Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Coronavirus


Virus Korona ditemukan pada tahun 1960-an dan diklasifikasikan ke
dalam famili Coronaviridae, yang merupakan famili terbesar dalam ordo
Nidovirales. Famili Coronaviridae terbagi menjadi dua subfamili:
Orthocoronavirinae dan Torovirinae. Subfamili Orthocoronavirinae memiliki
anggota empat genus yaitu Alphacoronavirus, Betacoronavirus,
Gammacoronavirus, dan Deltacoronavirus (Gambar 2.1, Woo et al., 2010). Suatu
Tim kerja Coronaviridae Study Group (CSG), yang merupakan bagian dari
International Committee on Taxonomy of Viruses, menyampaikan pernyataan
konsensus yang sedikit berbeda dengan Woo et al. (2010) mengenai klasifikasi
virus SARS-CoV-2.
Taksonomi SARS-CoV-2 yang dinyatakan dalam jurnal Nature
Microbiology (Gorbalenya et al., 2020) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Riboviria
Ordo : Nidoverales
Subordo : Cornidovirineae
Famili : Coronaviridae
Subfamili : Orthocoronavirinae
Genus : Betacoronavirus
Subgenus : Sarbecovirus
Spesies : Severe acute respiratory syndrome-SARS-related coronavirus
Individu : SARS-CoVUrbani, SARS-CoVGZ-02, Bat SARS CoVRf1/2004,
Civet SARS CoVSZ3/2003, SARS-CoVPC4-227, SARSr-
CoVBtKY72, SARS-CoV-2 Wuhan-Hu-1, SARSr-CoVRatG13, dan
seterusnya.
Gambar 2.1 Klasifikasi virus Korona dalam famili Coronaviridae, subfamily
Orthocoronavirinae. Virus SARS-CoV-2 termasuk dalam genus Betacoronavirus
(Woo et al., 2010)

2.2 Etiologi
Coronavirus Disease (COVID-19) disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Kata corona dalam bahasa
Latin mengandung arti crown atau mahkota (Barcena et al., 2009; Neuman et al.,
2006). Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan
tidak bersegmen. Coronavirus termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil
analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang
sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory
Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus (Zhu N. et al., 2020).
Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan
nama SARS-CoV-2 (Gorbalenya AE., et al., 2020).
Gambar 2.1 Struktur Coronavirus (Shereen et al., 2020)

Coronavirus adalah jenis virus berselubung dengan selubung lipid bilayer


yang berasal dari membran sel inang. Virus ini memiliki diameter sekitar 50-
200nm dengan struktur virus yang dibentuk dari protein struktural seperti protein
spike (S), protein membrane (M), protein envelope (E), dan protein nucleocapsid
(N) serta protein hemaglutinin esterase (HE) yang terdapat pada beberapa jenis
Betacoronavirus (Wang et al., 2020b). Protein S, M, dan E melekat pada selubung
lipid bilayer, sedangkan protein N berinteraksi dengan RNA dan berlokasi di inti
partikel virus yang kemudian akan membentuk nucleocapsid (Fehr & Perlman,
2015). Protein S merupakan protein terglikosilasi kuat yang membentuk spike
homotrimerik pada permukaan virus dan menjadi perantara untuk virus masuk ke
dalam sel inang (Bosch et al., 2003). Protein S pada virus SARSCoV-2
membentuk domain S1 dan S2. Protein S tetap utuh pada partikel virus dan hanya
membelah dalam vesikel endocytic selama proses masuknya virus ke dalam sel
inang. (Xiao et al., 2003; Bosch et al., 2008).

2.3 Transmisi
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan
dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan
bertindak sebagai vector untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar, tikus
bambu, unta, dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk
coronavirus. Coronavirus pada kelelawar ,merupakan sumber utama untuk
kejadian Severe Acute Respiratory Illness (SARS) dan Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) (PDPI,2020). Adapun hewan liar seperti cerpelai dan
trenggiling berpotensi menjadi inang perantara dalam proses penularan SARS-
CoV-2 dari hewan ke manusia (Lam et al., 2020).
Penularan antar manusia (human to human) dapat terjadi melalui kontak
langsung, kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi
melalui sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran
napas yang keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau
menyanyi (Liu J et al.,2020 ; Chan et al, 2020 ; Huang C et al., 2020 ; Burke RM
et al., 2020; Hamner L, et al., 2020; Ghinai I et al., 2020; Pung R et al., 2020; Luo
L et al., 2020). Droplet saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm
sedangkan droplet yang berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei
atau aerosol (WHO, 2014)
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen infeksius
yang diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius
saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh (WHO, 2014).
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang yang
terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga terbentuk fomit
(permukaan yang terkontaminasi). Virus dan/atau SARS-CoV-2 yang hidup dan
terdeteksi melalui RTPCR dapat ditemui di permukaan-permukaan tersebut
selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung lingkungan sekitarnya
(termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan (Guo Z et al., 2020; Ong et
al., 2020; Pastorino B et al., 2020)

Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun,


transmisi secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat
terjadi. Bila memang dapat terjadi, data menunjukkan peluang transmisi vertikal
tergolong kecil. Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan air susu
ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan negative (Bai Y et al., 2020;
Chen H et al., 2020). SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna
berdasarkan hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus
dapat terdeteksi di feses, virusnya tetap terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak
terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini menguatkan dugaan
kemungkinan transmisi secara fekal-oral virusnya tetap terdeteksi dalam feses
walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini
menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral (Xiao F et al.,
2020).

2.4 Patogenesis
Secara umum, virus masuk ke saluran pernapasan atas setelah terjadi
penularan, kemudian virus bereplikasi di sel epitel saluran pernapasan atas untuk
melakukan siklus hidupnya. Virus SARS-CoV menginfeksi sel inang melalui
perantaraan protein S yang ada di permukaan virus. Protein S pada permukaan
virus ini akan menempel pada reseptor sel inang yaitu ACE2. ACE2 dapat
ditemukan mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus
besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar
paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena dan sel otot polos. Kemudian
ikatan ACE2-virus ditranslokasikan ke endosom tempat di mana protein S
dipotong oleh protease asam endosomal (cathepsin L) untuk mengaktifkan
aktivitas fusi. Genom virus keluar dari selubung virion dan ditranslasikan menjadi
poliprotein replikase virus pp1a dan 1ab, yang kemudian akan dipotong-potong
oleh enzim proteinase virus. Untai negatif RNA akan dibuat sebagai cetakan
untuk genom RNA. Penggabungan kompleks virus terjadi di dalam sitoplasma,
kemudian diikuti dengan proses budding ke lumen retikulum endoplasma. Virus
baru akan berfusi dengan membran plasma dan dikeluarkan dari sel inang
(Gambar 4, Du et al., 2009).
Gambar 2.2 Siklus hidup virus Korona setelah masuk sel inang (Du et al., 2009)

Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari. Tingkat
keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti
diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas
(Gennaro dkk., 2020; Susilo dkk., 2020). Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Penelitian membuktikan bahwa terdapat
ekspresi ACE2 yang berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, dan epitel
rektum, serta ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster, duodenum,
dan rektum. Hal ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi
saluran pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral
(Kumar dkk., 2020; Xiao dkk., 2020).

2.5 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat,
ARDS, sepsis, hingga syok sepsis (WHO, 2020). Individu yang terinfeksi namun
tanpa gejala (asimtomatik) dapat menjadi sumber penularan SARS-CoV-2 dan
beberapa diantaranya mengalami progres yang cepat, bahkan dapat berakhir pada
ARDS dengan case fatality rate tinggi. Pasien tanpa gejala yang dites positif
Covid19 gambaran CT-Scan toraks abnormal. Penemuan tersebut berupa
gambaran opasitas ground-glass dengan distribusi perifer, lokasi unilateral, dan
paling sering mengenai dua lobus paru (Meng dkk., 2020).
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran
napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau
sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa
kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah (Huang C et al.,2020; Chen H et
al.,2020).
Gejala utama pneumonia ringan dapat muncul seperti demam, batuk, dan
sesak. Namun tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan
pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah bernapas disertai napas
cepat (frekuensi napas pada usia).
Gejala pneumonia berat pada pasien remaja atau dewasa dengan demam
atau dalam pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari berikut ini:
frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen
(SpO2) dan pada pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah
setidaknya satu dari berikut ini: Sianosis sentral atau SpO2, distress pernapasan
berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat); tanda pneumonia
berat yaitu ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang. Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada,
takipnea (pada usia 5 tahun, ≥30x/menit) (PDPI,2020).
Penyebab edema pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
adalah gagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu
pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa
penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko. Pada
CT scan toraks, atau ultrasonografi paru : opasitas bilateral, efusi pluera yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus atau nodul. Kriteria
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada dewasa adalah ARDS ringan:
200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau CPAP ≥ 5cm H2O
atau tanpa diventilasi), ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg
dengan PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi, ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100
mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi, dan tidak tersedia data
PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk pasien tanpa ventilasi) .
sedangkan kriteria ards pada anak-anak adalah Bilevel NIV atau CPAP ≥5
cmH2O melalui masker full wajah : PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2
≤264, ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤ OSI
< 7.5, ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ oxygenation index
using SpO2 (OSI) < 12.3 , ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥
12.326 (WHO,2020)
Sepsis pada pasien dewasa adalah Disfungsi organ yang mengancam
nyawa disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti
infeksi*. Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran,
sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut jantung cepat,
nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah, Ptekie/purpura/mottled
skin, atau hasil laboratorium menunjukkan koagulopati, trombositopenia, asidosis,
laktat yang tinggi dan hiperbilirubinemia. Pasien anak: terhadap dugaan atau
terbukti infeksi dan kriteria systemic inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2,
dan disertai salah satu dari suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih
abnormal (WHO,2020)
Syok septik pada pasien dewasa adalah hipotensi yang menetap meskipun
sudah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat
serum >2 mmol/L. Pasien anak: hipotensi (TDS 2 SD di bawah normal usia) atau
terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan status mental/kesadaran;
takikardia atau bradikardia (frekuensi nadi 160 x/menit pada bayi dan HR 150
x/menit pada anak); waktu pengisian kembali kapiler yang memanjang (>2 detik)
atau vasodilatasi hangat dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam
petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia
(WHO,2020).
Pada pasien dengan Covid-19 umumnya pada computed tomography scan
(CT-scan) toraks memperlihatkan opasifikasi groundglass dengan atau tanpa
gabungan abnormalitas. Computed tomography scan (CT-scan) toraks mengalami
abnormalitas bilateral, distribusi perifer, dan melibatkan lobus bawah. Penebalan
pleural, efusi pleura, dan limfadenopati merupakan penemuan yang jarang
didapatkan (Gennaro dkk., 2020).

2.5 Pencegahan Dan Pengendalian


Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak
dekat dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling
berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-
19 atau yang merawat pasien COVID-19.
Tindakan pencegahan dan mitigasi merupakan kunci penerapan di
pelayanan kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan yang paling
efektif di masyarakat meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2020):
 Melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan
tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor;
 Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
 Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat
sampah;
 Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan
kebersihan tangan setelah membuang masker;
 Menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala gangguan
pernapasan
Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan
Pelayanan Kesehatan:
Strategi-strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan di tempat
layanan kesehatan meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2020):
1. Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua pasien.
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman
bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut.
Kewaspadaan standar meliputi:
 Kebersihan tangan dan pernapasan;
 Penggunaan APD sesuai risiko
 Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
 Pengelolaan limbah yang aman
 Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan
perawatan pasien.
2. Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber
Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan
identifikasi dini pasien yang mengalami infeksi pernapasan akut (ARI)
untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga kesehatan dan pasien lain.
empatkan pasien ARI di area tunggu khusus yang memiliki ventilasi
yang cukup Selain langkah pencegahan standar, terapkan langkah
pencegahan percikan (droplet) dan langkah pencegahan kontak (jika ada
kontak jarak dekat dengan pasien atau peralatan permukaan/material
terkontaminasi). Area selama triase perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
 Pastikan ada ruang yang cukup untuk triase (pastikan ada jarak
setidaknya 1meter antara staf skrining dan pasien/staf yang
masuk
 Sediakan pembersih tangan alkohol dan masker (serta sarung
tangan medis, pelindung mata dan jubah untuk digunakan sesuai
penilaian risiko)
 Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah jarak setidaknya 1m
 Pastikan agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah
 Petunjuk-petunjuk jelas tentang gejala dan arah
 Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase-mencegah
area triase menjadi terlalu penuh
3. Menerapkan pengendalian administrative
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi
dini pasien dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat, diikuti dengan
penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan
pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi awal semua pasien
ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus
ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan
kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus
segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi
laboratorium.
4. Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa
Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi
lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan
kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang
memadai. Harus dijaga jarak minimal 1 meter antara setiap pasien dan
pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak menggunakan
APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu mengurangi
penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.
5. Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas
kasuspasien dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19
 Kewaspadaan Kontak dan Droplet
 Kewaspadaan Airbornepada Prosedur yang Menimbulkan
Aerosol
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah(Perawatan
di Rumah)
Berikut rekomendasi prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi untuk
isolasi di rumah (Kementerian Kesehatan RI, 2020):
1. Tempatkan pasien/orang dalamruangan tersendiri yang memiliki
ventilasi yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka)
2. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama. Pastikan
ruangan bersama (seperti dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang
baik.
3. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda, dan
jika tidak memungkinkan maka jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
(tidur di tempat tidur berbeda)
4. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang
benar-benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau
gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan sampai
pasien benar-benar sehat dan tidak bergejala.
5. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan
pasien atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah
menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan
kapanpun tangan kelihatan kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat
menggunakan hand sanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan kotor
menggunakan air dan sabun.
6. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas sekali
pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa menggunakan handuk
bersih dan segera ganti jika sudah basah.
7. Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah (masker
datar) diberikan kepada pasien untuk dipakai sesering mungkin.
8. Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan masker
bedah terutama jika berada dalam satu ruangan dengan pasien. Masker
tidak boleh dipegang selama digunakan.Jika masker kotor atau basah
segera ganti dengan yang baru. Buang masker dengan cara yang benar
(jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang). Buang
segera dan segera cuci tangan.
9. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan mulut atau
pernapasan (dahak, ingus dll) dantinja. Gunakan sarung tangan dan
masker jika harus memberikan perawatan mulut atau saluran nafas dan
ketika memegang tinja, air kencing dan kotoran lain. Cuci tangan
sebelum dan sesudah membuang sarung tangan dan masker.
10. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
11. Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci dengan sabun
dan air setelah dipakai dan dapat digunakan kembali)
12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi
secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat digunakan,
kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian larutan pemutih
dan 9 bagian air).
13. Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan sabun cuci
rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci denga suhu air 60-
90C dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong khusus
dan jangan digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan
pakaian dengan bahan-bahan yang terkontaminasi.
14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat
membersihkan permukaan pasien, baju, atau bahan-bahan lain yang
terkena cairan tubuh pasien. Sarung tangan (yang bukan sekali pakai)
dapat digunakan kembali setelah dicuci menggunakan sabun dan air dan
didekontaminasi dengan larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan
setelah menggunakan sarung tangan.
15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan
harus dibuang di tempat sampah di dalam ruangan pasien yang
kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.
16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat
gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei)
17. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah,
maka selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan
penularan penyakit melalui droplet
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Penanganan Kargo
 Memakai masker apapun jenisnya tidak dianjurkan saat menangani
kargo dari negara/area yang terjangkit.
 Sarung tangan tidak diperlukan kecuali digunakan untuk perlindungan
terhadap bahaya mekanis, seperti saat memanipulasi permukaan kasar.
 Penggunaan sarung tangan harus tetap menerapkan kebersihan tangan.
 Sampai saat ini, tidak ada informasi epidemiologis yang menunjukkan
bahwa kontak dengan barang atau produk yang dikirim dari negara/area
terjangkit-menjadi sumber penyakit COVID-19 pada manusia.
(Kementerian Kesehatan RI, 2020)

2.6 Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB


Setiap pasien dalam pengawasan, orang dalam pemantauan, maupun
probable harus dilakukan penyelidikan epidemiologi. Kegiatan penyelidikan
epidemiologi dilakukan terutama untuk menemukan kontak erat. Hasil
penyelidikan epidemiologi dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan
dalam rangka penanggulangan atau pemutusan penularan secara lebih cepat
(Kementerian Kesehatan RI. 2020)

 Definisi KLB: Jika ditemukan satukasus konfirmasi COVID-19 maka


dinyatakan sebagai KLB.
 Tujuan Penyelidikan Epidemiologi : Penyelidikan epidemiologi dilakukan
dengan tujuan mengetahui besar masalah KLB dan mencegah penyebaran
yang lebih luas. Secara khusus tujuan penyelidikan epidemiologi sebagai
berikut:
 Mengetahui karakteristik epidemiologi, gejala klinis dan virus
 Mengidentifikasi faktor risiko
 Mengidentifikasikasus tambahan
 Memberikan rekomendasi upaya penanggulangan
 Tahapan Penyelidikan Epidemiologi :
Langkah penyelidikan epidemiologi untuk kasus COVID-19 sama

dengan penyelidikan KLB pada untuk kasus Mers. Tahapan penyelidikan

epidemiologi secara umum meliputi:

 Konfirmasi awal KLB

Petugas surveilans atau penanggung jawab surveilans

puskesmas/Dinas Kesehatan melakukan konfirmasi awal untuk

memastikan adanya kasus konfirmasi COVID-19 dengan cara

wawancara dengan petugas puskesmas atau dokter yang

menangani kasus.

 Pelaporan segera

Mengirimkan laporan W1 ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu <24

jam, kemudian diteruskan oleh Dinkes Kab/Kota ke Provinsi dan

PHEOC.

 Persiapan penyelidikan

- Persiapan formulir penyelidikan

- Persiapan Tim Penyelidikan

- Persiapan logistik (termasuk APD) dan obat-obatan

jika diperlukan

 Penyelidikan epidemiologi

a) Identifikasi kasus
b) Identifikasi faktor risiko

c) Identifikasi kontak erat

d) Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan

e) Penanggulangan awal

Ketika penyelidikan sedang berlangsung petugas sudah harus

memulai upaya- upaya pengendalian pendahuluan dalam rangka

mencegah terjadinya penyebaran penyakit kewilayah yang lebih

luas. Upaya ini dilakukan berdasarkan pada hasil penyelidikan

epidemiologi yang dilakukan saat itu. Upaya- upaya tersebut

dilakukan terhadap masyarakat maupun lingkungan, antara lain

dengan:

- Menjaga kebersihan/ higiene tangan, saluran

pernapasan.

- Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.

- Sedapat mungkin membatasi kontak dengan kasus

yang sedang diselidiki dan bila tak terhindarkan buat

jarak dengan kasus.

- Asupan gizi yang baik guna meningkatkan daya tahan

tubuh.

- Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran

penyakit dapat dilakukan tindakan isolasi dan

karantina.

 Pengolahan dan analisis data

 Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi


DAFTAR PUSTAKA

Bai Y, Yao L, Wei T, Tian F, Jin D-Y, Chen L, et al. Presumed Asymptomatic
Carrier Transmission of COVID-19. JAMA. 2020; published online
February 21. DOI: 10.1001/jama.2020.2565 26.

Barcena M, Oostergetel GT, Bartelink W, Faas FG, Verkleij A, Rottier PJ, Koster
AJ, and Bosch BJ. (2009): Cryo-electron tomography of mouse hepatitis
virus: Insights into the structure of the coronavirion. Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America, 106, 582–
587.

Burke RM, Midgley CM, Dratch A, Fenstersheib M, Haupt T, Holshue M, et al.


Active Monitoring of Persons Exposed to Patients with Confirmed
COVID-19 — United States, January–February 2020. MMWR Morb
Mortal Wkly Rep. 2020;69(:245-6.

Bosch BJ, Bartelink W, and Rottier PJ. (2008): Cathepsin L functionally cleaves
the severe acute respiratory syndrome coronavirus class I fusion protein
upstream of rather than adjacent to the fusion peptide. Journal of Virology,
82, 8887–8889.

Bosch BJ, van der Zee R, de Haan CA, and Rottier PJ. (2003): The coronavirus
spike protein is a class I virus fusion protein: Structural and functional
characterization of the fusion core complex. Journal of VIrology, 77,
8801–8811.

Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical characteristics


and intrauterine vertical transmission potential of COVID-19 infection in
nine pregnant women: a retrospective review of medical records. Lancet.
2020;395(10226):809-15.

Chan JF-W, Yuan S, Kok K-H, To KK-W, Chu H, Yang J, et al. A familial cluster
of pneumonia associated with the 2019 novel coronavirus indicating
person-to-person transmission: a study of a family cluster. Lancet.
2020;395 14-23.

Du L, He Y, Zhou Y, Liu S, Zheng B, and Jiang S. (2009): The spike protein of


SARS-CoV - A target for vaccine and therapeutic development. Nature
reviews. Microbiology. 7, 226-36, 10.1038/nrmicro2090.
Gennaro, F. Di, Pizzol, D., Marotta, C., Antunes, M., Racalbuto, V., Veronese, N.,
& Smith, L. (2020). Coronavirus Diseases ( COVID-19 ) Current Status
and Future Perspectives : A Narrative Review. International Journal of
Environmental Research and Public HealthEnvironmental Research and
Public Health, 17(2690), 1–11. https://doi.org/10.3390/ijerph170 82690

Ghinai I, McPherson TD, Hunter JC, Kirking HL, Christiansen D, Joshi K, et al.
First known person-to-person transmission of severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) in the USA. Lancet.
2020;395:1137-44. 9.

Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA, et
al. The species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus:
classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020;
published online March 2. DOI: 10.1038/s41564-020-0695-z

Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA,
Haagmans BI, Lauber C, leontovich AM, Neuman BW, Penzar D,
Perlman S, Poon IIM, Samborskiy DV, Sidorov IA, Sola I, and Ziebuhr J.
Coronaviridae Study Group of the International Committee on Taxonomy
of Viruses. (2020): The species Severe acute respiratory syndromerelated
coronavirus: classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nature
Microbiology. doi:10.1038/s41564-020- 0695-z.

Guo Z-D, Wang Z-Y, Zhang S-F, Li X, Li L, Li C, et al. Aerosol and Surface
Distribution of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 in
Hospital Wards, Wuhan, China, 2020. Emerg Infect Dis. 2020;26(7).

Fehr AR and Perlman S. (2015): Coronaviruses: An overview of their replication


and pathogenesis. Methods in Molecular Biology, 1282, 1– 23. doi:
10.1007/978-1- 4939-2438-7_1.

Hamner L, Dubbel P, Capron I, Ross A, Jordan A, Lee J, et al. High SARS-CoV-2


Attack Rate Following Exposure at a Choir Practice — Skagit County,
Washington, March 2020. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2020;69:606-
10. 8.

Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients


infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395:497-506.

Infection Prevention and Control of Epidemic-and Pandemic- prone Acute


Respiratory Infections in Health Care. Jenewa: World Health
Organization; 2014 (tersedia di
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/112656/9789241507134_
eng.pdf;jsessionid=41AA684FB64571CE8D8A453C4F2B2096?
sequence=1).

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi


coronavirus Disesase (Covid-19). Direktorat Surveilans dan Karantina
Kesehatan Sub Direktorat Penyakit Infeksi Emerging. Jakarta

Kumar, C. V. S., Mukherjee, S., Harne, P. S., Subedi, A., Ganapathy, M. K.,
Patthipati, V. S., & Sapkota, B. (2020). Novelty in the Gut : A Systematic
Review Analysis of the Gastrointestinal Manifestations of COVID-19.
BMJ Open Gastroenterology, 7(e000417), 1– 9.
https://doi.org/10.1136/bmjgast2020-000417

Lam TT, Shum MH, Zhu H, Tong Y, Ni X, Liao Y, Wei W, Cheung WY, Li W,
Li L, Leung GM, Holmes EC, Hu Y, and Guan Y. (2020): Identifying of
SARS-CoV-2 related coronaviruses in Malayan pangolins. Nature.
doi:10.1038/s41586-020- 2169-0.

Liu J, Liao X, Qian S, Yuan J, Wang F, Liu Y, et al. Community Transmission of


Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2, Shenzhen, China,
2020. Emerg Infect Dis. 2020;26:1320-3.

Luo L, Liu D, Liao X, Wu X, Jing Q, Zheng J, et al. Modes of contact and risk of
transmission in COVID-19 among close contacts (pracetak). MedRxiv.
2020 doi:10.1101/2020.03.24.20042606.

Meng, H., Xiong, R., He, R., Lin, W., Hao, B., Zhang, L., & Lu, Z. (2020). CT
Imaging and Clinical Course of Asymptomatic Cases with Covid-19
Pneumonia at Admission in Wuhan, China. Journal of Infection, 81(2020),
e33–e39. Retrieved from https://doi.org/10.1016/j.jinf.202 0.04.004

Neuman BW, Adair BD, Yoshioka C, Quispe JD, Orca G, Kuhn P, Milligan RA,
Yeager M, and Buchmeier MJ. (2006): Supramolecular architecture of
severe acute respiratory syndrome coronavirus revealed by electron
cryomicroscopy. Journal of Virology, 80, 7918–7928.

Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air, Surface
Environmental, and Personal Protective Equipment Contamination by
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From
a Symptomatic Patient. JAMA. 2020 323(16):1610-1612.

Pastorino B, Touret F, Gilles M, de Lamballerie X, Charrel RN. Prolonged


Infectivity of SARS-CoV-2 in Fomites. Emerg Infect Dis. 2020;26(9).

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). panduan praktik klinis : 2019-nCoV.


PDPI:Jakarta
Pung R, Chiew CJ, Young BE, Chin S, Chen MIC, Clapham HE, et al.
Investigation of three clusters of COVID19 in Singapore: implications for
surveillance and response measures. Lancet. 2020;395:1039-46. 10.

Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, and Siddique R. (2020): COVID-19


infection: Origin, transmission, and characteristics of human
coronaviruses. Journal of Advanced Research, 24, 91- 98.
doi:10.1016/j.jare.2020.03.0 05.

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Sinto,
R., … Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019 : Tinjauan
Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45–67.

Wang Z, Qiang W, and Ke H. (2020b): A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia


Control and Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China.

World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health
Organization; 2020.

Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for gastrointestinal


infection of SARS-CoV-2. Gastroenterology. 2020; published online
March 3. DOI: 10.1053/j.gastro.2020.02.055

Xiao X, Chakraborti S, Dimitrov AS, Gramatikoff K, and Dimitrov DS. (2003):


The SARS-CoV S glycoprotein: Expression and functional
characterization. Biochemical and Biophysical Research Communications,
312, 1159–1164.

Xiao, F., Tang, M., Zheng, X., Liu, Y., Li, X., & Shan, H. (2020). Evidence for
Gastrointestinal Infection of SARS-CoV-2. Elsevier Gastroenterology,
158(6), 1831– 1833. Retrieved from
https://doi.org/10.1053/j.gastro.2020.02.055

Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, et al. A Novel Coronavirus


from Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med.
2020;382(8):727-33.

Anda mungkin juga menyukai