Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Skenario
A baby boy-14 month old-was brought by his parents with complaints of diarrhea
since 2 weeks ago, accompanied by recurrent fever and weight loss decreased to 8 kg.
Parents of the patients were injecting drug users. After treatment of diarrhea, the doctor
recommends to Anti-HIV immunoserologi examination with positive results (3 times by a
different method).
Latar Belakang
Dalam skenario ini, terlihat bahwa di sekitar kita banyak sekali angka kejadian yang
berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Hal ini dipengaruhi oleh
keadaan sosial ekonomi masyarakat dan kecepatan penularannya yang sangat cepat.
Penderitanya pun berasal dari berbagai kalangan, dan salah satu kelompok masyarakat yang
berisiko terkena HIV adalah Injecting Drug User (IDU). Kelompok ini rentan tertular karena
biasanya mereka memakai jarum suntik yang tidak steril secara bergantian sehingga virus
HIV dapat masuk ke dalam darah. Anak yang lahir dari seorang ibu yang positif terjangkit
dengan virus ini pun mempunyai kemungkinan yang sangat besar untuk tertular. Jika tidak
diberi terapi khusus, maka virus ini dapat menimbulkan suatu sindrom yang dikenal dengan
Acquired Immuno-deficiency Syndrome (AIDS).
Orang yang sudah tertular dengan penyakit ini akan sangat sulit untuk disembuhkan,
karena itu sebaiknya diadakan pencegahan dan pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi
penyakit ini secara dini sehingga dapat diberikan terapi antiretroviral.
Karena itu, dalam PBL kali ini, kelompok kami akan membahas tentang apa itu virus
HIV, bagaimana perjalanan penyakit ini dari seseorang yang terkena virus HIV sampai
berkembang menjadi AIDS, pemeriksaan-pemeriksaan yang dibutuhkan untuk mendeteksi
virus ini, bagaimana gejalanya, cara penanggulangannya, serta epidemiologi penyakit AIDS,
baik di dunia maupun di Indonesia.

BAB II
HASIL DISKUSI

Pertama-tama, kami membahas dahulu unfamiliar terms yang terdapat pada skenario
ini, yaitu mengenai pemeriksaan Anti-HIV immunoserologi dan recurrent fever.
1. Anti HIV imunoserologi adalah pengecekan HIV dengan mengecek serum antibodi
terhadap virus tersebut.
2. Recurrent fever adalah demam yang suhunya naik turun.
HIV adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus RNA yang menginfeksi DNA
pada manusia. Pada HIV terdapat enzim reverse transcriptase. HIV menyebabkan sistem
imun pada tubuh manusia menurun. Antibodi tetap ada dalam tubuh penderita, tapi bersifat
non-protektif, karena determinan antigen berubah-ubah. HIV menyerang sel T helper melalui
CD4+.
Mekanisme perjalanan dari anti-HIV positif menjadi AIDS adalah pada tahap awal,
virus yang masuk masih lemah dan antibodi masih cukup kuat. Lama kelamaan antibodi
menjadi lemah dan virus menigkat, tapi belum sampai di puncak. Pada tahap yang terakhir,
antibodi berada pada di titik terendah dan virus meningkat.
Infeksi virus HIV (2-3 minggu) sindrom retroviral akut (2-3 minggu) gejala
hilang + serokonversi (RNA jadi DNA; anti-HIV negatif jadi anti-HIV positif) gejala
asimtomatik (seperti orang sehat; 8 tahun di negara berkembang) simtomatik (1,3 tahun di
negara berkembang) meninggal
Pemeriksaan anti HIV sebaiknya dilakukan pada saat 3-9 minggu setelah terpapar dan
infeksi oportunistik, selain itu juga pada saat muncul gejala-gejala seperti TBC, sarcoma
kaposi, penurunan berat badan, AIDS dementia complex.
Cara untuk memeriksa anti HIV imunoserologi adalah dengan mengecek jumlah CD4+
dan viral load. Seseorang yang pada serumnya ditemui salah satu keadaan seperti di bawah
ini, wajib menjalani terapi anti-retroviral:
CD4+ < 500/l ( 250-300/l)
CD4+ > 500/l; viral load 30.000-50.000 copy/ml
Jumlah CD4+ menurun drastis
Hubungan antara HIV dan orang tua pengguna narkoba adalah jika ibu hamil
positif HIV, maka anaknya bisa terkena HIV juga. Penularan dari ibu ke anak disebut infeksi
2

HIV vertikal. Sedangkan penularan antara sesama pengguna disebut infeksi HIV horizontal.
Ibu yang terkena HIV akan menurunkan anti HIV kepada anaknya.
Tidak ada perbedaan gejala antara anak kecil dan orang dewasa, tapi waktu
meninggal beda karena sistem imun orang dewasa dengan anak kecil berbeda).
Gejala muncul pada umur 14 bulan karena sistem imun yang yang berbeda (orang
dewasa sudah terbentuk, sedangkan pada anak kecil belum terbentuk sempurna)
Pencegahan HIV:
Tidak melakukan seks bebas
Tidak memakai jarum suntik bekas
Pemeriksaan transfusi darah yang benar
Tidak menikah dengan penderita HIV
Terapi HIV:
Suntik antiretroviral (untuk menghambat replikasi virus)
Jenis-jenis obat agar tidak menjadi AIDS antara lain: NRTI, NNRTI, Fusion inhibitor,

integrase inhibitor, protenase inhibitor


Highly Active Anti Retroviral Theraphy (HAART)
Beda terapi antara orang dewasa dan anak kecil adalah pada dosis obat yang dipakai.

Epidemiologi HIV: Bali, Thailand, Afrika. Menurut kami, kebanyakan penderita adalah pria.
Pada pertemuan kedua, kelompok kami membahas lebih dalam mengenai cara
penularan HIV dari ibu yang terkena HIV kepada bayinya. Ketika berada di dalam
kandungan, bayi mendapat zat makanan dan O2 dari darah ibu yang dipompakan ke darah
bayi. Walaupun begitu, umumnya darah ibu tidak bercampur dengan darah bayi, sehingga
tidak semua bayi yang dikandung oleh seorang ibu yang positif HIV tertular dari dalam
kandungan. Pada kebanyakan wanita yang terinfeksi, HIV tidak dapat melewati plasenta,
karena plasenta justru melindungi bayi. Pada plasenta ada hormon Human Chorionic
Gonadothropine (HCG) yang berfungsi menghambat penerasi virus dari ibu, mengontrol
replikasi virus, dan menginduksi apoptosis sel. Akan tetapi, apabila plasenta rusak/robek
karena adanya infeksi virus dan peradangan, maka virus HIV dapat masuk ke tubuh bayi.
Karena itu, dalam kasus, kemungkinan bayi tertular HIV dari ibunya ada 2, yaitu:
1) pada saat proses kelahiran (25%)
Pada saat persalinan (terutama per vaginam), ada kontak antara darah maupun cairan
vagina ibu dengan tubuh bayi, sehingga ada risiko tertelan (tracheobronkial) oleh bayi.
Makin lama proses persalinan berlangsung, makin besar risiko tertular. Kemungkinan bayi
tertular semakin besar. Karena itu, sebaiknya dilakukan operasi caesar untuk memperkecil

kemungkinan terjangkitnya bayi denagn virus HIV. Akan tetapi, operasi ini harus dilakukan
sebelum rahim ibu berkontraksi menjelang proses kelahiran.
2) Pada saat menyusui
Virus HIV dapat menular lewat ASI, walaupun kadarnya lebih rendah. Tetapi, apabila gigi
bayi sudah tumbuh, maka ada kemungkinan terjadi luka di puting ataupun pada gusi bayi.
Jika itu terjadi, maka virus akan menular lewat luka tersebut. Karena itu, sebaiknya wanita
yang positif HIV tidak boleh menyusui (kecuali jika terpaksa, misalnya karena kesulitan
ekonomi).
Setelah mengetahui cara penularan virus ini dari ibu ke anak, maka selanjutnya kami
membahas tentang pathogenesis virus ini.
CD4+

SEL
C-CR4&5

Mekanismenya adalah sebagai berikut.


Pada virus HIV ada envelope, gen gag, dan polymerase. Pertama-tama, ketika virus masuk
ke sel lewat C-CR 4dan C-CR 5, maka envelope-nya yang mengkode protein 160 kD
membelah, lalu sehingga glikoprotein (gp) 120 dan gp 41 bisa berperan.

gp 120 kemudian berikatan dengan CD4+ yang ada pada sel (membantu perlekatan

virus dengan sel target).


gp 41 membuka jalan untuk gp 120

Jadi, setelah virus menempel dengan sel tubuh, maka p24 yang terdapat dalam RNA masuk
ke inti sel. Setelah itu, dengan Reverse Transcriptase Enzime RNA diubah menjadi DNA, dan
kemudian bersatu dengan DNA sel inang membentuk provirus virus baru RNA lalu
lepas keluar dari sel bersama denag enzim protease lalu menginfeksi sel lain.
Ketika virus menginfeksi CD4+, maka ada kontak protein antara C-CR 4 dan C-CR 5 yang
menyebabkan terjadinya apoptosis sel T. Apabila sel T terganggu, maka fungsi sel B juga ikut
terganggu.
4

Pada pemeriksaan ELISA, yang dideteksi adalah antibodi yang melawan envelope dan
protein gag pada virus ini.
Pathofisiologi
Pada penyakit HIV/AIDS ini ada empat fase, yaitu:
1.) Fase Infeksi Primer
Pada fase ini dikenal adanya window period (periode jendela).
-HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam darah
-Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
-Tes HIV belum bisa membuktikan keberadaan virus ini
-Fase ini kira-kira berlangsung antara dua minggu hingga enam bulan, tergantung
sistem imun orang yang bersangkutan.
2.) Fase Infeksi Akut (HIV Positif-tanpa gejala)
-HIV berkembang biak di dalam tubuh
-Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
-Tes HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibody terhadap HIV
-Umumnya tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata
8 tahun)
-Pada fase ini, tubuh masih bisa mengkompensasi banyaknya sel limfosit T yang
dihancurkan oleh virus ini
3.) Fase Infeksi Kronis (HIV positif-muncul gejala)
-Sistem kekebalan tubuh makin turun, tubuh sudah tidak bisa mengkompensasi
banyaknya sel limfosit T yang dihancurkan
-Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya pembengkakan kelenjar limfa di
seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll.
-Umumnya berlangsung lebih dari satu bulan (tergantung daya tahan tubuh)
4.) Fase Letal (AIDS)
-Kondisi sistem tubuh sangat lemah
5

-berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) sangat parah.


Contoh infeksi oportunistik: tuberculosis (TB), toxoplasmosis, cytomegalovirus (CMV),
jamur Candida, adanya Sarcoma kaposi, yang seharusnya merupakan jenis-jenis penyakit
yang mudah ditanggulangi pada orang yang sehat.
Ada beberapa teori yang menyatakan bagaimana virus HIV membuat imunodefisiensi.
a. Langsung membunuh sel
Sel yang terinfeksi HIV memicu apoptosis CD4+ dan limfosit T melalui kontak antara
protein envelope dengan C-CR4.
b. Perbedaan Ag
Epitop sel T pada protein target diakui oleh Tc (sehingga limfosit T dihancurkan),
sedangkan epitop sel B tidak diakui (tidak dihancurkan).
c. Teori Superantigen
Molekul pendek yang menghubungkan MHC II-TCR-rantai secara tidak spesifik,
sehingga aktivasi sel T tidak maksimum.
d. Sel T anergi
Anergi = keadaan tidak responsif kekebalannya; limfosit hadir, tetapi tidak aktif.
Bukti secara in vitro, gp 120-CD 4 pada saat anergi mengganggu ekspresi sitokin.
e. Apoptosis
Infeksi HIV pada sel T menginduksi jalur apoptosis secara tidak wajar.
f. Switch TH1- TH2
Pada infeksi awal HIV, TH1-Tc mendominasi mengendalikan virus, sampai titik
tertentu di mana TH1 tidak sanggup lagi, sehingga TH2 yang mendominasi. Ada beberapa
varian virus yang menghambat respon Tc terhadap HIV sehingga TH2-sel B tidak bisa
menahan replikasi HIV terjadi AIDS.
Setelah mengetahui tentang pathogenesis dan pathofisiologi dari virus ini, maka kami
membahas tiga pemeriksaan berbeda (seperti dalam skenario) yang bertujuan untuk
mendeteksi virus ini. Alurnya adalah sebagai berikut.

Ada tiga pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan UN AIDS-WHO dan


kegunaannya masing-masing dengan keterangan sebagai berikut. (bagan dilampirkan).
1. A1, A2, dan A3 merupakan tiga tes yang berbeda
2.Hasil ini tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Harus dipakai strategi II dan III untuk
menegakkan diagnosis. Apa pun hasil akhir pemeriksaan semua donor yang pertama kali
sudah positif tidak bisa digunakan untuk transfusi dan pencangkokan.
3. Hasil boleh dilaporkan
4. Untuk orang yang pertama kali terdiagnosis, hasil yang positif harus dikonfirmasi dengan
menggunakan sampel kedua.
5. Pemeriksaan diulang 14 hari, kemudian dengan menggunakan smapel kedua.
6. Tidak Ada risiko HIV sama sekali.
Strategi pemeriksaan ini menggunakan tes inisial A1 dan tes alternatif A2 dan A3 yang
disebut pemeriksaan laboratorium Strategi III, dan dipakai untuk diagnostik. Apabila tersedia
tes konfirmasi seperti Western Blot (WB), Indirect Immunofluorescence Assays (IFA) ataupun
Radio Immuno Precipitation Assays (RIPA) maka dapat digunakan sebagai tes A3.
Setiap tes atau pemeriksaan laboratorium seharusnya disertai konseling pra-tes dan pasca-tes.
(a) Dugaan terhadap infeksi HIV, didasarkan atas salah satu temuan klinis atau faktor risiko
(b) Untuk pemeriksaan pertama (A1), biasanya digunakan rapid test untuk melakukan uji
tapis(contohnya Orasure, Home Access Express HIV-1 test, OraQuick, dsb).
(c) Untuk hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki
prinsip dasar tes yang berbeda dan/atau yang menggunakan preparasi antigen yang
berbeda dari tes pertama, untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu. Biasanya
dengan cara Enzym-linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau pemeriksaan sejenis yang
mempunyai spesifitas lebih tinggi daripada pemeriksaan rapid test yang pertama.
(d) Dilakukan pemeriksaan ulang dengan cara seperti catatan (a) dan (b). Dalam hal ini ada
beberapa kemungkinan diperoleh hasil, yaitu : keduanya positif (A1+, A2+); salah satu tes
memberi hasil positif ( A1+, A2- atau A1- A2+) dan kedua tes negatif (A1-, A2-).
(e) Bila tersedia tes konfirmasi, maka untuk pemeriksaan ketiga dapat menggunakan WB,
IFA, atau RIPA. Bila tidak tersedia tes konfirmasi, maka dapat menggunakan
pemeriksaan laboratorium lain yang tersedia yang menggunakan prinsip dasar tes
dan/atau menggunakan preparat antigen yang berbeda dari A1 dan A2 untuk
meminimalkan adanya hasil psitif palsu, misalnya denga pemeriksaan laboratoium yang
menggunakan viral lysate versus recombinant polypeptides atau synthetic polypeptides.
(f) Untuk bayi yang dilahirkan ibu yang HIV(+), maka hasil psitif pada bayi umur kurang
dari 18 bulan mempunyai dua kemungkinan:

1. bayi membawa antibodi dari ibunya (cth: IgG ibu yang persisten ditransfer melalui
plasenta); atau
2. bayi tersebut terinfeksi HIV dan akan tetap memberikan hasil positif.
(g) Ulangi tes setiap tiga bulan sampai anak berusia 18 bulan, pada saat mana diharapkan
antibodi ibu yang beredar pada bayi tersebut telah menghilang dan tes HIV menjadi
negatif. Bila tes pemeriksaan masih tetap memberi hasil positif, anak tersebut dinyatakan
Terduga infeksi-HIV simtomatik (a)

positif menderita HIV. Macam-macam tes yang bisa digunakan sebagai konfirmasi tes
untuk anak berusia di bawah 18 bulan:

deteksi virus dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR)


deteksi antibodi IgA (antibodi ini tidak menembus plasenta)
Lakukan tes alternatif A2 (c)
Lakukan tes inisial A1 (rapid test) (b)
in-vitro antibody production assays (produksi antibodi HIV Anti-HIV
in-vitro) + ?
Ya
pemeriksaan antigen p24
Tes-tes tersebut menunjukkan spesifitas dan sensitivitas yang tinggi.
Ulangi tes A1& A2 (d)

+ ? epidemiologis
(h) Anti-HIV
Faktor risiko

Tidak

ibu seropositif HIV


riwayat transfusi darah yang berulang
korban kekerasan seksual
Tidak
Apakah
antibodi
HIV positif
pemakaian jarum
suntik
tercemar
HIV kedua tes ( A1+ & A2 +)?
Ya

Ya

Apakah antibodi HIV positif pada salah satu


tes? tes alternatif A3 (e)
Lakukan

Tidak

Tidak

Tes A1+, A2+, A3+ ?

YaApakah umur lebih dari 18 bulan ? (f)

Tidak

Tes A1+, dan salah satu dari A2 atau A3 +?


Tidak

Bagan Alur Pemeriksaan HIV pada anak-anak


Resiko tinggi?(h)
Tidak

Bayi membawa antibody dari ibu

Tidak

Tes A1+, A2 dan A3 -?

Anggap indeterminate

Ya

Anggap tidak ditemukan antibodi


terhadap
pasti
untuk infeksi-HIV
Ulangi tes
tiap 3 blnHIV
hingga umur 18 bln atauDiagnosis
tes PCR/p24
(g)

Tidak

Antibody/antigen HIV positif?

Ya

Tida
k

Yang terakhir, kelompok kami membahas tentang epidemiologi HIV/ AIDS, baik di dunia,
maupun di Indonesia.
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease
Control and Prevention ( CDC) Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1
lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari
mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan
berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal
dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2

berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon,
dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak
dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini
AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang
di seluruh dunia.
Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS
telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada
tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4
hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya
adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara,
sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber
daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat
kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses untuk itu tidak tersedia di semua
negara.
Prevalensi global dari HIV-1 ini telah mencapai angka yang stabil, yaitu 0,8% , yaitu 33
juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS, 2,7 juta orang yang baru terinfeksi, dan 2 juta
orang meninggal karena AIDS pada 2007.
Di Indonesia sendiri (pada tahun 2008) jumlah total pengidap HIV adalah 1.268.662.422.479
orang. Laki-laki yang mengidap HIV jauh lebih banyak daripada wanita (5:1), sedangkan
orang-orang yang berisiko tertular virus ini adalah:
Secara horizontal

Pekerja sex di tempat hiburan terselubung


Kaum homoseksual
Injecting Drug User( IDU)
Tranfusi darah berulang
Sirkumsisi dan tattoo dengan jarum yang tidak steril

Secara vertikal
10

Anak yang lahir dari ibu yang positif HIV

Di Indonesia, persentase pengidap HIV terbanyak adalah dari kalangan IDU, yaitu 6237
orang. Apabila diakumulasikan berdasarkan provinsi tempat tinggal penderita, maka jumlah
terbanyak ada di Papua (81,02%) diikuti Jakarta (34,27%)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
HIV adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus RNA yang menginfeksi DNA
pada manusia. HIV menyebabkan sistem imun pada tubuh manusia menurun. Antibodi tetap
ada dalam tubuh penderita, tapi bersifat non-protektif, karena determinan antigen berubahubah. HIV menyerang sel T helper melalui CD4+.
11

Penularan virus ini sangat cepat, bisa secara horizontal (mis: dengan berhubungan
seksual, menggunakan jarum suntik yang tidak steril seperti pada Injecting Drug User.)
ataupun secara vertikal (dari ibu ke anak yang dikandungnya). Untuk penularan dari ibu ke
anaknya, bisa pada saat proses kelahiran, maupun pada saat memberi ASI.
Perjalanan dari HIV menjadi aids dapat dibagi menjadi tahapan: infeksi virus
sindrom retroviral akutgejala menghilang+ serokonversi infeksi kronis HIV asimtomatis
infeksi HIV/AIDS simtomatik kematian. Pada fase awal, dikenal adanya window
period, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk antibodi melawan virus
ini. Apabila belum terbentuk, maka hasil tes anti-HIVnya adalah negatif.
Ada banyak macam yang digunakan untuk mendeteksi virus HIV ini. Biasanya
dilakukan tiga macam tes yang berbeda. Tes yang pertama bersifat rapid test, tujuannya untuk
screening (misalnya Orasure), sedangkan tes kedua (misalnya ELISA) dan ketiga (misalnya
Western Blot) prinsipnya berbeda dengan yang pertama, lebih digunakan untuk konfirmasi.

B. SARAN
Skenario yang diberikan sangat bagus karena menarik dan berkaitan dengan aplikasi di
bidang kedokteran. Di samping itu, skenario ini berhubungan dengan penyakit autoimun yang
kami pelajari di blok Alergi dan Imunologi.
Sebenarnya, untuk mencari bahan PBL kali ini tidak begitu sulit, hanya saja mungkin
jumlah buku yang ada di perpustakaan jumlahnya masih tidak cukup sehingga ada kelompok
PBL yang tidak mendapat kesempatan untuk meminjam buku referensi.

DAFTAR PUSTAKA

Kresno, Siti Boedina. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. FK Universitas

Indonesia. Jakarta. 2001: 253-257.


Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2003: 61-70.


Pinchuk,George V. Immunology. Mc.Graw-Hill. New York.2002: 300-307.
Surjadi, Charles. Epidemiologi dan Prevalensi PMS/HIV AIDS di Indonesia dan
Tantangan terhadap Upaya Penanggulangannya. RS dan FK Atma Jaya. Jakarta: 2002.

12

http://aids-ina.org/modules.php?name=FAQ&myfaq=yes&id_cat=1&categories=HIVAIDS
http://www.cdc.gov/hiv/topics/basic/index.htm
http://discussion.satudunia.net/content/cara-mencegah-penularan-hiv-dari-ibu-ke-bayi
http://dynaweb.ebscohost.com/Detail?id=AN+114424&sid=227bc1c6-5f78-4d4c-b9f4644eb11fde3b@sessionmgr10
http://ehealthforum.com/health/window-period-for-hiv-t152110.html
http://www.wartamedika.com/2008/06/jenis-jenis-pemeriksaan-hivaids.html

13

Anda mungkin juga menyukai