Anda di halaman 1dari 26

AIDS PADA ANAK

DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
DEFINISI
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome)
adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162).
ETIOLOGI

O HIV disebabkan oleh human immunodeficiency


virus yang melekat dan memasuki limfosit T
helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit
CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu
mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap
(Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan
oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human
Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia
(Pustekkom, 2005).
O Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan
seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan
penularan masa perinatal.
PATOFISIOLOGI
O HIV secara khusus menginfeksi limfosit
dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini,
yang mencakup limfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan
responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
LANJUTAN

HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,


yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup
linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas
imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi
litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat
bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui
mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor
limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti
infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat
diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di
otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel
kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati,
dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering
sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah
fase infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia
derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada
replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala,
dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif,
dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase
asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan
fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat
dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun
simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan
terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi
viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital,
pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi
aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “
priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara
umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV
dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan
produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang
terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen
sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih
berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan
temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik.
Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang
normal, dan 15% pasien dengan AIDS pediatrik mungkin memiliki resiko
limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk
beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
Pembagian Stadium Pada HIV/AIDS, Secara umum kronologis
perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4 stadium :
1. Stadium HIV : Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti
terjadinya perubahan serologik ketika antibodi terhadap virus
tersebut dan negatif menjadi positif. Waktu masuknya HIV
kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atau bisa
sampai 6 bulan ( window period )
2. Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala ) : Menunjukkan
didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan
gejala dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
3. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe : Menunjukan adanya
pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
( persistent generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung
kurang lebih 1 bulan
4. Stadium AIDS : Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan
ini disertai bermacam - macam penyakit infeksi sekunder.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat
adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di
lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun
berupa manifestasi nonspesifik berupa :
1. Gagal tumbuh
2. Berat badan menurun,
3. Anemia,
4. Panas berulang,
5. Limfadenopati,
6. Hepatosplenomegali
LANJUTAN
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan
pada anak adalah pneumonia interstisialis limfositik,
yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan
oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya
berupa :
1. Hipoksia,
2. Sesak napas,
3. Jari tabuh, dan
4. Limfadenopati.
5. Secara radiologis terlihat adanya infiltrat
retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan
adenopati di hilus dan mediastinum.
DIAGNOSIS

Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi


pengenalan awal bayi yang beresiko HIV lebih penting.
Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil
teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu
dan bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif.
Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi bagian
rutin pada perawatan kehamilan.
a. Pada bayi yang mendapat asi
b. Pada Bayi dan anak yang terpapar HIV dan memiliki
gejala klinis
c. Pada Bayi dan anak yang terpapar HIV asimtomatik
d. Pada Anak yang berumur kurang dari 18 bulan
e. Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan
KOMPLIKASI
1. Oral Lesi,

oral lesi dibagi menjadi 5 bagian yaitu :


a) Neurologik
b) Gastrointestinal
c) Respirasi
d) Dermatologik
e) Sensorik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat).

 Tes untuk deteksi gangguan system imun.


a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat).
PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang
terinfeksi HIV antara lain:
a) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup,
hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi
infeksi
b) Mengatasi dampak psikososial
c) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV,
perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan
oleh tenaga medis
2. Pengobatan
Pengobatan penting adalah pemberi antiretrovirus atau ARV
PENCEGAHAN

Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :


1. Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama
kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan
cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
2. Saat melahirkan. Penggunaan
antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru
dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan
metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko
penularan sebanyak 80%
3. Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu
tentang resiko dan manfaat ASI.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan utama dapat berupa :
a. Demam dan diare yang berkepanjangan
b. Tachipnae
c. Batuk
d. Sesak nafas
e. Hipoksia
2. Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
a. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
b. Diare lebih dan satu bulan
c. Demam lebih dan satu bulan
d. Mulut dan faring dijumpai bercak putih
e. Limfadenopati yang menyeluruh
f. Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
g. Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
h. Dermatitis yang menyeluruh
LANJUTAN
3. Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang
yang terinfeksi HIV / AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian
pada riwayat penyakit keluarga dapat dimungkinkan :
a. Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
b. Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
c. Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari
kehamilan
d. Adanya penularan pada proses melahirkan
e. Terjadinya kontak darah dan bayi.
f. Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
g. Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
4. Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
b. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
PEMERIKSAAN FISIK
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Mata
 Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
 Retinitis sitomegalovirus
 Khoroiditis toksoplasma
 Infeksi pada tepi kelopak mata.
 Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
 Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple
2. Pemeriksaan Mulut
 Adanya stomatitis gangrenosa
 Peridontitis
 Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi biru dan
sering pada platum (Bates Barbara 1998)
3. Pemeriksaan Telinga
 Adanya otitis media
 Adanya nyeri
 Kehilangan pendengaran
LANJUTAN
4. Sistem pernafasan
 Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
 Sesak nafas
 Tachipnea
 Hipoksia
 Nyeri dada
 Nafas pendek waktu istirahat
 Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
 Berat badan menurun
 Anoreksia
 Nyeri pada saat menelan
 Kesulitan menelan
 Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
 Faringitis
 Kandidiasis esophagus
 Kandidiasis mulut
 Selaput lendir kering
 Hepatomegali
 Mual dan muntah
 Pembesaran limfa
LANJUTAN
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
 Suhu tubuh meningkat
 Nadi cepat, tekanan darah meningkat
 Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
 Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
 Haemorargie
 Herpes zoster
 Nyeri panas serta malaise
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
 Didapatkan air seni yang berkurang
 Annuria
 Proteinuria
 Adanya pembesaran kelenjar parotis
 Limfadenopati
LANJUTAN
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
 Adanya sakit kepala
 Somnolen
 Sukar berkonsentrasi
 Perubahan perilaku
 Nyeri otot
 Kejang-kejang
 Encelopati
 Gangguan psikomotor
 Penururnan kesadaran
 Delirium
 Meningitis
 Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
 Nyeri persendian
 Letih, gangguan gerak
 Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 ).
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau
laboratorium didapatkan adanya anemia, leukositopenia,
trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200,
fase AIDS normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-
HIV ( tes Ellisa ) menunjukan terinfeksi HIV atau tidak, atau
dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes Elisa,
Lateks, Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex
menunjukan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan
positif harus dibuktikan dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes
antigen P24 (dengan polymerase chain reaction - PCR). Kulit
dideteksi dengan tes antibody ( biasanya digunakan pada bayi
lahir dengan ibu terjangkit HIV).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan
dengan akumulasi secret sekunder terhadap
hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
pengembangan ekspnsi paru
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi
a) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, R/ :
penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga
terjadi pada area konsolidasi.
b) Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada . R/ : takipnea,
pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada
dan atau cairan paru-paru
c) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya
menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi . R/ : Napas dalam memudahkan
ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas
alami membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat
d) Penghisapan sesuai indikasi. R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran
e) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada dingin .
R/ : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekreK
f) Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator) . R/ : alat
untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat bronchodilator dapat membantu
mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan.
LANJUTAN
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspnsi paru
Tujuan : anak dapat menunjukan pola napas yang efektif
Intervensi
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan,
termaksud penggunaan otot bantu. R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan
terjadi peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat
gagal nafas.
b) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi. R/ Bunyi nafas
menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan,
Ronki dan mengi menyertai obstrusi jalan nafas/ kegagalan nafas.
c) Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun sari
tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin. R/ Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru memudahkan pernafasan.
d) Observasi pola batuk dan karakter sekret. R/ Kongesti alveolar mengakibatkan
batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat mengakibatkan infark jaringan.
e) Berikan oksigen tambahan. R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai