Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Corona (Covid-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Corona Virus yang baru ditemukan. Sebagian besar orang
yang terinfeksi COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan
hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang
yang lebih tua, dan mereka memiliki masalah medis mendasar seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis dan kanker
lebih mungkin berkembang menjadi penyakit yang lebih serius.1
Virus corona adalah kelompok virus terbesar dalam ordo Nidovirales.
Semua virus dalam ordo Nidovirales adalah nonsegmented positive-sense
RNA viruses. Virus corona termasuk dalam familia Coronaviridae, sub
familia Coronavirinae, genus Betacoronavirus, subgenus Sarbecovirus.
Lebih jauh dijelaskan bahwa subgenus Sarbecovirus meliputi Bat-SL-
CoV, SARS-CoV dan 2019-nCoV. Virus corona berbentuk bulat dengan
diameter sekitar 125 nm seperti yang digambarkan dalam penelitian
menggunakan cryo-electron microscopy. Partikel virus corona
mengandung empat protein struktural utama, yaitu protein S (spike
protein) yang berbentuk seperti paku, protein M (membrane protein),
protein E (envelope protein), dan protein N (nucleocapside protein).2
Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei di China tengah, adalah provinsi
ketujuh terbesar di negara itu dengan populasi 11 juta orang. Pada awal
Desember 2019 seorang pasien didiagnosis menderita pneumonia yang
tidak biasa. Pada 31 Desember, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di
Beijing telah menerima pemberitahuan tentang sekelompok pasien dengan
pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya dari kota yang sama
(Parwanto MLE, 2020).Hingga tanggal 2 Juni 2020, secara global kasus

1
Covid-19 terkonfirmasi positif sebanyak 6.274.136 kasus, dan di Indonesia
mencapai 27.549 kasus terkonfirmasi, 13.213 kasus pasien dalam
pengawasan, 7.935 pasien sembuh dan 1.663 pasien meninggal dunia
akibat Corona Virus.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Karakteristik COVID-19


Corona virus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit
pernafasa mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis
coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan
gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia.4
Virus corona termasuk superdomain biota, kingdom virus. Virus
corona adalah kelompok virus terbesar dalam ordo Nidovirales. Semua
virus dalam ordo Nidovirales adalah nonsegmented positive-sense RNA
viruses. Virus corona termasuk dalam familia Coronaviridae, sub
familia Coronavirinae, genus Betacoronavirus, subgenus Sarbecovirus.

Gambar 2.1 SARS-Cov 2

Virus corona berbentuk bulat dengan diameter sekitar 125


nm seperti yang digambarkan dalam penelitian menggunakan cryo-
electron microscopy. Partikel virus corona mengandung empat protein

3
struktural utama, yaitu protein S (spike protein) yang berbentuk seperti
paku, protein M (membrane protein), protein E (envelope protein), dan
protein N (nucleocapside protein). Protein S (~ 150 kDa), protein M
(~25– 30 kDa), protein E (~8–12 kDa), sedangkan protein N terdapat di
dalam nukleokapsid. Analisis filogenetik mengungkapkan bahwa
virus corona termasuk dalam subgenus Sarbecovirus dari genus
Betacoronavirus, dengan panjang cabang yang relatif panjang untuk
kerabat terdekat bat-SL-CoVZC45 dan bat-SL-CoVZXC21, dan secara
genetik berbeda dari SARS-CoV. Khususnya, pemodelan homologi
mengungkapkan bahwa virus corona memiliki struktur receptorbinding
domain yang sama dengan SARS-CoV, meskipun terdapat variasi asam
amino pada beberapa residu utama. Meskipun virus corona lebih dekat
ke bat-SL-CoVZC45 dan bat- SLCoVZXC21di tingkat genom
keseluruhan, tetapi melalui analisis filogenetik dari receptor- binding
domain ditemukan bahwa virus corona lebih dekat dengan garis
keturunan SARS-CoV. Dewasa ini WHO memberi nama severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS- CoV-2) yang menjadi
penyebab penyakit COVID-19.2

2.2. Etiologi
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia
ke manusia melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang
yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat
dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19.4
Berdasarkan temuan investigasi genom dan keberadaan beberapa
kelelawar dan hewan hidup di pasar makanan laut di Wuhan, SARS-CoV-
2 mungkin berasal dari kelelawar atau kotoran kelelawar yang terkait
dengan bahan terkontaminasi di pasar atau wilayah sekitarnya.5

2.3. Patogenesis dan Patofisiologi


Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di
hewan. Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan

4
kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi,
kuda, kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu
virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang
dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vector untuk penyakit
menular tertentu.6
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa
ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan
sumber utama untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS)
dan Middle East respiratory syndrome (MERS). Namun pada kasus SARS,
saat itu host intermediet (masked palm civet atau luwak) justru ditemukan
terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai host alamiah. Barulah pada
penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai host
intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host
alamiahnya. Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari
manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses
dan oral. 6

Gambar 2.2 Ilustrasi Transmisi COVID-196

Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.


Virus tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus
setelah menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan

5
dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S yang ada
dipermukaan virus.5 Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies
host-nya serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-CoV protein S
berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin-
converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan
nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel
enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.20 Setelah
berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom
virus. Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA
melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap
selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus. 12 Berikut gambar siklus
hidup virus (gambar 3).6
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas
kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus
hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut
terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh
beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa
inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari. 6
Pada group dari SARS-CoV-2 ditemukan di kelelawar sehingga
diduga host alami atau utama dari SARS-CoV-2 adalah kelelawar.
Coronavirus tipe baru ini dapat bertransmisi dari kelelawar kemudian
host perantara kemudian manusia melalui mutasi evolusi.5 Ada
kemungkinan banyak host perantara dari kelelawar ke manusia yang belum
dapat diidentifikasi.5 Coronavirus baru, memproduksi variasi antigen
baru dan populasi tidak memiliki imunitas terhadap strain mutan virus
sehingga dapat menyebabkan pneumonia. Pada kasus ini ditemukan
kasus “super-spreader” yaitu dimana virus bermutasi atau beradaptasi di
dalam tubuh manusia sehingga memiliki kekuatan transmisi yang sangat
kuat dan sangat infeksius. Satu pasien menginfeksi lebih dari 3 orang
dianggap super-spreader, jika lebih dari 10 lebih tepat lagi dikatakan super
spreader. 6

6
Secara patofisiologi, pemahaman mengenai COVID-19 masih
perlu studi lebih lanjut. Pada SARS-CoV-2 ditemukan target sel
kemungkinan berlokasi di saluran napas bawah.2 Virus SARS-CoV-2
Sekuens dari RBD (Reseptor-binding domain) termasuk RBM (receptor-
binding motif) pada SARS-CoV-2 kontak langsung dengan enzim ACE 2
(angiotensin-converting enzyme 2). Hasil residu pada SARS-CoV-2
RBM (Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia, konsisten
dengan kapasitas SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. Beberapa
residu kritis lain dari SARS-CoV-2 RBM (Asn501) kompatibel
mengikat ACE2 pada manusia, menunjukkan SARS-CoV-2 mempunyai
kapasitas untuk transmisi manusia ke manusia. Analisis secara analisis
filogenetik kelelawar menunjukkan SARS-CoV-2 juga berpotensi
mengenali ACE 2 dari beragam spesies hewan yang menggunakan
spesies hewan ini sebagai inang perantara.22 Pada penelitian 41 pasien
pertama pneumonia COVID-19 di Wuhan ditemukan nilai tinggi dari
IL1β, IFNγ, IP10, dan MCP1, dan kemungkinan mengaktifkan respon
sel T-helper-1 (Th1).2 Selain itu, berdasarkan studi terbaru ini, pada
pasien-pasien yang memerlukan perawatan di ICU ditemukan
konsentrasi lebih tinggi dari GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, dan TNFα
dibandingkan pasien yang tidak memerlukan perawatan di ICU.2 Hal
tersebut mendasari kemungkinan adanya cytokine storm yang berkaitan
dengan tingkat keparahan penyakit. Selain itu, pada infeksi SARS-CoV- 2
juga menginisiasi peningkatan sekresi sitokin T-helper-2 (seperti IL4 dan
IL10) yang berperan dalam menekan inflamasi, yang berbeda dengan
infeksi SARS-CoV. 6

2.4. Gejala Klinis


Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan
kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue,
mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain.
Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan

7
secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang
sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa
hari. Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai
dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian
kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat
muncul jika terinfeksi. 6

a. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul


berupa gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul
seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok,
kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu
diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau
atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai
dengan demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien
tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau
napas pendek. 6

b. Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak.


Namun tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan
pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau
tampak sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa adanya tanda
pneumonia berat. 6

Definisi takipnea pada anak:

● < 2 bulan : ≥ 60x/menit

● 2-11 bulan : ≥ 50x/menit

8
● 1-5 tahun : ≥ 40x/menit. 6

c. Pneumonia berat

Pada pasien dewasa :

 Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi


saluran napas
 Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >
30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi oksigen
pasien <90% udara luar. 6

Pada pasien anak-anak:

 Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara


kondisi berikut: - Sianosis central atau SpO2 <90%

9
 Distress napas berat (retraksi dada berat)
 Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau
minum; letargi atau penurunan kesadaran; atau kejang)

Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan


diagnosis klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang
tidak menunjukkan komplikasi. 6

d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu


setelah diketahui kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS
berdasarkan kondisi hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan
oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen inspirasi (FIO ₂)
kurang dari< 300 mmHg.

 ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg


(dengan PEEP atau CPAP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi)
 ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan
PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi
 ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5
cmH2O atau tanpa diventilasi
 Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS
(termasuk pasien tanpa ventilasi). 6

e. Sepsis

Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh


terhadap suspek infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai
disfungsi organ. Tanda disfungsi organ perubahan status mental,

10
susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen rendah,
keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau
terdapat bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis,
tinggi laktat atau hiperbilirubinemia.6

Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis


sepsis dari nilai 0-24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi
(hipoksemia melalui tekanan oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi
(trombositopenia), liver (bilirubin meningkat), kardivaskular
(hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran dihitung dengan
Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin berkurang atau tinggi
kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin. 6

Pada anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi


dan ≥ 2 kriteria systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang
salah satunya harus suhu abnormal atau hitung leukosit. 6

f. Syok Septik

Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi


volum adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk
mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan serum laktat > 2 mmol/L.

Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan


sistolik < persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik
normal berdasarkan usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut :

● Perubahan status mental

● Bradikardia atau takikardia

11
- Pada balita: frekuensi nadi <90 x/menit atau >160x/menit

- Pada anak-anak: frekuensi nadi <70x/menit atau


>150x/menit

● Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi


hangat dengan bounding pulse

● Takipnea

● Kulit mottled atau petekia atau purpura

● Peningkatan laktat

● Oliguria

● Hipertemia atau hipotermia. 6

2.5. Diagnosis
2.5.1. Definisi kasus
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible

1) Seseorang yang mengalami:

 Demam (≥380C) atau riwayat demam


 Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
 Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau
gambaran radiologis. (pada pasien immunocompromised
presentasi kemungkinan atipikal)
 DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
o Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau
wilayah/ negara yang terjangkit* dalam 14 hari
sebelum timbul gejala
o Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama
setelah merawat pasien infeksi saluran

12
pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui
penyebab / etiologi penyakitnya, tanpa
memperhatikan riwayat bepergian atau tempat tinggal.

ATAU

2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan


sampai berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset
gejala:

 Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau


probable COVID-19, ATAU
 Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi), ATAU
 bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan Kesehatan
dengan kasus terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-
19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit.
 Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam
(suhu ≥38OC) atau riwayat demam. 6

b. Orang dalam Pemantauan

Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat


demam tanpa pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke
Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu
atau lebih riwayat paparan diantaranya:

 Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19


 Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang
berhubungan dengan pasien konfirmasi COVID-19 di
Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan
perkembangan penyakit),

13
 Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan
penular sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara
yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit. 6

c. Kasus Probable

Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19


tetapi inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang
dengan hasil konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta
coronavirus. 6

d. Kasus Terkonfirmasi

Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19. 6

2.5.2. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau
beratnya manifestasi klinis.
 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen
dapat normal atau turun.
 Dapat disertai retraksi otot pernapasan

14
Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis
dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi,
suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar. 6

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya :
1. Pemeriksaan radiologi yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.
2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah.
 Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan
orofaring)
 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal).
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
 Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau
menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien
LED dan CRP meningkat.
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot
meningkat)
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, D- dimer
meningkat.
 Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis).

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas


(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah
untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik.

15
Namun, jangan menunda terapi antibiotik dengan menunggu
hasil kultur darah).
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan
penularan).6

2.6. Tatalaksana
Deteksi dini dan pemilahan pasien yang berkaitan dengan infeksi
COVID-19 harus dilakukan dari mulai pasien datang ke Rumah Sakit.
Triase merupakan garda terdepan dan titik awal bersentuhan dengan
Rumah Sakit sehingga penting dalam deteksi dini dan penangkapan
kasus. Selain itu, Pengendalian Pencegahan Infeksi (PPI) merupakan
bagian vital terintegrasi dalam managemen klinis dan harus diterapkan dari
mulai triase dan selama perawatan pasien. 6
Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan
prinsip-prinsip yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri
pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam, managemen limbah
medis, pembersihan dan desinfektan peralatan di RS serta pembersihan
lingkungan RS. Berikut penjelasan singkat terkait kewaspadaan
pencegahan penularan di Rumah Sakit (akan dijelaskan lebih detail
pada bagian pencegahan dan pengendalian infeksi). 6

16
Terapi dan Monitoring

17
1. Isolasi pada semua kasus
2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
3. Serial Foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit
4. Suplementasi oksigen
5. Kenali kegagalan nafas dan hipoksemia berat
6. Terapi cairan adekuat pada pasien syok
7. Pemberian antibiotic empiris
8. Terapi simptomatik
9. Terapi komorbid pasien

10. Observasi6

Untuk penatalaksanaan spesifik untuk COVID-19, saat ini belum


ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada COVID-19. Belum
ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang terbukti
efektif. Pada studi terhadap SARS- CoV, kombinasi lopinavir dan
ritonavir dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan
lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada
infeksi COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya
boleh diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau
melalui Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions
Framework (MEURI), dengan pemantauan ketat. Selain itu, saat ini
belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini.6

2.7. Pencegahan
Saat ini masih belum ada vaksin untuk mencegah infeksi COVID-
19.26 Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah dengan menghidari
terpapar virus penyebab. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
penularan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Beberapa upaya
pencegahan yang dapat dilakukan pada masyarakat :
 Cuci tangan anda dengan sabun dan air sedikitnya selama 20 detik.

18
 Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan
yang belum dicuci.
 Sebisa mungkin hidari kontak dengan orang yang sedang sakit.
 Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saat
anda sakit atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai,
jangan banyak beraktifitas di luar.
 Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan tissue.
Buang tissue pada tempat yang telah ditentukan.
 Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan
benda yang sering disentuh.
 Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan
penularan penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19.
Akan tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk
melindungi seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai
dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus
dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha
pencegahan lainnya.
 Pengunaan masker medis tidak sesuai indikasi bisa jadi tidak perlu,
karena selain dapat menambah beban secara ekonomi, penggunaan
masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat
membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan
lain yang sama pentingnya seperti hygiene tangan dan perilaku
hidup sehat.6

19
BAB III

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PASIEN COVID-19

3.1 Chest X-Ray pada Pasien Covid-19

Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi


subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan ground- glass.
Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan
perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan
kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan
infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru
bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang). 6

Gambar 3.1. Tampak gambaran ground-glass radioopak bilateral


pada CXR pasien covid-19.7

Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-


lung” dan efusi pleura (jarang). Berikut perubahan progresif pada lapangan

20
paru pasien Covid-19 dengan jumpai konsolidasi bilateral hingga
mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome pada hari ke 3 setelah
masuk Rumah Sakit.7

Gambar 3.2. CXR pada saat masuk RS.7

21
Gambar 3.3 CXR pada hari ke-1.7

22
Gambar 3.4. CXR pada hari ke-2.7

20
Gambar 3.5 CXR pada hari ke-3.7

3.2. Gambaran CT-Scan Toraks Pasien Covid-

Beberapa organisasi radiologis telah menyatakan bahwa CT tidak boleh


digunakan sebagai alat diagnostik untuk COVID-19. Pada 16 Maret 2020,
American-Singaporean Panel menerbitkan bahwa temuan CT bukan bagian dari
kriteria diagnostik untuk COVID-19. Meskipun demikian, temuan CT telah
digunakan sebagai tes diagnostik pengganti selama ini.1

Gambaran utama CT-Scan pada orang dewasa telah dilaporkan sebagai


berikut :8

- ground-glass opacities (GGO): bilateral, subpleural, peripheral


- crazy paving appearance (penipisan inter-/intra-lobular septal)
- air space consolidation
- penipisan bronkovaskular pada lesi

21
- traction bronchiectasis
- Ground-glass opacities biasanya ditemukan bilateral, periferal, dan pada
daerah basal.

Gambar 3.6. CT Toraks Transversal, laki-laki 40 tahun, menunjukkan multiple


lobular bilateral dan area subsegmental konsolidasi hari ke-15 setelah onset
gejala. 8

22
Gambar 3.7. CT Toraks transversal, wanita 53 tahun, opasitas ground-glass
bilateral dan area subsegmental konsolidasi, hari ke-8 setelah onset gejala. 8

Gambar 3.8. Bilateral ground-glass opacity setelah 12 hari onset gejala.8

23
BAB IV

KESIMPULAN

Severe acure respiratory syndrome coronasvirus 2 (SARS-CoV- 2) adalah


virus baru yang pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, Tiongkok Tengah dan
telah menyebar ke beberapa negara. Pada akhirnya WHO memberikan nama
COVID-19 pada penyakit akibat coronavirus jenis baru tersebut. Penyakit ini
mendorong pihak berwenang di banyak negara untuk mengambil tindakan
pencegahan.. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa dunia
harus siap menghadapi adanya wabah baru COVID-19.

Hingga 2 Juni 2020, secara global kasus COVID-19 terkonfirmasi positif


sebanyak 6.274.136 kasus, dan di Indonesia mencapai 27.549 kasus terkonfirmasi,
13.213 kasus pasien dalam pengawasan, 7.935 pasien sembuh dan 1.663 pasien
meninggal dunia akibat Corona Virus.

Diagnosis yang tepat dapat mendeteksi kasus COVID-19 dan mencegah


penyebarannya kepada masyarakat karena virus ini mudah sekali menular antar
manusia, namun dapat bersifat asimtomatik. Salah satu alat diagnostik awal yang
dapat menjadi acuan diagnosis COVID-19 yakni pencitraan toraks baik menggunakan
Rongent dada maupun pencitraan Tomografi (CT-Scan). Temuan dapat berupa
gambaran konsolidasi opak ground-glass pada bilateral lapangan paru. Meskipun
pada akhirnya untuk menegakkan diagnosis COVID-19 dengan PCR dari sampel
swab nasofaring.

Pencegahan COVID-19 perlu diaplikasikan ke masyarakat untuk menurunkan


angka penularan yang sangat cepat dalam beberapa bulan terakhir. Beberapa upaya
pemerintah yang sudah dilakukan untuk mencegah penularan lebih lanjut berupa
phisycal distancing, PSBB, serta PHBS di masyarakat, diharapkan dapat menekan
penyebaran infeksi COVID-19 di Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO 2020 : World Health Organization, 2020, “Corona Virus Disease


(COVID-19)”.
2. Parwanto : Purwanto MLE, 2020, ‘Virus Corona (2019-nCoV)
penyebab COVID-19’, Jurnal Biomedika dan Kesehatan, Vol. III (1, Hal.
1-3)
3. PKK Kemkes : Pusat Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
4. Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020,
‘Pedoman dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)’,
Jakarta
5. Lai dkk : Lai CC, dkk, 2020, ‘ Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2) and coronavirus disease-2019 (COVID-
19): The epidemic and the challenges’, International Journal of
Antimicrobial Agents, Vol. LV, Hal. 1-9
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Covid-19. Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2020.
7. Edgar L. Covid-19-Rapidly Progressive Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS). Radiopaedia.
8. Daniel J, et al. Covid-19. Radiopaedia.

25
26

Anda mungkin juga menyukai