Anda di halaman 1dari 4

KHOLIFAH ALI DAN KAUM KHOWARIJ

‫َّن اْلَح ْم َد ِ ِهلل ْحَن َم ُد ُه َو َنْس َتِع ْي ُنُه َو َنْس َتـْغِفُر ُه َو َنُع ْو ُذ اِب هللِ ِم ْن ُرُش ْو ِر َأْنُفِس َنا َو ِم ْن‬
‫ َأْش َهُد َأْن اَل‬.‫ َمْن ْهَيِد ِه هللا َفاَل ُم ِض َّل ُهَل َو َمْن ُيْض ِلْل َفاَل َه اِد َي ُهَل‬,‫ِإَس ـِّي َـئاِت َأَمْع اِلَنا‬
‫ َأْر َس ُهَل اِب ْلَحِّق‬,‫َهَل اّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل ِرَش ْيَك ُهَل َو َأْش َهُد َأَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُس ْو ُهُل‬
‫ َو َمْن َيْع ِص ِهَم ا َف َّنُهِا‬, ‫ َمْن ُيِط ِع هللا َو َر ُس وُهَل َفـَقْد َر َش َد‬, ‫ِإَبِش ِإًرْي ا َو َنِذ يًر ا َبَنْي َيَد ِى الَّس اَعِة‬
‫ اَي َأَهُّيا‬: ‫اَل َيُّرُض ِااَّل َنْفَس ُه َو اَل َيُّرُض َهللا ْيَش ًء َأُع ْو ُذ اِب هلل ِم َن الَّش ْي َط اِن الَّر ِج ِمْي‬
‫اِذَّل يَن َء اَمُنوا اَّتُقوا اَهَّلل َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َتُم وُتَّن اَّل َو َأْنْمُت ُم ْس ِلُم وَن َالَّلُهَّم َص ِّل ّو َس ْمِّل‬
‫َعىَل ُم َح َّم ٍد َو َعىَل َاِهِل َو َاَحْص اِبِه َو التَّـاِبِع َنْي َو ِإاَّتـاِبُع التَّـاِبِع َنْي َو َمْن َتِب َع ُهْم ْح َس اٍن ِا ىَل‬
‫ َو َخ َرْي اْلَهْد ِي ِإِبَه ْد ُي ُم َح َّم ٍد‬, ‫ َفـ ّن َأْص َد َق اْلَح ِد ْيِث ِك َتـاُب ِهللا‬. ‫ َاَّم ا َبْع ُد‬. ‫َيْو ِم اِّدل ْيِن‬
‫َص َّل هللا َعَلْي ِه َو َس َمَّل َو ِإَّرَش اُأْلُم ْو ِر ُم ْح َد اثَهُتا َو َّلُك ُم ْح َد َثٍة ِبْد ُعٌة َو َّلُك ِبْد َعٍة َض اَل ٌةَل‬
‫َو َّلُك َض اَل ٍةَل ِف ىالَّناِر‬
Pada kesempatan ini kami berwasiyat dengan wasiyat taqwa, sebagaimana ayat yang
dibacakan tadi yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim.

Dalam sebuah penggalan sejarah dimasa Aly bin Abi Thalib, beliau dihadapkan pada
kelompok Khawarij. Semula mereka adalah para pendukung setia Ali bin Abi Thalib ra
ketika diangkat menjadi khalifah menggantikan sahabat Utsman bin Affan ra. Bahkan mereka
menjadi kekuatan utama dalam menjaga stabilitas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Belakangan setelah terjadi beda pandangan dalam menyelesaikan perselisihan, mereka
kemudian berbalik arah menjadi penentang kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Mereka inilah
yang kemudian dikenal sebagai kelompok Khawarij (orang-orang yang ke luar) dari barisan
Ali bin Abi Thalib.

Mereka beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para pendukungnya telah melakukan
dosa dan telah kufur, keluar dari Islam. Sehingga mereka menolak untuk tetap taat dan setia
dengan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, jika tidak bertaubat dari dosanya dan
memperbaharui imannya. Mereka meneriakkan slogan “la hukma illa lillah” tidak ada hukum
kecuali hukum Allah.

Ketika Ali bin Abi Thalib ditanya tentang fenomena ini, apakah mereka ini teramasuk dalam
kelompok kaum musyrikin? Aly menjawab, “Bukan, bahkan merekalah orang-orang yang
telah menjauhkan diri dari kemusyrikan. Kemudian ditanya lagi, “apakah mereka ini
kelompok munafiqin? Aly pun menjawab: “Bukan, sebab sesungguhnya orang-orang
munafiq itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit saja. Sedangkan mereka ini menghabiskan
siang malamnya untuk beribadah, mengabdikan diri kepada Allah”. Lantas siapa sebenarnya

1
mereka itu? Ali bin Abi Thalib kembali menjawab, ”Mereka adalah saudara-sauadara kami
yang mendurhakai kami.”

Menghadapi kelompok yang dikenal bersemangat tinggi mengamalkan dan menegakkan


Islam, tetapi tidak bisa menerima perbedaan ijtihad dalam menghadapi persoalan, Ali bin Abi
Thalib mengutus seorang sahabat Abdullah ibn Abbas radhiyallahu anhu.

Abdullah ibn Abbs menemui mereka melakukan dialog panjang hingga pada pertanyaan:
Apakah yang membuat kalian begitu kecewa dengan Ali bin Abi Thalib? Mereka menjawab,
“Ada tiga hal yang membuat kami kecewa, yaitu:

Pertama, Ali bin Abi Thalib menunjuk orang dalam menetapkan hukum agama Allah,
bukankan Allah SWT menegaskan dalam Al Quran, bahwa: “Menetapkan hukum itu
hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang
paling baik”, termaktub dalam surah al-An’am ayat 57.

Kedua: Ali bin Abi Thalib berperang, kemudian ia tidak mengambil ghanimah dan menawan
musuhnya yang kalah. Jika orang-orang yang diperangi itu kaum kafir maka tentu halal harta
mereka. Jika yang diperangi itu kaum Mukminin maka telah dilindungi darah mereka, jadi
tidak boleh diperangi.

Ketiga: Ali bin Abi Thalib menerima pencopotan sebutan dirinya sebagai Amirul Mukminin
dalam perundingan, jika ia tidak menjadi Amirul Mukminin maka pastilah ia menjadi Amirul
Kafirin.

Setelah mereka puas menyampaikan tiga keberatannya, Abdullah bin Abbas menanggapinya
dengan santun. “Pernyataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib menunjuk orang dalam
menetapkan hukum agama Allah. Apa salahnya hal ini, sedangkan Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu
sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya
ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya,
menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu…” ( QS al-Maidah: 95).

“Jawablah pertanyaan saya: Manakah yang lebih penting, putusan manusia dalam melindungi
darah kaum Muslimin, ataukah putusan mereka tentang seekor kelinci yang harganya tidak
lebih dari seperempat dirham?”. Mereka terdiam tidak memberi jawaban.

Ibnu Abbas melanjutkan, “Sedangkan pernyataan kalian: Ali bin Abi Thalib berperang,
kemudian ia tidak mengambil ghanimah dan menawan musuhnya yang kalah. Apakah kalian
berkeinginan untuk menjadikan Aisyah, Ummul Mukminin, istri Rasulullah sebagai tawanan
perang. Lalu dijadikan budak yang dijual belikan, dan merampas harta kekayaannya sebagai
harta rampasan perang?” Mereka tetap terdiam dengan pertanyaan Abdullah ibn Abbas yang
kedua ini.

Kemudian Abdullah ibn Abbas melanjutkan tanggapannya pada pernyataan mereka yang
ketiga. “Pernyataan kalian bahwa Ali bin Abi Thalib menerima pencopotan sebutan dirinya
sebagai Amirul Mukminin, dalam perundingan. Dengarkan baik-baik, Rasulullah saw pada
perundingan Hudaibiyyah dengan kaum Kafir Makkah, pada saat membuat nota kesepakatan,
Rasulullah mendektekan kepada penulisnya ketika itu, yaitu Ali bin Abi Thalib untuk
menulis, “Inilah Keputusan Muhammad Rasulullah….”. Mendengar itu utusan Kafir
Makkah Suhail bin Amr (sebelum masuk Islam) memprotes dan menolak, “Demi Allah, jika

2
kami meyakini engkau sebagai Rasulullah tentu kami tidak akan menghalangi engkau menuju
ke Baitullah dan tentu kami tidak akan memerangi engkau, tulislah: ini adalah keputusan
Muhammad ibn Abdillah”. Mendengar keberatan itu Rasulullah saw menegaskan, “Demi
Allah sesungguhnya saya adalah Rasulullah untuk kalian semua, meskipun kalian
mendustakannya. Lalu Rasulullah menyuruh Ali bin Abi Thalib: “Hapuslah kata Rasulullah
dan tulislah kata yang ia usulkan.” Ali tidak segera menghapusnya, sehingga Rasulullah
sendiri yang segera menghapusnya dengan tangannya dan setelah itu menyuruh Ali,
“Tulislah, ini adalah keputusan Muhammad bin Abdillah…”

Belum selesai dialog itu ditutup, dua puluh ribu orang yang semula menganut faham
khawarij, menuduh Ali dan pengikutnya telah kafir, menyatakan sikap, menerima penjelasan
Abdullah ibn Abbas, tidak lagi menentang kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dan menyatakan
pula setia dan taat terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Demikianlah dialog yang sejuk, jelas, bijak dan indah. Tutur kata yang baik mampu
melindungi ribuan darah kaum Muslimin dan mengembalikan mereka ke jalur yang benar.

‫َو َنَفَع يِن َو ِا اَي ْمُك ِبَم ا ِف ْيِه ِم َن ْا اَل اَي ِت َو ِّذ ْكِر اْلَح ِكمْي‬ ‫اَب َر َك ُهللا يِل َو َلْمُك يِف ْا لُقْر َاِن ْا لَع ِظ ِمْي‬
‫يِل َو َلْمُك َو ِلَس ا ِء ِر ْا ُملْس ِلِم َنْي ِم ْن ِّلُك َذ ْنٍب َفا‬ ‫َاُقْو ُل َقْو يِل َهاَذ ا َو َاْس َتْغِفُر َهللا ْا لَع ِظ مْي‬
‫ْس َتْغِفُر ْو ُه ِا َّنُه ُه َو ْا لَغُفْو ُر الَّر ِح مْي‬
Khutbah Kedua

‫ َو الَّص َالُة َو الَّس َالُم َعىَل َنِب ِّيَنا ُم َح َّم ٍد اِذَّل ْى َاْر َس ُهَل ُهللا‬. ‫َاْلَح ْم ُد ِهَّلِل اِذَّل ْي َأَم َر اَن ِبُلُز ِم اْلَج َم اَعِة‬
‫ َاْش َهُد َاْن اَل ِاَهَل ِااَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل ِرَش ْيَك‬. ‫ َو َعىَل َأِهِل َو َأَحْص اِبِه ُهَد اِن ُأْل ًّم ِة‬, ‫ىَل ِمَج ْيِع اُأْلَّم ِة‬
‫ِإ‬
‫ َالَّلُهَّم َص ِّل ّو َس ْمِّل َعىَل ُم َح َّم ٍد َو َعىَل َاِهِل‬. ‫ َو َاْش َهُد َاَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُس ْو ُهُل اَل َنِبـَّي َبْع َد ُه‬,‫ُهَل‬
‫ َقاَل‬. ‫ َاَّم ا َبْع ُد‬. ‫َو َاَحْص اِبِه َو الَّتا ِبِع َنْي َو اَّتـاِبُع التَّـاِبِع َنْي َو َمْن َتِب َع ُهْم ْح َس اٍن ِاىَل َيْو ِم اِّدل ْيِن‬
‫ِإِب‬
‫ اَي َأَهُّيا اِذَّل يَن َء اَمُنوا اَّتُقوا اَهَّلل‬:‫ َاُع ْو ُذ اِب ِهلل ِم َن الَّش ْي َط اِن الَّر ِج ِمْي‬: ‫ُهللا َتَع اىَل يِف ِكَتاِبِه اْلَع ِز ْيِز‬
‫ ُيْص ِلْح َلْمُك َأَمْع اَلْمُك َو َيْغِفْر َلْمُك ُذ ُنوَبْمُك َو َمْن ُيِط ِع اَهَّلل َو َر ُس وُهَل َفَقْد‬.‫َو ُقوُلوا َقْو اًل َس ِد يًد ا‬
‫َفاَز َفْو ًز ا َع ِظ ًميا‬
Para hamba Allah sekalian, sepenggal kisah ini mengandung hikmah yang besar bagi kita.

Pertama: Kita tidak boleh silau dengan kehebatan ritualitas ubudiyah seseorang. Meskipun
mereka terkenal ulet dlm sholat lail, shoum nawafil, alim dalam urusan fiqih, namun kalau
semua itu justru membuat mereka sombong dan mentakfirkan orang lain, maka itu semua
menjadi sia-sia. Ibadah mereka yang seharusnya semakin membuat mereka taqwa kepada
Allah yang terwujud dlm kemualiaan Akhlak, justru tidak mereka dapatkan. Ibadah mereka

3
justru menjadi alat untuk mendukung kesombongan mereka. Para ikhwan apa yg kami
sampaikan ini bukan ajakan untuk mengurangi keuletan sholat lail dan ibadah nawafil
lainnya, namun memwanti-wanti jangan sampai berbagai ubudiyah yg kita lakukan tidak
membuahkan akhlak yang mulia. Karena taqwa pasti terwujud dalam akhlakul karimah.

Hikmah kedua: Para ikhwan ibadah ketaatan kepada kholifah adalah hal yang paling utama.
Jangan hanya karena perbedaan pendapat menyebabkan kita mendurhakainya. Bahkan sulit
dinalar secara aqidah, meskipun kita ulet dalam hal pelaksanaan ritual ibadah, kalau ternyata
tidak berpengaruh pada peningkatan ketaatan kepada kholifah atau ulil amri. Karena
sebagaimana yang dikatakn oleh sahabat Umar bin Khaththab, tanpa ketaatan kepada
kholifah, keislaman kita terancam batal.

‫َّنُه َال ْس َالَم َّال َجِبَم اَعٍة َو َال َمَج اَعَة َّال َم اَر ٍة َو َال َم اَر َة َّال ِبَط اَعٍة‬
‫ِإ ِإ‬ ‫ِإ ِإِب‬ ‫ِإ ِإ ِإ‬
“Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada Jama’ah kecuali dengan
Imarah, dan tidak ada imarah kecuali dengan ditaati,...” (HR.Ad-Darimi).

Para Ikhwan semoga Allah meneguhkan keimanan kita, mempertebal ketaatan kita kepada
Nya, Rasul Nya dan Ulil Amri hingga ajal menjemput kita.

‫الَّلُهَّم اْغِفْر َلَنا َو ِلَو اَدِل ْيَنا َو اْر ْمَح ُهَم ا اَمَك َر َّبَيااَن ِص َغاًر ا َو ِلَج ِم ْي ِع اْلُم ْؤ ِمِنَنْي َو ْا ُملْؤ ِم َناِت‬
‫ َالَّلُهَّم‬. ‫َو اْلُمْس ِلِم َنْي َو اْلُمْس ِلَم اِت َاَاْلْح َياِء ِم ُهْنْم َو اَاْلْم َو اِت َو اْر َف ْع َلُهُم اَّدل َر َج اِت‬
, ‫ُمِزْن َل اْلِكَتاِب َو ُم ْج ِر َي الَّس َح اِب َو َه اِز َم ْا َألْح َز اِب ْه ِزْم ُهْم َو اْنْرُص اَن َعَلِهْي ْم‬
‫ِإ‬
‫َالَّلُهَّم ُمِزْن َل اْلِكَتاِب ِرَس ْيَع اْلِح َس اِب ِاْه ِز ِم ْاَالْح َز اِب َالَّلُهَّم اْه ِزْم ُهْم َو َز ْل ِز ْل ْمُه‬
‫َالَّلُهَّم َر َّبَنا َظ َلْم َنا َاْنُفَس َنا َو ِا ْن َلْم َتْغِفْر َلَن ا َو َتْر ْمَح َن ا َلَنُكَنَّن ا ِم َن اْلَخاِرِس ْيَن َر َّبَن ا‬
‫ َر َّبَن ا َاْف ِر ْغ َعَلْي َن ا َص ًرْب ا‬, ‫اْغِفْر لَنَا ُذ ُنْو َبَنا َو َكِّفْر عَنَّا َس ِّيَئاِتَنا َو َتَو َّفَنا َم َع ْاَالْبَر اِر‬
‫ َر َّبَن ا َه ْب َلَن ا ِم ْن َاْز َو اِج َن ا‬, ‫َو َثِّب ْت َاْق َد اَمَنا َو اْنْرُص اَن َعىَل اْلَق ْو ِم ْا لاَك ِف ِر ْيَن‬
‫ َر َّبَن ا آِتَن ا يِف اُّدل ْنَيا َح َس َنًة َو ِيف‬, ‫َو ُذ ِّر َّيِتَنا ُق َّر َة َاْعٍنُي َو اْجَع ْلَن ا ِلْلُم َّتِقَنْي ِاَم اًم ا‬
‫ َو َاْد ِخ ْلَنا ْا َجلَّنَة َم َع ْاَالْبَر اِر اَي َعِز ْيُز اَي َغَّفاُر‬, ‫ْاآلِخ َر ِة َح َس َنًة َو ِق َنا َعَذ اَب الَّناِر‬
‫ ُس ْب َح اَن َر ِّب َك َر ِّب اْلِع َّز ِة َّمَعا َيِص ُفْو َن َو َس َالٌم َعىَل‬, ‫اَي َر َّب اْلَع اَلِم َنْي‬
. ‫اْلُمْر َس ِلَنْي َو اْلَح ْم ُد ِ ِهلل َر َّب اْلَع اَلِم َنْي‬

Anda mungkin juga menyukai