Anda di halaman 1dari 7

1

Belajar dari Kisah Uwais Al-Qarni

‫س َل هإ َل ْي هه هب ه‬
‫ات َباعه ش هَر ْي َع هت هه‬ ‫ع َل ْي هه هب هصد ه‬
َّ ‫ َو َم ْن ت َ َو‬. ‫ْق هنيَّ ٍة َك َفا ُه‬ َ ‫هي َم ْن ت َ َو َّك َل‬ْ ‫ا َ ْل َح ْم ُد هلِله الَّذ‬
‫ اشهد ان ال اله‬.ُ‫ص َرهُ َوت َ َوالَّه‬ َ َ‫س َدته هه ن‬َ ‫علَى أ َ ْعدَائه هه َو َح‬
َ ُ‫ص َره‬ ْ ‫ َو َم هن ا‬. ُ‫قَ َّربَهُ َوأ َ ْدنَاه‬
َ ‫ست َ ْن‬
‫علَى‬ َ ‫ اللهم صل‬. ‫ و اشهد ان محمدا عبده ورسوله‬.‫اال هللا وحده ال شريك له‬
)ُ‫سبه ْي هل هللاه (أ َ َّما بَ ْعد‬َ ‫ص َحا هب هه َو َم ْن َحافَ َظ هد ْينَهُ َو َجا َه َد فه ْي‬ ْ َ ‫علَى آ هل هه َوأ‬ َ ‫س هي هدنَا ُم َح َّم ٍد َو‬
َ
‫ فَقَا َل‬.‫ اتقوا هللا و طاعته لعلكم تُرحمون‬,‫ايها الناس اوصيكم و نفسي بتقوى هللا‬
َ‫نفس َّما ق َّد َمتْ هلغَ ٍد و اتقوا هللا اه َّن هللا‬ ٌ ُ ‫ ياايها الذين امنوا اتقوا هللا َو ْلتن‬:‫ت َ َعالَى‬
‫ظ ْر‬
.‫خبي ٌر بما تعملون‬

Muttaqin adalah derajat yang menjadi cita-cita


kita, karena dia menjadi pembeda antara satu dengan
yang lainnya, kaya dan miskin sama dihadapan Alloh,
pejabat dan rakyat juga sama dihadapan Alloh. Hanya
saja pembeda diantara keduanya siapa yang paling
taqwa disisi Alloh SWT. ‫ِإ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْندَ هللاِ اَتْقَى ُك ْم‬
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi
Alloh adalah yang paling taqwa diantara kamu”
Dalam ayat di atas terdapat 3 (tiga) kata kunci.
Pertama “mulia”, kedua “Allah”, dan ketiga “takwa”.
Ayat ini mengandung maksud bahwa mulia tidaknya
seseorang sesungguhnya bergantung pada
ketakwaannya kepada Allah SWT dan bukan kepada
hal-hal yang bersifat duniawi. Dengan kata lain, yang
disebut orang mulia sesunguhnya adalah mereka yang
senantiasa berbuat kemuliaan berupa ketakwaaan.
Definisi ini bersifat teologis karena bersumber pada
keyakinan akan kebenaran firman Allah SWT di dalam
Al-Qur’an.
2

Berdasar pada pandangan teologis tersebut, kita


bisa membedakan antara orang mulia dengan orang
yang dimuliakan. Orang mulia adalah mereka yang
dimuliakan Allah karena senantiasa berbuat kemuliaan
dengan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Allah
SWT, dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Sedangkan orang yang dimuliakan adalah mereka yang
secara sosiologis dihormati masyarakat karena memiliki
latar belakang tertentu seperti: jabatan, keturunan,
kekayaan, keilmuan atau keahlian, dan sebagainya.
Orang-orang mulia karena ketaqwaannya kepada
Alloh tidak selalu dimuliakan di tengah-tengah
masyarakat, karena secara faktual ada beberapa orang
mulia di sisi Allah diremehkan oleh masyarakat
disebabkan tidak memiliki latar belakang tertentu yang
bersifat duniawi seperti jabatan penting, kekayaan
melimpah, nasab tinggi, dan lain sebagainya. Tentu saja
ada banyak orang mulia di sisi Allah yang juga
dihormati dalam masyarakat karena memiliki kriteria-
kriteria tertentu yang berlaku di masyarakat seperti
tersebut di atas.
Salah satu contoh orang mulia di sisi Allah tetapi
tidak dihormati oleh masyarakat adalah Uwais Al-Qarni
- seorang pemuda miskin penduduk desa Qaran di
Yaman. Dia menjalani kehidupan yang sulit bersama
ibunya yang seorang janda. Ia pernah menderita
penyakit kusta. Pakaiannya hanya ada dua helai. Uwais
Al-Qarni bekerja hanya sebagai penggembala hewan
ternak dengan upah tak seberapa. Dengan keadaan
3

Uwais yang seperti itu ia sering ditertawakan, diolok-


olok, dihina, dan dituduh mencuri ini mencuri itu.
Tetapi semua perlakuan masyarakat seperti itu ia terima
dengan sabar. Ketika pada suatu hari ada seseorang
yang bermaksud memberikan sedekah berupa dua helai
pakaian, Uwais Al-Qarni menolaknya. Kepada orang
tersebut, Uwais Al-Qarni mengatakan: “Saya khawatir
kalau pakaian ini saya terima, nanti orang-orang
mengintrogasi saya dari mana saya mendapatkan
pakaian ini. Mereka pasti tidak percaya dengan jawaban
saya. Mereka akan menuduh saya kalau pakaian ini
telah saya curi”.
Sungguhpun Uwais Al-Qarni hidup dalam
kemiskinan, ia menjalani kehidupannya dengan penuh
ketakwaan. Bahkan ketakwaannya diakui oleh
Rasulullah SAW meskipun diantara mereka belum
pernah saling bertemu. Hal yang sangat menonjol dari
ketakwaan Uwais Al-Qarni sebagaimana diceritakan
Rasulullah SAW adalah baktinya kepada sang ibu yang
luar biasa. Sejak kecil Uwais Al-Qarni selalu taat dan
hormat kepada ibunya. Ketika sang ibu telah tua dan
lumpuh, bakti Uwais kepada sang ibu semakin
bertambah.
Suatu hari sebenarnya ia sangat rindu untuk
bertemu Rasulullah SAW, namun ia selalu
mengurungkan niatnya karena tak tega meninggalkan
sang ibu sendirian di rumah tanpa ada yang
merawatnya. Ketika pada suatu hari ia melihat ibunya
cukup sehat, ia mendekat padanya untuk
4

menyampaikan isi hatinya, yakni ingin bertemu atau


kepada Rasululullah SAW di Madinah. Uwais Al-Qarni
memohon ijin kepada ibunya agar diperkenankan. Sang
Ibu sangat terharu dengan keinginan Uwais untuk
bertemu Rasululllah SAW. Sang ibu menjawab:
“Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi Muhammad
SAW di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah
engkau kembali pulang”.
Akhirnya berangkatlah Uwais Al-Qarni ke
Madinah yang jaraknya dari Yaman sekitar 400
kilometer. Tibalah Uwais Al-Qarni di kota Madinah dan
segera menuju rumah Nabi Muhammad SAW.
Diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan
salam. Tak ada jawaban dari Rasulullah SAW. Ia hanya
mendapat jawaban dari istri beliau Aisyah RA yang
mengatakan Rasulullah SAW sedang berada di medan
perang dan belum diketahui kapan beliau kembali.
Uwais Al-Qarni teringat pesan ibunya untuk segera
pulang. Maka segeralah ia pulang ke Yaman meski
dengan hati yang hampa karena gagal bertemu
Rasulullah SAW yang sangat dirindukannya. Namun
sebelum pulang, Uwais Al-Qarni sempat menitipkan
salam untuk Rasulullah SAW lewat Aisyah RA.
Ketika Rasulullah SAW pulang ke rumah,
Aisyah RA memberitahukan tentang kedatangan
seorang laki-laki tak dikenalnya beberapa waktu
sebelumnya. Rasulullah SAW menjelaskan kepada
Aisyah bahwa laki-laki itu bernama Uwais Al-Qarni. Ia
adalah anak yang sangat taat kepada ibunya. Ia tidak
5

terkenal di kalangan penduduk bumi karena miskin


sekali, tetapi ia sangat terkernal di kalangan penduduk
langit. Sedemikian istimewa Uwais Al-Qarni hingga
Rasulullah SAW menceritakannya kepada Umar bin
Khattab RA dan Ali bin Abi Thalib RA:
َّ ُ‫َّللاَ لَهُ فَأ َ ْذ َه َبه‬
، ُ‫َّللا‬ َّ ‫عا‬َ َ‫ فَد‬, ‫اض‬ ٌ ‫علَ ْي ُك ْم َر ُج ٌل يُقَا ُل لَهُ أ ُ َوي‬
ٌ ‫ْس َكانَ بِ ِه َب َي‬ َ ‫سيَ ْقدَ ُم‬َ
ُ‫فَ َم ْن لَ ِقيَهُ ِم ْن ُك ْم فَ ُم ُروهُ فَ ْليَ ْست َ ْغ ِف ْر لَه‬
Artinya: “Kelak akan datang seorang laki-laki bernama
Uwais. Ia memiliki belang putih. Ia berdoa agar Allah
menghilangkan belang itu, maka Allah
menghilangkannya (kecuali di lengannya). Barang siapa
diantara kalian bertemu dia, maka termuilah dia dan
mintalah padanya untuk memintakan ampunan kepada
Allah.”
Pesan tersebut akhirnya benar-benar
dilaksanakan oleh Ali bin Abi Thalib RA dan Umar bin
Khattab RA ketika Rasulullah SAW telah wafat.
Kepada Uwais Al-Qarni, kedua sahabat besar
Rasulullah SAW tersebut mengatakan:
‫سلَّم أَ َم َرنَا أ َ ْن نَ ْسأَلُ َك أَ ْن تَ ْستَ ْغ ِف ُر لَنَا‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫عليه َو‬ ُ ‫يَا أ ُ َويْس ِإ َّن َر‬
َ ِ‫سو َل هللا‬

Artinya: “Hai Uwais sesungguhnya Rasulullah SAW


telah memerintahkan kami agar engkau memintakan
ampunan kepada Allah agar dosa-dosa kami diampuni-
Nya.”
6

Mendengar apa yang dikatakan Ali bin Abi


Thalib dan Umar bin Khattab RA tersebut, Uwais Al-
Qarni hanya bisa menangis, tetapi kemudian
memberikan jawaban bisa jadi orang yang dimaksudkan
Rasulullah SAW itu bukan dirinya. Tetapi Ali bin Abi
Thalib RA terus mendesak agar ia mau mendoakan bagi
Umar bin Khattab RA dan Ali bin Abi Thalib RA
karena sangat menyakini bahwa dialah orang yang
dimaksudkan Rasulullah SAW. Akhirnya Uwais Al-
Qarni bersedia memenuhi permintaan tersebut dengan
memanjatkan doa ampunan kepada Allah bagi
keduanya.
Dari kisah Uwais Al-Qarni di atas, ada beberapa
hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran berharga.
Pertama, orang mulia karena ketakwaannya kepada
Allah SWT akan tetap mulia dan taat kepada-Nya meski
seperti apapun kondisi sosial ekonominya. Ia akan tetap
sabar dan istiqamah menjadi hamba-Nya yang saleh
tanpa terpengaruh oleh hal-hal duniawi seperti tidak
dihormati oleh masyarakat karena miskin.
Kedua, janganlah kita memandang seseorang
dari sisi duniawinya, lalu merendahkannya karena bisa
jadi ia memiliki sisi ukhrawi yang jauh lebih baik dari
pada kita.
‫ إنهُ تَعاَلَى َجوا ٌد ك هَر ْي ٌم َم هلكٌ بَ ٌّر‬.‫والذك هْر ال َح هكي هْم‬
‫ت ه‬ ‫ َونَفَ َعنه ْي َو هإيا ُك ْم هباآليا ه‬,‫آن ال َع هظي هْم‬
‫با َ َركَ هللاُ هل ْي َولك ْم فهي القُ ْر ه‬
.‫ف َر هح ْي ٌم‬
ٌ ‫َرؤ ُْو‬

‫ش َه ُد‬ْ َ ‫ش َه ُد ا َ ْن الَ اهلَهَ اهالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش هَر ْيكَ لَهُ َوا‬ َ ‫شك ُْر لَهُ ع‬
ْ َ ‫ ا‬.‫َلى ت َ ْوفه ْي هق هه َواه ْمتهنَانه هه‬ ُّ ‫سانه هه َوال‬ َ ‫ا َ ْل َح ْم ُد هلله ع‬
َ ْ‫َلى اهح‬
ْ َ ‫س هل ْم ت‬
.‫س هل ْي ًما هكثي ًْرا‬ َ ‫ص َحابه هه َو‬ ْ َ ‫علَى ا َ هل هه َوا‬
َ ‫سيه هدنَا ُم َح َّم ٍد هو‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ص هل‬ َ ‫ الل ُه َّم‬. ُ‫س ْولُه‬ ُ ‫ع ْب ُدهُ َو َر‬َ ‫سيه َدنَا ُم َح َّمدًا‬
َ َّ‫اَن‬
‫س هه‬ ْ َ َ َ
‫ع َّما ن َهى َوا ْعل ُم ْوا اَنَّ هللا ا َ َم َر ُك ْم بها َ ْم ٍر بَ َدأ فه ْي هه بهنف ه‬َ ْ ُ
َ ‫اس اهتَّقوهللاَ فه ْي َما ا َ َم َر َوانت َ ُه ْوا‬ َّ َ
ُ ‫ فيا َ اَيُّ َها الن‬:‫ا َ َّما بَ ْع ُد‬
‫‪7‬‬

‫علَ ْي هه‬‫صلُّ ْوا َ‬


‫َلى النَّبهى يآ اَيُّ َها الَّ هذ ْينَ آ َمنُ ْوا َ‬ ‫صلُّ ْونَ ع َ‬ ‫س هه َوقَا َل تَعاَلَى اهنَّ هللاَ َو َمآل ئه َكتَهُ يُ َ‬ ‫َوثَـنَى به َمآل ئه َكته هه بهقُ ْد ه‬
‫علَى ا َ ْنبهيآئهكَ‬ ‫علَى آ هل َ‬
‫سيهدهنا َ ُم َح َّم ٍد َو َ‬ ‫علَ ْي هه َو َ‬
‫س هل ْم َو َ‬ ‫صلَّى هللاُ َ‬ ‫علَى َ‬
‫سيه هدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫ص هل َ‬
‫س هل ْي ًما‪ .‬الل ُه َّم َ‬ ‫س هل ُم ْوا ت َ ْ‬ ‫َو َ‬
‫ع هلى َوع َْن بَ هقيَّ هة‬‫عث َمان َو َ‬ ‫ْ‬ ‫رو ُ‬‫ع َم َ‬ ‫ش هد ْينَ اَبهى بَك ٍْر َو ُ‬‫الرا ه‬ ‫اء َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ض الل ُه َّم ع هَن الخلف ه‬ ‫ار َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫س هلكَ َو َمآلئه َك هة ال ُمق َّربه ْينَ َو ْ‬ ‫َو ُر ُ‬
‫عنا َمعَ ُه ْم به َرحْ َمتهكَ يَا ا َ ْر َح َم‬ ‫َّ‬ ‫ض َ‬ ‫ار َ‬ ‫الدي هْن َو ْ‬ ‫َ‬
‫ان اهلىيَ ْو هم ه‬ ‫س ٍ‬ ‫َ‬
‫ص َحابَ هة َوالتَّابه هع ْينَ َوتَابه هعي التَّابه هع ْينَ ل ُه ْم بهاهحْ َ‬ ‫ال َّ‬
‫اح هم ْينَ ‪.‬‬
‫الر ه‬ ‫َّ‬

‫ت َربَّ َنا آتهنا َ هفى ال ُّد ْن َيا‬ ‫ت اَالَحْ يآ ُء هم ْن ُه ْم َواْالَ ْم َوا ه‬ ‫س هل هم ْينَ َواْل ُم ْ‬
‫س هل َما ه‬ ‫ت َواْل ُم ْ‬ ‫اَلل ُه َّم ا ْغ هف ْر هل ْل ُم ْؤ هم هن ْينَ َواْل ُم ْؤ هم َنا ه‬
‫ْتآء ذهى اْلقُ ْر َ‬
‫بى‬ ‫ان َو هإي ه‬ ‫س ه‬ ‫اب النَّ هار‪ .‬هع َبا َدهللاه ! اهنَّ هللاَ َيأ ْ ُم ُرنَا هباْل َع ْد هل َواْ هالحْ َ‬ ‫عذَ َ‬ ‫سنَةً َو هقنَا َ‬ ‫آلخ َر هة َح َ‬‫سنَةً َو هفى اْ ه‬ ‫َح َ‬
‫ظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَذَك َُّر ْونَ َوا ْذك ُُروهللاَ اْل َع هظ ْي َم َي ْذك ُْر ُك ْم َولَ هذك ُْر هللاه ا َ ْك َب ْر‪.‬‬‫شآء َواْل ُم ْنك هَر َواْل َب ْغي َي هع ُ‬
‫َو َي ْن َهى ع هَن اْلفَحْ ه‬

Anda mungkin juga menyukai