Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL PENELITIAN

KOLABORASI RSUD KAB.SIDOARJO – FK UWKS

PENINGKATAN KEPARAHAN KLINIS,

NILAI CT PCR, RASIO NLR, KADAR D-DIMER


PADA REINFEKSI COVID-19 DIBANDING INFEKSI AWAL COVID-19
RSUD KAB.SIDOARJO

TIM PENGUSUL

Dr. dr. Muzaijadah Retno Arimbi, Sp P (NIDN:0723106204)

Dr.dr. Sugiharto, MBA.,MKes.(MARS),FISPH,FISCM(NIDN:0703107104))

dr. Diana Tri Ratnasari, Sp.KK (NIDN:0708017804)

Dr. Atik Sri Wulandari, SKM, M.Kes (NIDN : 0731076901)

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pandemi Covid-19 memberikan efek pada semua negara di dunia. Indonesia


merupakan salah satu negara yang terdampak dengan pandemi ini. Menurut data per
27 Juli 2020 jumlah penderita terkonfirmasi di Indonesia adalah 100.303 kasus. Jawa
Timur merupakan penyumbang nomor dua terbanyak kasus di Indonesis setelah DKI
Jakarta (Data Tim Covid -19, 2020).

Beberapa penderita pascainfeksi Covid-19 mengalami infeksi ulang (reinfeksi),


SARS-CoV-2 adalah jenis virus corona yang sama sekali baru dan pertanyaan
kekebalan adalah salah satu hal yang belum diketahui. Kekebalan dari infeksi ringan
tidak berlangsung lama, namun sebagian besar infeksi kedua akan jauh lebih parah
karena tingkat memori kekebalan tubuh dan mediasi sel T. Tetapi Mossong
mengatakan bahwa, dalam pengalamannya dengan coronavirus, penderita yang yang
mengalami gejala paling ringan dalam infeksi awal mereka memiliki kemungkinan
reinfeksi yang lebih tinggi, mungkin karena mereka tidak mengembangkan respons
kekebalan tubuh pertama kali. Hal yang sama berlaku bagi mereka yang imunosupres
dan karena itu tidak memiliki respons kekebalan terhadap infeksi pertama (Chris
Stokel-Walke, 2021).

Dalam mendeteksi keberadaan Covid-19 di antaranya dengan pemeriksaan


laboratorium real-time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR)
dalam nilai CT (cycle threshold) dari swab tenggorok /mukosa hidung, pemeriksaan
D-dimer dan Neutrophil to Lymphocyte Ratio (NLR) dari darah vena penderita.
Penentu keparahan klinis yang dapat dideteksi dari keluhan penderita adalah dari hasil
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.

2
Pada beberapa kasus, mereka yang pernah terkena Covid-19 mengalami infeksi
Covid-19 lagi (reinfeksi). Pemeriksaan laboratorium yang sama tetap dilakukan pada
penderita reinfeksi tersebut.

Berdasarkan keadaan di atas itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah


terjadi peningkatan keparahan klinis, nilai CT PCR, NLR, kadar D-dimer pada
reinfeksi Covid-19 dibanding infeksi awal Covid-19.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan umum:
Mengetahui terjadinya peningkatan keparahan klinis, nilai CT PCR, NLR,
kadar D-Dimer pada reinfeksi Covid-19 dibanding infeksi awal Covid-19
RSUD Kab.Sidoarjo
1.2.2 Tujuan khusus:
1.2.2.1 Mengetahui keparahan klinis, nilai CT PCR, NLR, kadar D-Dimer pada
infeksi awal Covid-19 RSUD Kab.Sidoarjo

1.2.2.2 Mengetahui keparahan klinis, nilai CT PCR, NLR, kadar D-Dimer pada
reinfeksi Covid- 19 RSUD Kab.Sidoarjo.

1.2.2.3 Mengetahui peningkatan keparahan klinis pada reinfeksi Covid-19 dibanding


infeksi awal Covid-19 RSUD Kab.Sidoarjo.

1.2.2.4 Mengetahui peningkatan nilai CT PCR pada reinfeksi Covid-19 dibanding


infeksi awal Covid-19 RSUD Kab.Sidoarjo.

1.2.2.5 Mengetahui peningkatan NLR pada reinfeksi Covid-19 dibanding infeksi awal
Covid-19RSUD Kab.Sidoarjo.

1.2.2.6 Mengetahui peningkatan kadar D-dimer pada reinfeksi Covid-19 dibanding


infeksi awal Covid-19 RSUD Kab.Sidoarjo.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keparahan Klinis Covid 19

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,


ringan, sedang, berat dan kritis. 1. Tanpa gejala Kondisi ini merupakan kondisi paling
ringan. Pasien tidak ditemukan gejala. 2. Ringan Pasien dengan gejala tanpa ada bukti
pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk,
fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit
tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu
(anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala
pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan immunocompromised gejala
atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu
makan, delirium, dan tidak ada demam. 3. Sedang Pada pasien remaja atau dewasa :
pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak
ada tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan udara Pedoman Tatalaksana
COVID-19 7 ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak
berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak
ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas cepat : usia 5 tahun, ≥30x/menit. 4. Berat
/Pneumonia Berat Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan. ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan
bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini: sianosis sentral atau
SpO2<93% ; distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding
dada yang sangat berat); tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau
minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang. Napas cepat/tarikan dinding
dada/takipnea : usia 5 tahun, ≥30x/menit. 5. Kritis Pasien dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis (Erlina Burhan,dkk,2020).

4
2.2 Nilai CT PCR, NLR, Kadar D-dimer

2.2.1 CT PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode yang cepat membuat jutaan
hingga miliaran salinan sampel DNA Pada tes amplifikasi asam nukleat (NAAT)
dengan metode rRT-PCR, hasil deteksi gen tersebut berupa nilai CT (cycle threshold).
CT menunjukkan bahwa viral load tinggi, sehingga merupakan sumber infeksi bagi
orang sekitarnya.

Ada beberapa laporan nilai Ct dari tes RT PCR untuk COVID 19 dikaitkan
dengan keparahan penyakit dan infektivitas. Semua pasien dengan RT PCR yang
didiagnosis penyakit COVID 19 dirawat di lokasi penelitian dan untuk siapa nilai Ct
tersedia dimasukkan dalam penelitian. Pasien dengan penyakit ringan memiliki nilai
Ct yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan pasien dengan penyakit berat,
tetapi juga telah diuji secara signifikan lebih awal pada penyakit tersebut dibandingkan
pasien dengan penyakit berat. Pasien yang meninggal memiliki nilai Ct yang secara
signifikan lebih rendah daripada pasien yang bertahan, tetapi di sini lagi-lagi mereka
memiliki durasi gejala yang lebih pendek secara signifikan sebelum pengujian. Oleh
karena itu kami merekomendasikan bahwa waktu pengujian sejak permulaan gejala
harus dikontrol sambil menghubungkan nilai Ct dengan tingkat keparahan penyakit
(Nobuhiro Asai,2020)

2.2.2 NLR

NLR merupakan biomarker yang tersedia yang dapat menghitung dari


komponen hitung sel darah putih (membagi neutrophil dengan hitung limfosit). NLR
atau Neutrofil Limfosit Rasio adalah salah satu parameter yang diperlukan untuk
prognosis infeksi, inflamasi dan beberapa jenis kanker. Netrofil sendiri berfungsi
sebagai pertahanan terhadap invasi mikroba atau fagositosis. Sel ini mempunyai
peranan penting terhadap diagnosis inflamasi dan infeksi. Sedangkan, Limfosit adalah
sel kecil yang bergerak ke daerah inflamasi. Limfosit juga merupakan sumber

5
imunoglobulin yang penting dalam respon imun seluler tubuh. Limfosit memiliki peran
untuk melawan infeksi yang disebabkan virus ataupun bakteri. Limfopenia absolut
terjadi pada kasus berat.Nilai NLR diperoleh dengan cara membagi diff neutrofil dibagi
dengan diff limfosit. Untuk mendiagnosis Covid-19 nilai NLR mempunyai batas cut
off yaitu 3,13 (Prof. Dr. Aryati,dkk, 2020, Forget,etall,2017). Peningkatan kadar NLR
secara independen terkait dengan prognosis klinis yang tidak menguntungkan pada
pasien dengan sepsis (Liu,ett all, 2016)
2.2.3 D-Dimer

D-dimer merupakan suatu fragmen yang diproduksi saat plasmin memecah


fibrin untuk mengurai bekuan darah. Pemeriksaan ini rutin digunakan sebagai bagian
algoritma diagnosis untuk menyingkirkan diagnosis thrombosis. Bagaimanapun juga,
proses patologis atau non-patologis yang meningkatkan produksi fibrin atau
pemecahannya, juga dapat meningkatkan kadar plasma D-dimer. Contohnya termasuk
deep vein thrombosis/ pulmonary embolism, arterial thrombosis, disseminated
intravascular coagulation, dan kondisi seperti kehamilan, inflamasi, kanker, penyakit
hati kronis, pascatrauma dan status bedah, dan vaskulitis.

Tingkat plasma D-dimer, Fibrin Degradation Product (FDP), hampir selalu


meningkat dengan adanya Pulmonary Emboli (PE). Oleh karena itu, tingkat D-dimer
yang normal (di bawah nilai batas 500 mikrogram / L oleh enzyme-linked
immunosorbent assay [ELISA]) dapat memungkinkan pengecualian PE. Untuk menilai
nilai prediksi negatif dari konsentrasi D-dimer di bawah 500 mikrogram / L pada pasien
rawat jalan dengan dugaan PE, dan keamanan menahan pengobatan antikoagulan dari
pasien tersebut, kami melakukan tes D-dimer, ultrasonografi kompresi vena
ekstremitas bawah, dan pemindaian paru. pada 671 pasien rawat jalan berturut-turut
yang datang ke Pusat Gawat Darurat Rumah Sakit Universitas Jenewa dengan dugaan
PE. Angiografi paru disediakan untuk pasien dengan hasil pemeriksaan noninvasif
yang tidak meyakinkan. Pasien dengan konsentrasi D-dimer normal dipulangkan tanpa
pengobatan antikoagulan dan diikuti selama 3 bulan. Prevalensi PE adalah 29%, dan
D-dimer (menggunakan batas 500 mikrogram / L) memiliki sensitivitas diagnostik

6
untuk PE 99,5%. Secara keseluruhan spesifisitas diagnostik D-dimer adalah 41%,
tetapi lebih rendah di antara pasien yang lebih tua. Dari 198 pasien dengan konsentrasi
D-dimer di bawah nilai batas, 196 bebas PE, satu memiliki PE, dan satu memiliki
informasi yang tidak lengkap karena mangkir. Dengan demikian, nilai prediksi negatif
konsentrasi D-dimer turun antara 197 dari 198 dan 196 dari 198 kasus PE (99% [95%
CI: 96,4 hingga 99,9]). Menggunakan nilai batas 4.000 mikrogram / L, spesifisitas
keseluruhan konsentrasi D-dimer untuk PE adalah 93,1%. Kesimpulannya, konsentrasi
D-dimer plasma di bawah 500 mikrogram / L memungkinkan pengecualian PE pada
29% pasien rawat jalan yang diduga menderita PE ( A Perrier 1, 2020)

Di antara 32 pasien,CTPA mengidentifikasi 26 pasien dengan PE dan 6 pasien


tanpa kelainan yang jelas. Menggunakan nilai ambang 1,3 µg / ml untuk tingkat D-
dimer, diagnosis PE dicapai dengan a sensitivitas 96,2%, spesifisitas 50,0%, nilai
prediksi positif 89,3%, nilai prediksi negatif 75,0% dan akurasi 87,5%. Tingkat D-
dimer secara signifikan lebih tinggi pada pasien positif PE pada CTPA dibandingkan
pada mereka yang negatif untuk PE pada CTPA (9,85 ± 7,14 vs. 2,82 ± 2,65 µg / ml, P
= 0,001). ( HUI GAO, 2018)
Studi kohort retrospektif pada pasien> 18 tahun dengan hasil tes D-dimer yang
sangat tinggi (> 5000 μg / l;> 10x untuk mengecualikan VTE). Rekam medis elektronik
ditinjau untuk diagnosis .Sebanyak 759 hasil D-dimer yang sangat tinggi diidentifikasi.
Setelah eksklusi dari 120 kasus duplikat, 53 pasien yang menjalani resusitasi
kardiopulmoner, dan 5 kasus tanpa informasi diagnostik, 581 kasus dianalisis. D-dimer
mereka berkisar antara 5030 dan 239.000 μg / l, dengan rata-rata 17.598 μg / l (SD
22.972 μg / l). Secara keseluruhan, 89% dari pasien ini memiliki diagnosis VTE, sepsis
dan / atau kanker. Prevalensi tertinggi pada emboli paru (183 pasien; 32%), diikuti oleh
kanker (168 pasien; 29%), sepsis (142 pasien; 24%), trauma / pembedahan (142 pasien;
24%), dan trombosis vena dalam. (73 pasien; 13%) (T Schutte et all, 2016)

2.2.4 Hubungan dengan Covid-19

7
Nilai CT PCR dijadikan parameter berat-ringannya infeksi Covid-19. Nilai CT
PCR >30-40 infeksi ringan, nilai CT PCR > 20-30 infeksi sedang, nilai CT PCR 10-20
infeksi berat. Baru-baru ini beberapa studi melaporkan, NLR bisa berbeda antara
kelompok ringan/ sedang dan berat/ kritis dan probabilitas kematian pasien akibat
infeksi Covid-19. Sebagai tambahan, suatu serial studi menyebutkan NLR merupakan
predictor yang terpercaya dari progresivitas Covid-19 dan peningkatan NLR
dihubungkan dengan tingginya kematian.

Dari beberapa penelitian yang telah dipublikasikan, kadar D‐dimer, suatu faktor
prognosis, ditemukan lebih tinggi pada pasien SARS‐CoV‐2 bergejala klinis berat
dibandingkan dengan yang ringan (Mattiuzzi & Lippi, 2020). Pemahaman yang lebih
baik dari faktor prognosis D-dimer ini dapat membantu tenaga medis, dalam hal ini
dokter, memprediksi keparahan Covid-19 dan kebutuhan akan perawatan intensive
care unit (ICU) bagi pasien tersebut (Nugroho, et al., 2020).

8
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Infeksi Awal Covid 19


Reinfeksi Covid 19

Tingkat Keparahan Klinis Tingkat Keparahan Klinis

Nilai CT PCR Nilai CT PCR

Rasio NLR Rasio NLR


DIBANDING
Kadar D DIMER KAN Kadar D DIMER

Tidak Diteliti

Diteliti
DIBANDIN
GKAN

3.2 Keterangan Kerangka Konsep

Mengapa sebagian penderita Covid 19 mengalami reinfeksi Covid 19 tidak


diteliti oleh peneliti. Peneliti melihat Tingkat keparahan klinis, Nilai CT PCR, Rasio
NLR, dan kadar D-dimer penderita reinfeksi Covid 19 akan diteliti dan dibandingkan
dengan tingkat keparahan klinis, Nilai CT PCR, Rasio NLR dan kadar D Dimer pada
infeksi awal Covid-19.

9
3.3 Hipotesis Penelitian
H0: Tidak terjadi peningkatan keparahan klinis, nilai CT PCR, NLR, kadar D-dimer
pada reinfeksi Covid-19 dibanding infeksi awal Covid-19 RSUD Kab.Sidoarjo.

H1: Terjadi peningkatan keparahan klinis, nilai CT PCR, NLR, kadar D-dimer pada
reinfeksi Covid-19 dibanding infeksi awal Covid-19 RSUD Kab.Sidoarjo

10
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Metode Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian observasional yang menggunakan data sekunder
yang terdapat pada rekam medik.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian:

Mei-Juni 2021 di RSUD Kabupaten Sidoarjo.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi: Semua pasien yang didiagnosis sebagai Covid-19 dirawat di RSUD
Kab.Sidoarjo
Sampel: Semua pasien yang didiagnosis sebagai Covid-19 yang mengalami reinfeksi
serta memiliki data lab DL (NLR), nilai CT PCR, dan D-dimer pada infeksi awal dan
infeksi berulang dengan atau tanpa komorbid di RSUD Kab.Sidoarjo

4.4 Definisi Operasional

Alat
No Variabel Definisi Operasional Kategori & Kriteria Skala
Ukur
1 Nilai CT PCR Polymerase Chain Nilai CT PCR >30-40 RME Ordinal
Reaction C(PCR) infeksi RINGAN
adalah metode
o yang
cepat membuat
v Nilai CT PCR > 20-30
jutaan hingga
i infeksi SEDANG
miliaran salinan
d
Nilai CT PCR 10-20
sampel DNA1 Pada
infeksi BERAT
tes amplifikasi
9 asam
nukleat (NAAT)
dengan metode rRT-
PCR, hasil deteksi

11
gen tersebut berupa
nilai CT (cycle
threshold). CT
menunjukkan bahwa
viral load tinggi,
sehingga merupakan
sumber infeksi bagi
orang sekitarnya.
Nilai CT PCR
parameter berat-
ringannya infeksi.

2 NLR NLR (Neutrophil NLR >1-3 Prognosis RME Ordinal


Lymphocyte Ratio): BAIK
Untuk mengevaluasi
rasio neutrofil- NLR >3 - 9 Prognosis
limfosit sebagai SEDANG
prediktor sepsis dan
NLR > 9 Prognosis
kematian pada
BURUK
pasien yang dirawat
di unit perawatan
intensif. NLR
merupakan
parameter prognosis
Penyakit

3 Kadar D- Dimer adalah Kadar D.Dimer 500- RME Ordinal


dimer produk fisik dari 1000 resiko Emboli
serat protein fibrin, RINGAN
yang memainkan
peran utama dalam Kadar D.dimer >1000-
pembekuan darah: 6000 resiko Emboli
Akumulasi fibrin SEDANG
dan trombosit
(trombosit) Kadar D.dimer >6000
membentuk resiko Emboli BERAT
gumpalan darah -
baik dalam
pembekuan darah
yang sehat
(penyembuhan luka)
dan dalam
pembentukan
patologis Trombus
(Koagulopathi)

12
menyebabkan
penyumbatan
pembuluh darah di
tempat lain
(emboli). Kadar D-
dimer merupakan
parameter risiko
emboli

4 Keparahan Gejala klinis yang Gejala RINGAN : RME Nominal


klinis ditemukan pada Demam (+) Batuk (+)
Covid-19 penderita yang Pharingitis (+)
menunjukkan berat- Anosmia (+) Malaise
ringannya penyakit (+) Myalgia (+) Nyeri
berdasarkan keluhan otot (+)
dan pemeriksaan
fisik yang dijumpai Gejala SEDANG :
pada penderita Gejala Ringan (+)
RR >20x/mnt ,
tanda Pneumoni
berat (-)
Gejala BERAT :
Gejala Ringan (+)
RR > 30x/menit
Tanda Pneumonia
berat (+)

5 Infeksi awal Infeksi pertama kali Ya (+) RME Nominal


Covid-19 yang dialami
penderita dan Tidak (-)
dibuktikan secara
laboratorium
sebagai akibat
Coronavirus 2
(SARS-2) Covid-19

6 Infeksi Infeksi ulang yang Ya (+) RME Nominal


berulang dialami penderita
(Reinfeksi) dan dibuktikan Tidak (-)
Covid-19 secara laboratorium
sebagai akibat
Coronavirus 2
(SARS-2) Covid-19

13
4.5 Variabel Penelitian
Variabel Independen :
Nilai Ct Val PCR

Ratio NLR

Kadar D-Dimer

Variabel Dependen:
Keparahan Klinis pada Infeksi Awal Covid 19
Keparahan Klinis pada Reinfeksi Covid 19
4.6 Uji Statistik
Analisis data memakai Kruskall Wallis

14
DAFTAR KEPUSTAKAAN

A Perrier 1, S Desmarais, C Goehring, P de Moerloose, A Morabia, P F Unger, D


Slosman, A Junod, H Bounameaux. D-dimer testing for suspected pulmonary
embolism in outpatients.Affiliations expand.PMID: 9279229.
DOI: 10.1164/ajrccm.156.2.9702032

Aryati,Prof. dr, MS, Sp. PK (K). (2020). Strategi Pemeriksaan Lab Covid-19. PDS
PatKLin.

Chris Stokel-Walker, freelance journalist, 2021. What we know about covid-19


reinfection so far. BMJ 372 doi: https://doi.org/10.1136/bmj.n99.
Erlina Burhan, Agus Dwi Susanto, Fathiyah Isbaniah, Sally Aman Nasution, Eka
Ginanjar, Ceva Wicaksono Pitoyo, Adityo Susilo, Isman Firdaus, Anwar
Santoso, Dafsah Arifa Juzar, Syafri Kamsul Arif, Navy G.H Lolong Wulung,
Faisal Muchtar, Aman B Pulungan, Hikari Ambara Sjakti, Yogi Prawira, Nina
Dwi Putri, 2020. Pedoman Tatalaksana Covid-19 Edisi 3.Isbn: 978-623-92964-
9-0
Forget, Partice. Khalifa, Celine. Dkk. (2017). What is the normal value of the
neutrophil to lymphocyte ratio ?. NCBI.

HUI GAO1,2, HU LIU3 and YANJING LI2 1,2018. Value Of D-Dimer Levels For
The Diagnosis Of Pulmonary Embolism: An Analysis Of 32 Cases With
Computed Tomography Pulmonary Angiography.Department of Radiology, The
First Affiliated Hospital of Xi'an Jiaotong University, Xi'an, Shaanxi 710061; 2
Department of Radiology, The Affiliated Hospital of Yan'an University; 3
Cardiovascular Medicine Center, The Affiliated Hospital of Yan'an University,
Yan'an, Shaanxi 716000, P.R. China Received January 16, 2018; Accepted June
6, 2018 DOI: 10.3892/etm.2018.6314.Experimental And Therapeutic Medicine
16: 1554-1560, 2018

Jose Bordon1,2*, MD, PhD; Donghoon Chung3 , PhD; Priya Krishnan4 , MD; Ruth
Carrico1 , PhD; and Julio A. Ramirez1 , MD,2021. The Importance of Cycle
Threshold Values in the Evaluation of Patients with Persistent Positive PCR for
SARS-CoV-2: Case Study and Brief Review. ULJRI
https://doi.org/10.18297/jri/vol4/iss1/54
Kemenkes RI , 2020. Data Tim Covid, tim tugas Covid kemenkes.
Mattiuzzi, C. and Lippi, G., 2020. Which lessons shall we learn from the 2019 novel
coronavirus outbreak? Annals of translational medicine, 8(3).
https://dx.doi.org/10.21037%2Fatm.2020.02.06

15
Liu, Xuan. Shen, Yong. Dkk. (2016). Prognostic Significance of Neutrophil to
Lymphocyte Ratio in Patients with Sepsis: A Prospective Observational Study.
Research article: Hindawi.

Li, X., Liu, C., Mao, Z. et al, 2020. Predictive values of neutrophil-to-lymphocyte ratio
on disease severity and mortality in COVID-19 patients: a systematic review and
meta-analysis. Crit Care 24, 647. https://doi.org/10.1186/s13054-020-03374-8.

Nugroho, et al., 2020. Relationship of D‐dimer with severity and mortality in SARS‐
CoV‐2 patients : A meta‐analysis, International Journal of Laboratory
Hematology - Wiley Online Library. https://doi.org/10.1111/ijlh.13336
Nobuhiro Asai a, b , Daisuke Sakanashi b , Wataru Ohashi c , Akiko Nakamura b ,
Atsuko Yamada b , Yuzuka Kawamoto b , Narimi Miyazaki b , Tomoko Ohno b
, Isao Koita b , Hiroyuki Suematsu b , Takaaki Kishino a, d , Hideo Kato a, e ,
Mao Hagihara a, f , Arufumi Shiota a, b , Yusuke Koizumi a, b , Yuka Yamagishi
a, b , Hiroshige Mikamo a, b, 2020. Could threshold cycle value correctly reflect
the severity of novel coronavirus disease 2019 (COVID-19)?Journal of Infection
and Chemotherapy Home.https://doi.org/10.1016/j.jiac..09.010 1341-321X/©
2020 Japanese Society of Chemotherapy and The Japanese Association for
Infectious Diseases. Published by Elsevier Ltd. All rights reserved.J Infect
Chemother 27 (2021) 117e119

Sweta Shah b , Tanu Singhal a,* , Namita Davar c , Pooja Thakkar d.No correlation
between Ct values and severity of disease or mortality in patients with COVID 19
disease. Contents lists available at ScienceDirect Indian Journal of Medical
Microbiology journal homepage: www.journals.elsevier.com/indian-journal-of-
medical-microbiology.https://doi.org/10.1016/j.ijmmb.2020.10.021 Available
online 3 November 2020 0255-0857/© 2020 Indian Association of Medical
Microbiologists. Published by Elsevier B.V. All rights reserved.Indian Journal of
Medical Microbiology Volume 39, Issue 1, January 2021, Pages 116-117
T Schutte 1, A Thijs, Y M Smulders, 2016. Never ignore extremely elevated D-dimer
levels: they are specific for serious illness. Neth J Med , 2016 Dec;74(10):443-
448.Affiliations expand PMID: 27966438 (3)

16
PROPOSAL PENELITIAN
KOLABORASI RSUD KAB. SIDOARJO-FK UWKS

PROFIL DAN PERAN FAKTOR KOMORBID, USIA, JENIS KELAMIN


PADA PENDERITA REINFEKSI DAN NON REINFEKSI COVID 19 RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO

TIM PENGUSUL

Dr. dr. Muzaijadah Retno Arimbi, Sp P (NIDN:0723106204)


dr. Ariyanto (NIK:00036-LB))
Dr. Atik Sri Wulandari, SKM.,MKes (NIDN:0731076901)
Lusiani Tjandra,S.Si.,Apt.,M.Kes (NIDN: 0717097101)
dr.Intan Nurani Indrajanu

1
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Reinfeksi adalah keadaan terinfeksinya kembali seseorang dengan penyakit
yang sama. reinfeksi covid-19 ecause masih relatif jarang, mereka tidak dapat
disalahkan atas lonjakan yang sedang berlangsung. bagi veteran coronavirus berharap
pengalaman mereka telah memberi mereka suatu kekebalan. pulih dari virus corona
sars-cov2 bukanlah alasan untuk tidak melakukan prokes (protokol kesehatan) 3 m
(mencuci tangan , memakai masker dan menjaga jarak aman ). pada bulan oktober,
seorang wanita belanda berusia 89 tahun adalah kematian pertama yang
didokumentasikan seseorang yang telah terjangkit virus corona untuk kedua kalinya
(sarah elizabethrichards andnsikan akpa, 2020)
Penyakit infeksi corona virus juga memiliki tiga mekanisme penularan yakni
sesuai keadaan host, virulensi, dan environmental. Host diartikan sebagai kemampuan
sistem imun yang terjadi pada tubuh setiap individu, semakin lemah dan termasuk
dalam kelompok rentan maka penularan di komunitas akan tinggi.( Gambaran
Karakteristik Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Risiko Covid-19 Dalam Kerangka
Desa Adat di Desa Gulingan, Mengwi, Bali Agus Indra Yudhistira Diva Putra1 ,
Made Sindy Astri Pratiwi1 , Made Violin Weda Yani1 , Gufran Rizaldy Danang
Gunawan2 , Ghaniy Muhammad Ganesha3 , Agnes Maria Aprilia Evelyn
Aminawati4 , I Putu Gede Dharma Wibhawa Aryana5 , I Gusti Agung Alit
Suryawati6. Jurnal Kesehatan Andalas. 2020; 9(3)
Oleh karena perlu pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat, perlu dilakukan
pemberian informasi secara terus menerus sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
seluruh lapisan masyarakat untuk menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu penyakit komorbid sebagai faktor risiko kematian akibat COVID-19 di RS
Bhakti Dharma Husada Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan 358 pasien terinfeksi
COVID-19 dan dikonfirmasi dengan usapan hidung dan tenggorokan. Enam puluh
enam pasien (18%) meninggal karena COVID-19. 60,6% adalah laki-laki (OR 1,87, P

2
0,041), 22,7% berusia> 64 tahun (OR 2,097, P 0,041), dan 83,3% di antaranya
merupakan faktor risiko bersama. Diabetes melitus (30,3%) (OR 4,348, P 0,000), dan
penyakit kardiovaskular (10,6%) (OR 4,319, P 0,016) merupakan faktor risiko
kematian tertinggi pada COVID-19. Kesimpulannya, pria, usia lanjut, diabetes, dan
hipertensi merupakan faktor risiko kematian pada COVID-19
Tim pakar satgas penanganan covid-19 telah melakukan analisis kematian
pasien covid-19 berdasarkan usia dan riwayat komorbid atau penyakit penyerta. hasil
analisis tim pakar selama 5 bulan terakhir, berdasarkan aspek usia, pasien yang
berada di usia 31 - 45 tahun berisiko masing-masing sebesar 2,4 kali lipat pada
kematian. dan yang berada di rentan usia 46 - 59 tahun, berisiko 8,5 kali lipat pada
kematian. "risiko ini akan semakin meningkat pada usia lanjut, diatas 60 tahun yaitu
sebesar 19,5 kali lipat," Bagaimana kasus reinfeksi pada usia tua ? (Tim Komunikasi
Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019)
Kematian positif Covid-19 di DIY didominasi oleh kasus dengan komorbid (penyakit
penyerta). Juru Bicara Penanganan Covid-19 untuk DIY, Berty Murtiningsih mengatakan,
komorbid paling banyak dialami pasien Covid-19 yang meninggal dunia di DIY yaitu
hipertensi dan diabetes mellitus (DM). bagaimana dengan reinfeksi pada Komorbid ? (Rep:
Silvy Dian Setiawan/ Red: Dwi Murdaningsih.,2020)
Permasalahan diatas itu yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui Profil
Penderita yang mengalamai Reinfeksi Covid 19 berdasar danya Faktor-faktor Komorbid,
Pola Hidup Penderita dan Perilaku Prokes Penderita setelah sembuh dari Infeksi awal
Covid 19
1.2 Permasalahan

Bagaimana profil dan melihat peran faktor Komorbid , usia, jenis kelamin Penderita
Reinfeksi dan non reinfeksi Covid 19
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Profil dan melihat peran faktor Komorbid , usia, jenis kelamin Penderita
Reinfeksi dan non reinfeksi Covid 19
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui Profil Komorbid penderita Reinfeksi dan non reinfeksi Covid 19

3
2) Mengetahui Profil usia penderita Reinfeksi dan non reinfeksi Covid 19
3) Mengetahui Profil jenis kelamin penderita Reinfeksi dan non reinfeksi Covid19
4) Mengetahu hubungan komorbid dengan reinfeksi dan non reinfeksi Covid19

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reinfeksi
Pada tgl 21 September 2020, CDC Eropa melaporkan adanya kasus atas
reinfeksi SARS-CoV-2. Definisi Reinfeksi adalah infeksi ulang, infeksi yang kambuh
dan rekurensi yang di deteksi asam nukleat positif (kembali positif) dan mungkin
memiliki gejala klinis dan implikasi epidemiologis (D. Yahav et al, 2021). Beberapa
penelitian telah melaporkan kasus PCR SARS CoV-2 yang positif kembali setelah
tes negatif dan pemulihan klinis, atau gejala berulang, yang cocok dengan gejala
COVID-19, dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak terdeteksi penyakit Covid -19 .
Di Inggris kasus reinfeksi pada April 2020, Pasien A berusia 25 tahun memiliki
gejala klasik COVID-19 setelah mendapat perawatan di rumah sakit. Pasien tidak
memiliki gejala s gangguan imunodefisiensi. Gejala pada saat itu demam tinggi dan
sakit kepala selama 3 hari, dan lemas, setelah 3 minggu. Asam nukleat nasofaring uji
amplifikasi (NAAT) pada saat itu kembali negatif. Namun, pada Mei 2020
melakukan test antibodi,yang membuktikan terinfeksi COVID-19. Pada Oktober
2020 Pasien A menunjukkan gejala Covid 19 baru, setelah 72 jam kontak dengan
pasien Covid 19. Ada beberapa penjelasan para ahli terjadinya reinfeksi Covid 19,
pertama, hasil negatif palsu tes swab karena pengambilan spesimen sampel lendir
yang kurang cukup ataupun spesimen mengandung virus tidak aktif . Kedua, virus
yang aktif kembali pada tubuh pasien yang telah dinyatakan sembuh.karena sistem
imun yang masih terlalu lemah sehingga virus Covid 19 bisa mereplikasi diri
kembali. Ketiga, pasien terinfeksi dengan tipe virus yang berbeda karena Sars-CoV-2
tergolong sebagai virus RNA yang mempunyai kemampuan bermutasinya jauh lebih
cepat dibandingkan virus DNA ( J West A et al, 2021)

5
2.2 Komorbid
Definisi secara umum komorbid adalah penyakit penyerta yaitu penyakit
atau kondisi yang muncul bersamaan pada satu pasien. Komorbid ini biasanya
dianggap sebagai diagnosis sekunder dan telah di kenal selama atau setelah
pengobatan untuk diagnosis utama.

2.2.1. Diabetes
Pada Penderita yang memiliki komorbid diabetes melitus dengan gula darah yang
tidak terkontrol yang ditandai dengan HbA1C yang tinggi (8,2) serta gula darah tinggi sampai
pemakaian insulin kontinu intravena. Diabetes melitus diketahui meningkatkan resiko infeksi.
Prevalensi Diabetes yang menderita COVID-19 di Cina adalah 8,2% dan nilai tersebut tidak
jauh berbeda dengan prevalensi penderita diabetes di Cina. Namun, prevalensi diabetes
meningkat menjadi 34,6% pada penderita COVID-19 yang berat. Penderita diabetes
mengalami disregulasi sistem imun sehingga cenderung mengalami badai sitokin ketika
terinfeksi COVID-19. Selain disregulasi sistem imun, diabetes melitus tipe 2 juga
memperberat kondisi hiperkoagulasi pada pasien dengan disseminated intravascular
coagulation (DIC) menjadi kejadian terminal pada penderita COVID-19 berat. Padahal terapi
antikoagulan dan antiplatelet sudah diberikan sejak awal admisi pasien ke ruang rawat ICU.
Hal ini menunjukkan kembali bahwa penderita COVID-19 tidak hanya mengalami masalah
berat pada sistem pernapasan, melainkan pada sistem imunitas sampai koagulasi pada pasien.
( Apicella A, et al, 2021, Xie J, Tong Z et al , 2020, Wilkerson RG et al, 2020 )

2.2.2. Obesitas
Proses inflamasi kronis dapat diamati pada individu dengan obesitas, hal ini
terbukti bahwa keadaan obesitas merupakan faktor risiko peningkatan infeksi
(Falagas dan Kompoti 2006). Beberapa hipotesis untuk mengetahui mekanisme
kekebalan yang terlibat pada pasien obesitas adalah disfungsi limfosit B. Limfosit B.
berkontribusi pada peradangan dan peningkatan sekresi autoantibodi,yang berkaitan
dengan respon yang buruk dari pasien obesitas pada keadaan seperti influenza,
hepatitis B, dan tetanus (Frasca dan Blomberg 2020).

6
Meski data BMI pasien rawat inap COVID-19 bukan fokus untuk
karakterisasi awal kelompok risiko, beberapa studi terbaru menunjukkan relevansi
komorbiditas ini di pandemi virus corona. Sebuah studi terbaru di Prancis dievaluasi
BMI dari 124 pasien yang dirawat di unit perawatan intensif untuk infeksi SARS-
CoV-2 dan korelasinya dengan kebutuhan untuk penggunaan ventilasi mekanis
invasif, pembuktian tingginya frekuensi pasien rawat inap dengan obesitas dan
obesitas parah dan memburuknya kondisi penyakit. Dalam laporan lain, di New York
City, Obesitas EUA merupakan faktor prediktif untuk kebutuhan rawat inap pada
pasien COVID-19 dan pada Shenzhen, Cina, individu obesitas dengan COVID-19
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam risiko pneumonia berat, terutama
pada pria (Simonnet dkk. 2020, Petrilli et al. 2020, Qingxian et al. 2020).

2.2.3. Autoimun
Jalur sitokin dan gangguan pensinyalan dapat menjadi penyebab onset dan
patogenesis banyak penyakit seperti penyakit autoimun. dan infeksi COVID-19. Pasien
autoimun mungkin berisiko lebih tinggi terkena infeksi karena gangguan kekebalan,
penggunaan obat imunosupresif, dan kerusakan berbagai organ. Peningkatan sekresi sitokin
inflamasi dan intoleransi sistem kekebalan pasien autoimun inilah yang menyebabkan pasien
rentan terinfeksi COVID-19. (Varga Z et al, 2020)
Pada pasien COVID-19, selain terjadi peningkatan sitokin inflamasi, terjadi
peningkatan fibrinogen Dalam sebuah penelitian, kadar fibrinogen pasien COVID-19 yang
sembuh tidak menurun; Namun, dalam penelitian lain, kadar fibrinogen serum dan IL6 lebih
tinggi pada pasien autoimun dibandingkan pada subjek sehat. IL-6 adalah pengatur utama
sintesis fibrinogen dan peningkatan kadar fibrinogen dalam serum. Intinya, peradangan dan
koagulasi terkait abnormal pada pasien COVID-19 dengan autoimun. Enzim pengubah
Angiotensin 2 (ACE2) adalah reseptor COVID-19 di permukaan sel endotel, yang juga
diekspresikan di banyak organ seperti ginjal dan paru-paru. Infeksi virus dengan reseptor ini
menginfeksi jaringan dan meningkatkan kematian sel di area tersebut (Ferrario CM et al,
2015, Channappanavar et al, 2016, Perl A et al, 2004)

7
2.2.4. HIV/AIDS
Data yang tersedia sampai saat ini menunjukkan bahwa ODHA bisa terinfeksi
COVID-19 dan mempunyai gejala yang sama seperti pasien yang tidak terinfeksi HIV.
Pada Penelitian Hossein Mirzaei, Willi McFarland, Mohammad Karamouzian, Hamid Sharif,
terdapat 252 pasien HIV dan Covid, 80,9% adalah laki-laki, usia rata-rata adalah 52,7 tahun,
dan 98% menggunakan antiretroviral. pengobatan (ART). Komorbiditas selain HIV dan
COVID-19 (multimorbiditas) antara lain hipertensi (39,3%), obesitas atau hiperlipidemia
(19,3%), penyakit paru obstruktif kronik (18,0%), dan diabetes (17,2%). Dua pertiga (66,5%)
memiliki gejala ringan sampai sedang, yang paling banyak adalah demam (74,0%) dan batuk
(58,3%). Di antara pasien yang meninggal, itu mayoritas (90,5%) berusia di atas 50 tahun,
laki-laki (85,7%), dan multimorbiditas (64,3%).
Adanya multimorbiditas dan factor usia menjadi faktor penting untuk morbiditas
dan kematian dengan infeksi COVID-19-HIV. ODHA sebagai populasi yang membutuhkan
kewaspadaan dini untuk mencegah COVID-19. Mengingat jumlah ODHA di seluruh dunia,
kemungkinan besar masih banyak lagi pasien dengan koinfeksi COVID-19-HIV dari yang di
laporkan. Dokter dan peneliti bisa membantu mengatasi kesenjangan data dengan waspada
terhadap pasien yang mungkin menjadi koinfeksi dengan SARS-CoV-2 dan HIV.
(Hossein Mirzaei et al, 2020, Livingston E et al, 2020, Chen N et al, 2020, Guan W-J et al,
2020, Richardson S et al, 2020)

2.2.5. Keganasan
Mekanisme apoptosis yang tidak tepat, merupakan faktor yang terkait dengan
patogenesis seperti infeksi dan toksin, hal ini dapat menyebabkan peningkatan apoptosis sel
yang terinfeksi. Selama apoptosis, antigen merupakan sistem kekebalan dan menyebabkan
peningkatan produksi antibodi dan sitokin. Penyebab sitokin ini kematian sel dengan
terakumulasi di dalam sel [40-44]. Satu studi menemukan bahwa limfopenia pada pasien
COVID-19 bisa disebabkan untuk induksi apoptosis dan jalur pensinyalan P53.
Menariknya, dalam penelitian lain, gen P53 menjadi faktor penting apoptosis, meningkat
pada pasien dengan COVID-19 [45]. COVID-19 dapat mencegah apoptosis dengan
mengurangi pensinyalan TGF-β, yang memainkan peran kunci dalam apoptosis dan
diferensiasi sel, menyebabkan diferensiasi fibroblas dan kerusakan paru-paru [46, 47]. Badai
sitokin melalui apoptosis sel T yang dimediasi oleh IFN-I (interferon tipe I) meredam sistem

8
kekebalan dan menyebabkan limfopenia (mengurangi CD8 dan CD4 T sel) [48]. Stimulasi
IFN-γ juga mengurangi ATP dalam sel T. dan menginduksi apoptosis sel T [49].Timbulnya
badai sitokin dikaitkan dengan peningkatan apoptosis di paru-paru dan ginjal pada orang
dengan COVID-19. ( Bruce-Chwatt LJ,et al, 1986, Devaux CA, et al, 2020, Zadeh FJ et al,
2017, Saxena V et al, 2008, Yu X et al, 2017)

2.3 Usia
Data laporan UN Women (2020) kasus COVID 19 bedasarkan usia dan jenis
kelamin, pria dengan rentang usia 30-39 tahun merupakan kasus tertinggi dengan total lebih
dari 180.000 kasus yang dilaporkan. Berdasarkan usia dari pelaporan 116 negara. Kasus laki-
laki pada kelompok usia 30-34 tahun terdapat 193.995 kasus, kelompok usia 35-34 tahun
terdapat 183.133 kasus. kelompok usia 40-54 tahun terdapat jumlah sekitar 170.000 kasus.
Melihat data yang ditampilkan UN Women rentang usia tersebut menunjukan usia angkatan
kerja produktif bagi kaum pria.
Diketahui bahwsanya rentang usia perempuan yang positif COVID 19 berada pada umur 25-
54 tahun, dengan total sekitar 140.000 kasus, namun pada kelompok usia perempuan umur
40-44 terdapat sekitar 130.000 kasus. Sedangkan berbanding terbalik pada perempuan di usia
lebih dari 85 tahun tercatat lebih tinggi dari pada laki-laki, yakni sebesar 121.220 kasus
terkonfirmasi berdasar 116 negara (UN Women 2020)

2.4 Jenis kelamin


Menurut European Heart Journal, pada Pria konsentrasi Angiotensin- converting
enzyme 2 (ACE2) plasma lebih tinggi di banding wanita, hal ini yang menjadi kemungkinan
ekspresi jaringan yang lebih tinggi dari reseptor ini untuk infeksi coronavirus SARS. Hal Ini
bisa menjelaskan mengapa pria mungkin lebih rentan terhadap infeksi dari SARS-CoV-2
(Samaa 2020). Angiotensin- converting enzyme 2 adalah reseptor pada permukaan sel yang
berikatan dengan corona virus baru dan memungkinkannya untuk masuk dan menginfeksi sel
(Reuters 2020).
Berdasar laporan data dari UN Women pada Juni 2020, kasus perempuan yang
terkonfirmasi positif COVID 19 terdapat 45,7% dari konfirmasi total kasus 3.747.701. Data
tersebut diperkuat oleh beberapa kasus di berbagai negara seperti China konfirmasi kasus
pada perempuan yakni hanya sebesar 48% dari konfirmasi kasus 55.924. Adapun di

9
Indonesia tercatat 47% konfirmasi pasien perempuan dari konfirmasi total kasus 47.896.
Sedangkkan di Austaralia pasien positif perempuan COVID 19 terdapat 48% dari konfirmasi
kasus 7.613. (UN Women 2020)

10
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Keterangan Kerangka Konsep

Mengetahui Profil dan melihat peran faktor Komorbid , usia, jenis kelamin Penderita
Reinfeksi dan non reinfeksi Covid 19

11
BAB IV

METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang mempergunakan data sekunder yang terdapat
pada rekam medik.
4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian : RSUD Kab Sidoarjo
Waktu penelitian : Penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama periode Maret –
Juni 2020.

4.3 Subjek Penelitian


4.3.1. Populasi penelitian:
Semua pasien yang didiagnosis sebagai COVID-19
4.3.2 Sampel penelitian:
Semua pasien yang didiagnosis sebagai COVID-19, dalam perjalanannya
penderita terinfeksi kembali (Reinfeksi) maupun tidak yang terpilih sebagai sampel

4.3.4.Definisi Operasional:

Alat
Definisi Kategori &
No Variabel Ukur/sumber Skala
Operasional Kriteria
data
1 Profil Keadaan atau 1: RME Ordinal
potensi yang Tergambar
sangat 2: Tidak
menentukan Tergambar
dapat
digambarkan
akibat suatu
proses
2 Reinfeksi Infeksi ulang 1: Tidak RME Nominal
Covid 19 yang dialami
penderita dan (Tidak ada

12
dibuktikan secara infeksi
laboratorium ulang)
sebagai akibat
Coronavirus 2 2: Ya (Ada
(SARS-2) Covid infeksi
19 ulang)

3 Faktor Keadaan yang 1: Tidak( RME Nominal


Komorbid menurunkan Bila tidak
sistem imunitas ada
seseorang (DM, samasekali
HIV, Autoimun, penyakit
Keganasan, komorbid)
Obesitas 2: Ada
(Minimal
ada 1 dari
daftar
penyakit
komorbid)
4 Usia Usia responden 1: Usia < 60 Medical Ratio
saat menjadi tahun record
pasien di RSUD 2: Usia > 60
Sidoarjo tahun
5 Jenis kelamin Usia responden 1 : laki-laki Medical report Nominal
saat menjadi 2 :
pasien di RSUD perempuan
Sidoarjo

4.3.5. Intrumen Penelitian :

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan berupa rekam medis.


Rekam medis berisi dokumen dan identitas pasien, serta pengobatan pasien.
Dari rekam medis akan diambil data yang diperlukan dalam penelitian untuk
dilakukan analisis statistik hubungan antara gambaran radiologis dengan
parameter tingkat keparahan pada pasien infeksi pertama dan reinfeksi Covid-
19

4.3.6. Tahapan Penelitian :


a. Tahap persiapan

13
Pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui
insidensi dan prevalensi penyakit Covid-19, kemudian melakukan
pembuatan proposal penelitian yang sesuai dengan judul. Kemudian
dilanjutkan dengan sidang proposal dan pengurusan surat izin.

b. Tahap perizinan

Melakukan perizinan untuk penelitian di Rumah Sakit Umum


Daerah Sidoarjo. Surat izin dikeluarkan oleh Prodi Profesi Dokter yang
disetujui oleh Dekan Fakultas Kedokteran.

c. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan mengambil


kasus pada periode 2020 dan pengambilan data dilakukan dalam waktu
kurang lebih selama tiga bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo

d. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melihat rekam medis pada


pasien Covid 19 periode 2020. Beberapa hal yang akan dilihat pada
rekam medis berupa identitas pasien, jenis pemeriksaan untuk diagnosis
seperti . pemeriksaan radiologis, D-dimer, NLR, CRP dan durasi rawat inap

e. Pengolahan data

Setelah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisis dengan


melihat catatan medis pasien dan ditelaah sesuai dengan literatur yang
kemudian akan dibandingkan. Selanjutnya data tersebut akan disajikan
dalam bentuk tabel

14
DAFTAR PUSTAKA

Agus Indra Yudhistira Diva Putra1 , Made Sindy Astri Pratiwi1 , Made Violin Weda Yani1 ,
Gufran Rizaldy Danang Gunawan2 , Ghaniy Muhammad Ganesha3 , Agnes Maria
Aprilia Evelyn Aminawati4 , I Putu Gede Dharma Wibhawa Aryana5 , I Gusti Agung
Alit Suryawati6. 2020. Gambaran Karakteristik Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Risiko Covid-19 Dalam Kerangka Desa Adat di Desa Gulingan, Mengwi, Bali Jurnal
Kesehatan Andalas.; 9(3)

Apicella A, et al. COVID-19 in people with diabetes: understanding the reasons for worse outcomes.
The Lancet 2020;1–11

Bruce-Chwatt LJ, Black RH, Canfield CJ, Clyde DF (1986) Peters W. World Health Organization.
Chemotherapy of malaria. World Health Organization,

Channappanavar R, Fehr AR, Vijay R, Mack M, Zhao J, Meyerholz DK, Perlman S (2016)
Dysregulated type I interferon and inflammatory monocyte-macrophage responses cause
lethal pneumonia in SARS-CoV-infected mice. Cell Host Microbe 19(2):181–193 49.
Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, et al. Epidemiological and clinical characteristics of
99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study. Lancet.
2020;395(10223):507–13.

Dafna Yahav, Dana Yalin , Isabella Eckerle, Christiane S. Eberhardt , Jianwei Wang, Bin
Cao, Laurent Kaiser Definitions for coronavirus disease 2019 reinfection, relapse and
PCR re-positivity Clinical Microbiology and Infection 27 (2021) 315e318
https://doi.org/10.1016/j.cmi.2020.11.028 1198-743X/© 2020 European Society of
Clinical Microbiology and Infectious Diseases. Published by Elsevier Ltd. All rights
reserved.

Falagas, M. E., and M. Kompoti. 2006. Obesity and infection. The Lancet Infectious Diseases 6
(7):438–46. doi: 10.1016/S1473- 3099(06)70523-0

Ferrario CM, Jessup J, Chappell MC, Averill DB, Brosnihan KB, Tallant EA, Diz DI, Gallagher PE
(2005) Effect of angiotensin-converting enzyme inhibition and angiotensin II receptor
blockers on cardiac angiotensin-converting enzyme 2. Circulation. 111(20):2605–2610

Frasca, D., and B. B. Blomberg. 2020. The impact of obesity and meta bolic syndrome on
vaccination success. Interdisciplinary Topics in Gerontology and Geriatrics 43:86–97. doi:
10.1159/000504440

Guan W-J, Ni Z-Y, Hu Y, Liang W-H, Ou C-Q, He J-X, et al. Clinical characteristics of coronavirus
disease 2019 in China. N Engl J Med. 2020;382(18):1708–20.

Hossein Mirzaei, · Willi McFarland, · Mohammad Karamouzian, Hamid Sharif, 2020 COVID-19
Among People Living with HIV: A Systematic Review Published online: 30 July 2020 ©
Springer Science+Business Media, LLC, part of Springer Nature 2020

15
Jack West,A Serenydd EverdenB and Nikitas Nikitas A case of COVID-19 reinfection in the UK
COVID-19 RAPID REPORT Clinical Medicine 2021 Vol 21, No 1: e52–3

Livingston E, Bucher K. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) in Italy. JAMA. 2020;323(14):1335.

Perl A, Gergely P Jr, Nagy G, Koncz A, Banki K (2004) Mitochondrial hyperpolarization: a


checkpoint of T-cell life, death and autoimmunity. Trends Immunol 25(7):360–367

Petrilli, C. M., S. A. Jones, J. Yang, H. Rajagopalan, et al. 2020. Factors associated with
hospitalization and critical illness among 4,103 patients with COVID-19 disease in New
York City. medRxiv 2020.04.08.20057794.

Qingxian, C., C. Fengjuan, L. Fang, L. Xiaohui, et al. 2020. Obesity and COVID-19 severity in a
Designated Hospital in Shenzhen, China (3/ 13/2020). SSRN.
Raden Muhammad Ali Satria.Resty Varia Tutupoho.Djazuly Chalidyanto..Analisis Faktor
Risiko Kematian dengan Penyakit Komorbid Covid-19. Jurnal Keperawatan
Silampari. Volume 4.(1) DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1587)

Richardson S, Hirsch JS, Narasimhan M, Crawford JM, McGinn T, Davidson KW, et al. Presenting
characteristics, comorbidities, and outcomes among 5700 patients hospitalized with COVID-
19 in the New York city area. JAMA. 2020;323(20):2052–9.

Sarah elizabeth richards andnsikan kpan.already had the coronavirus? you could get it again.
reinfection reports are still rare but steadily growing around the world, and they’re likely
underreported.published december 2, 2020
Saxena V, Lienesch DW, Zhou M, Bommireddy R, Azhar M, Doetschman T et al (2008) Dual roles
of immunoregulatory cytokine TGF-beta in the pathogenesis of autoimmunity-mediated
organ damage. J Immunol (Baltimore, Md : 1950) 180(3):1903–1912

Silvy Dian Setiawan/ Red: Dwi Murdaningsih. 2020. Komorbid Hipertensi dan DM Dominasi
Kematian Covid-19 di DIY. Nusantara,

Simonnet, A., M. Chetboun, J. Poissy, V. Raverdy, et al. 2020. High prevalence of obesity in severe
acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) requiring invasive mechanical
ventilation. Obesity. doi: 10.1002/oby.22831.

Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan
Ekonomi Nasional. Risiko Kematian COVID-19 Dipengaruhi Usia Dan Riwayat
Komorbid. Jakarta, 15 Desember 2020

UN Women, 2020. COVID-19: Emerging Gender Data and Why It Matters. [daring]. Tersedia dalam
https://data.unwomen. org/resources/covid-19-emerging-gender-data-and-why-it ? matters.

Varga Z, Flammer AJ, Steiger P, Haberecker M, Andermatt R, Zinkernagel AS et al (2020)


Endothelial cell infection and endotheliitis in COVID-19. Lancet (London, England)
395(10234):1417–1418

16
Wenham, C., J. Smith dan R. Morgan, 2020. COVID-19: the Gendered Impacts of the Outbreak.
Lancet Publishing Group. [daring]. Tersedia dalam http://dx.doi.org/10.1016 /
S01406736(20)30526-2..

Wernsdorfer WH Devaux CA, Rolain JM, Colson P, Raoult D (2020) New insights on the antiviral
effects of chloroquine against coronavirus: what to expect for COVID-19? Int J Antimicrob
Agents 55(5):105938

WHO, 2020. Dasbor WHO Coronavirus Disease (COVID-19). [daring]. Tersedia dalam
https://covid19.who.int/.

Wilkerson RG, Adler JD, Shah NG, Brown R. Silent hypoxia: a harbringer of clinical deterioration in
patients with COVID-19. American Journal of Emergency Medicine 2020;
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2020.05.044

Xie J, Tong Z, Guan X, Du B, Qiu H. Clinical characteristics of patients who died of coronavirus
disease 2019 in China. JAMA 2020;1–4

Yu X, Buttgereit A, Lelios I, Utz SG, Cansever D, Becher B et al (2017) The cytokine TGF-β
promotes the development and homeostasis of alveolar macrophages. Immunity 47(5):903–
12.e4

Zadeh FJ, Moadeli M, Soltanzadeh M, Janatmakan F (2017 Aug) Effect of remote ischemic
preconditioning on troponin I in CABG. Anesth Pain Med. 7(4)

17
PROPOSAL PENELITIAN
KOLABORASI RSUD SIDOARJO-FK UWKS

HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN RADIOLOGIS


DENGAN D-DIMER, NLR, CRP, DURASI RAWAT INAP
PENDERITA REINFEKSI DAN INFEKSI PERTAMA COVID-19
DI RSUD SIDOARJO

DOSEN PENGUSUL

Dr. dr. Budhi Setiawan, M. Kes (NIDN : 0707087103)


dr. Nugroho Eko Wirawan Budianto, M.Si (NIDN : 0730048602)
dr Sianny Suryawati, Sp.Rad(K) (NIDN: 0718037702)
Dr. Masfufatun, S.Si, M.Si (NIDN: 07104117502)
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini WHO menamai virus Corona sebagai Severe acute respiratory
syndrome coronavirus-2 (SARS CoV-2) dan penyakit yang ditimbulkan sebagai
Coronavirus disease 19 (Covid-19). WHO menyebut Covid-19 sebagai pandemik
pada tanggal 12 Maret 2020. Hal ini membuat Covid-19 menjadi perhatian utama
dunia. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari agen penyebab, patogenesis
dan manifestasi klinis pada pasien Covid-19. Covid-19 di Indonesia dilaporkan
pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus (WHO, 2020). Data 31
Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136
kasus kematian (Kemenkes, 2020). Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar
8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara (WHO, 2020). Per tanggal
21 Pebruari 2021 jumlah penderita adalah 1,28 juta kasus, sembuh 1,09 juta dan
meninggal 34.489 ribu. Di Sidoarjo per tanggal 23 Pebruari 2021 jumlah penderita
9651, sembuh 8908, meninggal 585 orang.
Manifestasi klinis umum yang terjadi berupa demam, batuk kering, dispnea,
fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala (Lapostolle, 2020). Gejala klinis yang paling sering
terjadi pada pasien Covid-19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan myalgia atau
kelemahan (44%). Gejala lain yang tidak begitu sering didapatkan yaitu produksi
sputum (28%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari
pasien yang diteliti mengalami dispnea (Huang, 2020). Gejala klinis Covid 19 pada
saluran pencernaan berupa nyeri abdominal merupakan indikator keparahan pasien.
Didapatkan 2,7% pasien mengalami sakit abdominal, 7,8% pasien mengalami diare,
5,6% pasien mengalami mual dan/atau muntah (Kumar, 2020).

Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan pada pasien Covid 19 adalah
foto toraks dan Computed Tomography Scan (CTscan) toraks. Sebanyak 58 pasien
tanpa gejala yang dites positif Covid 19 pada saat masuk RS, seluruhnya memiliki
gambaran CT-Scan toraks abnormal (Meng, 2020). Pada foto toraks didapatkan
gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial,
konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis. Sebenarnya foto toraks kurang sensitif
daripada CT scan, karena sekitar 40% kasus Covid 19 tidak didapatkan kelainan pada
foto toraks (Guann, 2020). Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus
sebagai temuan utama. Konsolidasi subpleural posterior juga ditemukan walaupun
jarang (Poggiali, 2020). Temuan utama pada CT scan toraks adalah opasifikasi ground-
glass (88%), dengan atau tanpa konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Paru yang
terkena biasanya bilateral (87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus
inferior dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan septum, penebalan pleura,
bronkiektasis, dan keterlibatan pada subpleural tidak banyak ditemukan (Salehi,2020).
Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura, efusi perikardium,
limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumotoraks. Walaupun gambaran CT Scan
Thoraks tersebut jarang didapat, namun bisa saja ditemui seiring dengan progresivitas
penyakit. Pasien Covid 19 di atas usia 50 tahun lebih sering didapatkan gambaran
konsolidasi.
Hasil laboratorium yang berhubungan dengan tingkat keparahan COVID-19
adalah peningkatan LDH, CRP, D-dimer, dan IL-6 serta penurunan trombosit dan
jumlah limfosit. Angka mortalitas COVID-19 bervariasi antara 3,1%–15% (Ding X,
2020). Faktor yang berhubungan dengan mortalitas antara lain peningkatan bilirubin,
ureum, d-dimer, dan feritin. Indeks laboratorium yang ditemukan paling bermakna
untuk prediksi keparahan adalah NLR (NeutrophilLymphocyte-Ratio)(Ling Z, 2020).
Di Korea Selatan dilaporkan terdapat 91 kasus positif baru yang berasal pada
pasien yang telah dinyatakan negatif dan keluar dari rumah sakit Beberapa
kemungkinan terjadinya reinfeksi Covid 19 menurut para ahli ada 3 kemungkinan.
Kemungkinan pertama, hasil negatif palsu tes swab yang berasal dari pengambilan
spesimen sampel lendir yang kurang cukup ataupun hasil positif palsu yang berasal
dari spesimen yang mengandung virus tidak aktif . Kemungkinan kedua, virus yang
masih sedikit tersisa pada tubuh pasien yang telah dinyatakan sembuh kembali aktif.
Hal ini bisa terjadi karena sistem imun orang tersebut masih terlalu lemah sehingga
virus Covid 19 bisa memperbanyak diri kembali. Kemungkinan ketiga, pasien
terinfeksi kembali oleh virus SARS-CoV-2 dengan tipe yang berbeda. Sars-CoV-2
tergolong sebagai virus RNA dimana kemampuan bermutasinya jauh lebih cepat
dibandingkan virus DNA. Berdasarkan penelitian baru-baru ini, setidaknya ditemukan
tiga tipe virus Sars-CoV-2 yang berbeda .

Berdasarkan latar belakang tersebut kami bermaksud meneliti apakah ada


hubungan gambaran radiologis dengan D-Dimer, NLR, CRP, durasi rawat inap
penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara gambaran radiologis dengan D-Dimer, NLR, CRP,
durasi rawat inap penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian

a.) Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara gambaran radiologis dengan D-Dimer, NLR, CRP,
durasi rawat inap penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo

b.) Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara gambaran radiologis dengan D-dimer


penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo
2. Untuk mengetahui hubungan antara gambaran radiologis dengan NLR
penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo
3. Untuk mengetahui hubungan antara gambaran radiologis dengan CRP
penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo
4. Untuk mengetahui hubungan antara gambaran radiologis dengan durasi rawawt
inap penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD Sidoarjo
1.4 Manfaat penelitian
a. Mengetahui perbedaan gambaran klinis penderita reinfeksi dan infeksi pertama
Covid 19 di RSUD Sidoarjo
b. Mengetahui hubungan gambaran radiologis dengan D-Dimer, NLR, CRP,
durasi rawat inap penderita reinfeksi dan infeksi pertama Covid 19 di RSUD
Sidoarjo
c. Mencegah terjadinya reinfeksi Covid 19 di RSUD Sidoarjo

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parameter Tingkat Keparahan Covid-19


Penilaian tingkat keparahan pada penderita COVID-19 sangat penting untuk
dapat menentukan strategi penatalaksanaan serta mitigasi untuk dimungkinkannya
perencanaan untuk kebutuhan perawatan kesehatan selama masa pandemi. Tingkat
kematian pasien dengan kasus COVID-19 yang dirawat di rumah sakit mencapai 4,3%
hingga 15% (Chen et al., 2020; Chaolin Huang et al., 2020; K. Liu et al., 2020; Wang
et al., 2020). Oleh karena itu, diagnosis dini dengan disertai penatalaksanaan yang tepat
terutama untuk kasus yang parah sangat penting. Dalam aspek uji laboratorium,
penderita COVID-19 memiliki karakteristik yang utama penurunan jumlah sel darah
putih atau normal, penurunan jumlah limfosit, peningkatan kadar C-reactive protein
(CRP), peningkatan Erythrocyte sedimentation rate (ESR), dan terjadinya peningkatan
liver enzymes dan myoenzimes pada beberapa pasien (Shang et al., 2020).

Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Lagunas dan Rangel menunjukkan


bahwa nilai Neutrophil-Lymphocyte Ratio (NLR) ditemukan meningkat secara
bermakna pada pasien COVID-19 yang parah (Rangel, 2020). Sebagai indikator
inflamasi yang relatif baru, perubahan NLR tidak hanya mencerminkan peran neutrofil
dalam infeksi tetapi juga mencerminkan perubahan limfosit secara in vivo. Nilai
prediktif dan diagnostik NLR dinilai lebih tinggi spesifitas (63,8%) dan sensitivitasnya
(88%) bila dibandingkan dengan lymphocyte-to-monocyte (MON) ratio, platelet-to-
lymphocyte ratio (PLR), and C-reactive protein (CRP) pada 93 penderita COVID-19
(Yang, Liu, Tao, & Li, 2020). Penelitian pada 10 provinsi di Cina dengan subyek
sebanyak 635 juga memberikan hasil yang sama dengan memberikan nilai
rekomendasi sebesar NLR ≥ 4,06 dapat memberikan prediksi tingkat keparahan
COVID-19 (Shi et al., 2020). Indikator ini telah dilaporkan memiliki nilai prediksi
dalam diagnosis penyakit dan tingkat keparahan juga pada penderita dengan virus
influenza dan penyakit inflamasi lainnya (Bao et al., 2020; Han et al., 2020; Tanrıverdi
et al., 2015; Zhang et al., 2019). Oleh karena itu, pemeriksaan kadar NLR pada pasien
COVID-19 sangat bermanfaat dalam menilai tingkat keparahan kondisi penyakit yang
diderita.

2.1.1. C-reactive protein (CRP)


C-reactive protein (CRP) adalah suatu penanda radang yang berguna dan
merupakan indikator yang mempunyai peran penting dalam pertahanan host terhadap
serangan patogen dan inflamasi (Wu, Potempa, El Kebir, & Filep, 2015). Penanda ini
sangat berkorelasi dengan jejas paru akut pada pasien yang terinfeksi denga virus
SARS-CoV-2 (Y. Liu et al., 2020). Kadar CRP yang meningkat terjadi pada penderita
COVID-19 yang parah serta merupakan faktor resiko yang independent pada kelompok
tersebut (Shang et al., 2020). Kadar CRP yang lebih besar atau sama dengan 40 mg/L
adalah faktor prediktif untuk perjalanan pneumonia menjadi gagal nafas pada pasien
yang terinfeksi MERS-CoV (Ko et al., 2016). Selain itu, kadar CRP yang tinggi
berhubungan dengan pronosis yang buruk pada penderita COVID-19 seperti gangguan
jantung, acute respiratory distress syndrome (ARDS), dan mortalitas (Terpos et al.,
2020).

2.1.2. Trombosit
Trombosit adalah merupakan sebuah sel dengan ukuran besar yang disebut
megakaryocyte. Thrombosit juga disebut platelet yang dapat ditemukan dalam darah.
Secara umum, fungsi utama trobosit adalah untuk membantu pembekuan darah bila
perlukan seperti ketika terjadi luka di kulit. Jumlah hitung trombosit yang rendah
ditemukan juga pada penderita COVID-19 yang parah dan merupakan faktor protektif
independen untuk COVID-19 (Shang et al., 2020). Sebuah studi retrospektif
multisenter juga menunjukkan bahwa trombositopenia yang berat adalah prediktor
independen terhadap kematian yang disebabkan community-acquired-pneumonia yang
parah (Terpos et al., 2020). Penelitian yang telah dilakukan oleh Elmaraghy dkk.
menunjukkan bahwa baik keadaan trombositopenia maupun trombositosis keduanya
memiliki hubungan yang bermakna dengan kematian pada pasien dengan community-
acquired-pneumonia (ElMaraghy, AbdelFattah, & Ahmed, 2016). Akan tetapi meta
analisis terkini menunjukkan bahwa trombositopenia memiliki hubungan dengan
dengan meningkatnya keparahan penyakit COVID-19 (Giuseppe Lippi, Plebani, &
Henry, 2020). Ini menunjukkan bila hitung platelet dapat digunakan sebagai salah satu
indikator yang dapat memprediksi tingkat keparahan penderita COVID-19.

2.1.3 D-dimer
D-dimer adalah fragmen protein yang dibuat saat gumpalan darah larut di dalam
tubuh Anda. Tes D-dimer adalah tes yang digunakan untuk melihat indikasi terjadi
kelainan gangguan pembekuan darah. Data literatur terbaru menunjukkan bahwa nilai
D-dimer seringkali terlihat meningkat pada pasien dengan COVID-19, dengan proporsi
angka yang bervariasi antara 36 hingga 43% kasus (G. Lippi & Plebani, 2020).
Penelitian yang dilakukan Tang dkk. juga menyoroti tentang sebagian besar pasien
COVID-19 yang meninggal selama rumah sakit memenuhi kriteria diagnosis
Disseminated Intravascular Coagulation dengan perbandingan 71,6 vs. 0,6%
dibanding pada penderita yang sembuh (Tang, Li, Wang, & Sun, 2020). Pada penelitian
tersebut ditemukan bahwa pada penderita dengan COVID-19 yang parah terjadi
peningkatan kadar D-dimer hingga 3,5 kali lipat. Peningkatan ini selaras dengan hasil
penelitian Huang dkk yang menemukan terjadinya peningkatan kadar D-dimer hingga
5 kali lipat pada 41 penderita rawat inap dengan COVID-19 yang parah (C. Huang et
al., 2020). Pada penelitian dengan skala yang lebih besar yang dilakukan oleh Guan
dkk. (Guan et al., 2020) dengan melibatkan subyek penelitian sebanyak 1.099 penderita
COVID-19 yang berasal dari 522 rumah sakit dari 30 daerah yang berbeda di Cina juga
menyatakan bahwa terjadinya peningkatan kadar D-dimer lebih banyak terjadi pada
penderita COVID-19 yang parah dibandingkan dengan penderita yang tidak parah
(59,6 vs. 43,2%; p=0,002). Walaupun etiologi peningkatan kadar D-dimer dapat
merupakan multifaktorial, tetapi peningkatan kadar D-dimer dan koagulopati sering
terjadi pada penderita COVID-19 yang parah dan juga pada penyakit virus lain seperti
misalnya pada penderita dengan human immunodeficiency virus (Borges et al., 2014),
Zika and Chikungunya (Ramacciotti et al., 2019), serta Ebola (Smither et al., 2019).

2.1.4 Durasi Rawat Inap Rumah Sakit


Median durasi rawat inap rumah sakit karena COVID-19 telah dilaporkan dalam
beberapa penelitian di Cina antara 10−13 hari. Penelitian penelitian yang lebih besar
menunjukkan bahwa lamanya rawat inap tergantung pada berbagai faktor, seperti
misalnya waktu yang dibutuhkan dari terjadinya paparan timbulnya gejala dan durasi
dari timbulnya gejala sampai rawat inap di rumah sakit, serta kondisi lokal negara (Thai
et al., 2020). Selain itu usia juga merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan
dalam hal durasi rawat inap di rumah sakit (Lescure et al., 2020; Wise, 2020) Tetapi
variasi durasi rawat inap pada beberapa konteks yang berbeda, misalnya pada negara
negara eropa durasi rawat inap hanya berkisar 7-8 hari di Amerika dan eropa (Lescure
et al., 2020; Wise, 2020). Ini dimungkinkan karena kebijakan di negara negara tersebut
hanya pada penderita COVID-19 yang parah saja yang dilakukan rawat inap. Waktu
yang lebih lama ditujukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di provinsi Sichuan
Cina yaitu 19 hari (Ji et al., 2020). Sedangkan penelitian durasi rawat inap yang
dilakukan di Vietnam ditemukan sekitar 21 hari (Thai et al., 2020). Pada kondisi di
vietnam penderita COVID-19 dapat keluar rumah sakit hanya bila setelah dilakukan
uji tes RT-PCR tiga kali yang menyatakan hasil yang negatif (Thai et al., 2020). Durasi
rawat inap pada penderita reinfeksi COVID-19 mungkin dapat menjadi satu informasi
penting yang menunjukkan pola penyakit sehingga dapat dilakukan antisipasi dan
mitigasi sebelumnya

2.2 Gambaran Radiologis Paseien Reinfeksi COVID-19


Reinfeksi COVID-19 dapat menyebabkan tantangan diagnostik antara pasien
yang baru terinfeksi dan infeksi ulang. Meskipun pencitraan thorax berperan dalam
diagnosis infeksi SARS-CoV-2 primer, infeksi ulang atau kekambuhan COVID-19
akan memiliki temuan pencitraan yang serupa. Referensi pencitraan yang baru dapat
dibuat saat pasien COVID-19 keluar dari rumah sakit atau menunjukkan pemulihan
klinis. Referensi ini dapat digunakan untuk menentukan pasien yang dirawat kembali
ini diakibatkan oleh kekambuhan atau infeksi ulang COVID-19, proses penyembuhan
COVID-19 primer atau akibar infeksi virus yang berbeda (influenza). Selain itu,
referensi baru ini juga dapat digunakan untuk evaluasi gejala sisa jangka panjang dari
infeksi COVID-19. Penggunaan pencitraan yang diambil sebelum pasien COVID-19
menentukan kelainan sisa dan memandu dalam manajemen pasien jangka panjang
untuk beberapa tahun mendatang. (Katal S, et al, 2021).
Infeksi virus SARS-CoV-2 berkisar dari penyakit asimtomatik hingga penyakit
parah dan terkadang fatal, tersering akibat cedera paru akut. Peran pencitraan telah
berkembang selama pandemi, awalnya dengan CT sebagai tes alternatif yang mungkin
lebih unggul dibandingkan RT-PCR. Beberapa skema klasifikasi dan pelaporan
dikembangkan untuk pencitraan thorax sejak awal selama pandemi untuk pasien yang
diduga COVID-19 untuk membantu triase ketika ketersediaan pengujian RT-PCR
terbatas dan kinerjanya tidak jelas. Beberapa penelitian yang menunjukkan keterlibatan
paru pada radiografi dan CT thorax berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit dan
kebutuhan ventilasi mekanis. Selain manifestasi paru, komplikasi kardiovaskular
seperti tromboemboli dan miokarditis telah dikaitkan dengan COVID-19, terkadang
berkontribusi pada manifestasi neurologis dan perut. (Kanne JP, 2021).
Temuan pencitraan dada dari infeksi SARS-CoV-2 tumpang tindih dengan atau
meyerupai infeksi lain, termasuk yang disebabkan oleh virus corona manusia lain
(SARS, MERS), H1N1 dan virotipe influenza lainnya, serta cedera paru-paru akut
akibat reaksi obat dan penyakit jaringan ikat (Wong HYF, 2020). Mengingat wabah
meningkat selama musim influenza di banyak wilayah, hal ini semakin membatasi
spesifisitas CXR dan CT untuk diagnosis,
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan
Computed Tomography Scan (CT- scan) toraks. Temuan COVID-19 pada foto toraks
bervariasi, dapat berupa gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan
peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis. Foto toraks mempunyai
sensitivitas yang relatif rendah (69%) untuk diagnosis COVID-19 pada CXR awal.
(Wong HYF, 2020). CT scan toraks dilaporkan lebih sensitif dalam menunjukkan
gambaran COVID-19 dibandingkan foto toraks. Temuan utama pada CT scan toraks
adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan atau tanpa konsolidasi, sesuai dengan
pneumonia viral. Keterlibatan paru cenderung bilateral (87,5%), multilobular (78,8%),
lebih sering pada lobus inferior dengan distribusi lebih perifer (76%). Penebalan
septum, penebalan pleura, bronkiektasis, dan keterlibatan pada subpleural tidak banyak
ditemukan. Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura, efusi
perikardium, limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumotoraks. Walaupun
gambaran-gambaran tersebut bersifat jarang, namun bisa saja ditemui seiring dengan
progresivitas penyakit. Gambaran CT scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis
penyakit.(Shi, 2020)
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

Infeksi
SARS-CoV2

Dengan
gejala

Kemati
Tanpa Ring Seda Bera an
gejala an ng t
Sembuh
BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Pada penelitian ini desain yang akan digunakan adalah deskriptif dengan
metode cross sectional secara retropective,, d i m a n a pengukuran variabel hanya
dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam periode tertentu dan setiap studi
hanya dilakukan satu kali pengamatan
4.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap dan rawat jalan Rumah Sakit
Umum Daerah Sidoarjo dan dilaksanakan pada bulan Juni 2021 sampai Desember
2021.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pasien yang
terdiagnosis Covid 19 di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo periode 2020
4.3.2 Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah pasien yang terdiagnosis
Covid 19 pertama dan berulang serta sudah mendapatkan pemeriksaan radiologis,
D-dimer, NLR dan CRP
4.4 Kriteria inklusi dan eksklusi
4.4.1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pasien yang Covid 19 di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo periode
2020.
b. Pasien yan g m en gal a m i rei nfeksi C ovi d 19
c. P asi en ya n g mendapatkan pemeriksaan radiologis, D-dimer, NLR dan
CRP
43.4.2 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap

4.5 Definisi Operasional


1. Pasien adalah orang yang diagnosis Covid 19 di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo periode 2020
2. Pasien reinfeksi covid adalah pasien yang pernah mengalami Covid 19
dan dinyatakan sembuh (hasil swab negative) dan kambuh kembali

4.6 Instrumen Penelitian


Pada penelitian ini instrumen yang digunakan berupa rekam medis.
Rekam medis berisi dokumen dan identitas pasien, serta pengobatan pasien.
Dari rekam medis akan diambil data yang diperlukan dalam penelitian untuk
dilakukan analisis statistik hubungan antara gambaran radiologis dengan
parameter tingkat keparahan pada pasien infeksi pertama dan reinfeksi Covid-
19
4.7 Tahapan penelitian
a. Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan untuk mengetahui
insidensi dan prevalensi penyakit Covid-19, kemudian melakukan pembuatan
proposal penelitian yang sesuai dengan judul. Kemudian dilanjutkan dengan
sidang proposal dan pengurusan surat izin.
b. Tahap perizinan
Melakukan perizinan untuk penelitian di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo. Surat izin dikeluarkan oleh Prodi Profesi Dokter yang
disetujui oleh Dekan Fakultas Kedokteran.

c. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dengan mengambil
kasus pada periode 2020 dan pengambilan data dilakukan dalam waktu
kurang lebih selama tiga bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
d. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan melihat rekam medis pada
pasien Covid 19 periode 2020. Beberapa hal yang akan dilihat pada rekam
medis berupa identitas pasien, jenis pemeriksaan untuk diagnosis seperti .
pemeriksaan radiologis, D-dimer, NLR, CRP dan durasi rawat inap
e. Pengolahan data
Setelah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisis dengan
melihat catatan medis pasien dan ditelaah sesuai dengan literatur yang
kemudian akan dibandingkan. Selanjutnya data tersebut akan disajikan
dalam bentuk tabel
DAFTAR PUSTAKA
Bao, X., Zhou, G., Xu, W., Liu, X., Ye, Z., & Jiang, F. (2020). Neutrophil-to-
lymphocyte ratio and platelet-to-lymphocyte ratio: novel markers for the
diagnosis and prognosis in patients with restenosis following CAS. Biomarkers
in medicine, 14(4), 271-282.
Borges, A. H., O'Connor, J. L., Phillips, A. N., Baker, J. V., Vjecha, M. J., Losso, M.
H., . . . Lundgren, J. D. (2014). Factors associated with D-dimer levels in HIV-
infected individuals. PLoS One, 9(3), e90978.
doi:10.1371/journal.pone.0090978
Chen, N., Zhou, M., Dong, X., Qu, J., Gong, F., Han, Y., . . . Wei, Y. (2020).
Epidemiological and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel
coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study. The Lancet,
395(10223), 507-513.
Ding X, Yu Y, Lu B, Huo J, Chen M, Kang Y, et al. Dynamic profile and clinical
implications of hematological parameters in hospitalized patients with
coronavirus disease 2019. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine
(CCLM) [Internet]. 2020 [ c i t e d 2 0 2 0 J u n 2 ] ; 0 . A v a i l a b l e f r o m :
https://www.degruyter.com/view/journals/cclm/aheadof-print/article-10.1515-
cclm-2020-0411/article-10.1515-cclm2020-0411.xml
ElMaraghy, A. A., AbdelFattah, E. B., & Ahmed, M. S. (2016). Platelet count: Is it a
possible marker for severity and outcome of community acquired pneumonia?
Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 65(2), 499-504.
Guan, W.-j., Ni, Z.-y., Hu, Y., Liang, W.-h., Ou, C.-q., He, J.-x., . . . Hui, D. S. (2020).
Clinical characteristics of coronavirus disease 2019 in China. New England
journal of medicine, 382(18), 1708-1720.
Han, Q., Wen, X., Wang, L., Han, X., Shen, Y., Cao, J., . . . He, J. (2020). Role of
hematological parameters in the diagnosis of influenza virus infection in
patients with respiratory tract infection symptoms. Journal of clinical
laboratory analysis, 34(5), e23191.
Huang, C., Wang, Y., Li, X., Ren, L., Zhao, J., Hu, Y., . . . Cao, B. (2020). Clinical
features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China.
Lancet, 395(10223), 497-506. doi:10.1016/s0140-6736(20)30183-5
Ji, J. S., Liu, Y., Liu, R., Zha, Y., Chang, X., Zhang, L., . . . Xu, X. (2020). Survival
analysis of hospital length of stay of novel coronavirus (COVID-19) pneumonia
patients in Sichuan, China. medRxiv.
Katal S., Myers L., Gholamrezaneshad A. SARS-CoV-2 reinfection: "New
baseline"imaging concept in the era of COVID-19. Clinical Imaging. 2021 Mar
26;78:142-145.
Kanne JP, Bai H, Bernheim A. COVID-19 Imaging: What We Know Now and What
Remains Unknown. Radiology. 2021:204522.
https://doi.org/10.1148/radiol.2021204522
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging Kementerian
Kesehatan RI [Internet]. 2020 [updated 2020 March 30; cited 2020 March 31].
Available from: https:// infeksiemerging.kemkes.go.id/.
Ko, J.-H., Park, G. E., Lee, J. Y., Lee, J. Y., Cho, S. Y., Ha, Y. E., . . . Huh, H. J. (2016).
Predictive factors for pneumonia development and progression to respiratory
failure in MERS-CoV infected patients. Journal of Infection, 73(5), 468-475.
Kumar, C. V. S., Mukherjee, S., Harne, P. S., Subedi, A., Ganapathy, M. K., Patthipati,
V. S., & Sapkota, B. (2020). Novelty in the Gut : A Systematic Review Analysis
of the Gastrointestinal Manifestations of COVID-19. BMJ Open
Gastroenterology, 7(e000417), 1– 9. https://doi.org/10.1136/bmjgast2020-
000417
Lapostolle, F., Schneider, E., Vianu, I., Dollet, G., Roche, B., Berdah, J., … Adnet, F.
(2020). Clinical Features of 1487 COVID - 19 Patients with Outpatient
Management in the Greater Paris : the COVID - Call Study. Internal and
Emergency Medicine, (0123456789). https://doi.org/10.1007/s11739- 020-
02379-z5
Lescure, F. X., Bouadma, L., Nguyen, D., Parisey, M., Wicky, P. H., Behillil, S., . . .
Yazdanpanah, Y. (2020). Clinical and virological data of the first cases of
COVID-19 in Europe: a case series. Lancet Infect Dis, 20(6), 697-706.
doi:10.1016/s1473-3099(20)30200-0
Lin Z, long F, Yang Y, Chen X, Xu L, Yang M. Serum ferritin as an independent risk
factor for severity in COVID-19 patients. Journal of Infection.
2020;S0163445320304345
Lippi, G., & Plebani, M. (2020). Laboratory abnormalities in patients with COVID-
2019 infection. Clin Chem Lab Med, 58(7), 1131-1134. doi:10.1515/cclm-
2020-0198
Lippi, G., Plebani, M., & Henry, B. M. (2020). Thrombocytopenia is associated with
severe coronavirus disease 2019 (COVID-19) infections: A meta-analysis.
Clinica Chimica Acta, 506, 145-148.
doi:https://doi.org/10.1016/j.cca.2020.03.022
Liu, K., Fang, Y.-Y., Deng, Y., Liu, W., Wang, M.-F., Ma, J.-P., . . . Li, C.-H. (2020).
Clinical characteristics of novel coronavirus cases in tertiary hospitals in Hubei
Province. Chinese medical journal.
Liu, Y., Yang, Y., Zhang, C., Huang, F., Wang, F., Yuan, J., . . . Feng, C. (2020).
Clinical and biochemical indexes from 2019-nCoV infected patients linked to
viral loads and lung injury. Science China Life Sciences, 63(3), 364-374.
Meng, H., Xiong, R., He, R., Lin, W., Hao, B., Zhang, L., & Lu, Z. (2020). CT Imaging
and Clinical Course of Asymptomatic Cases with Covid-19 Pneumonia at
Admission in Wuhan, China. Journal of Infection, 81(2020), e33–e39. Retrieved
from https://doi.org/10.1016/j.jinf.202 0.04.004
Poggiali E, Dacrema A, Bastoni D, Tinelli V, Demichele E, Mateo Ramos P, et al. Can
Lung US Help Critical Care Clinicians in the Early Diagnosis of Novel
Coronavirus (COVID-19) Pneumonia? Radiology. 2020; published online March
13. DOI: 10.1148/ radiol.2020200847.

Ramacciotti, E., Agati, L. B., Aguiar, V. C. R., Wolosker, N., Guerra, J. C., de Almeida,
R. P., . . . Fareed, J. (2019). Zika and Chikungunya Virus and Risk for Venous
Thromboembolism. Clin Appl Thromb Hemost, 25, 1076029618821184.
doi:10.1177/1076029618821184
Rangel, F. L. (2020). Neutrophil-to-lymphocyte ratio and lymphocyte-to-C reactive
protein in patients with severe coronavirus disease 2019 (COVID-19): A meta-
analysis. J Med Virol.
Salehi S, Abedi A, Balakrishnan S, Gholamrezanezhad A. Coronavirus Disease 2019
(COVID-19): A Systematic Review of Imaging Findings in 919 Patients. AJR
Am J Roentgenol. 2020:1-7.
Shi H, Han X, Jiang N, Cao Y, Alwalid O, Gu J, et al. Radiological findings from 81
patients with COVID-19 pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study.
Lancet Infect Dis. 2020; published online February 24. DOI: 10.1016/S1473-
3099(20)30086-4.
Shang, W., Dong, J., Ren, Y., Tian, M., Li, W., Hu, J., & Li, Y. (2020). The value of
clinical parameters in predicting the severity of COVID-19. J Med Virol,
92(10), 2188-2192. doi:https://doi.org/10.1002/jmv.26031
Shi, N., Ma, Y., Fan, Y., Wang, J., Zhao, C., Li, G., . . . Wang, J. (2020). Predictive
value of the neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) for diagnosis and worse
clinical course of the COVID-19: findings from ten provinces in China.
Smither, S. J., O'Brien, L. M., Eastaugh, L., Woolley, T., Lever, S., Fletcher, T., . . .
Kirkman, E. (2019). Haemostatic Changes in Five Patients Infected with Ebola
Virus. Viruses, 11(7). doi:10.3390/v11070647
Tang, N., Li, D., Wang, X., & Sun, Z. (2020). Abnormal coagulation parameters are
associated with poor prognosis in patients with novel coronavirus pneumonia.
J Thromb Haemost, 18(4), 844-847. doi:10.1111/jth.14768
Tanrıverdi, H., Örnek, T., Erboy, F., Altınsoy, B., Uygur, F., Atalay, F., & Tor, M. M.
(2015). Comparison of diagnostic values of procalcitonin, C-reactive protein
and blood neutrophil/lymphocyte ratio levels in predicting bacterial infection
in hospitalized patients with acute exacerbations of COPD. Wiener klinische
Wochenschrift, 127(19), 756-763.
Terpos, E., Ntanasis‐Stathopoulos, I., Elalamy, I., Kastritis, E., Sergentanis, T. N.,
Politou, M., . . . Dimopoulos, M. A. (2020). Hematological findings and
complications of COVID‐19. American journal of hematology, 95(7), 834-847.
Thai, P. Q., Toan, D. T. T., Son, D. T., Van, H. T. H., Minh, L. N., Hung, L. X., . . .
Huong, L. T. (2020). Factors associated with the duration of hospitalisation
among COVID-19 patients in Vietnam: A survival analysis. Epidemiology and
Infection, 148, e114. doi:10.1017/S0950268820001259
Wang, D., Hu, B., Hu, C., Zhu, F., Liu, X., Zhang, J., . . . Xiong, Y. (2020). Clinical
characteristics of 138 hospitalized patients with 2019 novel coronavirus–
infected pneumonia in Wuhan, China. Jama, 323(11), 1061-1069.
World Health Organization. Situation Report – 42 [Internet]. 2020 [updated 2020
March 02; cited 2020 March 15]. Available from:
https://www.who.int/docs/default-source/ coronaviruse/situation-
reports/20200302-sitrep-42-covid-19. pdf?sfvrsn=224c1add_2.
World Health Organization. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report - 54
[Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 March 15; cited 2020 March 30].
Available from: https://www.who.int/ docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200314- sitrep-54-covid-
19.pdf?sfvrsn=dcd46351_2.
Wise, J. (2020). A third of covid-19 patients admitted to UK hospitals die: British
Medical Journal Publishing Group.
Wong HYF, Lam HYS, Fong AH, Leung ST, Chin TW, Lo CSY et al. Frequency and
Distribution of Chest Radiographic Findings in Patients Positive for COVID-19.
Radiology. 2020;296(2):E72-e8.
Wu, Y., Potempa, L. A., El Kebir, D., & Filep, J. G. (2015). C-reactive protein and
inflammation: conformational changes affect function. Biological chemistry,
396(11), 1181-1197.

Yang, A.-P., Liu, J.-p., Tao, W.-q., & Li, H.-m. (2020). The diagnostic and predictive
role of NLR, d-NLR and PLR in COVID-19 patients. International
Immunopharmacology, 84, 106504.
doi:https://doi.org/10.1016/j.intimp.2020.106504
Zhang, Y., Zou, P., Gao, H., Yang, M., Yi, P., Gan, J., . . . Li, J. (2019). Neutrophil–
lymphocyte ratio as an early new marker in AIV-H7N9-infected patients: a
retrospective study. Therapeutics and clinical risk management, 15, 911.

Anda mungkin juga menyukai