BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa peraturan atau landasan hukum yang mengatur flebotomis ?
2. Apa kewenangan seorang flebotomis ?
3. Apa fungsi, tugas, dan tanggung jawab flebotomis ?
4. Apa saja etika profesional yang harus dipahami oleh flebotomis ?
2
5. Apa keterkaitan kasus flebotomist dengan peraturan yang berlaku dan bagaimana
solusinya ?
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN PERATURAN
Peraturan berasal dari kata dasar atur. Peraturan adalah sebuah homonim karena
arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.
Peraturan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga peraturan dapat
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan. Peraturan termasuk dalam ragam bahasa klasik. Jadi peraturan menurut
KBBI adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga
masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai
sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.
B. PENGERTIAN KEWENANGAN
C. PENGERTIAN FLEBOTOMIS
Flebotomis berasal dari “Flebotomi’ (berasal dari kata Yunani yaitu phlebo-,
yang berarti "berkaitan dengan pembuluh darah", dan -tomy, yang berarti "membuat
sayatan") adalah proses membuat sayatan di vena dengan jarum. Prosedur itu sendiri
dikenal sebagai venipuncture . Seseorang yang melakukan proses Flebotomi
disebut "flebotomis", meskipun dokter, perawat, ATLM dan lain-lain melakukan
bagian dari prosedur flebotomi di banyak negara. ‘Jadi flebotomis adalah seorang
tenaga medic yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan menampung
specimen darah dari pembuluh darah vena,arteri atau kapiler. Teknik flebotomi
merupakan suatu cara pengambilan darah (sampling) untuk tujuan tes laboratorium
atau bisa juga pengumpulan darah untuk didonorkan.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat beberapa pasal yang
menjelaskan kompetensi tenaga kesehatan, diantaranya :
5. Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh ORGANISASI PROFESI. (Pasal 24 : 2)
Kewenangan klinis adalah wewenang yang diberikan oleh rumah sakit kepada staf
laboratorium sebagai ahli teknologi laboratorium medik (ATLM) yang memberikan
pelayanan laboratorium sesuai dengan tingkat kompetensi yang dimiliki oleh staf ATLM
tersebut. Kewenangan klinis diberikan oleh komite non medik non keperawatan melalui sub
komite kredensial.
a. Pranata Laboratorium Kesehatan Ahli yang dilakukan oleh ATLM yang memiliki
ijazah D IV analis kesehatan dan S1 Tekonologi Laboratorium Kesehatan memiliki
kewenangan :
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan laboratorium khusus dan
canggih
2. Melakukan pengambilan, penanganan serta menilai kualitas spesimen
laboratorium untuk pemeriksaan khusus dan canggih
3. Mendeteksi secara dini bila muncul penyimpangan dalam proses
pemeriksaan di laboratorium
4. Menilai hasil pengujian kelaikan alat, metode dan bahan/reagensia yang
sudah ada dan baru
5. Melakukan pemeriksaan dalam bidang; kimia klinik (hematologi,
biokimia klinik, imunologi, imunohematologi), mikrobiologi
(bakteriologi, parasitologi, mikologi, virologi), diagnostik molekuler,
biologi kedokteran, histoteknologi, sitoteknologi, sitogenetika, dan
toksikologi klinik sesuai bidang keahliannya.
6. Membuat laporan hasil pemeriksaan laboratorium sesuai bidang
keahliannya.
7. Melakukan validasi secara analitis terhadap hasil pemeriksaan
laboratorium
8. Merencanakan, mengevaluasi dan menindaklanjuti program pemantapan
mutu laboratorium (internal dan eksternal)
9. Merencanakan dan mengevaluasi program kesehatan dan keselamatan
kerja di laboratorium
10. Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program standardisasi
laboratorium
11. Memberikan informasi secara analitis hasil pemeriksaan laboratorium
khusus dan canggih
12. Membantu klinisi dalam pemanfaatan data laboratorium secara efektif dan
efisien
13. Merencanakan, melaksanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan
laboratorium
14. Membimbing dan membina ahli madya teknologi laboratorium medik
dalam bidang teknik kelaboratoriuman.
Fungsi utama seorang phlebotomis adalah untuk mendapatkan spesimen darah untuk
tes diagnostik, baik dengan penusukan vena, penusukan kulit, atau penusukan arteri. Tiap
langkah dalam proses phlebotomi berpengaruh pada kualitas spesimen dan sangat berperan
dalam mencegah terjadinya kesalahan hasil laboratorium, kecelakaan pada pasien dan bahkan
kematian.
3.3.2. Tugas
b. Memahami situasi pasien untuk mengorek data secara lengkap dan berkomunikasi
dengan baik sehingga dapat memberikan imformconsent
Tanggung jawab hukum kepada pasien dapat terjadi sebagai akibat dari suatu tindakan
yang melanggar hukum atau merugikan pasien. Sifatnya kesengajaan atau kelalaian.
Pelanggaran hukum dapat berupa tindakan tanpa informfed concent, pelanggaran susila,
pengingkaran atas janji atau jaminan, dsb.
Tanggung jawab pidana diberikan langsung kepada pelakunya apabila kompetensi itu
telah sah atau terakreditasi, atau menjadi tanggung jawab pemberi perintah apabila dalam
kondisi sebaliknya. Penanggung jawab dianggap telah lalai memberikan perintah kepada
orang untuk melakukan tindakan di luar kompetensinya, padahal diketahuinya bahwa
kesalahan atau kerugian dapat terjadi karenanya. Tanggung jawab perdatanya menjadi beban
pemberi kerja berdasarkan doktrin respondeat superior atau Pasal 1367 KUH Perdata.
1. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya, terhadap
dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya
2. Keadilan, Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya
3. Otonomi, Prinsip ini menuntut agar setiap kaum professional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
Perilaku seorang Analis Kesehatan (Kepmenkes No. 370 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi) : teliti dan cekatan, jujur dan dapat dipercaya, rasa tanggungjawab yang tinggi,
mampu berkomunikasi secara efektif, disiplin dan berjiwa melayani Prilaku Profesional
(Garza, 2002)
Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
mendapat kecaman dari seorang pasien lantaran salah mendiagnosa golongan darah saat akan
melakukan transfusi darah, Minggu (30/12/2012). Insiden ini bermula saat Nasrun (53),
pasien asal Sengkang, Kabupaten Wajo. Laki-laki ini menderita leukimia dan dirujuk ke
RSUD Tenriawaru dari Klinik Madani Watampone, untuk menjalani transfusi darah. Namun
hasil diagnosa UTD menunjukkan Nasrun memiliki golongan darah B. Hasil diagnosa ini
12
berbeda dengan keyakinan Nasrun dan keluarganya yang yakin bahwa golongan darah Nasrun
adalah golongan O.
Meski kebingungan Nasrun akhirnya membeli kantung darah dengan golongan darah
B. Namun, sebelum menjalani tranfusi, pihak keluarga masih meributkan perbedaan golongan
darah pasien, apalagi kebanyakan kerabat Nasrun memiliki darah dengan golongan O.
Akhirnya, UTD mendiagnosa kembali darah Nasrun dan dalam pemeriksaan kedua ini
ternyata golongan darah Nasrun memang golongan O.
"Kita dari tadi protes bilang kenapa bisa berubah golongan darahnya tapi jawabannya
yang mana lebih pintar petugas atau kalian. Masa begitu jawabannya? Rumah sakit macam
apa ini? Untung kita protes kalau tidak bagaimana jadinya nanti?" beber Hidayat, salah
seorang kerabat Nasrun, dengan nada geram.
Menurutnya, kesalahan seperti ini dapat berdampak fatal jika golongan darah yang
didonorkan kepada pasien tidak sesuai dengan jenis golongan darah pasien tersebut.
Kesalahan seperti itu bisa mengakibatkan seorang pasien harus melakukan cuci darah yang
tentu saja membutuhkan dana besar. Hidayat menambahkan, mestinya pihak UTD
menggunakan standar yang baku setiap memeriksa jenis golongan darah pasien.
Sementara itu, pihak RSUD Tenriawaru berkilah kesalahan diagnosa itu disebabkan
pasien atau hasil diagnosa rumah sakit lain. "Saya pikir tidak ada kesahaan karena diagnosa
itu melalui laboratorium dan mungkin ini terjadi karena pasien mengaku bergolongan darah B
atau rumah sakit sebelumnya mendiagnosa golongan darah B sebelum dirujuk ke sini," kata
Ramli SH, Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat RSUD Tenriawaru.
Menurut saya, ada hubungan antara kasus yang terjadi dengan pertauran yang berlaku
yaitu : flebotomis tidak menaati SOP (Pasal 24 (1)), mungkin informasi tentang pasien kurang
lengkap sehingga terjadi kesalahan cek golongan. Keslahan ini terjadi bisa saja karena Hb nya
rendah pada saat diperiksa. Maka dari itu, kita sebagai flebotomis harus mengumpulkan
informasi pasien secara detail, pelajari hal-hal yang memengaruhi cek golongan darah apa
saja, jadi kita bisa memprediksi jika pasien dalam keaadaan A bisa saja hasil golongan
darahnya kurang akurat. Tetaplah menjaga sopan santun kepada pasien dan keluarganya,
jelaskanlah dengan perlahan dan detailsegala tindakan yang dilakukan agar tidak terjadi
kesalahpahaman
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/606/0
https://www.infolabmed.com/2018/03/aspek-medikolegal-flebotomi.html
https://regional.kompas.com/read/2012/12/31/09485818/Salah.Diagnosa.Golongan.Da
rah.Rumah.Sakit.Diprotes.Pasien
https://rochmiardiningsih.blogspot.com/2014/10/resume-phlebotomi.html
https://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2015/12/kewenangan-klinis-ahli-
teknologi.html
https://labku1rskd.wordpress.com/2011/12/
https://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/aspek-medikolegal-phlebotomi-bagi.html
https://www.researchgate.net/publication/311955628_Pengaruh_Pengetahuan_Sikap_
dan_Perilaku_Perawat_tentang_Flebotomi_terhadap_Kualitas_Spesimen_Laboratorium
https://ripanimusyaffalab.blogspot.com/