, meminta udzur kepada Beliau
shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
ستَ ْه ِزُؤ ونَ الَ تَ ْعتَ ِذ ُرو ْا قَ ْد َكفَ ْرتُم بَ ْع َد ِإي َمانِ ُك ْم ُ قُ ْل َأبِاهللِ َوآيَاتِ ِه َو َر
ْ َسولِ ِه ُكنتُ ْم ت
Padahal saat itu yang mengucapkan ucapan ejekan hanyalah satu orang. Yang
demikian karena orang-orang yang mendengar saat itu ridho terhadap ejekan
tersebut, meskipun mereka tidak mengucapkan.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
۟ ت ٱهَّلل ِ یُ ۡكفَ ' ُر بِ َه''ا َویُ ۡس 'ت َۡهزَ ُأ بِ َه''ا فَاَل ت َۡق ُع 'د
(ُوا َم َع ُهمۡ َحت َّٰى ِ س ' ِم ۡعتُمۡ َءایَ ٰـ ِ َوقَ' ۡ'د نَ ' َّز َل َعلَ ۡی ُكمۡ فِی ۡٱل ِكت َٰـ
َ ب َأ ۡن ِإ َذا
ث َغ ۡی ِر ِۤۦه ِإنَّ ُكۡ'م ِإ ࣰذا ِّم ۡثلُ ُهمۡۗ ِإنَّ ٱهَّلل َ َجا ِم ُع ۡٱل ُمنَ ٰـفِقِینَ َو ۡٱل َك ٰـفِ ِرینَ ِفی َج َهنَّ َم َج ِمی ًعا
ٍ وا ِفی َح ِدی ۟ ض ُ )یَ ُخو
“Dan sungguh telah Allah turunkan kepada kalian di dalam Al Qur’an, apabila
kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri dan diejek, maka janganlah kalian
duduk bersama mereka sampai mereka berbicara tentang pembicaraan lain.
Sesungguhnya kalau kalian demikian, maka kalian semisal dengan mereka.
Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir
di dalam Jahannam, semuanya.” [Surat An-Nisa’ 140]
Apabila mendengar di sana ada ayat Allah dihina atau Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam dihina, atau para sahabat dihina, maka janganlah kalian duduk
bersama mereka, sampai mereka merubah tema pembicaraan mereka.
Apabila kalian duduk bersama mereka, santai bersama mereka, tidak tergerak
hati kalian ketika mendengar Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya dihina, niscaya
kalian semisal dengan mereka. Dan perlu diketahui bahwa mengejek terkadang
dengan lisan, terkadang dengan tulisan, bahkan bisa dengan isyarat, seperti
isyarat mata atau tangan.
Beliau berkata,
سابِ ُع
َّ ال:
َوال َّدلِي ُل قَ ْولُهُ تَ َعالَى َو َما يُ َعلِّ َما ِ'ن ِمنْ َأ َح ٍد َحتَّى يَقُوالَ ِإنَّ َما نَ ْحنُ فِ ْتنَةٌ فَالَ تَ ْكفُ ْر
“Yang ke tujuh adalah sihir. Dan diantara macamnya, Ash Shorfu dan Al ‘Athfu.
Barangsiapa yang mengerjakannya atau ridho dengan sihir, maka dia telah kufur,
keluar dari Islam. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Dan tidaklah
keduanya mengajarkan sihir kepada seseorang sampai keduanya berkata
sesungguhnya kami adalah ujian, maka janganlah engkau kufur.’ [Al Baqarah
102]”
س ْح ُر
ِّ الdi dalam Bahasa Arab adalah segala hal yang samar sebabnya.
الس'' َح ُر
َّ artinya di akhir malam. Dinamakan demikian karena waktu tersebut
adalah waktu yang samar.
1. Sihir hakiki
Yaitu sihir yang benar-benar, maksudnya sihir yang memudhoroti orang lain,
membuat sakit, membunuh, sihir yang menjadikan kecintaan menjadi sebuah
kebencian, dan sebaliknya.
(س 'ۖ۟ 'ُس ٰۤى ِإ َّم ۤا َأن ت ُۡلقِ َی وَِإ َّم ۤا َأن نَّ ُك''ونَ نَ ۡحنُ ۡٱل ُم ۡلقِینَ قَ''ا َل َأ ۡلق
َ 'وا فَلَ َّم ۤا َأ ۡلقَ' ۡ'و ۟ا
ِ س' َح ُر ۤو ۟ا َأ ۡعیُنَ ٱلنَّا ۟ ُقَ''ال
َ وا یَ ٰـ ُمو
ِ ِٱست َۡر َهبُوهُمۡ َو َج ۤا ُءو ب
س ۡح ٍر ع َِظی ࣲم ۡ ) َو
“Mereka berkata, wahai Musa silakan engkau yang melempar tongkatmu dahulu
atau kami yang melempar? Beliau berkata, silakan kalian melempar tali-tali
kalian. Ketika mereka melempar tali-tali tersebut, mereka menyihir mata-mata
manusia dan manusia menjadi takut, yaitu ketika mereka melihat dengan mata
mereka, bahwa tali-tali tersebut seakan-akan berubah menjadi ular. Dan mereka
pun datang dengan sihir yang besar.” [Surat Al-A’raf 115 – 116]
Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam dimana Allah benar-benar
menjadikan tongkat Nabi Musa, ular yang hidup yang bergerak yang memakan
tali-tali yang dilempar.
Kedua jenis sihir ini diharamkan di dalam agama Islam dan sihir memiliki
macam-macam yang banyak, diantaranya kata beliau adalah As Shorfu dan Al
‘Athfu.
Ash Shorfu artinya adalah memalingkan. Maksudnya memalingkan rasa cinta
menjadi rasa benci. Misalnya seorang suami yang mencintai istrinya berubah
menjadi kebencian dengan sebab sihir ini.
Al ‘Athfu artinya adalah cinta. Sihir ini menjadikan seseorang yang awalnya
membenci akhirnya menjadi mencintai.
“Barangsiapa yang mengamalkan sihir ini atau ridho dengan sihir ini, maka dia
telah kufur.”
Jika seseorang bekerjasama dengan syaithan untuk menyihir orang lain atau dia
ridho dengan sihir tersebut meskipun dia tidak melakukannya, maka dia telah
kufur. Karena ridho dengan sihir adalah ridho dengan kekufuran. Dalil yang
menunjukkan bahwa sihir adalah kufur dan bisa mengeluarkan seseorang dari
Islam adalah firman Allah,
ان ِمنْ َأ َح ٍد َحتَّى يَقُوالَ ِإنَّ َما نَ ْحنُ فِ ْتنَةٌ فَالَ تَ ْكفُ ْر
ِ َو َما يُ َعلِّ َم
“Dan tidaklah keduanya (Harut dan Marut) mengajarkan kepada orang lain sihir,
sampai keduanya berkata sesungguhnya kami adalah fitnah, maka janganlah
engkau kufur.” [Al Baqarah 102]
Dan maksud janganlah engkau kufur yaitu janganlah engkau mempelajari sihir.