Anda di halaman 1dari 34

KELOMPOK 4 // KELAS IV - B

191501065 Meuthia Rizka Amana 191501085 Yuki Varissa Bandri


191501072 Nabila Aulia 191501086 Elizabeth
191501073 Nabila Azzahra 191501087 Rachel Gabriella Sijabat

191501074 Fitratun Nabila 191501091 Murobbi


191501076 Resta Yolanda Amelia 191501095 Wan Fadilla
191501078 Ade Sutrisni Zendrato 191501098 Agnes Aldora Thania Br Panjaitan
191501080 Natasha Maharani Br.Ginting 191501099 Chaterine Jorden Pin

The COVID-19 Pandemic: A Comprehensive Review of Taxonomy, Genetics, Epidemiology,

Diagnosis,Treatment, and Control

1. Pendahuluan

Coronavirus adalah virus RNA rantai tunggal berenveloped yang bisa menginfeksi sejumlah

besar inangnya seperti unggas, binatang liar, spesies mamalia domestik dan manusia. Coronavirus

dikenal dengan kemampuannya untuk terus bermutasi dengan cepat, mengubah tropisme dari

jaringan, menembus species barrier, dan bisa beradaptasi dengan situasi epidemiologis yang

berbeda.

Ada enam kasus coronavirus pada manusia yang telah dilaporkan sejak 1960-an; empat

diantaranya (OC43, 229E, NL63, dan HKU1) menyebabkan penyakit ringan seperti flu biasa dan

infeksi saluran pencernaan. Sementara dua lainnya Severe acute respiratory syndrome coronavirus

(SARS-CoV) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) merupakan virus

pathogen yang menyebabkan 8096 dan 2519 kasus pada manusia, dengan tingkat kematian 9.6%

dan 34.3% pada tahun 2003–2004 dan 2012- sekarang. Virus ini dilaporkan ditularkan dari main

host (kelelawar) ke musang luwak atau unta dromedaris, kemudian akhirnya ke manusia
Pada Desember 2019 lalu, beberapa kluster kasus pneumonia dengan penyebab yang tidak

diketahui dilaporkan di kota Wuhan,China. Agen penyebab pneumonia ini lalu dikonfirmasi

sebagai Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2), yang sebelumnya

dinamakan 2019 novel coronavirus (2019-nCoV), dan penyakit yang disebabkan oleh virus ini

disebut corona virus disease 2019 (COVID-19). Berdasarkan data analisis, SARS-CoV-2 memiliki

96,3%, 89%, dan 82% kesamaan nukleotida dengan masing-masing bat CoVRaTG13, SARS-like

CoVZXC21, dan SARS-CoV, yang mengkonfirmasi asal zoonoticnya.

Saat awal bermulanya wabah, para ilmuan berfikir bahwa penyakit ini hanya ditularkan lewat

hewan ke manusia, lalu kemudian hanya antar manusia dari manusia yang memiliki gejala

(simtomatik), hingga sebuah kasus penularan virus antar manusia ke manusia dari seorang

Asimtomatik Carrier (Pembawa Virus Tanpa Gejala) dikonfirmasi di Jerman. Hal ini sekarang

juga dibuktikan dengan beberapa kasus penyebaran di masyarakat yang mana tidak ada hubungan

langsung yang bisa dibuat antara pasien yang terinfeksi dengan yang diduga sebagai COVID-19

carrier.

SARS-CoV-2 dilaporkan dapat ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, tetesan

aerosol, jalur fekal-oral, dan intermediate fomites (Benda mati) dari pasien yang bergejala

(simtomatik) dan tidak bergejala (Asimtomatik) selama periode inkubasi. Penyakit ini ditandai

dengan demam, batuk kering, dyspnea (susah bernafas), dan diare. Pada 20-25% pasien tidak

menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan atas seperti bersin atau sakit tenggorokan.

Dan pada kasus yang parah, penyakit ini ditandai oleh pneumonia, asidosis metabolik, syok septik,

dan perdarahan.
Pada 13 April 2020,penyakit ini telah menyebabkan pandemi dunia di lebih dari 200 negara.

Ada lebih dari 1.700.000 kasus pada manusia yang dikonfirmasi dan 111.600 kematian. Akibat

dari penyebaran virus yang cepat ini, negara-negara di seluruh dunia melakukan beberapa langkah

pengendalian untuk mencegah penyebaran SARS-CoV-2. Contohnya larangan terbang ke dan dari

negara-negara yang terinfeksi, tindakan karantina yang ketat dan pemeriksaan wisatawan,

penerapan langkah-langkah mitigasi oleh spesialis kesehatan, penerapan socialdistancing, lalu

ketat dalam menjaga kebersihan diri seperti sering mencuci tangan , dan memakai masker wajah.

Selain usaha dari negara masing masing, world public health authorities seperti Centers for

Disease Control and Prevention (CDC), World Health Organization (WHO),dan patner global

lainnya juga ikut serta dalam usaha pemadaman pandemik ini. WHO mengeluarkan panduan untuk

mengendalikan pandemi yang baru terjadi ini, menyangkup instruksi untuk pendeteksian cepat

penyakit, perawatan darurat, penerapan dari pencegahan dan pengendalian strategi, terapi suportif,

dan pencegahan komplikasi penyakit.

Dikarenakan banyak informasi menyimpang yang beredar dan kurangnya pengetahuan tentang

SARS-CoV-2 yang masih baru munculnya, review ini memberikan informasi terbaru tentang

SARS-CoV-2, dengan menitik beratkan pada (1) status wabah SARS-CoV-2 saat ini, (2) bukti

mengenai asal-usulnya dengan analisis filogenetik, (3) karakteristik epidemiologis yang

diperlukan untuk strategi pengendalian yang efisien, (4) diagnosis dari penyakit, (5) strategi

pengendalian dan terapi yang efektif saat ini, dan (6) tantangan untuk mengendalikan epidemi di

masa depan seperti yang disebabkan oleh coronavirus ini. Review ini juga memberikan wawasan

untuk mengendalikan infeksi patogen pada manusia dengan novel coronavirus dan spillover di

masa depan.
2.Sejarah Wabah

Corona virus telah berulang kali berevolusi selama 1000 tahun terakhir.

Pemulihan pertama corona virus melibatkan identifikasi penyakit pada hewan diikuti

oleh isolasi virus bronkitis infeksi (IBV) dari ayam pada tahun 1937 dan virus

hepatitis virus (MHV) dari tikus pada tahun 1949. Babi ditemukan membawa virus

gastroenteritis menular (TGEV) di Amerika Serikat pada tahun 1946. Virus corona

manusia pertama kali ditandai pada tahun 1960-an dari infeksi saluran pernapasan.

Dua virus yang pertama kali diisolasi adalah B814 dan 229E. Sejak itu, beberapa jenis

virus corona lainnya telah diisolasi dari manusia menggunakan kultur jaringan (OC16

dan OC43). Jumlah coronavirus yang diidentifikasi terus meningkat secara signifikan

untuk memasukkan virus dari beberapa spesies hewan tambahan seperti anak sapi,

anjing, kucing, kelelawar, burung gereja, kelinci, dan kalkun.

Pada 2002-2003, SARS-CoV menyebabkan wabah penyakit dengan kematian

di 29 negara, sebagian besar kasus berada di Cina dan Hong Kong. Jumlah total kasus

yang dilaporkan adalah 8.096, di mana 774 meninggal, sesuai dengan tingkat

kematian 9,6%, sebelum penyakit itu mati sebagian karena protokol karantina yang

ketat. Berdasarkan urutan genom, SARS-CoV tampaknya sangat terkait erat dengan

virus lain dari musang kelapa Himalaya, yang darinya ia mungkin muncul. Kemudian,

musang dianggap sebagai inang perantara untuk SARS-CoV, dengan kelelawar

sebagai inang alami.


Hu et al. melakukan studi pengawasan lima tahun terhadap virus corona terkait

SARS yang diisolasi dari kelelawar tapal kuda di provinsi Yunnan, Cina, tempat 11

CoV mirip SARS diidentifikasi. Perbandingan genom mengungkapkan keragaman

genetik yang tinggi di antara virus-virus ini dalam beberapa gen, termasuk S, ORF3,

dan ORF8. Terlepas dari perbedaan sekuens protein S, semua 11 CoV mirip SARS

masih dapat menggunakan reseptor enzim pengonversi-2 (hACE2) angiotensin

manusia yang sama, menunjukkan hubungan yang erat dengan SARS-CoV. Oleh

karena itu, SARS-CoV kemungkinan muncul melalui rekombinasi CoV seperti SARS

kelelawar sebelum menginfeksi musang, dari mana virus rekombinan menyebar ke

manusia, menyebabkan epidemi SARS.

Sepuluh tahun kemudian, MERS-CoV muncul di negara-negara Timur Tengah di

mana virus ditransmisikan ke manusia dari unta dromedaris. Pada Januari 2020,

MERS-CoV telah menghasilkan 2.519 kasus yang dikonfirmasi di laboratorium dan

866 kematian (tingkat kematian 34,3%), dengan lebih dari 80% kasus dilaporkan dari

Arab Saudi. Strain MERS-CoV manusia dan unta berbagi lebih dari 99% identitas

dengan variasi (substitusi) yang terletak di gen S, ORF3, dan ORF4b. Secara

filogenetis, MERS-CoV sangat dekat dengan kelelawar koronavirus HKU4 dan

HKU5. Analisis komprehensif dari hubungan evolusi menunjukkan bahwa MERS-

CoV mungkin berasal dari kelelawar sebagai hasil dari peristiwa rekombinasi dalam

gen ORF1ab dan S. Untuk mendapatkan akses ke dalam sel, MERS-CoV

menggunakan reseptor dipeptidyl peptidase 4 (DPP4) manusia. Ini juga merupakan

kasus untuk CoV terkait MERS yang diisolasi dari kelelawar di Cina, yang protein
lonjakannya mampu berikatan dengan reseptor yang sama dengan MERS-CoV,

mengonfirmasi kemungkinan asal kelelawar untuk MERS-CoV.

Pada bulan Desember 2019, SARS-CoV-2 muncul di Kota Wuhan, Cina,

menyebabkan penyakit pernapasan dan kematian yang parah (lihat bagian

epidemiologi). Studi awal melaporkan bahwa ia mungkin telah berevolusi dari

kelelawar, seperti yang diungkapkan oleh analisis filogenetik dan identitasnya yang

tinggi (96,3%) dengan corona virus kelelawar RaTG13.

3. Taksonomi Virus Corona

Virus corona adalah virus berenvelope yang bentuknya seperti mahkota dan

memiliki bentuk partikel ikosahedral, diameternya sekitar 80-220 nm yang

mengandung genom RNA yang tidak bersegmen, untaian tunggal dengan sense-positif

dan berukuran sekitar 26-32 kb serta memiliki kemampuan untuk membuat

seperangkat mRNA subgenomik

Virus corona (CoVs) adalah salah satu kelompok virus terbesar yang termasuk

kedalam Nidovirales, subordo Cornidovirineae, dan famili Coronaviridae.

Coronaviridae diklasifikasikan menjadi dua subfamili, yaitu, Letovirinae yang

termasuk Alphaletovirus genus dan Orthocoronavirinae diklasifikasikan berdasarkan

analisis filogenetik dan struktur genom menjadi empat yaitu : Alphacoronavirus ( α

CoV), Betacoronavirus ( β CoV), Gammacoronavirus ( γ CoV) dan Deltacoronavirus

( δ CoV), yang masing-masing berisi 17, 12, 2, dan 7 spesies unik (ICTV 2018). α- dan
β CoV biasanya menginfeksi mamalia, sementara γ- dan δ CoVs biasanya terutama

menginfeksi burung.

Human coronavirus (HCoV) pertama kali diisolasi pada tahun 1960 dari pasien

rawat inap yang menderita gejala flu biasa dan diberi nama B814. Sejauh ini, ada tujuh

HCoV berbeda yang dapat menginfeksi manusia yaitu 229E, NL63, yang termasuk

kedalam α CoVs, dan HKU1, OC43, SARS, MERS, SARS-CoV-2, yang termasuk

kedalam β CoVs. SARS-CoV yang ditemukan tahun 2002-2003 yang berasal dari

Tiongkok memiliki garis keturunan B β CoV. MERS-CoV yang muncul pada 2012 di

Timur Tengah memiliki garus keturunan C β CoV sedangkan SARS-CoV-2 yang baru

muncul tahun 2019 yang terkait dengan kelelawar yang hampir sama dengan SARS,

dikelompokkan dengan garis keturunan B β CoV. Tetapi SARS-CoV-2 mewakili garis

keturunan yang berbeda dalam subgenus Sarbecovirus ( sebelumnya, garis keturunan

2b dari β CoV).

Selain itu, virus corona yang lain telah menyebabkan penyakit pandemi pada

mamalia dan burung domestik dan liar, yang menyebabkan tingkat kematian yang

tinggi dan kerugian ekonomi yang parah yaitu Virus IBV pada ayam, Beluga whale

coronavirus SW1(BWCoV-SW1), kelelawar coronavirus CDPHE15 dan HKU10

(ICTV 2018), virus diare epidemi babi (PEDV), TGEV, dan sindrom diare akut

mendadak (SADS-CoV).
4. Organisasi Genom SARS-CoV-2

Pada 14 April 2020, ada total 7655 genom lengkap dari 67 negara dalam database

Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Sampai saat ini, ada total

875 sekuens termasuk satu sekuens RefSeq dan 768 genom lengkap di NCBI.

SARS-CoV-2 adalah virus RNA monopartit, single-stranded, dan positive-sense

dengan ukuran genom 29.903 nukleotida, menjadikannya genom RNA terbesar kedua

yang diketahui. Genom virus terdiri dari dua daerah yang tidak diterjemahkan (UTR)

pada 5 ′ dan 3 ′ berakhir dan 11 frame pembacaan terbuka (ORF) yang mengkodekan

27 protein.

ORF pertama (ORF1 / ab) merupakan sekitar dua pertiga dari genom virus, yang

mengkode 16 protein non-struktural (NSPS),

sedangkan sepertiga sisanya dari genom mengkodekan 4 protein struktural dan

setidaknya 6 protein tambahan.

5′UTR dan 3′UTR dari SARS CoV-2 masing-masing terdiri dari 265 dan 229

nukleotida.
5. Analisis filogenetik komparatif dari SARS-CoV-2

Pada virus RNA, mutasi virus terjadi pada saat replikasi dan virus RNA

bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat dari pada virus DNA. Mutasi virus RNA, tidak

hanya Coronavirus, biasanya terjadi pada saat proses replikasi RNA. Pada proses ini,

RNA negatif disintesa dari RNA positif atau sebaliknya. Sintesa ini dilakukan oleh

enzim RNA polimerase dan sekuen RNA yang disintesa adalah yang komplemen

dengan templet. Pada saat sintesa RNA ini, RNA polimerase terkadang salah baca

sehingga yang terbentuk bukanlah sekuen yang komplemen dengan templat. Alhasil,

sekuen yang terbentuk adalah yang sudah termutasi. Untuk virus DNA, dimana yang

berperan adalah DNA polimerase, kesalahan yang sama juga terjadi. Tatapi kesalahan

ini bisa diperbaiki, karena untuk replikasi DNA ada enzim exonuclease yang berfungsi

sebagai "proof-reading " atau "error correction ". Artinya, kalau ada sekuen yang

disintesa tidak komplemen dengan template, enzim exonulease ini akan membuang

sekuen terebut, dan baru kemudian proses sintesa jalan kembali. Perbedaan inilah

sebenarnya yang menyebabkan virus RNA, yang di dalamnya termasuk Coronavirus,

bermutasi jauh lebih cepat daripada virus DNA.

Selain dengan cara bermutasi, Rekombinan merupakah salah satu mekanisme

evolusi lain dari Virus Corona. Sebelumnya rekombinasi dengan frekuensi tinggi

terdapat pada virus hepatitis murine selama infeksi campuran, di mana mayoritas virus

pulih setelah tiga bagian adalah rekombinan. Rekombinasi juga dilaporkan terjadi pada

MERS-CoV dan SARS-CoV. Tujuh daerah rekombinasi diduga terdeteksi di ORF1ab

dan Protein S antara SARS-CoV dan enam coronavirus lainnya melalui analisis silico
genomnya Demikian pula, analisis bioinformatik dari data genomik MERS-CoV

mengungkapkan 28 urutan rekombinan dari manusia dan unta. Sehingga diduga karena

terjadinya rekombinasi yang menyebabkan SARS-CoV-2 dapat menginfeksi dari

hewan ke manusia. Tetapi untuk rekombinasi SARS-CoV-2 belum dapat diketahui

secara pasti.

Untuk memahami evolusi dari SARS-CoV-2, dilakukan analisis pohon

filogenetik dari 45 virus corona representatif dari 18 negara termasuk SARS-CoV,

SARS-CoV-2, HCoV, kelelawar SARS CoV, kelelawar seperti CoV mirip SARS, dan

MERS- CoV. Pohon filogenetika atau pohon evolusi adalah diagram percabangan

atau "pohon" yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai spesies makhluk

hidup berdasarkan kemiripan dan perbedaan karakteristik fisik dan/atau genetik

mereka. Takson yang terhubung pada pohon tersebut berarti diturunkan dari satu nenek

moyang bersama. Penyelarasan urutan banyak dilakukan dengan menggunakan kalign

3. Pohon filogenetik dibangun berdasarkan sekuens seluruh genom (urutan pengkodean

semua gen) dalam IQ-TREE, menggunakan metode kemungkinan maksimum,

pendekatan bootstrap ultra cepat, dan ModelFinder. Pohon itu ditarik ke skala, dengan

panjang cabang diukur dalam jumlah substitusi per situs. Nilai-nilai bootstrap

ditentukan oleh 1.000 ulangan. Pohon itu divisualisasikan dalam MEGA X. Dalam

analisis pohon filogenetik tersebut dapat diketahui bahwa kelelawar SARS atau

coronavirus seperti SARS, dengan kelelawar Wuhan CoV RaTG13 menjadi virus

terdekat. Selain itu, MERS-CoV dan CoV manusia HKU1 sangat jauh dari SARS-

CoV-2. Tetapi pada analisis ini pengelompokan SARS-CoV-2 berbeda tergantung pada
apakah seluruh genom atau gen spesifik digunakan dalam analisis. Sebagai contoh,

SARS-CoV-2 berkerumun dengan anggota subgenus Sarbecovirus termasuk SARS-

CoV (79,5% identik) yang menyebabkan pandemi global pada tahun 2003 dan virus

mirip kelelawar SARS lainnya (96% identik pada tingkat genom keseluruhan) ), tetapi

posisi topologis dalam Sarbecovirus berubah ketika gen individu (ORF1ab, S, E, M,

dan N) digunakan untuk pengelompokan

6. Mutasi SARS-CoV-2 dan Efeknya

Berdasarkan keselarasan urutan seluruh genom, SARS-CoV-2 memiliki

kedekatan genetic 89% dengan SARS kelelawar CoVZXC21, 82% dengan SARS-

CoV, dan 96,3% dengan kelelawar CoV RaTG13.

Virus SARS-CoV-2 termasuk dalam keluarga coronaviridae dengan komponen

penyusunnya berupa materi genetik (RNA untai tunggal) yang dilapisi/dilindungi oleh

protein. Virus ini sekurang-kurangnya tersusun dari 27 protein yang terdiri atas 15

protein non struktural (nsps), 4 protein struktural dan 8 protein pelengkap.

1. Protein Struktural Virus SARS-CoV-2

Protein struktural penyusun virus ini terdiri atas protein spike (S), envelope (E),

membran (M) dan nukleokapsid (N). Protein S merupakan komponen penyusun virus

SARS-CoV-2 yang selalu menjadi target dalam pengembangan vaksin dan anti-virus

lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena bagian inilah yang berikatan dengan reseptor
Angiotensin Converting-Enzyme 2 (ACE2) pada manusia. Protein ini terletak paling

luar dibanding virion (komponen penyusun virus) lainnya.

Berikut secara singkat tentang replikasi SARS-CoV-2 :

Kebanyakan SARS-CoV-2 hanya menginfeksi sel dari species induknya dan

species yang berhubungan dekat dengan induknya. Pada sel induk tersebut, SARS-

CoV-2 hanya bisa berkembang-biak pada jaringan tertentu saja. Artinya, sel dan

jaringan untuk perkembang-biakan virus ini sangat spesifik. Kespesifikan ini

ditentukan oleh sifat dan distribusi molekul reseptor dari pihak sel dan variasi sekuen

"Protein S " dari pihak virus itu sendiri.

Replikasi SARS-CoV-2 berlangsung di sitoplasma sel dan virus ini juga bisa

berkembang-biak di sel yang sudah diambil nucleus-nya (enucleated cells). Dalam

percobaan di luar tubuh (in vitro), actinomycin D bisa menghambat replikasi SARS-

CoV-2 di dalam sel. Namun belum ada studi tentang efektifitas antibiotik ini secara

klinis. Karena itu, belum ada keputusan apakah antibiotik bisa menekan perkembang-

biakan virus ini di dalam tubuh manusia.

Proses replikasi SARS-CoV-2 secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama-tama virus mengikat sel melalui interaksi antara "Protein S " dan reseptor.

Setelah itu virus masuk ke dalam sel dan genom RNA virus keluar dari selaput virus.

Kemudian sebagian genom RNA berfungsi sebagai mRNA dan sebagian sebagai

templet untuk sintesa RNA negatif. Genome yang berfungsi sebagai mRNA

ditranslasikan menjadi berbagai protein-protein. Diantara protein-protein ini, ada yang

berfungsi untuk pembentuk tubuh virus dan ada yang berfungsi untuk proses
replikasi/multiplikasi RNA. Sementara sebagian genome RNA lainnya digunakan

untuk sintesa RNA negatif. RNA negatif ini, kemudian dijadikan templet lagi untuk

sintesa RNA positif. Demikian seterusnya proses ini berlangsung berulangkali. Dengan

proses ini akhirnya RNA positif yang menjadi genom akan bertambah banyak. RNA

positif yang sudah dimultiplikasi dibungkus oleh protein-protein pembentuk tubuh

virus, sehingga terbentuk virus baru (progeny). Virus baru ini akhirnya keluar dari sel

dan memiliki fungsi sebagai virus biasa yang bisa menginfeksi sel berikutnya.

Penyelarasan urutan protein yang diprediksi dari SARS-CoV-2 dengan yang

dari SARS-CoV atau coronavirus seperti-SARS mengungkapkan total 380 substitusi

asam amino antara virus-virus ini. Substitusi asam amino ini didistribusikan sebagai

berikut: 348 mutasi asam amino pada protein nonstruktural (ORF1ab, 3a, 3b, 7a, 7b,

9b, dan ORF14), 27 pada protein S, dan 5 pada protein N. Tidak ada substitusi asam

amino yang terdeteksi pada protein E atau M, yang menunjukkan bahwa protein E dan

M sangat terkonservasi di antara virus-virus ini.

Telah dilaporkan bahwa SARS-CoV-2 dan SARS-CoV menggunakan reseptor

seluler yang sama yaitu hACE2. Analisis domain pengikat reseptor (RBD) dari protein

SARS-CoV dan SARS-CoV-2 S mengungkapkan pengikatan serupa.


Gambar 1. Pemodelan protein spike virus SARS-CoV-2 yang berikatan

dengan reseptor ACE2

Asam amino protein S merupakan unit-unit yang tersusun secara berulang dan

tersusun dari 1273 asam amino. Susunan tersebut memiliki ujung/akhiran yang biasa

disebut “terminal” yaitu suatu amino (N-terminal) dan karboksil (C-terminal).Kedua

ujung tersebut secara berturut-turut terletak pada sub-unit S1 dan S2. Pada sub-unit S1

terdapat Domain Pengikat Reseptor (RBD) ACE2 dengan residu (asam amino) sekitar

200 dan mengandung 2 sub-domain (inti dan luar). Pada sub-domain luar terdapat 2

loops (struktur sekunder protein) yang tidak terlindungi dan terdapat pada permukaan

kerangka protein.

Protein S pada virus SARS‐CoV‐2 juga pada 2 virus korona lainnya (SARS‐

CoV dan MERS‐CoV) memiliki subunit S1 dan S2. Bagian yang lainnya adalah sisi

pemecah molekul protein S, fusi peptida, susunan ulang 7 residu (HR 1 dan 2), domain

pengikat reseptor (RBD), pengikat struktur protein utama/primer (motif) pada sub-

domain eksternal dan penanda peptida (SP). Sedangkan laporan ataupun kajian ilmiah

terhadap terhadap 3 protein struktur lainnya (E, M dan N) saat ini masih sangat terbatas.
Karena perannya yang sangat penting terhadap infeksi ke manusia sehingga fokus para

ilmuwan saat ini masih tertuju pada protein S virus SARS-CoV-2.

Selain itu, ditemukan juga total 27 substitusi asam amino dalam protein S tetapi

bukan di RBM yang secara langsung berinteraksi dengan hACE2. 27 residu

tersubstitusi ini didistribusikan sebagai berikut: 17 di subunit S1 [6 di RBD dan 6 di

subdomain (SD)] dan 10 di subunit S2. Wan dkk, menemukan kesamaan protein spike

RBD, termasuk juga RBM, antara SARS-CoV dan SARS-CoV-2, di samping adanya

beberapa residu dalam RBM SARS-CoV-2 yang lebih mudah berinteraksi dengan

hACE2. Hasil ini sejalan dengan analisis genomik SARS-CoV-2, dimana subunit S2

dari protein spike ( Protein S ) SARS-CoV-2 memiliki kecocokan genom 99% dengan

dua virus SARS kelelawar (SL-CoVZXC21 dan ZC45) dan SARS-CoV pada manusia.

Subunit S2 SARS-CoV-2 terkonservasi, sedangkan subunit S1 memiliki

kemiripan genom 70% dengan virus SARS kelelawar dan SARS-CoV pada manusia.

Domain inti RBD dari S1 sangat terkonservasi, dimana sebagian besar perbedaan dari

asam amino terletak di subdomain eksternal yang bertanggung jawab untuk interaksi

langsung dengan reseptor host.

Peneliti juga melaporkan adanya situs pembelahan polybasic dan O-linked

glycans yang secara unik terdapat dalam protein S SARS-CoV-2. Perbedaan dalam

protein S SARS-CoV-2 dan kemampuan penularan yang tinggi dari virus ini

menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 telah berevolusi atau telah berkembang melalui

seleksi alam dalam hal berikatan langsung dengan reseptor hACE2.

ORF3b juga bervariasi di dalam SARS-CoV-2. Mutasi delesi dari ORF3b di

virus SARS-CoV-2 tidak mempengaruhi kemampuannya untuk bereplikasi secara in-


vitro. ORF3b mungkin berperan dalam patogenesitas virus selain juga adanya pengaruh

hambatan dari ekspresi Interferon dan proses signaling. Akhir-akhir ini telah terdeteksi

adanya protein putative pendek dalam ORF3b virus SARS-CoV-2. Namun demikian,

fungsi dari protein ini masih belum diketahui. ORF8 dari SARS-Cov-2 lebih erat

kemiripannya dengan SARS CoV kelelawar (ZXC21 dan ZC45), tetapi jauh

kemiripannya dengan virus SARS Co-V pada manusia.

7. Keragaman genetic dari SARS-Cov 2

Mutasi penghapusan dalam genom isolate di ORF1ab gen (penghapusan 3-nukleotida

dan 24-nukleotida) dan pada 3 ′ akhir genom (penghapusan 10-nukleotida). Dari 93

mutasi substitusi, 42 mengubah urutan asam amino protein struktural dan non-

struktural [ 65 ] Penghapusan 3 dan 24-nukleotida di ORF1ab diharapkan untuk

mengurangi urutan protein oleh 1 dan 8 residu asam amino, masing-masing, tanpa

mengubah kerangka bacaan, tetapi fungsional belum diselidiki. Dalam analisis

filogenetik yang kami lakukan, virus SARS-CoV-2 berada di cluster yang sama

terlepas dari wilayah geografisnya. Hasil ini sangat menunjukkan kemungkinan

nenek moyang bersama baru-baru ini untuk semua SARS-CoV-2 atau penularan virus

yang sama di seluruh negara.

8. Epidemiologi COVID-19
Wabah COVID-19 berasal dari Kota Wuhan, provinsi Hubei, di Cina. Pertengahan

Januari 2020, SARS-CoV-2 menyebar ke provinsi lain di Cina. SARS-CoV-2

ditransmisikan dari Tiongkok ke negara lain melalui pelancong internasional. Pada 13

Januari 2020, kasus pertama infeksi SARS-CoV-2 dikonfirmasi di luar China di

Thailand, dan pada 16 Januari 2020, kasus yang terinfeksi pertama kali dikonfirmasi

di Jepang. Pada 25 Januari 2020, kasus yang dikonfirmasi menjadi 2062. Pada 30

Januari 2020, Cina melaporkan peningkatan tajam dalam jumlah kasus yang

terinfeksi, dengan adanya infeksi di lebih dari 18 negara. karena itu, WHO

menyatakan wabah SARS-CoV-2 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat dari

Kepedulian Internasional.

Pada 16 Maret 2020, lebih dari 150 negara terkena dampaknya. Ada 167.511 kasus

infeksi SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi, dengan 6606 kematian dan sekitar 8%

tingkat kematian diperkirakan. Pada 13 Maret 2020, WHO menyatakan Eropa sebagai

pusat pandemi baru karena peningkatan besar kasus yang dikonfirmasi di sana. Pada

23 Maret 2020, Italia melaporkan jumlah kematian tertinggi (5560) diikuti oleh China

(3276), Spanyol (1720), dan Iran (1685). Satu minggu kemudian (30 Maret 2020),

jumlah kasus tertinggi dilaporkan di Amerika Serikat (122.653 kasus; 2112 kematian)

diikuti oleh Italia, Cina,Spanyol, Jerman, dan Iran. Per 6 April 2020, ada 1.210.956

kasus infeksi SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi dan 67.594 kematian. Pada 13 April

2020, jumlah kasus yang dikonfirmasi dari SARS-CoV-2 meningkat hingga 524.514

kasus. Jumlah kasus yang dikonfirmasi, kematian, dan negara yang terinfeksi

ditunjukkan pada Tabel 4 .


8.1. Sumber Infeksi dan Evolusi SARS-CoV-2

Lebih dari 75% infeksi coronavirus dianggap zoonosis, yaitu hewan adalah sumber

utama wabah. Sebagai contoh, SARS-CoV ditransmisikan dari musang ke manusia,

dan MERS-CoV dari unta dromedaris ke manusia. Jenis hewan yang berasal dari

SARS-CoV-2 masih belum jelas. para peneliti melaporkan perbedaan satu asam

amino dalam domain pengikatan reseptor dari protein S Pangolin-CoV dibandingkan

dengan SARS-CoV-2, menunjukkan bahwa trenggiling mungkin sebagai inang

perantara (Xiao et al., data saat ini sedang ditinjau). Kelompok peneliti lain

melaporkan bahwa virus tersebut berasal dari kelelawar berdasarkan urutan genom

SARS-CoV-2, yang 96% identik dengan kelelawar coronavirus RaTG13. Baru-baru

ini, sekelompok peneliti menemukan bahwa SARS-CoV-2 bereplikasi buruk pada

anjing, babi, ayam, dan itik tetapi efisien dalam musang dan kucing . Para ilmuwan

masih berusaha menemukan sumber utama wabah penyakit dan mengidentifikasi

inang perantara definitif.


8.2. Mode Transmisi SARS-CoV-2 ke Manusia: Dinamika Transmisi dan Persistensi

Virus

Infeksi SARS-CoV-2 ditularkan langsung dari orang ke orang seperti kebanyakan

virus melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi atau melalui tetesan

pernapasan yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Tetesan

ini dapat dihirup untuk mencapai paru-paru. Virusnya bisa ditransmisikan secara

tidak langsung melalui menyentuh permukaan atau objek yang sebelumnya

terkontaminasi virus dan kemudian menyentuh wajah, mata, atau mulut. Pembawa

tanpa gejala (selama masa inkubasi virus) dan pasien setelah pemulihan bentuk akut

penyakit ini juga dianggap sebagai sumber potensial penularan virus ke orang sehat.

Menariknya, virus korona manusia mampu bertahan pada baja, logam, kayu,

aluminium, kertas, gelas, plastik, keramik, gaun sekali pakai, dan sarung tangan

bedah selama 2-9 hari. Suhu tinggi (≥30 ° C) dapat mengurangi periode persistensi,

sementara suhu rendah (4 ° C) meningkatkan waktu persistensi hingga 28 hari.


Gambar 3. Siklus transmisi coronavirus termasuk MERS-CoV, SARS-CoV, dan

SARSCoV-2. Penularan virus ke manusia terjadi melalui kontak langsung dengan

hewan yang terinfeksi.

8.3. Faktor Risiko untuk Infeksi SARS-CoV-2 dan Penilaiannya

Banyak faktor yang mempengaruhi transmisi dan penyebaran SARS-CoV-2. Faktor-

faktor ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada: (1) perjalanan ke atau kontak dengan

individu yang baru-baru ini mengunjungi tempat yang mengalami wabah; (2) kontak

dekat dengan orang yang didiagnosis positif untuk penyakit ini, seperti petugas

kesehatan yang merawat pasien dengan SARS-CoV-2; (3) kontak dengan tetesan dan

sekresi (diproduksi oleh bersin atau batuk) dari orang yang terinfeksi dan makan atau

menangani hewan liar asli Tiongkok seperti kelelawar. Selain itu, risiko infeksi lebih

tinggi untuk orang tua dan pasien yang menderita penyakit yang sudah ada

sebelumnya. Tingkat kematian yang dilaporkan berdasarkan usia adalah 14,8% untuk

orang> 80 tahun, 8% untuk orang antara 70 dan 79 tahun, 3,6% untuk orang di antara

60 dan 69 tahun, 1,3% untuk orang antara 50 dan 59 tahun, 0,4% untuk orang antara

40 dan 49 tahun, 0,2% untuk orang-orang antara 10 dan 39 tahun; tidak ada korban

jiwa yang dilaporkan untuk anak di bawah 10 tahun.

8.4. Karakteristik Klinis dan Kerentanan Infeksi SARS-CoV-2 pada Manusia

Perkiraan periode inkubasi dari coronavirus novel berkisar 2-14 hari. Namun,

beberapa kasus memiliki masa inkubasi 21, 24, atau 27 hari. Gambaran klinis lengkap

SARS-CoV-2 masih belum jelas. Penyakit ini dimulai dengan gejala seperti flu yang
meliputi demam, kelelahan, batuk kering, sakit tenggorokan, sesak napas, sakit

kepala, sesak dada, nyeri dada, dan nyeri otot. Beberapa pasien SARS-CoV-2

mengalami pilek, mual, muntah, dan diare. Orang dapat terinfeksi tanpa menunjukkan

gejala, yang memungkinkan virus untuk menyebar lebih banyak dari orang ke orang.

Komplikasi dapat terjadi karena COVID-19 yang menyebabkan infeksi parah, seperti

pneumonia (infeksi paru-paru), gagal ginjal, dan kematian. Fase ringan penyakit ini

dapat bertahan hingga 2 minggu, sementara penyakit parah atau kritis berlangsung

sekitar 3-6 minggu (analisis ini dilakukan pada 55.924 kasus yang dikonfirmasi).

waktu mulai timbul penyakit hingga timbulnya penyakit parah adalah satu minggu,

sementara waktu mulai timbulnya gejala hingga kematian berkisar antara 2 hingga 8

minggu. Berdasarkan analisis data dari 72.314 kasus SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi

di Kota Wuhan, Cina, pada 11 Februari, 80,9% kasus ringan dengan gejala seperti flu,

dan pasien pulih di rumah, 13,8% menderita pneumonia berat dan sesak napas, 4,7%

kritis dengan gagal napas dan syok septik yang mengakibatkan kegagalan organ, dan

sekitar 2% dari kasus fatal. Studi lain dilakukan pada 99 pasien rawat inap, dan

gejalanya diklasifikasikan sebagai berikut: demam (83%), batuk (82%), sesak napas

(31%), sakit otot (11%), kebingungan (9%), kebingungan (9%), sakit kepala (8%),

sakit tenggorokan (5%), pilek (4%), sakit dada (2%), diare (2%), dan mual dan

muntah (1%).

9. Diagnosis Infeksi SARS-CoV-2

Diagnosis cepat infeksi SARS-CoV-2 adalah landasan pengendalian penyakit.

Diagnosis yang tepat tergantung pada faktor-faktor yang diuraikan di bawah ini.
9.1. Sejarah Epidemiologi

Langkah pertama dalam diagnosis awal infeksi SARS-CoV-2 , yaitu dengan

melakukan pemantauan ketat pasien yang dicurigai secara klinis yang menderita

demam, memiliki gejala infeksi saluran pernafasan atau telah melakukan perjalanan

ke daerah yang telah terkena wabah atau melakukan kontak dekat denngan yang

orang yang sudah terkena.

9.2. Diagnosis Laboratorium

Pada darah dari pasien yang menderita infeksi SARS-CoV-2 , akan terlihat :

(1) peningkatan protein C-reaktif dan eritrosit,

(2) peningkatan miohemoglobin, enzim hati, dan enzim otot, dengan tingkat D-dimer

yang tinggi pada kasus yang parah, dan

(3) darah putih normal atau menurun jumlah sel dan limfosit pada tahap awal

penyakit, dengan limfositopenia lanjut pada kasus parah.

Pada pasien ICU, tingginya tingkat faktor stimulasi koloni granulosit plasma (GCSF),

IP10, IL2, IL7, IL10, TNF-α, dan MIP1a dilaporkan.

9.3. Deteksi Virus

Pemeriksaan melalui mikroskop elektron dari SARS-CoV-2 mengungkapkan

morfologi coronavirus yang khas. Selanjutnya, SARS-CoV-2 berhasil diisolasi dari

sel epitel pernapasan manusia atau BALF sampel pasien yang terinfeksi
menggunakan sel Huh7 dan sel Vero E6. Rantai yang diisolasi dikonfirmasi oleh

teknik antibodi imunofluoresen menggunakan antibodi nukleoprotein (NP) lintas

reaktif. Tes netralisasi serum, menggunakan sel Vero E6 dilakukan untuk

mengkonfirmasi aktivitas netralisasi dalam sampel virus IgG-positif.

9.4. Diagnosis Serologis dan Molekuler

Kit deteksi IgM dan IgG ELISA menggunakan kelelawar SARSr-CoV Rp3

NP dikembangkan tanpa reaksi silang terhadap virus corona manusia kecuali SARSr-

CoV. Dengan menggunakan alat serologis ini, titer antibodi virus meningkat pada

pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2. Prosedur ELISA untuk penentuan SARS-CoV-2

IgG telah dijelaskan sebelumnya. Deteksi asam nukleat adalah tes tercepat, dan paling

sensitif untuk diagnosis infeksi SARS-CoV-2. Baru-baru ini, dua RT-PCR bersarang

dan dua uji RT-PCR real-time telah dikembangkan dengan deteksi sukses dari 25

positif pertama kasus infeksi di Jepang. Tiga teknik RT-PCR real-time telah

dirancang berdasarkan pada E, RdRp, dan N gen. Juga, para ilmuwan membuat alat

pendeteksi molekuler untuk SARS-CoV-2 berdasarkan gen S.

9.5. Diagnosis Radiologis.

Pemeriksaan rontgen dada pada tahap awal penyakit menunjukkan perubahan

interstitial dan multipel bayangan plak kecil. CT scan dada memiliki peran penting

dalam diagnosis pernapasan akut sindrom penyakit (ARDS) dan pneumonia serta

dalam deteksi dini parenkim paru, kelainan pada pasien yang berisiko dan

memberikan kesan infeksi sekunder (Gambar 4).


Gambar 4. Paru-paru pasien pria berusia 51 tahun dengan riwayat hepatitis C dan

gejala batuk kering dan sesak napas selama tiga minggu. Tidak ada perjalanan baru-

baru ini atau kontak yang diketahui dengan yang terinfeksi. Axial (A) dan coronal

computed tomography (CT) (B) dada tanpa kontras terungkap kekeruhan konsolidasi

peribronkial dan subpleural bilateral dicatat di kedua paru-paru (panah hijau). Ada

kekeruhan konsolidasi nodular tersebar dalam distribusi peribronkial (panah oranye).

Pasien dites positif untuk RNA SARS-CoV-2.

Dilihat dari kelainan parenkim paru-paru ini, menunjukkan keparahan

penyakit yang ada. Menggunakan model kecerdasan buatan di masa depan mungkin

berguna dalam skrining massal, untuk memungkinkan penentuan prioritas risiko dan

membantu meminimalkan waktu penyelesaian. Pan et al, melakukan penelitian

retrospektif untuk menguraikan lamanya waktu perubahan paru selama pemulihan

dari infeksi. Mereka menggambarkan temuan menggunakan nomenklatur standar


internasional seperti ground-glass opacity (GGO), konsolidasi, dan pola paving.

Mereka membentuk sistem penilaian semi-kuantitatif 5 nilai untuk mengukur derajat

keterlibatan berdasarkan area mulai dari 0% hingga> 75%. Total skor berkisar dari 0

hingga 25 (maks), dan keterlibatan bersifat subpleural, acak, atau difus. Mereka

menemukan bahwa pada tahap awal (0 - 4 hari setelah timbulnya gejala), GGO

adalah temuan utama pada lobus paru bagian bawah; dalam tahap progresif (5-8 hari),

perkembangan penyakit paru-paru melibatkan konsolidasi, dan pola paving,

sementara pada tahap puncak (9-13 hari), konsolidasi padat menjadi fitur umum; pada

tahap (> 14 hari), GGO terdeteksi tanpa pola paving dan resolusi konsolidasi. Lebih

dari 75% pasien yang terkena SARS-CoV-2 menderita keterlibatan paru-paru

bilateral, dan 71% pernah terlibat multilobe. Pemeriksaan CT pada 21 pasien

menunjukkan 29% konsolidasi dan 86% GGO pada dada pasien [8,9,92,93]. Studi

lain meneliti 51 kasus dengan CT dan melaporkan bahwa 77% menunjukkan murni

GGO, 75% menunjukkan GGO dengan ketebalan septum retikular dan / atau

interlobular, 59% memiliki GGO dengan konsolidasi, sementara 55%

mengungkapkan konsolidasi murni. Keterlibatan paru bilateral dilaporkan pada 86%

kasus; pada 80% kasus, bagian posterior paru terlibat, sedangkan pada 86% bagian

perifer terlibat.

10. Kontrol dan Pengobatan Infeksi COVID-19

Sejauh ini, tidak ada obat antivirus khusus yang disetujui untuk infeksi SARS-CoV-2.

Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan dan inaktivasi virus sangat penting

untuk menghentikan dan mengendalikan penyebaran penyakit. Virus korona manusia


dapat diinaktivasi menggunakan hidrogen peroksida 0,5%, etanol 62-71%, natrium

hipoklorit 0,1%, formaldehida 0,7-1%, glutaraldehid 2%, atau 0,23% povidone iodine

dalam 1 menit. Disinfektan lain seperti 0,02% chlorhexidine digluconate, 0,55%

orthophtalaldehyde, atau 0,05-0,2% benzalkonium klorida kurang e ff ective

Mengingat tuntutan klinis yang mendesak, banyak obat yang disetujui untuk

digunakan untuk uji klinis terhadap infeksi SARS-CoV-2, seperti lopinavir / ritonavir,

arbidol, interferon-alfa, favipiravir, kloroquin fosfat, darunavir / cobicistat,

oseltamivir, dan methylprednisolone. Umumnya, coronavirus tidak sensitif terhadap

obat antivirus saat ini, dan obat konsentrasi pada virus ini tidak dapat digunakan in

vivo. Karenanya, kombinasi dari beberapa terapi telah digunakan untuk pengobatan

infeksi coronavirus.

Beberapa kombinasi obat yang bisa berhasil untuk pengobatan pasien SARS-CoV-2

adalah lopinavir dan ritonavir , pengobatan pasien SARS-CoV-2 adalah lopinavir dan

ritonavir plus arbidol dan ribavirin dan interferon . Penggunaan obat antiinflamasi

seperti glukokortikoid, antagonis IL-6, penghambat janus kinase (JAK), dan kolokuin

/ hidrokoloroquin pada pasien SARS-CoV-2 merupakan dilema, terutama pada pasien

dari sistem kekebalan tubuh yang terganggu. Menyeimbangkan rasio risiko-manfaat

adalah masalah penting. Kortikosteroid dapat menunda eliminasi virus dan

meningkatkan risiko infeksi sekunder. Selain itu, obat yang menargetkan sitokin

proinflamatori hanya dapat menghambat faktor peradangan spesifik dan karenanya

mungkin tidak terlalu efektif dalam mengendalikan badai sitokin (pelepasan sitokin

pro-inflamasi yang berlebihan dan tidak terkontrol).


Selain itu, beberapa obat antiinflamasi seperti JAK memblokir INF- α produksi, yang

penting dalam memerangi virus . Selain itu, transplantasi tinja telah disetujui untuk

uji klinis sebagai pilihan terapi untuk pneumonia terkait SARS-CoV-2 berdasarkan

hasil yang menjanjikan yang diperoleh dari transplantasi mikrobiota tinja pada pasien

yang diare terkait antibiotik, kolitis ulserativa aktif, dan infeksi virus lainnya . Baru-

baru ini, ditemukan bahwa IFN yang diturunkan mikrobiota usus dalam stroma paru

memberikan perlindungan terhadap penyakit virus seperti flu burung dan virus

syncytial pernapasan. Apalagi berdasarkan catatan sejarah dari ramuan antivirus pada

SARS dan influenza H1N1, formula herbal Cina bisa menjadi pendekatan alternatif

untuk pencegahan SARS-CoV-2 pada populasi berisiko tinggi , jika tidak ada terapi

berbasis ilmiah yang tersedia. Telah ditemukan bahwa Sambucus formasana Nakai

menunjukkan antivirus yang kuat terhadap coronavirus manusia NL63.

11. Vaksin

Untuk saat ini vaksin COVID-19 belum ada dan masih dalam tahap uji coba.

12. Tindakan Pencegahan untuk Mengontrol Penyebaran Sars-CoV-2

Sangat penting bagi kita untuk mengikuti langkah-langkah pencegahan dan

tindakan pencegahan keselamatan yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan untuk

membatasi paparan virus dan untuk mengurangi penyebaran lebih lanjut. Berikut

langkah-langkah yang harus diterapkan :

1. Sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau pembersih tangan

berbahan dasar alcohol,


2. Menerapkan etika batuk atau bersin,

3. Menghindari menyentuk mata, hidung, dan mulut jika tangan tidak dalam

keadaan bersih,

4. Menghindari kontak dengan orang sakit,

5. Menghindari berbagi alat makan, kacamata, perlengkapan tidur, dan barang

rumah tangga lainnya dengan orang sakit,

6. Membersihkan dan mendisinfeksi permukaan yang sering disentuh,

7. Tetap di rumah saja ketika sedang sakit.

Rute penyebaran transmisi Sars-CoV-2 mungkin tidak hanya melalui batuk,

tetesan pernapasan ataupun permukaan yang terkontaminasi, tetapi bisa juga melalui

transmisi fecal-oral. Oleh karena itu, langkah-langkah diatas harus diikuti, terutama di

kota padat atau ruang pertanian.

Penyebaran Sars-CoV-2 juga didorong oleh orang-orang yang habis

menempuh perjalanan dari luar, diperlukan penyaringan dan pemeriksaan pelancong

yang baru tiba dari daerah pandemic untuk menghindari penyebaran yang lebih lagi.

Selain itu, tindakan pencegahan higienis umum selama perjalanan sangat dianjurkan.

Wisatawan yang menderita infeksi saluran pernapasan akut harus diuji dan dilaporkan

ke kesehatan masyarakat masing-masing otoritas. Selain itu, orang yang berwisata

juga harus memberitahu dan melaporkan tentang riwayat perjalanan yang mereka

temput untuk menurup kontak jika terjadi infeksi Sars-CoV-2.


13. Tantangan untuk Mengontrol SARS -CoV-2 dan Peran Pendekatan

Satu-Kesehatan dalam Kontrol Penyakit

Epidemiologi SARS-CoV-2 masih belum jelas. Banyak pertanyaan yang belum

terselesaikan terkait dengan epidemiologi dan patogenisitas SARS-CoV-2

menimbulkan tantangan besar bagi para peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang belum

terselesaikan ini meliputi: Apa asal usul SARS-CoV-2? Apa host perantara yang

menularkan virus dari kelelawar? Mengapa virus menyebabkan penyakit parah dan

kematian pada orang tua atau orang dengan komorbiditas, sementara itu lebih ringan

pada anak-anak? Apakah aerosol, saliva, feses, urin, dan makanan merupakan satu-

satunya rute penularan? Apa rute penularan tidak diketahui lainnya?

Pengendalian wabah SARS-CoV-2 dan epidemi masa depan membutuhkan upaya

global antara dokter medis dan dokter hewan. Pengendalian wabah SARS-CoV-2 dan

epidemi masa depan membutuhkan upaya global antara dokter medis dan dokter

hewan, diagnosa, ahli epidemiologi, ahli kesehatan masyarakat, ahli vaksin, industri

farmasi, ekonom, dan pemerintah untuk menerapkan pendekatan One-Health.

Langkah-langkah ini harus mencakup: (1) kebijakan penulisan dan dana pendukung

yang diperlukan untuk implementasi One Health, pencegahan, dan tindakan

pengendalian, (2) mempekerjakan tenaga terlatih dan profesional, (3) melakukan

diagnosis dan pengobatan yang cepat dan akurat bagi orang yang terinfeksi, (4)

mengembangkan dan menyediakan vaksin untuk pengendalian virus pada manusia , (5)

melakukan pengawasan di antara satwa liar untuk identifikasi dan karakterisasi

reservoir yang mungkin dan pengawasan di antara orang-orang yang berhubungan


dengan satwa liar untuk mengidentifikasi faktor risiko dalam perilaku manusia dan

lingkungan hidup, (6) meningkatkan langkah-langkah higienis, (7) menilai sosial dan

dampak ekonomi COVID-19 pada populasi, (8) memanfaatkan pengalaman dokter

hewan dalam desinfeksi tempat dan pertemuan di bawah pengawasan otoritas

kesehatan untuk mengurangi wabah pada manusia, (9) menyediakan obat antivirus

untuk pengobatan penyakit pada manusia. ,dan (10) meningkatkan kesadaran kesehatan

masyarakat tentang virus dan penularannya.

Pengobatan SARS

Sampai saat ini, penelitian untuk menemukan vaksin SARS masih terus dilakukan.

Oleh karena itu, pengobatan SARS hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan

mencegah penularan SARS ke orang lain.

Penderita SARS harus dirawat di rumah sakit dan diisolasi dari pasien lain. Selama

dirawat di rumah sakit, pasien akan diberikan obat-obatan berupa:

• Obat untuk meredakan gejala, seperti obat analgetik-antipiretik, obat batuk, dan

obat untuk meredakan sesak napas

• Obat antivirus untuk menghambat perkembangan virus, seperti lopinavir,

ritonavir, atau remdesivir

• Obat antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang terjadi saat penderita

SARS mengalami pneumonia

• Obat kortikosteroid dosis tinggi untuk mengurangi pembengkakan di paru-paru


Selain diberikan obat-obatan, pasien juga akan diberikan oksigen tambahan melalui

kanula (selang) hidung, masker oksigen, atau tabung endotrakeal (ETT).

Komplikasi SARS

SARS merupakan penyakit serius yang harus cepat ditangani. Bila terlambat ditangani,

SARS dapat menimbulkan komplikasi berbahaya, seperti:

• Pneumonia

• Gagal napas

• Gagal hati

• Gagal jantung

• Gangguan ginjal

Pencegahan SARS

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah SARS, yaitu:

• Jangan bepergian ke daerah endemik SARS. Jika terpaksa bepergian ke daerah

tersebut, jaga kesehatan, hindari pusat keramaian, gunakan masker, dan ikuti

protokol atau aturan yang diberlakukan di negara tersebut.

• Terapkan hand hygiene. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jika tidak

ada, gunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol sebanyak 60–95%.

• Jangan menyentuh mata, hidung, atau mulut sebelum mencuci tangan.


Bila ditemukan adanya gejala mirip SARS, lakukan beberapa langkah berikut untuk

mencegah penyebaran SARS ke orang lain:

• Segera ke IGD rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan.

• Hindari kontak jarak dekat dengan orang lain. Beri tahu keluarga atau teman

untuk tidak menjenguk dulu sampai 10 hari setelah gejala hilang.

• Kenakan masker dan sarung tangan, terutama bila ada orang lain di sekitar,

untuk menurunkan risiko penularan ke orang lain.

• Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, lalu segera buang

tisu ke tempat sampah. Bila tidak ada tisu, tutup mulut dan hidung dengan lipat

siku, lalu segera cuci lipat siku dan lengan dengan air dan sabun.

• Jangan berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan orang lain, serta

cuci pakaian terpisah dari pakaian orang lain.

• Rutin cuci tangan, terutama setelah menutup mulut dengan tangan saat bersin

atau batuk dan setelah dari toilet.

14. Kesimpulan dan Perspektif kedepannya

Wabah SARS-CoV-2 dimulai di Kota Wuhan, Cina, pada Desember 2019. Sekarang

menjadi pandemi global, dengan 1.773.084 kasus yang dikonfirmasi, 111.652

kematian, dan 467.074 pemulihan (per 13 April 2020). Virus ini memiliki potensi
penyebaran cepat dan luas antara manusia dan negara. Dalam jurnal ini ditinjau

pembaruan terbaru tentang berbagai aspek termasuk epidemiologi, sumber infeksi,

dinamika penularan, potensi zoonosis, karakteristik virus, dan penemuan strategi baru

untuk pengendalian penyakit untuk menghindari penyebaran infeksi di masa depan.

Virus corona ini beragam secara genetik dan memiliki kecenderungan tinggi terhadap

mutasi genetik dan rekombinasi gen yang meningkatkan risiko penularan antar

spesies. Penularan SARS-CoV-2 tidak hanya melalui batuk, air liur atau permukaan

yang terkontaminasi tetapi dapat juga melalui tinja. Maka dari itu kita harus selalu

sangat menjaga kesehatan dan kebersihan, seperti cuci tangan dengan sabun, menutup

mulut saat batuk, social distancing, dan tidak memegang bagian wajah. Informasi

tentang masa inkubasi dapat membantu dalam membangun karantina yang efektif

untuk pembawa asimptomatik karena carrier asimptomatik dan pasien yang telah

sembuh dapat menjadi sumber virus, sehingga dapat lebih baik dalam mencegah

penyebaran virus. Pengendalian SARS-CoV-2 memerlukan upaya koordinasi

penyakit global yang termasuk dalam upaya penelitian multidisiplin (pendekatan

One-Health) melalui kolaborasi antara pemerintah, ahli epidemiologi , ahli virologi,

otoritas kesehatan, dokter hewan, dan dokter. Pada tahap wabah penyakit ini,

pengembangan vaksin sangat penting untuk membatasi penyebaran infeksi.

Anda mungkin juga menyukai