PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua yang ada di alam ini merupakan ciptaan (makhluk) Allah SWT. Allah SWT mempunyai sifat-sifat
yang agung, mulia, dan besar yang tidak terdapat pada semua rnakhluk-Nya. Oleh karena itu, semua makhluk-
Nya harus menyembah kepada-Nya. Namun. sifat-sifatAllah SWT tersebut tidak hanya tergambar dalam sifat
wajib-Nya, melainkan juga dari nama-nama baik yang menyertai-Nya (Asma’ul Husna). Firman Allah SWT
dalam QS Al Hasyr ayat 24 :
Artinya : “Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lahYang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Hasyr :24)
Apabila seseorang menyatakan diri mencintai Allah SWT, maka hal ini bisa dibuktikan dari seberapa
sering ia menyebut nama-Nya. Menyebut Allah SWT dapat dilakukan dengan menyebut kalimat¬kalimat
tayyibah atau menyebut nama-nama Allah SWT dalam Asmaul Husna. Keduanya merupakan proses zikir
(mengingat) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Alquran:
َهولب دالهدسهمآَهء ادلهحدسهنىَ هفاَددهعوُهه ببهها
Artinya : “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu.” (QS. Al A’raaf : 180)
Berdasarkan ayat di atas, kita diperintahkan untuk selalu menyebut nama-nama Allah SWT yang
terhimpun dalam Asmaul Husna. Semua kegiatan yang dilakukan sebaiknya didahului dengan menyebut nama-
Nya (terwujud dalam kalimat basmalah). Allah SWT memerintahkan untuk menyebut-Nya dengan Asmaul
Husna sebagai pujian dan pengantar doa kepada-Nya. Dalam berdoa kita pasti meminta sesuatu. Dengan
memuji nama-Nya terlebih dahulu, harapan akan terkabulnya doa kita tentu akan semakin besar. Dalam salah
satu haditsnya, Rasulullah menjelaskan:
صاَههاَ هدهخهل ادلهجننةه
إبنن بلب تبدسهعةة هوتبدسبعديهن ادسةماَ بماَئهةة إبلن هوابحهدةة همدن أهدح ه
Artinya : “Sesungguhnya Allah SWT mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang
siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (HR. Bukhari)
Bermacam-macam penafsiran ulama tentang kata (َ )احصاَهاahshaha, antara lain “memahami maknanya,
dan mempercayainya”, atau mampu melaksanakan kandungan-Nya, ada juga yang mempercayai kandungan
makna-maknanya, ada lagi yang menghafal, memahami maknanya dan mengamalkannya kandungannya. Itu
semua dapat dikandung oleh kata tersebut, dan mereka semua insya Allah dapat memperoleh curahan rahmat
Ilahi sesuai niat dan usahanya.
Hal ini menunjukkan apabila kita mengenal Asma`ul Husna dengan bersungguh-sungguh, menghafal,
kemudian memahami maknanya serta beribadah kepada Allah maka akan menjadi penguat iman yang paling
besar, bahkan mengenal Asma` dan sifat-Nya merupakan dasar iman, di mana iman seseorang itu kembali
kepada dasar yang agung ini.
B. Metode Penelitian
Pengumpulan data merupakan suatu proses awal untuk mendapatkan data yang akurat tentang sistem
yang berjalan saat ini.
Dalam penyusunan tugas makalah, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan Metode Studi
Pustaka. Yakni metode pengumpulan data dengan cara melihat serta mempelajari beberapa buku, sarana
perpustakaan dan catatan-catatan kuliah yang berhubungan dengan tema yang diajukan.
C. Ruang Lingkup
1
Ruang lingkup penulisan tugas makalah ini, penulis membatasi hanya pada modul 6 kegiatan
belajar 1, dengan bahasan mengenai Al-Hakiim, Al Waduud, Al Majiid, Baa’its, As Syahiid, Al Haqq,
Al Wakiil, Al Qawiy, Al Matiin, Al Wali, Al Hamiid, Al Muhshi, Al Mubdi’, Al Mu’id, Al Muhyi, Al
Mumiit, Al Hayy, Al Qayyum, Al Wajid, Al Maajid, dan Al Waahid.
BAB I
PEMBAHASAN
2
A. Asma’ul Husna
Kata ( )السماَءal-asma adalah bentuk jamak dari kata ( )السمal-ism yang biasa diterjemahkan
dengan nama. Ia berakar dari kata (ُ )السموas-sumuw yang berarti ketinggian, atau ( )السمةas-simah
yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi.
Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di sini diuraikan perbedaan pendapat
ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energy itu. Namun yang jelas bahwa Allah
memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-asma dan bahwa al-asma itu bersifat husna.
Kata ( )الحسنal-husna adalah bentuk muannast/feminim dari kata ( )احسنahsan yang berarti
terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa
nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama
tersebut bukan saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat
disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi tidak baik untuk-Nya. Sifat Pengasih –
misalnya – adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhluk/manusia, tetapi karena asma al-husna (nama-
nama yang terbaik) hanya milik Allah, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk,
baik dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang
baik disandang oleh manusia, namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian
mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani dan mental, sehingga tidak mungkin
disandangkan kepada-Nya. Ini berbda dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Contoh lain
adalah anak cucu. Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat
kesempurnaan manusia ini, tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya
unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, di samping menunnjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut
mustahil bagi-Nya. Demikianlah kata ( )الحسنيal-husna menunjukkan bahwa nama-nama-Nya adalah
nama-nama yang amat sempurna, tidak sedikit pun tercemar oleh kekurangan.
Didahulukannya kata ( )لlillah pada firman-Nya ( )ول السماَء الحسنيwa lillah al-asma al-
husna menunjukkan bahwa nama-nama indah itu hanya milik Allah semata. Kalau Anda berkata Allah
Rahim, maka rahmat-Nya pasti berbeda dengan rahmat si A yang juga boleh jadi Anda sedangkan
padanya. Memang nama/sifat-sifat yang disandang-Nya itu, terambil dari bahasa manusia. Namun,
kata yang digunakan saat disandang manusia, pasti selalu mengandung makna kebutuhan serta
kekurangan, walaupun ada di antaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan, walaupun ada di
antaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan tersebut dan ada pula yang dapat. Keberadaan
pada satu tempat, atau arah, atau kepemilikan arah (dimensi waktu dan tempat) tidak mungkin dapat
dipisahkan dari manusia. Ini merupakan keniscayaan sekaligus kebutuhan manusia, dan dengan
demikian ia tidak disandangkan kepada Allah SWT, karena kemustahilan pemisahannya itu. Berbeda
dengan kata kuat buat manusia. Kekuatan diperoleh melalui sesuatu yang besifat materi, yakni adanya
otot-otot yang berfungsi baik, dalam arti kita membutuhkan otot-otot yang kuat, untuk memiliki
kekuatan fisik. Kebutuhan tersebut tentunya tidak sesuai dengan kebesaran Allah swt, sehingga sifat
kuat buat Tuhan hanya dapat dipahami dengan menafikan hal-hal yang mengandung makna
kekurangan dan atau kebutuhan itu. Sangat popular berbagai riwayat yang menyatakan bahwa jumlah
al-asma al-husna sebanyak Sembilan puluh Sembilan. Salah satu riwayat tersebut berbunyi:
“Sesungguhnya Allah memiliki Sembilan puluh Sembilan nama seratus kurang satu – siapa yang
ahshaha (mengetahui/menghitung.memeliharanya) maka dia masuk ke surga. Allah ganjil (esa) senang
pada yang ganjil” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmdizi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain). Ibnu Katsir
dalam tasfirnya setlah mengutip hadis di atas dari berbagai sumber berkata bahwa: At-Tirmidzi dalam
3
Sunan-nya setelah kalimat: “Allah ganjil (Esa) senang pada yang ganjil. Didalam hadits yang
diriwayatkan Tirmidzi disebutkan ke-99 nama tersebut yaitu :
قس النسخهلهم ادلهمخدؤبمهن ادلهمههديبمخهن ادلهعبزيِخهز ادلهجنبخاَهر ادلهمتههكببخهر ادلهخخاَلب ه ك ادلهقخددو ه النردحهمخهن النربحيخهم ادلهمبلخ ه
ض النرافبخخهع ض ادلهباَبسطه ادلهخاَفب ه ق ادلفهنتاَهح ادلهعبليهم ادلهقاَبب هب النرنزا ه صبوُهر ادلهغنفاَهر ادلقهنهاَهر ادلهوُنهاَ هئ ادلهم ه ادلهباَبر ه
ف ادلهخببيخخهر ادلهحلبيخخهم ادلهعبظيخخهم ادلهغفهخخوُهر النشخخهكوُهر صيهر ادلهحهكخخهم ادلهعخخددهل اللنبطيخخ ه ادلهمبعدز ادلهمبذدل النسبميهع ادلبه ب
ب ادلهوُابسخخهع ادلهحبكيخخهم ادلخخهوُهدوهد ب ادلهمبجي ه ب ادلهجبليهل ادلهكبريِهم النربقي ه ت ادلهحبسي ه ادلهعلبدي ادلهكببيهر ادلهحبفيظه ادلهمبقي ه
ئ ادلهمبعيخخهد صخخي ادلهمدبخخبد هي ادلهمتبيخخهن ادلخخهوُلبدي ادلهحبميخخهد ادلهمدح ب ق ادلهوُبكيهل ادلقهخخبوُ د ث النشبهيهد ادلهح د ادلهمبجيهد ادلهباَبع ه
صخخهمهد ادلقهخخاَبدهر ادلهمدقتهخخبدهر ادلهمقهخخبدهم ادلهمخخهؤبخهرت ادلهحدي ادلقهديوُهم ادلهوُابجهد ادلهماَبجخخهد ادلهوُابحخخهد ال ن ادلهمدحبيي ادلهمبمي ه
ك ك ادلهمدلخخ ب
ف هماَلبخخ هب ادلهمدنتهقبهم ادلهعفهدوُ النرهءو ه ظاَبههر ادلهباَبطهن ادلهوُالبهي ادلهمتههعاَبلي ادلبهدر التننوُا ه ادلهنوهل ادلبخهر ال ن
ضاَدر النناَفبهع الدنوُهر ادلههخخاَبدي ادلبهخخبديِهع هذو ادلهجهلبل هوا د بلدكهرابم ادلهمدقبسطه ادلهجاَبمهع ادلهغنبدي ادلهمدغبني ادلهماَنبهع ال ن
صهبوُهر ث النربشيهد ال ن ادلهباَبقي ادلهوُابر ه
Adapun terkait dengan angka 99 ini maka Imam Muslim mengatakan bahwa para ulama telah
bersepakat bahwa hadits tersebut—yang menyebutkan angka 99—tidaklah membatasi nama-nama
Allah swt. Hadits itu tidak bermakna bahwa Dia swt tidak memiliki nama selain nama-nama yang 99
itu. Adapun maksud dari siapa yang menghitung 99 nama ini masuk surga adalah sebagai informasi
tentang masuk surga dengan menghitungnya bukan informasi tentang pembatasan nama-nama-Nya,
sebagaimana disebutkan didalam hadits lainnya,”Aku berdoa kepada-Mu dengan segala nama yang
Engkau namakan diri-Mu dengannya atau yang Engkau berkuasa tentang ilmu ghoib yang ada pada-
Mu.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XVII hal 7 – 8). Dari 99 Nama tersebut, berikut hanya
sebagian nama saja yang penulis bahas pada Tugas makalah ini, antara lain adalah :
1. AL HAKIIM ( الحكيم
) : MAHA BIJAKSANA
AL HAKIIM (Yang Maha Bijaksana) adalah Allah yang memiliki kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang
sebanding dengan hal-hal luhur melalui cara-cara mengetahui yang tertinggi. Namun yang Maha Tinggi
adalah Allah azza wa jalla lagi Maha Terpuji. Allah SWT benar-benar arif karena Dia mengetahui hala-hal
yang paling tinggi. Cara mengetahui yang paling tinggi adalah pengetahuan abadi yang tak mungkin sirna
dan tidak dapat disamakan dengan cara lain untukmengetahui, sedikit banyaknya, yang tidak mengenal
keraguan atau kesamaran. Hanya ilmu pengetahuan Allah sajalah yang bersifat demikian. Sesungguhnya
seseorang yang memiliki ketrampilan dan menguasai ketrampilan tersebut sehingga dirinya menjadi ahli
dalam kemahirannya, dia disebut bijak, tetapi kesempurnaan dalam hal itu tetap milik Allah Azza wa Jalla
semata, karena Dia adalah benar-benar hakiim (bijaksana).
'Hai Musa, sesungguhnya Aku-lah yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana' [An-Naml:9]
'Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana' [Al Baqarah:32]
4
AL WADUUD (Yang Maha Mengasihi) adalah Allah yang ingin agar semua makhluk bahagia dan selamat.
Oleh karena itu, Dia memberi mereka rahmat dan memuji mereka. Al Waduud mendekati arti Ar Rahiim,
namun kerahiman berkaitan dengan orang yang menerima kerahiman. Orang yang menerima kerahiman
artinya orang yang membutuhkan dan miskin. Dengan begitu tindakan-tindakan Ar Rahiim mensyaratkan
adanya orang yang lemah untuk menerima kerahiman, sedangkan tindakan-tindakan Al Waduud tidak
memerlukan hal itu. Dia memberikan semua apa yang dibutuhkan, dan Dia bebas dari yang berkaitan
dengan kerahiman.
'Sesungguhnya Dia-lah yang Menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkan (kembali). Dia-lah
yang Maha Pengampun lagi Maha Mengasihi (Al-Waduud), yang mempunyai Arasy lagi Maha Mulia' [Al
Buruj:13~15]
'
Dan mohonlah ampun kepada Tuhan, kemudian bertobatlah kepada-Nya. sesungguhnya Tuhanku Maha
Penyayang lagi Maha Pengasih' [Huud:90]
Allah adalah AL Waduud yang mencintai dan yang mengasihi, dan dapat juga berarti yang dicintai. Allah
azza wa jalla dicintai makhluk-Nya serta Dia-pun mencintai mereka yang kecintaan-Nya itu dapat
dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
'Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, niscaya Allah yang Maha Pemurah akan
menanamkan dalam hati mereka kasih sayang (cinta)' [Maryam:96]
'
Dan mereka (kaum Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka, sekalipun mereka
dalam kesusahan (memerlukan apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung' [Al Hasyr:9]
Orang saleh akan berkata 'Aku ingin menjadi jembatan yang melintang diatas Neraka agar makhluk-
makhluk Allah dapat berjalan diatas diriku dan selamat dari keburukan'. Kesempurnaan sifat baik itu juga
terjadi ketika ia dalam keadaan marah. Kebencian dan kerugian yang diterimanya tidak dapat
menghentikan dirinya untuk tetap mementingkan orang lain. Rasulullah Saw bersabda: 'Ya Allah, berilah
petunjuk atas kaumku karena sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui'
Rasulullah Saw bersabda : 'Wahai Ali, jika kamu ingin di utamakan daripada mereka yang dekat dengan
Allah, rujuklah dengan mereka yang memmisahkan diri denganmu, berilah mereka yang menyingkirkanmu,
dan ampunilah mereka yang berbuat buruk kepadamu'
Buruj:14~15]
'Qaaf, Demi Al-Qur'an yang sangat Mulia' [Qaaf:1]
'Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yang Mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhul Mahfuzh'
[Al Buruj:21~22].
5
kata kerja yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk membangkitkan sesuatu. Kata kerja itu adalah Ba-‘a-tsa.
Kata ini terdapat dalam ayat:
‘Dan Dialah Allah yang menidurkan kamu dimalam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu
kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur
(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan
kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.’ (QS. Al-An’am: 60)
Al-Baa’its sebagai nama Allah menunjukkan bahwa Dia adalah dzat yang membangkitkan manusia dari
kematian pada hari Kiamat. Kata ini juga bisa dipahami bahwa Allah juga yang membangkitkan manusia dari
tidur dengan mengembalikan kesadaran mereka atau membangkitkan semangat dari keterpurukan.
Pemahaman dan penghayatan atas nama dan sifat ini akan membawa seseorang untuk selalu ingat akan
kebangkitan mereka di hari Kiamat, di samping itu, mereka juga bisa meneladani sifat ini dari sisi yang lain,
yaitu membangkitkan seseorang yang putus asa, membangkitkan motivasi orang yang rendah diri atau
membangkitkan kesadaran orang yang terlena dengan kesenangan dan kesibukan yang hanya mengedepankan
diri sendiri.
Jika dikaitkan dengan lahiriah saja, Dia adalah Asy Syahiid (yang Maha Menyaksikan). Dia akan
bersaksi untuk manusia pada hari kiamat tentang segala sesuatu yang diketahui-Nya dan dilihat-Nya
mengenai mereka. Penjelasan mengenai Asy Syahiid dekat dengan penjelasan tentang nama Al Aliim dan
Al Khabiir.
Dengan demikian Dia itu abadi, bukan dalam satu keadaan dengan mengesampingkan yang lainnya.
Ini karena segala sesuatu selain Dia, tidaklah patut esensinya itu wujud, namun hanya patut wujud berkat
Dia. Yang mutlak benar adalah yang benar-benar wujud, yang dari-Nya setiap sesuatu yang benar
mendapatkan kenyataan yang benar. Wujud yang pantas disebut Haq adalah Allah azza wa jalla, dan
pengetahuan yang pantas disebut adalah pengetahuan-Nya. Dia dapat disamakan melalui diri-Nya
sendiri dan bukan melalui sesuatu yang lain, karena sepanjang ada hal lain maka Dia menjadi tiada.
6
Sesuatu yang paling pantas disebut benar adalah yang keberadaannya terjadi karena keberadaannya itu
sendiri untuk selamanya, maka Pengetahuannya maupun buktinya adalah haq untuk selamanya.
Manusia yang menteladani Asma Allah menyadari bahwa segala sesuatu termasuk dirinya adalah bathil,
hanya Allah-lah yang haq dan segala yang haq bersumber dari-Nya. Bagaimanapun dia ada berkat
keberadaan-Nya dan bukan dengan sendirinya ada.
ق هوأهنن هماَ يِهددهعدوُهن بمدن هددونببه الهباَبطهل هوأه نهن اه هههوُ الهعلبدي الهكببديهر
ك ببأ هنن اه هههوُ الهح د
هذلب ه
“Yang demikian itu karena Allahlah yang haq (untuk disembah) dan apa saja yang mereka sembah selain
Allah maka itu adalah sembahan yang batil dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
7. AL WAKIIL ( الوُكيل
) : MAHA MEWAKILI
AL WAKIIL (Yang Maha Pemelihara/Yang Maha Mewakili) adalah Dia yang terpercaya mengenai
segala persoalan. Pihak yang dipercaya dapat dibedakan menjadi yang dipercaya dengan beberapa hal,
yaitu yang tidak sempurna atau yang dipasrahi segala sesuatu. Yang paling benar untuk dipasrahi adalah
Allah azza wa jalla. Yang dipercaya itu dapat dibedakan menjadi patut dipasrahi sesuatu, bukan secara
alami, tetapi melalui pemberian wewenang. Namun yang demikian itu tidak sempurna karena dia
memerlukan pemberian wewenang atau memang patut dipasrahi berbagai persoalan dan dipercaya oleh
semua hati, bukan dengan diberi wewenang atau ditunjuk oleh orang lain, dan itu adalah wakil.
Wakil dapat dibedakan menjadi yang melaksanakan apapun yang diamanatkan dengan sempurna
atau yang tidak memenuhi segala sesuatu. Wakil Mutlak adalah Dia yang dipasrahi segala sesuatu, yang
sepenuhnya mampu menunaikannya, dan benar-benar melaksanakannya dengan sempurna. Itu tak lain
adalah Allah azza wa jalla.
'Yang memiliki sifat-sifat yang demikian itu ialah Allah, Tuhan kalian, Tidak ada Tuhan selain Dia. Pencipta
segala sesuatu, maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu' [Al An'aam:102]
8. AL QAWIIY ( القوى
) : MAHA KUAT
AL QAWIYY (yang Maha Kuat) Kuat menunjukkan kuasa sempurna Allah azza wa jalla, sejauh
menunjukkan memiliki kekuasaan penuh dan sempurna kekuasan-Nya, Dia adalah Al Qawiyy. Dalam
kitab suci Al-Qur'an lafazh `Qawiyy` terulang sebanyak sebelas kali, yang menunjukkan sembilan sifat
Allah SWT. `(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-
orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan
dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi amat keras siksaan-Nya` (Al Anfaal:52)
`Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa` (Al Hajj:40)
`Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa` (Al Hajj:74)
`Dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-Rasul-Nya padahal Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa` (Al Hadiid:25)
`Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta
7
kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat
siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya` (Al Baqarah:165)
`Dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh` (Al A'raaf:183)
Rasulullah Saw bersabda: `Apakah yang kamu sekalian anggap sebagai orang yang kuat membanting
(bergulat)?, kami (para sahabat) menjawab: yaitu orang yang tidak dikalahkan oleh orang lain dalam
pergulatannya. Beliau bersabda : Bukan itu, tetapi yang dinamakan orang yang kuat bergulat ialah orang
yang dapat menahan dirinya ketika marah (HR. Bukhari, Muslim)
Salah satu doa Rasulullah Saw:`Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ucapan yang benar
ketika marah dan ridha`
Sesuatu yang paling kuat untuk menahan/menghalangi marah adalah Tauhid yang hakiki, yaitu
suatu keyakinan bahwa tiada yang berbuat secara hakikat melainkan Allah, sedangkan makhluk hanyalah
sarana atau perantara saja. Jika seseorang didatangi perkara yang dibencinya yang datang dari orang
lain, namun didalam hatinya terdapat tauhid yang hakiki, niscaya dirinya akan tertahan (terlindungi) dari
pengaruh marah. Jika marah kepada Sang Pencipta, hal itu termasuk keberanian yang buruk yang dapat
menghilangkan sifat kehambaan. Jika amarahnya kepada makhluk-Nya, itu merupakan menyekutukan
(Isyrak) yang dapat menghilangkan sifat Tauhid yang hakiki. Selama 10 tahun Anas bin Malik melayani
Rasulullah Saw, Beliau tidak pernah mengatakan `MENGAPA KAMU LAKUKAN HAL INI?` atau `MENGAPA
KAMU TIDAK LAKUKAN HAL INI?`, tetapi Beliau mengatakan `Allah Ta'ala mentakdirkan apa-apa yang
Dia kehendaki. Jika Allah menghendaki sesuatu, niscaya sesuatu itupun terjadi dan tidak ada seorangpun
yang dapat menghalangi kehendak-Nya itu` Rasulullah Saw melakukan hal ini karena makrifat Beliau
sangat sempurna, yaitu keyakinan bahwa tiada yang berbuat, tiada yang memberi dan tiada yang
menghalangi kecuali hanyalah Allah semata. Setiap manusia tidaklah sama dalam menanggapi
kemarahan, melainkan bertingkat-tingkat dalam menghadapi kekuatan kemarahan, dan mereka terbagi
menjadi tiga golongan yaitu:
(1)-
Tafrith, yaitu acuh tak acuh atau hilang kemarahan.
(2)-
Ifrath, yaitu berlebih-lebihan dalam kemarahannya.
(3)-
I'tidal, yaitu mampu mengendalikan kemarahannya
Tafrith adalah kehilangan kekuatan kemarahan dan ini sangat tercela, karena sikap ini
menunjukkan bahwa ia tidak ingin mempertahankan hak-haknya terlebih lagi jika itu berhubungan
dengan agama. Padahal Allah SWT sendiri telah memberikan sifat utama kepada para sahabat Rasulullah
Saw yang berupa kekerasan dan hamiyyah (pembelaan).
`Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
8
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak
lurus diatas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mu'min). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang
besar` (Al-Fath:29)
`Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.
Tempat mereka adalah Neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali` (66-At Tahriim:9)
Sikap keras dan tegas inipun tampak dari bekas-bekas yang ditimbulkan oleh kekuatan hamiyyah
(pembelaan), yakni ingin mempertahankan dan membela diri serta kebenaran, sedangkan hamiyyah itu
sendiri berasal dari kemarahan (ghadhab). Dalam keadaan seperti ini, marah menjadi perlu agar tidak
lenyap sifat hamiyyah, yang menjadikan seseorang menjadi beku dan tanpa perlawanan sama sekali.
Rasulullah Saw bersabda: `Barangsiapa memendam atau menekan kemarahannya padahal ia mampu
untuk melampiaskannya, niscaya Allah memenuhi kalbunya dengan perasaan aman dan keimanan’ (HR. Abud
Dunya)
Rasulullah Saw bersabda: `Orang yang paling gagah perkasa diantara kamu semua ialah orang yang dapat
mengalahkan nafsunya diwaktu marah. Dan orang-orang tersabar diantara kamu ialah orang yang
memaafkan kesalahan orang lain padahal ia mampu membalas` (HR. Abud Dunya)
`Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena
sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung` (Muhammad:11)
Dikalangan orang-orang Mu'min, Wali adalah orang yang mencintai Allah dan mencintai ahli-ahli-
Nya, meperlihatkan permusuhan dengan musuh-musuh-Nya. Berarti barangsiapa yang mengabaikan
godaan-godaan setan, sesungguhnya ia memajukan urusan-urasan Allah dan ahli-ahli-Nya.
`Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa` (Yunus:62~63)
Rasulullah Saw bersabda: Firman Allah SWT: `Barangsiapa wali-Ku, maka sungguh Aku telah
mengumumkan perang padanya, dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih aku cintai daripada menjalankan kewajiban-kewajiban yang aku wajibkan kepadanya dan
senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah-sunnah, sehingga Aku
mencintainya` (HR. Bukhari).
Kedua makna diatas merupakan syarat kewalian. Oleh karena itu seorang Wali Allah haruslah
yang dipelihara (mahfudz) sebagaimana seorang Nabi Allah dan mereka harus terjaga dari perbuatan
dosa dan rendah (ma'shuum). Setiap orang yang bertentangan dengan syara', tidak dapat dikategorikan
sebagai Wali Allah. Sesungguhnya mendekatkan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan melaksanakan
kefardhuan atau ibadah-ibadah sunat. Dan yang paling dicintai Allah adalah yang melaksanakan
kefardhuan. Kefardhuan mencakup Fardhu 'Ain dan Fardhu Kifayah. Beberapa alasan mengapa Allah lebih
mencintai kefardhuan, yaitu:
(1)_
Apabila ditinjau dari segi perintah, ibadah fardhu adalah perintah yang harus dilaksanakan. Hukumnya
berpahala jika dilakukan dan berdosa jika itinggalkan.
(2)_Sesungguhnya ibadah fardhu merupakan pokok dan asas, sedangkan yang sunat adalah cabang dan
bangunan atasnya.
(3)_
Perkara-perkara yang di fardhukan, dikerjakan sesuai dengan cara yang diperintahkan, memuliakan
Allah yang memerintahnya, mengagungkan-Nya serta tunduk kepada-Nya, menampakkan keagungan sifat
Ilahiyah dan merendahkan sifat kehambaan. Dengan demikian, mendekatkan diri kepada Allah dengan hal
itu adalah perbuatan yang paling mulia. Istilah `UHIBBA` ialah seorang hamba yang melakukan ibadah
sunat setelah melakukan ibadah-ibadah fardhu.
`Dekatnya sifat seorang hamba kepadaTuhannya terjadi dengan Iman kemudian Ihsan. Dekatnya Tuhan
kepada hamba-Nya di dunia adalah dengan Makrifat kepada-Nya, sedangkan di akhirat dengan Ridha-Nya`
(Al-Qusyairi)
Seorang wali selalu melihat dirinya dengan rendah hati, jika terlihat sedikit saja karomahnya, dia
khawatir hal itu akan menipu dirinya. Dia selalu merasa takut jatuh dari kedudukan kewaliannya dan
membawa akibat yang berbalik kepadanya. Mereka menjadikan syariat kewalian harus selaras dengan
keteguhannya hingga akhir hayatnya. Ketika Rasulullah Saw menyatakan bahwa sepuluh orang sahabat
mengetahui bahwa sepuluh orang ini terjamin keselamatannya dikemudian hari. Keadaan mereka tidak
tercela atau tercemar. Untuk mengetahui Kenabian adalah Mu'jizatnya dan karomah adalah tanda
kewalian, dan akan tampak dalam kebenarannya.
`Jika ingin menjadi wali-Nya, janganlah menginginkan harta duniawi dan ukhrowi, kosongkan diri untuk
Allah semata, dan palingkan wajah kepada-Nya sehingga Dia berpaling kepadamu dan menjadikanmu
sebagai wali-Nya' (Ibrahim bin Adham)
`Mereka adalah hamba-hamba yang mengenakan pakaian sukacita ibadah setelah mengalami penderitaan.
Mereka memeluk rohani setelah Mujahadah (bersungguh-sungguh dalam ibadah), sehingga mereka sampai
pada tingakatan wali` (Yahya bin Mu'adz)
`Para wali tidak pernah meminta. Mereka hanya tunduk dan tawadhu. Puncak tertinggi dari perjalanan
mereka merupakan awal dari derajat para Nabi` (An Nash Abadzi)
`Keberuntungan para wali terlihat dari empat nama Asmaul Husna. Masing-masing kelompok berdiri
dengan membawa nama itu, yaitu AL AWWALU (yang Maha Dahulu); AL AKHIRU (yang Maha Akhir dengan
tiada kesudahan); ADZ DZAAHIR (Yang Maha Nyata); AL BAATHIN (yang Maha Tersembunyi).
Seorang wali yang sempurna tenggelam dalam ke-empat Asma Allah ini. Barangsiapa yang
keberuntungannya dengan nama Adz dzahiru, dia selalu melihat kebesaran kekuasaan Allah. Barangsiapa
keberuntungannya dengan nama Al Awwalu, dia akan selalu mengoreksi masa lalunya. Dan barangsiapa
keberuntungannya dengan nama Al Akhiru, dia selalu sibuk mempersiapkan sikapnya dimasa depannya.
Masing-masing akan diberi atau diperlihatkan menurut kemampuannya` (Abu Yazid Al Bustami)
`Wali adalah wewangian Allah di bumi-Nya, ia dicium oleh orang-orang yang mencintai kebenaran,
sehingga keharuman mereka sampai didalam hati para pencinta kebenaran, rindu kepada Tuhan-nya, dan
ibadah mereka bertambah giat karena perilaku para wali itu` (Yahya ibnu Mu'adz)
10
Salah satu sifat wali adalah dia tidak mempunyai rasa takut kepada selain-Nya, karena rasa takut hanya
akan mengisi ruang masa depan. Wali adalah anak zaman, tidak ada gambaran didepan yang
menkutkannya, atau tak ada harapan karena harapan itu sendiri milik-Nya. Sang wali tidak pernah
bersedih, karena kesedihan adalah penderitaan dalam waktu dan tidaklah mungkin kesedihan hadir jika
cahaya ridha telah sampai kepadanya.
SYUKUR digunakan dalam perkara nikmat yang diperoleh seseorang, sedang HAMD digunakan
baik untuk nikmat yang diperoleh seseorang maupun oleh orang lain. Saat mengatakan `ALLAH AL
HAMIID` yang merupakan pujian kepada-Nya baik saat anda menerima nikmat atau orang lain yang
menerima nikmat itu. Bila anda mensyukurinya, hal itu karena anda merasakan adanya anugerah yang
anda juga peroleh. Didalam Kitab Suci Al-Qur'an 'AL HAMIID` terulang sebanyak 17 kali.
`Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji` (Al Baqarah:267)
`Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji` (Saba':6)
`Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mu'min itu melainkan karena orang-orang Mu'min itu beriman
kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji` (Al Buruuj:8)
`Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah)
yang terpuji` (Al Hajj:24).
Manusia dipandang terpuji jika dia memiliki keyakinan (keimanan), akhlak dan perbuatan yang
terpuji yang tidak ada yang menentangnya. Itu adalah Nabi Muhammad Saw dan yang dekat dengan
Beliau diantara para Nabi, para Wali dan Ulama. Masing-masing diantara mereka terpuji karena
keimanan, watak, perbuatan atau pernyataannya terpuji. Namun, tidak ada orang yang tidak tercela atau
tidak ada orang yang sempurna, meskipun dia memiliki banyak sifat terpuji. Yang mutlak terpuji adalah
Allah Azza wa Jalla. Nabi Kita Nabi Muhammad Saw dan Rasul yang terakhir dinamai Muhammad Saw,
karena tidak ada sifat tercela yang disandangnya.
Oleh karena itu, orang yang diberi taufik adalah orang yang amalnya dimulai dengan kebahagiaan
dan di akhiri pula dengan kebahagiaan. Orang yang tidak diberi pertolongan adalah sebaliknya. Begitu
pula dengan orang yang amalnya dimulai dengan kebaikan, namun diakhiri dengan keburukan. Orang-
orang mukallaf dibagi menjadi 4 bagian yaitu,
(1)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah Ta'ala untuk mengabdi kepada-Nya dan untuk Surga-Nya.
Mereka adalah Nabi, Para Wali, Orang-orang Mu'min dan orang-orang Saleh.
(2)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah Ta'ala untuk Surga-Nya tanpa mengabdi kepada-Nya. Mereka
adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan kafir pada mulanya, kemudian di akhiri dengan iman, atau
orang-orang yang menyia-nyiakan saat hidup mereka dan merusaknya dalam kemaksiatan, kemudian Allah
SWT menerima taubat mereka pada akhir hayatnya. Mereka mati dalam keadaan Khusnul Khotimah,
bertaubat dan berbuat kebaikan-kebaikan.
(3)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah bukan untuk mengabdi kepada-Nya dan bukan pula untuk
Surga-Nya. Mereka adalah orang-orang kafir yang mati dalam keadaan kufur, di dunia diharamkan dari
kenikmatan iman, dan di akhirat mendapat azab dan kehinaan.
(4)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah Ta'ala untuk mengabdi kepada-Nya dan tidak untuk Surga-Nya.
Mereka adalah orang-orang yang melakukan amal dengan ketaatan-ketaatan Allah, kemudian terpedaya,
lalu mereka ditolak dari pintu Allah dan mereka mati dalam keadaan kufur.
Hidup ini ibarat sebuah perjalanan, yang dimulai dari suatu tempat tertentu dan berakhir pada
tempat tertentu pula. Dalam perjalanannya manusia akan sampai pada suatu masa yang disebut masa
depan yaitu kehidupan yang abadi, hendaklah hidup yang sekarang ini dianggap sebagai masa peralihan
dan harus menyempurnakannya untuk berbuat hal-hal yang lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Ini
karena bila masa untuk meninggalkan dunia telah tiba, ia sama sekali tidak dapat menolaknya, meskipun
satu detik saja. Islam telah menggariskan suatu sistem yang sempurna dari prinsip-prinsip yang
mempertunjukkan kepada manusia bagaimana caranya menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya, apa
yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, apa yang harus diambil dan apa yang harus
dihindarkan. Seluruh manusia datang dari Allah dan tidak ada keraguan sedikitpun bahwa semua akan
kembali kepada-Nya.
`Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang dilangit dan di bumi.
Tiada yang dapat memberi Syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan
13
mereka dan dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,
dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar` (Al Baqarah:255)
`Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk
kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezeki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang
demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. Dia-lah yang hidup kekal,
tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat
kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam` (Al-Mu'min:64~65)
`Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati dan bertasbihlah dengan memuji-
Nya. Dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya` (Al-Furqaan:58).
Sesuatu yang memerlukan tempat tidak dapat dinamakan berdiri dengan dirinya sendiri (Qaaim
Binafsih). Apapun yang tidak memerlukan tempat, memerlukan hal lain untuk wujud dan
kesinambungannya. Walaupun dapat dinamakan `berdiri dengan sendirinya`, ia belum mencapai
kesempurnaan, karena masih membutuhkan sesuatu yang lain untuk wujudnya. Allah adalah `Qaaim
Binafsih` secara mutlak, karena Dia sama sekali tidak membutuhkan tempat, bahkan tidak
membutuhkan suatu apapun untuk kelangsungan wujud-Nya, dan yang demikian itu disertai pula dengan
pemberian wujud kepada segala sesuatu, pemenuhan kebutuhan mereka secara sempurna dan
berkesinambungan, maka Dia-lah Al Qayyuum dan itulah Allah Azza wa Jalla.
Jika suatu wujud ada, dan esensinya mencukupi bagi dirinya, yang hidupnya bukan karena wujud
lain dan yang keberadaannya tidak ditentukan oleh keberadaan wujud lain, ia benar-benar hidup dengan
sendirinya. Setiap yang terjadi karenanya, sehingga keberadaan dan kelestariannya segala sesuatu tidak
mungkin terjadi tanpanya, itu adalah hal yang ada dengan sendirinya, karena hal itu hidup dengan
sendirinya dan segala sesuatu ada karenanya. Tak lain itu adalah Allah Azza wa Jalla. Pencapaian manusia
akan sifat ini, sebanding dengan keterlepasannya dari segala sesuatu selain dari Allah Azza wa Jalla.
`Alif Laam Miim. Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab
yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Sebelum (Al-
Qur'an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqaan. Sesungguhnya orang-orang
yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat dan Allah Maha Perkasa lagi
mempunyai balasan (siksa). Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan
tidak (pula) di langit. Dia-lah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana` (Ali Imran:1~6)
`Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan yang hidup kekal lagi senantiasa
mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman` (Thaahaa:111)
14
sempurna maupun sebab-sebabnya, tetap saja membutuhkan banyak lagi pendukung, dan dia hanya
dapat disebut kaya secara relatif (tidak mutlak).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menghafal kata-kata Asma’ul Husna amat besar faedahnya bagi Umat Islam dan berpahala
membacanya bila dilandasi keyakinan dan membenarkan isinya. Lebih dari itu, memahami dan
makrifat terhadap makna hakiki yang terkandung di dalamnya akan membawa kearah pengalaman
dan penghayatan, atau dengan kata lain “mendarah daging” dalam kehidupan. Maka dijamin akan
mendapatkan surga keindahan dan kenyamanan yang tiada tara.
15
2. Dengan makrifat yang benar kepada Allah swt, makrifat terhadap Asma-Nya, muncullah “rasa
cinta kasih (mahabbah) yang dalam terhadap Pemilik Nama yakni Allah swt. Dan terpadu cinta
kasih itu dalam suatu perpaduan yang indah dan mengasyikkan, yang terlihat, terpandang dan terasa
hanya “DIA” TERASA LEBUR DAN SIRNA DIRI INI DALAM LAUTAN “BERCINTA KASIH”
maka berbahagialah dengan isyarat Allah yang menegaskan:
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga”.
B. Saran
1. Beribadahlah kepada Allah berdasarkan Asma`ul Husna ini. Karena Dia Maha Penerima Taubat,
berdzikir dengan-Nya karena Dia Maha Mendengar, beribadah dengan raga karena Dia Maha
Melihat, dengan seterusnya.
2. Sebagai umat Muslim sudi kiranya Kita “memahami maknanya, dan mempercayainya”, atau
mampu melaksanakan kandungan-Nya, atau juga mempercayai kandungan makna-maknanya,
menghafal, memahami maknanya dan mengamalkan kandungannya. Itu semua insya Allah dapat
memperoleh curahan rahmat Ilahi sesuai niat dan usahanya.
16