Anda di halaman 1dari 6

HIV/AIDS

a. Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS adalah tahap akhir dari
infeksi HIV.
b. Epidemiologi
UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di dunia sebanyak 12
juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang. Prevalensi AIDS pada tahun 1993
sebesar 900.000, sedangkan pada akhir tahun 2000 sebesar 2 juta. Pada tahun 2001 insiden
infeksi HIV-baru pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari
800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987 (terjadi pada
orang belanda). Pada tahun 1999 di Indonesia terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus baru AIDS.
Mulai tahun 2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia.
Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003, dan
meningkat cepat menjadi 2638 orang pada tahun 2005. Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta
memiliki kontribusi terbesar, diikuti Jatim, Papua, Jabar, Bali. Peningkatan ini terutama
disebabkan karena semakin membaiknya sistem pencatatan dan pelaporan kasus dan semakin
bertambahnya sarana pelayanan diagnostic kasus dengan klinik voluntary counseling and testing
(VCT).
Dibandingkan dengan Negara-negara lainnya di Asia Tenggara, angka kasus HIV/AIDS di
Indonesia termasuk rendah. Alasan yang paling mungkin adalah akibat kelemahan dalam sistem
pencatatan dan pelaporan, terbatasnya peralatan laboratorium penunjang, dan rendahnya
kemampuan diagnosis.
c. Etiologi
Pada tahun 1983, ilmuan Perancis Montagner (Institute Pasteur, Paris) mengisoloasi
virus dari pasien dengan gejala limfodenopati dan menemukan virus HIV, sehingga virus ini
dinamakan lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada tahun 1984 Gallo (National Institute
of Health, USA) menemukan virus human T lymphotropic virus (HTLV-III) yang juga AIDS.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan beberapa tipe HIV, yaitu HIV-1 yang sering
menyerang manusia dan HIV-2 yang ditemukan di Afrika barat. Virus HIV termasuk subfamili
Lentivirinae dari famili Retroviridae.
Asam nukleat dari famili retrovirus adalah RNA yang mampu membentuk DNA dan RNA.
Enzim transcriptase reverse mengguanakan RNA virus sebagai cekatan untuk membentuk DNA.
DNA ini bergabung dengan kromosom induk (sel limfosit T4 dan sel makrofag) yang berfungsi
sebagai pengganda virus HIV. Secara sederhana sel HIV terdiri dari:
1. Inti – RNA dan enzyme transcriptase reverse (polymerase), protease, dan integrase.
2. Kapsid – antigen p24.
3. Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41)
d. Pathogenesis
HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan terjadi fusi
membrane HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk kedalam sitoplasma sel induk.
Didalam sel induk, HIV akan membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerasi. Enzim
integrasi kemudian akan membentu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk, akan membentuk RNA
dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protease
menjadi partikel HIV. Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk
dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini
akan menyebabkan pengurangan dan tergangguanya jumlah dan fungsi lumfosit T.
e. Penularan
Penyakit ini menular dengan berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh seperti
darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam saliva, air mata, dan urine (sangat
rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat pada air mata dan keringat. Pria yang sudah disunat
memiliki resiko HIV yang lebih kecil dibandingkan dengan pria yang tidak disunat.
Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
1. Ibu hamil
a) Secara intrauterine, intrapartum, dan postpartum (ASI).
b) Angka transmisi mencapai 20-50%.
c) Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
d) Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11-29%.
Kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal kelahiran bayi dan
kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu usia bayinya, melaporkan
bahwa angka penularan HIV pada bayi yang belum disusui adalah 14% (yang
diperoleh dari penularan melalui mekanisme kehamilan dan persalinan), dan
angka penularan HIV meningkat menjadi 29% setelah bayinya disusui.
Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibody HIV dari ibunya selama
6-15 bulan.
2. Jarum suntik
a) Prevalensi 5-10%.
b) Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena
penyalahgunaan obat.
c) Diantara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa, penggunaan
obat suntik di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di Bogor 25% dan di Bali
53%.
3. Transfuse darah
a) Resiko penularan sebesar 90%.
b) Prevalensi 3-5%.
4. Hubungan seksual
a) Prevalensi 70-80%.
b) Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.
c) Model penularan ini adalah yang tersering di dunia. Akhir-akhir ini dengan
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom,
maka penularan melalui jalur ini cenderung menurun dan digantikan oleh
penularan melalui jalur penasun (pengguan narkoba suntik).
f. Gejala Klinis
a) Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun.
b) Widow period selama 6-8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi
belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
c) Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak diobati, maka
penyakit ini akan bermanisfestasi sebagai AIDS.
d) Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti diare kronis, kandidiasis
mulut yang luas, Pneumocytis carinii, Pneumonia interstisialis limfositik, dan
ensefalopati kronik.
g. Diagnosis
Metode umum untuk menegakkan diagnosis HIV meluputi:
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3
bulan setelah infeksi.
2. Western blot
Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
a) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan
membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itulah
yang diturunkan kepada bayi mnelalui plasenta yang akan mengaburkan hasil
pemeriksaan , seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut.
b) Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok beresiko tinggi.
c) Tes pada kelompok beresiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d) Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-
2.

Diagnosis HIV

Ditemukan antibodi HIV dengan pemeriksaan ELISA perlu dikonfirmasi dengan western
immunoblot. Tes HIV Elisa (+) sebayak tiga kali dengan reagen yang berlainan merk menunjukan
pasien positif mengidap HIV.

Pemeriksaan laboratorium ada 3 jenis yaitu:

1. Pencegahan donor darah, dilakukan satu kali oleh PMI. Bila positif disebut reaktif.
2. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan dua kali
pengujian dengan reagen yang berbeda.
3. Diagnosis, untuk menegakkan diagnosis dilakukan tiga kali pengujian.
WHO kini merekomendasikan pemeriksaan dengan rapid test (dipstick) sehingga hasilnya
bisa segera diketahui

Ada beberapa gejala dan tanda mayor (menurut WHO) antara lain:

1. Kehilangan berat badan (BB) >10%.


2. Diare kronik >1 bulan.
3. Demam >1 bulan.

Sedangkan tanda minornya adalah:

1. Batuk menetap >1 bulan.


2. Dermatitis pruritis (gatal).
3. Herper zoster berulang.
4. Kandidiasis orofaring.
5. Herpes simpleks yang meluas dan berat.
6. Limfadenopati yang meluas.

Tanda lainnya adalah:

1. Sarcoma Kaposi yang meluas.


2. Meningitis kriptokokal.

Diagnosis AIDS

Minimal dua tanda mayor yang berhubungan dengan tanda minor tanpa diketahui kasus
imunosupresi lain seperti kanker dan malnutrisi berat, dan bila terdapat salah satu saja dari
tanda lain.

h. Pengobatan dan Pencegahan


Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
1. Pengobatan suportif
2. Penaggulangan penyakit oportunistik
3. Pemberian obat antivirus
4. Penanggulangan dampak psikososial

Pencegahan penyakit HIV/AIDS antara lain:

1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS atau tersangka penderita AIDS.
2. Mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang
mempunyai banyak pasangan.
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika obat suntik.
4. Melarang orang-orang yang termasuk kedalam kelompok berisiko tinggi untuk melakukan
donor darah.
5. Memberikan transfuse darah hanya untuk pasien yang benar-benar memerlukan.
6. Memastikan sterilitas alat suntik.

Obat antivirus HIV/AIDS adalah:

1. Didanosin (ddl)
Dosis: 2 X 100 mg, setiap 12 jam (BB <60 kg)
2 X 125 mg, setiap 12 jam (BB >60 kg)
2. Zidovudin (ZDV)
Dosis: 500-600mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak 100 mg, pada saat penderita tidak
tidur.
3. Lamivudine (3TC)
4. Stavudin (d4T)

Obat ARV (antiretrovirus) masih merupakan terapi pilihan karena:

 Obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya
tahan tubuh.
 Oabt ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan sampai
mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan pengelolaan
klinis yang agresif.
 Hasiol penelitian dalam hal upaya pencegahan dengan imunisasi belum memuaskan
penelitian tersebut dilakukan di Uganda dengan menggunkan vaksin HIV yang disebut
‘ALVAC-HIV’ dan vector canarypox recombinan untuk mewakili selubung dan gen inti
HIV-1 sebagi upaya untuk merangsang sel pertahanan tubuh.
 Beberapa ahli mengusulkan penelitian tentang bagaimana agar CD4 tiruan diserang oleh
virus, sehingga CD4 alami tetap normal. Bagian yang diserang virus HIV adalah sel darh
putih terutama sel limfosit pada bagian CD4. CD4 adalah bagian dari limfosit yang
menunjukan seberapa besar fungsi pertahanan tubuh manusia. Jumlah CD4 yang rendah
menunjukan pertahanan tubuh yang lemah dan mudah terkena infeksi virus, bakteri dan
jamur.

Terdapat alas an ilmiah mengapa vaksinasi HIV perlu dikembangkan, antara lain:

1. Studi pada primate nonmanusia tentang vaksin menunjukan adanya perlindungan terhadap
infeksi.
2. Vaksin terhadap retrovirus lainnya berhasil dikembangkan.
3. Hampir semua manusia membentuk respons imun terhadap HIv
i. Prognosis
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS meninggal
tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien yang terinfeksi HIV yang tetap
sehat secara klinis dan imunologis.
Referensi

Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. 2008.


Jakarta: Erlangga

Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. 2009. Jakarta:
InternaPublishing

Anda mungkin juga menyukai