Anda di halaman 1dari 13

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Phlebotomi berkaitan dengan kegiatan mendapatkan spesimen darah dari


pasien untuk diperiksa secara laboratorium. Di dalam tindakan phlebotomi, seorang
phlebotomis (pelaksana phlebotomi) perlu mengetahui darah apa yang akan diambil,
peralatan apa yang akan dipakai, dibagian anatomi mana mengambilnya, adakah iv-
line yang sudah terpasang, bagaimana mencegah infeksi, bagaimana mencegah atau
mengurangi rasa sakit, bagaimana berkomunikasi dengan pasien, termasuk
memperoleh persetujuannya, bagaimana prosedur pelaksanaan yang benar agar tepat
mengenai vena, dan faktor keselamatan (safety). Oleh sebab itu, masalah medikolegal
yang dapat ditarik adalah masalah siapa pelaksana phlebotomi (kompetensi dan
kewenangannya) dan siapa yang bertanggungjawab atas risiko yang terjadi.

Di dalam praktek, phlebotomi di rumah sakit atau di laboratorium dapat


dilakukan oleh analis kesehatan atau orang yang dilatih khusus untuk itu, yang
selanjutnya disebut sebagai teknisi phlebotomi.

Kemampuan atau kompetensi diperoleh seseorang dari pendidikan atau


pelatihannya, sedangkan kewenangan atau authority diperoleh dari penguasa atau
pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian ijin. Kewenangan memang
hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan, namun adanya
kemampuan tidak berarti dengan sendirinya memiliki kewenangan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa peraturan atau landasan hukum yang mengatur flebotomis ?
2. Apa kewenangan seorang flebotomis ?
3. Apa fungsi, tugas, dan tanggung jawab flebotomis ?
4. Apa saja etika profesional yang harus dipahami oleh flebotomis ?
2

5. Apa keterkaitan kasus flebotomist dengan peraturan yang berlaku dan bagaimana
solusinya ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui peraturan atau landasan hukum yang mengatur flebotomis.


2. Mengetahui kewenangan seorang flebotomis.
3. Mengetahui fungsi, tugas, dan tanggung jawab flebotomis.
4. Mengetahui saja etika profesional yang harus dipahami oleh flebotomis .
5. Mengetahui keterkaitan kasus flebotomis dengan peraturan berlaku serta
solusinya..
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN PERATURAN

Peraturan berasal dari kata dasar atur. Peraturan adalah sebuah homonim karena
arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.
Peraturan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga peraturan dapat
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan. Peraturan termasuk dalam ragam bahasa klasik. Jadi peraturan menurut
KBBI adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima: setiap warga
masyarakat harus menaati aturan yang berlaku; atau ukuran, kaidah yang dipakai
sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.

B. PENGERTIAN KEWENANGAN

Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan


kata kewenangan, yang diartikan hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan
membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada
orang/badan lain.

Menurut Frans Magnis Suseno kewenangan adalah kekuasaan yang


dilembagakan. Menurut H.D Stoud kewewenangan adalah keseluruhan aturan-aturan
yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai
seluruh aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-
wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.
Menurut Nomensen Sinamo, kewenangan yang dimaksud H.D Stoud ini adalah
kewenangan yang dilimpahkan kepada instansi yang melaksanakannya, maka terlebih
dahulu harus ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan. Sementara itu
menurut S.F Marbun wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu
tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang
4

diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan


hukum.

Sedangkan dalam Black Law Dictionary kewenangan diartikan lebih luas,


tidak hanya melakukan praktek kekuasaan, tetapi kewenangan juga diartikan dalam
konteks menerapkan dan menegakan hukum, adanya ketaatan yang pasti, mengandung
perintah, memutuskan, adanya pengawasan yuridiksi bahkan kewenangan dikaitkan
dengan kewibawaan, kharisma bahkan kekuatan fisik.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka menurut penulis pengertian


kewenangan adalah kemampuan untuk bertindak berdasarkan kekuasaan yang sah.
Dikatakan kemampuan untuk bertindak sebab, kata bertindak mengandung arti
berbuat, beraksi, berlaku, perbuatan, tindakan, dan langkah yang menunjukan suatu
kemampuan. Kemampuan itu harus didasarkan atas kekuasaan yang sah. Hukumlah
yang melegitimasi kekuasaan, sehingga dikatakan sah. Sehingga kewenangan lahir
karena kekuasaan yang sah menurut hukum.

C. PENGERTIAN FLEBOTOMIS

Flebotomis berasal dari “Flebotomi’ (berasal dari kata Yunani yaitu phlebo-,
yang berarti "berkaitan dengan pembuluh darah", dan -tomy, yang berarti "membuat
sayatan") adalah proses membuat sayatan di vena dengan jarum. Prosedur itu sendiri
dikenal sebagai venipuncture . Seseorang yang melakukan proses Flebotomi
disebut "flebotomis", meskipun dokter, perawat, ATLM dan lain-lain melakukan
bagian dari prosedur flebotomi di banyak negara. ‘Jadi flebotomis adalah seorang
tenaga medic yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan menampung
specimen darah dari pembuluh darah vena,arteri atau kapiler. Teknik flebotomi
merupakan suatu cara pengambilan darah (sampling) untuk tujuan tes laboratorium
atau bisa juga pengumpulan darah untuk didonorkan.
5

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. LANDASAN HUKUM FLEBOTOMIST

1. Keputusan MENKES No 04 / MENKES / SK / 2002 Tentang laboratorium


kesehatan swasta dituliskan bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab
perawat yang bekerja di Laboratorium swasta adalah melakukan tindakan
pengambilan specimen.

2. Peraturan MENPAN No 08 Tahun 2006 Tentang Analis kesehatan pegawai


negeri (Pranata Laboratorium) Tugas pelayanan laboratorium kesehatan di
bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi, toxicology,
kimia lingkungan dan patologi anatomi.

3. Keputusan Mentri Kesehatan dan Mentri Kesejahteraan Sosial RI N0 141 /


MENKESKESOS / SK/ II/ 2001 Tentang petunjuk teknis pelaksanan pejabat
fungsional pranata laboratorium kesehatan.
 Point 21 : mempersiapkan pasien, yaitu kegiatan yang dilakukan
sebelum pengambilan specimen, memberi petunjuk pada pasien tentang
persiapan atau tindakan yang harus dilakukan sampai dengan mengatur
posisi pasien.
 Point 22 : mempersiapkan peralatan dan bahan penunjang untuk
mengambil specimen atau sample di laboratorium yaitu kegiatan yang
dilakukan sebelum mengambil specimen atau sample di laboratorium.
 Point 26 : mengambil specimen atau sample dengan tindakan
sederhana yaitu mengambil specimen atau sample dengan teknik atau
prosedur yang mudah serta catat identitas pasien.

Dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat beberapa pasal yang
menjelaskan kompetensi tenaga kesehatan, diantaranya :

1. Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum (Pasal 22 : 1)


6

2. Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan (Pasal 23 : 1)

3. Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki (Pasal 23 : 2)

4. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan,


kode etik standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional (Pasal 24 : 1)

5. Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh ORGANISASI PROFESI. (Pasal 24 : 2)

3.2. KEWENANGAN FLEBOTOMIST

3.2.1. Kewenangan Klinis (Clinical Privillage)

Kewenangan klinis adalah wewenang yang diberikan oleh rumah sakit kepada staf
laboratorium sebagai ahli teknologi laboratorium medik (ATLM) yang memberikan
pelayanan laboratorium sesuai dengan tingkat kompetensi yang dimiliki oleh staf ATLM
tersebut. Kewenangan klinis diberikan oleh komite non medik non keperawatan melalui sub
komite kredensial.

Kewenangan klinis diberikan setelah staf laboratorium ATLM mengikuti uji


kompetensi yang dilakukan oleh rumah sakit melalui komite non medik non keperawatan
beserta tim asesor atau mitra bastari (peer group). Uji kompetensi meliputi verifikasi
portofolio, log book, surat keterangan supervisor, observasi tindakan, unjuk kerja
pemeriksaan laboratorium dan wawancara. Kewenangan klinis berlaku selama 3 tahun

Lingkup kewenangan klinis (clinical privillege) ATLM untuk pelayanan laboratorium


berpedoman pada buku putih standar dan ketentuan persyaratan sesuai acuan pada
Kepmenkes RI Nomor 370 Menkes/SK/III/2007 , tentang Standar Profesi Ahli Teknologi
Laboratorium Kesehatan dan Permenkes RI Nomor 42 tahun 2015 Tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik serta Keputusan MenPAN
tentang jabatan fungsional Pratana Laboratorium Kesehatan. Staf Laboratorium yang baru
bekerja diberikan kewenangan klinis selama 2 tahun bekerja. Kewenangan klinis meliputi
jenjang:
7

a. Pranata Laboratorium Kesehatan Ahli yang dilakukan oleh ATLM yang memiliki
ijazah D IV analis kesehatan dan S1 Tekonologi Laboratorium Kesehatan memiliki
kewenangan :
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan laboratorium khusus dan
canggih
2. Melakukan pengambilan, penanganan serta menilai kualitas spesimen
laboratorium untuk pemeriksaan khusus dan canggih
3. Mendeteksi secara dini bila muncul penyimpangan dalam proses
pemeriksaan di laboratorium
4. Menilai hasil pengujian kelaikan alat, metode dan bahan/reagensia yang
sudah ada dan baru
5. Melakukan pemeriksaan dalam bidang; kimia klinik (hematologi,
biokimia klinik, imunologi, imunohematologi), mikrobiologi
(bakteriologi, parasitologi, mikologi, virologi), diagnostik molekuler,
biologi kedokteran, histoteknologi, sitoteknologi, sitogenetika, dan
toksikologi klinik sesuai bidang keahliannya.
6. Membuat laporan hasil pemeriksaan laboratorium sesuai bidang
keahliannya.
7. Melakukan validasi secara analitis terhadap hasil pemeriksaan
laboratorium
8. Merencanakan, mengevaluasi dan menindaklanjuti program pemantapan
mutu laboratorium (internal dan eksternal)
9. Merencanakan dan mengevaluasi program kesehatan dan keselamatan
kerja di laboratorium
10. Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program standardisasi
laboratorium
11. Memberikan informasi secara analitis hasil pemeriksaan laboratorium
khusus dan canggih
12. Membantu klinisi dalam pemanfaatan data laboratorium secara efektif dan
efisien
13. Merencanakan, melaksanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan
laboratorium
14. Membimbing dan membina ahli madya teknologi laboratorium medik
dalam bidang teknik kelaboratoriuman.

b. Pranata Laboratorium Kesehatan Terampil yang dilakukan oleh ATLM dengan


memiliki ijazah DIII Analis Kesehatan dan SMAK jurusan ATLM dalam melakukan
praktik di laboratorium medik terbagi atas kualifikasi sebagai berikut:
8

1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan di laboratorium


2. Melakukan pengambilan dan penanganan spesimen darah serta penanganan
cairan dan jaringan tubuh lainnya.
3. Mempersiapkan, memilih serta menguji kualitas bahan/reagensia.
4. Mempersiapkan, memilih, menggunakan, memelihara, mengkalibrasi, serta
menangani secara sederhana alat laboratorium
5. Memilih dan menggunakan metode pemeriksaan
6. Melakukan pemeriksaan dalam bidang hematologi, kimia klinik, imunologi,
imunohematologi, mikrobiologi, parasitologi, mikologi, virologi, toksikologi,
histoteknologi, sitoteknologi.
7. Mengerjakan prosedur dalam pemantapan mutu
8. Membuat laporan hasil pemeriksaan laboratorium
9. Melakukan verifikasi terhadap proses pemeriksaan laboratorium
10. Menilai normal tidaknya hasil pemeriksaan untuk dikonsultasikan kepada yang
berwenang
11. Melaksanakan kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium
12. Memberikan informasi hasil pemeriksaan laboratorium secara analitis

3.3. FUNGSI, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PHLEBOTOMI


3.3.1. Fungsi

Fungsi utama seorang phlebotomis adalah untuk mendapatkan spesimen darah untuk
tes diagnostik, baik dengan penusukan vena, penusukan kulit, atau penusukan arteri. Tiap
langkah dalam proses phlebotomi berpengaruh pada kualitas spesimen dan sangat berperan
dalam mencegah terjadinya kesalahan hasil laboratorium, kecelakaan pada pasien dan bahkan
kematian.

3.3.2. Tugas

a. Memahami anatomi fisiologi tubuh untuk mengetahui posisi terbaik pembuluh


darah yang akan diambil darahnya

b. Memahami situasi pasien untuk mengorek data secara lengkap dan berkomunikasi
dengan baik sehingga dapat memberikan imformconsent

c. Memahami teknik komunikasi


9

d. Memahami peralatan dan teknik pengambilan specimen sehingga peralatan sesuai


dengan pemeriksaan serta dapat menunjukan pembacaan kode pada pasien

e. Memahami specimen collection dan transport specimen yang meliputi ukuran


needle yang disesuaikan dengan ukuran, transport specimen yang memperhatikan
jarak, waktu distribusi, pengawet dan cara pendistribusian.

f. Memahami proses pengendalian mutu.

3.3.3. Tanggung jawab

a) Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab hukum kepada pasien dapat terjadi sebagai akibat dari suatu tindakan
yang melanggar hukum atau merugikan pasien. Sifatnya kesengajaan atau kelalaian.
Pelanggaran hukum dapat berupa tindakan tanpa informfed concent, pelanggaran susila,
pengingkaran atas janji atau jaminan, dsb.

b) Tanggung Jawab Pidana

Tanggung jawab pidana diberikan langsung kepada pelakunya apabila kompetensi itu
telah sah atau terakreditasi, atau menjadi tanggung jawab pemberi perintah apabila dalam
kondisi sebaliknya. Penanggung jawab dianggap telah lalai memberikan perintah kepada
orang untuk melakukan tindakan di luar kompetensinya, padahal diketahuinya bahwa
kesalahan atau kerugian dapat terjadi karenanya. Tanggung jawab perdatanya menjadi beban
pemberi kerja berdasarkan doktrin respondeat superior atau Pasal 1367 KUH Perdata.

3.4. ETIKA PROFESIONAL PHLEBOTOMIST

Profesi kesehatan adalah pekerjaan yang memenuhi kriteria mempunyai pendidikan


formal untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan (Kompetensi), diberikan
kewenangan untuk melaksanakan pelayanan kepada klien maupun tenaga kesehatan
lain,melaksanakan pelayanan melalui kode etik dan standar pelayanan yang diakui
masyarakat.

Seorang phlebotomist berkompeten dalam melakukan phlebotomy karena telah


mendapat pendidikan ataupun pelatihan yang sesuai dengan profesinya. Kemampuan yang
dimiliki seorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap
profesional untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya (Kemenkes, 2012)
10

Sertifikat kompetensi merupakan surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang


analis kesehatan untuk menjalankan tindakan plebotomi setelah lulus uji kompetensi. Uji
kompetensi dilaksanakan oleh PATELKI dan Komite Nasional Sertifikasi Profesi Analis
Kesehatan.

Standar Profesi analis kesehatan dalam phlebotomy memiliki dasar hukum


Kepmenkes I No : 370/Menkes/SK/III/2007. Standart profesi merupakan dasar kewenangan
bagi seorang tenaga Analis Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya di
Laboratorium Kesehatan dan merupakan acuan standar kompetensi yang digunakan dalam
standar pendidikan, pelayanan dan uji kompetensi.

Sedangkan standart kompetensi analis kesehatan untuk melakukan tugasnya adalah


memiliki keterampilan untuk melaksanakan proses teknis operasional pelayanan laboratorium,
yaitu Keterampilan pengambilan spesimen, termasuk penyiapan pasien, labeling, penanganan,
pengawetan, fiksasi, pemrosesan, penyimpanan dan pengiriman specimen. Memiliki
pengetahuan untuk melaksanakan kebijakan pengendalian mutu dan prosedur laboratorium
Memiliki kewaspadaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hasil uji laboratorium

3.4.1 Prinsip Etika Professional

1. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya, terhadap
dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya

2. Keadilan, Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya

3. Otonomi, Prinsip ini menuntut agar setiap kaum professional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.

Standar etik berisikan norma yang :

1. Memekankan kepada tidak membahayakan kepada setiap orang

2. Dilaksanakan sesuai dengan kemampuan teknik dan aturan yang benar

3. Memperhatikan kepada hak-hak pasien seperti kerahasiaan, peivatisasi informasi tentang


tindakan medis yang diterima dan tindakan untuk menolak pengobatan (Garza, 2002)
11

3.4.2. Perilaku Profesional

Perilaku seorang Analis Kesehatan (Kepmenkes No. 370 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi) : teliti dan cekatan, jujur dan dapat dipercaya, rasa tanggungjawab yang tinggi,
mampu berkomunikasi secara efektif, disiplin dan berjiwa melayani Prilaku Profesional
(Garza, 2002)

1. Komitmen tinggi pada pelayanan kesehatan

2. Melaksanakan pekerjaan yang benar dan terukur

3. Memiliki dedikasi yang tinggi untuk mencapai kinerja optimal

4. Menjaga kebersihan selama menjalan tugas profesi

5. Bekerja sungguh-sungguh, menyenangkan dan memuaskan

3.4.3. Tolak Ukur Kinerja Plebotomis

1. Tingkat kepatuhan terhadap kebijakan / SOP

2. Tingkat kemampuan komunikasi, etika komunikasi, mendengar, pengendalian intonasi


suara, bekerja sama dalam melakukan komunikasi melalui telepon

3. Tingkat pemenuhan kepuasan pelanggan seperti memperpendek waktu pelayanan,


komplikasi dalam melakukan plebotomi

3.5. KETERKAITAN KASUS FLEBOTOMIS DENGAN PERATURAN YANG


BERLAKU

Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
mendapat kecaman dari seorang pasien lantaran salah mendiagnosa golongan darah saat akan
melakukan transfusi darah, Minggu (30/12/2012). Insiden ini bermula saat Nasrun (53),
pasien asal Sengkang, Kabupaten Wajo. Laki-laki ini menderita leukimia dan dirujuk ke
RSUD Tenriawaru dari Klinik Madani Watampone, untuk menjalani transfusi darah. Namun
hasil diagnosa UTD menunjukkan Nasrun memiliki golongan darah B. Hasil diagnosa ini
12

berbeda dengan keyakinan Nasrun dan keluarganya yang yakin bahwa golongan darah Nasrun
adalah golongan O.

Meski kebingungan Nasrun akhirnya membeli kantung darah dengan golongan darah
B. Namun, sebelum menjalani tranfusi, pihak keluarga masih meributkan perbedaan golongan
darah pasien, apalagi kebanyakan kerabat Nasrun memiliki darah dengan golongan O.
Akhirnya, UTD mendiagnosa kembali darah Nasrun dan dalam pemeriksaan kedua ini
ternyata golongan darah Nasrun memang golongan O.

"Kita dari tadi protes bilang kenapa bisa berubah golongan darahnya tapi jawabannya
yang mana lebih pintar petugas atau kalian. Masa begitu jawabannya? Rumah sakit macam
apa ini? Untung kita protes kalau tidak bagaimana jadinya nanti?" beber Hidayat, salah
seorang kerabat Nasrun, dengan nada geram.

Menurutnya, kesalahan seperti ini dapat berdampak fatal jika golongan darah yang
didonorkan kepada pasien tidak sesuai dengan jenis golongan darah pasien tersebut.
Kesalahan seperti itu bisa mengakibatkan seorang pasien harus melakukan cuci darah yang
tentu saja membutuhkan dana besar. Hidayat menambahkan, mestinya pihak UTD
menggunakan standar yang baku setiap memeriksa jenis golongan darah pasien.

Sementara itu, pihak RSUD Tenriawaru berkilah kesalahan diagnosa itu disebabkan
pasien atau hasil diagnosa rumah sakit lain. "Saya pikir tidak ada kesahaan karena diagnosa
itu melalui laboratorium dan mungkin ini terjadi karena pasien mengaku bergolongan darah B
atau rumah sakit sebelumnya mendiagnosa golongan darah B sebelum dirujuk ke sini," kata
Ramli SH, Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat RSUD Tenriawaru.

Menurut saya, ada hubungan antara kasus yang terjadi dengan pertauran yang berlaku
yaitu : flebotomis tidak menaati SOP (Pasal 24 (1)), mungkin informasi tentang pasien kurang
lengkap sehingga terjadi kesalahan cek golongan. Keslahan ini terjadi bisa saja karena Hb nya
rendah pada saat diperiksa. Maka dari itu, kita sebagai flebotomis harus mengumpulkan
informasi pasien secara detail, pelajari hal-hal yang memengaruhi cek golongan darah apa
saja, jadi kita bisa memprediksi jika pasien dalam keaadaan A bisa saja hasil golongan
darahnya kurang akurat. Tetaplah menjaga sopan santun kepada pasien dan keluarganya,
jelaskanlah dengan perlahan dan detailsegala tindakan yang dilakukan agar tidak terjadi
kesalahpahaman
13

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/606/0

https://www.infolabmed.com/2018/03/aspek-medikolegal-flebotomi.html

https://regional.kompas.com/read/2012/12/31/09485818/Salah.Diagnosa.Golongan.Da
rah.Rumah.Sakit.Diprotes.Pasien

https://rochmiardiningsih.blogspot.com/2014/10/resume-phlebotomi.html

https://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2015/12/kewenangan-klinis-ahli-
teknologi.html

https://labku1rskd.wordpress.com/2011/12/

https://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/aspek-medikolegal-phlebotomi-bagi.html

https://www.researchgate.net/publication/311955628_Pengaruh_Pengetahuan_Sikap_
dan_Perilaku_Perawat_tentang_Flebotomi_terhadap_Kualitas_Spesimen_Laboratorium

https://ripanimusyaffalab.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai