Anda di halaman 1dari 5

Nama : Abd Rahmat muthalib

Nim : C01418001

Kelas : A Keperawatan 2018

LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS

A. Konsep Dasar Medis


1. Defenisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang
selanjutnya melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit. Obat atau metode
penanganan HIV belum ditemukan. Dengan menjalani pengobatan tertentu, pengidap HIV bisa
memperlambat perkembangan penyakit ini, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup dengan
normal. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana

HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, maka tubuh tidak lagi
memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.

2. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari

sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV)
atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat
(DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015).Penyebab adalah golongan
virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS
terdiri dari lima fase yaitu:

a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala

b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like illness

c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada

d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, berat
badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologis.

3. Patofisiologi
Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring pertambahan replikasi
virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD 4+ akan terus menurun. Umumnya, jarak
antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 – 10 tahun. Infeksi
primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam, nyeri kepala,
faringitis dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan
dengan periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan jumlah sel
limfosit CD 4+ selama bertahun –tahun hingga terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi
imun (berupa infeksi oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat reaksi
autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta, 2014 ).

4. Manifestasi Klinik
Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:a. Penderita
asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung antara 7 bulan
sampai 7 tahun lamanyab. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala
limfadenopati umumc. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan
sistem imun atau kekebaland. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis
yang berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan
kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma
kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder
(Soedarto, 2009).

5. Pemeriksaan penunjang
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV.

Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula TMP-SMZ (bactrim, septra),


merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi. Pemberian secara IV kepada psien-pasien dengan gastrointestinal yang normal tidak
memberikan keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan TMP- SMZ dapat
mengalami efek yang merugikan dengan insidenm tinggi yang tidak lazim terjadi, sepeerti
demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan gangguan fungsi renal.

b. Penatalaksanaan diare kronik


Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sisntesis somatostatin, ternyata
efektif untuk mengattasi diare yang berat dan kronik. Konsentraasi reseptor somaytosin yang
tinggi ditemukan dalam traktus gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somatosytain akan
mengahambat banayk fungsi fisiologis yang mencakup motalisis gastrointerstinal dan sekresi –
interstinal air serta elekltrolit.

c. Penalaksanaan sindrom pelisutan

Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab yang mendasari infeksi


oportunistik sistematis maupun gastrointerstinal. Mallnutirisi sendriri akan memperbersar
resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan insiden infeksi oportunistik. Terapi nutrisi dapat
dilakukan mulai dari diet oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal)
hingga dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.d. Penanganan keganasan

Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala dan sistem organ yang
terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala dengan memperkecil ukuran lesi
pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan
mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hingga saat
ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa ABV

e. Terapi antiretrovirusSaat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk
pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin, dideoksisitidin
dan stavudin. Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve trancriptase virus dan
mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang
dugunakan virus tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan
mengubah komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang baru akan dihambat.

6. Pengobatan
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah
antiretroviral dan infeksi oportunistik. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk
retrovirus seperti HIV guna menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obatan yang termasuk
antiretroviral yaitu AZT, Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine. Obat infeksi oportunistik adalah
obat yang digunakan untuk penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya kekebalan
tubuh. Yang penting untuk pengobatan oportunistik yaitu menggunakan obat-obat sesuai jenis
penyakitnya, contoh: obat-obat anti TBC, dll (Hasdianah dkk, 2014)

7. Komplikasi
Secara umum, komplikasi HIV tidak terjadi jika jumlah CD4 tubuh lebih tinggi dari 500 sel per milimeter
kubik. Kebanyakan komplikasi yang mengancam jiwa terjadi ketika jumlah CD4 turun di bawah 200 sel
per milimeter kubik. Penyakit IO mungkin tidak berdampak pada seseorang dengan sistem kekebalan
tubuh yang sehat, namun bisa berdampak buruk bagi ODHIV yang tidak mendapat perawatan.

Ada 20 penyakit IO yang dinyatakan sebagai penyakit penyakit HIV (atau terdefinisi AIDS) stadium 3:

1. KandidiasisIni adalah infeksi jamur umum yang diakibatkan oleh jamur Candida. Ini dapat diobati
dengan obat antijamur setelah pemeriksaan visual sederhana.

2. Koksidioidomikosis Infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidoides, ini dapat menyebabkan
pneumonia jika tidak ditangani dengan tepat.

3. Kriptokokosis Infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans. Infeksi jamur ini sering
masuk melalui paru-paru. Ini dapat dengan cepat menyebar ke otak, sering menyebabkan meningitis
kriptokokus. Jika tidak diobati, infeksi jamur ini seringkali berakibat fatal.

4. Kriptosporidiosis Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Cryptosporidium parvum. Parasit ini
hidup di sistem pencernaan manusia dan hewan, serta menyebar melalui feses (tinja). Lumrahnya
ditandai dengan diare yang parah dan kram perut.

5. Sitomegalovirus Virus global yang umum ini menyerang sebagian besar orang dewasa selama hidup
mereka. Seringkali disertai dengan infeksi mata atau gastrointestinal.

6. Ensefalopati Terkait HIV Ini sering disebut sebagai demensia terkait HIV. Ini dapat didefinisikan
sebagai kondisi otak degeneratif yang mempengaruhi orang dengan jumlah CD4 kurang dari 100.

7. Herpes Simpleks (kronis) dan Herpes Zoster Herpes simplex menghasilkan luka merah dan
menyakitkan yang muncul di mulut atau area genital. Herpes zoster hadir dengan lepuh menyakitkan
pada permukaan kulit kasar. Meskipun tidak ada obat untuk keduanya, obat-obatan tersedia untuk
meringankan beberapa gejala.

8. Pencegahan
1. Gunakan kondom yang baru tiap berhubungan seks, baik seks melalui vagina atau melalui
dubur. Bila memilih kondom berpelumas, pastikan pelumas yang berbahan dasar air. Hindari
kondom dengan pelumas yang berbahan dasar minyak, karena dapat membuat kondom bocor.
Untuk seks oral, gunakan kondom yang tidak berpelumas.

2. Hindari berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan.

3. Beri tahu pasangan bila Anda positif HIV, agar pasangan Anda menjalani tes HIV.

4. Diskusikan kembali dengan dokter bila Anda didiagnosis positif HIV dalam masa kehamilan,
mengenai penanganan selanjutnya dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan
dari ibu ke janin.
5. Bagi pria, disarankan bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.

Segera ke dokter bila menduga baru saja terinfeksi virus HIV, misalnya karena berhubungan
seks dengan penderita HIV. Dokter dapat meresepkan obat post-exposure prophylaxis (PEP),
untuk dikonsumsi selama 28 hari. Obat PEP adalah kombinasi 3 obat antiretroviral, yang dapat
mencegah perkembangan infeksi HIV. Meskipun demikian, terapi dengan PEP harus dimulai
maksimal 3 hari setelah infeksi virus terjadi

Anda mungkin juga menyukai