Anda di halaman 1dari 8

Nama : Eva Ristiningrum

NIM : 1810201173
Kelas : PSIK 6C/3
Matkul : Keperawatan Komunitas II
TUGAS :
1. Menyusun riwayaat perjanan alamiah penyakit Covid-19 (Prepathogenesis,
Pathogenesis (subklinis, klinis dan konvalensen)
Secara umum tahapan riwayat alamiah penyakit adalah sejak ada pajanan
hingga penyakit sembuh, sakit, cacat, atau kambuh. Penyakit Covid-19 merupakan
salah satu penyakit menular periode riwayat alamiah penyakit menular dibagi dalam 4
stase (tahapan) yaitu
a. Tahap Prepathogenesis
Tahap prepathogenesis disebut juga sebagai tahap awal proses etiologis. Pada
tahap ini terjadi interaksi antar host, bibit penyakit dan lingkungan. Pada kondisi
ini penyakit belum teridentifikasi karena sistem imun masih kuat sehingga kondisi
masih dinyatakan sehat. coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus
dengan nama spesies severe acute respiratory syndrome virus corona 2 yang
disebut SARS-CoV-2.
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV). Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam
genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah
Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu
Sarbecovirus. Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada
umumnya. Sekuens SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang
diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal
dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia, mamalia dan
burung diduga sebagai reservoir perantara. SARS-CoV-2 memiliki struktur tiga
dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang hampir identik dengan
SARS-CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap
angiotensinconverting-enzyme 2 (ACE2).
Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan virus mampu
masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2. Virus ini secara efektif dapat
diinaktivasikan dengan larutan lipid, seperti ether (75%), ethanol, disinfektan yang
mengandung klorin, asam peroksi asetat, dan kloroform. SARS-CoV-2 juga
ditemukan dapat hidup pada aerosol selama 3 jam. Pada permukaan solid, SARS-
CoV-2 ditemukan lebih stabil dan dapat hidup pada plastik dan besi stainless
selama 72 jam, pada tembaga selama 48 jam, dan pada karton selama 24 jam.
Hasil genom SARS-CoV-2, kelelawar dipercayai menjadi inang asal. Namun,
inang perantara karier dari virus ini masih belum diketahui secara pasti. Transmisi
antarmanusia dapat terjadi melalui droplet yang dikeluarkan saat individu yang
terinfeksi batuk atau bersin pada jarak ± 2 meter. Droplet yang hinggap pada mulut
atau hidung dapat terinhalasi ke paru-paru dan menyebabkan infeksi. Kontak pada
barang yang sudah terkontaminasi oleh droplet pasien COVID-19, yang diikuti
dengan sentuhan pada mulut, hidung, atau mata tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu juga dapat menjadi salah satu transmisi penyebaran virus. Faktor risiko
utama dari penyakit COVID-19 adalah:
 Riwayat bepergian ke area yang terjangkit COVID-19
 Kontak langsung terhadap pasien yang sudah dikonfirmasi COVID-19.
faktor risiko yang mungkin dapat meningkatkan risiko mortalitas pada pasien
COVID-19, antara lain:
 Usia >50 tahun
 Pasien imunokompromais, seperti HIV
 Hipertensi
 Diabetes Melitus
 Penyakit keganasan, seperti kanker paru
 Penyakit kardiovaskular, seperti gagal jantung
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Disfungsi koagulasi dan organ
 Wanita hamil
 Skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) yang tinggi
 Neutrofilia
b. Tahap Pathogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak
jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui. Pada
manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang
melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan
membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope
spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-
2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis
protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul
di permukaan sel.
Pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel, genom RNA
virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua
poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk
bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam
membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan
nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel
virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap
akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran
plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru.
Protein S dilaporkan sebagai determinan yang signifikan dalam masuknya
virus ke dalam sel pejamu. masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan
fusi antara membran virus dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini,
protein S2’ berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi
terjadinya proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga
clathrindependent dan clathrin-independent endocytosis yang memediasi
masuknya SARS-CoV ke dalam sel pejamu.
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan
jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat
menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun
yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen
presentation cells (APC). Presentasi antigen virus terutama bergantung pada
molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas II
juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons
imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang
spesifik terhadap virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG
terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12
dan IgG dapat bertahan jangka panjang. Virus memiliki mekanisme untuk
menghindari respons imun pejamu. SARS-CoV dapat menginduksi produksi
vesikel membran ganda yang tidak memiliki pattern recognition receptors (PRRs)
dan bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu.
 Subklinis
Pada tahap ini disebut juga sebagai masa inkubasi atau latensi. Tahap
ini merupakan tahapan masuknya bibit penyakit sampai sesaat sebelum
timbulnya gejala. Pada tahap ini terjadi daya tahan tubuh tidak kuat, penyakit
berjalan terus, terjadi gangguan pada bentuk fungsi tubuh dan penyakit makin
bertambah hebat dan timbul gejala. Tahap ini dimulai sejak timbulnya gejala-
gejala dan tanda-tanda penyakit. Pada penyakit Covid-19 yang termasuk
kategori subklinis adalah orang-orang yang tidak menunjukan gejala sama
sekali tetapi sudah terinfeksi virus Covid-19. Sama seperti penyakit infeksi
lainnya Covid-19 memiliki masa inkubasi. Proses penyakit dapat menyebabkan
penyakit yang berkisar dari ringan hingga parah atau fatal. Virus SARS-Cov-2
diklasifikasikan menjadi empat perbedaan utama: diklasifikasikan menjadi
empat perbedaan utama: virus α− / β− / γ− / δ Coronavirus. Diantaranya dapat
menyebabkan infeksi ringan di saluran pernapasan atas dan bawah, sementara
yang lain dapat menyebabkan gejala serius yang dapat menyebabkan kegagalan
pernapasan. Infeksi SARS-Cov-2 dapat terjadi dengan demam, kelelahan dan
batuk kering, dalam kasus yang parah, dengan pneumonia, sindrom pernapasan
akut, kegagalan multi organ termasuk ginjal dan kematian.
 Klinis
Fase klinis terdiri dari 3-tahap yang memiliki 3 tingkat keparahan yang
sesuai dengan temuan klinis yang berbeda yaitu :
Tahap I (Ringan)-Infeksi dini. Tahap awal terjadi pada saat inokulasi
dan awal pembentukan penyakit. Bagi kebanyakan orang, ini melibatkan
periode inkubasi yang terkait dengan gejala ringan dan sering non spesifik
seperti malaise, demam dan batuk kering. Selama periode ini, nCov 2019
bertempat tinggal di dalam host, terutama berfokus pada sistem pernapasan.
Diagnosis pada tahap ini dapat dikonfirmaasi menggunakan PCR, tes serum
untuk SARS-CoV-2 IgG dan IgM, bersama dengan foto thorax, jumlah darah
lengkapdan tes fungsi hati.
Tahap II (Moderat)- Keterlibatan paru dengan hipoksia. Pada tahap
kedua penyakit paru yang terbentuk akibat penggandaan virus dan peradangan
lokal di paru. Selama tahap ini, pasien mengalami batuk, demam dan mungkin
hipoksia (didefinisikan sebagai PaO2/FiO2 dari < 300 mmHg). Pencitraan
dengan roentgenogram dada atau CT scan menggambarkan infiltrasi bilateral
atau opasitas ground glass. Tes darah menunjukkan meningkatnya limfopenia.
Penanda peradangan sistemik meningkat, tetapi tidak begitu signifikan, pada
tahap ini sebagian besar pasien dengan COVID-19 akan perlu dirawat di rawat
inap untuk pengamatan dan manajemen dekat. Pengobatan terutama akan
terdiri dari tindakan suportif dan tersedia terapi anti-virus. Penggunaan
kortikosteroid pada pasien dengan COVID-19 dapat dihindari.Namun, jika
hipoksia terjadi kemudian, ada kemungkinan bahwa pasien akan membutuhkan
ventilasi mekanik dan dalam situasi itu, penggunaan terapi anti inflamasi
seperti dengan kortikosteroid mungkin berguna dan dapat bekerja dengan baik.
Tahap III (Berat)- Peradangan sistemik. Beberapa pasien COVID-19
akan beralih ke tahap ketiga dan mwerupakan yang paling parah dari seluruh
stadium yang memanifestasikan sebagai sindrom hiperperadangan sistemik
ekstra-paru. Pada tahap ini, penanda peradangan sistemik tampak meningkat.
 Konvalensen
Konvalensen adalah salah satu jenis terapi pengobatan yang dapat
digunakan untuk menangani pasien yang positif Covid-19 .
2. Menyusun diagnosa keperawatan komunitas pada kasus Covid-19 dimasyarakat
a. Defisiensi pengetahuan masyarakat berhubungan dengan kurang informasi, kurang
sumber pengetahuan, kurang minat untuk belajar.
b. Kesiapan meningkatkan pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi.
c. Ketidakefektifan Koping Komunitas berhubungan dengan pajamas Covid-19.
d. Defisit kesehatan komunitas
3. Pilih salah satu diagnosa buat NOC dan NIC
a. Defisiensi pengetahuan masyarakat berhubungan dengan kurang informasi, kurang
sumber pengetahuan, ketidakcukupan ahli di komunitas
1. NOC
Primer
 Perilaku promosi kesehatan
 Menghindari perilaku yang beresiko
 Memonitor lingkungan terkait dengan resiko
 Mendukung kebijakan publik yang sehat
 Menggunakan sumber finansial untuk meningkatkan kesiapsiagaan
 Menggunakan dukungan sosial untuk meningkatkan kesiapsiagaan
Sekunder
 Kesiapan komunitas terhadap bencana
 Identifikasi tipe bencana potensial
 Rencana tertulis untuk triase
 Keterlibatan dalam lembaga pentinb dalam perencanaan
2. NIC
Primer
 Pendidikan kesehatan
 Targetkan sasaran pada kelompok beresiko tinggi dan rentang usia yang
akan mendapat manfaat besar dari pendidikan kesehatan.
 Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan
 Identifikasi sumber daya
 Tekankan manfaat Kesehatan positif yang langsung atau manfaat jangka
pendek yang bisa diterima masyarakat
 Kembangkan materi pendidikan tertulis yang tersedia dan sesuai dengan
sasaran
 Berikan ceramah untuk menyampaikan informasi dalam jumlah besar
 Pengaruhi pengemban kebijakan yang menjamin pendidikan kesehatan
sebagai kepentingan masyarakat.
Sekunder
 Managemen lingkungan komunitas
 Berpartisifasi dalam tim multidisiplin untuk mengidentifikasi ancaman
terhadap kesehatan dikomunitas
 Berpartisipasi dalam program dikomunitas untuk mengatasi resiko yang
sudah diketahui
 Berkolaborasi dalam mengembangkan program aksi dikomunitas
 Dorong lingkungan untuk berpartisipasi aktif dalam keselamatan
komunitas
 Lakukan program edukasi untuk kelompok beresiko
Tersier
 Peningkatan kesehatan komunktas
 Bentuk satuan petugas / satgas, termasuk anggota masyarakat yang tepat,
untuk memeriksa kebutuhan prioritas atau masalah
 Identifikasi alternatif pendekatan untuk mengatasi kebutuhan atau
masalah
 Evaluasi alternatif pendekatan terkait dengan rincian biaya kebutuhan
sumber daya, kelayakan dan kegiatan yang dibutuhkan
 Identifikasi sumber daya dan kendala terhadap pelaksanaan program
 Rencanakan evaluasi program
 Fasilitasi penerapan program oleh kelompok atau komunitas
 Pantau kemajuan pelaksanaan program
 Evaluasi program terkait relevansi, efisiensi, dan efektivitas biaya
Modifikasi dan sempurnakan program.

Anda mungkin juga menyukai