Anda di halaman 1dari 5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS

A. Pengertian Hiv/Aids
HIV adalah retrovirur RNA yang lebih senang menyerang limfosit T-helper
(CD4), juga tipe sel lainnya.(Chapman,Vicky, 2006).
AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit opportunistik atau kanker
tertentu akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh infeksi virus HIV. AIDS
adalah transmisi human imuno defisiensi virus, suatu retro virus yang terjadi terutama
melalui pertukaran cairan tubuh (Purwaningsih, Wahyu, 2010).

B. Etiologi Hiv/Aids

Virus HTL-HI ( human T-cell Lymphotropic virus) atau yang lebih dikenal dengan
HIV.

C. Tanda dan Gejala/ Manifestasi Klinis AIDS


HIV memasuki tubuh jika serum HIV menjadi positif dalam 10 minggu suatu
pemaparan yang menunjukkan gejala awal yang tidak spesifik yaitu:
1. Respon tipe influenza
2. Demam
3. Malaise
4. Mialgia
5. Mual
6. Diare
7. Nyeri tenggorokan
8. Ruam dapat menetap 2-3 minggu
9. Berat badan turun
10. Fatique
11. Anoreksia
12. Mungkin menderita kandidiasis otot faring atau vagina
Pada masa perinatal :
1. Keletihan
2. Anoreksia
3. Diare kronik selama 1 bulan

Kematian ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan penyakit


opportunistik yang menyertai terutama pneumonitis carinif pneumonia.

Menurut O Agustriadi, IB Sutha dalam journal of internal medicine dikutip dalam


buku J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 3 September 2008 menyatakan :

Pneumocystis carinii diklasifikasikan sebagai jamur. PCP merupakan infeksi


oportunistik tersering pada infeksi HIV/AIDS. 3,16 Lebih dari separuh (70 – 80%)
penderita AIDS mendapatkan paling sedikit satu episode PCP pada perjalanan klinis
penyakitnya, dengan mortalitas berkisar antara 10 – 40%. Hampir 65% penderita
AIDS mengalami komplikasi pulmonologis dimana pneumonia karena P carinii
merupakan infeksi oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi M tuberculosis,
pneumonia bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih jarang terjadi

AIDS merupakan manifestasi lanjut HIV. Selama stadium HIV individu bisa saja
merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka menderita penyakit. Pada stadium lanjut,
sistem imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi opportunistik dan mereka
terus-menerus menderita penyakit minor dan mayor karena tubuhnya tidak mampu
memberi pertahanan. Pada masa sekarang tidak ada penyembuhan (AVERT,2003).

D. Patofisiologi
Infeksi HIV dapat berasal dari wanita hamil pada anaknya dan sejak hamil, saat
kelahiran maupun saat menyusui.jika virus hiv masuk ke dalam tubuh, akan meresap
pada sel reseptor terhadap virus HIV yang terdapat pada permukaan sel limfosit sel T-
Helper, monosit, makrofag. HIV merusak limfosit sel T-helper secara bertahap
dengan cara RNA yang ada dalam tubuh akan diubah menjadi DNA oleh enzim
transcreytase yang dimiliki hiv. DNA provirus itu kemudian di integrasikan ke dalam
sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. HIV cenderung
menyerang sel-sel tertentu yaitu sel-sel yang mempunyai permukaan CD4, terutama
limfosit T4 yang memegang peran penting dalam mengatur dan mempertahankan
sistem kekebalan tubuh. Selain limfosit T4 , virus juga dapat menginfeksi sel monosit
dan makrofag, sel langerhans pada kulit dan sel retina, sel dendrite folikuler pada
kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel serviks uteri dan sel mircroglia otak.
Virus yang masuk pada limfosit T4, selanjutnya mengadakan replikasi sehingga
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfossit itu sendiri.

E. Penularan
Penyebab dari penularan AIDS pada ibu dan bayi adalah cairan serviks vagina, cairan
amnion, jaringan plasenta dan air susu yang berasal dari ibu yang darah-darahnya
terdapat virus hiv.
Menurut Sri Ratna Dewi, 2017 dalam jurnal Peranan Laboratorium Dalam
Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) HIV mengatakan bahwa:
Hampir 90% kasus infeksi HIV pada anak disebabkan oleh transmisi perinatal.
Transmisi perinatal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen. Beberapa penelitian
melaporkan tingginya kasus terjadi akibat terpapar-nya intrapartum terhadap darah
maternal seperti pada kasus episiotomi, laserasi vagina atau persalinan dengan forsep,
sekresi genital yang terinfeksi dan ASI. Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari ibu
ke anak dengan infeksi HIV mencapai 25-30%. Faktor lain yang meningkatkan resiko
transmisi ini, antara lain jenis HIV tipe 1, riwayat anak sebelumnya dengan infeksi
HIV, ibu dengan AIDS, lahir prematur, jumlah CD4 maternal rendah, viral load
maternal tinggi, anak pertama lahir kembar, korioamnionitis, persalinan pervaginam
dan pasien HIV
dengan koinfeksi.
Cara penularannya secara:
1. Transmisi vertical
Melalui inutera,lewat plasenta. Dimana antigen hiv dapat dideteksi dalam cairan
amnion dan jarinan vetus yang terlihat dari terminasi kehamilan yang berusia 15
minggu.
2. Tansmisi horizontal

F. Klasifikasi
CDC telah menetapkan system klasifikasi pasien yang mengalami infeksi HIV
berdasarkan keadaan klinik yang dijumpai sebagai berikut:
1. Grup I/ infeksi akut
Penyakit serokonveksi sampai AIDS berlangsung beberapa tahun kemudian
infeksi akut dari awal virus sampai kira2 6 minggu.
Penyakit serokonveksi ada 3 yaitu :
a. Penyakit mirip infeksi mononukleus
Gejala demam, malaise,alergi, mialgia, atralgia, limfadenopati, dan nyeri
tenggorokan, kadang ditemukan juga enselopati akut reversibel disertai
disorientasi, lupa ingatan, kesadaran menurun dan perubahan kepribadian.
b. Meningitis
c. Mielopati
2. Grup II /infeksi asimptomatik
Tanpa disertai gejala.
3. Grup III/infeksi lymphadenopaty persisten generalisata
Meliputi : infeksi kronis
Adanya pembesaran kelenjar getah bening.
4. Grup IV/penyakit lain
a. Sub grup a : penyakit constitutional
b. Sub grup b : penyakit neurologic
c. Sub grup c : penyakit infeksi lain contoh : herpes
d. Sub grup d : kanker sekunder
e. Sub grup e : kondisi lainnya, misalnya pneumonitis intertisial limfosit.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah
a. Trombositopenia
b. Anemia
c. HDL
d. Jumlah limfosit total
2. EIA atau EUSA dan tes westren blot, positif, tetapi invalid.
a. EIA atau EUSA , mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV
b. Test westren blot mendeteksi adanya antibody terhadap beberapa prot spesifik
HIV
3. Kultur HIV, dengan sel mononuclear darah perifer dan bila tersedia plasma dapat
mengukur beban virus
4. Tes reaksi rantai polimer dengan leukost darah perifer: mendeteksi DNA viral
pada adanya kuntitas kecil sel mononuclear perifer terinfeksi
5. Antigen P24 serum atau plasma, peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi
indikasi dari kemajuan infeksi
6. Penentuan imunoglobin G,M,A serum kualitatif , data dasar imunoglobin.
7. IFA, memastikan seropesivitas
8. RIPA, mendeteksi protein HIV
9. Pemeriksaan parenteral juga dapat menunjukan adanya gonorhoe, kandidiasis,
hepatitis B, tuberkulosis , sitomegalovirus dan toksoplasmosis

H. Penatalaksanaan
1. Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignasi, penghentian
replikasi HIV lewat preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem
imun melalui penggunaan preparat imunimodulator
2. Terapi farmakologi
a. Obat primer disetujui untuk terapi HIV yaitu azidodeoksimetidin ( zidovudine,
A2T cretevir) berfungsi untuk memperlambat kematian dan menurunkan
frekuensi serta bertanya penyakit opportunistik.
b. Asitimidin terkendali pada wanita hamil mengurangi resiko transmisi HIV dan
wanita yang terinfeksi ke janinnya.
Dalam jurnal Ellen R. Cooper dengan judul Combination Antiretroviral
Strategies for the Treatment of Pregnant HIV-1–Infected Women and
Prevention of Perinatal HIV-1 Transmission mengatakan bahwa:
Secara keseluruhan, transmisi terjadi pada 79 (20,0%) dari 396 wanita yang
tidak menerima terapi ARV selama kehamilan dibandingkan dengan 84
(7,3%) dari 1146 yang diobati ibu yang mewakili penurunan tiga kali lipat.
Ada efek dosis-respons yang signifikan berkenaan dengan semakin banyak
rejimen ARV yang kompleks dan durasi terapi selama kehamilan. Untuk 319
wanita yang menerima terapi selama satu trimester (hanya satu kehamilan
pada terapi), tingkat penularannya 15,8% (95% CI, 10,3% -21,1%) untuk
wanita yang menerima ZDVmonoterapi; 6,2% (95% CI, 0,4% -10,8%) untuk
wanita menerima Multi-ART; dan 3,6% (95% CI, 0% -7,0%) untuk wanita
yang menerima ART Untuk 409 wanita yang menerima terapi untuk dua
trimester, tingkat transmisi adalah 8,4% (95% CI, 4,9% -11,9%) di antara
mereka yang berada di ZDV monoterapi; 4,3% (95% CI, 0% -8,8%) untuk
wanita yang menerima Multi-ART; dan 0 (95% CI, 0-3.0%) untuk wanita
menerima ART Untuk 418 wanita yang menggunakan ARVobat-obatan terus
menerus selama kehamilan (> 3 kunjungan kehamilan), tingkat 8,8% (95% CI,
6,6% -12,0%) untuk wanita yang menerima monoterapi ZDV; tidak ada
transmisi.
c. Perawatan suportif sangat penting karena infeksi HIV sangat menurunkan
keadaan imunopasien ( mencakup kelemahan, malnutrisi, imobilisasi ,
kerusakan kulit dan perubahan status mental)
d. Memberikan perawatan kesehatan efektif dengan penuh kasih sayang dan
objektif pada semua individu ( mencakup : nutrisi optimum, istirahat, latihan
fisik dan reduksi)

Anda mungkin juga menyukai