Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan
sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil
penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus
(HIV).
Penularan HIV/AIDS melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan
tubuh seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam
saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat
dalam air mata dan keringat.
UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di
dunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta
orang. Prevalensi AIDS pada tahun 1993 sebesar 900.000, sedangkan pada
akhir tahun 2000 sebesar 2 juta. Pada tahun 2001 insidensi infeksi HIV-baru
pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS.
Dari 800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan terjadi di Asia Selatan dan
Asia Tenggara.
Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April
1987 (terjadi pada orang Belanda). Pada tahun 1999 di Indonesia terdapat 635
kasus HIV dan 183 kasusbaru AIDS. Mulai tahun 20002005 terjadi
peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus
AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang pada
tahun 2003, dan meningkat cepat menjadi 2683 orang pada tahun 2005.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar mengenai HIV/AIDS?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar mengenai HIV/AIDS.
2

2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita
HIV/AIDS.

1.4 Manfaat
1. Mengetahui konsep dasar mengenai HIV/AIDS.
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS.


























3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar HIV/AIDS
2.1.1 Pengertian
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu
kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi
didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human
immunodefieciency virus (HIV).

2.1.2 Etiologi
Pada tahun 1983, ilmuwan Perancis Montagnier (Institute
Pasteur, Paris) mengisolasi virus dari pasien dengan gejala
limfadenopati dan menemukan virus HIV, sehingga virus ini
dinamakan lymphadenophaty associated virus (LAV). Pada tahun
1984 Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus
human T lymphotrophic virus (HTLV-III) yang juga menyebabkan
AIDS.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan beberapa tipe HIV, yaitu
HIV-1 yang sering menyerang manusia dan HIV-2 yang ditemukan di
Afrika Barat. Virus HIV termasuk subfamili dari famili Retroviridae.
Asam nukleat dari famili retrovirus adalah RNA yang mampu
membentuk DNA dan RNA. Enzim transkriptase reversi
menggunakan RNA virus sebagai cetakan untuk membentuk DNA.
DNA ini bergabung dengan kromosom induk (sel limfosit T4 dan sel
makrofag) yang berfungsi sebagai pengganda virus HIV.
Secara sederhana sel HIV terdiri dari:
1. IntiRNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease,
dan integrase.
2. Kapsidantigen p24.
3. Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41).

4

2.1.3 Patogenesis
HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120 sehingga
akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian
masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan
membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerase.
Enzim integrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk
berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk,
akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA
dalam sitoplasma akan diubah oleh bahan sel induk untuk dilepas
sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun
(imunosupresi) ini akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya
jumlah dan fungsi sel limfosit T.

2.1.4 Penularan
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui
cairan tubuh seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus terdapat
juga dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah).
Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
1. Ibu hamil
a. Secara intrauterin, intrapartum, dan postpartum (ASI).
b. Angka transmisi mencapai 2050%.
c. Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah
1129%.
d. Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi HIV
dari ibunya selama 615 bulan.
2. Jarum suntik
a. Prevalensi 510%.
b. Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum
suntik karena penyalahgunaan obat.
3. Transfusi darah
a. Resiko penularan sebesar 90%.
5

b. Prevalensi 35%.
4. Hubungan seksual
a. Prevalensi 7080%.
b. Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan
intim.

2.1.5 Tanda dan Gejala (menurut WHO)
1. Tanda dan gejala mayor, antara lain:
a. Kehilangan berat badan (BB) > 10%.
b. Diare kronik > 1 bulan.
c. Demam > 1 bulan.
2. Tanda dan gejala minor, antara lain:
a. Batuk menetap > 1 bulan.
b. Dermatitis pruritis (gatal).
c. Herpes zoster berulang.
d. Kandidiasis orofaring.
e. Herpes simpleks yang meluas dan berat.
f. Limfadenopati yang meluas.
3. Tanda lainnya
a. Sarkoma kaposi yang meluas.
b. Meningitis kriptokokal.

2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya
mengenal setiap system organ
2. Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling
sering diremukan pada IDS) sangat jarang mempengaruhi orang
sehat. Gejala : sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dadar, demam-tidak
dapat teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis,
takipnea dan perubahan status mental)
3. Gagal nafas dapat terjadi 2-3 hari
4. TBC
6

5. Nafsu makan menurun, mual, muntah
6. Diare merupakan masalah pada klien AIDS tidak diobati dapat
ke esophagus dan lambung
7. Bercak putih dalam rongga mulut penurunan BB/kaheksia
(malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi
gastrointestinal)
8. Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi mungkin adanya
stimulasi HIV terhadap sel kanker yang sedang tumbuh atau
berkaitan dengan defisiensi kekebalan mengubah sel yang
rentang menjadi sel maligna
9. Sarcoma kaposis kelainan maligna berhubungan dengan HIV
(paling sering ditemukan) penyakit yang melibatkan endotel
pembuluh darah dan limfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi
pada kulit sebagaian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan
lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat
menyebabkan stasis aliran vena, linfedema serta rasa nyeri. Lesi
ulserasi akan merusak integritas kulit dan meningkatkan
ketidaknyamanann serta kerentanan terhadap infeksi
10. Diperkirakan 80% klien AIDS mengalami kelainan neurologis
gangguan pada saraf pusat, perifer dan otonom. Respom umum
pada system saraf pusat mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi,
degenerasi dan nekrosis
11. Herpes zoster pembentuksn vesikel yang nyeri pada kulit
12. Dermatitis seboroik ruam yang difus, bersisih yang mengenai
kulit kepala dan wajah
13. Pada wanita : kandidiasis vagina dapat berupa tanda pertama
yang menunjukkan HIV pada wanita
14. Masa inkubasi 6 bulan5 tahun.
15. Window period selama 68 minggu, adalah waktu saat tubuh
sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan
laboratorium.
7

16. Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun.
Jika tidak diobati, maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai
AIDS.

2.1.7 Prognosis
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien
yang didiagnosis AIDS meninggal 3 tahun kemudian. Penelitian
melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat
secara klinis dan imunologis.

2.1.8 Pengobatan dan Pencegahan
a. Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
1. Pengobatan suportif
2. Penanggulangan penyakit oportunistik
3. Pemberian obat antivirus
a. Didanosin (ddl)
Dosis: 2 x 100 mg, setiap 12 jam (BB < 60 kg).
2 x 125 mg, setiap 12 jam (BB > 60 kg).
b. Zidovudin (ZDV)
Dosis: 500600 mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak 100
mg, pada saat penderita tidak tidur.
c. Lamivudin (3TC)
d. Stavudin (d4T)
e. ARV (antiretrovirus)
- Obat ini dapat memperlambat progresivitas penyakit dan
dapat memperpanjang daya tahan tubuh.
- Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal.
f. Penanggulangan dampak psikososial
g. Pencegahan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
4. Menghindari hubungan seks dengan penderita HIV/AIDS.
5. Mencegah berhubungan seksual dengan pasangan yang berganti-
ganti.
8

6. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika
terutama obat suntik.
7. Melarang orangorang yang termasuk ke dalam kelompok
berisiko tinggi untuk melakukan donor darah.
8. Memberikan transfusi darah hanya untuk pasien yang
benarbenar memerlukan.
9. Memastikan sterilisasi alat suntik.

2.1.9 Diagnosis AIDS
Bila seseorang mengalami infeksi oportunistik, dimana
menunjukkan adanya immunodeficiency (Sel-T 200/mm3) dan
menunjukkan adanya antibody yang positif terhadap HIV.

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium, ada 3 jenis, yaitu:
a. Pencegahan donor darah, dilakukan 1x oleh PMI. Bila positif
disebut reaktif.
b. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok
berisiko, dilaksanakan 2x pengujian dengan reagen yang
berbeda.
c. Diagnosis, untuk menegakkan diagnosis dilakukan 3x pengujian
(dengan menggunakan Tes HIV ELISA (+) sebanyak 3x dengan
reagen yang berlainan merk).
2. ELISA (EnzymeLinked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1100%. Biasanya tes ini
memberikan hasil positif 23 bulan setelah infeksi.
3. Western blot
Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6100%. Pemeriksaannya
cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
4. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
a. Tes HIV pada bayi.
9

b. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok berisiko tinggi.
c. Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk HIV2, sebab ELISA mempunyai
sensitivitas rendah untuk HIV2.



























10

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
a. Aktifitas / istirahat :
- Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhadap aktifitas, kelelahan yang
progresif.
- Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap
aktivitas.
b. Sirkulasi
- Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
- Takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer
menurun, pengisian kapiler memanjang.
c. Integritas ego
- Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan : dukungan
keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan dan gaya hidup
tertentu.
- Mengkhawatirkan penampilan : alopesia, lesi, cacat, menurunnya berat
badan.
- Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri,
dan depresi.
- Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,
kontak mata kurang.
d. Eliminasi
- Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
- Faeces encer disertai mucus atau darah.
- Nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dalam jumlah warna
urin.
e. Makanan/cairan :
- Tidak ada nafsu makan, mual, muntah.
- Penurunan BB yang cepat.
- Bising usus yang hiperaktif.
11

- Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mucosa mulut.
- Adanya gigi yang tanggal, edema.
f. Hygiene
- Tidak dapat menyelesaikan ADL, memperlihatkan penampilan yang
tidak rapi.
g. Neurosensorik
- Pusing, sakit kepala.
- Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensai.
- Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
- Bebal, kesemutan pada ekstrimitas.
- Gaya berjalan ataksia.
h. Nyeri/kenyamanan
- Nyeri umum/local, sakit, rasa ternakar pada kaki.
- Sakit kepla, nyeri dada pleuritis.
- Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
ROM, pincang.
i. Pernapasan
- Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak
pada dada, takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
j. Keamanan
- Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
- Demam berulang.
k. Seksualitas
- Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan
kondom yang tidak konsisten, lesi pada genetalia, keputihan.
l. Interaksi Sosial
- Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak
terorganisir.

3.2 Diagnosa Keperawatan
12

a. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tidak
terorganisir.
b. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
d. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernafasan.

3.3 Intervensi
1. Resiko Terjadinya Infeksi B/D Depresi System Imun Aktifitas Yang
Tidak Terorganisir.
Tujuan : Klien akan menunjukan tanpa adanya tanda tanda infeksi (tidak
ada demam, sekresi tidak purulent.
Tindakan :
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. (Resiko cros
infeksi dapat melalui prosedur yang dilakukan).
b. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup.
(Lingkungan yang kotor akan meningkatkan pertumbuhan kuman
pathogen).
c. Informasikan perlunya tindakan isolasi. (Penurunan daya tahan tubuh
memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi
sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dengan kuman
pathogen).
d. Kaji tanda tanda vital termasuk suhu badan. (Peningkatkan suhu badan
menunjukan adanya infeksi sekunder).
e. Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakteristik sputum.
f. Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan
warna,bersihkan kuku setiap hari. (Luka akibat garukan memudahkan
timbul infeksi luka).
g. Perhatikan adanya tanda tanda adanya inflamasi. (Panas kemerahan
pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi).
13

h. Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri. (Tindakan prosedur dapat
menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit).

2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan :
a. Pantau tanda tanda vital termasuk CVP bila terpasang. (Denyut nadi/
HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya
dehidrasi).
b. Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kompres hangat,
pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan. (Suhu
badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme).
c. Kaji turgor kulit, membrane mukusa dan rasa haus.
d. Timbang BB setiap hari. (Penurunan BB menunjukkan pengurangan
volume cairan tubuh).
e. Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
f. Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mucosa.
g. Berikan makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang.
h. Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding
usus akan kurang.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Tindakan :
a. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan. (Lesi pada
mulut, esophagus dapat menyebabkan disfagia).
b. Auskultasi bising usus. (Hipermetabolisme saluran gastrointestinal
akan menurunkan tingkat penyerapan usus).
14

c. Timbang BB setiap hari. (BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang
adekuat).
d. Hindari adanya stimulus lingkungan yang berlebihan.
e. Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari
obat kumur yang mengandung alcohol. (Pengeringan mucosa, Lesi
pada mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan).
f. Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Barikan makan
sesuai keinginanya (bila tidak ada kontraindikasi).
g. Sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit.
h. Dorong klien untuk duduk saat makan.

4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernapasan.
Tujuan : Klien akan mempertahankan pola napas yang efektif
Tindakan :
a. Auskultasi bunyi nafas tambahan. (Bunyi nafas tambahan menunjukkan
adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi).
b. Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekuensi nafas dan
penggunaan otot asesoris.
c. Berikan posisi semi fowler.
d. Lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas.

3.4 Evaluasi
a. Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada
demam, sekresi tidak purulent).
b. Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat.
c. Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
d. Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif.




15

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan
sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil
penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus
(HIV).
Secara sederhana sel HIV terdiri dari:
1. IntiRNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan
integrase.
2. Kapsidantigen p24.
3. Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41).
Penularan bias karena ibu hamil, jarum suntik, transfuse darah, hubungan
seksual.
Dan tanda gejalanya dibagi menjadi 2 bagian yaitu mayor dan minor.

4.2 Saran
Menjaga pola hidup sehat dan setia dengan 1 pasangan dapat mencegah
terjangkitnya HIV AIDS.












16

DAFTAR PUSTAKA

Rendy, M. Clevo, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Mandal B.K, dkk. 2008. Penyakit Infeksi Edisi 6. Jakarta: EMS.
Widoyoko. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: EMS.

Anda mungkin juga menyukai