Anda di halaman 1dari 3

Manifestasi klinis penyakit HIV

Transmisi dari HIV dan Epidemiologi AIDS

HIV di transmisikan dari satu individu ke individu lainnya melalui 3 jalur:

1. Kontak seksual merupakan jalur transmisi yang paling sering, pada pasangan heteroseksual
maupun sesama jenis (laki-laki). Pada daerah afrika, dimana merupakan daerah dengan
angka insiden tertinggi infeksi HIV di dunia, dengan estimasi beberapa ribu kasus baru per
hari, lebih dari setengahnya adalah perempuan.
2. Transmisi ibu ke anak merupakan kasus terbanyak AIDS pada anak. Tipe transmisi ini sering
terjadi pada saat persalinan pervaginam maupun transmisi melalui ASI
3. Inokulasi dari resipien yang mendapat darah atau produk darah yang terinfeksi. Jarum suntik
yang digunakan bersamaan oleh pengguna obat-obatan, merupakan kasus paling sering dari
transmisi ini. HIV dapat tetap infeksius pada jarum yang terinfeksi selama 6 minggu pada
suhu ruang. Dengan pemeriksaan skrining laboratorium yang dilakukan secara rutin,
transfuse dari darah ke darah atau produk darah dapat mendeteksi kemungkinan infeksi HIV
yang tidak diketahui sebelumnya.

Manifestasi klinis dari infeksi HIV

Kejadian penyakit HIV dapat diikuti dengan menghitung jumlah virus dalam plasma pasien dan
jumlah sel T CD4+. Terdapat 4 fase dari penyakit HIV yang telah diketahui:

1. Fase akut disebut juga dengan sindrom HIV yaitu periode viremia yang dijelaskan dengan
gejala non spesifik dari infeksi. Ini terjadi pada 50-70% pada pasien dewasa 3-6 minggu
setelah infeksi. Terdapat peningkatan virus pada plasma dan penurunan jumlah sel T CD4+,
namun jumlah sel T CD4+ biasanya akan kembali ke normal. Pada banyak pasien infeksi
bersifat ringan dan tidak ada gejala.
2. Fase kronik dari infeksi laten dapat bertahan hingga tahunan. Selama periode ini, virus
terkandung dalam jaringan limfoid dan hilangnya sel T CD4+ dikoreksi dengan pergantian sel
dari progenitor. Pasien sering asimtomatik atau terkenal infeksi yang ringan. Dalam 2-6
bulan setelah infeksi, konsentrasi virus dalam plasma stabil dalam point tertentu, yang
jumlah nya berbeda pada setiap pasien. Tingkatan jumlah virus dan jumlah sel T CD4+
merupakan klinis yang berguna untuk memprediksi progresifitas penyakit. Semakin
berkembangnya penyakit, pasien menjadi rentan terhadap infeksi lainnya, respon imun
terhadap infeksi akan menstimulasi produksi HIV dan mempercepat kerusakan jaringan
limfoid. Seperti diskusi sebelumnya, transkripsi gen HIV dapat berkembang dengan stimulus
yang diaktivasi oleh infeksi sel T, seperti antigen, dan beberapa sitokin. Sitokin TNF alfa, yang
diproduksi selama respin imun bawaan pada infeksi mikroba, merupakan sel yang paling
menstimulasi peningkatan produksi HIV.
3. HIV yang berproses ke fase final, disebut AIDS ketika jumlah sel T CD4+ menurun <200
sel/mm3. Viremia HIV meningkat drastic sebagai akibat dari replikasi virus. Pasien dengan
aids, menderita kombinasi infeksi oportunistik, neoplasma, kakeksia (HIV wasting
syndrome), gagal ginjal (HIV neuropati) dan gangguan sistem saraf pusat (AIDS ensefalopati,
yang sekarang disebut dengan HIV-associated neurocognitive disorder atau HAND). Karena
sel TCD4+ helper sangat penting untuk sel mediated dan respon imun humoral pada
berbagai jenis mikroorganisme, hilangnya atau berkurang nya limfosit merupakan alasan
utama mengapa pasien AIDS menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit. Lebih
lanjut, banyak tumor yang timbul pada pasien aids memiliki virus sebagai penyebabnya, dan
prevalensi nya pada pasien dengan AIDS mengindikasikan bahwa ketidakmampuan pasien
dengan infeksi HIV untuk membuat respon imun yang efektif melawan virus kanker.
Kekeksia sering ditemui pada pasien dengan penyakit inflamatori kronik yang merupakan
hasil dari efek sitokin inflamasi seperti TNF alfa pada nafsu makan dan metabolisme.
Penyakit sistem saraf pusat pada AIDS mengarah kepada kerusakan saraf akibat virus atau
protein virus seperti gp120 dan Tat, serta efek dari sitokin yang terstimulasi karena sel
mikrogial terinfeksi.

Tatalaksana dan Pencegahan AIDS dan Perkembangan Vaksin HIV

Penelitian aktif yang bertujuan mengembangkan obat yang dapat mengintervensi siklus hidup virus.
Pengobatan infeksi HIV dan AIDS melibatkan 3 obat antiviral yang digunakan secara kombinasi.

1. Obat antiretroviral pertama yang tersebar luas yang digunakan adalah analog nukleosida
yang mengikat kebalikan virus transkriptase dan menghambat aktivitasnya. Obat-obatan ini
termasuk analog nukleosida deoxythymidine seperti AZT (3′-azido-3′-deoxythymidine),
analog nukleosida deoxycytidine, dan analog deoksiadenosin. Ketika obat ini digunakan
sendiri, mereka seringkali efektif dalam mengurangi kadar RNA HIV plasma secara signifikan
selama beberapa bulan hingga bertahun-tahun, tetapi biasanya tidak berhenti
perkembangan penyakit yang diinduksi HIV, sebagian besar karena evolusi virus dengan
bentuk mutasi dari reverse transcriptase yang sudah resisten terhadap obat-obatan
tersebut.
2. Transkriptase balik nonnukleosida inhibitor langsung mengikat enzim dan menghambat
fungsinya.
3. Virus inhibitor protease telah dikembangkan yang menghalangi pemrosesan protein
prekursor menjadi kapsid virus matang dan protein inti. Ketika protease inhibitor ini
digunakan sendiri, virus mutan akan resisten terhadap efek mereka muncul. Namun inhibitor
protease adalah sekarang menjadi komponen umum dari rejimen terapi tiga obat dengan
dua inhibitor reverse transcriptase yang berbeda. Obat rangkap tiga ini terapi, biasanya
disebut sebagai antiretroviral yang sangat aktif terapi (HAART) atau terapi antiretroviral
(ART),

Uji Serologis

Mortalitas tertinggi balita terinfeksi HIV yang tidak mendapatkan terapi terjadi pada usia pertama
kehidupan. Diagnosis dini merupakan salah satu upaya untuk menghindari kematian tersebut.
Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak berusia

Uji diagnostik yang digunakan pada anak > 18 bulan, remaja dan orang dewasa adalah uji serologis
dengan strategi diagnosis HIV berdasarkan hasil tiga tes sekuensial reaktif (sangat direkomendasikan,
kualitas bukti tinggi)

Anda mungkin juga menyukai