Anda di halaman 1dari 56

SWAB

Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan THT


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
REFERAT

NASOFARING
PADA KASUS
COVID-19
Disusun oleh :
Adheya Putrindashafa 1910017041
Safira Dhia Rahmawaty 1910017031
 
Pembimbing:
dr. Soehartono, Sp.THT-KL
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

• Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular


yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2).
• Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2
Maret 2020
• Hingga tanggal 19 Oktober 2020, Kementerian Kesehatan
melaporkan 365.240 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 12.617
kasus meninggal (CFR 3,64 %) yang tersebar di 34 provinsi.
• Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau
berat.
LATAR BELAKANG

• WHO merekomendasikan pengambilan spesimen pada dua lokasi,


yaitu dari saluran napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau
saluran napas bawah (sputum, bronchoalveolar lavage (BAL), atau
aspirat endotrakeal).
• Spesimen pernapasan bagian atas adekuat untuk menguji infeksi pada
tahap awal dan lebih aman jika dibandingkan dengan spesimen
saluran napas bagian bawah.
• Beberapa penelitian menemukan bahawa swab nasofaring lebih
sensitif daripada swab orofaring.

Doremalen, N., Bushmaker, T., Morris,D.H., Holbrook,M.G., Gamble, A., Williamson,B.N. 2020
TUJUAN ”
Tujuan dari penulisan referat ini, yaitu :
• Sebagai syarat untuk melalui rotasi klinik pada bagian
Laboratorium Ilmu THT-KL.
• Memperkaya pengetahuan penulis tentang COVID-19 terutama
mengenai swab nasofaring pada kasus COVID-19.
BAB Ii
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
• Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2).
• Virus ini merupakan virus RNA strain tunggal
positif, berkapsul dan tidak bersegmen.

Kementerian Kesehatan RI. 2020


EPIDEMIOLOGI
• Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian
mengumumkan bahwa penyebab kasus tersebut Coronavirus
jenis baru yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 (Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2).
• Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020, WHO melaporkan
10.185.374 kasus konfirmasi dengan 503.862 kematian di
seluruh dunia (CFR 4,9%).
• Negara yang paling banyak melaporkan kasus konfirmasi
adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United
Kingdom.
EPIDEMIOLOGI
• Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada
tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga
sekarang.
• Hingga 19 Oktober 2020, Kementerian Kesehatan
melaporkan 365.240 kasus konfirmasi COVID-19 dengan
12.617 kasus meninggal (CFR 3,64 %) yang tersebar di 34
provinsi.
• Kasus paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun.
• Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan
usia 55-64 tahun.
ETIOLOG
I
• Coronavirus tipe baru yang menjadi penyebab kejadian luar
biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus 2019 (2019-nCoV).
• Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu:
protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran),
glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung).
• Virus ini berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm.

WHO. 2020
PATOGENESIS
● Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang
ditransmisikan dari hewan ke manusia.
● Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk
kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) .
● Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari
manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet,
transmisi airbone,rute feses dan oral.

Wang, Z., Qiang, W., & Ke, H. 2020


Korsman, S., Van, Z. G., Nutt, L., Andersson, M., & Presier W, V. 2012
Zhidong, C. 2020
Fehr, A., & Perlman, S. 2015
PATOGENESIS
● Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus
kedalam sel host dengan cara membuat interaksi protein S
dengan reseptornya di sel inang.
● Protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-
2 (angiotensin- converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan
pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus
halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal,
otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel
arteri vena, dan sel otot polos.
Wang, Z., Qiang, W., & Ke, H. 2020
Korsman, S., Van, Z. G., Nutt, L., Andersson, M., & Presier W, V. 2012
Zhidong, C. 2020
Fehr, A., & Perlman, S. 2015
PATOGENESIS
● Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi
gen dari RNA genom virus.
● Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis
virus RNA melalui translasi dan perakitan dari
kompleks replikasi virus.

Wang, Z., Qiang, W., & Ke, H. 2020


Korsman, S., Van, Z. G., Nutt, L., Andersson, M., & Presier W, V. 2012
Zhidong, C. 2020
Fehr, A., & Perlman, S. 2015
MANIFESTASI KLINIS
• Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau
berat.
• Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 C), batuk
dan kesulitan bernapas.
• Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia,
gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain.
• Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus
berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok
septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau
disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari.
WHO. 2020
PDPI. 2020.
KLASIFIKASI KLINIS
1. Tidak berkomplikasi
2. Pneumonia ringan
3. Pneumonia berat
4. Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
5. Sepsis
6. Syok Septik

WHO. 2020 ; PDPI. 2020.


PENEGAKKAN
Pada anamnesis DIAGNOSIS
gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala
utama: demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan
sulit bernapas atau sesak. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri
kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah.

Definisi Kasus
a) Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
b) Kasus probable
c) Kasus terkonfirmasi
PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau
beratnya manifestasi klinis.
1. Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
2. Tanda vital.
3. Dapat disertai retraksi otot pernapasan
4. Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan
ronki kasar.
PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG
toraks.
2) Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
a. Saluran napas atas dengan swab tenggorok
(nasofaring dan orofaring)
b. Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL,
bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa
aspirat endotrakeal)
PENEGAKKAN
3). Bronkoskopi DIAGNOSIS
4). Pungsi pleura sesuai kondisi
5). Pemeriksaan kimia darah
6). Biakan mikroorganisme
7.) Pemeriksaan feses dan urin

WHO. 2020
TATALAKSANA
1. Isolasi pada semua kasus
2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
4. Suplementasi oksigen
5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat
6. Terapi cairan
7. Pemberian antibiotik empiris
8. Observasi ketat
9. Pahami komorbid pasien

WHO. 2020
Pemeriksaan
Laboratorium untuk
Diagnostik COVID-19

Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi SARS-


CoV-2 terdiri dari 2 jenis, yaitu tes untuk mendeteksi
virusnya sendiri dan mendeteksi respons dari host
terhadap virus.

Patel R, Babady E, Theel E, Storch G, Pinsky B, George K, et al. 2020.


A. PEMERIKSAAN
1. pcr MOLEKULER
Cara Kerja
• Mendeteksi langsung SARS-CoV-2 dengan
mengidentifikasi RNA virus pada sampel yang diuji.
• Ada beberapa gen target yang digunakan untuk
mendeteksi SARS-CoV-2 yaitu gen E (Envelope), gen N
(nukleokapsid), gen S (Spike) dan gen RdRp.  

Patel R, Babady E, Theel E, Storch G, Pinsky B, George K, et al.


2020.
1. pcr
Penggunaan
• Tes standar untuk deteksi SARSCoV-2 adalah SARS-
CoV-2 real time reverse transcription quantification
polimerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan
sampel bahan swab nasofaring atau orofaring, sputum
atau cairan bilas bronkial (bronkhial lavage).
• Pada beberapa kasus, RNA virus masih terdeteksi sampai
lebih dari 6 minggu setelah hasil positif pertama.
Patel R, Babady E, Theel E, Storch G, Pinsky B, George K, et al.
2020.
Sethuraman N, Jeremiah SS, Ryo A.. 2020.
1. pcr
Pada individu yang dicurigai terinfeksi COVID-19, tetapi hasil RT-
PCR-nya negatif, maka dapat dipertimbangkan hal-hal di bawah ini :
1) kualitas spesimen yang buruk atau hanya mengandung sangat sedikit
sampel;
2) spesimen diambil pada fase infeksi yang tidak tepat ;
3) penanganan spesimen tidak baik;
4) adanya mutasi virus.
• Sensitifitas dan spesifitas tes yang digunakan, jenis spesimen yang
digunakan, dan waktu pengambilan mempengaruhi hasil RT-PCR.
• Perlu dilakukan pengambilan dan pengujian spesimen berikutnya,
termasuk spesimen saluran pernapasan bagian bawah (lower
respiratory tract). Kemenkes RI. 2020.
WHO. 2020.
Kelebihan pemeriksaan pcr

1) Sensitivitas dan spesifisitas tinggi


2) Deteksi langsung asam nukleat virus
3) Dapat deteksi fase akut (sejak hari
pertama terinfeksi)

PDS PatKLIn. 2020.


kekurangan pemeriksaan pcr

1) Perlu pengambilan sampel swab


nasofaring/orofaring yg benar
2) Perlu tenaga terlatih dalam pengambilan
swab
3) Perlu ketrampilan untuk ekstraksi manual
4) Perlu spesifikasi lab dan APD khusus

PDS PatKLIn. 2020.


Tabel 1
Jenis Spesimen yang
Digunakan dalam
PCR

Kemenkes RI. 2020.



• Jenis spesimen yang paling umum adalah swab nasofaring
dan / atau orofaring.
• Kedua swab tersebut dapat digabungkan dan diuji secara
bersamaan dalam satu reaksi.
• Pasien dengan pneumonia, selain nasofaring dan orofaring,
sekresi saluran pernapasan bawah, seperti dahak dan cairan
lavage bronchoalveolar dapat diuji.

Patel R, Babady E, Theel E, Storch G, Pinsky B, George K, et al.2020.


Menurut panduan WHO, spesimen minimal yang harus

diambil adalah:
 Spesimen saluran napas atas: swab atau bilasan nasofaring
dan orofaring, dan atau
 Spesimen saluran napas bawah: sputum dan atau aspirat
endotrakeal atau bronchoalveolar lavage (BAL) pada pasien
dengan penyakit pernapasan lebih berat.

WHO.2020.
• Studi Zheng et al. : jumlah virus terbanyak ditemukan pada spesimen
saluran napas, diikuti feses dan serum. Sampel urin hanya ditemukan 1
berasal dari pasien dengan sakit kritis.
• Spesimen pernapasan bagian atas adekuat untuk menguji infeksi pada
tahap awal, terutama pada kasus asimtomatik atau ringan.
• Pengujian gabungan swab nasofaring dan orofaring dari satu individu
telah terbukti meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi virus
pernapasan dan meningkatkan realibilitas hasil.
• Swab nasofaring individu menghasilkan hasil yang lebih dapat diandalkan
daripada usap orofaring.

Zheng S, Fan J, Yu F, Feng B, Lou B, Zou Q, et al.


2020.
WHO.2020.
• Titer virus lebih tinggi pada sampel nasofaring dibandingkan
orofaring.
• Penelitian terhadap pasien anak terdapat keunggulan spesimen
nasofaring dibandingkan koleksi spesimen orofaringeal dalam
mendeteksi SARS-CoV-2 pada anak-anak, terutama karena
tingkat kepositifan yang secara signifikan lebih tinggi dan viral
load rata-rata Zou
yang lebih tinggi secara signifikan pada sampel
L, Ruan F, Huang M, Liang L, Huang H, Hong Z, et al.. 2020.
Palmas G, Moriondo M, Trapani S, Ricci S, Calistri E, Pisano L, et al. .2020.
swab nasofaring.
Penelitian Wang W., et al., hasil positif berdasarkan 1070 spesimen:
• Spesimen cairan lavage bronchoalveolar (14 dari 15; 93%),
• Sputum (72 dari 104; 72%),
• Swab nasofaring (5 dari 8; 63%),
• Biopsi sikat fibrobronchoscope (6 dari 13; 46%),
• Swab faring (126 dari 398; 32%),
• Tinja (44 dari 153; 29%), dan
• Darah (3 dari 307; 1%).
Tabel 2
Tingkat Positif pada Berbagai Spesimen

Wang W, Xu Y, Gao R, Lu R, Han K, Wu G, et al.2020.


Studi Huang, et al. pada 16 pasien di RS Universitas Kedokteran Guangzhou :
•Sampel swab nasal dari 13 pasien (81%) positif SARS-CoV-2
•Sampel swab tenggorokan dari 10 pasien (63%) positif SARS-CoV-2,
•Spesimen pernapasan bawahpada semua 16 pasien (100%) positif SARS-CoV-2
• Virus RNA juga terdeteksi dalam urin (1 pasien), usap konjungtiva (1), dan
gastric fluid (6 dari 13 pasien), tinja dari 11 pasien (69%) dan usapan anal (4
pasien).
Huang Y, Chen S, Yang Z, Guan W, Liu D, Lin Z, et al.
2020.
• Pelepasan virus lebih lama pada spesimen saluran pernapasan
bawah dibandingkan pada spesimen saluran pernapasan bagian
atas.
• WHO menyarankan spesimen pernapasan bagian bawah untuk
pemeriksaan lanjutan pada kasus COVID-19 atau pada pasien
dengan pengambilan sampel URT negatif dan ada kecurigaan klinis
yang kuat dari COVID-19.
Huang Y, Chen S, Yang Z, Guan W, Liu D, Lin Z, et al.
2020.
WHO.2020.
II. Tcm/TES CEPAT
MOLEKULER
• Terdapat dua jenis TCM, yaitu mobile platforms dan facility-based
platform.
• Mobile platform adalah alat kecil dan portabel, dapat digunakan di berbagai
lokasi. hanya memeriksa satu sampel saja dengan waktu 5–30 menit.
Sensitivitas alat bervariasi antara 66,7%-87,7% untuk sampel nasofaring
dalam VTM
• Facility-based platforms adalah alat TCM yang lebih besar, umumnya
digunakan di RS dan fasilitas kesehatan. Alat ini keluarannya lebih banyak
daripada mobile platforms dan dapat mengeluarkan hasil kurang dari 1 jam.

Yusra Y, Pangestu N. 2020.


Vashist SK.2020.
Basu A, Zinger T, Inglima K, Woo KM, Atie O, Yurasits L,
et al. 2020.
b. PEMERIKSAAN SEROLOGI
1.
Cara Kerja
ANTIBODI
• Tes dengan dasar respons dari host, mendeteksi adanya keberadaan
antibodi dalam sampel darah.
• Pembentukan respons antibodi terhadap infeksi sangat tergantung dari
respons host dan biasanya memerlukan waktu untuk terdeteksi.
• Kekuatan respons tubuh menghasilkan antibodi bergantung pada
beberapa faktor, seperti usia, status nutrisi, tingkat keparahan
penyakit, dan pengobatan atau infeksi tertentu seperti HIV.
Pusparini P. 2020.
WHO.2020.
Okba N, Muller M, Li W, Wang C, GeurtsvanKessel C, Corman V
• Sebagian besar pasien baru memberikan respons antibodi pada
pekan kedua setelah timbulnya gejala.
• Diagnosis infeksi COVID-19 berbasis respons antibodi baru
mungkin dilakukan pada fase pemulihan.
• Kemungkinan bereaksi silang dengan patogen-patogen lain
seperti jenis-jenis coronavirus manusia yang lain sehingga
memberikan hasil positif palsu.

WHO.2020.
Okba N, Muller M, Li W, Wang C, GeurtsvanKessel C, Corman V
2020.
Penggunaan rapid test antibody

● Di Indonesia penggunaan tes rapid antibodi tidak digunakan untuk diagnostik


● Digunakan skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti pada pelaku
perjalanan, serta untuk penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo,
panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dll.
● Hasil tes : reaktif dan non reaktif
● Hasil non reaktif dapat terjadi pada kondisi:
 Seseorang belum / tidak terinfeksi
 Window period (terinfeksi namun antibodi belum terbentuk)
 Imunocompromised, sehingga antibodi tidak terbentuk oleh karena terdapat
gangguan pembentukan antibodi
 Kadar antibodi dibawah level deteksi alat
KEMENKES R1.2020.
PDS PatKLIn. 2020.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
RAPID TEST ANTIBODY
Kelebihan :
1)Dapat dikerjakan oleh semua laboratorium (selama APD tersedia)
2)Hasil cepat
 
Kekurangan :
3)Sensitivitas dan spesifisitas bervariasi
4)Perlu berhati-hati dalam menginterpretasi baik hasil non reaktif
maupun reaktif

PDS PatKLIn.
2020.
• Penggunaan tes antibodi atau tes rapid untuk deteksi adanya
SARS-CoV-2 : sensitivitas rendah yaitu 36.4% dan spesifisitas
88.93%.
• Studi meta-analisis oleh Ricco et al. terhadap 10 studi rapid test
antibodi : sensitivitas 64,8% (rentang sensitivitas 18,4% - 93,3%)
dan spesifisitas 98% (rentang spesifisitas 80%-100%) dengan bias
pelaporan yang tinggi.
• WHO tidak merekomendasikan penggunaan tes diagnostik
cepat berbasis deteksi antibodi untuk perawatan pasien tetapi
dapat digunakan untuk surveilans penyakit dan penelitian
epidemiologi.
Döhla M, Boesecke C, Schulte B, Diegmann C, Sib E, Richter E, et al.
2020.
WHO.2020.
Ricco M, Ferraro P, Gualerzi G, Ranzieri S, Henry BM, Said Y Ben, et
al.2020.
II. ANTIGEN

Cara Kerja
• Mendeteksi adanya protein virus (antigen) COVID-19 pada sampel dari
saluran pernapasan seseorang.
• Jika konsentrasi antigen sasaran pada sampel cukup, antigen tersebut
akan mengikat antibodi tertentu yang terdapat pada strip kertas
terbungkus plastik dan akan menghasilkan tanda visual, biasanya
dalam waktu 30 menit.
• Antigen yang terdeteksi hanya bisa diekspresikan saat virus aktif
bereplikasi (fase akut).
WHO.2020; PDS
II. ANTIGEN

• Hasil deteksi antigen adalah positif atau negatif.


• Hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan terinfeksi
SARS-CoV-2 dan dapat terjadi pada kondisi kuantitas
antigen pada spesimen dibawah level deteksi alat.
• Hasil positif palsu dapat terjadi jika antibodi pada strip uji
juga bereaksi terhadap antigen virus selain COVID-19,
seperti tipe coronavirus manusia penyebab batuk pilek.
WHO.2020; PDS
PatKLIn.2020.
PENGGUNAAN
• Pemeriksaan antigen dapat digunakan untuk deteksi virus pada sampel
dan mengetahui infeksi awal.
• Hasil pemeriksaan dengan tes antigen dapat dibaca dalam 15 menit.
• Studi Mertens et al. terhadap rapid test antigen COVID-19 Ag Respi-Strip
melaporkan sensitivitas tes 57,6% dan spesifisitas 99,5%.
• Laporan penelitian mengenai rapid test antigen virus masih sangat
terbatas, WHO belum merekomendasikan penggunaan rapid test
antigen untuk perawatan pasien.
Yusra Y, Pangestu N. 2020. ; WHO.2020.; Mertens P, De Vos N,
Martiny D, Jassoy C, Mirazimi A, Cuypers L, et al. 2020.
Spesimen yang Digunakan
 Swab nasofaring
 Swab nasal
 Sputum

PDS PatKLIn.2020.
Kelebihan RAPID TEST
ANTIGEN
1) Mendeteksi komponen virus langsung
2) Baik untuk deteksi fase akut (early case
detection)
3) Tidak memerlukan spesifikasi laboratorium
khusus (Biosafety laboratorium/BSL level II)
4) Tidak memerlukan ketrampilan petugas secara
khusus dalam pengerjaan rapid test

PDS PatKLIn. 2020.


kekurangan RAPID TEST
ANTIGEN
1) Menggunakan sampel saluran napas atas (swab
naso/orofaring)
2) Ketidakterampilan petugas dalam pengambilan
spesimen dapat mempengaruhi hasil
3) Membutuhkan APD level 3 untuk pengambilan
spesimen dan ruangan khusus (minimal memiliki BSC
2) untuk pengerjaan RDT
4) Sensitivitas bervariasi
5) Uji validasi masih terbatas sehingga belum dapat
menggantikan posisi RT-PCR
PDS PatKLIn. 2020.
Penggunaan Swab Nasofaring dalam Diagnostik
COVID-19
Bahan pengambilan spesimen :
1. Formulir Penyelidikan Epidemiologi
2. Spesimen Saluran Pernapasan (Respiratory Tract)
1) Viral Transport Medium (VTM)
2) Swab Dacron atau Flocked Swab
3) Tongue Spatel
4) Kontainer Steril untuk Sputum
5) Parafilm
6) Plastik Klip
7) Marker atau Label
Penggunaan Swab Nasofaring dalam Diagnostik
COVID-19
3. Pengepakan/pengiriman spesimen
1) Ice pack dan Cold Box (diutamakan sudah menggunakan sistem
tiga lapis)
2) Label Alamat
3) Lakban/Perekat

Kemenkes RI.2020.
Penggunaan Swab Nasofaring dalam Diagnostik
COVID-19
Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring
a. Persiapkan cryotube yang berisi media transport virus
b. Berikan label yang berisi Nama Pasien dan Kode Nomer Spesimen.
c. Gunakan swab yang terbuat dari dacron/rayon steril dengan tangkai
plastik atau jenis Flocked Swab (tangkai lebih lentur).
d. Pastikan tidak ada Obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
e. Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab
pada Septum bawah hidung.
f. Masukkan swab secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring (Gambar 1).
Gambar 1
Penggunaan Swab Nasofaring dalam Diagnostik
COVID-19
g. Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan.
h. Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam cryotube
yang berisi VTM
i. Patahkan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar
cryotube dapat ditutup dengan rapat (Gambar 2).

Gambar
2
Penggunaan Swab Nasofaring dalam Diagnostik
COVID-19
j. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang ada di
formulir penyelidikan epidemiologi.
k. Cryotube kemudian dililit parafilm dan masukkan ke dalam Plastik
Klip. Jika ada lebih dari 1 pasien, maka Plastik Klip
dibedakan/terpisah. Untuk menghindari kontaminasi silang (Gambar
3).
l. Simpan dalam suhu 2-80C sebelum dikirim. Jangan dibekukan
dalam Freezer.

Gambar
3
Kemenkes RI.2020.
BAB Iii
PENUTUP
• Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh (SARS-CoV-2).
• Alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari manusia ke
manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, transmisi
airbone,rute feses dan oral.
• Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >38 C), batuk
dan kesulitan bernapas.
• Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti
ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari.
• Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
• Salah satu dari pemeriksaan penunjang tersebut adalah
pemeriksaan spesimen dari saluran napas atas.
• Pemeriksaan spesimen saluran napas atas meliputi swab nasofaring
dan swab orofaring.
• Berdasarkan beberapa penelitian, swab nasofaring memberikan
sensitivitas yang lebih tinggi daripada swab orofaring.

Wang, Z., Qiang, W., & Ke, H. 2020


Onder, G., Rezza, G., & Brusaferro, S. 2020
Doremalen, N., Bushmaker, T., Morris,D.H., Holbrook,M.G., Gamble,
A., Williamson,B.N. 2020
TERIMA KASIH
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including
icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai