Anda di halaman 1dari 288

HIV-AIDS 01

Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer,
2000:162) AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system
kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan
hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara
keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan
keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan
yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit
dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354) Dari pengertian
diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti
bakteri, jamur, parasit dan virus.
Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan
sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara
bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus
yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia
(Pustekkom, 2005).

Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,
yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.

1
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4. HIV secara
istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak
pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi
apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak
menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai
reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke
organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan
asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan
tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten
adalah dari otak, hati, dan paru.
Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit
untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local
atau komplikasi infeksi lain atau autoimun. Stadium tanda infeksi HIV pada orang
dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi,
diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya
bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan
peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan
progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan
biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi
dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi
viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4
yang berlebihan dan infeksi aportunistik.

2
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
“ priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum
lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa.
Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama
berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi
dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik.
Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin
tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi
HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS
periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal.
Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
M berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat
menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

3
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua.

4
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh demam dan diare berkepanjangan, takipnea,
batuk, sesak napas, dan hipoksia.
2. Riwayat Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengalami penurunan berat badan drastis dan demam
yang berkepanjangan.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian.
Biasanya pasien mengeluh demam dan diare berkepanjangan.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care.
Biasanya ibu yang terkena HIV beresiko besar menularkan pada anaknya,
maka perlu dilakukan peemeriksaan rutin selama masa prenatal guna
mencegah terjadinya penularan sejak dini.
2. Natal.
Biasanya anak dengan HIV-AIDS ditularkan oleh ibunya melalui proses
persalinan, maka perlu dikaji proses persalinan dan siapa penolong
persalinan tersebut, pada ibu dengan HIV-AIDS dianjurkan melakukan
persalinan dengan SC.
3. Post Natal.
Jika anak tidak tertular dari ibu pada saat proses melahirkan maka, perlu
diperhatikan juga pemberian ASI juga menjadi faktor pendukung
penularan HIV serta dikaji pula riwayat transfusi darah pada anak, karena
hal itu juga merupakan faktor pendukung penularan HIV.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan HIV-AIDS biasanya ditularkan langsung oleh ibu pada saat
melahirkan, karena adanya kontak darah langsung anatara keduanya.
E. Riwayat Imunisasi

5
Jadwal imuniasi anak dan bayi dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, polio, hepatitis B
4 bulan DPT, polio, hepatitis B
6 bulan DPT, polio, hepatitis B
12 bulan Tes tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, polio, MMR
24 bulan Vaksin Pneumokokus
4-6 tahun DPT, Polio, MMR
14-16 tahun DT, Campak
 Imunisasi BCG tidak boleh diberikan (kuman hidup)
 Imunisasi polio harus diberikan innactived poli vaccine bukan tipe live
attenuated polio vaccine(virus mati bukan virus hiup)
 Imunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+)
F. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan fisik biasanya terjadi kegagalan pertumbuhan pada anak
2. Perkembangan tiap tahap usia biasanya mengalami keterlambatan
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi karena saat
pemberian ASI dapat terjadi proses penularan virus HIV.
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkatstres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan infeksi HIV.
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Sebelum sakit biasanya keluarga pasien menganggap penyakitnya murni
secara alamiah ditularkan bukan karena santet atau guna-guna.
Saat sakit keluarga pasien melakukan upaya mencegah timbulnya gejala
lain dengan perawatan itensif dari pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi

6
Nutrisi. Meliputi bagaimana selera makan anak, frekuensi, menu makanan,
dan cara makan. Biasanya anak dengan HIV nafsu makannya menurun
sehingga berat badannya pun menurun.
3. Pola Eliminasi
Meliputi frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Anak dengan HIV
biasanya mengalami diare dengan frekuensi lebih tinggi dan konsistensi
lebih lembek.
4. Pola Gerak dan Aktifitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien anak biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya, tetapi
kecemasan keluarga terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya pasien anak belum menyadari bagaimana konsep diri dan
penilaian orang lain tentang penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ini,
tetapi keluarga pasien turut merasakan bagaimana perubahan konsep diri
dari penilaian masyarakat terhadap anak.
7. Pola Tidur dan Istirahat
Meliputi, jam tidur, pola tidur, dan kesulitan tidur. Anak dengan HIV
biasanya mengalami kesulitan tidur terutama pada saat malam hari, anak
rewel karena proses penyakit dalam tubuh.
8. Pola Peran dan Hubungan

7
Saat pasien anak mulai ditemukan gejala, maka pola peran dan hubungan
dalam keluarga pun berubah, peran keluarga sangatdibutuhkan dalam
kondisi seperti ini, karena anak belum bisa merawat dirinya sendiri dan
terus membutuhkan dukungan dari keluarga dekat.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola Stress-Koping
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana keadaan psikososial anak
berhubungan dengan lingkungan sekitar anak tinggal termasuk juga
bagaimana hubungan dan peran antara orang tua dan anak. Biasanya anak
mengalami stress karena proses perawatan yang panjang, stress
hospitalisasi, dan juga dari pihak keluarga akan mengalami stress saat anak
menjalani serangkaian proses pengobatan untuk kesembuhan anak.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
J. Pemeriksaan penunjang
1. Darah : mencakup leukosit, trombosit, hb dan konsentrasi hb, limfopenia,
LFT dan RFT.
2. Urinalisis
3. Tes tuberculin
4. Tes antibody-HIV
5. Tes western blot
6. Tes PCR
7. EKG
8. Lumbal pungsi
9. Bronkoskopi
10. Foto rontgen-kardiomegali
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
2. Defisit Nutrisi sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare.

8
3. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan infeksi oportunistik saluran
dari pernafasan, penurunan tidak volume dampak dari pengobatan,
bakteri, pnemoni, anemia.
4. Hipovolemia sehubungan dengan diare dampak dari infeksi oportunistik
saluran pencernaan.
5. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan perubahan status nutrisi.
6. Perubahan / gangguan mukosa membran mulut sehubungan dengan lesi
sekunder membran mukosa dampak dari jamur dan infeksi herpes /
radang mukosa dampak dari pengobatan dan hygiene oral yang tidak
adekuat.
7. Hipertermi sehubungan dengan Infeksi HIV, infeksi oportunistik,
pengobatan.
8. Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis.
9. Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun
dan progresif.
10. Kurang pengetahuan sehubungan dengan perawatan anak yang kompleks
di rumah
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o
1. Resiko infeksi Setelah 1. Kaji tanda- 1. Deteksi secara
sehubungan dilakukan tanda infeksi ( dini
dengan tindakan demam, menurunkan
penurunan daya keperawatan peningkatan resiko infeksi
tahan tubuh. selama 1x 24 nadi, nosokomial /
jam resiko peningkatan infeksi lain
infeksi dapat RR, 2. Adanya
teratasi kelemahan perubahan dari
tubuh / letargi tanda vital
Kriteria hasil:
) merupakan

 Pasien dapat 2. Monitor tanda- indikator

menunjukka tanda vital tiap terjadinya in

9
n tidak 4 jam Membunuh
adanya tanda 3. Berikan Intra kuman
infeksi Venus Gamma penyebab feksi
 Pasien dapat Globulin 3. Menurunkan
menunjukka sesuai advis resiko
n dokter. kolonisasi
kenyamanan 4. Gunakan bakteri dan
nya teknik aseptik memutus rantai
 Pasien dapat dengan penularan dari
beraktivitas prosedur yang klien lain /
kembali tepat. lingkungan ke
 Pasien 5. Kaji batuk, anak atau
tampak lebih hidung sebaliknya.
tenang tersumbat, 4. Mendeteksi

 Pasien tidak pernafasan secara dini

rewel lagi cepat dan infeksi saluran


suara nafas pernafasan.
tambahan tiap 5. Aktifitas dapat
8 jam. membantu
6. Pertahankan dalam
higiene penyesuaian
pulmonar yang penggunaan
adekuat oksigen serta
dengan cara : memperkuat
 Tiup balon otot-otot
untuk pernafasan.
fungsi paru. 6. Untuk
 Suction memonitor
mulut jika terjadinya
perlu. neutropenia.
 Jika anak 7. Memonitor
mampu adanya rash,

10
anjurkan lesi, drainage.
untuk 8. Perlindungan
bermain terhadap kulit
secara aktif. dan
7. Monitor SDP membersihkan
dan hitung kulit secara
jenis setiap teratur dapat
hari. mengangkat
8. Kaji kulit bahan-bahan
setiap hari. penyebab iritasi
9. Jaga kulit tetap dan melindungi
bersih, kering kulit dari
dan kerusakan yang
kelembaban lebih parah.
baik. 9. Kejelasan
10. Ajarkan dan mengenai
jelaskan pada pencegahan
keluarga dan akan
pengunjung menyiapkan
tentang keluarga /
pencegahan pengunjung
secara umum turut serta
(universal). memutuskan
11. Instruksikan rantai penularan
pada seluruh HIV/AIDS.
pengunjung 10. Dengan
untuk cuci mencuci tangan
tangan yang benar akan
sebelum dan memutus rantai
sesudah penularan.
memasuki 11. Untuk
ruangan mencegah

11
pasien. kontaminasi
12. Cuci tangan silang dengan
sebelum dan klien lain.
sesudah 12. untuk antisipasi
merawat gunakan baju
pasien. pelindung,
13. Gunakan untuk
sarung tangan menghindari
ketika kontak percikan darah
dengan darah / gunakan masker
cairan tubuh, dan pelindung
jaringan, kulit mata.
dan atau 13. Proteksi diri
permukaan terhadap cairan
tubuh yang tubuh.
terkontaminasi 14. Proteksi diri
, terhadap
14. Tempatkan perlukaan.
jarum suntik 15. Mengurangi
sesegera rasa terisolir
mungkin secara fisik dan
dalam tempat menciptakan
yang kedap air suatu kontak
dan tidak sosial yang
mudah tembus positif.
jarum. 16. Memperkecil
15. Kontak resiko kambuh
personal
dengan anak
tanpa
menggunakan
sarung tangan,

12
masker, baju
pelindung
ketika
melakukan
kontak bicara
mengukur
tanda vital dan
menyuapi.
16. Berikan
antibiotik, anti
viral, anti
jamur dengan
kolaborasi
dengan dokter
2. Defisit Nutrisi Setelah 1. Timbang berat 1. Memonitor
sehubungan dilakukan badan setiap kurangnya BB
dengan nyeri, tindakan hari. dan efektifitas
anoreksia, keperawatan 2. Monitor intake intervensi
diare. selama 1x 24 dan output tiap nutrisi yang
jam defisit 8 jam dan diberikan.
nutrisi dapat turgor kulit. 2. Memonitor
teratasi. 3. Berikan intake kalori
Kriteria hasil: makanan dan insufisiensi
 Pasien dapat tinggi kalori kualitas
mempertaha tinggi protein. konsumsi
nkan status 4. Kolaborasi makanan.
asupan dengan ahli 3. Dengan TKTP
nutrisi yang gizi dalam akan
adekuat. diet. meningkatkan
 Pernyataan tumbuh
motivasi kembang
untuk secara adekuat.

13
memenuhi 4. Memudahkan
kebutuhan dalam terapi
nutrisinya.
 Penurunan
berat badan
selama 5x24
jam tidak
melebihi dari
0,5 kg.
 Nafsu makan
pasien
membaik
 Pasien
tampak lebih
tenang
3. Gangguan Setelah 1. Kaji fungsi 1. Peningkatan
pertukaran gas dilakukan respirasi frekuensi nafas,
sehubungan tindakan dengan adanya retraksi
dengan infeksi keperawatan mengkaji tipe merupakan
oportunistik selama 1x 24 RR, PCH, tanda adanya
saluran dari jam napas klien retraksi, warna konsolidasi dari
pernafasan, dapat kembali kulit dan paru. Sianosis
penurunan normal warna kuku. merupakan
tidak volume Kriteria hasil: 2. Monitor BGA. indikasi adanya
dampak dari  Pasien 3. Kaji tanda- penurunan
pengobatan, Nampak tanda kadar oksigen
bakteri, lebih tenang gangguan dalam darah.
pnemoni,  Pasien tidak pertukaran gas 2. Mengukur asam
anemia. rewel lagi ( sianosis, basa darah
 Pasien dapat takikardia, arteri,
menunjukka takipnea, mendeteksi
n kecemasan / secara dini

14
kenyamanan gelisah, terjadinya
 Pasien dapat iritabilitas, hipoksemia.
bernapas perubahan 3. Untuk
dengan status mental mendeteksi
normal ). gangguan
4. Atur posisi secara dini
klien agar dapat segera
ventilasi paru dilakukan
maksimal dan tindakan.
efektif (misal : 4. Diafragma
posisi semi lebih rendah
fowler) dapat
5. Berikan O2 meningkatkan
sesuai ekspansi dada.
keperluan. 5. Memaksimalka
6. Tingkatkan n transport
intake oksigen dalam
jaringan. jaringan.
7. Anjurkan anak 6. Hidrasi
batuk secara membantu
efektif, chest menurunkan
fisioterapi viskositas
nafas. sekret dan
8. Suction sekret mempermudah
jika perlu. pengeluaran.
9. Gunakan 7. Batuk
aktifitas yang merupakan
tidak terlalu mekanisme
banyak alamiah untuk
menggunakan mempertahanka
energi selama n bersihan jalan
periode nafas. Postural

15
istirahat. drainge dan
perkusi
merupakan
tindakan
pembersihan
yang penting
untuk
mengeluarkan
sekret dan
memperbaiki
ventilasi.
8. Bila mekanisme
pembersihan
jalan nafas
(batuk) tidak
efektif,
dilakukan
suction.
9. Pemeliharaan
keseimbangan
antara
kebutuhan
dengan keadaan
/ kondisi klien
mempercepat
proses
penyembuhan
merangsang
mekanisme
koping
emosional yang

16
positif.

4. Hipovolemia Setelah 1. Kolaborasi 1. Menggantikan


sehubungan dlakukan pemberian kehilangan
dengan diare tindakan cairan iv cairan akibat
dampak dari keperawatan sesuai diare.
infeksi selama 1x 24 keperluan. 2. Mempertahank
oportunistik jam 2. Berikan cairan an status
saluran hipovolemia sesuai indikasi hidrasi pada
pencernaan. dapat diatasi / toleransi. keadaan diare.
dengan baik. 3. Ukur intake 3. Deteksi
Kriteria hasil: dan output keseimbangan
 Pasien termasuk cairan dalam
Nampak urine, tinja dan tubuh.
lebih tenang emisi. 4. Mempertahank
 Pasien dapat 4. Monitor kadar an kadar
beraktifitas elektrolit elektrolit dalam
kembali dalam tubuh. batas normal.
 Kebutuhan 5. Kaji tanda 5. Kehilangan
cairan pasien vital, waktu cairan yang
dapat penekanan aktif secara
terpenuhi daerah perifer, terus menerus

 Pasien turgor kulit, akan

menunjukka mukosa mempengaruhi

n membran, tanda vital

kenyamanan ubun-ubun tiap dalam

 Pasein tidak 4 jam. mempertahanka

rewel lagi 6. Monitor urine n aktivitas


tipa 6-8 jam/ 6. Pemekatan
sesuai urine
keperluan merupakan
respon terhadap

17
kurangnya
air.asnya.

5. Gangguan Setelah 1. Ganti popok / 1. Kondisi basah


integritas kulit dilakukan celana anak merupakan area
sehubungan asuhan bila basah. kontaminasi
dengan keperawatan 2. Bersihkan yang baik
perubahan 5x24 jam pantat dan sebagai media
status nutrisi. integritas kulit keringkan pertumbuhan
membaik secara setiap kali organisme
optimal. BAB. pathogenik.
Kriteria hasil : 3. Gunakan salep 2. Mencegah
 Pertumbuhan / lotion. iritasi pada
jaringan 4. Kolaborasi kulit.
membaik dengan tim 3. Untuk
 Nyeri medis dalam melindungi kulit
berkurang pemberian dari iritasi
 Kerusakan obat. 4. Memudahkan
kulit dapat dalam terapi
teratasi
 Kelembapan
kulit dapat
terjaga
 Pasien
Nampak
tenang
6. Perubahan / Setelah 1. Kaji membran 1. Candidiasis
gangguan dilakukan mukosa mulut. oral, herpes,
mukosa tindakan 2. Berikan stomatitis,
membran mulut keperawatan pengobatan sarkoma kaposis
sehubungan selama 2x24 sesuai advis merupakan
dengan lesi jam perubahan dokter. penyakit

18
sekunder atau gangguan 3. Perawatan oportunistik
membran pada membrane mulut tiap 2 yang biasanya
mukosa mukosa dapat jam. mempengaruhi
dampak dari teratasi 4. Gunakan sikat membran
jamur dan Kriteria hasil: gigi yang mukosa.
infeksi herpes /  Pasien dapat lembut untuk 2. Membunuh
radang mukosa menunjukka membersihkan kuman
dampak dari n gigi, gusi dan penyebab.
pengobatan dan kenyamanan lidah. 3. Bibir yang
hygiene oral  Pasien 5. Oleskan kering dan
yang tidak Nampak normal saline jaringan yang
adekuat. lebih tenang tiap 4 jam dan teriritasi
 Pasien tidak sesudah menjadi media
rewel lagi membersihkan perkembangbia

 Mukosa mulut. kan yang baik

pasien tidak 6. Kolaborasi bagi bakteri dan

pucat pemberian jamur,

 Lesi atau profilaksis kebersihan

peradangan (ketanozole, mulut yang

berkurang fluconazole) dilakukan


selama secara teratur
pengobatan. dapat mengubah
7. Gunakan pH mulut dan
antiseptik oral. menghambat
8. Check up gigi pertumbuhan
secara teratur. jamur.
4. Mencegah
pengiritasian
mukosa.
5. Merupakan cara
yang efisien
untuk

19
menghangatkan
membran
mukosa oral
yang mengalami
inflamasi.
6. Sebagai anti
jamur untuk
mematikan
kuman.
7. Untuk
mencegah
kuman patogen.
8. Mencegah
kerusakan gigi /
caries dental
7. Hipertermi Setelah 1. Ukur tanda 1. Adanya
sehubungan dilakukan vital terutama peningkatan
dengan Infeksi tindakan temperatur tiap suhu yang
HIV, infeksi keperawatan 2 – 4 jam terlalu lama
oportunistik, selama 1x 30 selama masa meningkatkan
pengobatan. menit febris (> metabolisme
hipertermi dapat 38oC). dan kehilangan
teratasi. 2. Gunakan cairan melalui
Kriteria hasil: antipiretik penguapan serta
 Suhu pasien sesuai menentukan
dalam keperluan. tindakan
rentang 3. Beri kompres penanganannya.
normal hangat, beri 2. Membantu
 Pasien tidak kipas angin. menurunkan
rewel 4. Ganti linen panas dari pusat
 Pasien dapat dan baju pengatur suhu
menunjukka selama masa tubuh di

20
n diaforesis. hipotalamus
kenyamanan 5. Kolaborasi anterior.
 Nyeri dengan dokter 3. Melancarkan
berkurang dalam aliran darah,
pemberian membantu
obat menurunkan
panas dan
memberikan
rasa nyaman
klien.
4. Membantu
mencegah
terjadinya
pelebaran lesi
5. Memudahkan
dalam
pemberian
terapi
8. Gangguan Setelah 1. Kaji tingkat 1. Untuk
tumbuh dilakukan perkembangan mendeteksi
kembang tindakan anak sesuai tingkat
sehubungan keperawatan garis usia ( pertumbuhan
dengan selama 7x24 DDST ). dan
gangguan jam gangguan 2. Kaji sistem perkembangan
neurologis tumbuh neorologis. anak.
kembang pasien 3. Beri anak 2. Untuk
dapat teratasi. stimulasi mendeteksi
Kriteria hasl: berupa mainan gangguan pada
 Berat badan dan terapi sistem
dalam permainan. neorologi.
rentang 4. Anjurkan 3. Rangsangan
normal orang tua terhadap sensori

21
(sesuai usia) untuk mempengaruhi
 Tinggi badan berinteraksi terhadap belajar
dalam dengan anak anak dan
rentang dalam perkembangan
normal perawatan / anak.
(sesuai usia) permainan 4. Kehadiran
 Perkembang 5. Anjurkan orang tua akan
an motorik, menciptakan memberi rasa
kognitif suasana aman pada anak
sesuai usia layaknya di dan
 Tidak rewel rumah . mencurahkan
lagi 6. Anjurkan perhatian pada
(sesuai usia) anak.
tentang 5. Agar anak tidak
perawatan dir takut dan
sehari-hari : merasa aman
makan, mandi berada di
dan berpakaian lingungan asing.
7. Kolaborasi 6. Pemenuhan
dengan kebutuhan dasar
spesialis anak akan
tentang memberikan
tumbuh keseimbangan
kembang. dengan stressor
yang dialami
anak.
7. Memberikan
bantuan untuk
menetapkan
stimulasi /
rangsangan
sensori atau

22
merencanakan
pemeriksaan
lain secara dini.
9. Ketidakefektifa Setelah 1. Konseling 1. Membantu
n koping dilakukan keluarga keluarga
keluarga tindakan 2. Observasi menerima
sehubungan keperawatan ekspresi orang kondisi anak
dengan selam 1x30 tua tentang termasuk
penyakit menit rasa takut, melewati fase
menahun dan mekanisme bersalah dan krisis sehingga
progresif. koping keluarga kehilangan. dapat bersikap
dapat kembali 3. Diskusikan supportif pada
efektif. dengan orang anak.
Kriteria hasil: tua tentang 2. Ungkapan
 Keluarga kekuatan diri perasaan
mengerti dan koping merupakan
bagaimana mekanisme sarana
perubahan dengan menurunkan
peran dalam mengindentifik ketegangan
keluarganya asi support yang efektif.
 Keluarga sosial. 3. Stigma terhadap
menjadi 4. Libatkan orang AIDS dan
penyemangat tua dalam resiko kontak
utama pasien perawatan dengan penyakit
 Keluarga anak. AIDS
sebagai 5. Monitor menimbulkan
tonggak interaksi orang perubahan yang
kepercayaan tua – anak. berarti pada
pasien 6. Monitor koping
terhadap tingkah laku keluarga.
kesembuhan orang tua. 4. Keterlibatan
nya orang tua dapat

23
meningkatkan
kepercayaan
anak pada
dokter dan
perawat.
5. Mengamati
hubungan ayah
dan ibu
terhadap anak
dengan HIV /
AIDS.
6. Mengamati
kemampuan
orang tua
sebagai role
model, ekspresi
verbal pada
anak dengan
HIV / AIDS.
10 Kurang Setalah 1. Kaji 1. Pemahaman
pengetahuan dilakukan pemahaman yang memadai,
sehubungan tindakan tentang meningkatkan
dengan keperawatan diagnosa, sikap kooperatif
perawatan anak selama 1x 30 proses keluarga dalam
yang kompleks menit penyakit dan merawat anak.
di rumah pengetahuan kebutuhan 2. Kewaspadaan
keluarga dapat home care. terhadap efek
meningkat. 2. Jelaskan daftar samping obat
Kriteria hasil: pengobatan, akan
 Keluarga efek samping meningkatkan
menunjukka obat dan dosis. kewaspadaan
n 3. Jelaskan dan penggunaan

24
pemahaman demonstrasika dosis obat.
tentang n cara 3. Memiliki
manajemen perawatan pengetahuan
perawatan khusus. dan
anak 4. Jelaskan cara keterampilan
 Keluarga penularan HIV khusus dalam
dapat dan merawat anak
menjadi bagaimana dengan
penyemanga cara HIV/AIDS.
t pertama pencegahanny 4. Mendapatkan
anak a. informasi yang
 Keluarga 5. Anjurkan cara terarah akan
dapat hidup yang merasa mampu
melakukan normal pada dan percaya diri
dan anak untuk merawat
bekerjasama anaknya.
dengan baik 5. Mencegah
bersama terjadinya
pihak tenaga diskriminasi
kesehatan dan penolakan
yang lingkungan
membantu pada anak
penyembuha dengan
n anak. HIV/AIDS.

Implementasi Keperawatan
Sasaran utama bagi pasien dapat mencakup bertambahnya pemahaman
tentang HIV-AIDS dan program terapinya, tercapainya kulit yang lebih licin
dengan pengendalian lesi, timbulnya kesadaran untuk penerimaan diri dan tidak
terdapatnya komplikasi.
Evaluasi Keperawatan

25
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Referensi
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994 ,Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992 ,Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4 th edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St.
Louis. Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada
Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta

26
DIFTERI 02
Definisi
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious
disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium
diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian
tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faringa atau tenggorokan) dan laring.
Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang
tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan
bersin penderita.
Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae, bakteri gram positif, yang
bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarnaan sediaan
langsung dapat dilakukan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat
ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak membentuk
spora, mati pada pemanasan 60ºC selama 10 menit, tahan sampai beberapa
minggu dalam es, air susu, dan lendir yang telah mengering. Basil ini dapat
membentuk:
 Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih
keabu-abuan yang terkena terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik
dan basil.
 Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah bebrapa
jam diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas
terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.
Patofisiologi
Patofisiologis kuman berkembang biak pada saluran nafas atas dan dapat
juga pada vulva kulit mata walaupun jarang terjadi. Kuman membentuk
pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran timbul local dan
menjalar dari laring, faring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan
tampak membengkak dan mengandung toksin. Eksotoksin bila mengenai otot
jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul paralysis otot-otot
pernafasan bila mengenai jaringan syaraf. Sumbatan pada jalan nafas sering

27
terjadi akibat dari pseudomembran pada laring dan trachea menyebabkan kondisi
yang fatal
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
a. Umur
Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang
ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan.

28
b. Suku bangsa
Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
c. Tempat tinggal
Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang
rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang
kurang
2. Identitas Orang Tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama.
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, sakit kepala, anoreksia,
lemah, nyeri saat menelan.
2. Riwayat Keluhan Utama.
3. Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit
kepala, anoreksia, lemah, nyeri saat menelan.
4. Keluhan Pada Saat Pengkajian.
Biasanya pasien mengeluh adanya pseudomembran, nyeri telan dan
anoreksia,
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care.
Biasanya ibu saat hamil tidak di imunisasi DPT
2. Natal.
Anak dengan difteri tidak ditularkan melalui proses persalinan.
3. Post Natal.
Biasanya terjadi karena kontaminasi bakteri corynebacterium diphtheriae
pada anak dan juga anak tidak mendapatkan imunisasi DPT maupun klien
pernah mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga

29
Adanya keluarga yang mengalami difteri
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td
F. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan fisik perlu dikaji bagaiamana proses pertumbuhan anak
sesuai dengan usia.
2. Perkembangan tiap tahap usia setiap anak berbeda.
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi dengan difteri
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingka stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan difteri
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
a. Adanya riwayat infeksi pernafasan atau pencernaan sebelumya.
b. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c. Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d. Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e. Hygiene personal yang kurang.

30
f. Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
b. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c. Jenis makanan yang disukai.
d. Penurunan berat badan.
e. Anoreksia dan nyeri telan
3. Pola Eliminasi
a. Biasanya berkurang
b. Tanyakan pola berkemih dan bowel.
c. Bandingkan saat sebelum sakit dan saat sakit
4. Pola Gerak dan Aktifitas
a. Pemenuhan aktivitas sehari-hari terganggu.
b. Kelemahan umum, malaise.
c. Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d. Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif Dan Persepsi
a. Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b. Pengetahuan akan penyakitnya
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri

31
a. Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b. Perasaan terisolasi.
7. Pola Tidur dan Istirahat
a. Kesulitan tidur pada malam hari karena sesak nafas akibat bull neck
b. Mengalami gangguan karena demam
8. Pola Peran dan Hubungan
a. Hidup sendiri atau berkeluarga
b. Frekuensi interaksi berkurang
c. Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola Stress-Koping
a. Emosi tidak stabil
b. Ansietas, takut akan penyakitnya
c. Disorientasi, gelisah
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
a. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b. Agama yang dianut
J. Pemeriksaan fisik
1. Pada diptheria tonsil – faring
 Malaise
 Suhu tubuh < 38,9 º c
 Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil dan
 dinding faring
 Bulneck
2. Diptheriae laring
 Stridor
 Suara parau
 Batuk kering
 Pada obstruksi laring yang berat terdpt retraksi suprasternal, sub costal
dan supraclavicular

32
3. Diptheriae hidung
 Ringan
 Sekret hidung serosanguinus  mukopurulen
 Lecet pada nares dan bibir atas
 Membran putih pada septum nasi

Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas napas tidak efektif berhubungan dengan edema laring
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema kelenjar
limfe
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
4. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
6. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan paralisis
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
9. Stres hospitalisasi berhubungan dengan proses perawatan dan pengobatan
10. Kurangnya pengetahuan (pada keluarga tentang penyakit) berhubungan
dengan kurang pajanan informasi.

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Rasional
keperawatan
1. Pola napas 1. Observasi tanda – 1. untuk mengetahui keadaan
tidak efektif tanda vital. umum pasien
berhubungan 2. Posisikan pasien 2. Agar pasien merasa lebih
dengan semi fowler. nyaman
edema laring 3. Anjurkan pasien 3. Agar sesak tidak
agar tidak terlalu bertambah
banyak bergerak 4. Mempertahankan
4. Kolaborasi dengan kebutuhan oksigen yang
tim medis dalam maksimal bagi pasien
pemberian terapi

33
Oxygen

2. Bersihan 1. Monitor respirasi 1. Untuk mengetahui keadaan


jalan napas dan status oksigen pasien
tidak efektif oksigenasi. 2. Membantu mengeluarkan
berhubungan 2. Keluarkan sekret secret agar pasien merasa
dengan dengan batuk atau lebih nyaman
edema suction. 3. Agar mempermudah pasien
kelenjar 3. Posisikan pasien untuk bernafas
limfe untuk 4. Mempertahankan
memaksimalkan kebutuhan oksigen yang
ventilasi dengan cara maksimal bagi pasien
semi fowler. 5. Memberikan terapi yang
4. Berikan oksigenasi tepat untuk pasien
dengan nasal.
5. Kolaborasi dalam
pemberian obat
dengan tim medis.
3. Defisit 1. Monitor intake 1. Untuk mengetahui
nutrisi kalori dan kualitas pemasukan atau intake
berhubungan konsumsi makanan makanan.
dengan 2. Berikan porsi kecil 2. Makanan dalam porsi kecil
anoreksia dan makanan mudah dikonsumsi oleh
lunak/lembek. klien dan mencegah
3. Berikan makan terjadinya anoreksia.

34
sesuai dengan selera. 3. Meningkatkan intake
4. Timbang BB tiap makanan.
hari 4. Mengetahui kurangnya BB
dan efektifitas nutrisi yang
diberikan
4. Nyeri akut 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk mengetahui lokasi
berhubungan nyeri secara nyeri dan derajat nyeri,
dengan menyeluruh meliputi sehingga dapat dilakukan
prosesinflam lokasi, durasi, pengobatan yang tepat.
asi frekuensi, kualitas, 2. Agar dapat mengetahui
keparahan nyari dan tingkat nyeri pada pasien.
factor pencetus nyeri 3. Relaksasi dapat
2. Observasi merelaksasi otot – otot
ketidaknyamanan sehingga nyeri dapat
non verbal berkurang dan pasien bisa
3. Ajarkan untuk rileks.
menggunakan teknik 4. Lingkungan yang tenang
non farmakologi dapat menjadikan pasien
misal relaksasi, dapat istirahat
guided imageri, 5. Agar nyeri berkurang dan
terapi musik dan pasien cepat sembuh
distraksi
4. Kendalikan factor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
misal suhu,
lingkungan, cahaya,
kegaduhan.
5. Kolaborasi dengan

35
tim medis dalam
pemberian analgetik
sesuai indikasi
5. Hipertermi 1. Kajiulang keadaan 1. Mengetahui keadaan
berhubungan umum pasien dan umum pasien
dengan TTV 2. Membantu mempermudah
proses 2. Anjurkan pasien penguapan panas
inflamasi menggunakan 3. Untuk menurunkan suhu
pakaian yang tipis tubuh panas pasien
3. Berikan kompres 4. Membantu dalam
hangat menurunkan panas
4. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat

6. Intoleransi 1. Kaji tingkat aktifitas 1. Mengetahui keadaanumum


aktivitas 2. Dekatkan barang pasien
berhubungan yang diperlukan 2. Mengetahui tingkat
dengan pasien ketergantungan pasien
paralisis 3. Ajarkan pasien 3. Mencegah kelemahan otot
untuk latihan aktif dan merangsang
dan pasif sesuai mobilisasi.
kondisi 4. Memberikan kenyamanan
4. Ciptakan lingkungan pada pasien.
yang tenang 5. Memberikan terapi yang
5. Kolaborasi dengan tepat untuk pasien
dokter dalam
pemberian obat yang
sesuai

7. Ansietas 1. Kaji tingkat ansietas 1. Identifikasi


berhubungan dan diskusikan masalahspesifik akan

36
dengan penyebab bila meningkatkan kemampuan
perubahan mungkin individu untuk menghadapi
status 2. Kaji ulang keadaan lebih realistis.
kesehatan umum pasien dan 2. Sebagai indikator awal
TTV dalam menentukan
3. Berikan waktu intervensi berikutnya
pasien untuk 3. Agar pasien merasa
mengungkapkan diterima
masalahnya dan 4. Ketidaktahuan dan
dorongan ekspresi kurangnya pemahaman
yang bebas, dapat menyebabkan
misalnya rasa marah, timbulnya ansietas
takut, ragu
4. Jelaskan semua
prosedur dan
pengobatan

8. Resiko 1. Observasi TTV 1. Mengetahui keadaan


kurangnya 2. Kaji turgor kulit, umum pasien
volume kelembaban 2. Untuk mengetahui
cairan membran mukosa keadekuatan volume cairan
berhubungan (bibir, lidah) 3. Untuk mengetahui
dengan 3. Ajarkan keluarga kebutuhan cairan.
proses pasien untuk 4. Mengganti cairan yang
penyakit memantau masukan hilang
dan keluaran cairan
4. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian terapi
9. Stres 1. Kaji ulang keadaan 1. Memantau keadaan pasien.
hospitalisasi umum pasien dan
berhubungan TTV. 2. Untuk menghibur pasien di

37
dengan 2. Berikan terapi tempat itu agar tidak jenuh
proses bermain pada anak dengan suasana barunya
perawatan 3. Berikan suasana 3. Agar pasien nyaman
dan nyamah di ruangan dengan keaadaan disekitar
pengobatan tersebut 4. Pemenuhan membantu
4. kolaborasi mempercepat kesembuhan
Pemberian obat pasien
dengan dokter
10. Kurangnya 1. Kaji tingkat 5. Informasi data dalam
pengetahuan pengetahuan menentukan intervensi.
(pada keluarga tentang 6. Agar memahami dasar
keluarga retardasi mental. mengenai gambaran
tentang 2. Gambarkan tanda penyakit.
penyakit) dan gejala yang
berhubungan biasa muncul pada 7. Meningkatkan pengetahuan
dengan penyakit, dengan keluarga tentang penyakit.
kurang cara yang tepat
pajanan 3. Jelaskan
informasi patofisiologi dari 8. Mempercepat proses
penyakit dan pemberian pengetahuan.
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan
fisiologi, dengan
cara yang tepat.
4. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian
pengetahuan.
Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat

38
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien
Evaluasi Keperawatan
1. Pola napas efektif
2. Nyeri berkurang atau hilang
Referensi
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan
kesebelas Jakarta: 2005
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.

39
ALERGI 03
Definisi
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana
tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap
bahan-bahan yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia
bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh
dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut alergen.
Reaksi alergi terjadi ketika tubuh salah mengartikan zat yang masuk
sebagai zat yang berbahaya. Sejalan dengan definisi ini, alergi makanan
merupakan reaksi sistem kekebalan yang terjadi segera setelah mengonsumsi
makanan tertentu. Bahkan sejumlah kecil makanan penyebab alergi dapat
memicu tanda dan gejala seperti masalah pencernaan, gatal-gatal atau bengkak
saluran udara.
Pada beberapa orang, alergi makanan dapat menyebabkan gejala parah
atau bahkan reaksi yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai anafilaksis.
Kadang, alergi makanan disalah artikan dengan kondisi yang lebih umum terjadi,
yaitu intoleransi terhadap makanan. Intoleransi terhadap makanan kondisinya
lebih ringan dari alergi karena tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh.
Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi yaitu :
1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam
lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi
imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi
makanan tertentu. · Imaturitas usus (Ketidakmatangan Usus) Secara
mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung
masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan
enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara imunologik
sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat
menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur system

40
pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi, sehingga
memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan
norma kehidupan setempat. Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau
kakek/nenek pada penderita. Bila ada orang tua, keluarga atau
kakek/nenek yang menederita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi
pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala
alergi, maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 – 40%, Bila ke
dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 – 70%.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih,
stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya: ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.
3. Faktor Risiko
a. Riwayat keluarga. Terdapat potensi menderita alergi makanan, jika banyak
keluarga yang mengalami gangguan ini.
b. Alergi makanan masa lalu. Pada masaanak-anak mungkin seseorang dapat
mengatasi gangguan alergi makanan, namun dalam beberapa kasus,
gangguan ini kembali di kemudian hari.
c. Alergi lain. Jika sudah alergi terhadap satu makanan, mungkin
mempunyai risiko alergi terhadap makanan lainnya. Demikian juga, jika
memiliki jenis reaksi alergi yang lain,seperti demam atau eksim, risiko
mengalami alergi makanan lebih besar.
d. Usia. Alergi makanan yang palingumum terjadi pada anak-anak, terutama
balita dan bayi. Ketika bertambah tua, tubuh cenderung untuk menyerap
komponen makanan atau makanan yang memicu alergi. Untungnya, anak-

41
anak biasanya dapat mengatasi alergi terhadap susu, gandum kedelai, dan
telur. Alergi parah dan alergi terhadap kacang-kacangan dan kerang
mungkin dapat diderita seumur hidup.
e. Asma. Asma dan alergi makanan biasanya terjadi bersama-sama. Ketika
terjadi, baik alergi makanan dan atau gejala asma, bisa menjadi lebih parah
Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam
tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena
alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan
yang sama barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang
tersebut.
Setelah tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang
masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang akan
merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini mengakibatkan
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila
seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka
akan terjadi 2 hal yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan
efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang
misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan
yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang
banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui
pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan
terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan
dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal
dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah
yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat
menyebabkan kematian

42
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Biodata
1. Identitas Klien
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung

43
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Biasanya terdapat kemerahan pada kulit dan terasa gatal
2. Riwayat Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas dan terasa gatal pada kulit
3. Keluhan Pada saat Pengkajian
Klien mengatakan sudah tidak sesak dan gatal sudah mendingan.
C. Riwayat Kesehatan Dulu
1. Prenatal Care
Mengkaji apakah ibu ketika hamil mengalami sesak nafas biasanya ketika
seorang wanita hamil sering bernafas lewat mulut. Jadi kemungkinan besar
kuman bisa masuk melalui udara ke hidung.
2. Natal
Biasanya respon alergi yang muncul dapat berupa gangguan saluran
pernapasan dan kulit.
3. Post Natal
Biasanya ada begitu banyak perubahan yang di rasakan pada saat seorang
ibu melahirkan salah satunya adalah membuat ibu kurang nyaman karena
rasa gatal setelah melahirkan.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit
yang sama.
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imuniasi anak dan bayi.
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, polio, hepatitis B
4 bulan DPT, polio, hepatitis B
6 bulan DPT, polio, hepatitis B
12 bulan Tes tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, polio, MMR

44
24 bulan Vaksin Pneumokokus
4-6 tahun DPT, Polio, MMR
14-16 tahun DT, Campak

F. Riwayat Tumbuh Kembang


Mengkaji Pertumbuhan fisik. pada anak dan Perkembangan pada anak dan
bayi.
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkatstres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak.
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi dan Kesehatan
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang
penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan
juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolic
perlu dikaji pola makan dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis
minum dan berapa banyak jumlahnya.
3. Pola Eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi
tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur
karena nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
5. Pola aktivitas

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum
Mandi
Toileting

45
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
6. Pola Persepsi Konsep Diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas
terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri.
7. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien anak biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya, tetapi
kecemasan keluarga terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting.
8. Pola Hubungan dan Peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena
penyakit yang dideritanya.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola Penanggulangan Stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya serta koping
mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

46
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
3. IgE total dan spesifik : harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur
20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan
bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan
depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi
dermal,intrademal sekunder
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex:
makanan)
6. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan perasaan kulit terbakar, gatal
dan nyeri akibat timbulnya urtikaria.
7. Perubahan pola napas berhubungan dengan bronkospasme akibat kontraksi
otot polos karena pelepasan histamin ditandai dengan dispneu.
8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan lesi atau ruam pada kulit
ditandai dengan dermatitis kontak.
9. Ganguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang
tidak baik

47
10. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara cara menangani
kelebihan kulit
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o
1. Pola nafas tidak Tujuan : setelah  Kaji  kecepatan
efektif diberikan asuhan frekuensi, biasanya
berhubungan keperawatan kedalaman meningkat.
dengan terpaja selama 7 jam. pernapasan Dispenea dan
n allergen . diharapkan dan ekspansi terjadi
pasien paru. Catat peningakatan
menunjukkan upaya kerja napas.
pola nafas efektif pernapasan, Kedalaman
dengan frekuensi termasuk pernapasan
dan kedalaman pengguanaan berpariasi
rentang normal. otot bantu/ tergantung
Kriteria hasil : pelebaran derajat gagal
- Frekuensi masal. napas. Ekspansi
pernapasan  Auskultasi dada terbatas
pasien normal bunyi napas yang
(16-20 kali dan catat berhubungan
per menit) adanya dengan
- Pasien tidak bunyi napas atelektasis atau
merasa sesak adventisius nyeri dada
lagi seperti pleuritik.
- Pasien tidak krekels,  bunyi napas
tampak mengi, menurun/ tak
memakai alat gesekan ada bila jalan
bantu pleura. napas obstruksi
pernapasan  Tinggikan sekunder
- Tidak terdapat kepala dan terhadap
tanda-tanda bantu pendarahan,

48
sianosis mengubah bekuan/ kolaps
 posisi. jalan napas kecil
Bangunkan (atelektasis).
pasien turun Ronci dan mengi
dari tempat menyertai
tidur dan obstruksi jalan
ambulansi napas/ kegagalan
sesegera pernapasan
mungkin  Duduk tinggi
 Observasi memungkinkan
pola batuk ekspansi paru
dan karakter dan
secret memudahkan
 Berikan pernapasan.
oksigen Pengubahan
tambahan posisi dan
 Berikan ambulansi
humidifikasi meningkatkan
tambahan, pengisian udara
mis: segmen paru
nebulizer berbeda
ultrasonic sehingga
memperbaiki
difusi gas.
 kongesti alveolar
mengakibatkan
batuk kering
atau iritasi.
Sputum berdarah
dapat
diakibatkan oleh
kerusakan

49
jaringan atau
antikoagulan
berlebihan.
 memaksimalkan
bernapas dan
menurunkan
kerja napas
 memberikan
kelembaban
pada membran
mukosa dan
membantu
pengenceran
secret untuk
memudahkan
pembersihan.
2. Hipertermi Tujuan : setelah  Pantau suhu  Suhu 38,9-
berhubungan diberikan askep pasien ( 41,1C
dengan selama 3.x.24 derajat dan menunjukkan
proses inflamas jam diharapkan pola ) proses penyakit
i suhu tubuh  Pantau suhu infeksius akut.
pasien menurun lingkungan,  Suhu
Kriteria hasil : batasi atau ruangan/jumlah
• Suhu tubuh tambahkan selimut harus
pasien kembali linen tempat diubah untuk
normal ( 36,5 oC tidur sesuai mempertahanka
-37,5 oC) indikasi n mendekati
• Bibir pasien  Berikan normal
tidak bengkak kompres  Dapat
lagi mandi membantu
 pasien tidak hangat; mengurangi
rewel lagi hindari demam

50
 Pasien tampak penggunaan  Memudahkan
lebih tenang alcohol dalam kerja
 Kolaborasi sama tim dan
dengan tim terapi
medis dalam
antipiretik.
3. Kerusakan Tujuan : setelah  Kaji atau  Memberikan
integritas kulit diberikan askep catat informasi dasar
berhubungan selama 3x24 jam ukuran, tentang
dengan diharapkan warna, penanganan
infalamasi pasien tidak akan keadaan kulit
dermal,intrade mengalami luka /  Merupakan
mal sekunder kerusakan kondisi tindakan
integritas kulit sekitar luka. protektif yang
lebih parah  Lakukan dapat
Kriteria hasil : kompres mengurangi
- Tidak terdapat basah dan nyeri.
kemerahan,be sejuk atau  Memungkinkan
ntol-bentol terapi pasien lebih
dan odema rendaman. bebas bergerak
- Tidak terdapat  Lakukan danmeningkatka
tanda-tanda perawatan n kenyamanan
urtikaria,prurit luka dan  Mempercepat
us dan hygiene proses
angioderma sesudah itu rehabilitasi
- Pasien tidak keringkan pasien
rewel lagi kulit dengan
- Pasien dapat hati-hati dan
menunjukkan taburi bedak
kenyamanan yang tidak
 Pasien iritatif.
Nampak lebih  Berikan

51
tenang prioritas
untuk
meningkatk
an
kenyamanan
dan
kehangatan
pasien
4. Hipovolemia Setelah dlakukan  Kolaborasi  Menggantikan
sehubungan tindakan pemberian kehilangan
dengan diare keperawatan cairan iv cairan akibat
dampak dari selama 1x 24 sesuai diare.
infeksi jam hipovolemia keperluan.  Mempertahanka
oportunistik dapat diatasi  Berikan n status hidrasi
saluran dengan baik. cairan sesuai pada keadaan
pencernaan. Kriteria hasil: indikasi / diare.
 Pasien toleransi.  Deteksi
Nampak  Ukur intake keseimbangan
lebih tenang dan output cairan dalam
 Pasien dapat termasuk tubuh.
beraktifitas urine, tinja  Mempertahanka
kembali dan emisi. n kadar
 Kebutuhan  Monitor elektrolit dalam
cairan pasien kadar batas normal.
dapat elektrolit  Kehilangan
terpenuhi dalam tubuh. cairan yang
 Pasien  Kaji tanda aktif secara
menunjukkan vital, waktu terus menerus
kenyamanan penekanan akan
 Pasein tidak daerah mempengaruhi
rewel lagi perifer, tanda vital
turgor kulit, dalam

52
mukosa mempertahanka
membran, n aktivitas
ubun-ubun  Pemekatan
tiap 4 jam. urine
 Monitor merupakan
urine tipa 6-8 respon terhadap
jam/ sesuai kurangnya
keperluan air.asnya.

5. Nyeri akut Setelah  Ketahui nyeri  Untuk


berhubungan dilakukan px mengurangi
dengan Agen tindakan  Berikan rasa nyeri di
pencedera keperawatan tindakan kulit.
biologis selama 1x24 jam penghilang  Menciptakan
nyeri dapat nyeri terap rasa rileks pada
teratasi. relaksasi pasein
Kriteria hasil:  Berikan  Menciptakan
 Pasien dapat posisi kenyamanan
menunjukkan nyaman sehingga pasien
kenyamanan menurut px bisa tenang
 Pasien  Kolaborasi  Memudahkan
Nampak lebih pemberian dalam
tenang obat nyeri kerjasama tim
 Pasien tidak optimal
rewel analgetik
 Pasien dapat
beraktifitas
seperti biasa
6. Gangguan pola Tujuan :  Berikan  Memberikan
istirahat Setelah bedak pada bedak pada
berhubungan dialakukan area yang area yang
dengan tindakan  Beritahu  Memberitahu

53
perasaan kulit keperawatan pasien untuk pasien untuk
terbakar,gatal selama 2x24 jam menghindari menghindari
dan nyeri akibat diharapkan makanan makanan yang
timbulnya pasien dapat yang dapat dapat
urtikaria istirahat tidur menimbulka menimbulkan
malam optimal n alergi alergi lebih
dengan KH= lebih parah/Makanan
Melaporkan parah/Maka dapat
istirahat tidur nan dapat memperparah
malam yang memperpara gatal
optimal. h gatal  Untuk lebih
 Tidak  Edukasi mempermudah
menunjukkan keluarga dalam proses
prilaku dan utuk pengobatan
gelisah. memonitor  Memudahkan
 Wajah tidak gatal alergi dalam
pucat dan  Kolaborasi kerjasama tim
konjungtiva, dengan tim
mata tidak medis dalam
anemis karna pemberian
kurang obat
tidur.Pasien
Nampak
lebih tenang
 Pasien tidak
rewel lagi
 Mukosa
pasien tidak
pucat
 Lesi atau
peradangan
berkurang

54
7. Perubahan pola Tujuan:  Identifikasi  Mengedentifika
napas  Setalah faktor si faktor
berhubungan dilakukan pencetus pencetus
dengan pemeriksaan  Awasi  Mengawasi
bronkospasme 2x24 jam kesesuaian kesesuaian pola
akibat kontraksi pasien bisa pola nafas nafas
otot polos mempertahan  Auskultasi  Mengauskultasi
karena pelepas kan pola bunyi nafas, bunyi nafas,
histamine pernafasan tandai tandai daerah
ditandai dengan normal atau daerah paru paru adanya
dispnea. efektif bebas adanya bunyi
sianosis bunyi adventisius,
dengan GDA adventisius, misal: krekels,
dalam batas misal: mengi, ronchi
normal pasien krekels,  Memberikan
. mengi, periode istirahat
Kriteria hasil: ronchi yang cukup
 Pasien tidak  Berikan dientara waktu
rewel periode aktivitas
 Pasien dapat istirahat perawatan
menunjukkan yang cukup  Menurunkan
kenyamanan dientara konsumsi O2.
 Nyeri waktu  Mempertahanka
berkurang aktivitas n perilaku
perawatan tenang, bantu
 Menurunka pasien kontrol
n konsumsi diri dengan
O2. nafas lambat
 Pertahankan atau dalam
perilaku  Kolaborasi
tenang, dalam
bantu pasien Memberikan

55
kontrol diri tambahan O2
dengan melalui cara
nafas lambat yang sesuai
atau dalam lewat masker,
 Kolaborasi kanul.
dan Berikan Memberikan
tambahan obat-obatan
O2 melalui sesuai indikasi
cara yang seperti
sesuai lewat bronkodilator,
masker, ekspektoran
kanul,
Berikan
obat-obatan
sesuai
indikasi
seperti
bronkodilat
or,
ekspektoran
8. Gangguan Tujuan:  Berikan  Langkah awal
konsep diri Setelah kesempatan dalam
berhubungan dilakukan mengungkap menentukan
dengan lesi atau asuhan kan masalah intervensi
ruam pada kulit keperawatan tentang  Memushkan
ditandai selama 1x24 proses dalam proses
dengGangguan jam,diharapkan penyakit, penyembuhan
konsep diri citra tubuh harapan dan perawatan
berhubungan kalien teratasi masa depan.  Memudahkan
dengan lesi atau dengan criteria  Diskusikan dalam
ruam pada kulit hasil persepsi menganalisis
ditandai dengan NOC: body pasien sejauh mana

56
dermatitis image mengenai gangguan
kontak  Puas dengan bagaimana konsep diri
penampilan orang pasien
tubuh (Skala terdekat  Memudahkan
4 dari 1-5) menerima dalam
 Mampu keadaan atau kerjasama tim
menyesuaikan keterbatasan
dengan  Dukung
fungsi pasien untuk
tubuh(skala 4 mengungkap
dari 1-5) kan
 Tidak rewel perasaannya.
lag  Kolaborasi
 Pasien lebih dengan
tenang psikiater jika
perlu

9. Gangguan citra Tujuan : Terjadi  Berikan  Klien


tubuh yang perbaikan kesempatan membutuhkan
berhubungan penampilan pada klien pengalaman
dengan peran untuk didengarkan dan
penampakan Kriteria hasil : mengungka dipahami dalam
kulit yang tidak  Klien tidak pkan proses
baik berperasaan perasaan peningkatan
negatif tentang kepercayaan diri.
tentang perubahan  Memberikan
dirinya citra tubuh kesempatan
 Klien  Nilai rasa kepada perawat
menerima keprihatinan untuk
situasi dan menetralkan
dirinya ketakutan kecemasan dan
 Klien tidak klien. memulihkan

57
takut atau  Bantu klien realitas situasi.
malu dalam  Kesan seseorang
berinteraksi mengemban terhadap dirinya
dengan orang gkan sangat
lain kemampuan berpengaruh
 Klien dapat untuk dalam
kembali menilai diri pengembalian
bermain dan kepercayaan diri
dengan mengenali  Pendekatan dan
keluarga serta saran yang
 Klien mengatasi positif dapat
menunjukkan masalah. membantu
peningkatan  Mendukung menguatkan
kepercayaan upaya klien usaha dan
dirinya untuk kepercayaan
memperbaik
i citra diri,
mendorong
sosialisasi
dengan
orang lain
dan
membantu
klien ke
arah
penerimaan
diri
10 Kurang Setalah  Kaji  Pemahaman
pengetahuan dilakukan pemahaman yang memadai,
sehubungan tindakan tentang meningkatkan
dengan keperawatan diagnosa, sikap kooperatif
perawatan anak selama 1x 30 proses keluarga dalam

58
yang kompleks menit penyakit dan merawat anak.
di rumah pengetahuan kebutuhan  Kewaspadaan
keluarga dapat home care. terhadap efek
meningkat.  Jelaskan samping obat
Kriteria hasil: daftar akan
 Keluarga pengobatan, meningkatkan
menunjukkan efek samping kewaspadaan
pemahaman obat dan penggunaan
tentang dosis. dosis obat.
manajemen  Jelaskan dan  Memiliki
perawatan demonstrasik pengetahuan dan
anak an cara keterampilan
 Keluarga perawatan khusus dalam
dapat khusus. merawat anak
menjadi  Jelaskan cara dengan alergi
penyemangat penularan  Mendapatkan
pertama anak alergi dan informasi yang
 Keluarga bagaimana terarah akan
dapat cara merasa mampu
melakukan pencegahann dan percaya diri
dan ya. untuk merawat
bekerjasama  Anjurkan anaknya.
dengan baik cara hidup  Mencegah
bersama yang normal terjadinya
pihak tenaga pada anak diskriminasi dan
kesehatan penolakan
yang lingkungan pada
membantu anak dengan
penyembuha alergi
n anak.

59
Implementasi Keperawatan
Sasaran utama bagi pasien dapat mencakup bertambahnya pemahaman
tentang Alergi dan program terapinya, timbulnya kesadaran untuk penerimaan diri
dan tidak terdapatnya komplikasi.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.

Referensi
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3.
Jakarta: EGC.
Carpenito LD.1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik.
Jakarta: EGC.
Price & Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2.
Edisi 6. Jakarta: EGC

60
PSORIASIS VULGARIS 04
Definisi
Psoriasis adalah ganggguan kulit yang ditandai dengan plaque, bercak,
bersisik yang dikenal dengan nama penyakit papulosquamoas. Psoriasis adalah
penyakit inflamasi non infeksius yang kronik pada kulit dimana produksi sel-sel
epidermis terjadi 6-9 dengan kecepatan sel normal.
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kronis pada kulit dimana
penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Penyakit ini
secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi karena
timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik.
Etiologi
Penyebab psoriasis sampai saat ini belum diketahui. Diduga penyakit ini
diwariskan secara poligenik. Walaupun sebagian besar penderita psoriasis timbul
secara spontan, namun pada beberapa penderita dijumpai adanya faktor pencetus
antara lain:
1. Trauma
Psoriasis pertama kali timbul pada tempat-tempat yang terkena trauma,
garukan, luka bekas operasi, bekas vaksinasi, dan
sebagainya.Kemungkinan hal ini merupakan mekanisme fenomena
Koebner.Khas pada psoriasis timbul setelah 7-14 hari terjadinya trauma.
2. Infeksi
Pada anak-anak terutama infeksi Streptokokus hemolitikus sering
menyebabkan psoriasis gutata. Psoriasis juga timbul setelah infeksi kuman
lain dan infeksi virus tertentu, namun menghilang setelah infeksinya
sembuh
3. Iklim
Beberapa kasus cenderung menyembuh pada musim panas, sedangkan
pada musim penghujan akan kambuh.
4. Faktor endokrin
Insiden tertinggi pada masa pubertas dan menopause.Psoriasis cenderung
membaik selama kehamilan dan kambuh serta resisten terhadap

61
pengobatan setelah melahirkan.Kadang-kadang psoriasis pustulosa
generalisata timbul pada waktu hamil dan setelah pengobatan progesteron
dosis tinggi.
5. Sinar matahari
Walaupun umumnya sinar matahari bermanfaat bagi penderita psoriasis
namun pada beberapa penderita sinar matahari yang kuat dapat
merangsang timbulnya psoriasis.Pengobatan fotokimia mempunyai efek
yang serupa pada beberapa penderita.
6. Metabolik
Hipokalsemia dapat menimbulkan psoriasis.
7. Obat-obatan
a. Antimalaria seperti mepakrin dan klorokuin kadang-kadang dapat
memperberat psoriasis, bahkan dapat menyebabkan eritrodermia.
b. Pengobatan dengan kortikosteroid topikal atau sistemik dosis tinggi
dapat menimbulkan efek
c. Lithium yang dipakai pada pengobatan penderita mania dan depresi
telah diakui sebagai pencetus psoriasis.
d. Alkohol dalam jumlah besar diduga dapat memperburuk psoriasis.
e. Hipersensitivitas terhadap nistatin, yodium, salisilat dan progesteron
dapat menimbulkan psoriasis pustulosa generalisata.
8. Berdasarkan penelitian para dokter, ada beberapa hal yang diperkirakan
dapat memicu timbulnya Psoriasis, antara lain adalah :
a. Garukan/gesekan dan tekanan yang berulang-ulang , misalnya pada
saat gatal digaruk terlalu kuat atau penekanan anggota tubuh terlalu
sering pada saat beraktivitas. Bila Psoriasis sudah muncul dan
kemudian digaruk/dikorek, maka akan mengakibatkan kulit bertambah
tebal.
b. Obat telan tertentu antara lain obat anti hipertensi dan antibiotik.
c. Mengoleskan obat terlalu keras bagi kulit.
d. Emosi tak terkendali.
e. Makanan berkalori sangat tinggi sehingga badan terasa panas dan kulit
menjadimerah , misalnya mengandung alkohol.

62
Patofisiologi
Patogenesis terjadinya psoriasis, diperkirakan karena:
1. Terjadi peningkatan “turnover” epidermis atau kecepatan pembentukannya
dimana pada kulit normal memerlukan waktu 26-28 hari, pada psoriasis
hanya 3-4 hari sehingga gambaran klinik tampak adanya skuama dimana
hiperkeratotik. Disamping itu pematangan sel-sel epidermis tidak
sempurna.
2. Adanya faktor keturunan ditandai dengan perjalanan penyakit yang kronik
dimana terdapat penyembuhan dan kekambuhan spontan serta predileksi
lesinya pada tempat-tempat tertentu.
3. Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada psoriasis meliputi:
a. Peningkatan replikasi DNA.
b. Berubahnya kadar siklik nukleotida.
c. Kelainan prostaglandin dan prekursornya.
d. Berubahnya metabolisme karbohidrat.
Normalnya sel kulit akan matur pada 28-30 hari dan kemudian
terlepas dari permukaan kulit. Pada penderita psoriasis, sel kulit akan
matur dan menuju permukaan kulit pada 3-4 hari, sehingga akan menonjol
dan menimbulkan bentukan peninggian kumpulan plak berwarna
kemerahan. Warna kemerahan tersebut berasal dari peningkatan suplai
darah untuk nutrisi bagi sel kulit yang bersangkutan.Bentukan berwarna
putih seperti tetesan lilin (atau sisik putih) merupakan campuran sel kulit
yang mati. Bila dilakukan kerokan pada permukaan psoriasis, maka akan
timbul gejala koebner phenomenon. Terdapat banyak tipe dari psoriasis,
misalnya plaque, guttate, pustular, inverse, dan erythrodermic
psoriasis.Umumnya psoriasis akan timbul pada kulit kepala, siku bagian
luar, lutut, maupun daerah penekanan lainnya. Tetapi psoriasis dapat pula
berkembang di daerah lain, termasuk pada kuku, telapak tangan, genitalia,
wajah, dll.
Pemeriksaan histopatologi pada biopsi kulit penderita psoriasis
menunjukkan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan
pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas.Jumlah sel-sel

63
basal yang bermitosis jelas meningkat.Sel-sel yang membelah dengan
cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang
menebal.Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini
menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal (sisik
yang berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel
epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik
yang abnormal, terutama adenosin monofosfat (AMP) siklik dan guanosin
monofosfat (GMP) sikli. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada
penyakit ini.Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi
pembentukan plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.

64
Web Of Caution

65
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
B. Biodata
1. Identitas Klien. Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan,
tangga masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas orang tua. Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat,
agama dan pekerjaan.
3. Identitas saudara kandung. Meliputi nama saudara kandung, status
hubungan dan status kesehatan.
C. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama. Biasanya pasien mengeluh gatal, nyeri, bahkan bisa
demam.
2. Riwayat keluhan utama. Biasanya pasien mengalami gatal dan menegeluh
nyeri pada kulit yang mengalami peradangan.
3. Keluhan pada saat pengkajian. Psoriasis vulgaris dapat terjadi pada
seseorang peradangan kronis pada kulit dimana penderitanya mengalami
proses pergantian kulit yang terlalu cepat.
D. Riwayat kesehatan lalu
1. Prenatal care. Biasanya ibu dengan psoriasis membaik selama kehamilan
dan kambuh serta resisten terhadap pengobatan setelah
melahirkan.Kadang-kadang psoriasis pustulosa generalisata timbul pada
waktu hamil dan setelah pengobatan progesteron dosis tinggi.
2. Natal. Biasanya anak dengan psoriasis tidak ditularkan melalui proses
persalinan.
3. Post natal. Biasanya terjadi karena gangguan metabolic pada anak
misalnya hipokalasemia.
E. Riwayat kesehatan keluarga
Anak dengan psoriasis biasanya tidak ditularkan langsung oleh ibu pada saat
melahirkan, namun terjadi saat setelah dilahirkan dan penyebabnya dapat dari
luar dan dalam tubuh anak.
F. Riwayat imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi

66
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td
G. Riwayat Tumbuh kembang
1. Pertumbuhan fisik. Perlu dikaji bagaiamana proses pertumbuhan anak
sesuai dengan usia.
2. Perkembangan tiap tahap usia setiap anak berbeda.
H. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi.
I. Reaksi hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkat stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan psoriasis.
J. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi kesehatan
1. Adanya riwayat infeksi sebelumya.
2. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
3. Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
4. Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
5. Hygiene personal yang kurang.
6. Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola nutrisi

67
f. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
g. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
h. Jenis makanan yang disukai.
i. Napsu makan menurun.
j. Muntah-muntah.
k. Penurunan berat badan.
l. Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
m. Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih
3. Pola eliminasi
d. Sering berkeringat.
e. Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola gerak dan aktifitas
e. Pemenuhan sehari-hari terganggu.
f. Kelemahan umum, malaise.
g. Toleransi terhadap aktivitas rendah.
h. Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
i. Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
Kemampua 0 1 2 3 4
n perawatan
diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat

68
4: Tergantung total
5. Pola kognitif dan persepsi
c. Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
d. Pengetahuan akan penyakitnya
6. Pola persepsi dan konsep diri
c. Perasaan tidak percaya diri atau minder.
d. Perasaan terisolasi.
7. Pola tidur dan istirahat
c. Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
d. Mimpi buruk.
8. Pola peran dan hubungan
a. Hidup sendiri atau berkeluarga
b. Frekuensi interaksi berkurang
c. Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola seksual dan reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola stress-koping
d. Emosi tidak stabil
e. Ansietas, takut akan penyakitnya
f. Disorientasi, gelisah
11. Pola nilai dan kepercayaan
2. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
3. Agama yang dianut
K. Data penunjang
1) Pemeriksaan kulit
2) Gambaran histopatologi
3) Laboratorium
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan

69
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
ditandai dengan adanya gatal, rasa terbakar pada kulit, ansietas, klien
tampak gelisah, dan gangguan pola tidur.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi zat kimia, faktor
mekanik, faktor nutrisiditandai dengan kerusakan jaringan kulit (kulit
bersisik, turgor kulit buruk, pecah-pecah, bercak-bercak, gatal).
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik, penyakit, dan
perseptual ditandai dengan tidak percaya diri, minder, perasaan terisolasi,
interaksi berkurang.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan
klien gelisah, ketakutan, gangguan tidur, sering berkeringat.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
7. Resiko Infeksi
8. Kurang pengetahuan terhadap penyakit, prognosis dan kebutahan
pengobatanberhubungan dengan kurangnya informasi kesehatan
9. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
10. Stres hospitalisasi berhubungan dengan proses perawatan dan pengobatan
yang lama
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Setelah dilakukan  Ketahui nyeri px  Untuk
berhubungan tindakan keperawatan  Berikan tindakan mengurangi
dengan selama 1x24 jam nyeri penghilang nyeri rasa nyeri di
kerusakan dapat teratasi. terap relaksasi kulit.
jaringan Kriteria hasil:  Berikan posisi  Menciptakan
 Pasien dapat nyaman menurut rasa rileks pada
menunjukkan px pasein
kenyamanan  Kolaborasi  Menciptakan
 Pasien Nampak pemberian obat kenyamanan
lebih tenang nyeri optimal sehingga
 Pasien tidak rewel analgetik pasien bisa
 Pasien dapat tenang

70
beraktifitas seperti  Memudahkan
biasa dalam
kerjasama tim

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan  Kajipenyebabgan  Sebagai dasar


nyaman tindakan keperawatan gguan rasa dalam
berhubungan selama 1x 24 jam nyaman. menyusun
dengan gejala gangguan rasa nyaman  Kejadian faktor- rencana
terkait penyakit dapat teratasi. faktor iritan intervensi
ditandai dengan Kriteria hasil:  Pertahankan keperawatan
adanya gatal,  Pasien tidak lingkungan yang  Rasa gatal
rasa terbakar menunjukkan dingin atau sejuk. dapat
pada kulit, adanya gangguan  Gunakan sabun diperburuk oleh
ansietas, klien tidur ringan atau sabun panas, kimia
tampak gelisah,  Pasien tampak lebih khusus untuk kulit dan fisik
dan gangguan tenang sensitif.Kolaboras  Kesejukan
pola tidur  Pasien tidak rewel i dalam mengurangi
lagi pemberian terapi gatal
 Rasa gatal topical seperti  Upaya ini
berkurang yang diresepkan mencakup tidak
 Pasien mampu dokter. adanya larutan
beraktivitas seperti detergen, zat
biasa pewarna atau
bahan
pengeras.
 Tindakan ini
membantu
meredakan
gejala
3 Gangguan Setelah dilakukan  Kaji atau catat  Memberikan

71
integritas kulit asuhan keperawatan ukuran, warna, informasi dasar
berhubungan 5x24 jam integritas keadaan luka / tentang
dengan iritasi zat kulit membaik secara kondisi sekitar penanganan
kimia, faktor optimal. luka. kulit
mekanik, faktor Kriteria hasil :  Lakukan  Merupakan
nutrisiditandai  Pertumbuhan kompres basah tindakan
dengan jaringan membaik dan sejuk atau protektif yang
kerusakan  Nyeri berkurang terapi rendaman. dapat
jaringan kulit  Kerusakan kulit  Lakukan mengurangi
(kulit bersisik, dapat teratasi perawatan luka nyeri.
turgor kulit  Kelembapan kulit dan hygiene  Memungkinka
buruk, pecah- dapat terjaga sesudah itu n pasien lebih
pecah, bercak-  Pasien Nampak keringkan kulit bebas bergerak
bercak, gatal). tenang dengan hati-hati danmeningkatk
dan taburi bedak an kenyamanan
yang tidak  Mempercepat
iritatif. proses
 Berikan prioritas rehabilitasi
untuk pasien
meningkatkan
kenyamanan dan
kehangatan
pasien

4. Gangguan citra Tujuan : Terjadi  Berikan  Klien


tubuh perbaikan penampilan kesempatan pada membutuhkan
berhubungan peran klien untuk pengalaman
dengan biofisik, Kriteria hasil : mengungkapkan didengarkan
penyakit, dan - Klien tidak perasaan tentang dan dipahami
perseptual berperasaan negatif perubahan citra dalam proses
ditandai dengan tentang dirinya tubuh peningkatan
tidak percaya - Klien menerima  Nilai rasa kepercayaan

72
diri, minder, situasi dirinya keprihatinan dan diri.
perasaan - Klien tidak takut ketakutan klien.  Memberikan
terisolasi, atau malu  Bantu klien kesempatan
interaksi berinteraksi dengan dalam kepada perawat
berkurang orang lain mengembangkan untuk
- Klien dapat kembali kemampuan menetralkan
bermain dengan untuk menilai kecemasan dan
keluarga diri dan memulihkan
- Klien menunjukkan mengenali serta realitas situasi.
peningkatan mengatasi  Kesan
kepercayaan dirinya masalah. seseorang
 Mendukung terhadap
upaya klien dirinya sangat
untuk berpengaruh
memperbaiki dalam
citra diri, pengembalian
mendorong kepercayaan
sosialisasi diri
dengan orang  Pendekatan
lain dan dan saran yang
membantu klien positif dapat
ke arah membantu
penerimaan diri. menguatkan
usaha dan
kepercayaan
5. Ansietas yang Setelah dilakukan  Kaji tingkat  Sebagai
berhubungan tindakan keperawatan ansietas dan indikator awal
dengan selama 1x24 jam diskusikan dalam
perubahan status ansietas dapat penyebab bila menentukan
kesehatan berkurang. mungkin intervensi
ditandai dengan Kriteria hasil:  Kaji ulang berikutnya
klien gelisah, 1. Pasien tidak cemas keadaan umum  Agar pasien

73
ketakutan, lagi pasien dan TTV merasa
gangguan tidur, 2. Pasien dapat lebih  Berikan waktu diterima
sering tenang pasien untuk  Ketidaktahuan
berkeringat. 3. Tidak ada gangguan mengungkapkan dan kurangnya
tidur masalahnya dan pemahaman
4. Pasien dapat dorongan ekspresi  Meiningkatkan
menunjukkan yang bebas, pengetahuan
kenyamanan misalnya rasa keluarga
5. Pasien tidak rewel marah, takut, ragu
lagi  Jelaskan semua
prosedur dan
pengobatan
 pemahaman

74
6. Hipertermi Setelah dilakukan  Kaji ulang  Identifikasi
dengan proses tindakan keperawatan keadaan umum masalah
penyakit selama 1x 30 menit pasien dan TTV spesifik akan
hipertermi dapat  Anjurkan px meningkatkan
teratasi. menggunakan kemampuan
Kriteria hasil: pakaian yang individu untuk
 Suhu pasien dalam menyerap tubu menghadapi
rentang normal  Berikan kompres lebih realistis.
 Pasien tidak rewel hangat  Agar suhu
 Pasien dapat  Kolaborasi tubuh px
menunjukkan Pemberian obat kembali
kenyamanan dengan dokter normal
 Nyeri berkurang  Untuk
menurunkan
suhu tubuh
panas pasien
 Sebagai
indikator awal
dalam
menentukan
intervensi
berikutnya

7. Resiko Infeksi Tujuan : Tidak terjadi  Kaji keadaan  Untuk


infeksi local atau luka setiap mengedentifika
sistemik hari si
Kriteria hasil :  Jaga agar penyembuhan
- Tidak ada tanda- luka tetap  Untuk
tanda infeksi (merah, bersih menurunkan
bengkak, panas,  Tingkatkan resiko
nyeri) asupan infeksidan
- Leokosit nutrisi mencegah

75
(5000/10000/mm  Kolaborasi kontaminasi
- Suhu tubuh dalam pemberian ulang
batas normal antibiotic  Untuk
- Luka mencapai menyeimbangk
penyembuhan tepat an nutrisi
waktu protein
- Pasien Nampak lebih  Memudahkan
tenang dan tidak dalam
rewel pemberian
terapi
8. Defisit Setalah dilakukan  kaji ulang  Sebagai dasar
Pengetahuan tindakan keperawatan prognosis dan dalam
terhadap selama 1x 30 menit harapan yang menyusun
penyakit, pengetahuan keluarga akan dating rencana
prognosis dan dapat meningkat.  diskusikan intervensi
kebutahan Kriteria hasil: perawatan kulit keperawatan
pengobatanberhu  Keluarga  kaji ulang  px dapat
bungan dengan menunjukkan pengobatan memahami dan
kurangnya pemahaman tentang termasuk tujuan, mencegah
informasi manajemen dosis, rute dan inflamasi
kesehatan perawatan anak efek samping  dapat
 Keluarga dapat  berkolaborasi mengantisipasi
menjadi dengan tim secara dini
penyemangat medis dalam kelanjutan
pertama anak edukasi pada keadaan
 Keluarga dapat keluarga tersebut
melakukan dan  memudahkan
bekerjasama dengan dalam
baik bersama pihak kerjasama tim
tenaga kesehatan
yang membantu
penyembuhan anak.

76
9. Defisit nutrisi Setelah dilakukan  Kaji status nutrisi  Untuk
kurang dari tindakan keperawatan pasien, turgor mengakaji BB
kebutuhan tubuh selama 1x 24 jam kulit, berat badan, pasien
berhubungan defisit nutrisi dapat dan penurunan  Untuk
dengan intake teratasi. badan memperbaiki
Kriteria hasil:  Berikan makan nutrisi pasien
 Pasien dapat kesukaan pasien  .Meningkatkan
mempertahankan (sesuai indikasi) kemandirian
status asupan nutrisi  Anjurkan pasien dalam
yang adekuat. dan keluarga pemenuhan
 Pernyataan motivasi untuk asupan nutrisi
untuk memenuhi berpartisipasi sesuai deangan
kebutuhan dalam pemberian tingkat
nutrisinya. nutrisi. toleransi
 Penurunan berat  Kolaborasi indIvidu
badan selama 5x24 dengan ahli giZi  Merencanakan
jam tidak melebihi untuk menetapkan diet dengan
dari 0,5 kg. komposisi dan kandungan
 Nafsu makan pasien diet yang tepat nutrisi yang
membaik ade kuat untuk
 Pasien tampak lebih memenuhi
tenang peningkatan
kebutuhan
energy dan
kalori

10. Stres Setelah dilakukan  Kaji ulang  Memantau


hospitalisasi tindakan keperawatan keadaan keadaan pasien
berhubungan selama 3x24 jam stress umum pasien  Untuk
dengan proses anak dapat dan TTV. menghibur
perawatan diminmalisir.  Berikan pasien di
Kriteria hasil: terapi tempat itu agar

77
 Pasien bermain pada tidak jenuh
menunjukkan anak dengan suasana
kerjasama yang  Berikan barunya
baik saat perawatan suasana  Agar pasien
 Pasien tampak lebih nyamah di nyaman
tenang ruangan dengan
 Pasien dapat tersebut keaadaan
menunjukkan  kolaborasi disekitar
kenyamanan Pemberian  Pemenuhan
 Pasien dapat obat dengan membantu
bermain dan tidak dokter mempercepat
rewel lagi kesembuhan
pasien

Implementasi Keperawatan
Sasaran utama bagi pasien dapat mencakup bertambahnya pemahaman
tentang psoriasis dan program terapinya, tercapainya kulit yang lebih licin dengan
pengendalian lesi, timbulnya kesadaran untuk penerimaan diri dan tidak
terdapatnya komplikasi.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mencapai pengetahuan dan pemahaman terhadap proses penyakit serta
terapinya
1) Mendeskripsikan psoriasi dan terapi yang dipreskripsikan
2) Mengutarakan dengan kata-kata bahwa trauma, infeksidan stres
emosional merupakan faktor pemicu.
3) Mempertahankan pengendalian penyakit dengan terapi yang tepat
4) Memperagakan penggunaan terapi topical yang benar
2. Mencapai kulit yang lebih halus dan pengendalian lesi
1) Tidak ada lesi baru yang timbul

78
2) Mempertahankan kulit agar selalu terlumasi dan lunak
3. Mengembangkan kesadaran untuk penerimaan diri
1) Mengindetifikasi orang yang bisa di ajak untuk membicarakan perasaan
dan keperhatian
2) Mengekspresikan optimisme tentang hasil akhir terapi
Referensi
Ajunadi, Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius:
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI:
Jakarta.
Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin ed.5. Penerbit FK UI. Jakarta
Doengoes, E, Marilynn. (2000). “Rencana Asuhan Keperawatan”, Edisi 3, EGC:
Jakarta
Herdman, T. heather, 2012, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014
T.Heather Herdman; alih bahasa, Made Sumarwati, dan Nike Budi Subekti. EGC.
Jakarta
Price, Wilson. (1995). “Patofisiologi”, Edisi 4, EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. (2002). “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8,
Volume 3, EGC: Jakarta.

79
RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD) 05
Definisi
Penyakit Jantung Reumatik (PJR) atau dalam bahasa medisnya disebut
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai
jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung, dan pembuluh
darah oleh organisme streptococcus hemolytic-b grup A.
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang ditandai dengan
kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang
berulang kali.
Etiologi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini
sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh streptococcus hemolytic-b grup A yang pengobatannya tidak untas atau
bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukkan bahwa RHD terjadi akibat
adanya reaksi imunologis antigen-antibodi dari tubuh. Antibody yang melawan
streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD,
yaitu:
1. Faktor Genetik
Banyak penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga maupun
pada anak-anak kembar, meskipun pengetahuan tentang faktor genetik
pada penyakit jantung reumatik ini tidak lengkap. Namun pada umumnya
disetujui bahwa ada faktor keturunan dan penyakit jantung reumatik,
sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.
2. Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa sering didapatkan pada anak wanita
dibanding anak laki-laki, tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak
ada perbedaan jenis kelamin. Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit
jantung reumatik menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang
dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral sering didapatkan pada wanita.
Sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.
3. Golongan Etnik dan Ras

80
Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun
setelah penyakit jantung reumatik akut, tetapi di India menunjukkan
bahwa stenosis mitral organic yang berat seringkali terjadi dalam waktu
yang singkat,hanya 6 bulan-3 tahun.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
penyakit jantung reumatik, penyakit ini paling sering mengenai anak
berumur 5-18 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun, tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum
anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Patofisiologi
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh
radang saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-
hemolitikus golongan, sehingga bakteri termasuk dianggap sebagai penyebab
demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan atau asimtomatik
diikuti fase laten (asimtomatik) selama, 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu
timbul gejala-gejala demam reumatik akut.
Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung
antara infeksi streptokokus dengan gejala demam reumatik akut. Produk
streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan
merangsang jaringan limfoid untuk membentuk 1at anti. Beberapa antigen
streptokokus, khususnya Streptolisin E dapat mangadakan reaksi-antibodi antara
1at anti terhadap streptokokus dan jaringan tubuh. Pada demam reumatik dapat
terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif maupun proliferatif dengan manifestasi
artritis, karditis, nodul subkutan eritema marginatum dan khorea.Kelainan pada
jantung dapat berupa endocarditis, miokarditis, dan perikarditis.

81
Web Of Caution

82
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas klien
Mencakup nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis.
2. Identitas Orang Tua
Mencakup nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat.
3. Identitas Saudara Kandung
Mencakup nama, usia, hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Yang sering muncul adalah sakit persendian dan demam.
2. Riwayat Keluhan Utama
Biasanya Demam, sakit persendian, karditis, nodus noktan timbul minggu-
minggu pertama, timbul gerakan yang tiba-tiba.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian
Biasanya keluhan yang disebutkan pasien saat pengkajian berlangsung,
seperti adalah sesak, sakit persendian dan demam.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal care
Ibu pasien saat hamil terinfeksi oleh organisme streptococus hemolitic –b
grup A.
2. Natal
Biasanya ada reaksi dari autoimun dari tubuh anak. Dan tidak ada
hubungan terjadinya RHD pada saat proses persalinan.
3. Postnatal
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi dalam tubuh.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit jantung.

83
E. Riwayat Imunisasi
Meliputi jenis imunisasi yang diberikan, waktu pemberian imunisasi,
frekuensi pemberian imunisasi, reaksi setelah pemberian imunisasi, dan
frekuensi reaksi setelah pemberian imunisasi.
G. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan Fisik : meliputi BB dan TB biasanya tidak bertambah dan
Waktu tumbuh gigi biasanya ada masalah.
2. Perkembangan tiap tahap usia anak biasanya lambat, tidak sesuai dengan
usianya.
H. Riwayat Nutrisi
Nutrisi yang diberikan pada anak meliputi pemberian ASI jika ibunya ingin
memberikan dan susu formula jika ibunya tidak ingin memberikan ASI.
Karena ini merupakan pilihan tiap masing-masing ibu.
I. Riwayat Psikososial
Biasanya anak dengan RHD tetap tinggal diasuh oleh orang tuanya.
J. Riwayat spiritual
Biasanya support sistem pada anak dengan RHD didukung oleh keluarga
terutama dalam pemberian obat pada anak RHD.
K. Reaksi hospitalisasi
Biasanya respon keluarga tentang sakit khawatir terhadap anak serta respon
anak terhadap hospitalisasi biasanya stres (stres hospitalisasi)
L. Aktivitas Sehari-hari
1. Nutrisi meliputi selera makan, menu makan, frekuensi dalam rentang
normal saat sebelum sakit, dan menurun saat anak sakit.
2. Cairan meliputi jenis minuman, frekuensi minum, kebutuhan cairan dan
cara pemenuhan sebelum sakit pada anak dengan RHD masih dalam
rentang normal, dan menurun saat anak sakit
3. Eliminasi meliputi frekuensi, konsistensi dalam eliminasi saat sebelum
sakit biasanya tidak ada gangguan dan mengalami gangguan atau
perubahan saat anak sakit.

84
4. Istirahat tidur meliputi jam tidur, pola tidur dan kesulitan tidur biasanya
pada anak sebelum sakit tidak ada gangguan, namun berkurang saat anak
sakit.
5. Olahraga biasanya anak RHD merasa lemah, jadi dalam bergerak dan
beraktifitas kurang.
6. Personal hygiene meliputi mandi, cuci rambut, gunting kuku, dan gosok
gigi. Biasanya pada saat sebelum sakit anak masih dapat memenuhi
kebutuhan hygiene tersebut namun berkurang saat anak sakit karena
kelemahan yang dialami anak.
7. Aktifitas dan mobilitas fisik meliputi kegiatan sehari-hari, dan kesulitan
dalam mobilitas fisik. Biasanya sebelum sakit anak dapat beraktifitas
seperti biasa dan menurun saat anak sakit karena faktor kelemahan akibat
dari proses penyakit.
8. Rekreasi. Perlu dikaji juga rekreasi yang dilakukan anak karena rekreasi
bisa menjadi terapi psikologi pada anak sakit.
M. Pola Fungsional Kesehatan
1. Pola Pemeliharaan dan Persepsi Kesehatan
Cara pemeliharaan kesehatan dan persepsi keluarga pasien terhadap
penyakit yang dialami yang kurang tepat
2. Pola Nutrisi/Metabolic
- Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan,
mual/muntah.
- Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan
- Penurunan BB yang cepat atau progresif
- Malnutrisi
- Dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif
- Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah subkutan/masa
otot
- Turgor kulit buruk
- Edema (umum, dependen)
3. Pola Eliminasi
- Penurunan BB

85
- Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus atau darah
- Nyeri tekan abdominal
- Lesi atau abses rektal, perianal
- Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urin
4. Pola Aktivitas dan Latihan
- Mudah lelah
- Berkurangnya toleranasi terhadap aktivitas biasanya
- Progresi kelelahan/malaise
- Perubahan kedalaman pernafasan
- Bradipnea, dispnea, ortopnea, takipnea
- Peningkatan diameter anterior posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir mecucu
- Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
- Pasien mengatakan tidak bisa ke kamar mandi sendiri dan memakai
pakaian sendiri, pasien mengatakan susah keramas, sehingga
membutuhkan bantuan orang lain
- Perubahan cara berjalan
- Pergerakan gemetar
- Keterbatasan melakukan keterampilan motorik kasar dan motorik halus
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan,
ketidakstabilan postur, pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi
5 Pola Tidur dan Istirahat
- Perubahan pola tidur
- Sulit untuk memulai tidur akibat nyeri yang dirasakan
- Sering terbangun di malam hari
- Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
- Pasien tidak biasa tidur siang
- Pasien mengeluh nyeri sekitar umbilical sampai ke area diafragma,
sendi pergelangan tangan, pergelangan kaki, lutut, sikut yang muncul

86
bergantian, pasien tampak meringis akibat nyeri, tampak lesu dan tidak
bergairah (nyeri dikaji dengan PQRST: faktor penyebabnya, kualitas
atau kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri).
- Mengekspresikan perilaku gelisah, waspada, iritabilitas, mendesah,
merengek, menangis
- Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
- Perilaku berjaga-jaga melindungi area nyeri
- Diaforesis
- Perubahan tekanan darah, frekuensi jantung, dan frekuensi pernafasan
6 Pola Kognitif-Perseptual
- Pusing/pening, sakit kepala
- Pasien mengatakan tidak memahami mengenai pencegahan
penyakitnya, perawatan dan tindakan yang harus dilakukan
- Pasien tampak bertanya pencegahan, perawatan dan pengobatannya
7 Pola Persepsi Diri atau Konsep Diri
- Ide paranoid
- Ansietas yang berkembang bebas
- Harapan yang tidak realistis
8 Pola Seksual dan Reproduksi
- Menurunnya libido untuk melakukan hubungan seks
9 Pola Peran-Hubungan
- Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu
membuat rencana
- Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat
- Aktivitas yang tidak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan
10 Pola Manajemen Koping Stress
- Faktor yang berhubugan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga,
hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan
distress spiritual
- Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna,
rasa bersalah, kehilangan kontrol diri dan depresi
- Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri

87
- Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata
yang kurang
11 Pola Keyakinan-Nilai
- Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
- Mengungkapkan kurangnya motivasi
- Mengungkapkan kekurangan harapan, cinta, makna hidup, tujuan
hidup, ketenangan(mis. kedamaian)
- Mengungkapkan marah kepada Tuhan, ketidakberdayaan, penderitaan
- Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami pengalaman regiositas,
berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, berdoa
- Meminta menemui pemimpin keagamaan
- Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual

Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen


menuju paru-paru
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat inflamasi
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium atau
perubahan kontraktilitas jantung
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penimbunan asam
laktat pada sendi, pergesekan daerah sekitar sendi dan peradangan pada daerah
sendi)
6. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi penyakit
7. Keletihan berhubungan dengan penurnan energi akibat metabolisme basal
terganggu
8. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi efektor.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit (eritema
marginatum dan nodul subkutan)

88
10. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan / Intervensi Rasional
keperawatan kriteria
hasil
1. Ketidakefektifan Setelah 1. Monitor pola 1. untuk mengetahui
pola nafas diberikan nafas perkembangan
berhubungan askep 2. posisikan status kesehatan
dengan selama pasien untuk pasien
ketidakadekuatan 2x24 jam memaksimalk 2. posisikan pasien
oksigen menuju diharapkan an ventilasi dengan posisi
paru-paru pola nafas 3. pertahankan semi fowler
efektif jalan nafas untuk
yang paten mengurangi sesak
Kriteria 4. KolaborasiBa 3. untuk mengetahui
Hasil : ntu dalam perkembangan
- Pasien pemasangan status kesehatan
tidak sesak kembali pasien dan
nafas selang dada mencegah
- atau komplikasi
Frekuensi torakosentesis lanjutan
pernapasan bila 4. Kolaborasi
normal (16- diindikasikan Reekspansi paru
24 kali dengan pelepasan
permenit) akumulasi darah
atau udara dari
tekanan negative
pleural.
2. Penurunan curah Setelah 1. kaji toleransi 1. untuk melihat
jantung diberikan pasien keterbatasan
berhubungan askep terhadap klien yang

89
dengan disfungsi selama aktiviyas pada diakibatkan
miokardium 3x24 jam perubahan: penyakit yang
diharapkan nafas pendek, diderita klien,
curah nyeri, dan dapat
jantung palpitasi, ditegakkan grade
normal. pusing dari suatu
2. Catat gangguan klien
Kriteria keberadaan, 2. Dapat
Hasil : kualitas mengindikasikan
- pasien denyutan gagal jantung,
tidak mudah sentral dan kerusakan ginjal
lelah perifer. atau vaskular.
- Pasien 3. Amati warna 3. Dapat
tidak sesak kulit, menurunkan
napas kelembaban, rangsangan yang
- Tekanan suhu, dan menimbulkan
darah masa stres, membuat
normal pengisian efek tenang,
yaitu kapiler. sehingga akan
sistolik 4. Catat edema menurunkan TD.
(100- umum/tertentu 4. Dapat
140)mmHg 5. Anjurkan mengindikasikan
dan teknik gagal jantung,
diastolik relaksasi, kerusakan ginjal
(60- panduan atau vaskuler.
90)mmHg imajinasi, 5. Dapat
- Nadi aktivitas menurunkan
normal (60- pengalihan. rangsangan yang
100 kali 6. Pantau respon menimbulakan
permenit) terhadap obat stres, membuat
- Tidak untuk efek tenang,
ada sianosis mengontrol sehingga akan

90
- Tidak tekanan darah. menurunkan TD.
ada edema 7. Kolaborasi 6. Respon terhadap
Berikan terapi obat
pembatasan “steppen” (yang
cairan dan diet terdiri atas
natrium sesuai neureting,
indikasi inhibitor
simpatis dan
vasodilator)
tergantung pada
individu dan
efek sinergis
obat. Karena
efek samping
tersebut, maka
penting untuk
menggunakan
obat dalam
jumlah paling
sedikit dan dosis
paling rendah
7. KolaborasiPem
batasan ini dapat
menangani
retensi cairan
dengan respon
hipertensif,
dengan demikian
menurunkan
beban gagal
jantung.
3. Ketidakefektifan Setelah 1. Selidiki 1. Perfusi serebral

91
(gangguan) diberikan perubahan secara langsung
perfusi jaringan askep tiba-tiba atau sehubungan
berhubungan selama gangguan dengan curah
dengan gangguan 3x24 jam mental jantung dan juga
aliran darah diharapkan kontinyu, dipengaruhi oleh
sekunder akibat tidak ada contoh: elektrolit atau
inflamasi gangguan cemas, variasi asam
perfusi bingung, basa, hipoksia,
jaringan letargi, atau emboli
dengan pingsan. sistemik.
kriteria 2. Lihat pucat, 2. Vasokontriksi
hasil : sianosis, sistemik
Pasien belang, kulit diakibatkan oleh
tidak dingin atau penurunan curah
merasa lembab. Catat jantung mungkin
nyeri kekuatan nadi dibuktikan oleh
Tidak ada perifer. penurunan
sianosis 3. Kaji tanda perfusi kulit dan
Pasien edema. penurunan nadi.
tidak pucat 4. Pantau 3. Indikator
Tidak ada pernapasan, trombosis vena
edema catat kerja dalam.
pernapasan. 4. Pompa jantung
5. Kolaborasi gagal dapat
Pantau data mencetuskan
laboratorium, distress
contoh: GDA, pernapasan.
BUN, Namun dispnea
creatinin, dan tiba-tiba atau
elektrolit. berlanjut
menunjukkkan
komplikasi

92
tromboemboli
paru.
5. Kolaborasi
Indikator perfusi
atau fungsi organ.
4. Hypertermi Setelah 1. observasi ttv 1. mengetahui
berhubungan diberikan pasien perubahan ttv
dengan kerusakan askep 2. Berikan 2. Mempercepat
kontrol suhu selama kompres dalam penurunan
sekunder akibat 1x24 jam mandi hangat produksi panas
infeksi penyakit diharapkan 3. anjurkan 3. meminimalisir
suhu tubuh pasien untuk produksi panas
kembali banyak yang diproduksi
normal istirahat oleh tubuh
dengan out 4. Kolaborasi 4. Kolaborasi
come : Berikan Membantu dalam
Suhu antipiretik, penurunan panas
tubuh misalnya :
pasien ASA (aspirin),
normal asetaminofen
(36,8 -37,2 ) (Tylenol).
°C
Pasien
tidak
menggigil
5. Gangguan rasa Setelah 1. Ketahui 1. Dengan
nyaman (nyeri diberikan adanya nyeri. mengetahui dan
akut) askep Dengarkan mendengarkan
berhubungan selama dengan penuh penuh perhatian
dengan 2x24 jam, perhatian mengenai nyeri,
penimbunan asam diharapkan mengenai akan dapat
laktat pada sendi pasien nyeri. dilakukan tindak

93
merasa 2. Beri tahu an yang tepat
nyaman teknik untuk untuk mengatasi
dengan krit menurunkan nyeri.
eria hasil : ketegangan 2. Teknik
Tidak ada otot rangka, penurunan
nyeri yang dapat ketegangan otot
Pasien menurunkan rangka dapat
tidak intensitas menurunkan
meringis nyeri. intensitas nyeri.
3. Ajarkan 3. Strategi relaksasi
strategi dapat
relaksasi meningkatkan
khusus rasa nyaman
(missal: 4. membantu proses
bernafas pemulihan
perlahan,
teratur atau
nafas dalam –
kepalkan tinju
– menguap).
4. kolaborasi
dengan tim
medis

6. Intoleransi Setelah 1. Periksa tanda 1. Hipertensi


aktivitas diberikan vital sebelum ortostatik dapat
berhubungan askep dan segera terjadidengan
dengan selama setelah aktivitas karena
metabolisme 2x24 jam, aktivitas, efek obat
basal terganggu diharapkan khususnya (vasodilasi),
pasien dapat bila pasien perpindahan
melakukan menggunakan cairan (diuretik)

94
aktivitas vasolidator, atau pengaruh
dengan diuretik, fungsi jantung
mandiri penyekat beta. 2. Penurunan
dengan krit 2. Catat respon /ketidakmampuan
eria hasil : kardiopulmon miokardium
Pasien al terhadap untuk
tidak mudah aktifitas, catat meningkatkan
lelah takikardi, volume sekuncup
Pasien disritmia, selama aktivitas,
tidak nyeri dispnea, dapat
Pasien berkeringat, menyebabkan
tidak pusat. peningkatan
meringis 3. Kaji segera pada
Pasien presipitator frekuensi jantung
tidak lemas /penyebab dan kebutuhan
Pasien kelemahan oksigen, juga
tidak pucat contoh peningkatan
pengobatan, kelelahan dan
nyeri, obat kelemahan.
4. Evaluasi 3. Kelemahan
peningkatan adalah efek
intoleran samping dari
aktivitas beberapa obat
5. Berikan (beta bloker,
bantuan dalam traquilizer dan
aktivitas sedatif). Nyeri
perawatan diri dan program
sesuai penuh stres juga
indikasi. memerlukan
Selingi energi dan
periode menyebabkan
aktivitas kelemahan.

95
dengan 4. Dapat
periode menunjukkan
istirahat peningkatan
6. Kolaborasi dekompensasi
Implementasi jantung daripada
kan program kelebihan
rehabilitasi aktivitas.
jantung/aktifit 5. Pemenuhan
as. kebutuhan
perawatan diri
pasien tanpa
mempengaruhi
stres miokard/
kebutuhan
oksigen
berlebihan.
6. Kolaborasi
Peningkatan
bertahap pada
aktivitas
menghindari
kerja
jantung/konsumsi
oksigen
berlebihan.
Penguatan dan
perbaikan fungsi
jantung dibawah
stres, bila
disfungsi jantung
tidak dapat
membaik

96
kembali.
7 Keletihan Setelah 1. monitor dan 1. memonitor
berhubungan diberikan catat pola dan adanya
dengan penurnan askep jumlah tidur perubahan pola
energi akibat selama pasien tidur pasien
metabolisme 2x24 jam, 2. monitor intake 2. memonitor
basal terganggu diharapkan nutrisi adanya
keletihan 3. ajarkan tehnik perubahan intake
dapat dan nutrisi
teratasi manajemen 3. mencegah
dengan krit aktivitas terjadinya
eria hasil : untuk kelelahan
mencegah berlebihan
kelelahan 4. mengurangi
4. kolaborasi terjadinya intake
dengan tim nutrisi tidak
gizi tentang terpenuhi
cara
meningkatkan
intake nutrisi
tinggi energi
8 Risiko cedera Setelah 1. sediakan 1. mendukung
berhubungan diberikan lingkungan kesehatan pasien
dengan disfungsi askep yang aman 2. untuk
efektor (Korea selama untuk pasien meminimalis
Sydenham) 2x24 jam, 2. identifikasi cedera
diharapkan kebutuhan 3. untuk
keamanan keamanan mendapatkan rasa
diri pasien pasien sesuai aman dari
terjamin dengan keluarga
dengan krit kondisi fisik 4. untuk
eria hasil : dan fungsi mempercepat

97
-klien kognitif pemulihan
terbebas pasien dan
drai cedera riwayat
-mampu penyakit
mengenali dahulu pasien
perubahan 3. menganjurkan
status keluarga
kesehatan untuk
menemani
pasien.
4. kolaborasi
dengan tim
medis
9 Kerusakan Setelah 1. anjurkan 1. mendukung
integritas kulit diberikan pasien untuk proses
berhubungan askep menggunakan penyembuhan
dengan proses selama pakaian 2. Mempertahankan
penyakit (eritema 2x24 jam, longgar kelembaban
marginatum dan diharapkan 2. monitor kulit pasien
nodul subkutan) terjadinya akan adanya 3. melembabkan
gangguan kemerahan kulit klien
intergritas 3. oleskan 4. untuk memonitor
kulit dapat lotion/baby oil terjadinya
teratasi krit pada daerah kerusakan
eria hasil : yang tertekan jaringan kulit
- Integritas 4. jaga 5. memudahkan
kulit ayng kebersihan dalam
baik bias kulit agar penyembuhan /
dipertahank tetap bersih terapi
an (sensasi, dan kering
elastisitas, 5. kolaborasi
temperature denga tim

98
) medis
- Tidak ada
luka/lesi
pada kulit

10 Ansietas Setelah 1. idetifikasi 1. identifikasi


berhubungan diberikan tingkat masalah spesifik
dengan askep kecemasan akan
perubahan dalam selama 2. pahami rasa meningkatkan
status kesehatan 2x24 jam, takut / kemampuan
diharapkan ansietas individu untuk
ansietas pasien menghadapinya
dapat 3. berikan waktu dengan lebih
teratasi pasien untuk realistis
dengan krit mengungkapk 2. perasaan adalah
eria hasil : an nyata dan
-klien masalahnya membantu pasien
mampu dan dorongan untuk terbuka
mengidentif ekspresi yang sehingga dapat
ikasi dan bebas, mendiskusikan
mengungka misalnya rasa dan
pkan rasa marah, takut, menghadapinya
cemas ragu 3. agar pasien
-vital sign 4. jelaskan merasa diterima
dalam batas semua 4. ketidaktahuan
normal prosedur dan dan kurangnya
pengobatan pemahaman
5. kolaborasi dg dapat
tim medis dan menyebabkan
diskusikan timbulnya
koping ansietas
alternative 5. mengurangi

99
dan tekhnik kecemasan pasien
pemecahan
masalah
Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina,
2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku
perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan
lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan
dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
peoses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.(Ali,2009)
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi

100
tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data
yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga
perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga
diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi
tersebut dapat dicapai secara efektif. (Nursalam, 2008)

Referensi
Safa, Alicia. 2015. ASUHAN KEPERAWATAN Rheumatic Heart Disease
(RHD).https://www.academia.edu/29841234/ASUHAN_KEPERAWATA
N_PENYAKIT_JANTUNG_REUMATIK_PJR_Rheumatic_Heart_Disease
_RHD. (14 september 2019).
Huda, Amin. Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis; Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC, dalam Berbagai Kasus.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Suriadi dan Yuliani. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak. Jakarta :
Sagung Seto.
Staf pengajar keperawatan anak. 2014. Buku Kuliah 2Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta:informedika.

101
GAGAL GINJAL KRONIK 06
Definisi
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi
urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin
buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana
fungsinya. (Wilson, 2015).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal.Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal
atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sebagai upaya memperpanjang usiapenderita. Hemodialisa tidak dapat
menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa
dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal
(Wijayakusuma, 2018).
Etiologi
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka
perkembangan penyakit ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan GGK
hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun.
Penyebab gagal ginjal kronik baru-baru ini, diabetes dan hipertensi bertangung
jawab terhadap proporsi GGK yang paling besar, terhitung secara berturut turut
sebesar 34% dan 21% dari total kasus Glomerulonefritis adalah penyebab ketiga
tersering dengan 17%(Price dan Wilson,2006).
Faktor-faktor penyebab gagal ginjal kronik pada anak

102
a. Usia
Secara klinik pasien usia >60 tahun mempuyai risiko 2,2 kali lebih besar
mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan dengan pasien usia <60
tahun. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah usia,semakin
berkurang fungsi ginjal dan berhubungandengan penurunan kecepatan
ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Penurunan fungsi
ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal bagi setiap manusia
seiring bertambahnya usia, namun tidak menyebabkan kelainan atau
menimbulkan gejala karena masih dalam batas-batas wajar yang
dapatditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, akibat ada beberapa faktor
risiko dapat menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi
secara cepat atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari
ringan sampai berat, kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK).
b. Jenis kelamin
Secara klinik laki-laki mempunyai risiko mengalami gagal ginjal kronik 2
kali lebih besar dari pada perempuan. Hal ini dimungkinkan karena
perempuan lebih memperhatikan kesehatan dan menjaga pola hidup sehat
dibandingkan laki-laki, sehingga laki-laki lebih mudah terkena gagal ginjal
kronik dibandingkan perempuan.
Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronik dilihat dari penyakit yang menjadi
dasar,proses selanjutnya kurang lebih sama. Gagal ginjal kronik ini menyebabkan
berkurang nya massa dan kerja ginjal. Pengurangan massa ginjal menyebabkan
hipertrofi sruktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron)
sebagai kompensasi. Respon terhadap penurunan jumlah nefron ini dimediasi oleh
hormon vasoaktif, sitokin dan faktor pertumbuhan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akan diikuti
oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. (Suwitra,2019)

103
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas orang tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas saudara kandung. Meliputi nama saudara kandung, status
hubungan dan status kesehatan.

104
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadran karena komplikasi pada system sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual, muntah, diaphoresis, fatigue, nafas berbau urea,
dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh kerena penumpukan (akumulasi) zat
sisa metabolism/ toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan
filterasi.
2. Riwayat Keluhan Utama
Klien mengeluh penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan
pola napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi, fatigue,
perubahan fisiologi kulit dan bau pada urea napas.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian
Pasien mengeluh urine output yang menurun, anoreksia, nafas berbau urea,
mual dan muntah.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care.
Ibu dengan riwayat DM
2. Natal.
Tidak ditularkan pada saat persalinan.
3. Post Natal.
Klien mengatakan bhwa sepet itu lebur.
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B

105
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td

F. Riwayat Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan fisik perlu dikaji bagaiamana proses pertumbuhan anak
sesuai dengan usia.
2. Perkembangan tiap tahap usia setiap anak berbeda.
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi dengan GGK
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingka stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan GGK
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Sebelum sakit biasanya keluarga pasien menganggap penyakitnya murni
secara alamiah ditularkan bukan karena santet atau guna-guna.
Saat sakit keluarga pasien melakukan upaya mencegah timbulnya gejala
lain dengan perawatan itensif dari pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut

106
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan
dehidrasi.
3. Pola Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4. Pola Gerak dan Aktivitas
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatasan gerak sendi.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif Dan Persepsi
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala,kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah,
penglihatan kabur, kejang,sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak
kaki,kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer),gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
7. Pola Tidur dan Istirahat

107
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
8. Pola Peran dan Hubungan
Saat pasien anak mulai ditemukan gejala, maka pola peran dan hubungan
dalam keluarga pun berubah, peran keluarga sangatdibutuhkan dalam
kondisi seperti ini, karena anak belum bisa merawat dirinya sendiri dan
terus membutuhkan dukungan dari keluarga dekat.
9. Pola Seksual dan Reproduksi.
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropitestikuler
10. Pola Stress-Koping
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana keadaan psikososial anak
berhubungan dengan lingkungan sekitar anak tinggal termasuk juga
bagaimana hubungan dan peran antara orang tua dan anak. Biasanya anak
mengalami stress karena proses perawatan yang panjang, stress
hospitalisasi, dan juga dari pihak keluarga akan mengalami stress saat anak
menjalani serangkaian proses pengobatan untuk kesembuhan anak.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
J. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges(1999)
adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak
ada.
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.

108
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, PH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan
amonia atau hasil akhirkatabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan.
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.

109
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (sepertipenyebararn
tumor).
k) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurutDoeges (1999),
Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) adalah:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine
dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat sekunder terhadap mual, muntah, anoreksia.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan COP.
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksijantung (ketidakseimbangan
elektrolit).
5. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
7. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
8. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

110
9. Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi
mukosa.
10. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
kurang terpajannya informasi.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil
1 Kelebihan Kelebiha  Pembatas 1) kaji status  Pengkajian
volume n andiet cairan merupakan
cairan cairan/ed dancairan  Timbang berat dasarberkelanj
berhubunga e . badan harian utan untuk
n ma tidak  Turgor  Keseimbanga memantauper
dengan terjadi. kulitnorm n masukan ubahan dan
penurunan al danhaluaran. mengevaluasii
haluaran tanpaede  Turgor kulit ntervensi.
urine ma. dan  Pembatasan
dan retensi  Tanda- adanyaedema. cairan
cairan dan tandavital  Tekanan akanmenentuk
natrium. normal. darah, denyut an berat tubuh
danirama ideal,haluaran
nadi. urine dan
2) batasi masukan responsterhad
cairan ap terapi
3) identifikasi  Sumber
sumber kelebihan
potensialcairan cairan
, medikasi dan yangtidak
cairan diketahui
yangdigunakan dapatdiidentifi
untuk kasi
pengobatan,  Pemahaman
oraldan meningkatkan

111
intravena kerjasama
4) Jelaskan pada pasien dan
pasien dan keluargadalam
keluargatentan pembatasan
g pembatasan cairan
cairan.  Kenyamanan
5) Bantu pasien pasienmening
dalam katkan
menghadapiket kepatuhanterh
idaknyamanan adap
akibatpembatas pembatasan
an cairan diet.
2 Perubahan Mempert  Pengukur 1) Kaji status  Menyediakan
nutrisi ahankan anantropo nutrisi data dasar
kurang masukaa metridala 9. perubahan berat untukmemanta
dari n nutrisi m badan u perubahan
kebutuhan yang batasnor 10. pengukuran danmengevalua
tubuh adekuat mal. antropometrik si intervensi.
berhubunga  Perlamba 11. nilai  Pola diet
n tanataupe laboratorium sekarang dan
dengan nurunanb (elektrolitserum, dahuludapat
intake erat BUN, dipertimbangka
inadekuat, badanyan kreatinin,protein n dalam
mual, g , transferin dan menyusun
muntah, cepattida kadarbesi). menu.
anoreksia. kterjadi. 2) Kaji pola diet  Menyediakan
 Pengukur dan nutrisi informasimeng
an pasien enai faktor lain
 Biokomis  riwayat diet yangdapat
dalam  makanan diubah atau
batasnor kesukaan dihilangkanunt
mal(albu  hitung kalori. uk

112
min,kadar 3) Kaji faktor- meningkatkan
elektrolit) faktor yang masukandiet.
 Peneriksa dapatmerubah  Mendorong
anlaborat masukan peningkatanma
orium nutrisi: sukan diet.
klinisdala 4. Anoreksia, mual  Mengurangi
mbatas dan muntah makanan dan
normal. 5. Diet yang tidak protein yang
 Pematuha menyenangkanb dibatasi
nmakana agi pasien danmenyediaka
ndalampe 6. Kurang n kalori
mbatasan memahami diet. untukenergi,
diet 4) Menyediakan membagi
danmedik makanan protein
asisesuai kesukaanpasien untukpertumbu
jadwal dalam batas- han
untukmen batas diet. danpenyembuh
gatasiano 5) Anjurkan an jaringan
reksia. camilan tinggi  Meningkatkan
kalori,rendah pemahamanpas
protein, rendah ien tentang
natrium,diantar hubungan
a waktu antaradiet,
makan. urea, kadar
6) Jelaskan kreatinidengan
rasional penyakit renal.
pembatasan  Daftar yang
dietdan dibuatmenyedi
hubungannya akan
denganpenyaki pendekatanposi
t ginjal dan tif terhadap
peningkatan pembatasandiet

113
urea dan kadar dan merupakan
kreatinin. referensi untuk
7) Sediakan pasien dan
jadwal keluargayang
makanan dapat
yangdianjurkan digunakan
secara tertulis dirumah
dananjurkan  Faktor yang
untuk tidakmenyenag
memperbaiki kan yang
rasatanpa berperandalam
menggunakan menimbulkan
natrium anoreksiadihila
ataukalium ngkan.
8) Ciptakan  Untuk
lingkungan memantau
yangmenyenan status
gkan selama cairandan
waktumakan. nutrisi
9) Timbang berat  Masukan
badan harian. protein yang
10) Kaji bukti tidakadekuat
adanya dapat
masukanprotei menyebabkanp
n yang tidak enurunan
adekuat albumin dan
 pembentukan proteinlain,
edema  Pembentukaed
 penyembuhan ema dan
yang lambat perlambatan
 penurunan peyembuhan.
kadar albumin

114
3 Gangguan Setelahdi •Membran 1) Awasi tanda-  Memberikan
perfusi lakukanti mukosa tanda vital, kaji informasi
jaringan ndakanke warna pengisian kapiler, tentangderajat
berhubunga perawata merah warna kulit dan atau
n dengan n perfusi muda. dasar kuku. keadekuatanper
penurunan jaringan •Kesadaran 2)Tinggikan fusi jaringan
suplai O2 adekuat kompos kepala tempat tidur dan
dan nutrisi mentis. sesuai toleransi. membantumen
ke jaringan •Tidak ada 3) Catat keluhan entukan.
sekunder keluhan rasa dingin,  Kebutuhaninter
terhadap sakit kepala. pertahankan suhu vensi
penurunan •Tidak ada lingkungan dan  Meningkatkan
COP. tanda tubuh hangat ekspansi
sianosis sesuai dengan parudan
ataupun indikasi. memaksimalka
hipoksia 4) Kolaborasi noksigenasi
•Capillaryre untuk pemberian untuk
fill O2 kebutuhanselul
kurangdari3 5) Kolaborasikan er,
detik. pemeriksaanlabora vasokonstrisi
•Nilai torium(hemoglobi (ke organvital)
laboratoriu n). menurunkan
m dalam sirkulasiperifer
batasnormal .
(Hb  Kenyamanan
12-15 gr%). klien
•Konjungtiv ataukebutuhan
atidak rasa hangat
anemis. harusseimbang
•Tanda- dengan
tanda vital kebutuhan
stabil: untuk

115
TD: 120/80 menghindari
mmHg, panasberlebiha
nadi:60- n
80x/ment. pencetusvasodi
latasi
(penurunan
perfusiorgan).
 Memaksimalka
n
transportoksige
n ke jaringan.
 Mengetahui
status transport
O2
4 Perubahan Setelahdi  analisa  Kaji fungsi  Distress
polanafasbe lakukatin gasdarah pernapasan pernapasan
rhubungade dakankep dalamrent klien,catat danperubahan
nganhiperve erawatan angnorma kecepatan, pada vital
ntilasiparu. klienmen l. adanya dapatterjadi
unjukkan  Tidak gerak,dispnea, sebagai akibat
polanafas adatanda sianosis, dan daripatofisiolo
efektif sianosism perubahantanda gi dan nyeri.
aupundis vital  Pengembangan
pnea  Catat dada
 bunyi pengembangan atauekspansi
nafastida dada danposisi paru
kmengala trakea dapatmenurunk
mipenuru  Kaji klien an apabila
nan adanya keluhan terjadiasietas
 TTV nyeribila batuk atau udema
dalambat atau nafas pulmoner
as dalam.  Sokongan

116
normal:R  Pertahankan terhadap dada
R 16- posisi danotot
24x/meni nyamanmisalny abdominal
t a posisi semi membuat
fowler batuklebih
 Kolaborasikan efektif dan
pemeriksaanlab dapatmenguran
oratorium gi trauma
(elektrolit)  Meningkatkan
 Kolaborasikan ekspansi paru.
pemeriksaanana  Untuk
lisa gas darah mengetahui
dan foto thoraks elektrolitsebag
 Kolaborasikan ai indikator
pemeriksaan keadaanstatus
oksigen cairan.
 Mengkaji
status
pertukaran
gasdan
ventilasi serta
evaluasi
dariimplementa
si
5 Resikopenur Setelahdi  Tanda-  Auskultasi  Mengkaji
unancurah lakukatin tandavita bunyi jantung adanya
jantungberh dakankep l danparu, takikardi,takip
ubungadeng erawatan dalambat evaluasi nea, dispnea,
anketidaksei curahjant as adanya gemerisik,men
mbangan ung normal:t edemaperifer gi dan edema.
cairanmemp ekanand atau kongesti  Hipertensi
engaruhisirk arah: vaskuler ortostatik

117
ulasi, 120/80m dankeluhan dapatterjadi
kerjamiokar mHg, dispnea, awasi sehubungan
dial nadi 60- tekanandarah, dengandefisit
dantahananv 80x/men perhatikan cairan.
askulersiste it, posturalmisaln  Mengkaji
mikganggua kuat,tera ya: duduk, adanya
nfrekuensi,ir tur. berbaring dan kedaruratanme
ama,konduk  Akral berdiri. dik.
sijantung(ke hangat  Selidiki  Kelelahan
tidakseimba  Capillar keluhan nyeri dapat
nganelektrol yrefill dada,perhatika menyertaigagal
it). kurangd n lokasi dan jantung
ari 3 beratnya. kongestif
detik  Evaluasi bunyi jugaanemia.
 Nilailab jantung  Ketidakseimba
oratoriu akanterjadi ngan
mdalam friction rub, dapatmengang
batasnor tekanan u kondisi dan
mal(kali darahnadi fungsijantung.
um 3,5- perifer,  Menurunkan
5,1 pengisisan tahanan
mmol/L, kapiler,kongest vaskulersistemi
urea 15- i vaskuler, k.
39mg/dl) suhu tubuh
danmental,
 Kaji tingkat
aktivitas dan
responterhadap
aktivitas.
 Kolaborasikan
pemeriksaanlab
oratorium yaitu

118
kalium.
 Berikan obat
anti hipertensi
sesuaidengan
indikasi.

119
6 Resikokerus Setelahdi  Klienmen  Inspeksi kulit  Memandakan
akan lakukan unjukkan terhadap adanya
intregitas tindakank perilaku perubahanwarna sirkulasiatau
kulitberhub eperawat atautehni , turgor dan kerusakan yang
ungandenga an k perhatikan dapat
nakumulasit tidakterja untukmen adanya menimbulkan
oksik diintegrit cegahker kemerahan, pembentukand
dalamkulit askulit usakanata ekimosis,purpur ekubitus atau
danganggua u a. infeksi.
nturgor ciderakuli  Pantau masukan  Mendeteksi
kulit(uremia t. cairan adanya
)  Tidak danhidrasi kulit dehidrasiatau
terjadiker dan hidrasi
usakanint membranmukos berlebihan
egritaskul a. yangmempeng
it.  Inspeksi area aruhi sirkulasi
 Tidak tubuh danintegritas
terjadiede terhadapedema. jaringan pada
ma.  Ubah posisi tingkatseluler
dengan  Jaringan edema
seringmenggera lebihcenderung
kkan klien rusak atau
denganperlahan, robek
beri bantalan  Menurunkan
padatonjolan tekanan
tulang. padaedema,
 Pertahankan meningkatkanp
linen kering, eninggian
danselidiki aliran balik
keluhan gatal. statisvena
 Pertahankan sebagai
kuku pendek pembentukane

120
dema.
 Menurunkan
iritasi dermal
danresiko
kerusakan
kulit.
 Menurunkan
resiko
cederadermal

7 Intoleransi Berpartisi  Berpartisi  Kaji faktor yang  Menyediakan


aktivitasber pasidala pasi menyebabkan informasi
hubungaden maktivita dalamme keletihananemia tentang
gankeletiha syang ningkatka ketidakseimban indikasi

121
nanemia, dapatdito ntingkata gan cairan tingkatkeletiha
retensiprodu lerani ktivitas danelektrolitrete n
k danlatiha nsi produk  Meningkatkan
sampahdan n sampahdepresi aktivitas
prosedurdial  Melapork  Tingkatkan ringan/sedang
isis. anpening kemandirian dan
katanrasa dalamaktivitas memperbaiki
sejahter perawatan diri hargadiri.
 Melakuka yangdapat  Mendorong
nistirahat ditoleransi, latihan
danaktivit bantu danaktivitas
assecarab jikakeletihan dalam batas-
ergantian terjadi. batasyang
 Berpartisi  Anjurkan dapat
pasidala aktivitas ditoleransi
maktivita alternatifsambil danistirahat
sperawata istirahat. yang adekuat.
nmandiri  anjurkan untuk  Dianjurkan
yangdipil beristirahatsetel setelah
ih ah dislisis. dialysis,yang
bagi banyak
pasiensangat
melelahkan.
8 Gangguanpe Setelahdi  analisa  Kaji fungsi  Distress
rtukaran lakukanti gasdarah pernapasan pernapasan
gasberhubu ndakanke dalamrent klien,catat danperubahan
ngadenganp perawata angnorma kecepatan, pada vital
enurunaneks n l adanya dapatterjadi
pansi klienmen  tidak gerak,dispnea, sebagai akibat
parusekunde unjukkan adatanda sianosis, dan daripatofisiolo
rterhadapad pertukara sianosism perubahantand gi dan nyeri.
anya ngasefekt aupunhip a vital.  Untuk

122
edemapulm if. oksia  Auskultasi mengetahui
oner.  taktil bunyi nafas keadaanparu.
fremitusp  Catat  Pengembangan
ositif pengembangan dada
kanandan dada danposisi atauekspansi
kiri trakea paru
 bunyi  Kaji taktil dapatmenurunk
nafastida fremitus an apabila
kmengala  Kaji klien terjadiasietas
mipenuru adanya keluhan atau udema
nan nyeribila batuk pulmoner.
 auskultasi atau nafas  Taktil fremitus
parusonor dalam. dapat
.  Pertahankan negativepada
• TTV posisi klien dengan
dalam nyamanmisaln edemapulmone
batas ya posisi semi r.
normal: RR fowler  Sokongan
16-24  Kolaborasikan terhadap dada
x/menit pemeriksaanlab danotot
oratorium abdominal
(elektrolit) membuat

 Kolaborasikan batuklebih

pemeriksaanan efektif dan

alisa gas darah dapat

dan foto mengurangi

thoraks trauma.

 Kolaborasikan  Meningkatkan

pemeriksaanok ekspansi paru.

sigen  Untuk
mengetahui
elektrolitsebag

123
ai indicator
keadaanstatus
cairan.
 Mengkaji
status
pertukaran
gasdan
ventilasi serta
evaluasi
dariimplementa
si.
 Menghilangkan
distressrespiras
i dan sianosis.
9 Resiko Setelah  memperta  Inspeksi rongga  Memberikan
tinggi dilakukan hankan mulut, kesempatan
perubahan tindakan integritas perhatikan untuk
mukosa oral keperawa membran kelembaban, intervensi
berhubunga tan mukosa. karakter saliva segera dan
n dengan kelembab  Mengide adanya mencegah
ulserasi an ntifikasi/ inflamasi, infeksi
mukosa mukosa melakuka ulserasi  Mencegah
dapat n  Berikan cairan kekeringan
dipertaha intervensi sepanjang 24 mulut
nkan. khusus jam dalam batas berlebihan dari
untuk yang di tentukan priode lama
meningka tanpa masukan
tkan oral.
kesehatan  Berikan  Membran
mukosa perawatan mukosa dapat
oral mulut menjadi kering
sering/.cuci dan pecah-

124
dengan larutan pecah.
asam asetik 25 Perawatan
%, berikan mulut
permen karet, menunjukan ,
mint pernapasan melumasi, dan
antara makan membantu
menyegarkan
rasa mulut,
yang sering tak
menyenangkan
karena uremia
dan
keterbatasan
 Anjurkan masukan oral.
hiegyne gigi  Pencucian
yang baik dengan asam
setelah makan asetik
dan pada saat membantu
tidur. Anjurkan mentralkan
menghindari pembentukan
floss gigi amonia dengan
 Anjurkan pasien mengubah urea
menghentikan  Menurunkan
merokok dan pertumbuhan
menghindari bakteri dan
produk/pencuci potensial
mulut terhadap
lemon/gliserin infeksi. Floss
yang gigi dapat
mengandung melukai gusi,
alcohol menimbulkan
 Berikan obat- perdarahan.

125
obatan sesuai
indikasi, mis;  Bahan ini
anti histamine : mengiritasi
kiproheptadin ( mukosa dan
periactin ) mempunyai
efek
mengeringkan,
menimbulkan
ketidaknyaman
an
 Dapat
diberikan
untuk
menghilangkan
gatal
10 Kurang Meningk  Menyatak  Kaji  Merupakan
pengetahuan atkan an pemahaman instruksi dasar
tentang pengetah hubungan mengenai untuk
kondisi dan uan antara penyebab gagal penjelasan dan
penanganan kondisi penyebab ginjal kronik, penyuluhan
berhubunga dan gagal konsekuensinya lebih lanjut
n dengan penangan ginjal dan dan  Pasien dapat
kurang yang konsekue penanganannya belajar tentang
terpajannya bersangk nsinya - Penyebab gagal ginjal
informasi utan  Pembatas gagal ginjal dan
an cairan pasien penanganan
dan diet - Pengertian setelah mereka
sehubung gagal ginjal siap untuk
an - Pemahaman memahami dan
dengan mengenai menerima
kegagala fungsi renal diagnosis dan
n regulasi - Hubungan konsekuensiny

126
ginjal antara a
 Menanya cairan,  Pasien dapat
kan pembatasan melihat bahwa
tentang diet dengan tidak harus
pilihan penanganan berubah akibat
terapi, nya.(hemodi penyakit
yang alisa,  pasien
merupaka dialysis memiliki
n peritoneal informasi yang
petunjuk dan dapat
kesiapan transplantasi digunakan
belajar ginjal ) untuk
 Menyatak  Jelaskan fungis klasifikasinya
an renal dan di rumah
rencana konsekuensi
untuk gagal ginjal
melanjutk sesuai denga
an tingkat
kehidupa pemahaman dan
n kesiapan pasien
normalny untuk belajar
a sedapat  Sediakan
mungkin informasi baik
- Pembatasan cairan dan diet sehubun
tertulis maupun
- Menanyakan tentang pilihan terapi,
lisan dengan
tepat tentang
- fungsi dan
kegagalan
renal
- pembatasan
cairan diet
- medikasi

127
- melaporkan
masalah
tanda dan
gejala
- jadwal
tindak lanjut
- sumber
komunikasi
- pilihan
terapi
Implementasi Keperaatan
Implementasi merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan oleh
perawat dan klien (Nursalam,2015).
Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa ,rencana,dan pelaksanaan keperawatan sudah
berhasil(Nursalam 2016).
Referensi
Pranandari, Restu, woro supadmi. 2015. Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik
DIRSUD Wates Kulon Progo.14 September 2019

128
GLUKOMA 07
Definisi
Glukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal
atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf
penglihatan dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004).Galukoma adalah adanya
kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang berakhir dengan kebutaan (Fritz
Hollwich, 1993). Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intra okuler.( Long Barbara, 1996).
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009),bahwa
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan
intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan
pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang
pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata
meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009)
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intra
okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi. (Mansjoer, Arif : 2001)
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan
bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
(Mansjoer, Arif : 2001). Jadi menurut kelompok kami glaukoma adalah suatu
penyakit mata dimana meningkatnya tekanan intra okuler baik akut atau kronis,
sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
Etiologi

1. Glaukoma primer terdiri dari :


a. Akut
Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik
Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti: diabetes
mellitus, arterisklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, myopia
tiggi dan progresif.
2. Sekunder

129
Disebabkan penyakit mata lain, seperti: katarak, perubahan lensa kelainan
uvea pembedahan.

Patofisiologi

Rongga anterior mata berada didepan dan sedikit kesamping dari lensa,
terdapat/ bermuara aqueous humor, merupakan caira bening yang menunjukan
lympha.Aqueous humor diproduksi secara terus-menerus dalam badan silianis
yang terdapat dibagian posterior irisdan mengalir melewatipupil kedalam
cameraokuli anterior. Aqueous humordisalurkan melalui canal Schlemm disekitar
mata dan berada pada bagian sudut camera okuli anterior dimana terjadi
pertemuan iris perifer dan kornea dalam keadaan normal terjadi keseimbangan
antara produksi dan penyerapanaqueous humor, akan menyebabkan atau
menjadikan tekanan intra okuli relative konstan. TIO berkisar 10-20mmHg dan
rata-rata 16mmHg.
Tekanan intra okuler beavariasi dan naik sampai 5mmHg.Glaukoma
terjadi dimana adanya peningkatan TIO yang dapat menimbulkan kerusakan dari
saraf-saraf optic.Peningkatan tekanan disebabkan abstruksi/sumbatan dari
penyerapan aqueous humor.

130
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama

131
Biasanya pasien mengeluh nyeri hebat di kepala, mual muntah,
penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
2. Riwayat Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalami penglihatan menurun,, mata merah dan
bengkak. Saat ada cahaya yang terlalu terang akan menyebabkan
penglihatan kabur, pupil menyempit dan memerah. Kornea berawan.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian
Biasanya pasien mengeluh nyeri mata, sakit kepala, mual dan juga muntah.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care
Dapat terjadi saat kehamilan dikarenakan kelainan kongenital dengan
kelainan syaraf mata secara perlahan-lahan.
2. Natal
Biasanya anak dengan glaukoma tidak ditularkan ibu saat proses
persalinan.
3. Post Natal
Dapat terjadi pada saat masa anak-anak. Pernah mengalami penyakit
glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah terdapat hubungan dengan
penyakit yang diderita sebelumnya.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal
atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella

132
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td

F. Riwayat Tumbuh Kembang


Perlu di kaji Pertumbuhan fisik dan Perkembangan tiap tahap usiapada anak
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi
H. Reaksi Hospitalilasi.
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkatstres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan glaucoma.
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang
penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan
juga adanya perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.Pada
pola nutrisi dan metabolismenya.Walaupun begitu perlu dikaji pola makan
dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan berapa
banyak jumlahnya.
3. Pola Eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi
tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
4. Pola Gerak dan Aktifitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien
mengalami penurunan.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi

133
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi
penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut). Perubahan
kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.Tandanya Pupil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.Peningkatan air
mata.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap
penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan. Pasien anak
biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya, tetapi kecemasan keluarga
terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting. konsep diri
7. Pola Tidur dan Istirahat
Meliputi, jam tidur, pola tidur, dan kesulitan tidur. Pola tidur dan istirahat
akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur karena nyeri / sakit hebat
menjalar sampai kepala.
8. Pola Peran dan Hubungan
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena
penyakit yang dideritanya.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.Perlu dikaji pula jenis kelamin
pasien anak, dan pasien merupakan anak keberapa dari berapa saudara.

134
10. Pola Stress-Koping
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi
penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan)
2. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
3. Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
4. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
5. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
6. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
7. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis.
8. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIO


2. Penurunan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
serabut saraf oleh karena peningkatan TIO.
3. Cemas berhubungan dengan Penurunan ketajaman penglihatan
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan post tuberkulectomi
iriodektomi.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi.
6. Ansietas berhubungan dengan factor fisilogis, perubahan status kesehatan.

135
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan.
8. Resiko Cidera berhubungan dengan peningkatan TIO.
9. Gangguan perawatan diri berhubungan dengan penurunan penglihatan.
10. Nyeri berhubungan dengan luka pacsa operasi

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Gangguan rasa Tujuan : a. Kaji a. Memudahkan
nyaman (nyeri) Nyeri hilang atau tingkat nyeri. tingkat nyeri untuk
berhubungan berkurang dalam b. Pantau intervensi selanjutnya.
dengan waktu 1x24 jam. derajat nyeri mata b. Untuk
peningkatan Kriteria hasil : setiap 30 mentit mengidentifikasi
TIO selama masa akut. kemajuan atau
- klien dapat c. Siapkan penyimpanan dari
mengidentifikasi pasien untuk hasil yang diharapkan.
penyebab nyeri. pembedahan c. Setelah TIO pada
- klien sesuai peranan. glaukoma sudut
menyebutkan d. Pertahankan terbuka, pembedahan
faktor faktot yang tirai baring ketat harus segera dilakukan
dapat pada posisi semi secara permanent
meningkatkan fowler. menghilangkan blok
nyeri. e. Berikan pupil.
- klien mampu lingkungan gelap d. Pada tekanan
melakukan dan terang. mata sudut
tindakan untuk f. Berikan ditingkatkan bila sudut
mengurangi nyeri. analgesic yang datar.
diresepkan peran e. stress dan sinar
dan evaluasi menimbulkan TIO
efektifitasnya yang mencetuskan
nyeri.

136
f. untuk mengontrol
nyeri, nyeri berat
menentukan
menuvervalasava,
menimbulkan TIO.

2 Penurunan Tujuan : a. Kaji dan a. Menentukan


persepsi Peningkatan catat ketajaman kemampuan visual.
sensori persepsi sensori penglihatan b. Memberikan
visul/penglihat dapat berkurang b. Kaji tingkat keakuratan terhadap
an dalam waktu 1x24 deskripsi penglihatan dan
berhubungan jam fugnsional perawatan.
dengan serabut Kriteria hasil : terhadap c. Meningkatkan self
saraf oleh - klien dapat penglihatan dan care dan mengurangi
karena meneteskan obat perwatan ketergantungan.
peningkatan mata dengan benar c. Sesuaikan d. Meningkatkan
tekanan intra - kooperatif dalam lingkungan dengan rangsangan pada
okuler. tindakan kemampuan waktu kemampuan
- menyadari penglihatan. penglihatabn menurun.
hilangnya d. Kaji jumlah e. Mengetahui
penglihatan secara dan tipe kondisi dan
permanen rangsangan yang perkembangan klien
- tidak terjadi dapat diterima secara dini.
penurunan visius Klien. f. Untuk
lebih lanjut e. Observasi mempercepat proses
TTV. penyembuhan
f. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi.

3 Cemas Tujuan : a. Hati-hati a. Jika klien belum

137
berhubungan Cemas klien penyampaian siap akan menambah
dengan dapat berkurang hilangnya kecemasan.
penurunan dalam waktu 1x24 penglihtan secara b. Mengekspresikan
penglihatan , jam permanen. perasaan membantu
kurang Kriteria hasil : b. Berikan Klien mengidentifikasi
pengetahuan - berkurangnya kesempatan klien sumber cemas.
tentang persaan gugup mengekspresikan c. Rileks dapat
pembedahan - posisi tubuh tentang menurunkan cemas.
rileks kondisinya. d. Untuk mengetahui
- c. Pertahankan TTV dan per-
Mengungkapkan kondisi yang kembangannya.
pemahaman rileks. e. Dengan
tengtang rencana d. Observasi memberikan perhatian
tindakan TTV. akan menambah
e. Siapkan bel kepercayaan klien.
ditempat tidur dan f. Diharapkan dapat
instruksi Klien mempercepat proses
memberikan tanda penyembuhan
bila mohon
bantuan
f. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi

4 Gangguan rasa Nyeri berkurang, a. Kaji derajat a. Normalnya, nyeri


nyaman (nyeri) hilang, dan nyeri setiap hari. terjadi dalam waktu
berhubungan terkontrol. b. Anjurkan kurang dari 5 hari
dengan post Kriteria hasil : untuk melaporkan setelah operasi dan
tuberkulectomi - klien perkembangan berangsur menghilang.
iriodektomi. mendemonstrasika nyeri setiap hari Nyeri dapat meningkat
n teknik penurunan atau segera saat sebab peningkatan

138
nyeri terjadi peningkatan TIO 2-3 hari pasca
- klien nyeri mendadak. operasi. Nyeri
melaporkan nyeri c. Anjurkan pada mendadak
berkurang atau klien untuk tidak menunjukan
hilang. melakukan peningkatan TIO
gerakan tiba-tiba masif.
yang dapat b. Meningkatkan
memicu nyeri. kolaborasi ,
d. Ajarkan teknik memberikan rasa
distraksi dan aman untuk
relaksasi. peningkatan dukungan
e. Lakukan psikologis.
tindakan
kolaboratif dalam
pemberian
analgesik topikal/
sistemik.

5 Resiko infeksi Tujuan : a. Diskusikan a. Meningkatkan


berhubungan Tidak terjadi tentang rasa sakit, kerjasama dan
dengan luka cedera mata pasca pembatasan pembatasan yang
insisi operasi operasi aktifitas dan diperlukan.
Kriteria hasil : pembalutan mata. b. Istirahat mutlak
- klien b. Tempatkan diberikan 12-24 jam
menyebutkan klien pada tempat pasca operasi.
faktor yang tidur yang lebih c. Mencegah/
menyebabkan rendah dan menurunkan risiko
cedera. anjurkan untuk komplikasi cedera.
- klien tidak membatasi d. Tindakan yang
melakukan pergerakan dapat meningkatkan
aktivitas yang mendadak/ tiba- TIO dan menimbulkan
meningkatkan tiba serta kerusakan struktur

139
resiko cedera menggerakkan mata pasca operasi
kepala berlebih. antara lain:
c. Bantu aktifitas · Mengejan ( valsalva
selama fase maneuver)
istirahat. Ambulasi · Menggerakan kepala
dilakukan dengan mendadak
hati-hati. · Membungkuk terlalu
d. Ajarkan klien lama
untuk menghindari · Batuk
tindakan yang e. Berbagai kondisi
dapat seperti luka menonjol,
menyebabkan bilik mata depan
cedera. menonjol, nyeri
e. Amati kondisi mendadak, hiperemia,
mata : luka serta hipopion
menonjol, bilik mungkin menunjukan
mata depan cedera mata pasca
menonjol, nyeri operasi.
mendadak, nyeri
yang tidak
berkurang dengan
pengobatan, mual
dan muntah.
Dilakukan setiap 6
jam asca operasi
atau seperlunya.

6. Ansietas Tujuan: a. Kaji a. Factor ini


berhubungan Cemas hilang atau tingkat mempengaruhi
dengan factor berkurang ansietas, persepsi pasien
fisilogis, Kriteria hasil : derajat terhadap
perubahan a. Pasien pengalama ancaman diri,

140
status tampak n potensial siklus
kesehatan. rileks dan nyeri/timbu ansietas, dan
melaporkan l nya gejala dapat
ansietas tiba-tiba mempengaruhi
menurun dengan upaya medi
sampai pengetahua untuk
tingkat n kondisi mengontrol
dapat saat ini TIO.
diatasi b. Berikan b. Menrunkan
b. Pasien informasi ansietas dan
menunjukk yang akurat memberikan
an dan jujur dasar fakta
keterampila c. Dorong untuk
n pasien membuat
pemecahan untuk pilihan tentang
masalah mengakui pengobatan
c. Pasien masalah c. Memberi
menggunak dan kesempatan
an sumber mengekspr pasien untuk
secara esikan menerima
efektif. perasaan kondisi nyata,
mengklarifikas
i salah
konsepsi dan
pemecahan
masalah

7. Kurang Tujuan : a. Tunjukan a. Meningkatkan


pengetahuan Klien mengetahui tehnik yang keefektifan
tentang kondisi tentang kondisi, benar pengobatan
dan prognosis serta pemberian b. Dapat

141
pengobatan pengobatannya. tetes mata mengontrol
berhubungan Kriteria hasil: b. Kaji penyakit dan
dengan kurang a. Pasien pentingnya mempertahank
terpajan. mengataka mempertah an konsistensi
n ankan program obat
pemahama jadwal obat c. Dapat
n kondisi, c. Identifikasi mempengaruhi
prognosis efek rentang dari
dan samping dari
pengobatan pemberian ketidaknyaman
nya dari an sampai
b. Mengidenti pengobatan ancaman
fikasi d. Dorong kesehatan
hubungan pasien d. Pola hidup
antar membuat tenang dapat
gejala/tand perubahan menurunkan
a dengan pada pola respon emosi
proses hidup terhadap stress,
penyakit e. Dorong mencegah
c. Melakukan menghinda perubahan
prosedur ri aktiitas okuler yng
dengan seperti mendoro iris
benar dan mrngangka kedepan
menjelaska t berat e. Dapat
n alas an f. Tekankan meningkatkan
tindakan. pemeriksaa TIO yang data
n rutin. mencetuskan
serangan akut
f. Untuk
mengawasi
kemajuan
penyakit dan

142
memungkinkan
intervensi dini.

8. Resiko Cidera Tujuan: a. Diskusikan a. Meingkatkan


berhubungan Terjadi cedera tentang kerjasama dan
dengan mata pascaoperasi rasa sakit, pembatasan
peningkatan Kriteria hasil: pembatasan yang
TIO. b. Klie aktivitas diperlukan
n dan b. Istirahat
men pembalutan mutlak
yeb mata diberikan 12 –
utka b. Tempatkan 24 ja pasca
n klien pada operasi
fact tempat c. Mencegah /
or tidur yang menurunkan
yan rendah dan risiko
g anjurkan komplikasi
men untuk cidera
yeb membatasi d. Tindakan yang
abk pergerakan dapat
an mendadak / meningkatkan
ced tiba-tiba TIO dan
era. serta menimbulkan
c. Klie menggerak kerusakan
n kan kepala struktur mata
tida berlebih pasca operasi
k c. Bantu antara lain:
mel aktivitas (mengejan,
aku selama fase menggerakkan
kan istirahat kepala
akti d. Ajarkan mendadak.
vita klien untuk Membungkuk

143
s menghinda terlalu lama,
yan r tindakan batuk.)
g yang dapat e. Berbagai
men menyebabk kondisi seperti
ing an cidera luka menonjol,
katk e. Amati bilik mata
an kondisi depan
resi mata, menonjol ,
ko dilakukan nyeri
ced setiap 6 mendadak,
era. jam pasca serta hipopion
operasi. mungkin
menunjukkan
cidera mata
pasca operasi.
D.

9. Gangguan Tujuan: a. Terangkan a. Klien


perawatan diri Kebutuhan pentingnya dianjurlan
berhubungan perawatan diri perawatan untuk istirahat
dengan klien terpenuhi. diri dan pada 2-3 jam
penurunan Kriteria hasil: pembatasan pertama pasca
penglihatan a. Klien aktivitas operasi atau 12
mendapatk selama jam jika ada
an bantuan fasepasca komplikasi,
parsial operasi selama fase ini
dalam b. Bantu klien bantuan total di
pemenuhan untuk perlukan bagi
kebutuhan memenuhi klien
diri kebutuhan b. Memenuhi
b. Klien perawatan kebutuan
meragakan diri perawatan diri

144
perilaku c. Secara c. Pelibatan klien
perawatan bertahap dalam aktivitas
diri secara libatkan perawatan
bertahap klien dalam dirinya
memenuhi dilakukan
kebutuhan bertahap
diri. dengan
berpedoman
pada prinsip
bahwa
aktivitas
tersebut tidak
memprovokasi
peningkatan
TIO dan
menyebabkan
cidera mata,
control klinis
dilakuakan
dengan
indicator nyeri
mata pada saat
melakukan
aktivitas.

10. Nyeri Tujuan: a. Kaji derajat a. Normlanya,


berhubungan Nyeri berkurang, nyeri setiap nyer terjadi
dengan luka hilang dan hari dalam waktu
pacsa operasi terkontrol b. Anjurkan lkurang dari 5
Kriteria hasil: pada klien hari setelah
Klien untuk tidak operasi dan
mendemontrasikan melakukan berangsur

145
tehnik penurunan gerakan hilang. Nyeri
nyeri. tiba-tiba dapat
yang dapat meningkat
memicu sebab
nyeri penignkatan
c. Ajarkan TIO 2-3 hari
tehnik pasca operasi.
distraksi Nyeri
dan mendadak
relaksasi menunjukkan
d. Lakukan peningkatan
tindakan TIO Masif
kolaboratif b. Beberapa
dalam kegiatan klien
pemberian dapat
analgesic meningkatan
topical / nyeri seperti
sistemik. gerakan tiba-
tiba,
membungkuk,
mengucek
mata, batuk
dan mengejan
c. Mengurangi
ketegangan
mengurangi
nyeri
d. Menignkatkan
kolaborasi
dalam
pemberian obat

146
Implementasi Keperawatan
Sasaran utama bagi pasien dapat mencakup bertambahnya pemahaman
tentang Glaukoma dan program terapinya, timbulnya kesadaran untuk penerimaan
diri dan tidak terdapatnya komplikasi.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Referensi
https://www.google.co.id/url?q=http://ayanurse38.blogspot.com/2013/05/askep-
glukoma.html%3Fm%3D1&sa=U&ved=2ahUKEwiylOf6lMvkAhV47HMBHZhp
BZsQFjAIegQIARAB&usg=AOvVaw3ubraLqN2XVgGoSaNF0J_1

147
THALASEMIA 08
Definisi
Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yangditandai
oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ;dua kategori
mayor adalah alfa dan beta thalassemia yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Kamus Dorlan,2000).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur erit rosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb
yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlahrantai
globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi yaitu diwariskan dari
keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan hemoglobin dalam sel darah
merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak
dapat menghasilkan haemoglobin yang mencukupi dalamdarah mereka.
Hemoglobin adalah bahagian sel darah merah yang mengangkut oksigen dari pada
paru-paru keseluruh tubuh. semua tubuh manusia memerlukan oksigen. akibat
kekurangan sel darah merah yang normal akan menyebabkan penderita kelihatan
pucat kerana paras hemoglobin yang rendah (anemia).
Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bilahanya sebelah
gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalasemia beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik).Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom dinamakan penderita
thalassemia (Homo zigot/ mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal

148
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. pada
proses pembuahan anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya. bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen
thalasemia) dari bapak dari ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah
maka anak hanya membawa penyakit ini. kemungkinan lain adalah anak
mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (suryadi, 2001) penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel selnya/faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait pembawa sifat
Thalassaemia maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait
pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka.
semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,tidak seorang diantara
anak-anak mereka akan menderita Thalasemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalasemia trait pembawa sifat
Thalassaemia maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.
Patofisiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Talasemia
primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel–sel eritrosit intramedular. Sedangkan talasemia

149
sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma
intravascular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

Terjadinya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta
dari hemoglobin berkurang. Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi
antara tranfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis
yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.

 Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dua polipeptida rantai alfa
dan dua rantai beta
 Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen
 Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan Hb
defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disentebrasi. Hal ini meyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis
 Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin
intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari Hb tak stbil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis
 Reduksi dalam Hb menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di
luar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.

150
Web Of Caution

151
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh takipnea, batuk, sesak napas, dan hipoksia..
2. Riwayat Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengalami penurunan berat badan drastis dan sering
mengalami infeksi saluran pernapasan atau infeksi lainnya, karena
mengalami penurunan Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian.
Biasanya pasien mengeluh lemas dan sesak napas.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care
Biasanya ayah dan ibu yang membawa gen yang sakit (talasemia) maka
kemungkinan besar akan menurunkan kepada anaknya, maka perlu
dilakukan peemeriksaan rutin selama masa prenatal guna mencegah
terjadinya penularan sejak dini.
2. Natal
Biasanya anak dengan talasemia diturunkan oleh kedua belah gen yang
sakit yang dibawa oleh kedua orang tuanya.
3. Post Natal
Apabila diduga ada faktor resiko maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

152
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Talasemia merupakan penyakit konginetal, jadi perlu diperiksa apakah orang
tua juga mempunyai gen talasemia, jika iya maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imunisasi anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td

F. Riwayat Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan fisik biasanya terjadi kegagalan pertumbuhan pada anak
2. Perkembangan tiap tahap usia biasanya mengalami keterlambatan
3. Terjadi keterlambatan dan kematangan seksual
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi karena biasanya
anak dengan talasemia mengalami anoreksia.
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkat stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan talasemia.
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan

153
Sebelum sakit biasanya keluarga pasien menganggap penyakitnya murni
secara alamiah ditularkan bukan karena santet atau guna-guna.
Saat sakit keluarga pasien melakukan upaya mencegah timbulnya gejala
lain dengan perawatan itensif dari pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi
Nutrisi. Meliputi bagaimana selera makan anak, frekuensi, menu makanan,
dan cara makan. Biasanya anak dengan talasemia nafsu makannya
menurun sehingga berat badannya pun menurun.
3. Pola Eliminasi
Meliputi frekuensi, konsistensi, warna dan bau.
4. Pola Gerak dan Aktifitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien anak biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya, tetapi
kecemasan keluarga terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya pasien anak belum menyadari bagaimana konsep diri dan
penilaian orang lain tentang penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen
talasemia ini, tetapi keluarga pasien turut merasakan bagaimana perubahan
konsep diri dari penilaian masyarakat terhadap anak.
7. Pola Tidur dan Istirahat

154
Meliputi, jam tidur, pola tidur, dan kesulitan tidur. Anak dengan talasemia
biasanya mengalami kesulitan tidur terutama pada saat malam hari, anak
rewel karena proses penyakit dalam tubuh.
8. Pola Peran dan Hubungan
Saat pasien anak mulai ditemukan gejala, maka pola peran dan hubungan
dalam keluarga pun berubah, peran keluarga sangat dibutuhkan dalam
kondisi seperti ini, karena anak belum bisa merawat dirinya sendiri dan
terus membutuhkan dukungan dari keluarga dekat.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara. Biasanya terjadi keterlambatan pematangan
seksual, misalnya tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis
atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap
adolescence karena adanya anemia kronik.
10. Pola Stress-Koping
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana keadaan psikososial anak
berhubungan dengan lingkungan sekitar anak tinggal termasuk juga
bagaimana hubungan dan peran antara orang tua dan anak. Biasanya anak
mengalami stress karena proses perawatan yang panjang, stress
hospitalisasi, dan juga dari pihak keluarga akan mengalami stress saat anak
menjalani serangkaian proses pengobatan untuk kesembuhan anak.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
K. Pemeriksaan penunjang
1. Riwayat keluarga dan klinis
2. Hb, MCV, MCH, Hitung eritrosit, apus darah
3. Tes solubilitas untuk HbS
4. Elektroforesis Hb: Kadar HbSdan HbA2
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (hepatomegali, splenomegali)

155
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan
oksigen murni ke sel
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
4. Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Resiko infeksi b/d tindakan transfuse darah yang berulang
6. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan pigmentasi kulit
7. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b/d gangguan sistem
endokrin
8. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
9. Risiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan
10. Stress hospitalisasi berhubungan dengan proses perawatan
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Setelah dilakukan  Ketahui nyeri px  Untuk
berhubungan tindakan  Berikan tindakan mengurangi rasa
dengan Agen keperawatan penghilang nyeri nyeri
pencedera selama 1x24 jam terapi relaksasi  Menciptakan
biologis nyeri dapat  Berikan posisi rasa rileks pada
teratasi. nyaman menurut px pasien
Kriteria hasil:  Kolaborasi  Menciptakan
 Pasien dapat pemberian obat kenyamanan
menunjukkan nyeri optimal sehingga pasien
kenyamanan analgetik bisa tenang
 Pasien  Memudahkan
Nampak lebih dalam
tenang kerjasama tim
 Pasien tidak 1.
rewel
 Pasien dapat
beraktifitas
seperti biasa

156
2. Ketidak Setelah dilakukan  Monitor adanya  Untuk
efektifan tindakan paratese mengetaui
perfusi keperawatan selama  Instruksikan bagaimana
1x 24 jam perfusi keluarga untuk
jaringan kondisi dan
jaringan perifer mengobservasi kulit
perifer sensasi pada
dapat kembali jika ada lesi atau
berhubungan kulit
efektif. laserasi
dengan  Meminimalisir
Kriteria hasil:  Gunakan sarung
berkurangnya terjadinya
 Pasien Nampak tangan untuk
komponen lebih tenang infeksi
proteksi
seluler yang  Pasien dapat  Kolaborasikan  Proteksi diri
penting untuk melakukan pemberian analgetik  Memudahkan
menghantarkan aktivitas lagi dalam
oksigen murni  Pasien dapat kerjasama tim
ke sel menunjukkan
kenyamanan
 Pasien tidak
rewel lagi
3. Intoleransi Tujuan : Setelah  Bantu  Membantu dan
aktivitas b.d dilakukan kebutuhan klien memudahkan
kelemahan tindakan asuhan  Tingkatkan klien saat
keperawatan 2x 24 aktifitas dan bergerak
jam, partisipasi  Membiasakan
Kriteria hasil : dalam merawat klien untuk
1. Peningkatan diri sendiri tidak bergerak
toleransi sesuai atau melakukan
aktivitas dapat kemampuan aktivotas
terpenuhi  Observasi berlebihan
2. Pasien dapat adanya daerah  Mengurangi
beraktifitas yang tingkat
kembali mengalami kelemahan klien
3. Pasien nyeri dalam
menyatakan  Kolaborasi dengan beraktivitas

157
kenyamanan Ahli fisioterapi  Memudahkan
4. Pasien untuk ikut serta
Nampak lebih dalam terapi
tenang
5. Pasien tidak
rewel lagi

4. Defisit nutrisi: Setelah dilakukan  Kaji mual, sakit  untuk


kurang dari tindakan menelan, dan menetapkan
kebutuhan keperawatan muntah yang cara
tubuh b.d selama 1x 24 jam dialami oleh mengatasinya
anoreksia defisit nutrisi pasien.  Cara
dapat teratasi.  Kaji menghidangkan
Kriteria hasil: cara/bagaimana makanan dapat
 Pasien dapat makanan mempengarauhi
mempertahank dihidangkan nafsu makan
an status  Berikan klien
asupan nutrisi makanan yang  Membantu
yang adekuat. mudah ditelan mengurangi
 Pernyataan seperti bubur, kelelahan pasien
motivasi untuk tim, dan dan
memenuhi hidangkan saat meningkatkan
kebutuhan masih hangat. asupan makanan
nutrisinya.  Jelaskan karena mudah
 Penurunan manfaat ditelan
berat badan makanan/nutrisi  Meningkatkan
selama 5x24 bagi klien pengetahuan
jam tidak terutama saat pasien tentang
melebihi dari klien sakit. nutrisi sehingga

158
0,5 kg.  Berikan umpan motivasi makan
 Nafsu makan balik positif meningkat
pasien pada saat klien  Motivasi dan
membaik mau berusaha meningkatklan
 Pasien tampak menghabiskan semangat pasien
lebih tenang makanan.  Untuk
 Catat mengetahui
jumlah/porsi pemenuhan
makan yang nutrisi.
dihabiskan oleh  Meningkatkan
klien setiap nafsu makan.
hari.  Mengetahui
 Lakukan oral perkembangan
hygiene dengan status nutrisi
menggunakan klien
sikat gigi yang  Memudahkan
lunak. dalam terapi
 Timbang berat
badan setiap
hari
 Kolaborasi
dengan ahli gizi
dalam diet

159
5. Resiko infeksi Tujuan : Tidak  Pantau tanda  Deteksi dini
b/d tindakan terjadi infeksi dan gejala resiko infeksi
transfuse darah local atau sistemik infeksi  Meminimalisir
yang berulang Kriteria hasil :  Cuci tangan kejadian infeksi
6. Tidak ada sebelum dan  Memudahkan
tanda-tanda sesudah dalam proses
infeksi (merah, melakukan perawatan
bengkak, panas, tindakan  Memudahkan
nyeri)  Ajarkan pasien dalam terapi
7. Leokosit dan keluarga
(5000/10000/m tanda dan gejala
m infeksi
8. Suhu tubuh  Kolaborasikan
dalam batas pemberian
normal antibiotik bila
9. Luka mencapai perlu
penyembuhan
tepat waktu
10. Pasien Nampak
lebih tenang
dan tidak rewel
6. Kerusakan Setelah dilakukan  Inspeksi adanya  Deteksi dini
integritas kulit asuhan kemerahan, adanya ganguan
b.d perubahan keperawatan 5x24 pembengkakan, integritas kulit
pigmentasi jam integritas kulit tanda-tanda  Merangsang
kulit membaik secara dehisensi, atau sirkulasi sekiitar
optimal. eviserasi pada  Memudahkan
Kriteria hasil : daerah insisi. dalam proses
 Pertumbuhan  Lakukan perawatan
jaringan pemijatan  Mengetahui
membaik disekitar luka tingkat nutrisi
 Nyeri untuk merangang pasien

160
berkurang sirkulasi.  Memudahkan
 Kerusakan kulit  Ajarkan keluarga dalam kerja
dapat teratasi tentang tanda sama tim
 Kelembapan kerusakan kulit
kulit dapat  Monitor status
terjaga gizi pasien
 Pasien Nampak  Berkolaborasi
tenang dengan ahli gizi
dalam pemberian
diet
7. Gangguan Setelah dilakukan  Kaji faktor  Mengidentifikas
tumbuh tindakan penyebab i penyebab
kembang b/d keperawatan gangguan utama masalah
perkembangan
gangguan selama 7x24 jam  Meningkatkan
anak
sistem gangguan tumbuh kemampuan
pasien  Tingkatkan
endokrin kembang komunikasi
komunikasi verbal
dapat teratasi. verbal anak
 Pantau kesesuaian
Kriteria hasl:  Menyesuaikan
perintah diet
 Berat badan dengan
 Dorong asupan
dalam rentang kebutuhan
makanan tinggi
normal (sesuai pasien
kalsium
usia)
 Kolaborasi dengan  Menyokong
 Tinggi badan ahli gizi, jumlah pertumbuhan
dalam rentang kalori dan jenis tulang
normal (sesuai nutrisi yang  Memudahkan
usia) dibutuhkan untuk dalam kerja
 Perkembangan memenuhi sama tim dan
motorik, persyaratan gizi
proses
yang sesuai
kognitif sesuai perawatan
usia
 Tidak rewel
lagi

161
8. Bersihan jalan Setelah  Monitor respirasi  Agar respirasi
napas tidak dilakukan dan status O2 pasien terpantau
efektif tindakan  Anjurkan pasien  Menciptakan
berhubungan keperawatan untuk istirahat Susana rileks
dengan proses selama 1x30 dan napas dalam sehingga pasien
infeksi menit pola  Auskultasi suara lebih tenang
napas dapat nafas, catat  Identifikasi dini
kembali adanya suara adanya suara
normal. tambahan tambahan paru
Posisikan pasien  Memudahkan
Kriteria hasil:
untuk dalam proses
 Tidak ada memaksimalkan perawatan
penumpukan ventilasi
secret  Pertahankan
 Pasien Nampak hidrasi yang
lebih tenang adekuat untuk
 Pasien tidak mengencerkan
rewel lagi sekret
 Pasien dapat
menunjukkan
kenyamanan
 Pasien dapat
bernapas
dengan
normal

162
9. Risiko cidera Setelah dilakukan  Identifikasi kebutuhan  Memenuhi
berhubungan tindakan keamanan pasien kebutuhan
dengan keperawatan  Sediakan lingkungan keamanan
hipoksia selama 1x24 jam yang aman untuk pasien
pasien
jaringan risiko cidera dapat  Meningkatkan
terhindari.  Hindari lingkungan
keamanan
yang berbahaya
Kriteria hasil:  Menghindari
(misalnya
 Pasien tidak terjadinya
memindahkan
mengalami cidera
perabotan)
kejang  Menambah
 Berikan penjelasan
 Pasien tampak pemahaman
pada pasien dan
tenang keluarga atau keluarga
 Pasein dalam pengunjung adanya
kondisi sadar perubahan status
penuh kesehatan dan

 Pasien penyebab penyakit

menunjukkan
tidak adanya
tanda cidera
10. Stres Setelah dilakukan  Kaji ulang keadaan  Memantau keadaan
hospitalisasi tindakan umum pasien dan pasien
berhubungan keperawatan TTV.  Untuk menghibur
dengan proses selama 3x24 jam  Berikan terapi pasien di tempat itu
perawatan stress anak dapat bermain pada anak agar tidak jenuh
diminmalisir.  Berikan suasana dengan suasana
Kriteria hasil: nyamah di ruangan barunya
 Pasien tersebut  Agar pasien
menunjukkan  kolaborasi nyaman dengan
kerjasama Pemberian obat keaadaan disekitar
yang baik saat dengan dokter  Pemenuhan
perawatan membantu
 Pasien tampak mempercepat

163
lebih tenang kesembuhan
 Pasien dapat pasien
menunjukkan
kenyamanan
 Pasien dapat
bermain dan
tidak rewel
lagi

Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan terperinci
sebelumnya.
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Referensi
Yuwono.2012. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
MediAction
Armela, Helviza. 2010. Askep Anak Dengan Thalasemia. Available :
https://www.scribd.com/doc/43069429/AsKep-Anak-Dengan-
Thalasemia
Atjil, Safira. 2013. Pathway Thalasemia. Available :
https://www.scribd.com/doc/132227145/Pathway-Thalasemia

164
SYSTEMIC ERIMATOSUS LUPUS (SLE) 09
Definisi
Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun
multisistem kronis pembuluh darah dan jaringan ikat.Penyebab dan gejalanya
bervariasi dan tak terduga, dari ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa.
Jenis lain dari lupus eritematosus termasuk lupus erythematosus kronis kulit
(discoid lupus erythematosus), obat-induced lupus erythematosus, sub-akut
cutaneus lupus eritematosus, dan neonatal lupus. Neonatal lupus terjadi ketika
autoantibodi ibu melewati plasenta dan menyebabkan lupus transien seperti gejala
pada bayi baru lahir dengan potensi komplikasi mematikan yg memblok
jantung.SLE pada anak-anak cenderung lebih parah pada onset dan memiliki
perjalanan klinis lebih agresif dari penyakit onset dewasa. Sisa diskusi berfokus
pada SLE.
Laporan terakhir menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup pada
anak-anak dengan SLE harus ditingkatkan secara signifikan; Tingkat
kelangsungan hidup 5 tahun dikatakan tingkat kelangsungan hidup hampir 100%
dan 10 tahun mendekati 90% (Ravelli, Ruperto, and Martini, 2005). Lupus
eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun pada
jaringan penyambung yang dapat mencakup ruam kulit, nyeri sendi, dan
keletihan.Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria dengan faktor
10:1.Androgen mengurangi gejala SLE, dan estrogen memperburuk keadaan
tersebut.Gejala memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak
dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan (Elizabeth, 2009).
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang
bercirikan nyeri sendi (artralgia), demam, malaise umum dan erythema dengan
pola berbentuk kupu-kupu khas di pipi muka.Darah mengandung antibody beredar
terhadap IgG dan imunokompleks, yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen
yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis)
dan radang ginjal.Sama dengan rematik, SLE juga merupakan penyakit autoimun,
teteapii jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada wanita. Sebabnya tidak
diketahui, penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan

165
sediaan enzim (papain 200 mg+bromelain 110 mg+pankreatin 100 mg+vitamin E
10 mg) 2 dd 1 kapsul (Tan&Kirana, 2007).
Keadaan ini susah didiagnosis. Lupus terjadi kira-kira 1 dari 700 wanita
berumur 15-64 tahun.Pada wanita kulit hitam, lupus terjadi pada 1 dari 254
wanita.Lupus lebih sering menyerang wanita daripada pria, khususnya wanita
berusia 20 dan 40 tahun.Tidak ada obat untuk lupus.Pengobatan bersifat
individual dan biasanya berupa minum steroid.Ada baiknya tidak hamil ketika
anda mengalami serangan lupus.Wanita penderita lupus berisiko tinggi mengalami
keguguran.Juga risiko lahir mati, yang memerlukan perawatan ekstra selama
kehamilan.Bayi-bayi yang lahir dari lupus dapat terkena ruam. Mereka juga
mengalami blok jantung dan defek jantung. Bayi-bayi ini mungkin lahir premature
atau mengalami keterlambatan pertumbuhan intrauterine.Obat yang digunakan
ada SLE mencakup agens sitotoksik, seperti siklofosfamida.Konseling
prakehamilan dapat membantu menentukan terapi yang aman digunakan baik
pada kehamilan maupun menyusui.
Etiologi
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa
factorpredisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini.
Diantarabeberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui
faktor yangpaling dominan berperan dalam timbulnya penyakit ini.15 Berikut ini
beberapa factorpredisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE:
4. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga
timbulproduk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk
menderita SLEtelah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak
kembar.Sekitar 2-5% anakkembar dizigot berisiko menderita SLE, sementara
pada kembar monozigot, risikoterjadinya SLE adalah 58%. Risiko terjadinya
SLE pada individu yang memilikisaudara dengan penyakit ini adalah 20 kali
lebih tinggi dibandingkan pada populasiumum.Studi mengenai genome telah
mengidentifikasi beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE.
MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas IIkhususnyaHLA- DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengantimbulnya SLE.Selain

166
itu, kekurangan pada struktur komponen komplemenmerupakan salah satu
faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan SLE. Sebanyak90% orang
dengan defisiensi C1q homozigot akan berisiko menderita SLE. DiKaukasia
telah dilaporkan bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemenreseptor 1,
akan berisiko lebih tinggi menderita SLE.15,1
5. Faktor Imunologi
Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :
5. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting
Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus,
beberapareseptor yang berada di permukaan sel T mengalami perubahan
pada struktur maupunfungsinya sehingga pengalihan informasi normal
tidak dapat dikenali. Hal inimenyebabkan reseptor yang telah berubah di
permukaan sel T akan salah mengenaliperintah dari sel T.
6. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B
akanteraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki
reseptor untuk mautoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T dan
sel B juga akan sulitmengalami apoptosis sehingga menyebabkan produksi
imunoglobulin danautoantibodi menjadi tidak normal.
7. Kelainan antibody
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti
substratantibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan
memicu limfosit Tuntuk memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi
terjadinya peningkatanproduksi autoantibodi, dan kompleks imun lebih
mudah mengendap di jaringan.
6. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.Beberapastudi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen
yangtinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang
abnormaldapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
7. Faktor Lingkungan

167
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksidalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan
tersebut terdiridari:
a. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnyaSLE.Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus
(EBV), bakteriStreptococcus dan Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga
terapimenjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau
bertambah berat.Hal inimenyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin
dan prostaglandin sehingga terjadiinflamasi di tempat tersebut secara
sistemik melalui peredaran pembuluh darah.
e. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah
memilikikecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon
imun tubuh akanterganggu ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres
sendiri tidak akanmencetuskan SLE pada seseorang yang sistem
autoantibodinya tidak ada gangguan
sejak awal.
f. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat
yang dapat menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid,dan isoniazid.
Patofisiologi
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells
(APCs) dapat berasal dari luar seperti bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus,
dan dapat berasal dari dalam yaitu protein DNA atau RNA. Stimulus ini
menyebabkan terjadinya aktifasi sel B dan sel T. Karena terdapat antibodi
antilimfosit T, menyebabkan terjadinya limfositopenia sel T dan terjadi

168
hiperaktifitas sel B. peningkatan sel B yang teraktifasi menyebabkan terjadinya
hipergamaglobulinemia.
Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ (supresor/sitotoksik) dan CD4+
(helper). CD4+ membantu menginduksi terjadinya supresi dengan menyediakan
signal bagi CD8+ (Isenberg and Horsfalli, 1998). Berkurangnya jumlah sel T juga
menyebabkan berkurangnya subset tersebut sehingga signal yang sampai pada
CD8+ juga berkurang dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B
yang hiperaktif. Berkurangnya kedua subset sel T yang disebut double negatif
(CD4-CD8-) mengaktifkan sintesis dan sekresi autoantibodi (Mok and Lau,
2003). Proses autoantibodi terjadi melalui 3 mekanisme yaitu :
1) Kompleks imun terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan
komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan.
2) Autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang
terjebak dalam jaringan, komplemen akan teraktifasi dan terjadi kerusakan
jaringan.
3) Autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktifasi
komplemen yang berperan dalam kematian sel (Epstein, 1998).
Pada sel B, terjadi peningkatan reseptor sitokin, IL-2, sehingga dapat
meningkatkan heat shock protein 90 (hsp 90) dan CD4+ pada sel B. Namun
terjadi penurunan terhadap CR 1 ( complement reseptor 1) dan juga fagositosis
yang inadekuat pada igG2 dan igG3 karena lemahnya ikatan reseptor FcγRIIA dan
FcγRIIIA. Hal ini juga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen
C1, C2, C4. Adanya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan
antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi kompleks imun pada
berbagai macam organ sehingga terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut.
Peristiwa ini menyebabkan aktifasi komplemen yang menghasilkan mediator-
mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang
menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau tempat yang
bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, kulit dan sebagainya (Albar, 2003).
Secara ringkas, proses perjalanan penyakit lupus eritematosus
sistemikadalah sebagai berikut :

169
Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells (APCs)
yang berasal dari luar (bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus) dan dari dalam
(protein DNA/RNA)

Terdapatnya antibodi antilimfosit T

Limfositopenia sel T, Hiperaktivitas sel B, fungsi sel T supresor abnormal

Double negatif (CD4-CD8-), hipergamaglobulinemia, penimbunan kompleks


ag-ab (igG/igM) dalam jaringan/pembuluh darah

Mengaktifkan komplemen

Komplemen melepaskan MCF (Macrophage chemotactic factor)

Makrofag dikerahkan ke tempat tersebut

Melepaskan enzim protease dan bahan toksik yang berasal dari metabolisme
oksigen dan arginin (oksigen radikal bebas)

Merusak jaringan sekitarnya (autoimun)

Lupus Eritematosus Sistemik

170
Web Of Caution

171
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama.
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta
citra diri pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu di kaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita
penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun
yang lain.
D. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Perlu di kaji yaitu gejala apa yang pernah di alami pasien (misalnya ruam
malar-fotosensitif, ruam diskoid bintik-bintik eritematosa menimbul,
Artralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis,
bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus di mulut.
2. Mulai kapan keluhan dirasakan.
3. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
4. keluhan-keluhan lain yang menyertai.
E. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan Klorpromazin, metildopa,
hidralasin, prokainamid, dan isoniazid, dilantin, penisilamin, dankuinidin.
F. Riwayat Penyakit Keluarga

172
Perlu di kaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit
yang sama atau penyakit autoimun yang lain.
G. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Sebelum sakit bagaimana klien mampu menjaga kesehatannya
Saat sakit Apakah klien tahu tentang penyakitnya, Tanda dan gejala apa
yang sering muncul jika terjadi rasa sakit, Apa yang dilakukan jika rasa
sakitnya timbul, Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnyaitu.
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit bagaimana selera Makandan minum klien frekuensinya
berapa kali, jenis makananya apa, dan menghabiskan berapa porsi. Dan
tanyakan sama klien Apakah mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin.
Saat sakit Apakah klien merasa mual atau muntah atau sulit menelan,
Apakah klien mengalami anoreksia dan bagaimana selera Makan dan
minum, frekuensi, jenis, waktu, dan porsinya.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit Apakah buang air besar atau buang air kecil teratur,
frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri ada atau tidak. Apakah
mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh
pada pernapasan.
Saat sakit Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri atau tidak.
4. Pola Aktivitas
Sebelum sakit Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari, Apakah mengalami kelelahan saat
aktivitas, Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas.
Saat sakit Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan
kesehatan, sebagian, total) Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak,
batuk).
5. Pola Kognitif dan persepsi Sensori
Sebelum sakit Bagaimana menghindari rasa sakit, Apakah mengalami
penurunan fugsi pancaindera, apa menggunakan alat bantu (kacamata).

173
Saat sakit Bagaimana menghindari rasa sakit, Apakah mengalami nyeri,
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera.
6. Pola Persepsi dan Konsep diri
Sebelum sakit Bagaimana klien menggambarkan dirinya.
Saat sakit Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan
penyakitnya, Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya.
7. Pola Tidur dan istirahat
Sebelum sakit Apakah tidur klien terganggu, Berapa lama, kualitas tidur
(siang atau malam, apa mempunyai Kebiasaan sebelum tidur
Saat sakit biasanya pasien mengalami ganguan tidur.
8. Pola Peran dan Hubungan
Sebelum sakit Bagaimana hubungan klien dengan sesama.
Saat sakit Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga,
perawat, dan dokter), Apakah peran atau pekerjaan terganggu, dan apa ada
yang siapa yang menggantikan.
9. Pola Reproduksi dan Seksual
Sebelum sakit Apakah ada gangguan hubungan seksual klien.
Saat sakit Apakah ada gangguan dalam melakukan hubungan seksual
klien.
10. Pola Stress-Koping
Sebelum sakit Bagaimana menghadapi masalah, Apakah klien stres
dengan penyakitnya, Bagaimana klien cara mengatasinya dan Siapa yang
biasa membantu mengatasi atau mencari solusi.
Saat sakit Bagaimana menghadapi masalah, Apakah klien stres dengan
penyakitnya, Bagaimana klien mengatasinya, dan Siapa yang biasa
membantu mengatasi atau mencari solusi.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum sakit Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama.
Saat sakit Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan,
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran
Agama yang dianut, Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang
dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan.

174
H. Pemeriksaan Penunjang
1. CBC (complete Blood Cell Count ) untuk mengukur jumlah sel darah
maka terdapat anemia,leucopenia,trombisutopenia.
2. ESR (Erythrocyte Sedimen Rate ), laju endap darah pada lupus aka ESR
akan lebih cepat dari pada normal.
3. Biopsi untuk mngetahui fungsi hati dan ginjal.
4. Urinalysis merupakan pengukuran urina kadar protein dan sel darah
merah.
5. X-ray dada.
6. Uji imunofluroresensi ANA pada setiap pasien SLE+ sehingga uji tersebut
sangat sensitif.
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur atau bentuk
tubuh ditandai dengan pasien mengungkapkan perubahan dari struktur
tubuhnya
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, leukopenia, penurunan
hemoglobin
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (terpajan
allergen)
8. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang
proses penyakit
10. Stres hospitalisasi berhubungan dengan proses perawatan
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

175
1 Kerusakan Setelah dilakukan  Inspeksi  Deteksi dini
integritas kulit asuhan keperawatan adanya adanya
berhubungan 5x24 jam integritas kemerahan, ganguan
dengan kulit membaik pembengkak integritas
kelembapan secara optimal. an, tanda- kulit
Kriteria hasil : tanda  Merangsang
 Pertumbuhan dehisensi, sirkulasi
jaringan membaik atau eviserasi sekiitar
 Nyeri berkurang pada daerah  Memudahka
 Kerusakan kulit insisi. n dalam
dapat teratasi  Lakukan proses
 Kelembapan kulit pemijatan perawatan
dapat terjaga disekitar luka  Mengetahui
 Pasien Nampak untuk tingkat
tenang merangang nutrisi
sirkulasi. pasien
 Ajarkan  Memudahkan
keluarga dalam kerja
tentang tanda sama tim
kerusakan
kulit
 Monitor
status gizi
pasien
 Berkolaborasi
dengan ahli gizi
dalam
pemberian diet
2. Nyeri akut Setelah dilakukan  Pantau ( kaji )  Mengetahui
berhubungan tindakan keluhan nyeri dan intensitas
dengan aen keperawatan selama catat lokasi nyeri serta nyeri pasien
pencedera 1x24 jam nyeri dapat intensitas nyeri  Mengurangi

176
fisiologis teratasi.  Ajarkan pasien teknik nyeri pada
Kriteria hasil: napas dalam untuk pasien
 Pasien dapat relaksasi  Edukasi
menunjukkan  Ajarkan teknik untuk lebih lanjut
kenyamanan melakukan perawatan kepada
 Pasien Nampak luka 2x sehari dengan keluarga
lebih tenang dibantu keluarga  Memudahka
 Pasien tidak  Kolaborasi Pemberian n dalam
rewel obat penghilang nyeri kerja sama
 Pasien dapat tim
beraktifitas
seperti biasa
3. Gangguan citra Tujuan : Terjadi  Kaji secara  Mengetahui
tubuh berhubungan perbaikan penampilan verbal dan tingkat
dengan perubahan peran nonverbal respon kecemasan
struktur atau Kriteria hasil : klien terhadap klien
bentuk tubuh  Klien tidak tubuhnya  Membantu
ditandai dengan berperasaan negatif  Fasilitasi kontak klien
pasien tentang dirinya dengan individu mengembalika
mengungkapkan  Klien menerima lain dalam n percaya
perubahan dari situasi dirinya kelompok kecil dirinya
struktur tubuhnya  Klien tidak takut  Ajarkan keluarga  Memudahkan
atau malu untukmembantu dalam proses
berinteraksi dengan memotivasi perawatan
orang lain pasien  Memudahkan
 Klien dapat kembali  Kolaborasi untuk ikut serta
bermain dengan dengan psikiater dalam terapi
keluarga jika perlu
 Klien menunjukkan
peningkatan
kepercayaan dirinya

177
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan  Monitor tanda  Deteksi dini
berhubungan tindakan keperawatan dan gejala infeksi adanya tanda
dengan selama 1x 24 jam resiko sistemik dan infeksi
ketidakadekuatan infeksi dapat teratasi lokal  Meminimalisir
sistem pertahanan  Cuci tangan resiko
Kriteria hasil:
tubuh setiap sebelum terjadinya
 Pasien dapat dan sesudah infeksi
menunjukkan tidak tindakan  Meningkatkan
adanya tanda infeksi keperawatan sistem
 Pasien dapat  Tingkatkan pertahanantubu
menunjukkan intake nutrisi h
kenyamanannya  Inspeksi kulit  Deteksi adanya
 Pasien dapat dan membran keabnormalan
beraktivitas kembali mukosa terhadap pada ulit

 Pasien tampak lebih kemerahan,  Deteksi dini


tenang panas, drainase adanya infeksi

 Pasien tidak rewel  Monitor adanya pada luka

lagi luka  Memudahkan


 Kolaborasi dalam kerja
dengan dokter sama tim
dalam pemberian
antibiotik
5. Intoleransi Tujuan : Setelah  Bantu  Membantu
aktivitas b.d dilakukan tindakan kebutuhan dan
kelemahan asuhan keperawatan 2x klien memudahka
24 jam,  Tingkatkan n klien saat
Kriteria hasil : aktifitas dan bergerak
1. Peningkatan partisipasi  Membiasaka
toleransi aktivitas dalam n klien
dapat terpenuhi merawat diri untuk tidak
2. Pasien dapat sendiri sesuai bergerak
beraktifitas kembali kemampuan atau

178
3. Pasien menyatakan  Observasi melakukan
kenyamanan adanya daerah aktivotas
4. Pasien Nampak lebih yang berlebihan
tenang mengalami  Mengurangi
5. Pasien tidak rewel nyeri tingkat
lagi kelemahan
 Kolaborasi
klien dalam
dengan Ahli
beraktivitas
fisioterapi
 Memudahkan
untuk ikut serta
dalam terapi
6. Defisit nutrisi: Setelah dilakukan  Kaji mual,  untuk
kurang dari tindakan keperawatan sakit menetapkan
kebutuhan tubuh selama 1x 24 jam defisit menelan, cara
b.d anoreksia nutrisi dapat teratasi. dan muntah mengatasiny
Kriteria hasil: yang a
 Pasien dapat dialami  Cara
mempertahankan oleh pasien. menghidang
status asupan nutrisi  Kaji kan
yang adekuat. cara/bagaim makanan
 Pernyataan motivasi ana dapat
untuk memenuhi makanan mempengar
kebutuhan nutrisinya. dihidangkan auhi nafsu
 Penurunan berat  Berikan makan klien
badan selama 5x24 makanan  Membantu
jam tidak melebihi yang mudah mengurangi
dari 0,5 kg. ditelan kelelahan
 Nafsu makan pasien seperti pasien dan
membaik bubur, tim, meningkatk
 Pasien tampak lebih dan an asupan
tenang hidangkan makanan
saat masih karena

179
hangat. mudah
 Jelaskan ditelan
manfaat  Meningkatk
makanan/nu an
trisi bagi pengetahuan
klien pasien
terutama tentang
saat klien nutrisi
sakit. sehingga
 Berikan motivasi
umpan makan
balik positif meningkat
pada saat  Motivasi
klien mau dan
berusaha meningkatkl
menghabisk an semangat
an pasien
makanan.  Untuk
 Catat mengetahui
jumlah/pors pemenuhan
i makan nutrisi.
yang  Meningkatk
dihabiskan an nafsu
oleh klien makan.
setiap hari.  Mengetahui
 Lakukan perkembang
oral an status
hygiene nutrisi klien
dengan  Memudahka
menggunak n dalam
an sikat gigi terapi
yang lunak.

180
 Timbang
berat badan
setiap hari
 Kolaborasi
dengan ahli
gizi dalam
diet

7. Pola napas tidak Setelah dilakukan  Kaji frekuensi,  Kecepatan


efektif tindakan keperawatan kedalaman biasanya
berhubungan selama 1x30 menit pernapasan dan meningkat.
dengan gangguan pola napas dapat ekspansi paru. Dispenea dan
neurologis(terpajan kembali normal. Catat terjadi
allergen) upaya pernapas peningakatan
Kriteria hasil:
an, termasuk kerja napas.
 Tidak ada pengguanaan Kedalaman
penumpukan otot bantu/ pernapasan
secret pelebaran masal. berpariasi
 Pasien Nampak  Auskultasi bunyi tergantung
lebih tenang napas dan catat derajat gagal
 Pasien tidak adanya bunyi napas. Ekspansi
rewel lagi napas dada terbatas
 Pasien dapat adventisiusseper yang
menunjukkan tikrekels, mengi, berhubungan
kenyamanan gesekan pleura dengan
 Pasien dapat  Tinggikan atelektasisatau
bernapas dengan kepala dan bantu nyeri dada
normal mengubahposisi. pleuritik.
Bangunkan  Bunyi napas
pasien turun dari menurun atau

181
tempat tidur dan tak ada bila
ambulan di jalan napas
sesegera obstruksi
mungkin sekunder
 Observasi pola terhadap
batuk dan pendarahan,
karakter secret bekuan atau
 Berikan oksigen kolaps jalan
tambahan napas kecil
 Berikan (atelektasis).
humidifikasi Ronci dan
tambahan, mis: mengi
nebulizer menyertai
ultrasonic obstruksi jalan
napas atau
kegagalan
pernapasan.
 Duduk tinggi
memungkinkan
ekspansi paru
dan
memudahkan
pernapasan.
Pengubahan
posisi dan
ambulansi
meningkatkan
pengisian udara
segmen paru
berbeda
sehingga
memperbaiki

182
difusi gas
 Kongesti
alveolar
mengakibatkan
batuk keringat
auiritasi.
Sputum
berdarah dapat
di akibatkan
oleh kerusakan
jaringan atau
antikoagulan
berlebihan
 Memaksimalkan
bernapas dan
menurunkan
kerja napas
 Memberikan
kelembaban
pada membrane
mukosa dan
membantu
pengenceran
secret untuk
 n

183
8. Gangguan Setelah dilakukan  Monitor  Mengetahui
eliminasi urin tindakan selama 1x24 intake dan masukan
berhubungan jam gangguan output dan
dengan penurunan eliminasi urin dpaat  Monitor keluaran
kapasitas kandung teratasi. derajat urin pasien
kemih distensi  Deteksi
Kriteria hasil:
bladder derajat
 intake dan output  Instruksikan ditensi
pasien dapat pada pasien bladder
seimbang dan  Memudahka
 tidak ada keluarga n dalam
gangguan untuk proses
eliminasi urin mencatat penyembuh
 ginjal dapat output urine an
bekerja dengan  Sediakan  Menciptaka
baik privacy n privasi
 tidak ada nyeri untuk yang aman
 pasien tidak rewel eliminasi bagi pasien
lagi  Katerisasi  Memudahka
jika perlu n dalam
monitor
output urin

184
9. Defisit Setalah dilakukan  Kaji tingkat  Mengetahui
pengetahuan tindakan keperawatan pengetahuan ibu tingkat
berhubungan selama 1x 30 menit klien tentang pengetahuan
dengan kurang pengetahuan keluarga penyakitnya ibu klien
terpapar informasi dapat meningkat.  Jelaskan tentang tentang
tentang proses Kriteria hasil: proses penyakit, penyakit
penyakit  Keluarga cara penularan  Memberikan
menunjukkan dan pencegahan pemahaman
pemahaman tentang penyakit tentang
manajemen  Tinjau faktor penyakit
perawatan anak resiko individual  Mengetahui
 Keluarga dapat dan bentuk apakah ada
menjadi penularan. faktor resiko
penyemangat  Kolaborasi lain
pertama anak dengan dokter  Memudahkan
 Keluarga dapat dalam untuk ikut serta
melakukan dan memberikan dalam terapi
bekerjasama dengan informasi
baik bersama pihak mengenai terapi
tenaga kesehatan obat-obatan,
yang membantu epek samping,
penyembuhan anak. ketaatan
program
10. Stres hospitalisasi Setelah dilakukan  Kaji ulang  Memantau
berhubungan tindakan keperawatan keadaan umum keadaan pasien
dengan proses selama 3x24 jam stress pasien dan TTV.  Untuk
perawatan anak dapat diminmalisir.  Berikan terapi menghibur
Kriteria hasil: bermain pada pasien di
 Pasien anak tempat itu agar
menunjukkan  Berikan suasana tidak jenuh
kerjasama yang nyamah di dengan suasana
baik saat ruangan tersebut barunya

185
perawatan  kolaborasi  Agar pasien
 Pasien tampak Pemberian nyaman dengan
lebih tenang obat dengan keaadaan
 Pasien dapat dokter disekitar
menunjukkan  Pemenuhan
kenyamanan membantu
 Pasien dapat mempercepa
bermain dan t
tidak rewel lagi kesembuhan
pasien

Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan terperinci
sebelumnya.
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Referensi
Nurarif, Amin huda, Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis:
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, noc Dalam Berbagai
Kasus. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Evalina, Rita. 2012. Gambaran Klinis dan Kelainan Imunologis pada Anak
dengan Lupus Eritematosus Sistemik di Rumah Sakit Umum Pusat Adam
Malik Medan.(http://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/view/395) (diakses 02 April 2019)

186
RETARDASI MENTAL 10
Definisi
Dengan nilai IQ di bawah rata-rata orang normal dan kemampuan untuk
melakukan keterampilan sehari-hari yang buruk. Retardasi mental juga dikenal
dengan nama gangguan intelektual. Retardasi mental ini didapatkan selama anak
mengalami masa perkembangan.
Orang-orang yang mengalami retardasi mental atau intellectual
disability dapat mempelajari keterampilan yang baru, tetapi mereka
mempelajarinya dalam waktu yang lebih lama.
Seseorang dikatakan mengalami retardasi mental (intellectual
disability) jika memiliki keterbatasan dalam dua hal, yaitu:
 Fungsi intelektual yang dikenal juga sebagai IQ. Fungsi ini mengacu pada
kemampuan seseorang untuk belajar, berpikir, membuat keputusan, dan
menyelesaikan masalah.
 Perilaku beradaptasi di mana ini merupakan keterampilan yang diperlukan
untuk menjalani kehidupan sehari-hari, seperti mampu berkomunikasi
secara efektif, berinteraksi dengan orang lain, serta mampu merawat diri
sendiri.
Etiologi
Penyebab retardasi mental dapat terjadi mulai dari fasepranatal, perinatal
dan postnatal.Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari 1000
macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat
dicegah.Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab
biologis dan psikososial.
Secara garis besarnya factor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu:
a. Faktor genetik
- Kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi-21 atau dikenal dengan
Mongolia atau Down Syndrome
- Kelainan bentuk kromosom
b. Faktor prenatal

187
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum
atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya. Factor
prenatal tersebut adalah:
1. Gizi
2. Mekanis
3. Toksin
4. Endokrin
5. Radiasi
6. Infeksi
7. Stress
8. Imunitas
9. Anoksia embrio
c. Faktor perinatal
- Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali
umbilicus.
- Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang,
anomali uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
- Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal.
d. Faktor pascanatal
- Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi)
- Trauma kapitis dan tumor otak
- Kelainan tulang tengkorak
- Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor
sosio-budaya.
Patofisiologi
Para Ahli menyebutkan bahwa, penyebab terjadinya retardasi mental pada
sesorang, yaitu: dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luarseperti
penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Gangguan fisiologis dan
virusdapat menyebabkan retardasi mental.Virus tersebut diantaranya
rubella(campak jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat
besarpada tri semester pertama saat ibu mengandung, karena akanmemberi
peluang timbulnya ketunaan pada bayi yang dikandung. Bentuk

188
gangguanfisiologis lain adalah reshus faktor, mongoloid (penampakan fisik
miripketurunan orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan
kretinismeatau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid.
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi
mental.Peningkatantekanan yang terjadi pada otak menyebabkan kemunduran
fungsi otak.Selain itu, keadaan cerebal anoxia, yaitu kekurangan oksigen dalam
otakjuga menyebabkan otak tidak berfungsi dengan baik.Kelainan otak
dapatterjadi pada saat pertumbuhan, pada masa prenatal, natal, maupun postnatal.
Peradangan otak akibat pendarahanmenyebabkan gangguan motorik dan mental,
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan anak retardasi mental
Web Of Caution

189
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan utama
Perkembangan biologik yang terhambat,
dismorfisme seperti mikrosefali disertai dengan gagal tumbuh sesuai usia.
2. Riwayat keluhan utama.
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif (pola, proses pikir), Lambatnya
ketrampilan ekspresi dan presepsi bahasa, Gagal melewati tahap
perkembangan yang utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal
(kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal),
lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal (lebih sering tonus otot
lemah), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motorik halus
dan kasar.
3. Keluhan pada saat pengkajian.
Biasanya pasien mengeluh perkembanganbiologik yang terhambat,
dismorfisme seperti mikrosefali disertai dengan gagal tumbuh sesuai usia
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care.
Kemungkinanbesarpasienpernahmengalami penyakit kromosom Trisomi
21 (Sindrom Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom (distrofiotot
Duchene), neurofibromatosis (tipe 1)

190
2. Natal.
Gangguan metabolisme sejak lahir (Fenilketonuria), Abrupsioplasenta,
Diabetes maternal, Kelahiran premature.
3. Post Natal.
Kondisi neonatal termasuk meningitis danperdarahan intracranial,
Cederakepala, Infeksi, Gangguan degenerative.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa
atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari
ibu tersebut.
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td
F. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan fisik perlu dikaji bagaiamana proses pertumbuhan anak sesuai
dengan usia.
2. Perkembangan tiap tahap usia setiap anak berbeda.
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi dengan retardasi
mental

191
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingka stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan retardasi mental
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada pola ini biasanya tidak ditemukan gangguan.
3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK tetapi pada retardasi mental BAB dan BAK
normal.
4. Pola Gerak dan Aktifitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif Dan Persepsi
Pada pola ini biasanya ditemukan klien mengalami gangguan retardasi
mental yang di tandai dengan sulitnya di ajak berinteraksi dengan orang
lain dan menolak jika di ajak bermain.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perasaan tidak percaya diri atau minder.
7. Pola Tidur dan Istirahat

192
Pada pola ini biasanya tidak ditemukan gangguan
8. Pola Peran dan Hubungan
Pada pola ini biasanya klien sering menolak ketika di ajak bermain oleh
teman-temannya dan tidak nyambung ketika diajak bicara.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola Stress-Koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang
baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan
mengganggu kebiasaan ibadahnya.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal beruhubungan dengan kelainan fungsi
kognitif.
2. Risiko cedera berhubungan dengan perilaku agresif / ketidakseimbangan
mobilitas fisik.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan mobilitas fisik /
kurangnya kematangan perkembangan.
4. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan adaptasi sosial.
5. Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan fisik dan
mental.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kelainan
fungsi kognitif.
7. Gangguan penyesuaian individu b.d Intelegensi yang rendah.
8. Hambatan interaksi social b.d Gangguan proses pikir.
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita retardasi mental.

193
10. Kurangnya pengetahuan (pada keluarga tentang penyakit) b.d. kurang
pajanan informasi.

Intervensi Keperawatan
 Diagnosa 1: Gangguan komunikasi verbal beruhubungan dengan
kelainan fungsi kognitif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam komunikasi
terpenuhi sesuai tahap perkembangan anak.
Kriteria Hasil :
 Klien mengetahui penyebab dari gangguan komunikasi.
 Klien mengetahui cara mengatasi gangguan komunikasi.
 Klien mampu melakukan cara komunikasi sesuai tahap
perkembangan.
 Komunikasi lancar.
Intervensi Rasional
O: Kaji dan Tingkatkan - Dengan mengajak
komunikasi verbal dan stimulasi berkomunikasi dan memberikan
taktil rangsangan sentuhan dapat
N: mengekpresikan perasaannya
- Berikan perintah berulang - Dapat memberikan penekanan
dan sederhana dan mengurangi kebingungan
- Beri waktu yang cukup klien
untuk berkomunikasi - Dengan waktu yang banyak
E: Dorong komunikasi terus klien akan merasa ada tempat
menerus dengan dunia luar contoh untuk berbagi perasaannya.
Koran, televisi, radio, kalender, - Pengenalan dunia luar akan
jam dan lain-lain membuka pikiran dan
C: Kolaborasi dengan rehabilitasi menambah ketrampilan klien
 Dmedic - latihan gerak yang dapat
i merangsang otot-otot yang
a mendukung dalam
g berkomunikasi (berbicara).

194
nosa 2: Risiko cedera berhubungan dengan perilaku agresif/
ketidakseimbangan mobilitas fisik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Kriteria hasil:
 Pasien mengerti tentang kondisi yang sedang dialami.
 Pasien dapat mengatur keamanan semampunya
 Pasien dapat melakukan kegiatan yang menurunkan resiko cidera
 Pasien dapat beradaptasi dengan situasi baru
Intervensi Rasional
O: Observasi mulut jika tertelan - Anak kurang mengerti tentang
benda selain makanan. bahaya, jadi harus terus di pantau
N: dalam setiap aktivitasnya.
- Berikan posisi yang aman dan - Mencegah resiko cedera.
nyaman - Aktifitas yang berlebihan dapat
- Batasi aktifitas yang berlebihan. menyebabkan resiko cedera.
 DE:Anjurkan keluarga untuk tetap - Menghindari anak membuang
i
bersama anak sampai obat ditelan obat atau meminum obat secara
a perhatikan efek samping dari
dan berlebihan.
gpengobatan
nC:Kolaborasi dengan keluarga - Mencegah terjadinya resiko
ountuk mencegah resiko cedera cedera
s
a
3:Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan mobilitas fisik /
kurangnya kematangan perkembangan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien mampu melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan
perkembangan anak.
Kriteria hasil :

195
 Pasien mengetahui cara merawat diri yang sesuai dengan usia dan
perkembangannya.
 Pasien tidak merasa kesulitan saat merawat diri.
 Pasien dapat merawat dirinya tanpa bantuan orang lain..
 Pasien dapat melakukan semua hal yang berhubungan dengan
perawatan diri dengan baik.
Intervensi Rasional
O: Identifikasi kesulitan dalam - Mencegah timbulnya penyakit
perawatan diri, seperti keterbatasan lain yang dapat memperberat
gerak fisik, penurunan kognitif. penyakit klien
 N:
D Beri bantuan untuk melakukan - Untuk mencegah terjadinya
i
perawatan diri sesuai kebutuhan resiko cedera
a Ajarkan cara merawat diri yang
E: - Mencapai target perawatan diri
g
sesuai dengan usia dan kebutuhan yang sesuai dengan usia dan
n
C:Kolaborasi dengan keluarga perkembangan yang sesuai
o
untuk memberikan support kepada - Untuk memberikan semangat
s
pasien dan Kolaborasi dengan kepada pasien agar dapat
a
rehabilitasi medis menunjang keberhasilan
tindakan yang diberikan dan
4 latihan gerak yang dapat
: merangsang otot-otot gerak

G
angguan interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan adaptasi sosial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat
merasakan kewajaran saat berinteraksi seperti orang lain dengan,
Kriteria hasil:
 Anak dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain.

Intervensi Rasional
O:Kaji factor penyebab gangguan - Informasi data dalam
perkembangan dan isolasi sosial. menentukan intervensi.
N:

196
- Ciptakan lingkungan yang aman - Agar anak tidak merasa
saat anak berinteraksi dengan canggung, tegang, atau takut saat
siapapun. berinteraksi.
- Bina hubungan saling - Meningkatkan kepercayaan
percaya: sikap terbuka dan hubungan antara klien dengan
empati, sapa dengan perawat, dan mempermudah
ramah, pertahankan kontak mata perawat untuk berinterksi dengan
selama interaksi. anak.
- Dorong anak melakukan - Meningkatkan kemampuan
 Dsosialisasi dengan kelompok. dalam bersosialisasi.
E:Diskusikan
i bersama keluarga - Meningkatkan pengetahuan
tentang
a manfaat berhubungan keluarga tentang perlunya anak
dengan
g orang lain. berhubungan dengan orang lain.
C:Kolaborasi
n dengan keluarga - Untuk memberikan semangat
untuk
o memberikan support kepada kepada pasien agar dapat
pasien.
s menunjang keberhasilan tindakan
a yang diberikan.

5
: Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan fisik
dan mental.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat
melakukan aktivitas fisik walau hanya sebagian dengan,
Kriteria hasil:
 Anak dapat melakukan aktifitas fisik dasar.
Intervensi Rasional
O: Kaji respons pasien terhadap - Informasi data dalam
aktivitas. menentukan intervensi
N: - Untuk meningkatkan minat anak
- Motivasi dan bantu anak dalam melakukan aktivitas fisik.
melakukan aktivitas fisik. - Reinforcement positif dapat
- Beri pujian atas keberhasilan menyenangkan hati anak dan

197
klien melakukan aktivitas fisik. meningkatkan minat anak untuk
E: melakukan aktivitas fisik.
- Diskusikan pada anak/keluarga - Untuk meningkatkan
 Dtentang keuntungan melakukan pengetahuan anak tentang
i aktivitas fisik. perlunya aktivitas fisik.
-a Diskusikan pada anak/keluarga - Untuk meningkatkan minat anak
g tentang kerugian tidak dalam melakukan aktivitas fisik.
n melakukan aktivitas fisik. - Untuk memberikan semangat
C:Kolaborasi
o dengan keluarga kepada pasien agar dapat
untuk
s memberikan support kepada menunjang keberhasilan tindakan
pasien
a dan kolaborasi dengan yang diberikan
rehabilitasi medis.
6
: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi
kognitif.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat
berkembang sesuai dengan tingkatnya.
Kriteria hasil:
 Tak ada kemunduran mental.
 Anak mampu melakukan kegiatan sesuai kemampuan secara
optimal.

Intervensi Rasional
O:Kaji factor penyebab gangguan - Agar tindakan yang dilakukan
perkembangan anak lebih tepat dan akurat.
N: - Berikan aktivitas sesuai - Meningkatkan kemampuan.
dengan kemampuan anak - Melatih kemampuan
- Dorong / libatkan anak dalam meningkatkan harga diri
melakukan aktivitas - Menstimulasi kemampuan fisik,
E:Ajarkan hal-hal yang perlu kognitif anak
diketahui anak (aktivitas dasar) - Mempercepat proses pemulihan.
C:Kolaborasi dengan tim medis

198
dalam pemberian terapi.

 Diagnosa 7: Gangguan penyesuaian individu b.d Intelegensi yang rendah.

Kriteria hasil:
 Bisa menggunakan strategi koping yang baik.
 Bisa mempertahankan produktivitas.

Intervensi Rasional
O: Kaji respons pasien terhadap - Informasi data dalam
penyesuaian . menentukan intervensi.
N:Bantu pasienuntuk - Agar bisa menyesuaikan peran
mengidentifikasiperan yang dalam keluarga
 Dbiasadalam keluarga. - Mencapai target strategi dalam
i E:Ajarkan untuk perubahan peran
amengidentifikasistrategi - Mempercepat proses pemulihan.
gpositifuntuk perubahanperan.
nC: Kolaborasi dengan tim medis
odalam pemberian terapi.
s
a 8: Hambatan interaksi social b.d Gangguan proses pikir.
Kriteria hasil:
 Bisa mempertahankan fungsi kognitif.
 Bisa mempertahankan keterampilan bahasanya.
 Bisa mempertahankan keterampilan dalam pemecahan masalah.

Intervensi Rasional
O: Kajisuatuketerampilan - Agar tindakan yang dilakukan
sosial tertentu yang akanmenjadi lebih tepat dan akurat.
focus dari pelatihan. - Meningkatkan kemampuan
N:Dorong pasien untuk dalam berinteraksi
mengungkapkan perasaan yang - Meningkatkan pengetahuan

199
berhubungan dengan masalah keluarga tentang perlunya anak
pribadinya. bersosialisasi.
E: Berikan pendidikan kesehatan - Mempercepat proses pemulihan.
kepada keluarga untuk melatih
klien supaya keterampilan
sosialnya semakin berkembang.
C: Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian terapi.

 Diagnosa 9: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai


anak yang menderita retardasi mental.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan keluarga
menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya.

Intervensi Rasional
O:Kaji pemahaman keluarga - Informasi data dalam
tentang penyakit anak dan rencana menentukan intervensi
perawatan.
N:Gunakan setiap kesempatan - Mempermudah pemahaman
untuk meningkatkan pemahaman keluarga
keluarga tentang penyakit dan - Meningkatkan pengetahuan
terapinya. keluarga mengenai kondisi
E:Tekankan dan jelaskan tentang anaknya.
kondisi anak, prosedur dan terapi - Mempercepat proses pemulihan
yang dianjurkan. dan pemahaman keluarga.

200
C: Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian terapi dan
informasi kondisi anak.

 Diagnosa 10: Kurangnya pengetahuan (pada keluarga tentang penyakit)


b.d. kurang pajanan informasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan keluarga
tentang retardasi mental meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Mengetahui etiologi penyakit.
2. Mengetahui prognosis penyakit.
3. Mengetahui tindakan medis/non medis untuk mengatasi
kekurangan.
Intervensi Rasional
O:Kaji tingkat pengetahuan - Informasi data dalam
keluarga tentang retardasi mental. menentukan intervensi.
N:Gambarkan tanda dan gejala - Agar memahami dasar mengenai
yang biasa muncul pada penyakit, gambaran penyakit.
dengan cara yang tepat
E:Jelaskan patofisiologi dari - Meningkatkan pengetahuan
penyakit dan bagaimana hal ini keluarga tentang penyakit.
berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
C: Kolaborasi dengan tim medis - Mempercepat proses pemberian
dalam pemberian pengetahuan. pengetahuan.

Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.Rencana tindakan

201
tersebut diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan dan hasil yang di harapakan.Tindakan keperawatan harus
mendetail.Agar semua tenaga keperwatan dapat menjalankan tugasnya dengan
baik dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan di lakukan sesuai dengan
kondisi pasien.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap
evaluasidalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan
data objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana
keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan
melalui perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan
standar yang telah ditetapkan lebih dulu.Pada tahap evaluasi yang perawat
lakukan adalah melihat apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria
waktu yang telah ditetapkan.
Referensi
Amin & hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction
Wikasanti, E. 2014.Mengupas Therapy Bagi Tuna Grahita Retardasi Mental
Sampai Lambat Belajar. Sleman, Jogjakarta: Redaksi Maxima.

202
AUTISME 11
Definisi
Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III) yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan 1993 dan
merupakan terjemahan dari ICD-X (International Classification of Deseases=X)
yang diterbitkan WHO 1992 dan DSM-IV, yang dimaksud autisme masa anak
adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas
dan/atau untuk hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan
anak mempunyai fungsi abnormal dalam 3 bidang yaitu interaksi sosial,
komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.
Etiologi
Penyebab pasti autisme belum diketahui, tetapi diketahui bahwa
penyebabnya sangat kompleks dan multifaktorial dan terutama dipengaruhi faktor
genetik. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa berbagai faktor secara
sendiri atau bersama – sama menggangu susunan saraf pusat melalui mekanisme
tertentu, yang akhirnya menghasilkan suatu sindrom gangguan perilaku yang
disebut sebagai autisme. Berbagai teori yang diperkirakan menjadi penyebab
terjadinya autisme adalah sebagai berikut :
1. Faktor Psikososial
Dahulu diperkirakan penyebab autisme adalah faktor psikogenik, yaitu
pengasuhan yang kaku dan obsesif dalam suasana emosional yang dingin.
Pendapat lain adalah sikap ibu yang kurang memperhatikan anak atau
yang tidak menghendaki/menolak kehadiran anak tersebut, sehingga
mengakibatkan penarikan diri dari anak tersebut. Sebagai akibat dari teori
ini, banyak ibu merasa bersalah dan stres. Padahal, dia juga sudah banyak
beban dengan merawat anaknya yang autisme. Namun, sekarang teori
tersebut disanggah, karena tidak terdapat perbedaan situasi keluarga antara
anak autisme dengan yang normal.
2. Faktor pranatal, perinatal, dan pascanatal
Komplikasi pranatal, perinatal, pascanatal, sering diketemukan pada anak
yang menderita autisme, seperti perdarahan setelah kehamilan trimester
pertama serta mekonium pada cairan amnion sebagai tanda adanya fetal

203
distres dan preklamsia. Komplikasi lainnya antara lain adalah penggunaan
obat – obatan tertentu pada ibu, infeksi rubela pada ibu, inkompatibilitas
rhesus, fenilketonuria yang tidak diobati, asfiksia atau gangguan
pernapasan lainnya, anemia pada janin, dan kejang pada neonatus. Semua
komplikasi itu menyebabkan gangguan fungsi otak yang diduga sebagai
penyebab autisme.
3. Teori imunologi
Ditemukan antibodi ibu terhadap antigen tertentu yang menyebabkan
penyumbatan sementara aliran darah otak janin. Selain itu, antigen tersebut
juga ditemukan pada sel otak janin, sehingga antibodi ibu dapat merusak
jaringan otak janin. Keadaan tersebut memperkuat teori peranan imunologi
pada terjadinya autisme. Penyakit autoimun seperti diabetes tipe 1, artritis
rheumatoid, hipotiroid dan lupus eritematosus sistemik, banyak ditemukan
pada keluarga yang anaknya menderita autisme. Dikatakan bahwa autisme
ditemukan 8,8 kali lebih banyak pada anak yang ibunya menderita
penyakit autoimun.
4. Teori infeksi
Peningkatan angka kejadian autisme terjadi pada anak – anak yang lahir
dengan rubela kongenetal, ensefalitis herpes simpleks, dan infeksi
sitomegalovirus, sebagai akibat dari kerusakan otak anak. Pernah
dilaporkan bahwa overgrowth jamur C.albicansdapat menyebar keseluruh
tubuh termasuk otak anak, sehingga mengganggu fungsi otak.
C.albicansjuga mengeluarkan enzim fosfolipid dan protease yang
mengakibatkan permeabilitas usus meningkat, sehingga mudah dilalui
protein yang belum sempurna dipecah seperti gluten dan kasein. Dikatakan
bahwa dengan diet rendah gluten dan kasein, gejala autisme akan
membaik, tetapi teori ini masih belum terbukti kebenarannya.
5. Faktor genetik
Terdapat bukti yang kuat bahwa faktor genetik berperan pada autisme.
Pada pasangan anak kembar satu telor (monozygot), ditemukan kejadian
autisme sebesar 36 - 95%, sedangkan pada anak kembar 2 telor (dizygot)
kejadiannya 0 – 23%. Pada penelitian keluarga dari anak yang autisme,

204
diketemukan autisme pada saudara kandungnya 2,5 – 3%. Dikatakan pula
bahwa autisme adalah salah satu dari kemungkinan yang timbul pada anak
yang secara genetik pada keluargnya terdapat masalah belajar dan
komunikasi. Didapatkan angka kejadian autisme pada Fragile-X sekitar 7
– 20% dan pada tuberous sclerosis sekitar 17 – 61%. Pernah dilaporkan
sindrom fragile-X yang terjadi bersamaan dengan gangguan X-linked
autosomal dominan dan tuberous sclerosis pada 8 – 11% kasus autisme.
Sindrom fragile-X meliputi sekumpulan gejala, seperti retardasi mental
ringan sampai berat, kesulitan belajar, daya ingat jangka pendek yang
buruk, kelainan fisik, clumsiness, serangan kejang, dan hiper – refleksi.
Sering juga ditemukan gangguan perilaku, seperti hiperaktif, gangguan
pemusatan perhatian, impulsif, ansietas, dan gangguan autistik. Namun,
hingga saat ini, hubungan antara autisme dengan sindrom fragile-X masih
diperdebatkan. Komponen genetik autisme cenderung heterogen,
melibatkan sekitar 100 gen. Kelainan genetik pada autisme ditemukan
pada hampir semua mitokondria dan semua kromosom, kecuali kromosom
14 dan 20. Diketahui bahwa untuk terjadinys gejala autisme, terlibat gen
majemuk yang berinteraksi dengan berbagai faktor lingkungan sekitar.
Kromosom yang sangat terkait dengan autisme adalah kromosom
7q,2q,15q11 – 13.
6. Faktor neuroanatomi
Dengan majunya ilmu pengetahuan dan penelitian dalam bidang
neurobiologis dan genetika, telah ditemukan adanya kerusakan yang khas
di dalam sistem limbik (pusat emosi), yaitu pada bagian otak yang disebut
hipokampus dan amigdala. Mereka menemukan bahwa pada anak autisme,
neuron didalam hipokampus dan amigdala sangat padat dan kecil – kecil.
Amigdala mengendalikan fungsi emosi dan agresif. Anak autis pada
umumnya tidak bisa mengendalikan emosinya. Mereka seringkali agresif
terhadap orang lain atau pada diri sendiri ; atau mereka sangat pasif seolah
– olah tidak mempunyai emosi. Amigdala juga peka terhadap berbagai
rangsang sensoris, seperti suara,penglihatan, penciuman, dan emosi yang
berhubungan dengan rasa takut. Penderita autisme seringkali mengalami

205
gangguan pada hal – hal tersebut di atas. Hipokampus bertanggung jawab
terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Kerusakan pada hipokampus
menyebabkan kesulitan menyerap dan mengingat informasi baru dan juga
menimbulkan perilaku yang strereotipik, stimulasi diri, serta
hiperaktivitas. Selain itu, pada penelitian dengan menggunakan
pemeriksaan MRI (MagneticResonance Imaging), didapatkan lesi pada
lobus temporalis, parietalis, frontalis dan serebulum pada anak autistik.
Kelainan di serebulum ditemukan pada 30 – 50% anak, berupa hipoplasia
atau hiperplasia pada lobus ke VI dan ke VII. Ditemukan jumlah sel – sel
Purkinye di serebulum sangat sedikit dan mempunyai kandungan serotinin
yang tinggi. Keseimbangan antara neurotransmiter serotinin dan dopamin
sangat diperlukan untuk penyaluran impuls dari neuron satu ke neuron
yang lain. Sementara itu, kerusakan pada lobus frontalis mengakibatkan
terbatasnya perhatian terhadap lingkungan.
7. Faktor neurokimiawi/neurotransmiter
Teori ini mengacu pada ditemukannya peningkatan kadar serotinin pada
sepertiga anak autisme. Sejak itu, peranan neurotransmiter pada autisme
mendapat banyak perhatian. Diduga gangguan fungsi neurotransmiter
inilah yang mendasari terjadinya gangguan fungsi perilaku dan kognitif
pada autisme. Neurotransmiter yang diduga menimbulkan gangguan
autisme adalah :
a. Serotinin
Hiperserotininemia didapatkan pada sepertiga anak autistik, separuh
anak autistik dengan retardasi mental, serta pada keluarga anak
autistik.
b. Dopamin
Adanya hiperdopaminergik pada susunan saraf pusat diduga sebagai
penyebab hiperaktivitas dan stereotipi pada autisme. Walaupun tidak
terdapat perbedaan antara kadar asam homovalinik cairan
serebrospinal dan perifer, terbukti bahwa penghambatan reseptor
dopamin dapat mengurangi gejala hiperaktivitas dan stereotipi pada
beberapa kasus autisme.

206
c. Opiat endogen
Dikatakan bahwa penderita autisme memproduksi ensefalin dan beta –
endorfin dalam jumlah banyak. Ditemukan persamaan tingkah laku
antara anak autistik dengan anak dengan ketergantungan opiat, yaitu
terdapat ganggguan interaksi sosial dan kurang sensitif terhadap rasa
sakit. Selain ketiga neurotransmiter tersebut diatas, juga terdapat
kenaikan epinefrin, norepinefrin, dan oksitosin pada penderita autisme.

Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat dilapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).
Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak dibagian otak berwarna putih.
Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembetukan sel saraf berhenti dan mulai pembetukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang
dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak
sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan
bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian sel, berkurangnya akson,
dendrit dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses tersebut. Sehingga
akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah
bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis
dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived
neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-
related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab

207
untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth
without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan petumbuhan sel
saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
( jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel purkinye. Gangguan pada sel purkinye
dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik,
gangguan sel purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa
kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau
obat seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak
normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil
menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam
fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar
yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dan merusak
hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan
menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi

208
tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka
menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan
stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka
memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro sepeti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang
merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan
timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang di derita ibu pada masa
kehamilan, radiasi, serta kokain.

209
Web Of Caution

210
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
B. Biodata
2. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
3. Identitas Orang Tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
4. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh sulit fokus pada objek semula bila, anak sulit
menggunakan ekspresi non verbal, dan keterbatasan kognitif.
2. Riwayat Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat
bicara..
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian.
Biasanya pasien berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh, dan
sulit fokus serta mengalami keterbatasan kognitif.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care.
Biasanya ibu pada saat kehamilan sering terpapar zat toksik, seperti
timbal.
2. Natal.
Biasanya anak dengan autisme mengalami cidera otak saat proses
persalinan..
3. Post Natal.
Biasanya anak sering terpapar zat toksik dan mengalami cidera otak.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.

211
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imunisasi rutin anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td
F. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan fisik biasanya terjadi kegagalan pertumbuhan pada anak
2. Perkembangan tiap tahap usia biasanya mengalami keterlambatan
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi karena anak
dengan autisme mengalami kesulitan fokus pada objek.
H. Reaksi Hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkat stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan autisme.
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Sebelum sakit biasanya keluarga pasien menganggap penyakitnya murni
secara alamiah ditularkan bukan karena santet atau guna-guna.
Saat sakit keluarga pasien melakukan upaya mencegah timbulnya gejala
lain dengan perawatan itensif dari pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi

212
Nutrisi. Meliputi bagaimana selera makan anak, frekuensi, menu makanan,
dan cara makan. Biasanya anak dengan autisme nafsu makannya menurun
sehingga berat badannya pun menurun.
3. Pola Eliminasi
Meliputi frekuensi, konsistensi, warna dan bau.
4. Pola Gerak dan Aktifitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
4. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien anak biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya, tetapi
kecemasan keluarga terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting.
5. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya pasien anak belum menyadari bagaimana konsep diri dan
penilaian orang lain tentang penyakit autisme, tetapi keluarga pasien turut
merasakan bagaimana perubahan konsep diri dari penilaian masyarakat
terhadap anak.
6. Pola Tidur dan Istirahat
Meliputi, jam tidur, pola tidur, dan kesulitan tidur. Anak dengan autisme
biasanya mengalami kesulitan tidur terutama pada saat malam hari, anak
rewel karena proses penyakit dalam tubuh.
7. Pola Peran dan Hubungan
Saat pasien anak mulai ditemukan gejala, maka pola peran dan hubungan
dalam keluarga pun berubah, peran keluarga sangatdibutuhkan dalam

213
kondisi seperti ini, karena anak belum bisa merawat dirinya sendiri dan
terus membutuhkan dukungan dari keluarga dekat.
8. Pola Seksual dan Reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
9. Pola Stress-Koping
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana keadaan psikososial anak
berhubungan dengan lingkungan sekitar anak tinggal termasuk juga
bagaimana hubungan dan peran antara orang tua dan anak. Biasanya anak
mengalami stress karena proses perawatan yang panjang, stress
hospitalisasi, dan juga dari pihak keluarga akan mengalami stress saat anak
menjalani serangkaian proses pengobatan untuk kesembuhan anak.
10. Pola Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
K. Pemeriksaan penunjang
1. Skrinning perkembangan
2. Penilaian perilaku
3. Penilaian fisik (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, dan tes
pendengaran)
4. Tes laboratorium (tes keracunan timbal)
Dignosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan ganggusn
neuromuskular
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan
atau maturasi
3. Resiko harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan psikitrik
4. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan kelainan neurologis
5. Perilaku kekerasan berhubungan dengan perubahan status mental.
6. Resiko mutilasi diri berhubungan dengan individu autistik.
7. Ketidak mampuan koping induvidu berhubungan dengan tidak adekuat
keterampilan pemecahan masalah

214
8. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya,
kesulitan dalam berkomunikasi
9. Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan perkembangan anak
10. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan cara mengatasi
anak dengan kesulitan belajar
Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Intervensi RASIONAL


1 Gangguan Setelah dilakukan  Sapa klien  Menunjukkan
komunikasi asuhan dengan ramah ekpresi bersahabat
verbal keperawatan 1x24 baik verbal  Agar klien dapat
berhubungan jam diharapkan maupun non menyebutkan
dengan pasien mampu : verbal nama
ganggusn - memperoleh,  Jelaskan  Kata kata yang
neuromuskular mengatur, dan tujuan digunakan tepat
menggunakan pertemuan atau sesuai dengan
informasi  Dengarkan topik pembicaraan
- mampu pembicaraan  Agar klien
mengontrol klien lalu menatap lawan
respon identifikasi bicara
ketakutan dan tema atau
kecemasan topik
terhadap pembicaraan
ketidakmampua  Kaji
n berbicara kemampuan
- mampu klien
memanajemen menginterpret
kemampuan asikan
fisik yang /menilai
dimiliki pesan/
pembicaraan
orang lain

215
2 Gangguan Setelah dilakukan  Tinjau riwayat  Kondisi seperti ini
interaksi sosial asuhan medis fisik dapat mengisolasi
berhubungan keperawatan 1x24 atau penyakit individu yang
dengan jam diharapkan jangka merasa tidak
hambatan pasien mampu : panjang, terhubung dari
perkembangan - Interaksi sosial penyakit orang lain,
atau maturasi dengan orang, mental menyebabkan
kelompok, atau  Bina ksulitan dalam
organisasi hubungan menghubungkanny
- Memahami terapeutik a dalam situasi
dampak dari menggunakan sosial
perilaku diri pujian positif  Klien yang
pada interaksi pada klien, memiliki kesulitan
sosial mendengar berinteraksi dalam
- Mendapatkan aktif, memberi sosial memerlukan
atau lingkungan perasaan nyaman
meningkatkan yang aman dan diterima
keterampilan  Motivasi klien sebelum ia mampu
interaksi sosial, untuk berbicara mengenai
kerja sama, mengungkapk diri dan
ketulusan, dan an perasaan kekhawatirannya
saling tingkat  Rasa hormat dan
memahami kenyamanan saling menghargai
mengenai merupakan hukum
situasi sosial yang pertama
 Anjurkan dalam
mengharagai berkomunikasi
orang lain dengan orang lain
3 Resiko harga Setelah dilakukan  Buat  Mengakui
diri rendah asuhan pernyataan kemampuan fisik
kronis keperawatan 1x 24 yang  Mengakui
berhubungan jam diharapkan mendukung kemampuan mental

216
dengan pasien mampu : dan berempati pribadi
gangguan  Beradapatasi  Rangkul  Mengenali
psikitrik terhadap pasien dengan keterbatasan
ketunandayaan dukungan pribadi secraa fisik
fisik : respon  Dukung  Mempertahankan
adaptif klien penggunaan kesadaran berfikir
terhadap mekanisme
tantangan perubahan
fungsional yang sesuai
penting akibat  Bantu pasien
ketunandayaan mengenali
fisik perasaannya
 Menunjukkan
penilaian
pribadi tentang
harga diri
 Mengungkapka
n penerimaan
diri
4 Resiko Setelah dilakukan  Bina  Kepercayaan dari
perilaku asuhan hubungan klien merupakan
kekerasan keperawatan 1x24 saling percaya hal yang mutlak
berhubungan jam diharapkan  Diskusikan sertaakan
dengan pasien mampu : dengan klien memudahkan
kelainan  Dapat menhan perilaku dalam melakukan
neurologis diri dari kekerasan pendekatan
menghancurkan yang keperewatan
barang – barang dilakukannya terhadap klien
milik orang lain selama ini  Mwelihat
 Dapat  Diskusikan mekanisme koping
mengidentifikas dengan klien klien dalam
i kapan marah, akibat negatif menyelesaikan

217
frustasi, atau dari perilaku maslah yang
merasa agresif kekerasan dihadapi
 Pasien Nampak Jelaskan  Membantu klien
lebih tenang manfaat melihat dampak
menggunakan yang ditimbulkan
obat secara akibat perilaku
teratur dan kekerasan yang
kerugian jika dilakukan klien
tidak  Menyukseskan
menggunakan program
obat pengobatan klien
5 Perilaku Setelah dilakukan  Bina hubungan  Kepercayaan dari
kekerasan asuhan saling percaya klien merupakan
berhubungan keperawatan 1x24  Bantu klien hal yang mutlak
dengan jam diharapkan mengungkapka sertaakan
perubahan pasien mampu : n perasaan memudahkan
status mental  Mengidentifikas marahnya dalam melakukan
i cara alternative  Diskusikan pendekatan
untuk mengatasi cara yang keperewatan
masalah mungkin terhadap klien
 Tidak dipilih dan  Menentukan
menganiaya anjurkan klien mekanisme
orang lain memilih cara koping yang
secara fisik, yang mungkin dimilki klien
emosi atau untuk dalam
seksual mengungkapka menghadapi
 Pasien Nampak n kemarahan masalah serta
lebih tenang  Diskusikan sebagai langkah
 Pasien tidak pentingnya awal dalam
rewel peran serta menyusun
keluarga dalam strategi
mendukung berikutnya

218
klien dalam  Meningkatkan
mengtasi diri klien serta
perilaku asertifitas klien
kekerasan saat marah atau
Jelaskan manfaat jengkel
menggunakan  Keluarga
obat secara teratur merupakan sistem
dan kerugian jika pendukung utama
tidak bagi klien
menggunakan  Menyukseskan
obat program
pengobatan klien
6 Resiko Setelah dilakukan  Identifikasi  Pasien mampu
mutilasi diri tindakan benda benda mengidentifikasi
berhubungan keperawatan yang dapat benda benda yng
dengan selama 1x 24 jam membahayakan dapat
individu resiko mutilasi klien membahayakan
autistik dapat dihindari.  Identifikasi dirinya
Kriteria hasil: aspek positif  Pasien mampu
- Pasien Nampak klien menghargai diri
lebih tenang  Identifikasi sebagai individu
- Pasien tidak pola koping yang berharga
menunjukkan yang biasa  Pasien mampu
perilaku diterapkan mengidentifikasik
kekerasan pasien an pola kping
- Pasien dapat yang konstruksi
menunjukkan dan mampu
kenyamanan menerapkannya

219
Ketidak Setelah dilakukan  Bina  Langkah awal
7. mampuan tindakan hubungan dalam
koping keperawatan saling percaya memudahkan
induvidu selama 1x 24 jam dengan klien terapi
berhubungan maka kemmpuan dan  Agar anak dapat
dengan tidak koping individu keluarganya mengutarakan
adekuat dapat meningkat.  Beri perasaan dan
keterampilan Kriteria hasil: kesempatan pikirannya
pemecahan - Pasien lebih kepada anak  Memudahkan
masalah tenang untuk pasien dalam
- Pasien tidak mengungkapk melakukan
rewel lagi an masalahnya mekanisme
- Pasien bisa  Beri koping yang tepat
mengontrol bimbingan  Memudahkan
aktivitasnya pada anak dalam terapi dan
- Pasien dapat untuk dapat proses
bersosialisasi mengabil penyembuhan
dengan baik keputusan
- Pasien  Anjurkan
menunjukkan kepada orang
kenyamanan tua untuk
lebih sering
Bersama
anaknya

220
8. Harga diri Setelah dilakukan  Beri motivasi  Menumbuhkan
rendah tindakan pada anak semangat anak
berhubungan keperawatan  Beri dalam proses
dengan respon selama 1x24 jam kesempatan penyembuhan
negatif teman hargadiri pasien anak  Agar anak dapat
sebaya, dapat meningkat. mengungkapka mengutarakan
kesulitan Kriteria hasil: n perasaanya perasaan dan
dalam - Pasien dapat  Beri reward pikirannya
berkomunikasi menunjukkan pada  Menumbuhkn
peningkatan keberhasilan kepercayaan diri
kepercayaan anak anak
dirinya  Berikan  Memudahkan
- Pasien mampu suasana yang dalam proses
bersadaptasi nyaman dan perawatan
dan sosialisasi tidak
dengan menegangkan
lingkunganya
- Pasien mampu
mengatasi rasa
malunya
- Pasien tampak
lebih bahagia
saat bermain
bersama
- Pasien
menunjukkan
kenyamanan

221
9. Kecemasan Setelah dilakukan  Anjurkan  Memberikan
pada orang tua tindakan orang tua untuk pemahaman yang
berhubungan keperawatan memberikan tepat pada pasien
dengan selama 1x24 jam anaknya  Mengurangi
perkembangan ansietas dapat bimbingan tingkat
anak berkurang. belajar intensif kecemasan anak
Kriteria hasil:  Anjurkan  Memudahkan
1. Pasien tidak orang tua agar dalam
cemas lagi selalu
2. Pasien dapat memantau
lebih tenang perilaku
3. Tidak ada anaknya
gangguan tidur  Kolaborasi
4. Pasien dapat dengan ahli
menunjukkan gizi untuk
kenyamanan keseimbangan
5. Pasien tidak gizi anak
rewel lagi

10. Kurang Setalah dilakukan  Anjurkan  Meningkatkan


pengetahuan tindakan orang tua hubungan antara
pada orang tua keperawatan selama Bersama orang tua dan
berhubungan 1x 30 menit dengan anak anak
dengan cara pengetahuan untuk  Agar anak dapat
mengatasi keluarga dapat membuat terbuka tentang
anak dengan meningkat. jadwal belajar perasaannya
kesulitan Kriteria hasil: berkomunika  Memudahkan
belajar  Keluarga si dalam proses
menunjukkan  Luangkan perawatan
pemahaman waktu kepada
tentang orang tua
manajemen untuk
perawatan anak mendengarka

222
 Keluarga dapat n keluhan
menjadi  Berikan anak
penyemangat makanan
pertama anak seimbang 4
 Keluarga dapat sehat 5
melakukan dan sempurna
bekerjasama untuk
dengan baik menutrisi
bersama pihak otak
tenaga
kesehatan yang
membantu
penyembuhan
anak.
Implementasi Keperawatan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun
dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi
hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat
dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

Referensi
Rapin I. Autisme. N Engl J Med 1997; 337: 97 – 104.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition (DSM - IV),
American Psychiatric Association, Washington DC, 1994.

223
Bertrand J, Mars A, Boyle C, Bove F, et.al. “Prevelance of autism in a United
States population: The Brick Township, New Jersey, investigation”.
Pediatrics 2001; 108 (13). www.mdconsult.com
Melly Budhiman. “Tatalaksana yang terpadu pada autisme”. Kumpulan Makalah
Simposium Diagnostik dan tatalaksana autisme, gangguan
perkembangan pada anak, Jakarta, 26 September 1997.
Ika Widyawati. Autisme, gangguan perkembangan anak. Kumpulan Makalah
Seminar Sehari Autisme masa anak, Solo, 12 Juli 1999.

224
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) 12
Definisi
ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder,
(Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan
Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan
pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD,
kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan
perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya
menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis
ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya sama.
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-
anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi,
hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian
besar aktivitas hidup mereka.
Etiologi
1. Faktor neurologik
Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan
masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distresfetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimiagravidarum atau eklamsia
dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu
faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang
terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan
insiden hiperaktif. Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor
etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah
terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama
dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara
proses konsentrasi. Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan
perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah
striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya
sisi sebelah kanan.
2. Faktor toksik

225
Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memiliki
potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu,
kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang
merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga
dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
3. Faktor genetik
Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga
dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini
juga terlihat pada anak kembar.
4. Faktor psikososial dan lingkungan
Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru
antara orang tua dengan anaknya.
Patofisiologi
Kurang konsentrasi/gangguan hiperaktivitas ditandai dengan gangguan
konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat bukti yang
meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun gangguan
biokimiawi. Anak pria yang hiperaktiv, yang berusia antara 6 – 9 tahun serta yang
mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik
terhadap pengobatan–pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan
yang rendah (a low level of arousal) di dalam susunan syaraf pusat mereka,
sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur
dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial–potensial yang
diakibatkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini
mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan,
lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu
pengobatan serta perawatan, maka angka–angka laboratorik menjadi lebih
mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka
memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.

226
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1. Biodata
1. Identitas Klien. Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan,
tangga masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas orang tua. Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat,
agama dan pekerjaan.
3. Identitas saudara kandung. Meliputi nama saudara kandung, status
hubungan dan status kesehatan.
2. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama. Biasanya keluarga mengatakan anaknya tidak bisa
diam, kaki dan tangannya bergerak terus.
2. Riwayat keluhan utama. Biasanya pasien tidak bisa tenang.

227
3. Keluhan pada saat pengkajian. Biasanya anak selalu bergerak tanpa
tujuan dan tidak mengenal lelah, dan suasana hati yang
mendadak/impulsive.
3. Riwayat kesehatan lalu
1. Prenatal care. Perlu dikaji apakah ibu pernah mengkonsumsi alkohol atau
konsumsi obat-obatan selama hamil.
2. Natal. Perlu dikaji apakah ada penyulit persalinan, jenis persalinan, atau
berat badan lahir rendah (BBLR).
3. Post natal. Perlu dikaji juga apakah setelah lahir langsung diimunisasi atau
tidak.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Anak dengan ADHD biasanya ada faktor genetik juga sebagai faltor penyebab
terjadi hiperaktifitas.
5. Riwayat imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td
6. Riwayat Tumbuh kembang
1. Pertumbuhan fisik. Perlu dikaji bagaiamana proses pertumbuhan anak
sesuai dengan usia. Biasanya anak dengan ADHD mengalami
keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.

228
2. Perkembangan tiap tahap usia setiap anak berbeda.
7. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi. Biasanya anak
dengan ADHD mengalami anoreksia.
8. Reaksi hospitalilasi
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingkat stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan ADHD.
9. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi kesehatan
Sebelum sakit biasanya keluarga pasien menganggap penyakitnya murni
secara alamiah ditularkan bukan karena santet atau guna-guna.
Saat sakit keluarga pasien melakukan upaya mencegah timbulnya gejala
lain dengan perawatan itensif dari pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola nutrisi
Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari
makan. Biasanya anak dengan ADHD mengalami penurunan nafsu makan.
3. Pola eliminasi
Perlu dikaji pola berkemih dan bowel.
4. Pola gerak dan aktifitas
Anak dengan ADHD cenderung hiperaktif dan sulit tenang.
Kemampua 0 1 2 3 4
n perawatan
diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain

229
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola kognitif dan persepsi
Pasien anak biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya, tetapi
kecemasan keluarga terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien anak belum menyadari bagaimana konsep diri dan
penilaian orang lain tentang penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen ini,
tetapi keluarga pasien turut merasakan bagaimana perubahan konsep diri
dari penilaian masyarakat terhadap anak.
7. Pola tidur dan istirahat
a. Kesulitan tidur pada malam hari
b. Anak sulit diam
8. Pola peran dan hubungan
a. Hidup sendiri atau berkeluarga
b. Frekuensi interaksi berkurang
c. Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola seksual dan reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola stress-koping
a. Emosi tidak stabil
b. Ansietas, takut akan penyakitnya
c. Disorientasi, gelisah
11. Pola nilai dan kepercayaan
b. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
c. Agama yang dianut
12. Data penunjang
a. Pemeriksaan tiroid: dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah
b. Tes neurologis (EEG, CT scan) untuk mennetukan adanya gangguan otak

230
c. Tes psikologis sesuai indikasi:menyingkirkan adanya gangguan ansietas,
mengidentifikasi bawaan, retardasi boerderline atau anak tidak mampu
belajar dan mengkaji responsivitas sosial dan perkembangan bahasa.
4) Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada gejala fisik
5) Pemeriksaan darah: ditemukan toksin dalam darah pada anak ADHD
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
2. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak
efektif.
3. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kelainan fungsi
dari sistem keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta
penganiayaan dan penelantaran anak.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif.
5. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri,
rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan
antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan.
6. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan
balik atau umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan
penurunan makna diri.
7. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan perasaan bersalah yang
berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga
tentang perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak
dengan gangguan dalam jangka waktu yang lama.
8. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan
kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang sumber informasi,
interpretasi yang salah tentang informasi.
9. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan keengganan untuk makan
(faktor psikologis)
10. Stres hospitalisasi berhubungan dengan proses perawatan dan pengobatan
yang lama
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Rasional

231
1 Risiko cedera Setelah  Observasi  Anak – anak pada
berhubungan dilakukan perilaku anak resiko tinggi
dengan tindakan secara sering. untuk melakukan
hiperaktivitas keperawatan Lakukan hal ini pelanggaran
dan perilaku selama 1x24 jam melalui memerlukan
impulsif. risiko cidera aktivitas sehari pengamatan yang
dapat terhindari. – hari dan seksama untuk
Kriteria hasil: interaksi untuk mencegah tindak
 Pasien tidak menghindari yang
mengalami timbulnya rasa membahayakan
kejang waspada dan bagi diri sendiri
 Pasien kecugiaan. atau orang lain.
tampak  Observasi  Pernyataan–
tenang perilaku– pernyataan verbal
 Pasein dalam perilaku yang seperti “Saya akan
kondisi sadar mengarah pada bunuh diri,” atau
penuh tindakan bunuh “Tak lama ibu
 Pasien diri. saya tidak perlu
menunjukkan  Tentukan lagi menyusahkan
tidak adanya maksud dan diri karena saya”
tanda cidera alat – alat yang atau perilaku –
memungkinkan perilaku non
untuk bunuh verbal seperti
diri. Tanyakan membagi –
“apakah anda bagikan barang –
memiliki barang yang
rencana untuk disenangi, alam
bunuh diri?” perasaan
dan berubah.Kebanyak
“bagaimana an anak yang
rencana anda mencoba untuk
untuk bunuh diri telah

232
melakukannya? menyampikan
” maksudnya baik
 Dapatkan secara verbal atau
kontrak verbal nonverbal.
atau tertulis  Pertanyaan-
dari anak yang pertanyaan yang
menyatakan langsung
persetujuannya menyeluruh dan
untuk tidak mendekati adalah
mencelakakan cocok untuk hal
diri sendiri dan seperti ini. Anak
menyetujui yang memiliki
untuk rencana yang
menemukan dapat digunakan
staf pada adalah beresiko
kondisi dimana lebih tinggi dari
pemikiran pada yang tidak.
kearah tersebut  Diskusi tentang
muncul. perasaan-perasaan
 Bantu anak untuk bunuh diri
mengenali dengan seseorang
kapan yang dipercaya
kemarahan memberikan suatu
terjadi dan derajat perasaan
untuk lega pada anak.
menerima Suatu perjanjian
perasaan- membuat
perasaan permasalahan
tersebut sebagai menjadi terbuka
miliknya dan menempatkan
sendiri. Apakah beberpa tanggung
anak telah jawab untuk

233
menyimpan keamanan dengan
suatu: buku anal. Suatu sikap
catatan menerima anak
kemarahan sebagai seseorang
“dimana yang patut
catatan yang diperhatikan telah
dialami dalam disampaikan.
24 jam  Informasi tentang
disimpan. sumber tambahan
 Bertindak dari merahan,
sebagai model respon perilaku
peran untuk dan persepsia
ekspresi yang anak terhadapa
sesuai dari situasi ini harus
percobaan. dicatat.
 Singkirkan Diskusikan
semua benda- apapun data
benda yang dengan anak
berbahaya dari anjurkan juga
lingkungan respon – respon
anak. perilaku alternatif
 Coba untuk yang diidentifikasi
mengarahkan sebagai
perilaku maladaptif.
kekerasan fisik  Hal ini vital
untuk ansietas bahwa anak
anak (mis. mengekspresikan
Kantung pasien perasaan –
untuk latihan perasaan marah,
tinju, jogging, karena bunuh diri
bola voli). dan perilaku
 Usahakan merusak diri

234
untuk bisa tetap sendiri lainnya
bersama anak seringkali terlihat
jika tingkat sebagai suatu
kegelisahan dan akibat dari
tegangan mulai kemarahan
meningkat. diarahkan pada
diri sendiri.
 Keamana fisik
anak adalah
prioritas dari
keperawatan.
 Ansietas dan
tegangan dapat
diredakan dengan
aman dan dengan
adanya manfaat
untuk anak
dengan cara ini.
 Hadirnya
seseorang yang
dapat dipercaya
memberikan rasa
aman.
2. Harga diri Setelah  Pastikan bahwa  Hal ini penting
rendah dilakukan sasaran-sasaran untuk pasien untuk
situasional tindakan yang akan mencapai sesuatu,
berhubungan keperawatan dicapai adalah maka rencana
dengan koping selama 1x24 jam realistis. untuk aktivitas-
individu tidak hargadiri pasien  Sampaikan aktivitas di mana
efektif. dapat meningkat. perhatian tanpa kemungkinan
Kriteria hasil: persyaratan untuk sukse adalah
- Pasien dapat untuk pasien. mungkin dan

235
menunjukkan  Sediakan waktu kesuksesan ini
peningkatan bersama anak, dapat
kepercayaan keduanya pada meningkatkan
dirinya satu ke satu harga diri anak.
- Pasien basis dan pada  Komunikasi dari
mampu aktivitas- pada penerimaan
bersadaptasi aktivitas Anda terhadap
dan kelompok. anak sebagai
sosialisasi  Menemani anak makhluk hidup
dengan dalam yang berguna
lingkunganya mengidentifika dapat
- Pasien si aspek-aspek meningkatkan
mampu positif dari diri harga diri.
mengatasi anak.  Hal ini untuk
rasa malunya  Bantu anak menyampaikan
- Pasien mengurangi pada anak bahwa
tampak lebih penggunaan Anda merasa
bahagia saat penyangkalan bahwa dia
bermain sebagai suatu berharga untuk
bersama mekanisme waktu Anda.
- Pasien bersikap  Aspek positif yang
menunjukkan membela. dimiliki anak dapat
kenyamanan  Memberikan mengembangkan
dorongan dan rencana-rencana
dukungan untuk merubah
kepada pasien karakteristik yang
dalam dilihatnya sebagai
mengalami rasa hal yang negatif.
takut terhadap  Memberikan
kegagalan bantuan yang
dengan positif untuk
mengikuti identifikasi

236
aktivitas- amsalah dan
aktivitas terapi pengembangan
dan dari perilaku-
melaksanakan perilaku koping
tugas-tugas yang lebih adaptif.
baru dan Penguatan positif
berikan membantu
pengakuan meningkatkan
tentang kerja harga diri dan
keras yang meningkatkan
berhasil dengan penggunaan
penguatan perilaku-perilaku
positif untuk yang dapat
usaha-usaha diterima oleh
yang dilakukan. pasien.
 Beri umpan  Pengakuan dan
balik positif penguatan positif
kepada klien meningkatkan
jika melakukan harga diri.
perilaku yang  Pendekatan ini
mendekati yang disebut
pencapaian shaping adalah
tugas. prosedur perilaku
ketika pendekatan
yang beturut-turut
akan perilaku yang
diinginkan,
dikuatkan secara
positid. Hal ini
memungkinkan
untuk memberikan
penghargaan

237
kepada klien saat
ia menunjukkan
harapan yang
sebenarnya secara
bertahap
3 Ketidakefektifan  Pastikan bahwa  Penting untuk anak
koping individu Setelah sasaran- untuk nmencapai
berhubungan dilakukan sasarannya sesuatu, maka
dengan kelainan tindakan adalah realistis. rencana untuk
fungsi dari keperawatan  Sampaikan aktivitas-aktivitas
sistem keluarga selama 1x 24 perhatian tanpa di mana
dan jam maka syarat pada kemungkinan
perkembangan kemmpuan anak. untuk sukses
ego yang koping individu  Sediakan waktu adalah mungkin.
terlambat, serta dapat meningkat. bersama anak, Sukses
penganiayaan Kriteria hasil: keduanya pada meningkatkan
dan - Pasien lebih saty ke satu harga diri.
penelantaran tenang basis dan pada  Komunikasi dari
anak - Pasien tidak aktivitas- pada penerimaan
rewel lagi aktivitas Anda terhadapnya
- Pasien bisa kelompok. sebagai makhluk
mengontrol  Menemani anak hidup yang
aktivitasnya dalam berguna dapat
- Pasien dapat mengidentifika meningkatkan
bersosialisasi si aspek-aspek harga diri.
dengan baik positif dari dan  Hal ini untuk
- Pasien dalam menyampaikan
menunjukkan mengembangka pada anak bahwa
kenyamanan n rencana- Anda merasa
rencana untuk bahwa dia
merubah berharga untuk
karakteristik waktu Anda.

238
yang  Identifikasi aspek-
melihatnya aspek positif anak
sebagai negatif. dapat membantu
 Bantu anak mengembangkan
mengurangi aspek positif
penggunaan sehingga memiliki
penyangkalan koping individu
sebagai suatu yang efektif.
mekanisme  Penguatan positif
bersikap membantu
membela. meningkatkan
Memberikan harga diri dan
bantuan yang meningkatkan
positif untuk penggunaan
identifikasi perilaku-perilaku
masalah dan yang dapat
pengembangan diterima oleh anak.
dari perilaku-  Pengakuan dan
perilaku koping penguatan positif
yang lebih meningkatkan
adaptif. harga diri.
Memberi
dorongan dan
dukungan
kepada anak
dalam
menghadapi
rasa takut
terhadap
kegagalan
dengan
mengikuti

239
aktivitas-
aktivitas terapi
dan
melaksanakan
tugas-tugas
baru. Beri
pangakuan
tentang kerja
keras yang
berhasil dan
penguatan
positif untuk
usaha-usaha
yang dilakukan
4. Gangguan pola Setelah  Observasi pola  Masalah harus
tidur dilakukan tidur anak, catat diidentifikasi
berhubungan tindakan kondisi-kondisi sebelum bantuan
dengan ansietas keperawatan yang dapat diberikan.
dan hiperaktif. selama 1x 24 menganggu  Ansietas yang
jam gangguan tidur. dirasakan oleh
rasa nyaman  Kaji gangguan- anak dapat
dapat teratasi. gangguan pola mengganggu pola
Kriteria hasil: tidur yang tidur anak
 Pasien tidak berlangsung sehingga perlu
menunjukkan berhubungan diidentifikasi
adanya dengan rasa penyebabnya.
gangguan takut dan  Kehadiran
tidur ansietas-ansietas seseorang yang
 Pasien tertentu. dipercaya
tampak lebih  Duduk dengan memberikan rasa
tenang anak sampai dia aman
 Pasien tidak tertidur.  Kafein adalah

240
rewel lagi  Pastikan bahwa stimulan SSP yang
 Rasa gatal makanan dan dapat mengganggu
berkurang minuman yang tidur.
 Pasien mengandung  Sarana-sarana ini
mampu kafein meningkatkan
beraktivitas dihilangkan dari relaksasi dan
seperti biasa diet anak. membuat bisa
 Berikan sarana tidur.
perawatan yang  Tubuh
membantu tidur memberikan reaksi
(misalnya: menyesuaikan
gosok kepada suatu siklus
punggung, rutin dari istirahat
latihan gerak dan aktivitas.
relaksasi dengan  Kehadiran
musik lembut, seseorang yang
susu hangat dan dipercaya
mandi air memberikan rasa
hangat). aman.
 Buat jam-jam
tidur yang rutin,
hindari
terjadinya
deviasi dari
jadwal ini.
Beri jaminan
ketersediaan pada
anak jika dia
terbangun pada
malam hari dan
dalam kondisi
ketakutan

241
5. Ansietas Setelah  Bentuk  Kejujuran,
(sedang sampai dilakukan hubungan ketersediaan dan
berat) tindakan kepercayaan penerimaan
berhubungan keperawatan dengan anak. meningkatkan
dengan ancaman selama 1x24 jam Bersikap jujur, kepercayaan pada
konsep diri, rasa ansietas dapat konsisten di hubungan anak
takut terhadap berkurang. dalam dengan staf atau
kegagalan, Kriteria hasil: berespons dan perawat.
disfungsi system  Pasien tidak siap.  Tegangan dan
keluarga dan cemas lagi Tunjukkan rasa ansietas
hubungan antara  Pasien dapat hormat yang dilepaskan dengan
orang tua dan lebih tenang positif dan aman dan dengan
anak yang tidak  Tidak ada tulus. manfaat untuk
memuaskan. gangguan  Sediakan anak melalui
tidur aktivitas- aktivitas-aktivitas
 Pasien dapat aktivitas yang fisik.
menunjukkan diarahkan pada  Anak-anak cemas
kenyamanan penurunan sering menolak
 Pasien tidak tegangan dan hubungan antara
rewel lagi pengurangan masalah-masalah
ansietas(misaln emosi dengan
ya berjalan atau ansietas
joging, bola mereka.Gunakan
voli, latihan mekanisme-
dengan musik, mekanisme
pekerjaan pertahanan
rumah tangga, projeksi dan
permainan- pemindahan yang
permainan dilebih-lebihkan.
kelompok.  Ansietas dengan
 Anjurkan anak mudah dapat
untuk menular pada

242
mengidentifika orang lain.
si perasaan-  Keamanan anak
perasaan yang adalah prioritas
sebenarnya dan keperawatan.
untuk  Sebagaimana
mengenali ansietas dapat
sendiri membantu
perasaan- mengembangkan
perasaan kecurigaan pada
tersebut beberapa individu
padanya. yang dapat salah
 Perawat harus menafsirkan
mempertahanka sentuhan sebagai
n suasana suatu agresi.
nyaman pada  Rencana tindakan
pasien. memberikan anak
 Tawarkan perasaan aman
bantuan pada untuk penanganan
waktu-waktu yang lebih berhasil
terjadi terhadap kondisi
peningkatan yang sulit jika
ansietas. terjadi lagi.
Pastikan
kembali akan  8. Obat-obatan
keselamatan terhadap ansietas
fisik dan (misalnya
fisiologis. diazepam,
 Penggunaan klordiasepoksid,al
sentuhan prazolam)
menyenangkan memberikan
untuk beberapa perasaan lega
anak. terhadap efek-efek

243
Bagaimanapun yang tidak
juga anak harus berjalan dari
berhati-hati ansietas dan
terhadap mempermudah
penggunaan. kerjasama anak
 Dengan dengan terapi.
berkurangntaan
sietas, temani
anak untuk
mengetahui
peristiwa-
peristiwa
tertentu yang
mendahului
serangannya.
Berhasil pada
respons-
respons
alternatif pada
kejadian
selanjutnya.
Lakukan
kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian obat
penenang sesuai
dengan yang
diperintahkan.
Kaji untuk
keefektifitasann
ya, dan beri

244
petunjukkepada
anak mengenai
kemungkinan
efek-efek
samping yang
memberi
pengaruh
berlawanan
6. Koping defensif Setelah  Kenali dan  Memfokuskan
berhubungan dilakukan dukung pada spek-aspek
dengan harga tindakan kekuatan- positif dari
diri rendah, keperawatan kekuatan ego kepribadian dapat
kurang umpan selama 1x 24 dasar. membantu untuk
balik atau jam maka  Beri semangat memperbaiki
umpan balik kemmpuan kepada anak konsep diri.
negatif yang koping individu untuk  Identifikasi
berulang yang dapat meningkat. menteahui dan masalah adalah
mengakibatkan Kriteria hasil: mengungkapka langkah pertama
penurunan - Pasien lebih n dan pada proses
makna diri tenang bagaimana perubahan ke arah
- Pasien tidak perasaan ini resolusi.
rewel lagi menimbulkan  Anak mungkin
- Pasien bisa perilaku kurang
mengontrol defensif, pengetahuan
aktivitasnya seperti tentang bagaiamna
- Pasien dapat menyalahkan dia diterima oleh
bersosialisasi oprang lain orang lain.
dengan baik karena Berikan informasi
- Pasien prilakunya ini dengan cara
menunjukkan sendiri. yang tidak
kenyamanan  Beri cepat mengancam dapat
sebenarnya membantu untuk

245
umpan balik mengeliminasi
yang tidak perilaku yang
mengancam tidak diinginkan.
untuk perilaku-  Bermain peran
perilaku yang memberikan
tidak dapat percaya diri untuk
diterima menghadapi
 Bantu anak situasi-situasi
untuk yang sulit jika hal-
mengidentifika hal tersebut benar-
si situasi- benar terjadi.
situasi yang  Umpan balik
menimbulkan positif
sifat defensif meningkatkan
dan praktik harga diri dan
bermain peran memberi semangat
dengan untuk mengulangi
respons- perilaku-perilaku
respons yang yang diinginkan.
lebih sesuai.  Keberhasilan akan
 Beri dengan meningkatkan
segera umpan harga diri.
balik positif  Karena
untuk perilaku- keterbatasan
perilaku yang kemampuan untuk
dapat diterima. memecahkan
 Membantu masalah, bantuan
anak untuk mungkin
menetapkan diperlukan untuk
sasaran-sasaran mengatur kembali
yang realistis, dan
konkret dan mengembangkan

246
membutuhkan strategi baru, pada
tindakan- kondisi di mana
tindakan yang metode-metode
cocok untuk koping baru
mencapai tertentu terbukti
sasaran-sasaran tidak efektif.
ini.
 Evaluasi
dengan anak
keefektifan
perilaku-
perilaku yang
baru dan
diskusikan
adanya
perubahan
untuk
perbaikan.
7. Penurunan Setalah  Berikan  Pengetahuan dan
koping keluarga dilakukan informasi dan ketrampilan yang
berhubungan tindakan material yang tepat dapat
dengan perasaan keperawatan berhubungan meningkatkan
bersalah yang selama 1x 30 dengan keefektifan peran
berlebihan, menit koping gangguan anak orang tua.
marah atau keluarga dapat dan teknik  Konseling suportif
saling meningkat. menjadi orang dapat membantu
menyalahkan Kriteria hasil: tua yang efektif. keluarga dalam
diantara anggota  Keluarga  Dorong individu mengembangkan
keluarga tentang menunjukkan untuk strategi koping.
perilaku anak, pemahaman mengungkapkan  Penguatan positif
kepenatan orang tentang perasaan secara dapat
tua karena manajemen verbal dan meningkatkan

247
menghadapi perawatan menggali harga diri dan
anak dengan anak alternatif cara mendorong
gangguan dalam  Keluarga berhubungan kontinuitas upaya.
jangka waktu dapat dengan anak  Masalah keluarga
yang lama menjadi  Beri umpan mempengaruhi
penyemangat balik positif dan semua anggota
pertama anak dorong metode keluarga dan
 Keluarga menjadi orang tindakan lebih
dapat tua yang efektif. efektif bila setiap
melakukan  Libatkan orang terlibat
dan saudara dalam terapi
bekerjasama kandung dalam tersebut.
dengan baik diskusi keluarga  Terapi keluarga
bersama dan perencanaan dapat membantu
pihak tenaga interaksi mengatasi masalah
kesehatan keluarga yang global yang
yang lebih efektif. mempengaruhi
membantu  Libatkan dalam seluruh struktur
penyembuha konseling keluarga.
n anak. keluarga. Gangguan pada
Rujuk pada salah satu anggota
sumber keluarga akan
komunitas esuai mempengaruhi
indikasi, seluruh anggota
termasuk keluarga.
kelompok  Mengembangkan
pendukung sistem pendukung
orang tua, kelas dapat
menjadi orang meningkatkan
tua kepercayaan diri
dan keefektifan
orang

248
tua.Pemberian
model peran atau
harapan untuk
masa depan.
8. Defisit Setalah  Berikan  Peredaan dalam
pengetahuan dilakukan lingkungan stimulasi
tentang kondisi, tindakan yang tenang, lingkungan dapat
prognosis, keperawatan ruang kelas menurunkan
perawatan diri selama 1x 30 berisi dirinya distraktibilitas.
dan kebutuhan menit sendiri, Kelompok kecil
terapi pengetahuan aktivitas dapat
berhubungan keluarga dapat kelompok meningkatkan
dengan kurang meningkat. kecil. Hindari kemampuan untuk
sumber Kriteria hasil: tempat yang tepat pada tugas
informasi,  Keluarga terlalu banyak dan membantu
interpretasi yang menunjukkan stimulasi, klien mempelajari
salah tentang pemahaman seperti bus interaksi yang
informasi tentang sekolah, tepat dengan
manajemen kafetaria yang orang lain,
perawatan ramai, aula menghindari rasa
anak yang banyak. terisolasi.
 Keluarga  Beri materi  Keterampilan
dapat petunjuk belajar yang
menjadi format tertulis terurut akan
penyemangat dan lisan meningkat.
pertama anak dengan Mengajarkan anak
 Keluarga penjelasan keterampilan
dapat langkah demi pemecahan
melakukan langkah. masalah,
dan  Ajarkan anak mempraktekkan
bekerjasama dan keluarga contoh situasional.
dengan baik tentang Keterampilan

249
bersama penggunaan efektif dapat
pihak tenaga psikostimulan meningkatkan
kesehatan dan antisipasi tingkat kinerja.
yang respons  Penggunaan
membantu perilaku. psikostimulan
penyembuha  Koordinasi mungkin tidak
n anak. seluruh rencana mengakibatkan
terapi dengan perbaikan
sekolah kenaikan kelas
personel tanpa perubahan
sederajat, anak, pada ketrampilan
dan keluarga studi anak.
 Keefektifan
kognitif paling
mungkin
meningkat ketika
terapi tidak
terfragmentasi,
juga tidak
terlewatkannya
intervensi
signifikan karena
kurangnya
komunikasi
interdisiplin
9. Risiko defisit etelah dilakukan  Kaji adanya  Mengidentifikasi
nutrisi asuhan alergi makanan adanya alergi
berhubungan keperawatan  Monitor adanya makanan
dengan 5x24 jam asupan penurunan BB  Deteksi dini
keengganan nutrisi pasien dan gula darah penurunan berat
untuk terpenuhi.  Monitor badan berlebih
makan(faktor Kriteria hasil : lingkungan  Menciptakan

250
psikologis)  Pasien dapat selama makan suasana yang
mempertahan  Monitor mual nyaman
kan status dan muntah  Menjadi faktor
asupan  Monitor pucat, penyebab
nutrisi yang kemerahan, dan anoreksia
adekuat. kekeringan  Mengetahi
 Pernyataan jaringan kecukupan status
motivasi konjungtiva nutrisi pasien
untuk  Kolaborasi  Memudahkan
memenuhi dengan ahli gizi dalam kerjasama
kebutuhan dalam tim
nutrisinya. pemberian diet
 Penurunan yang sesuai
berat badan
selama 5x24
jam tidak
melebihi dari
0,5 kg.
 Nafsu makan
pasien
membaik
 Pasien
tampak lebih
tenang
10. Stres Setelah  Kaji ulang  Memantau
hospitalisasi dilakukan keadaan umum keadaan pasien
berhubungan tindakan pasien dan  Untuk menghibur
dengan proses keperawatan TTV. pasien di tempat
perawatan selama 3x24 jam  Berikan terapi itu agar tidak
stress anak dapat bermain pada jenuh dengan
diminmalisir. anak suasana barunya
Kriteria hasil:  Berikan suasana  Agar pasien

251
 Pasien nyamah di nyaman dengan
menunjukkan ruangan tersebut keaadaan disekitar
kerjasama  kolaborasi  Pemenuhan
yang baik Pemberian obat membantu
saat dengan dokter mempercepat
perawatan kesembuhan
 Pasien pasien
tampak lebih
tenang
 Pasien dapat
menunjukkan
kenyamanan
 Pasien dapat
bermain dan
tidak rewel
lagi

Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan terperinci
sebelumnya.
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah
tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali
Referensi
Abdurrahman, M. (1996). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti.

252
American Psychiatric Assosiations (2005). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM IV). Washington, DC. American Psychiatric
Associations.
Alberto, P. A,. & Anne, C. A,. (1986). Applied Behavior Analysis for Teachers.
Ohio: Merrill Publishing Company.
Grad, L. Flick. (1998). ADD/ADHD Behavior-change Resource Kit. New York:
The Center for Applied Research in Education.
Indira, L. G. (1997). Pengalaman Upaya Penanganan Anak dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian di PPPTKA. YogyakartaDoengoes, E, Marilynn.
(2000). “Rencana Asuhan Keperawatan”, Edisi 3, EGC: Jakarta

253
STEVEN JHONSONS 13
Definisi
Stevens- Johnson syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari
dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus
bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi
dan terkadang keganasan.
Stevens Johnson (SJS) atau sindrom stevens-johnson dan toxic epidermal
necrolysis (TEN) atau nekrolisis epidermal toksik adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh alergi atau infeksi. Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit
yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit sehingga epidermis mengelupas dan
memisahkan dari dermis. Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas
kompleks yang mempengaruhi kulit dan selaput lendir. Stevens Johnson
Syndrome adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan
mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel, bula dapat disertai purpura .
Stevens Johnson syndrome adalah bentuk penyakit mukokutan dengan
tanda dan gejala sismetik yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak
teratur, disertai macula, vesikel, bula, dan purpura yang terbesar luas terutama
pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan epidermis kurang lebih sebesar 10% dari
area permukaan tubuh, serta melibatkan membran mukosa dari dua organ atau
lebih.
Sindrom Stevens Johnson umumnya terjadi pada anak – anak dan dewasa
muda terutama pria. Tanda- tanda oral sindrom Stevens Johnson sama dengan
eritema multiforma, perbedaannya yaitu melibatkan kulit dan membran mukosa
yang lebih luas, disertai gejala – gejala umum yang lebih parah, termasuk demam,
malaise, sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare, muntah dan artralgia.
Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifaktorial. Ada yang
beranggapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan
disebut eritema multiforma mayor, sehingga dikatakan mempunyai penyebab

254
yang sama. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini
antara lain:
1. Infeksi
a) Virus
Sindrom stevens Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari
infeksi saluran nafas atas oleh virus pneumonia. Hal ini dapat terjadi
pada Asian flu, Lympho Granuloma venerium, Measles, Mumps dan
vaksinasi Smalpox virus. Virus – virus Coxsackie, Echovirus dan
Poliomyelits juga dapat menyebabkan Sindrom Stevens Johnson.
b) Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma Stevens
Johnson ialah Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders,
Pneumonia, Psitacosis, Tuberculosis, Tularemia, Lepromatous Leprosy
atau Typhoid Fever.
c) Jamur
Cocidiodomycosis dan Histoplasmosis dan menyebabkan Eritema
Multiforme Bulosa, yang pada keadaan berat juga dikatakan sebagai
Sindroma Stevens Johnson.
d) Parasit
Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen penyebab.
2. Obat
Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens Johnson
antara lain adalah penisilin dan derivatnya, streptomysin, sulfonamide,
tetrasiklin, analgesik / antipiretik (misalnya deriva salisilat, pirazolon,
metampiron dan paracetamol), digitalis, hidralazin,barbiturate(
Fenobarbital), kinin antipirin, chlorpromazin, karbamazepin dan jamu-
jamuan.
3. Penyakit-penyakit kolagen vaskuler
4. Pasca vaksinasi:
 BCG, Smalpox dan Poliomyelits.
5. Penyakit penyakit keganasan:
 Karsinoma penyakit Hodgkins, limfoma, myeloma, dan polisitemia.

255
6. Kehamilan dan Menstruasi.
7. Neoplasma.
8. Radioterapi.
Patofisiologi
Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang
dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat – obatan, infeksi virus dan
keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat
terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi
aktifitas system komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang
bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap
dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke
jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibody ditempat tersebut.
Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga
terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut.
Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel - sel yang rusak
sehingga terjadi pele pasan enzim- enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan
sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan
sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau antigen sehingga terjadi
penghancuran sel – sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat ( delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsy kulit dapat ditemukan
endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleksn imun beredar dalam sirkulasi.
Antigen penyebab berupa hapten akan berikan dengan karier yang dapat
merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar.

256
Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel
obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab
tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi,
inflamasi, atau proses metabolik).
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa,
serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi
inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan yang dapat pula terjadi akibat aktivitas
sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai
kelainan klinis lokaldi kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat
aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik
juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan
epidermis.
Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga
terjadi seperti kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress
hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, dan infeksi.

257
Web Of Caution

Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas klien
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnose medik.
2. Identitas Orang Tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan

258
3. Identitas saudara kandung
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.

B. Riwayat Kesehatan Sekarang


1. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien demam tinggi (30℃-40℃) mengeluh nyeri
kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung 2
minggu.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita
penyakit steven Johnson syndrome, atau penyakit autoimun yang lain.
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien ( misalnya
ruam kemerahan atau keunguan yang menyebar luas, luka lepuh
dikulit, kulit mengelupas, dan kelainan pada kulit yag
menimbulkan rasa perih.
b. Mulai kapan keluhan dirasakan.
c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan
d. Keluhan-keluhan lain yang menyertai.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal care. Biasanya saat masa kehamilan ibu mengalami alergi
terhadap semacam obat tertentu, hingg beresiko terhadap anak yang
dikandung.
2. Natal. Biasanya anak dengan steven jhonson biasanya mengalami alergi
terhadap obat-obatan tertentu misalnya Allopurinol, dan sulfonamide.
3. Post natal. Biasanya terjadi biasanya mengalami alergi terhadap obat-
obatan tertentu misalnya Allopurinol, dan sulfonamide, dan agen
infeksius.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah didalam keluarga pasien, ada yang mengalami penyakit yang
sama. Biasanya anak dengan steven jhonson mengalami riwayat keturunan
dari kelurganya.
E. Riwayat Imunsasi

259
Jadwal imunisasi anak dan bayi yang mengalami Stevens Johnson Syndrome
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, polio, hepatitis B
4 bulan DPT, polio, hepatitis B
6 bulan DPT, polio, hepatitis B
12 bulan Tes tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, polio, MMR

F. Riwayat Tumbuh Kembang


Kaji apakah pasien mendapat terapi kortikosteroid, antibiotic (gentamisin
dengan dosis 2x 60-80mg/hari, netilmisin sulfat dengan dosis 6mg/kg BB/hari.
G. Pola Fungsi Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan :
Pada pola ini kita mengkaji Bagaimanakah pandangan klien terhadap
penyakitnya, Apakah klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan
konsumsi obat-obatan tertentu, Bagaimakah pandangan klien terhadap
pentingnya kesehatan, dan pada klien dengan Steven Johnson, biasanya
penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.
2. Pola Nutrisi
Pada pola ini dikaji pola makan dan minum klien sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit, biasanya anak dengan steven jhonson megalami
penurunan nafsu makan.
3. Pola Eliminasi
Pada pola ini Meliputi frekuensi, konsistensi, warna dan bau.
4. Pola Aktivitas – Latihan
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas,
sehingga sulit untuk beraktifitas.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum
Mandi

260
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
5. Pola Kognetif dan Persepsi
Pasien anak biasanya kurang mengerti tentang penyakitnya tetapi
kecemasan keluarga terhadap penyakitnya juga menjadi aspek penting.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien anak belum menyadari bagaimana konsep diri dan
penilaian orang lain tentang penyakit yang disebabkan Stevens Johnson
Syndrome. Tetapi keluarga pasien turut merasakan bagaiman perubahan
konsep diri dari penilaian masyarakat terhadap anak
7. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan
istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada
kulit.
8. Pola peran dan hubungan
a. Hidup sendiri atau berkeluarga
b. Frekuensi interaksi berkurang
c. Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola seksual dan reproduksi
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola stress-koping
a. Emosi tidak stabil
b. Ansietas, takut akan penyakitnya
c. Disorientasi, gelisah
11. Pola nilai dan kepercayaan

261
a. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b. Agama yang dianut
I. Pemeriksaan Penunjang:
 Laboratorium: leokositosis atau esosinefilia
 Histopatologi : infiltrate sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal,
spongeosis danedema intrasel di epidermis.
 Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG,iGm, IgA,B.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d lesi dan reaksi inflamasi local.
2. Defisit nutrisi b/d anoreksia
3. Nyeri b/d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d faktor yang mempengaruhi
kebituhan cairan.
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
6. Gangguan persepsi sensori kurang penglihatan b/d konjungtifitis
7. Resiko infeksi b/d hilangnya barrier/ perlindungan kulit
8. Gangguan citra tubuh b/d krisis situasi, kecacatan, kejadian traumatic
9. Defisit perawatan diri b/d kurangnya motivasi
10. Gangguan rasa nyaman b/d inflamasi pada kulit
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah  Kaji kerusakan  Membedakan penyakit dari
integritas kulit dilakukan jaringan kulit keadaan normal
b/d lesi dan asuhan yang terjadi pada  Pengobatan topical
reaksi keperawatan klien diberikan untuk
inflamasi 5x24 jam  Lakukan mengurangi kehilangan
integritas kulit perawatan luka cairan, elektrolit dan
membaik secara  ajarkan diet yang mencegah terjadinya
optimal. di programkan infeksi
Kriteria hasil :  kolaborasi  Diet tinggi kalori tinggi

262
 Pertumbuhan pemberian protein diperlukan untuk
jaringan kortikosteroid dan meningkatkan asupan dari
membaik antibiotic dengan kebutuhan pertumbuhan
 Nyeri tim medis jaringan
berkurang  Pemberian glukortikoid
 Kerusakan misalnya metil
kulit dapat prednisolone 80-120mg per
teratasi oral (1,5-
 Kelembapan 2mg/kgBB/hari)Sebaiknya
kulit dapat 263ntibiotic yang
terjaga Diberikan berdasarkan

 Pasien kultur kulit, mukosa, dan

Nampak sputum. Dapat injeksi

tenang gentamisin 2-3x80 mg iv


(1-1,5 mg/KgBB/kali(setiap
pemberian
2. Defisit Nutrisi Setelah  Kaji status nutrisi  Berat badan pasien
berhubungan dilakukan pasien, turgor ditimbang setiap hari ( jika
dengan asuhan kulit, berat badan perlu ngunakan timbangan
anoreksia keperawatan dan penurunan tempat tidur
5x24 jam asupan berat badan  Memperhitungkan
nutrisi pasien  Fasilitasi pasien keinginan individu dapat
terpenuhi. memperoleh diet memperbaiki asupan nutrisi
Kriteria hasil : biasa yang  Meningkatkan kemandirian
 Pasien dapat disukai pasien dalam pemenuhan asupan
mempertahan (sesuai indikasi) nutrisi sesuai dengan
kan status  Anjurkan pasien tingkat toleransi individu
asupan nutrisi dan keluarga  Merencanakan diet dengan
yang adekuat. untuk kandungan nutrisi yang
 Pernyataan berpartisipasi adekuat untuk memenuhi
motivasi dalam pemenuhan peningkatan kebutuhan
untuk nutrisi energi dan kalori

263
memenuhi  kolaborasi dengan sehubungan sehubungan
kebutuhan ahli gizi untuk dengan status
nutrisinya. menetapkan hipermetabolik pasien
 Penurunan komposisi dan
berat badan jenis diet yang
selama 5x24 tepat
jam tidak
melebihi dari
0,5 kg.
 Nafsu makan
pasien
membaik
 Pasien tampak
lebih tenang
3. Nyeri b/d Tujuan : setelah  Kaji nyeri dengan  Lakukan pengkajian nyeri
kerusakan dilakukan pendekatan secara komprehensif,
jaringan lunak, tindakan asuhan PQRST termasuk lokasi,
erosi jaringan keperawatan 1x  Lakukan karakteristik, durasi,
lunak 24 jam, nyeri menejemen nyeri frekuensi, kualitas dan
berkurang/hilang  Ajarkan tehnik factor presipetasi
atau teradaptasi. distraksi pada saat  Posisi fisiologis akan
Kriteria hasi : nyeri, mampu meningkatkan asupan O2
1. nyeri mengenali nyeri kejaringan yang mengalami
berkurang (skala, intensitas, peradangan
atau dapat frekuensi, dan  Menurunkan stimulus
diatasi tanda nyeri) internal dengan mekanisme
2. pasien  Kolaborasi peningkatan produki
menyatakan dengan dokter endorphin dan enkefalin
rasa nyaman pemberian yang dapat memblok
dan rileks analgetik reseptor nyeri untuk tida
kembali dikirimkan ke korteks
3. pasien serebri sehingga

264
Nampak menurunkan persepsi nyeri
tenang  Analgetik memblok
4. pasien dapat lintasan nyeri sehingga
beraktivitas nyeri akan berkurang
kecil seperti
biasa
5. pasien
Nampak aktif
kembali
4. Resiko Tujuan : setelah  Kaji status hidrasi  Sebagai data dasar untuk
kekurangan dilakukan (kelembapan menentukan kemungkinan
volume cairan tindakan asuhan membrane adanya resiko kekurangan
b/d faktor keperawatan 5x mukosa, nadi volume cairan pada klien
yang 24 jam adekuat, tekanan  Monitor keseimbangan
mempengaruhi keseimbangan darah ortastatik ) cairan
kebituhan cairan baik jika diperlukan  Keluarga mempunyai peran
cairan dengan indicator  Catat intake dan penting dalam pendekatan
status nutrisi: output cairan dengan klien
makanan dan  Dorong keluarga  Pemberian cairan IV untuk
cairan dapat untuk membantu mempertahankan
terpenuhi pasien makan keseimbangan cairan pada
Kriteria hasil :  Kolaborasikan klien dengan gangguan
6. Tidak ada pemberian cairan menelan (terdapat lesi pada
kehausan IV mukosa mulut/faring
7. Asupan
makanan
secara oral
adekuat
8. Asupan cairan
secara oral
adekuat
9. Pasien

265
Nampak lebih
tenang
10. Pasien
dapat
beraktifitas
kembali
5. Intoleransi Tujuan : Setelah  Kaji respon  Mengetahui tingkat
aktivitas b/d dilakukan individu terhadap kemampuan individu dalam
kelemahan tindakan asuhan aktivitas pemenuhan aktivitas sehari-
fisik keperawatan 2x  Batu klien hari
24 jam, memenuhi  Energi yang dikeluarkan
Kriteria hasil : aktivitas sehari- lebih optimal
11. Peningkatan hari dengan  Energi penting untuk
toleransi tingkat membantu proses
aktivitas keterbatasan yang penyembuhan
dapat dimiliki klien  Memudahkan dalam
terpenuhi  Jelaskan pemberian terapi
12. Pasien dapat pentingnya
beraktifitas pembatasan
kembali pengeluaran
13. Pasien energy
menyatakan  Kolaborasi
kenyamanan dengan dokter
14. Pasien
Nampak
lebih tenang
15. Pasien tidak
rewel lagi
6. Gangguan Tujuan :  Kaji dan catat  Menentukan kemampuan
persepsi Koperatif dalam ketajaman visual
sensori kurang tindakan penglihatan  Monitor penglihatan pada
penglihatan Kriteria hasil :  Kaji deskripsi pasien

266
b/d 16. Menyadari fungsional apa  Meningkatkan self care dan
konjungtifitis hilangnya yang dapat dilihat mengurangi ketergantungan
penglihatan atau tidak  Memudahkan dalam
secara  Sesuaikan pemberian terapi
permanen lingkungan
17. Gangguan dengan
persepsi kemampuan
sensori dapat penglihatan
diatasi  Kolaborasi
18. Pasien dengan dokter
menyatakan
kenyamanan
19. Pasien
Nampak lebih
tenang
20. Pasien tidak
rewel lagi
7. Resiko infeksi Tujuan : Tidak  Kaji keadaan luka  Untuk mengidentifikasi
b/d hilangnya terjadi infeksi setiap hari penyembuhan
barrier/ local atau  Jaga agar luka  Menurunkan resiko infeksi
perlindungan sistemik tetap steril/bersih dan untuk mencengah
kulit Kriteria hasil :  Tingkatkan trjadinya kontaminasi ulang
21. Tidak ada asupan nutrisi  Nutrisi mempengaruhi
tanda-tanda  Kolaborasi sintesis protein dan
infeksi pemberian fotositosis
(merah, antibiotic  Memudahkan dalam
bengkak, pemberian terapi
panas, nyeri)
22. Leokosit
(5000/10000/
mm
23. Suhu tubuh

267
dalam batas
normal
24. Luka
mencapai
penyembuhan
tepat waktu
25. Pasien
Nampak lebih
tenang dan
tidak rewel
8. Gangguan Tujuan : Terjadi  Kaji makna  Traumatic mengakibatkan
citra tubuh b/d perbaikan kehilangan/perub perubahan tiba-tiba
krisis situasi, penampilan ahan pada pasien  Meningkatkan perilaku
kecacatan, peran  berikan harapan positif dan memberikan
kejadian Kriteria hasil : dalam parameter kesempatan dan rencana
traumatic 26. Klien tidak situasi individu untuk mas depan
berperasaan  Berikan berdasarkan realita
negatif penguatan positif  Kata-kata penguatan dapat
tentang terhadap mendukung terjadinya
dirinya kemajuan dan perilaku koping positif
27. Klien dorongan usaha  Mempertahankan/membuka
menerima untuk mengikuti garis komunikasi dan
situasi dirinya tujuan rehabilitas memberikan dukungan
28. Klien tidak  Dorong interaksi terus-menerus pada pasien
takut atau keluarga dan dan keluarga
malu dengan tim medis
berinteraksi rehabilitasi
dengan orang
lain
29. Klien dapat
kembali
bermain

268
dengan
keluarga
30. Klien
menunjukkan
peningkatan
kepercayaan
dirinya
9. Defisit Tujuan : Setelah  Monitor  Membantu untuk
perawatan diri dilakukan kemampuan klien mengidentifikasi tingkat
b/d kurangnya tindakan asuhan untuk perawatan kemampuan perawatan diri
motivasi keperawatan 2x diri yang mandiri  Meningkatkan kemampuan
24 jam defisit  Berikan aktivitas melakukan kemampuan
perawatan diri rutin sehari-hari perawatan diri
teratasi sesuai  Menambah pengetahuan
Kriteria hasil : kemampuan dalam melakukan aktivitas
31. Klien  Ajarkan secara mandiri
menyatakan klien/keluarga  Memudahkan dalam
nyaman untuk mendorong pemberian terapi
terhadap kemandirian,
kemampuan untuk
untuk memberikan
melakukan bantuan hanya
ADLs jika pasien tidak
32. Klien dan mampu
keluarga melakukannya
mampu  Kolaborasi
menjelaskan dengan dokter
kembali apa
yang
dijelaskan
perawat/ tim
kesehatan

269
lainnya
10. Gangguan rasa Tujuan : Nyeri  Kaji keluhan  Nyeri hampir selalu ada
nyaman b/d tidak terjadi nyeri, perhatikan pada beberapa derajat
inflamasi pada Kriteria hasil : lokasi dan beratnya keterlibatan
kulit 33. Nyeri intensitasnya jaringan
berkurang,  Berikan tindakan  Meningkatkan relaksasi
ekspresi kenyamanan menurunkan tengangan otot
wajah/postur dasar seperti pada dan kelelahan umum
tubuh rileks area yang sakit  Metode IV sering
34. Status  Pantau TTV dingunakan pada awal
kenyamanan  Berikan analgetik untuk memaksimalkan efek
meningkat sesuai indikasi obat
35. Pasien  Menghilangkan rasa nyeri
Nampak lebih
tenang
36. Pasien tidak
rewel lagi

Implementasi Keperawatan
Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkn kritera hasil yang diharapkan.
Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Referensi
Hardhi, Kusuma dan Amir Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2.
Akerrous Jurnal Vol. 5 No.

270
TUMOR WILMS 14
Definisi
Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah tumor ginjal yang tumbuh dari sel
embrional primitive diginjal.Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak
yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih
besar atau orang dewasa. Tumor Wilms merupakan tumor ganas intraabdomen
yang tersering pada anak-anak. (http://zul-
adhariansyah.blogspot.com/2009/04/tumor-wilms.html)
Tumor wilms adalah tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan
cepat, terbentuk dari unsur embrional, biasanya mengenai anak-anak sebelum usia
lima tahun (kamus kedokteran dorland)

Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan
faktor genetik. Tumor wilms berasal dari proliferasi patologik blastema
metanefron akibat tidak adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron
untuk menghasilkan tubuli dan glomeruli yang berdiferensiasi baik.
Perkembangan blastema renalis untuk membentuk struktur ginjal terjadi pada
umur kehamilan 8-34 minggu. Sehinga diperkirakan bahwa kemampuan blastema
primitif untuk merintis jalan ke arah pembentukan Tumor wilms, apakah sebagai
mutasi germinal atau somatik, itu terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu.
Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain
yang juga menderita Tumor wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat
keturunan yang berbeda dengan kasus Tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus
Tumor wilms diturunkan secara autosomal dominan.

Patofisiologi
Tumor Wilms (Nefroblastoma) merupakan tumor ginjal yang tumbuh dari
sel embrional primitif diginjal, makroskopis ginjal akan tampak membesar dan
keras sedangkan gambaran histo-patologisnya menunjukan gabungan dari
pembentukan abortif glomerulus dan gambaran otot polos, otot serat lintang,
tulang rawan dan tulang. Biasanya unilateral dan hanya 3-10% ditemukan
bilateral. Tumor bermetastase ke paru, hati, ginjal, dan jarang sekali ke tulang.

271
Komponen klasik dari tumor Wilms terdiri dari tiga komponen yang
tampak pada diferensiasi ginjal normal: blastema, tubulus,dan stroma. Terdapat
gambaran yang heterogen dari proporsi komponen tersebut dan juga adanya
diferensiasi yang aberan, seperti jaringan lemak, otot lurik, kartilago, dan tulang.
Adanya gambaran komponen yang monofasik juga ditemukan. Tumor ginjal lain
yang ditemukan pada anak berupa mesoblastik nefroma, clear cell sarkoma, dan
renal rhabdoid tumor dapat membingungkan.
Gambaran anaplasia merupakan indikator penting dalam prognosis tumor
Wilms. Gambaran anaplastik ditandai oleh pembesaran inti sel 2-3 kali lipat,
hiperkromatisasi, dan gambaran mitosis yang abnormal.
Stadium pada tumor wilms Staging berdasarkan NWTSG V, terdiri dari:
 Stadium I
Tumor terbatas pada ginjal dan dapat direseksi secara lengkap dengan kapsul
ginjal yang utuh. Tidak terjadi ruptur atau robekan kapsul. Pembuluh darah
sinus renal tidak terlibat
 Stadium II
Tumor sudah melewati kapsul ginjal namun dapat dieksisi secara lengkap.
Terdapat ekstensi regional tumor yang dibuktikan dengan penetrasi kapsul
atau dengan invasi ekstensif sinus renal. Pembuluh darah di luar sinus renal
dapat mengandung tumor. Tumor mengalami cedera akibat biopsi atau
tercecer terbatas di daerah flank. Tidak ada bukti tumor pada atau di luar batas
reseksi.
 Stadium III
Terdapat sisa tumor nonhematogen yang terbatas pada abdomen, atau yang
meliputi berikut ini:
a. Keterlibatan kelenjar getah bening pada hilus atau pelvis
b. Penetrasi tumor melalui permukaan peritoneum
c. Implan tumor pada permukaan peritoneum
d. Tumor gross atau mikroskopik pada atau di luar batas reseksi bedah
e. Tumor tidak dapat direseksi secara lengkap karena infiltrasi lokal ke
dalam struktur vital
f. Tumor menyebar tidak terbatas pada daerah flank

272
 Stadium IV
Metastasis hematogen ke paru-paru, hepar, tulang atau otak atau metastasis ke
kelenkar getah bening di luar abdomen dan pelvis. Nodul paru tampak pada
CT scan harus dibiopsi untuk diagnosis definitif stadium IV.
 Stadium V
Keterlibatan kedua ginjal pada diagnosis. Setiap sisi harus didiagnosis secara
individu menurut kriteria di atas.

273
Web Of Caution

274
Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
A. Biodata
1. Identitas Klien.
Meliputi nama pasien, usia, alamat, agama, pendidikan, tangga masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
2. Identitas Orang Tua.
Meliputi nama ayah dan ibu, usia, pendidikan, alamat, agama dan
pekerjaan.
3. Identitas Saudara Kandung.
Meliputi nama saudara kandung, status hubungan dan status kesehatan.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama.
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
perut.
2. Riwayat Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengalami penurunan berat badan akibat dak nafsu
makan, mual , muntah dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama
sakit.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian.
Klien mengeluhnyeri dan kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar perut.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Prenatal Care.
Tumor wilms berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat
tidak adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron untuk
menghasilkan tubuli dan glomeruli yang berdiferensiasi baik.
Perkembangan blastema renalis untuk membentuk struktur ginjal terjadi
pada umur kehamilan 8-34 minggu. Sehinga diperkirakan bahwa
kemampuan blastema primitif untuk merintis jalan ke arah
pembentukan Tumor wilms, apakah sebagai mutasi germinal atau
somatik, itu terjadi pada usia kehamilan 8-34 minggu.

275
2. Natal.
Anak dengan Tumor wilms tidak ditularkan melalui saat proses persalinan.
3. Post Natal.
Keturunan, penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang
juga menderita Tumor wilms
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayata keluarga klien pernah mengidap kanker atau tumor
sebelumnya
E. Riwayat Imunisasi
Jadwal imuniasi rutin lengkap pada anak dan bayi
UMUR VAKSIN
< 24jam hepatitis B
1 bulan BCG, polio tetes 1
2 bulan DPT-Hb-Hib 2, polio tetes 2
3 bulan DPT-Hb-Hib 3, polio tetes 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 4, polio tetes 4,
polio suntik (IPV)
9 bulan Campak, Rubella
18 bulan DPT-Hb-Hib
Campak Rubella

Kelas 1 SD/Sederajat Campak, Rubella, DT


Kelas 2 Sd/Sederajat Td
Kelas 5 Sd/Sederajat Td
F. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan fisik perlu dikaji bagaiamana proses pertumbuhan anak
sesuai dengan usia.
2. Perkembangan tiap tahap usia setiap anak berbeda.
G. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji pula riwayat pemenuhan nutrisi pada anak/bayi dengan tumor
wilms
H. Reaksi Hospitalilasi

276
Perlu dikaji juga untuk mengetahui tingka stres orang tua dan anak sehingga
memudahkan proses perawatan anak dengan tumor wilms
I. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
c. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
d. Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
e. Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema
pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi
karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah
dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB
meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena
uremia.
3. Pola Eliminasi
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai
anuria ,proteinuri, hematuria.
4. Pola Gerak dan Aktifitas
Pemenuhan aktivitas sehari-hari terganggu.
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama
2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normal
selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan
krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea
dan pasien terlihat lemah), anemia dan hipertensi yang juga disebabkan

277
oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap
dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan
gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur,
pusing, muntah, dan kejang-kejang.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: Mandiri
1: Alat bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total
5. Pola Kognitif dan Persepsi
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yang menurun.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula.
7. Pola Tidur dan Istirahat
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus
8. Pola Peran dan Hubungan
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan
perawatan yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam
9. Pola Seksual dan Reproduksi

278
Perlu dikaji pula jenis kelamin pasien anak, dan pasien merupakan anak
keberapa dari berapa saudara.
10. Pola Stress-Koping
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana keadaan psikososial anak
berhubungan dengan lingkungan sekitar anak tinggal termasuk juga
bagaimana hubungan dan peran antara orang tua dan anak. Biasanya anak
mengalami stress karena proses perawatan yang panjang, stress
hospitalisasi, dan juga dari pihak keluarga akan mengalami stress saat anak
menjalani serangkaian proses pengobatan untuk kesembuhan anak.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Perlu dikaji pula agama yang dianut anak, karena pada pasien bayi dan
anak belum menjalankan ibadah sendiri melainkan didampingi keluarga.
J. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu, hanya dapat
ditemukan laju endap darah yang meninggi dan kadang kadang ditemukan
hematuria. Bila kedua kelainan labolatorium ini ditemukan, maka
prognosis diagnosa buruk
2. Pada foto polos abdomen akan tampak masa jaringan lunak dan jarang
ditemukan klasifikasi didalamnya
3. Pemeriksaan pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori,
penekanan dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises.
4. Dari pemeriksaan renoarteriogram didaptkan gambaran arteri yang
memasuki masa tumor. Foto thoraks dibuat untuk mencari metastasi
kedalam paru-paru.

Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
2 Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolime, kehilangan protein dan penurunan
intake
3 Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua
tentang penyakit dan prosedur pembedahan

279
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kurangnya nutrisi tubuh
5 Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi efektor.
6 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penimbunan asam
laktat pada sendi, pergesekan daerah sekitar sendi dan peradangan pada
daerah sendi)
7 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit (eritema
marginatum dan nodul subkutan)
8 Keletihan berhubungan dengan penurnan energi akibat metabolisme basal
terganggu
9 Kecemasan berhubungan dengan htingbkat pengetahuan.
10 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sayatan oprasi

N Diagnosa Tujuan atau Intervensi Rasional


O Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1.Ketahui adanya 1. Dengan
berhubungan tindakan nyeri. Dengarkan mengetahui dan
dengan efek keperawatan askep dengan penuh mendengarkan
fisiologis dan 3x24 jam di perhatian penuh perhatian
neop;asma harapkan nyeri dapat mengenai nyeri. mengenai nyeri,
berkurang dan akan dapat
kembali normal 2. Beri tahu teknik dilakukan tindak
untuk an yang tepat
Kriteria hasil: menurunkan untuk mengatasi
pasiean tidak lagi ketegangan otot nyeri.
merasakan nyeri rangka, yang
dapat 2.Teknik
menurunkan penurunan
intensitas nyeri. ketegangan otot
rangka dapat

280
- 3. Ajarkan menurunkan
strategi relaksasi intensitas nyeri.
khusus (missal:
bernafas 3. Strategi
perlahan, teratur relaksasi dapat
atau nafas dalam meningkatkan
– kepalkan tinju rasa nyaman
– menguap).

2 Perubahan Nutri Dalam waktu 3x 24 1. Catat 1. Monitoring


si : Kurang dari jam, intake dan asupan nutrisi
Kebutuhan kebutuhannutrisi output bagi tubuh
berhubungan tubuh dapat makanan 2. Gangguan
dengan terpenuhi dengan secara akurat nutrisi dapat
peningkatan kriteria: 2. Kaji terjadi secara
kebutuhan Anak mau makan adanya tanda- berlahan
metabolime, Tidak Terjadi tanda 3. Diare sebagai
kehilangan penurunan berat perubahan reaksi oedema
protein dan badan nutrisi : intestine
penurunan Porsi makan Anoreksi, dapat
intake habis Letargi, memperburuk
hipoproteine status nutrisi
mia. 4. Mencegah
3. Beri diet status nutrisi
yang bergizi menjadi lebih
4. Beri buruk
makanan 5. Membantu
dalam porsi dalam proses
keciltapi metabolisme
sering
5. Beri
suplemen

281
vitamin dan
besi sesuai
instruksi

3 Kecemasan Setelah dilakukan 1. Kaji tingk 1. Untuk


berhubungan perawatan selama at kecemasan mengetahui
dengan 3x24 jam, klien seberapa
kurangnya pasiecemas 2. Gunakan besar
pengetahuan berkurang sampai media untuk kecemasan
orang tua dengan hilang, menjelaskan yang
tentang penyakit dengan kriteria: mengenai dirasakan
dan prosedur Keluarga klien penyakit klien
pembedahan tidak bertanya 3. Jelaskan 2. Untuk
tentang kesehatan tentang mempermuda
anaknya pengobatan h pemahaman
Orang tua terlihat yang orang tua
tenang dengan diberikan dan 3. Untuk
keadaan anaknya prosedur mengurangi
TTV dalam batas tindakan kecemasan
normal 4. Dorong pada orang
orang tua tua
untuk 4. Untuk
mengungkapk mengetahui
an perasaan tingkat
dan kecemasan
dengarkan orang tua dan
dengan penuh memberi
perhatian solusi sesuai
tingkat
kecemasan
orang tua

282
4 Intoleransi aktiv Setelah dilakukan 1. Pertahank 1. Menguran
itas berhubunga perawatan selama 3x an tirah gi
n dengan kurang 24 jam, pasiendapat baring bila pengeluaran
nya nutrisi istirahat dengan terjadi edema energy
tubuh adekuat dengan berat 2. Menguran
kriteria: 2. Seimbang gi kelelahan
Anak tampak kan istrahat pada pasien
segar dan aktivitas 3. Untuk
bersemangat bila ambulasi menghemat
dalam beraktivitas 3. Intrusika energy
n pada anak
untuk istrahat
bila anak
merasa lelah

5 Resiko cedera Setelah diberikan 1.sediakan 1.mendukng


berhubungan askep selama 3x24 lingkungan yang kesehatan pasien
dengan jam, diharapkan aman untuk
disfungsi pasien merasa pasien
efektor nyaman 2. identifikasi
dengan kriteria hasil kebutuhan
: keamanan pasien
-klien terbebas drai sesuai dengan
cedera kondisi fisik dan
-mampu mengenali fungsi kognitif
perubahan status pasien dan
kesehatan riwayat penyakit
dahulu pasien
4. menganjurkan
keluarga untuk
menemani
pasien.

283
6 Nyeri akutberhu Pasien tidak 1. Kaji 1. Menentuk
bungan mengalami nyer iatau tingkat nyeri an tindakan
dengan agen ced nyeri 2. Lakukan selanjutnya
era menurunsampai tehnik pengur 2. Sebagai
biologis (penim tingkat yang dapat angan nyeri analgesik
bunan asam diterima anak.Dalam nonfarmakolo tambahan
laktat pada sendi waktu : .....x24 jam, gis 3. Menguran
, dengan kriteria: 3. Berikanan gi rasa sakit
pergesekan daer Nyeri hilang algesik sesuai 4. Untuk
ah sekitar sendi Tekanan darah ketentuan mencegah
dan peradangan dalam batas 4. Berikan kambuhnya
pada daerah normal obatdengan nyeri
sendi) Tidak Takikardi jadwal 5. Karena
dan takipnea preventif aspirin
5. Hindarias meningkatkan
pirin atau kecenderunga
senyawanya n pendarahan

7 Kerusakan Setelah diberikan 1. anjurkan 1.mendukun


integritas kulit askep selama 3x24 pasien untuk g proses
berhubungan jam, diharapkan menggunakan penyembuha
dengan proses pasien merasa pakaian longgar n
penyakit nyaman 2. monitor kulit 2. mencegah
(eritema dengan kriteria hasil akan adanya terjadinya
marginatum dan : kemerahan kemerahan pada
nodul subkutan) -integritas kulit ayng 3. oleskan kulit.
baik bias lotion/baby oil
dipertahankan pada daerah yang
(sensasi, elastisitas, tertekan
temperature) 4. monitor tanda
-tidak ada luka/lesi dan gejala infeksi
pada kulit pada area insisi

284
8 Keletihan Setelah diberikan ask 1. monitor dan 1. memonitor ada
berhubungan ep selama 2x24 jam, catat pola dan nya perubahan
dengan diharapkan pasien jumlah tidur pola tidur pasin
penurnan energi merasa nyaman pasien 2
akibat dengan kriteria hasil 2. monitor intake . memonitor
metabolisme : nutrisi adanya
basal terganggu 3. ajarkan tehnik perubahan
dan manajemen intake nutrisi
aktivitas untuk 3.mencegah terja
mencegah dinya kelelahan
kelelahan berlebihan
4. kolaborasi 4. mengurangi
dengan tim gizi terjadinya intake
tentang cara nutrisi tidak
meningkatkan terpenuhi
intake nutrisi
tinggi energy
9 Kecemasan berh Setelah dilakukan . Kaji tingkat 1. Untuk
ubungan perawatan selama kecemasan mengetahui
dengan tingbkat 3x24 jam, klien seberapa
pengetahuan. pasiecemas 2. Gunakan besar
berkurang sampai media untuk kecemasan
dengan hilang, menjelaskan yang
dengan kriteria: mengenai dirasakan
Keluarga klien penyakit klien
tidak bertanya 3. Jelaskan 2. Untuk
tentang kesehatan tentang mempermuda
anaknya pengobatan h pemahaman
Orang tua terlihat yang orang tua
tenang dengan diberikan dan 3. Untuk
keadaan anaknya prosedur mengurangi k

285
TTV dalam batas tindakan ecemasan pad
normal 4. Dorong a orang tua
orang 4. Untuk
tua untuk mengetahui
mengungkapk tingkat
an perasaan kecemasan
dan orang tua dan
dengarkan memberi
dengan penuh solusi sesuai
perhatian tingkat
kecemasan
orang tua

10 Resiko tinggi in Pasien tidak 1. Pantau 1. Peningkat


veksi berhubun mengalami resiko tanda-tanda an suhu dapat
gan dengan infeksi Dalam waktu vital mengidentifik
sayatan oprasi. 3x24 jam, dengan 2. Kaji tanda asi adanya
kriteria: -tanda infeksi infeksi
Tidak Adanya 3. Lakukan 2. Mengiden
tanda infeksi perawatan tifikasi tanda
(bengkak, luka dengan infeksi lebih
kemerahan, nyeri, tekhnik dini sehingga
demam) aseptic bisa segera
Suhu dalam batas 4. Kolaboras diatasi
normal i pemberian 3. Perawatan
antibiotic yang benar
akan
mempercepat
proses
penyembuhan
yang cepat
4. Mencegah

286
perkembanga
n bakteri

Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina,
2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

Evaluasi

Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian peoses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali,2009)
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai.

287
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi tahap
ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data
yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga
perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga
diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi
tersebut dapat dicapai secara efektif. (Nursalam, 2008)
Referensi
Asuhan Keperawatan Praktis; Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda,
NIC, NOC, dalam Berbagai Kasus.jakarta: FKUI

288

Anda mungkin juga menyukai