1. Pendahuluan
Coronavirus adalah virus RNA rantai tunggal berenveloped yang bisa menginfeksi sejumlah
besar inangnya seperti unggas, binatang liar, spesies mamalia domestik dan manusia. Coronavirus
dikenal dengan kemampuannya untuk terus bermutasi dengan cepat, mengubah tropisme dari
jaringan, menembus species barrier, dan bisa beradaptasi dengan situasi epidemiologis yang
berbeda.
Ada enam kasus coronavirus pada manusia yang telah dilaporkan sejak 1960-an; empat
diantaranya (OC43, 229E, NL63, dan HKU1) menyebabkan penyakit ringan seperti flu biasa dan
infeksi saluran pencernaan. Sementara dua lainnya Severe acute respiratory syndrome coronavirus
(SARS-CoV) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) merupakan virus
pathogen yang menyebabkan 8096 dan 2519 kasus pada manusia, dengan tingkat kematian 9.6%
dan 34.3% pada tahun 2003–2004 dan 2012- sekarang. Virus ini dilaporkan ditularkan dari main
host (kelelawar) ke musang luwak atau unta dromedaris, kemudian akhirnya ke manusia
Pada Desember 2019 lalu, beberapa kluster kasus pneumonia dengan penyebab yang tidak
diketahui dilaporkan di kota Wuhan,China. Agen penyebab pneumonia ini lalu dikonfirmasi
dinamakan 2019 novel coronavirus (2019-nCoV), dan penyakit yang disebabkan oleh virus ini
disebut corona virus disease 2019 (COVID-19). Berdasarkan data analisis, SARS-CoV-2 memiliki
96,3%, 89%, dan 82% kesamaan nukleotida dengan masing-masing bat CoVRaTG13, SARS-like
Saat awal bermulanya wabah, para ilmuan berfikir bahwa penyakit ini hanya ditularkan lewat
hewan ke manusia, lalu kemudian hanya antar manusia dari manusia yang memiliki gejala
(simtomatik), hingga sebuah kasus penularan virus antar manusia ke manusia dari seorang
Asimtomatik Carrier (Pembawa Virus Tanpa Gejala) dikonfirmasi di Jerman. Hal ini sekarang
juga dibuktikan dengan beberapa kasus penyebaran di masyarakat yang mana tidak ada hubungan
langsung yang bisa dibuat antara pasien yang terinfeksi dengan yang diduga sebagai COVID-19
carrier.
SARS-CoV-2 dilaporkan dapat ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, tetesan
aerosol, jalur fekal-oral, dan intermediate fomites (Benda mati) dari pasien yang bergejala
(simtomatik) dan tidak bergejala (Asimtomatik) selama periode inkubasi. Penyakit ini ditandai
dengan demam, batuk kering, dyspnea (susah bernafas), dan diare. Pada 20-25% pasien tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan atas seperti bersin atau sakit tenggorokan.
Dan pada kasus yang parah, penyakit ini ditandai oleh pneumonia, asidosis metabolik, syok septik,
dan perdarahan.
Pada 13 April 2020,penyakit ini telah menyebabkan pandemi dunia di lebih dari 200 negara.
Ada lebih dari 1.700.000 kasus pada manusia yang dikonfirmasi dan 111.600 kematian. Akibat
dari penyebaran virus yang cepat ini, negara-negara di seluruh dunia melakukan beberapa langkah
pengendalian untuk mencegah penyebaran SARS-CoV-2. Contohnya larangan terbang ke dan dari
negara-negara yang terinfeksi, tindakan karantina yang ketat dan pemeriksaan wisatawan,
ketat dalam menjaga kebersihan diri seperti sering mencuci tangan , dan memakai masker wajah.
Selain usaha dari negara masing masing, world public health authorities seperti Centers for
Disease Control and Prevention (CDC), World Health Organization (WHO),dan patner global
lainnya juga ikut serta dalam usaha pemadaman pandemik ini. WHO mengeluarkan panduan untuk
mengendalikan pandemi yang baru terjadi ini, menyangkup instruksi untuk pendeteksian cepat
penyakit, perawatan darurat, penerapan dari pencegahan dan pengendalian strategi, terapi suportif,
Dikarenakan banyak informasi menyimpang yang beredar dan kurangnya pengetahuan tentang
SARS-CoV-2 yang masih baru munculnya, review ini memberikan informasi terbaru tentang
SARS-CoV-2, dengan menitik beratkan pada (1) status wabah SARS-CoV-2 saat ini, (2) bukti
diperlukan untuk strategi pengendalian yang efisien, (4) diagnosis dari penyakit, (5) strategi
pengendalian dan terapi yang efektif saat ini, dan (6) tantangan untuk mengendalikan epidemi di
masa depan seperti yang disebabkan oleh coronavirus ini. Review ini juga memberikan wawasan
untuk mengendalikan infeksi patogen pada manusia dengan novel coronavirus dan spillover di
masa depan.
2.Sejarah Wabah
Corona virus telah berulang kali berevolusi selama 1000 tahun terakhir.
Pemulihan pertama corona virus melibatkan identifikasi penyakit pada hewan diikuti
oleh isolasi virus bronkitis infeksi (IBV) dari ayam pada tahun 1937 dan virus
hepatitis virus (MHV) dari tikus pada tahun 1949. Babi ditemukan membawa virus
gastroenteritis menular (TGEV) di Amerika Serikat pada tahun 1946. Virus corona
manusia pertama kali ditandai pada tahun 1960-an dari infeksi saluran pernapasan.
Dua virus yang pertama kali diisolasi adalah B814 dan 229E. Sejak itu, beberapa jenis
virus corona lainnya telah diisolasi dari manusia menggunakan kultur jaringan (OC16
dan OC43). Jumlah coronavirus yang diidentifikasi terus meningkat secara signifikan
untuk memasukkan virus dari beberapa spesies hewan tambahan seperti anak sapi,
di 29 negara, sebagian besar kasus berada di Cina dan Hong Kong. Jumlah total kasus
yang dilaporkan adalah 8.096, di mana 774 meninggal, sesuai dengan tingkat
kematian 9,6%, sebelum penyakit itu mati sebagian karena protokol karantina yang
ketat. Berdasarkan urutan genom, SARS-CoV tampaknya sangat terkait erat dengan
virus lain dari musang kelapa Himalaya, yang darinya ia mungkin muncul. Kemudian,
SARS yang diisolasi dari kelelawar tapal kuda di provinsi Yunnan, Cina, tempat 11
genetik yang tinggi di antara virus-virus ini dalam beberapa gen, termasuk S, ORF3,
dan ORF8. Terlepas dari perbedaan sekuens protein S, semua 11 CoV mirip SARS
manusia yang sama, menunjukkan hubungan yang erat dengan SARS-CoV. Oleh
karena itu, SARS-CoV kemungkinan muncul melalui rekombinasi CoV seperti SARS
mana virus ditransmisikan ke manusia dari unta dromedaris. Pada Januari 2020,
866 kematian (tingkat kematian 34,3%), dengan lebih dari 80% kasus dilaporkan dari
Arab Saudi. Strain MERS-CoV manusia dan unta berbagi lebih dari 99% identitas
dengan variasi (substitusi) yang terletak di gen S, ORF3, dan ORF4b. Secara
CoV mungkin berasal dari kelelawar sebagai hasil dari peristiwa rekombinasi dalam
kasus untuk CoV terkait MERS yang diisolasi dari kelelawar di Cina, yang protein
lonjakannya mampu berikatan dengan reseptor yang sama dengan MERS-CoV,
kelelawar, seperti yang diungkapkan oleh analisis filogenetik dan identitasnya yang
Virus corona adalah virus berenvelope yang bentuknya seperti mahkota dan
mengandung genom RNA yang tidak bersegmen, untaian tunggal dengan sense-positif
Virus corona (CoVs) adalah salah satu kelompok virus terbesar yang termasuk
( δ CoV), yang masing-masing berisi 17, 12, 2, dan 7 spesies unik (ICTV 2018). α- dan
β CoV biasanya menginfeksi mamalia, sementara γ- dan δ CoVs biasanya terutama
menginfeksi burung.
Human coronavirus (HCoV) pertama kali diisolasi pada tahun 1960 dari pasien
rawat inap yang menderita gejala flu biasa dan diberi nama B814. Sejauh ini, ada tujuh
HCoV berbeda yang dapat menginfeksi manusia yaitu 229E, NL63, yang termasuk
kedalam α CoVs, dan HKU1, OC43, SARS, MERS, SARS-CoV-2, yang termasuk
kedalam β CoVs. SARS-CoV yang ditemukan tahun 2002-2003 yang berasal dari
Tiongkok memiliki garis keturunan B β CoV. MERS-CoV yang muncul pada 2012 di
Timur Tengah memiliki garus keturunan C β CoV sedangkan SARS-CoV-2 yang baru
muncul tahun 2019 yang terkait dengan kelelawar yang hampir sama dengan SARS,
2b dari β CoV).
Selain itu, virus corona yang lain telah menyebabkan penyakit pandemi pada
mamalia dan burung domestik dan liar, yang menyebabkan tingkat kematian yang
tinggi dan kerugian ekonomi yang parah yaitu Virus IBV pada ayam, Beluga whale
(ICTV 2018), virus diare epidemi babi (PEDV), TGEV, dan sindrom diare akut
mendadak (SADS-CoV).
4. Organisasi Genom SARS-CoV-2
Pada 14 April 2020, ada total 7655 genom lengkap dari 67 negara dalam database
Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Sampai saat ini, ada total
875 sekuens termasuk satu sekuens RefSeq dan 768 genom lengkap di NCBI.
dengan ukuran genom 29.903 nukleotida, menjadikannya genom RNA terbesar kedua
yang diketahui. Genom virus terdiri dari dua daerah yang tidak diterjemahkan (UTR)
pada 5 ′ dan 3 ′ berakhir dan 11 frame pembacaan terbuka (ORF) yang mengkodekan
27 protein.
ORF pertama (ORF1 / ab) merupakan sekitar dua pertiga dari genom virus, yang
5′UTR dan 3′UTR dari SARS CoV-2 masing-masing terdiri dari 265 dan 229
nukleotida.
5. Analisis filogenetik komparatif dari SARS-CoV-2
Pada virus RNA, mutasi virus terjadi pada saat replikasi dan virus RNA
bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat dari pada virus DNA. Mutasi virus RNA, tidak
hanya Coronavirus, biasanya terjadi pada saat proses replikasi RNA. Pada proses ini,
RNA negatif disintesa dari RNA positif atau sebaliknya. Sintesa ini dilakukan oleh
enzim RNA polimerase dan sekuen RNA yang disintesa adalah yang komplemen
dengan templet. Pada saat sintesa RNA ini, RNA polimerase terkadang salah baca
sehingga yang terbentuk bukanlah sekuen yang komplemen dengan templat. Alhasil,
sekuen yang terbentuk adalah yang sudah termutasi. Untuk virus DNA, dimana yang
berperan adalah DNA polimerase, kesalahan yang sama juga terjadi. Tatapi kesalahan
ini bisa diperbaiki, karena untuk replikasi DNA ada enzim exonuclease yang berfungsi
sebagai "proof-reading " atau "error correction ". Artinya, kalau ada sekuen yang
disintesa tidak komplemen dengan template, enzim exonulease ini akan membuang
sekuen terebut, dan baru kemudian proses sintesa jalan kembali. Perbedaan inilah
evolusi lain dari Virus Corona. Sebelumnya rekombinasi dengan frekuensi tinggi
terdapat pada virus hepatitis murine selama infeksi campuran, di mana mayoritas virus
pulih setelah tiga bagian adalah rekombinan. Rekombinasi juga dilaporkan terjadi pada
dan Protein S antara SARS-CoV dan enam coronavirus lainnya melalui analisis silico
genomnya Demikian pula, analisis bioinformatik dari data genomik MERS-CoV
mengungkapkan 28 urutan rekombinan dari manusia dan unta. Sehingga diduga karena
secara pasti.
SARS-CoV-2, HCoV, kelelawar SARS CoV, kelelawar seperti CoV mirip SARS, dan
MERS- CoV. Pohon filogenetika atau pohon evolusi adalah diagram percabangan
atau "pohon" yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai spesies makhluk
mereka. Takson yang terhubung pada pohon tersebut berarti diturunkan dari satu nenek
pendekatan bootstrap ultra cepat, dan ModelFinder. Pohon itu ditarik ke skala, dengan
panjang cabang diukur dalam jumlah substitusi per situs. Nilai-nilai bootstrap
ditentukan oleh 1.000 ulangan. Pohon itu divisualisasikan dalam MEGA X. Dalam
analisis pohon filogenetik tersebut dapat diketahui bahwa kelelawar SARS atau
coronavirus seperti SARS, dengan kelelawar Wuhan CoV RaTG13 menjadi virus
terdekat. Selain itu, MERS-CoV dan CoV manusia HKU1 sangat jauh dari SARS-
CoV-2. Tetapi pada analisis ini pengelompokan SARS-CoV-2 berbeda tergantung pada
apakah seluruh genom atau gen spesifik digunakan dalam analisis. Sebagai contoh,
CoV (79,5% identik) yang menyebabkan pandemi global pada tahun 2003 dan virus
mirip kelelawar SARS lainnya (96% identik pada tingkat genom keseluruhan) ), tetapi
kedekatan genetic 89% dengan SARS kelelawar CoVZXC21, 82% dengan SARS-
penyusunnya berupa materi genetik (RNA untai tunggal) yang dilapisi/dilindungi oleh
protein. Virus ini sekurang-kurangnya tersusun dari 27 protein yang terdiri atas 15
Protein struktural penyusun virus ini terdiri atas protein spike (S), envelope (E),
membran (M) dan nukleokapsid (N). Protein S merupakan komponen penyusun virus
SARS-CoV-2 yang selalu menjadi target dalam pengembangan vaksin dan anti-virus
lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena bagian inilah yang berikatan dengan reseptor
Angiotensin Converting-Enzyme 2 (ACE2) pada manusia. Protein ini terletak paling
species yang berhubungan dekat dengan induknya. Pada sel induk tersebut, SARS-
CoV-2 hanya bisa berkembang-biak pada jaringan tertentu saja. Artinya, sel dan
ditentukan oleh sifat dan distribusi molekul reseptor dari pihak sel dan variasi sekuen
Replikasi SARS-CoV-2 berlangsung di sitoplasma sel dan virus ini juga bisa
percobaan di luar tubuh (in vitro), actinomycin D bisa menghambat replikasi SARS-
CoV-2 di dalam sel. Namun belum ada studi tentang efektifitas antibiotik ini secara
klinis. Karena itu, belum ada keputusan apakah antibiotik bisa menekan perkembang-
Pertama-tama virus mengikat sel melalui interaksi antara "Protein S " dan reseptor.
Setelah itu virus masuk ke dalam sel dan genom RNA virus keluar dari selaput virus.
Kemudian sebagian genom RNA berfungsi sebagai mRNA dan sebagian sebagai
templet untuk sintesa RNA negatif. Genome yang berfungsi sebagai mRNA
berfungsi untuk pembentuk tubuh virus dan ada yang berfungsi untuk proses
replikasi/multiplikasi RNA. Sementara sebagian genome RNA lainnya digunakan
untuk sintesa RNA negatif. RNA negatif ini, kemudian dijadikan templet lagi untuk
sintesa RNA positif. Demikian seterusnya proses ini berlangsung berulangkali. Dengan
proses ini akhirnya RNA positif yang menjadi genom akan bertambah banyak. RNA
virus, sehingga terbentuk virus baru (progeny). Virus baru ini akhirnya keluar dari sel
dan memiliki fungsi sebagai virus biasa yang bisa menginfeksi sel berikutnya.
asam amino antara virus-virus ini. Substitusi asam amino ini didistribusikan sebagai
berikut: 348 mutasi asam amino pada protein nonstruktural (ORF1ab, 3a, 3b, 7a, 7b,
9b, dan ORF14), 27 pada protein S, dan 5 pada protein N. Tidak ada substitusi asam
amino yang terdeteksi pada protein E atau M, yang menunjukkan bahwa protein E dan
seluler yang sama yaitu hACE2. Analisis domain pengikat reseptor (RBD) dari protein
Asam amino protein S merupakan unit-unit yang tersusun secara berulang dan
tersusun dari 1273 asam amino. Susunan tersebut memiliki ujung/akhiran yang biasa
ujung tersebut secara berturut-turut terletak pada sub-unit S1 dan S2. Pada sub-unit S1
terdapat Domain Pengikat Reseptor (RBD) ACE2 dengan residu (asam amino) sekitar
200 dan mengandung 2 sub-domain (inti dan luar). Pada sub-domain luar terdapat 2
loops (struktur sekunder protein) yang tidak terlindungi dan terdapat pada permukaan
kerangka protein.
Protein S pada virus SARS‐CoV‐2 juga pada 2 virus korona lainnya (SARS‐
CoV dan MERS‐CoV) memiliki subunit S1 dan S2. Bagian yang lainnya adalah sisi
pemecah molekul protein S, fusi peptida, susunan ulang 7 residu (HR 1 dan 2), domain
pengikat reseptor (RBD), pengikat struktur protein utama/primer (motif) pada sub-
domain eksternal dan penanda peptida (SP). Sedangkan laporan ataupun kajian ilmiah
terhadap terhadap 3 protein struktur lainnya (E, M dan N) saat ini masih sangat terbatas.
Karena perannya yang sangat penting terhadap infeksi ke manusia sehingga fokus para
Selain itu, ditemukan juga total 27 substitusi asam amino dalam protein S tetapi
subdomain (SD)] dan 10 di subunit S2. Wan dkk, menemukan kesamaan protein spike
RBD, termasuk juga RBM, antara SARS-CoV dan SARS-CoV-2, di samping adanya
beberapa residu dalam RBM SARS-CoV-2 yang lebih mudah berinteraksi dengan
hACE2. Hasil ini sejalan dengan analisis genomik SARS-CoV-2, dimana subunit S2
dari protein spike ( Protein S ) SARS-CoV-2 memiliki kecocokan genom 99% dengan
dua virus SARS kelelawar (SL-CoVZXC21 dan ZC45) dan SARS-CoV pada manusia.
kemiripan genom 70% dengan virus SARS kelelawar dan SARS-CoV pada manusia.
Domain inti RBD dari S1 sangat terkonservasi, dimana sebagian besar perbedaan dari
asam amino terletak di subdomain eksternal yang bertanggung jawab untuk interaksi
glycans yang secara unik terdapat dalam protein S SARS-CoV-2. Perbedaan dalam
protein S SARS-CoV-2 dan kemampuan penularan yang tinggi dari virus ini
hambatan dari ekspresi Interferon dan proses signaling. Akhir-akhir ini telah terdeteksi
adanya protein putative pendek dalam ORF3b virus SARS-CoV-2. Namun demikian,
fungsi dari protein ini masih belum diketahui. ORF8 dari SARS-Cov-2 lebih erat
kemiripannya dengan SARS CoV kelelawar (ZXC21 dan ZC45), tetapi jauh
mutasi substitusi, 42 mengubah urutan asam amino protein struktural dan non-
mengurangi urutan protein oleh 1 dan 8 residu asam amino, masing-masing, tanpa
filogenetik yang kami lakukan, virus SARS-CoV-2 berada di cluster yang sama
nenek moyang bersama baru-baru ini untuk semua SARS-CoV-2 atau penularan virus
8. Epidemiologi COVID-19
Wabah COVID-19 berasal dari Kota Wuhan, provinsi Hubei, di Cina. Pertengahan
Thailand, dan pada 16 Januari 2020, kasus yang terinfeksi pertama kali dikonfirmasi
di Jepang. Pada 25 Januari 2020, kasus yang dikonfirmasi menjadi 2062. Pada 30
Januari 2020, Cina melaporkan peningkatan tajam dalam jumlah kasus yang
terinfeksi, dengan adanya infeksi di lebih dari 18 negara. karena itu, WHO
Kepedulian Internasional.
Pada 16 Maret 2020, lebih dari 150 negara terkena dampaknya. Ada 167.511 kasus
tingkat kematian diperkirakan. Pada 13 Maret 2020, WHO menyatakan Eropa sebagai
pusat pandemi baru karena peningkatan besar kasus yang dikonfirmasi di sana. Pada
23 Maret 2020, Italia melaporkan jumlah kematian tertinggi (5560) diikuti oleh China
(3276), Spanyol (1720), dan Iran (1685). Satu minggu kemudian (30 Maret 2020),
jumlah kasus tertinggi dilaporkan di Amerika Serikat (122.653 kasus; 2112 kematian)
diikuti oleh Italia, Cina,Spanyol, Jerman, dan Iran. Per 6 April 2020, ada 1.210.956
kasus infeksi SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi dan 67.594 kematian. Pada 13 April
2020, jumlah kasus yang dikonfirmasi dari SARS-CoV-2 meningkat hingga 524.514
kasus. Jumlah kasus yang dikonfirmasi, kematian, dan negara yang terinfeksi
Lebih dari 75% infeksi coronavirus dianggap zoonosis, yaitu hewan adalah sumber
dan MERS-CoV dari unta dromedaris ke manusia. Jenis hewan yang berasal dari
SARS-CoV-2 masih belum jelas. para peneliti melaporkan perbedaan satu asam
perantara (Xiao et al., data saat ini sedang ditinjau). Kelompok peneliti lain
melaporkan bahwa virus tersebut berasal dari kelelawar berdasarkan urutan genom
anjing, babi, ayam, dan itik tetapi efisien dalam musang dan kucing . Para ilmuwan
Virus
virus melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi atau melalui tetesan
pernapasan yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Tetesan
ini dapat dihirup untuk mencapai paru-paru. Virusnya bisa ditransmisikan secara
terkontaminasi virus dan kemudian menyentuh wajah, mata, atau mulut. Pembawa
tanpa gejala (selama masa inkubasi virus) dan pasien setelah pemulihan bentuk akut
penyakit ini juga dianggap sebagai sumber potensial penularan virus ke orang sehat.
Menariknya, virus korona manusia mampu bertahan pada baja, logam, kayu,
aluminium, kertas, gelas, plastik, keramik, gaun sekali pakai, dan sarung tangan
bedah selama 2-9 hari. Suhu tinggi (≥30 ° C) dapat mengurangi periode persistensi,
faktor ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada: (1) perjalanan ke atau kontak dengan
individu yang baru-baru ini mengunjungi tempat yang mengalami wabah; (2) kontak
dekat dengan orang yang didiagnosis positif untuk penyakit ini, seperti petugas
kesehatan yang merawat pasien dengan SARS-CoV-2; (3) kontak dengan tetesan dan
sekresi (diproduksi oleh bersin atau batuk) dari orang yang terinfeksi dan makan atau
menangani hewan liar asli Tiongkok seperti kelelawar. Selain itu, risiko infeksi lebih
tinggi untuk orang tua dan pasien yang menderita penyakit yang sudah ada
sebelumnya. Tingkat kematian yang dilaporkan berdasarkan usia adalah 14,8% untuk
orang> 80 tahun, 8% untuk orang antara 70 dan 79 tahun, 3,6% untuk orang di antara
60 dan 69 tahun, 1,3% untuk orang antara 50 dan 59 tahun, 0,4% untuk orang antara
40 dan 49 tahun, 0,2% untuk orang-orang antara 10 dan 39 tahun; tidak ada korban
Perkiraan periode inkubasi dari coronavirus novel berkisar 2-14 hari. Namun,
beberapa kasus memiliki masa inkubasi 21, 24, atau 27 hari. Gambaran klinis lengkap
SARS-CoV-2 masih belum jelas. Penyakit ini dimulai dengan gejala seperti flu yang
meliputi demam, kelelahan, batuk kering, sakit tenggorokan, sesak napas, sakit
kepala, sesak dada, nyeri dada, dan nyeri otot. Beberapa pasien SARS-CoV-2
mengalami pilek, mual, muntah, dan diare. Orang dapat terinfeksi tanpa menunjukkan
gejala, yang memungkinkan virus untuk menyebar lebih banyak dari orang ke orang.
Komplikasi dapat terjadi karena COVID-19 yang menyebabkan infeksi parah, seperti
pneumonia (infeksi paru-paru), gagal ginjal, dan kematian. Fase ringan penyakit ini
dapat bertahan hingga 2 minggu, sementara penyakit parah atau kritis berlangsung
sekitar 3-6 minggu (analisis ini dilakukan pada 55.924 kasus yang dikonfirmasi).
waktu mulai timbul penyakit hingga timbulnya penyakit parah adalah satu minggu,
sementara waktu mulai timbulnya gejala hingga kematian berkisar antara 2 hingga 8
minggu. Berdasarkan analisis data dari 72.314 kasus SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi
di Kota Wuhan, Cina, pada 11 Februari, 80,9% kasus ringan dengan gejala seperti flu,
dan pasien pulih di rumah, 13,8% menderita pneumonia berat dan sesak napas, 4,7%
kritis dengan gagal napas dan syok septik yang mengakibatkan kegagalan organ, dan
sekitar 2% dari kasus fatal. Studi lain dilakukan pada 99 pasien rawat inap, dan
gejalanya diklasifikasikan sebagai berikut: demam (83%), batuk (82%), sesak napas
(31%), sakit otot (11%), kebingungan (9%), kebingungan (9%), sakit kepala (8%),
sakit tenggorokan (5%), pilek (4%), sakit dada (2%), diare (2%), dan mual dan
muntah (1%).
Diagnosis yang tepat tergantung pada faktor-faktor yang diuraikan di bawah ini.
9.1. Sejarah Epidemiologi
melakukan pemantauan ketat pasien yang dicurigai secara klinis yang menderita
demam, memiliki gejala infeksi saluran pernafasan atau telah melakukan perjalanan
ke daerah yang telah terkena wabah atau melakukan kontak dekat denngan yang
Pada darah dari pasien yang menderita infeksi SARS-CoV-2 , akan terlihat :
(2) peningkatan miohemoglobin, enzim hati, dan enzim otot, dengan tingkat D-dimer
(3) darah putih normal atau menurun jumlah sel dan limfosit pada tahap awal
Pada pasien ICU, tingginya tingkat faktor stimulasi koloni granulosit plasma (GCSF),
sel epitel pernapasan manusia atau BALF sampel pasien yang terinfeksi
menggunakan sel Huh7 dan sel Vero E6. Rantai yang diisolasi dikonfirmasi oleh
Kit deteksi IgM dan IgG ELISA menggunakan kelelawar SARSr-CoV Rp3
NP dikembangkan tanpa reaksi silang terhadap virus corona manusia kecuali SARSr-
CoV. Dengan menggunakan alat serologis ini, titer antibodi virus meningkat pada
IgG telah dijelaskan sebelumnya. Deteksi asam nukleat adalah tes tercepat, dan paling
sensitif untuk diagnosis infeksi SARS-CoV-2. Baru-baru ini, dua RT-PCR bersarang
dan dua uji RT-PCR real-time telah dikembangkan dengan deteksi sukses dari 25
positif pertama kasus infeksi di Jepang. Tiga teknik RT-PCR real-time telah
dirancang berdasarkan pada E, RdRp, dan N gen. Juga, para ilmuwan membuat alat
interstitial dan multipel bayangan plak kecil. CT scan dada memiliki peran penting
dalam diagnosis pernapasan akut sindrom penyakit (ARDS) dan pneumonia serta
dalam deteksi dini parenkim paru, kelainan pada pasien yang berisiko dan
gejala batuk kering dan sesak napas selama tiga minggu. Tidak ada perjalanan baru-
baru ini atau kontak yang diketahui dengan yang terinfeksi. Axial (A) dan coronal
computed tomography (CT) (B) dada tanpa kontras terungkap kekeruhan konsolidasi
peribronkial dan subpleural bilateral dicatat di kedua paru-paru (panah hijau). Ada
penyakit yang ada. Menggunakan model kecerdasan buatan di masa depan mungkin
berguna dalam skrining massal, untuk memungkinkan penentuan prioritas risiko dan
keterlibatan berdasarkan area mulai dari 0% hingga> 75%. Total skor berkisar dari 0
hingga 25 (maks), dan keterlibatan bersifat subpleural, acak, atau difus. Mereka
menemukan bahwa pada tahap awal (0 - 4 hari setelah timbulnya gejala), GGO
adalah temuan utama pada lobus paru bagian bawah; dalam tahap progresif (5-8 hari),
sementara pada tahap puncak (9-13 hari), konsolidasi padat menjadi fitur umum; pada
tahap (> 14 hari), GGO terdeteksi tanpa pola paving dan resolusi konsolidasi. Lebih
menunjukkan 29% konsolidasi dan 86% GGO pada dada pasien [8,9,92,93]. Studi
lain meneliti 51 kasus dengan CT dan melaporkan bahwa 77% menunjukkan murni
GGO, 75% menunjukkan GGO dengan ketebalan septum retikular dan / atau
kasus; pada 80% kasus, bagian posterior paru terlibat, sedangkan pada 86% bagian
perifer terlibat.
Sejauh ini, tidak ada obat antivirus khusus yang disetujui untuk infeksi SARS-CoV-2.
Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan dan inaktivasi virus sangat penting
hipoklorit 0,1%, formaldehida 0,7-1%, glutaraldehid 2%, atau 0,23% povidone iodine
Mengingat tuntutan klinis yang mendesak, banyak obat yang disetujui untuk
digunakan untuk uji klinis terhadap infeksi SARS-CoV-2, seperti lopinavir / ritonavir,
obat antivirus saat ini, dan obat konsentrasi pada virus ini tidak dapat digunakan in
vivo. Karenanya, kombinasi dari beberapa terapi telah digunakan untuk pengobatan
infeksi coronavirus.
Beberapa kombinasi obat yang bisa berhasil untuk pengobatan pasien SARS-CoV-2
adalah lopinavir dan ritonavir , pengobatan pasien SARS-CoV-2 adalah lopinavir dan
ritonavir plus arbidol dan ribavirin dan interferon . Penggunaan obat antiinflamasi
seperti glukokortikoid, antagonis IL-6, penghambat janus kinase (JAK), dan kolokuin
meningkatkan risiko infeksi sekunder. Selain itu, obat yang menargetkan sitokin
mungkin tidak terlalu efektif dalam mengendalikan badai sitokin (pelepasan sitokin
penting dalam memerangi virus . Selain itu, transplantasi tinja telah disetujui untuk
uji klinis sebagai pilihan terapi untuk pneumonia terkait SARS-CoV-2 berdasarkan
hasil yang menjanjikan yang diperoleh dari transplantasi mikrobiota tinja pada pasien
yang diare terkait antibiotik, kolitis ulserativa aktif, dan infeksi virus lainnya . Baru-
baru ini, ditemukan bahwa IFN yang diturunkan mikrobiota usus dalam stroma paru
memberikan perlindungan terhadap penyakit virus seperti flu burung dan virus
syncytial pernapasan. Apalagi berdasarkan catatan sejarah dari ramuan antivirus pada
SARS dan influenza H1N1, formula herbal Cina bisa menjadi pendekatan alternatif
untuk pencegahan SARS-CoV-2 pada populasi berisiko tinggi , jika tidak ada terapi
berbasis ilmiah yang tersedia. Telah ditemukan bahwa Sambucus formasana Nakai
11. Vaksin
Untuk saat ini vaksin COVID-19 belum ada dan masih dalam tahap uji coba.
membatasi paparan virus dan untuk mengurangi penyebaran lebih lanjut. Berikut
1. Sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau pembersih tangan
3. Menghindari menyentuk mata, hidung, dan mulut jika tangan tidak dalam
keadaan bersih,
tetesan pernapasan ataupun permukaan yang terkontaminasi, tetapi bisa juga melalui
transmisi fecal-oral. Oleh karena itu, langkah-langkah diatas harus diikuti, terutama di
yang baru tiba dari daerah pandemic untuk menghindari penyebaran yang lebih lagi.
Selain itu, tindakan pencegahan higienis umum selama perjalanan sangat dianjurkan.
Wisatawan yang menderita infeksi saluran pernapasan akut harus diuji dan dilaporkan
juga harus memberitahu dan melaporkan tentang riwayat perjalanan yang mereka
terselesaikan ini meliputi: Apa asal usul SARS-CoV-2? Apa host perantara yang
menularkan virus dari kelelawar? Mengapa virus menyebabkan penyakit parah dan
kematian pada orang tua atau orang dengan komorbiditas, sementara itu lebih ringan
pada anak-anak? Apakah aerosol, saliva, feses, urin, dan makanan merupakan satu-
global antara dokter medis dan dokter hewan. Pengendalian wabah SARS-CoV-2 dan
epidemi masa depan membutuhkan upaya global antara dokter medis dan dokter
hewan, diagnosa, ahli epidemiologi, ahli kesehatan masyarakat, ahli vaksin, industri
Langkah-langkah ini harus mencakup: (1) kebijakan penulisan dan dana pendukung
diagnosis dan pengobatan yang cepat dan akurat bagi orang yang terinfeksi, (4)
mengembangkan dan menyediakan vaksin untuk pengendalian virus pada manusia , (5)
lingkungan hidup, (6) meningkatkan langkah-langkah higienis, (7) menilai sosial dan
kesehatan untuk mengurangi wabah pada manusia, (9) menyediakan obat antivirus
untuk pengobatan penyakit pada manusia. ,dan (10) meningkatkan kesadaran kesehatan
Pengobatan SARS
Sampai saat ini, penelitian untuk menemukan vaksin SARS masih terus dilakukan.
Oleh karena itu, pengobatan SARS hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan
Penderita SARS harus dirawat di rumah sakit dan diisolasi dari pasien lain. Selama
• Obat untuk meredakan gejala, seperti obat analgetik-antipiretik, obat batuk, dan
• Obat antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang terjadi saat penderita
Komplikasi SARS
SARS merupakan penyakit serius yang harus cepat ditangani. Bila terlambat ditangani,
• Pneumonia
• Gagal napas
• Gagal hati
• Gagal jantung
• Gangguan ginjal
Pencegahan SARS
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah SARS, yaitu:
tersebut, jaga kesehatan, hindari pusat keramaian, gunakan masker, dan ikuti
• Terapkan hand hygiene. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jika tidak
• Hindari kontak jarak dekat dengan orang lain. Beri tahu keluarga atau teman
• Kenakan masker dan sarung tangan, terutama bila ada orang lain di sekitar,
• Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, lalu segera buang
tisu ke tempat sampah. Bila tidak ada tisu, tutup mulut dan hidung dengan lipat
siku, lalu segera cuci lipat siku dan lengan dengan air dan sabun.
• Jangan berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan orang lain, serta
• Rutin cuci tangan, terutama setelah menutup mulut dengan tangan saat bersin
Wabah SARS-CoV-2 dimulai di Kota Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Sekarang
kematian, dan 467.074 pemulihan (per 13 April 2020). Virus ini memiliki potensi
penyebaran cepat dan luas antara manusia dan negara. Dalam jurnal ini ditinjau
dinamika penularan, potensi zoonosis, karakteristik virus, dan penemuan strategi baru
Virus corona ini beragam secara genetik dan memiliki kecenderungan tinggi terhadap
mutasi genetik dan rekombinasi gen yang meningkatkan risiko penularan antar
spesies. Penularan SARS-CoV-2 tidak hanya melalui batuk, air liur atau permukaan
yang terkontaminasi tetapi dapat juga melalui tinja. Maka dari itu kita harus selalu
sangat menjaga kesehatan dan kebersihan, seperti cuci tangan dengan sabun, menutup
mulut saat batuk, social distancing, dan tidak memegang bagian wajah. Informasi
tentang masa inkubasi dapat membantu dalam membangun karantina yang efektif
untuk pembawa asimptomatik karena carrier asimptomatik dan pasien yang telah
sembuh dapat menjadi sumber virus, sehingga dapat lebih baik dalam mencegah
otoritas kesehatan, dokter hewan, dan dokter. Pada tahap wabah penyakit ini,