Anda di halaman 1dari 17

1. a Apa factor penyebab dari apendisitis akut?

b. Apa dampak dari apendisitis akut?


c. Bagaimana prosedur dilakukannya skrining covid-19?
 Swab Antigen
Tes antigen (Antigen-detecting RDTs/Ag-RDT) secara langsung mendeteksi antigen SARS-
CoV-2, utamanya nukleokapsid yang dihasilkan oleh virus yang bereplikasi dalam sekresi
respiratori. Ag-RDT mendeteksi antigen dari spesimen mengguniakan format tes
imunokromatografi. Ketika sampel dari pasien dicampurkan dengan buffer tes dan
masukkan ke sample well, antigen target di dalam campuran mengikat dengan antibody
yang sudah dilabeli dah bermigrasi/berpindah bersama; kemudian keduanya ditangkap oleh
antibody yang terikat dengan garis tes, menimbulkan perubahan warna (WHO, 2020).
Berikut adalah langkah-langkah selama tes antigen berlangsung :
• Tenaga kesehatan akan mempersiapkan alat swab terlebih dahulu. Anda mungkin perlu
membuang ingus dari hidung.
• Setelah itu, tenaga kesehatan akan meminta Anda untuk mendongakkan kepala. Dengan
demikian, proses pengambilan sampel dari hidung dan tenggorokan akan lebih mudah.
• Alat swab antigen yang berupa cotton bud panjang akan dimasukkan ke dalam hidung atau
mulut, kemudian didorong hingga mencapai nasofaring.
• Selama beberapa detik, dokter akan menggerakkan alat swab agar lendir menempel dengan
sempurna. Mungkin akan merasa sedikit tidak nyaman selama prosedur ini.
• Setelah itu, alat swab akan ditarik dari hidung atau mulut secara perlahan (Yanti et al.,
2020).
Yanti, B. et al., 2020. Perbedaan uji diagnostik antigen, antibodi, RT-PCR dan tes cepat molekuler
pada Coronavirus Disease 2019. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol, 20. No, 3. Hh, 172-177.

d. Apa tujuan dari skrining covid-19?


Penyaringan atau screening Covid-19 adalah langkah penting dalam mencegah
penularan penyakit yang diakibatkan virus corona ini. Screening merupakan tindakan
awal yang dilakukan petugas kesehatan terhadap pasien yang datang ke rumah sakit.
Tindakan ini menentukan langkah selanjutnya, apakah pasien harus segera dirujuk ke
rumah sakit khusus rujukan Covid-19, perlu menjalani tes permulaan, atau bisa
diperiksa secara umum sesuai dengan keluhan.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian CoronaVirus Disease Kemenkes 2020

e. Mengapa dari hasil swab antigen dinyatakan positif padahal sudah divaksin sekitar 6 bulan
lalu?
Karena pada saat Saat divaksin virus yang dilemahkan/inaktif masuk kedalam tubuh
membawa protein-protein yang terdapat pada struktur virus covid 19, sistem imun spesifik (sel
limfosit T) khususnya Thelper mengingat Antigen yang masuk kedalam tubuh, sehingga apabila
terjadi paparan kedua maka sistem imun spesifik sudah mampu mengenali Ag terlebih dahulu
sehingga Sel Th sel Tkiller dan sistem imun non spesifik lain melawan virus/Ag yang masuk,
tangkat virulensi SARS COV-2 berkurang, masih dapat sakit, namun gejala lebih ringan. Individu
yang sudah divaksin masih mungkin terinfeksi Covid-19 karena tidak ada vaksin yang mencegah
infeksi Covid-19 secara penuh. Pada individu yang baru menerima dosis pertama, antibodi
terbentuk masih dalam jumlah rendah. Akan tetapi, meskipun kekebalan tubuh sudah lebih
meningkat setelah dosis kedua, bila terdapat paparan terhadap virus dalam jumlah banyak dan
berulang kali, maka individu tersebut masih mungkin terinfeksi. Oleh sebab itu, setelah mendapat
vaksin sebanyak dua dosis, protokol kesehatan harus tetap dilaksanakan secara ketat (Pedoman
Tatalaksana Covid-19 Edisi 4, 2022).
Burhan, E., et al. 2022. Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 4. Jakarta: PDPI, PERKI,
PAPDI, PERDATIN, IDAI.

f. Apa makna menjelang tindakan operasi, dokter IGD melakukan tindakan skrinning covid-19
dengan melakukan pemeriksaan swab antigen?
g. Bagaimana etiologi dari covid-19?

Gambar. Struktur virus corona


Penyebab virus ini terjadi karena kelompok coronaviridae. Disebut coronavirus sebab
permukaannya terlihat menyerupai mahkota (Crown/corona). Ada beberapa virus lainnya yang sejenis
dengan golongan virus ini seperti virus yang mengakibatkan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Virus corona yang pertama kali ditemukan
di Wuhan ini adalah virus varian baru yang tidak pernah teridentifikasi oleh manusia sebelumnya.
Karenanya, virus ini biasa juga disebut dengan 2019 Novel Coronavirus (Moudy et al.,2020).
Virus corona biasanya didapati pada hewan contohnya ular, unta, hewan ternak, kucing, dan
kelelawar. Manusia bisa terjangkit jika melakukan kontak dengan hewan-hewan tersebut, hal ini biasa
terjadi pada peternak atau pedagang di pasar hewan. Namun, adanya lonjakan jumlah kasus di Wuhan,
China mengartikan bahwa coronavirus dapat di tularkan melalui droplet yaitu partikel air liur yang
berukuran mikro, Droplet ini biasanya dikeluarkan ketika batuk atau bersin (Moudy et al., 2020).
Moudy, J., Syakurah, R. A., & Artikel, I. 2020. Pengetahuan terkait Usaha Pencegahan Coronavirus
Disease (COVID-19) di Indonesia. Higeia Journal Of Public Health. 4(3), pp. 333–346.

h. Apa saja gejala dari covid-19?


Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala klinis utama
yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai
dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran
napas lain.
Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara
cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. (PDPI, 2020).
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut yang
memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka kematian yang tinggi
yaitu mencapai 60%. Kondisi ketika cairan menumpuk di kantong udara paru-paru dan
mengurangi organ-organ oksigen atau adanya penumpukkan cairan di paru-paru. Berdasarkan
beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.
1) Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
2) Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala yang
muncul seperti demam, batuk, fatigue (fetig), anoreksia (hilangnya penciuman) , napas
pendek, myalgia (nyeri otot). Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang
pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering
dilaporkan. Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue,
penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak
ada demam.
3) Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk,
sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat termasuk SpO2 > 93% dengan
udara ruangan. Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau
sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia
berat).
Kriteria napas cepat :
a. usia <2 bulan, ≥60x/menit
b. usia 2–11 bulan, ≥50x/menit
c. usia 1–5 tahun, ≥40x/menit
d. usia >5 tahun, ≥30x/menit.
4) Berat /Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam, batuk,
sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan
berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan. Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
a. Sianosis sentral atau SpO2<93% ; Distres pernapasan berat (seperti napas cepat,
grunting, tarikan dinding dada yang sangat berat).
b. Tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang.
c. Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea :
usia <2 bulan, ≥60x/menit
usia 2–11 bulan, ≥50x/menit
usia 1–5 tahun, ≥40x/menit
usia >5 tahun, ≥30x/menit.
5) Kritis
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok sepsis.
(Pedomam tatalaksana Covid-19, 2020)
Burhan, E., et al. 2022. Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 4. Jakarta: PDPI, PERKI, PAPDI,
PERDATIN, IDAI.

i. Apa saja jenis-jenis (varian) covid-19?


j. Bagaimana patofisiologi dari covid-19?

Patofisiologi COVID-19 (coronavirus disease 2019) diawali dengan interaksi protein spike
virus dengan receptor sel manusia. Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) adalah reseptor
seluler untuk SARS-CoV dan SARS-CoV-2. ACE2 banyak ditemukan pada sistem pernapasan
bagian atas, sel epitel alveolus tipe I dan II di paru-paru, jantung, sel endotel, enterosit usus, epitel
tubulus ginjal, Limfosit T, dll. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada
permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding domain
(RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran antara sel virus dan sel inang.
Tingginya virulensi  lonjakan SARS-CoV-2 ke permukaan sel ACE2  protein spike (S)
berikatan dengan reseptor ACE2 melalui receptor-binding domain (RBD) di domain S1 dan fusi
membran melalui subunit S2  CoV berikatan dengan ACE2  Masuknya (SARS-CoV-2)
kedalam sel host  priming protein S dibantu oleh protease seluler TMPRSS2 dan furin  terjadi
pembelahan pada domain S1/S2  virus masuk kedalam sel melalui permukaan sel secara
endositosis  Virion diambil ke dalam endosom  terjadi proliferasi virus didalam sel host
diaktifkan oleh sistein protease cathepsin L (Muniyappa &Gubbi,2020).
Muniyappa, R., & Gubbi, S. (2020). COVID-19 pandemic, coronaviruses, and diabetes mellitus.
American Journal of Physiology-Endocrinology and Metabolism.

k. Apa saja derajat klasifikasi dari covid-19?


1. Kasus Suspek
Yang dimaksud dengan kasus suspek adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis:
1) Demam akut dan batuk; atau
2) Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri otot, nyeri
tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, sesak napas, anoreksia/mual/muntah, diare, atau
penurunan kesadaran; atau
3) Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berat dengan riwayat
demam/demam (> 38°C) dan batuk yang terjadi dalam 10 hari terakhir, serta
membutuhkan perawatan rumah sakit; atau
4) Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi; atau
5) Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.
b. Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable/konfirmasi COVID-
19/kluster COVID-19 dan memenuhi kriteria klinis pada huruf a.
c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) positif
sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah A dan B, dan tidak memiliki
gejala serta bukan merupakan kontak erat (Penggunaan RDT-Ag mengikuti ketentuan
yang berlaku).
2. Kasus Probable
Yang dimaksud dengan Kasus Probable adalah kasus suspek yang meninggal dengan gambaran
klinis meyakinkan COVID-19 dan memiliki salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau
RDT-Ag; atau
b. Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak memenuhi kriteria kasus
konfirmasi maupun bukan COVID-19 (discarded).
3. Kasus Terkonfirmasi
Yang dimaksud dengan Kasus Terkonfirmasi adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria
berikut:
a. Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.
b. Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif di
wilayah sesuai penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah B dan C.
c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag
pada kriteria wilayah C.
4. Kontak Erat
Kontak erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probabel atau dengan
kasus terkonfirmasi COVID-19 dan memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus konfirmasi dalam radius 1 meter selama 15
menit atau lebih
b. Sentuhan fisik langsung dengan pasien kasus konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan
tangan, dll)
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus konfirmasi tanpa
menggunakan APD yang sesuai standar; ATAU
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal
yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2021).

l. Apa dampak dari terkena covid-19?


a. Dampak COVID-19 terhadap psikologis pasien yaitu pasien mengalami penurunan
motivasi, terkejut, sedih, tertekan, insomnia, trauma hingga membutuhkan
dukungan motivasi dari aspek tertentu seperti keluarga dan teman sesama pasien.
b. Dampak COVID-19 terhadap pasien secara sosial berupa perubahan pandangan
masyarakat terhadap pasien dan adanya stigma masyarakat terhadap pasien,
sehingga pasien mengalami kesulitan untuk menjalani aktivitas sosial.
c. Dampak COVID-19 terhadap kondisi ekonomi pasien yaitu berupa penundaan
pekerjaan yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan hingga berdampak pada
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan (Aslamiyah & Nurhayati, 2021).
Aslamiah, S., Nurhayati. 2021. Dampak Covid-19 terhadap Perubahan Psikologis,
Sosial dan Ekonomi Pasien Covid-19 di Kelurahan Dendang, Langkat, Sumatera
Utara. Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat, 1(1), pp.56-69.

m. Apa saja langkah yang dilakukan saat terkena covid-19?


n. Bagaimana pencegahan dari covid-19?
1. Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu,
jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status
kesehatannya (yang mungkin dapat menularkan COVID-19). Apabila menggunakan masker kain,
sebaiknya gunakan masker kain 3 lapis.
2. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau
menggunakan cairan antiseptic berbasis alkohol/handsanitizer. Selalu menghindari menyentuh
mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang tidak bersih (yang mungkin terkontaminasi droplet
yang mengandung virus).
3. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari terkena droplet dari orang
yang bicara, batuk, atau bersin, serta menghindari kerumunan, keramaian, dan berdesakan. Jika
tidak memungkinkan melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan berbagai rekayasa administrasi
dan teknis lainnya. Rekayasa administrasi dapat berupa pembatasan jumlah orang, pengaturan
jadwal, dan sebagainya. Sedangkan rekayasa teknis antara lain dapat berupa pembuatan partisi,
pengaturan jalur masuk dan keluar, dan lain sebagainya.
4. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
seperti mengkonsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik minimal 30 menit sehari dan istirahat yang
cukup (minimal 7 jam), serta menghindari faktor risiko penyakit. Orang yang memiliki
komorbiditas/penyakit penyerta/kondisi rentan seperti diabetes, hipertensi, gangguan paru,
gangguan jantung, gangguan ginjal, kondisi immunocompromised/penyakit autoimun, kehamilan,
lanjut usia, anak-anak, dan lain lain, harus lebih berhati-hati dalam beraktifitas di tempat dan
fasilitas umum.
 Beberapa langkah pencegahan Covid-19 yang direkomendasikan oleh WHO antara lain:
1) Sering mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau antiseptik berbahan alkohol.
Deterjen pada sabun dan alkohol pada antiseptik dapat membunuh virus pada tangan.
2) Jaga jarak dengan orang lain minimal satu meter. Hal ini untuk mencegah tertular virus
penyebab Covid-19 dari percikan bersin atau batuk.
3) Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut sebelum Anda memastikan tangan Anda bersih
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau antiseptik. Tangan yang
terkontaminasi dapat membawa virus ini ke mata, hidung dan mulut yang menjadi jalan masuk
virus ini ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit Covid-19.
4) Tetaplah berada di dalam rumah agar tidak tertular oleh orang lain di luar tempat tinggal (Sari,
2020).
Sari, K.M. 2020. Sosialisasi tentang Pencegahan Covid-19 di Kalangan Siswa Sekolah Dasar di
SD Minggiran 2 Kecamatan Papar Kabupaten Kediri. Jurnal Karya Abdi, 4(1), pp.80-83.

o. Bagaimana penularan dari covid-19? Udara


p. Apa hubungan covid-19 dengan imunitas dalam tubuh?
q. Apa saja system pertahanan tubuh?
r. Apa saja jenis vaksin? (umum dan kasus)
Berdasarkan jenis antigennya vaksin ada beberapa tipe yaitu vaksin hidup (Live Attenueted
Vaccines), vaksin yang telah dimatikan (Inactivate/Killed Vaccine), vaksin toksin yang sudah
diinaktivasi (Toxoid Vaccines), dan vaksin yang berisi sub unit dari antigen (Sub unit Vaccines)
(Muallifah, 2017).
Muallifah, Y.A. 2017. Mengurai Tahnik dan Gerakan Antivaksin. Jurnal Living Hadis, 2(2) pp.
253-269.
vaksin SARS-Cov-2 memiliki beberapa jenis yakni :
1. Vaksin mati dan Vaksin yang dilemahkan
Vaksin sel utuh yang dimatikan atau vaksin hidup yang dilemahkan menghadirkan
beberapa komponen antigenik ke inang dan dengan demikian dapat berpotensi
menyebabkan beragam efek imunologis terhadap patogen.7 Mereka adalah vaksin
tradisional dengan teknologi yang telah dipersiapkan secara matang persiapan, dan
dapat menjadi vaksin SARS-CoV-2 pertama yang dimasukkan ke dalam aplikasi
klinis.
2. Subunit Vaksin
Vaksin subunit mencakup satu atau lebih antigen dengan imunogenisitas kuat yang
mampu menstimulasi sistem imun inang secara efisien. Secara umum, jenis vaksin
ini lebih aman dan lebih mudah untuk diproduksi, tetapi seringkali membutuhkan
penambahan bahan pembantu untuk memperoleh respon imun protektif yang kuat.
9 Sejauh ini, beberapa lembaga telah memprakarsai program vaksin subunit SARS-
CoV-2, dan hampir semuanya menggunakan protein S sebagai antigen.
3. Vaksin mRNA
Vaksin mRNA adalah teknologi yang berkembang pesat untuk mengobati penyakit
menular dan kanker. Vaksin berbasis mRNA mengandung mRNA yang mengkode
antigen, yang diterjemahkan di mesin seluler inang dengan vaksinasi. Vaksin
mRNA memiliki keunggulan dibandingkan vaksin konvensional, dengan tidak
adanya integrasi genom, respon imun yang meningkat, perkembangan yang cepat,
dan produksi antigen multimeric.
4. Vaksin DNA
Vaksin DNA biasanya terdiri dari molekul DNA plasmid yang mengkodekan satu
atau lebih antigen. Mereka lebih unggul dari vaksin mRNA dalam formulasi yang
diperlukan untuk stabilitas dan efisiensi pengiriman, namun mereka harus
memasukkan nukleus yang dapat membawa risiko integrasi vctor dan mutasi pada
genom inang.
5. Vaksin vektor langsung
Vaksin vektor langsung adalah virus hidup (vektor) yang mengekspresikan antigen
heterolog. Mereka dikarakterisasi dengan menggabungkan imunogenisitas yang
kuat dari vaksin yang dilemahkan hidup dan keamanan vaksin subunit, dan secara
luas digunakan untuk menginduksi imunitas seluler in vivo (Armanto & Hazhiyah,
2020).
Armanto, M., Hazhiyah, F.S. 2020. Tinjauan Terkait Pengembangan Vaksin Covid
– 19. Journal Molucca Medica, 13(2), pp. 52-59.

s. Bagaimana efek samping dari vaksin covid-19?

t. Apa tujuan dari pemberian vaksin? (umum dan kasus)


Vaksinasi booster adalah vaksinasi yang diberikan setelah seseorang mendapatkan vaksin
primer dosis lengkap. Tujuannya adalah untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan
memperpanjang masa perlindungan. Dapat diberikan secara homolog maupun heterolog (Atmar et
al., 2022). Jenis vaksin booster yang diberikan berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan
adalah Pfizer, Astra Zeneca, Moderna, Sinopharm (Kementerian Kesehatan RI, 2022).

u. Mengapa vaksin harus dilakukan secara berulang?


Karena melakukan vaksinasi lebih dari satu kali atau berulang bertujuan untuk mendorong
tubuh menghasilkan antibodi yang diharapkan dapat melindungi diri dari infeksi virus di masa
mendatang yang bisa datang berulang (Talib and Albar, 2021).
Groho, S. A. 2021. Efektivitas dan Keamanan Vaksin Covid-19.Jurnal Keperawatan Profesional.
Vol, 9. No, 2. Hh, 1-47.

Talib, M. T. and Albar, S. (2021) ‘Analisis Faktor Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi
Di Puskesmas Tamalate Makassar’, Healthcare Nursing Journal, 3(1), pp. 52–58.

Secara umum, para penerima vaksinasi harus menyadari bahwa setelah menerima vaksinasi
dosis pertama, sistem kekebalan tubuh kita baru dikenalkan kepada virus dan kandungan yang ada
di dalamnya. Tujuannya adalah memicu respons kekebalan awal dan memori kekebalan tubuh
terhadap infeksi virus Sars-Cov2. Jadi, selama itu ia harus tetap patuh protokol kesehatan 3M.
Vaksinasi dosis kedua ditujukan untuk menguatkan respons imun yang telah terbentuk, untuk
memicu respons antibodi yang lebih kuat dan lebih efektif. Artinya vaksinasi kedua berfungsi
sebagai booster untuk membentuk antibodi secara optimal. Secara keilmuan, imunitas terbentuk
dengan baik sekitar 28 hari setelah selesai vaksinasi (Umar, dkk, 2021). Lalu, Vaksin booster
sebagai lanjutan dari dua kali vaksin sebelumnya dilakukan karena adanya kecenderungan
penurunan jumlah antibodi sejak 6 bulan pasca vaksinasi terutama di tengah kemunculan varian
Covid-19 seperti halnya Omicron. Oleh karena vaksin booster merupakan dosis tambahan, maka
akan memberikan perlindungan yang lebih ekstra terhadap serangan Covid-19 maupun virus
varian baru yang muncul seperti halnya Omicorn (Umar,dkk., 2021).
Umar, A. S., Putra, D. A., & Jariyah, I. (2021). Program Vaksinasi Guna Meningkatkan Imun
Tubuh. In Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ, 1(1).

v. Bagaimana respon tubuh terhadap pemberian vaksin secara berulang?


Dengan memberikan lebih dari satu dosis vaksin, berarti memperbesar kemungkinan sistem
imun tubuh untuk mempelajari virus dan mencari cara menangkal infeksi berikutnya. Sebab,
sistem imun perlu waktu lewat paparan yang lebih lama untuk mengetahui bagaimana cara efektif
melawan virus. Vaksin membantu sistem imun lebih dulu memicu produksi antibodi spesifik, agar
lebih siap ketika virus asli masuk. Pemberian vaksin dua kali memberi kesempatan sistem imun
tubuh untuk memproduksi lebih banyak antibodi. Mereka juga memberi tubuh pasokan sel memori
yang kuat terhadal suatu virus. Agar tubuh memiliki ingatan yang cukup kuat dan lama terhadap
virus tertentu setelah terpapar. Sebab, sel memori tidak bertahan selamanya. Ia akan mati seiring
waktu. Dengan pemberian vaksin dua kali, tubuh terpapar lebih banyak antigen. Sehingga, sistem
imun membuat lebih banyak sel memori. Hal ini memicu respons antibodi yang lebih cepat dan
lebih efektif di masa mendatang (Umar, dkk, 2021).
Umar, A. S., Putra, D. A., & Jariyah, I. (2021). Program Vaksinasi Guna Meningkatkan Imun
Tubuh. In Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ, 1(1).

Vaksinasi dosis kedua ditujukan untuk menguatkan respons imun yang telah terbentuk, untuk
memicu respons antibodi yang lebih kuat dan lebih efektif. Artinya vaksinasi kedua berfungsi
sebagai booster untuk membentuk antibodi secara optimal. Secara keilmuan, imunitas terbentuk
dengan baik sekitar 28 hari setelah. selesai vaksinasi (Umar, dkk, 2021).
Lalu, Vaksin booster sebagai lanjutan dari dua kali vaksin sebelumnya dilakukan karena
adanya kecenderungan penurunan jumlah antibodi sejak 6 bulan pasca vaksinasi terutama di
tengah kemunculan varian Covid-19 seperti halnya Omicron. Oleh karena vaksin booster
merupakan dosis tambahan, maka akan memberikan perlindungan yang lebih ekstra terhadap
serangan Covid-19 maupun virus varian baru yang muncul seperti halnya Omicorn (Umar, dkk,
2021).
Vaksin covid 19 yang terdiri dari berbagai produk biologi dan bagian dari virus covid 19 yang
sudah dilemahkan yang disuntikkan ke dalam tubuh, akan merangsang timbulnya imun
atau daya tahan tubuh seseorang. Tubuh seseorang yang telah disuntikkan vaksin covid 19, akan
merangsang antibodi untuk belajar dan mengenali virus covid 19 yang telah dilemahkan tersebut.
Dengan demikian, tubuh akan mengenai virus covid 19 dan mengurang risiko terpapar. Dengan
kondisi kekebalan tubuh yang telah mengenali virus covid 19, maka jika sistem imun seseorang
kalah dan kemudian terpapar, maka dampak atau gejala dari virus covid 19 tersebut akan
mengalami pelemahan sehingga dapat mengurangi Dampak Berat dari Virus covid 19 (Kemenkes,
2021).
Vaksin ketika diberikan ke dalam tubuh manusia memungkinkan sistem kekebalan tubuh
untuk mengenali antigen mikroorganisme dan memicu respon imun yang kuat dengan
memproduksi antibodi terhadap patogen. Ini menghalangi replikasi patogen pada infeksi dan
dengan demikian mencegah perkembangan penyakit. Dengan demikian, pengembangan vaksin
sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit Infeksi SARS-CoV-2 dan membantu
mengurangi morbiditas dan mortalitas COVID-19 (Chung., et al, 2021).
Pada umumnya vaksin harus diberikan dalam 2 kali (atau 3 kali suntikan) agar dapat
merangsang terbentuknya titer antibodi yang tinggi.
- Suntikan pertama disebut suntikan primer, belum menghasilkan titer antibodi yang protektif
(titernya masih rendah).
- Suntikan kedua (atau ketiga) disebut suntikan booster, akan merangang titer antibodi sekunder
yaitu IgG yang tinggi dengan afinitas yang lebih kuat. Diharapkan hal ini akan memberikan
perlindungan yang lebih baik dan dalam jangka waktu yang lebih lama.
- Peserta vaksinasi COVID-19 harus mendapat kedua suntikan itu dengan lengkap (Egiarto, 2021).

w. Bagaimana peran vaksin dalam imunitas tubuh?


x. Bagaimana mekanisme pathogen masuk ke dalam tubuh?
y. Apa saja anatomi dan fisiologi terkait pada kasus?
 Anatomi yang terlibat : apendiks,
 Fisiologi
Vaksin :
Komponen sistem imun, sistem ini terdiri atas sejumlah organ
limfoid yaitu :
1. Kelenjar timus
2. Kelenjar limfe
3. Limfa
4. Tonsil
Jenis sel serta jaringan diluar organ limfoid, seperti :
1. Peyer,s patches yang terdapat pada dinding usus
2. Jaringan limfoid yang membatasi saluran nafas dan saluran urogenital.
3. Jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan dalam darah
Respon imun seluler
1. Limfosit T
(Suardana, 2017).
Suardana, I. B. K. 2017. Diktat Imunologi Dasar Sistem Imun: Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
Virus masuk lwt saluran napas atas, menyebar ke paru, mencetuskan reaksi radang yg sistemik &
masif. Dampaknya dpt terjd pd hampir seluruh organ: otak, mata, hidung, paru, jantung & pembuluh
darah, hati, ginjal, usus.

z. Bagaimana prosedur pemberian vaksin covid-19? Derajat suntikan, anamnesis, intikasi,


kontraindikasi
 Suntikan
Vaksin COVID-19 diberikan melalui suntikan intramuskular di bagian lengan kiri atas
dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (Auto Disable Syringes/ADS) sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini.
Langkah-langkah dan prosedur penyuntikan vaksin Covid-19:

a. Pengambilan vaksin dengan cara memasukkan jarum ke dalam vial vaksin dan memastikan ujung
jarum selalu berada di bawah permukaan larutan vaksin sehingga tidak ada udara yang masuk ke
dalam spuit.
b. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk ke dalam spuit dan keluarkan udara yang
tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai pada skala 0.5 ml atau sesuai
dosis yang direkomendasikan, kemudian cabut jarum dari vial.
c. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan alkohol swab, tunggu hingga kering.
d. Untuk penyuntikan intramuskular tidak perlu dilakukan aspirasi terlebih dahulu.
e. Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar.
f. Buang alat suntik habis pakai ke dalam safety box tanpa menutup kembali jarum (no recapping).
g. Untuk mengantisipasi terjadinya kasus KIPI yang serius maka sasaran diminta untuk tetap tinggal
di tempat pelayanan vaksinasi selama 15 menit sesudah vaksinasi dan petugas harus tetap berada di
tempat pelayanan minimal 15 menit setelah sasaran terakhir divaksinasi.

Regimen dosis booster yang dapat diberikan yaitu jika vaksin primer Sinovac, maka vaksin
booster bisa menggunakan 3 jenis vaksin antara lain AstraZeneca separuh dosis (0,25 ml), Pfizer
separuh dosis (0,15 ml), dan Moderna dosis penuh (0,5 ml).
Vaksin primernya AstraZeneca maka boosternya bisa menggunakan vaksin Moderna separuh
dosis (0,25 ml), vaksin Pfizer separuh dosis (0,15 ml), dan vaksin AstraZeneca dosis penuh (0,5 ml).
Vaksin primer Pfizer, untuk booster bisa menggunakan vaksin Pfizer dosis penuh (0,3 ml),
Moderna separuh dosis (0,25ml), dan AstraZeneca dosis penuh (0,5 ml).
Vaksin primer Moderna, booster dengan menggunakan vaksin yang sama separuh dosis (0,25
ml). Kemudian vaksin primer Janssen (J&J), maka untuk booster dengan menggunakan Moderna
separuh dosis (0,25 ml).
Selanjutnya vaksin primer Sinopharm booster nya menggunakan vaksin Sinopharm juga
dengan dosis penuh (0,5 ml) (Kemenkes, 2021).
2. a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana tingkatan saturasi oksigen dari yang normal ke abnormal?
c. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

Berdasarkan kasus Temp 37,8C (Abnormal), sifat perubahan panas tersebut sangat
mempengaruhi masalah klinis yang dialami setiap orang, menurut WHO suhu tubuh normal
manusia berkisar 36,5-37,5 °C (Wangean, 2016). Dapat disimpulkan dengan suhu lebih dari
37,5 °C, maka orang tersebut termasuk ke dalam kategori demam.

Mekanisme demam : IL-1, TNFα dan IL-6. Ini masuk ke sirkulasi dan mencapai sel-sel
endotelhipotalamus. Dari sel-sel ini, PGE2 adalah dilepaskan ke otak dan berikatan dengan EP3
di sel-sel dalam termoregulasi hipotalamus tengah. PGE2 menginduksi pelepasan siklik AMP
(cAMP), yang kemudian bertindak untuk meningkatkan titik setel termostatik dari level normal
ke tingkat tinggi. Hasil set-point yang meningkat dalam mekanisme konservasi panas perifer
(vasokonstriksi) serta meningkat produksi panas metabolik sampai suhu darah yang
memandikan hipotalamus sesuai dengan set-point yang meningkat, mengakibatkan demam
(Dinarello, 2015).

Dinarello, C. A., Gatti, S., & Bartfai, T. 2015. Fever: Links with an ancient receptor.
Current Biology. vol, 9. no, 4. hh, 147-150.

d. Apa saja tingkatan kesadaran?


3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan spesifik?
4. a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
b. Bagimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan lain?
Mekanisme abnormal kadar Hemoglobin
Hb: 11 gr/dl = anemia :
Protein dari virus dari sars cox 2 menyerang sel darah merah dan zat besi→ zat besi yang
mengikat sel darah merah rusak → Kadar Hb menurun →anemia (Mus et.al, 2020).
Mekanisme abnormal Leukosit.
Leukosit : 14.000/mm3 = Leukositosis :
Invasi virus pada saluran pernafasan melalui reseptor ACE 2 → menyerang sel target melalui
protein CD147 → peningkatan kadar IL-6 yang merupakan sitokin polipeptida serta c-reactive
protein yang mengkode proliferasi leukosit .

5. Bagaimana cara mendiagnosis?


6. Apa saja diagnosis banding pada kasus?
7. Apa Working Diagnosis pada kasus?
Suspect covid-19 tanpa gejala.

8. Apa Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada kasus?


9. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
10. Bagaimana prognosis pada kasus?

11. Apa SKDI pada kasus?


SKDI terkait kasus 4A Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas

2.7 NNI
1. HR. Muslim : rasullah menyatakan tidak ada penyakit menular dan menyukai perkataan baik
2. HR. Ibnu Majah : Unta sehat dan unta sakit
3. QS. Al-Baqarah ayat 222
4. HR. Tirmizi
Artinya “Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan, Bersih (suci) dan mencintai
kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan, bagus dan mencintai kebagusan, bersihkanlah
rumahmu….”
Hubungan dengan kasus : kita harus menjaga kebersihan kita seperti mencuci tangan agar
dapat terhindar dari paparan virus covid-19.

Kak Nabila : 1a, 1L, 1w, 5, 1e, 1p, 2a, 9, 1i, 1t, 3, NNI 2

Tata : 1b, 1m, 1x, 6, 1f, 1q, 2b, 10, 1j, 1u, 4a, NNI 3

Lidia : 1c, 1n, 1y, 7, 1g, 1r, 2c, 11, 1k, 1v , 4b, NNI 4

Calya : 1d, 1o, 1z, 8, 1h, 1s, 2d, 1a, 1l, 1w, 5

Luthfia : 1e, 1p, 2a, 9, 1i, 1t, 3, 1b, 1m, 1x, 6

Yudha : 1f, 1q, 2b , 10, 1j,1u, 4a, 1c, 1n, 1y, 7

Irzan : 1g, 1r, 2c, 11, 1k, 1v, 4b, 1d, 1o, 1z, 8

Dinda : 1h, 1s, 2d, 1a, 1l, 1w, 5, 1e, 1p, 2a, 9

Adel : 1i, 1t, 3, 1b, 1m, 1x, 6, 1f, 1q, 2b, 10

Naura : 1j, 1u , 4a, 1c, 1n, 1y, 7, 1g, 1r, 2c, 11


Zakia : 1k, 1v, 4b, 1d, 1o, 1z, 8, 1h, 1s, 2d, NNI 1

Anda mungkin juga menyukai