VIRUS COVID-19
OLEH :
NAHDA
20176523067
Laporan Pendahuluan
Covid-19
Disusun Oleh:
A. PENGERTIAN TEORI
Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk
dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski
disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19
memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal
kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.
B. HAKIKAT TEORI
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan
sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan
memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen,
atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan outbreak di
kemudian hari.
Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) menggunakan
reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada
traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor
masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan
sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding
domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran
antara sel virus dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam
sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab
dan membentuk kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan
mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan
protein struktural dan tambahan.
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein
nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel
yang terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius
bawah, yang kemudian menyebabkan gejala pada pasien
D. ETIOLOGI
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama
spesies severe acute respiratory syndrome virus corona 2 yang disebut SARS-
CoV-2.
SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-
stranded RNA yang positif. Morfologi virus corona mempunyai proyeksi
permukaan (spikes) glikoprotein yang menunjukkan gambaran seperti
menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan polaritas positif 27-32
kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N), protein
matriks (M), glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung, dan protein
aksesoris lainnya.
Famili coronaviridae memiliki empat generasi coronavirus, yaitu alpha
coronavirus (alphaCoV), betacoronavirus (betaCoV), deltacoronavirus (deltaCoV
),dan gamma coronavirus (gammaCoV). AlphaCoV dan betaCoV umumnya
memiliki karakteristik genomik yang dapat ditemukan pada kelelawar dan hewan
pengerat, sedangkan deltaCoV dan gammaCoV umumnya ditemukan pada spesies
avian.
SARS-CoV-2 termasuk dalam kategori betaCoV dan 96,2% sekuens genom
SARS-CoV-2 identik dengan bat CoV RaTG13. Oleh sebab itu, kelelawar
dicurigai merupakan inang asal dari virus SARS-CoV-2. Virus ini memiliki
diameter sebesar 60–140 nm dan dapat secara efektif diinaktivasi dengan larutan
lipid, seperti ether (75%), ethanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam
peroksi asetat, dan kloroform. SARS-CoV-2 juga ditemukan dapat hidup pada
aerosol selama 3 jam. Pada permukaan solid, SARS-CoV-2 ditemukan lebih stabil
dan dapat hidup pada plastik dan besi stainless selama 72 jam, pada tembaga
selama 48 jam, dan pada karton selama 24 jam.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Masing-masing orang memiliki respons yang berbeda terhadap COVID-19.
Sebagian besar orang yang terpapar virus ini akan mengalami gejala ringan hingga
sedang, dan akan pulih tanpa perlu dirawat di rumah sakit.
3. Hipoksemia
6. Trauma berat
a. Inhalasi oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), terdapat dua sistem inhalasi oksigen
yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1. Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang
memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola
pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan
menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka
dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
Perkusi
Vibrasi
Postural drainase
Penghisapan lendir
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Data demografi
2. Riwayat Kesehatan
b. Riwayat penyakit
Nyeri
Paparan lingungan
Batuk
Bunyi nafas
Faktor resiko penyakit paru
Frekuensi infeksi pernapasan
Masalah penyakit paru masa lalu
Riwayat penggunaan obat
c. Kebiasaan promosi kesehatan : kebiasaan merokok, kebiasaan dalam
bekerja yang dapat memperberat masalah oksigenasi
d. Stressor yang dialami
e. Status mental dan atau kondisi kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Postur tubuh
b. Palpasi
d. Auskultasi
4. Pemeriksaan diagnostik
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan
masalah oksigenasi adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x Airway management
24 jam - Jaga kepatenan jalan napas: buka jalan napas,
tidak efektif
Respiratory : airway patency suction, fisioterapi dada sesuai indikasi
- Klien mampu mengidentifikasi dan mencegah - Monitor pemberian oksigen, vital sign tiap ....
Subyektif : faktor yang dapat menghambat jalan napas jam
- Sulit bicara - Menunjukan jalan napas yang paten: klien tidak - Monitor status respirasi: adanya suara
merasa tercekik, tidak terjadi aspirasi, frekuensi tambahan
- Dispnea napas dalam rentang normal - Ajarkan teknik nafas dalam dan batuk napas
- Ortopnea - Tidak ada suara napas abnormal efektif
- Tidak ada bunyi napas tambahan - Kolaborasi dengan tim medis pemberian O2,
Obyektif :
- Mampu mengeluarkan sputum dari jalan napas bronkodilator, terapi nebulizer, insersi jalan
- Sputum berlebih nafas, dan pemeriksaan laboratorium: AGD
- Terdengar suara
Suction
mengi / wheezing, - Monitor dan catat tipe dan jumlah sekret
dan / ronkhi kering pencegahan aspirasi
- Monitor saturasi oksigen dan status
- Frekuensi napas hemodinamik selama dan setelah suction
Berubah
Pencegahan Aspirasi
- Bunyi napas - Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk,
Menurun muntah, dan kemampuan menelan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30-45
- Pola napas berubah derajat setelah makan untuk mencegah
aspirasi dan mengurangi dispnea
I. Rencana Keperawatan
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x Airway management
efektif 24 jam - Pantau adanya pucat dan sianosis
Respiratory : ventilation - Pantau efek obat pada status respirasi
Subyektif : - Ekspirasi dada simetris - Pantau bunyi respirasi, pola respirasi, dan
- Tidak terdapat pengunaan otot bantu pernapasan vital sign
- Dispnea - Tidak terdengar bunyi napas tambahan - Kaji TTV dan adanya sianosis
- Ortopnea - TTV dalam batas normal - Kaji adanya penurunan ventilasi dan bunyi
- Fungsi paru menunjukkan nilai dalam batas napas tambahan, serta kebutuhan insersi
Obyektif : normal jalan napas
- Monitor pola pernapasan (bradipnea,
- Penggunaan otot takipnea, hiperventilasi) : kecepatan, irama,
bantu pernapasan kedalaman, dan usaha respirasi
- Monitor tipe pernapasan :kussmaul, cheyne
- Fase ekspirasi
stoker, biot
memanjang - Pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan
- Pola napas - Informasikan dan ajarkan kepada klien dan
abnormal keluarga tentang teknik relaksasi
- Pernapasan cuping - Kolaborasi dengan tim medis untuk program
hidung terapi, pemberian oksigen, bronkodilator,
nebulizer, serta pemeriksaan medis
- Tekanan ekspirasi /
inspirasi menurun
DAFTAR PUSTAKA
Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pmemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien
Dengan Congestive Heart Failure (CHF) di IRNA Penyakit Dalam RSUP DR. M.
Djamil Padang Tahun 2017. Padang; Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta; Penerbit Salemba Medika.
Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya;
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5.
Jakarta; Penerbit Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.