Anda di halaman 1dari 13

EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN

SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

OLEH :

CICILIA A. GAGI

1707010148

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2020
REVIEW SURVEILANS PASIF PANDEMIC COVID 19 DI KOTA KUPANG
1. Agent penyakit :
Coronavirus adalah virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen.
Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi
dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat
empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus, dan
gammacoronavirus. Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips,
sering pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. semua virus ordo Nidovirales
memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA
sangat panjang. Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S
berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein
antigen utama virus dan merupakan struktur utama virus dan merupakan struktur utama
untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus
kedalam host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang). Coronavirus bersifat
sensitive terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh disinfektan
mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 560 selama 30 menit, eter, alcohol, asam
perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan klorofom.
Klorheksidisin tidak efektif dalam menonaktifkan virus.
2. Cara Transmisi :
a) Transmisi kontak dan droplet
Transmisi SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak
langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui sekresi seperti air
liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat
orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. (2-10) Droplet
saluran napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet yang
berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau aerosol. (11)
Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang melakukan kontak
erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-
gejala pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau
menyanyi; dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung
virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan dapat
menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi kontak
antara inang yang rentan dengan benda atau permukaan yang terkontaminasi
(transmisi fomit) juga dapat terjadi (dibahas di bawah)
b) Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen infeksius yang
diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat
melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh. (11) Transmisi SARS-
CoV-2 melalui udara dapat terjadi selama pelaksanaan prosedur medis yang
menghasilkan aerosol (“prosedur yang menghasilkan aerosol”). (12) WHO,
bersama dengan kalangan ilmuwan, terus secara aktif mendiskusikan dan
mengevaluasi apakah SARS-CoV-2 juga dapat menyebar melalui aerosol, di mana
prosedur yang menghasilkan aerosol tidak dilakukan terutama di tempat dalam
ruangan dengan ventilasi yang buruk, Pemahaman akan fisika embusan udara dan
fisika aliran udara telah menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang kemungkinan
mekanisme transmisi SARS-CoV-2 melalui aerosol. Hipotesis-hipotesis ini
mengindikasikan bahwa 1) sejumlah droplet saluran napas menghasilkan aerosol
(<5 µm) melalui penguapan dan 2) proses normal bernapas dan berbicara
menghasilkan aerosol yang diembuskan. Karena itu, orang yang rentan dapat
menghirup aerosol dan dapat menjadi terinfeksi jika aerosol tersebut mengandung
virus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi pada orang yang
menghirupnya. Namun, proporsi droplet nuclei yang diembuskan atau proporsi
droplet saluran napas yang menguap dan menghasilkan aerosol, serta dosis SARS-
CoV-2 hidup yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada orang lain tidak
diketahui, sedangkan untuk kasus virus-virus saluran pernapasan lain proporsi dan
dosis ini telah diteliti.
3. Kurva Insidensi Corona di Kota Kupang :

Distribusi secara geografis :

# Kecamatan Kontak Suspek Probable Konfirmasi


Berat
1 Alak 5 1 0 3
2 Kelapa Lima 1 0 0 6
3 Kota Lama 5 1 0 8
4 Kota Raja 8 0 0 7
5 Maulafa 4 1 0 8
6 Oebobo 8 0 0 12

4. Alasan terjadinya wabah :


a) Bertambahnya jumlah penduduk
Satu fakta yang jelas bahwa manusia bertambah banyak. Populasi global kini
mencapai 7,7 miliar jiwa, dan kita hidup semakin berdekatan satu sama lain.
Mobilitas manusia yang lebih cepat - dengan perjalanan lewat pesawat sekitar 4,5
miliar orang pertahun - serta pola makan dengan konsumsi binatang, termasuk
hewan liar - merupakan faktor-faktor penunjang tersebarnya virus. Lebih banyak
orang di tempat sempit berarti memperbesar risiko terpapar patogen yang
menyebabkan penyakit. Virus corona yang bermula di Wuhan disebarkan antar
manusia dari cairan yang keluar ketika si pembawa virus batuk atau bersin.
Kemampuan virus itu untuk bertahan di luar tubuh manusia hanya sebentar saja,
dan penularan terjadi saat orang berdekatan satu sama lain. Tahun 2014, wabah
Ebola tersebar melalui darah dan cairan tubuh lain, hanya mereka yang sangat
berdekatan yang akan tertular. Tidak semua virus menular dari manusia ke
manusia. Namun virus seperti Zika - yang tersebar dari nyamuk ke manusia - akan
dipermudah penyebarannya ketika kita hidup berdekatan. Sejak tahun 2007,
semakin banyak manusia hidup di perkotaan, lebih dari 4 miliar jiwa. Nyamuk
Zika diuntungkan karena serangga ini tumbuh subur di kawasan perkotaan yang
padat, hangat dan lembab. Di sisi lain, tidak seluruh kota siap untuk menyediakan
tempat tinggal yang layak bagi penduduknya. Maka banyak orang yang terpaksa
hidup di daerah kumuh tanpa air bersih atau sistem pembuangan yang baik. Dalam
kondisi ini, penyakit menyebar dengan cepat.
b) Bepergian
Melalui pesawat, kereta dan mobil, virus bisa terbesar ke berbagai belahan dunia
kurang dari sehari. Beberapa minggu sesudah dinyatakan wabah, kasus yang
dicurigai sebagai infeksi virus corona ditemukan di lebih dari 16 negara. Di tahun
2019, 4,5 miliar orang bepergian dengan pesawat, sedangkan 10 tahun lalu jumlah
itu adalah 2,4 miliar. Wuhan adalah stasiun utama kereta cepat China dan wabah
virus ini terjadi menjelang peristiwa migrasi terbesar dalam sejarah manusia - lebih
dari tiga miliar orang melakukan perjalanan di China untuk perayaan Tahun Baru
Imlek. Salah satu pandemi terburuk yang pernah tercatat sejarah adalah wabah flu
tahun 1918 yang dikenal dengan nama Flu Spanyol. Ini terjadi di Eropa menjelang
migrasi massal, saat berakhirnya Perang Dunia Pertama. Saat flu menyebar, para
prajurit kembali ke rumah mereka dan membawa flu bersama mereka. Virus
terbawa ke komunitas yang tak punya data dan tanpa sistem kekebalan tubuh yang
memadai. Kajian yang dilakukan ahli virus John Oxford menyatakan sumber virus
Flu Spanyol itu adalah tenda transit yang dilalui sekitar 100.000 prajurit setiap
hari. Bahkan sebelum ada perjalanan udara, epidemi ini menyebar hampir ke
seluruh bagian dunia, membunuh 50 hingga 100 juta orang. Flu Spanyol
memerlukan waktu enam hingga sembilan bulan untuk tersebar ke seluruh dunia.
Kini kita bisa mengelilingi planet ini dalam sehari. Virus ini bisa menyebar dengan
lebih cepat.
c) Beragam daging, beragam hewan, beragam penyakit
Ebola, SARS dan kini virus Corona adalah virus zoonosis - penyebaran awal
mereka berasa dari hewan ke manusia. Virus corona diduga berasal dari pasar
daging di Wuhan. Laporan awal menyebutkan virus itu kemungkinan berasal dari
ular hidup. Saat ini tiga dari empat penyakit baru bersifat zoonosis. Secara global,
konsumsi daging meningkat dan peternakan berkembang seiring makin
makmurnya sebagian dunia dan meningkatnya selera kita terhadap daging. Virus
corona melompat dari hewan liar ke manusia. Di China, pasar hewan hidup dan
daging merupakan hal lazim di kawasan padat. Ini bisa menjelaskan mengapa dua
epidemi terakhir berasal dari kawasan itu. Di Indonesia, organisasi Dog Meat Free
Indonesia (DMFI) juga menyatakan keprihatinan mereka terhadap perdagagan di
pasar daging dan hewan liar di Indonesia. Dalam rilis pers mereka, DMFI khawatir
dengan penyembelihan anjing positif rabies yang dilakukan berdekatan dengan
hewan liar yang diperdagangkan dagingnya seperti kalelawar, ular dan tikus.
Menurut Dr Erni Nelwan, Kepala Gugus Penelitian Penyakit Menular dan
Imunologi di IMERI Fakultas Kedokteran UI, pola memakan hewan liar memang
berisiko menyebabkan penyakit atau food borne illness. Namun pengembangan
kota ke kawasan pedesaan juga membuka kemungkinan kontak dengan hewan liar.
Demam Lassa berkembang karena hal ini ketika manusia menebang hutan untuk
membuka pertanian. Tikus yang hidup di hutan, mengungsi ke rumah-rumah dan
membawa demam Lassa tersebar ke manusia.
d) Kita tidak siap
Dunia makin terhubung satu sama lain, tetapi kita masih belum punya sistem
kesehatan global yang mampu menanggapi epidemi ini di sumbernya. Untuk
mencegah wabah, kita masih mengandalkan pemerintahan di negara asal epidemi.
Jika mereka gagal, seluruh planet dalam bahaya. Ini terjadi di kawasan Afrika
Barat saat wabah Ebola. Sistem kesehatan di Guinea, Liberia dan Sierra Leone
gagal mengatasi virus itu sehingga mereka meyebar, menewaskan 11.310 orang di
Afrika Barat. Untungnya, virus itu relatif lambat penyebarannya. Namun virus
pernapasan seperti influenza atau virus corona menyebar dengan lebih cepat.
Wabah kerap terjadi di kawasan miskin dengan yang sistem kesehatan yang buruk.
Lemahnya aturan, buruknya pendidikan kesehatan dan sanitasi, serta populasi yang
padat menyebabkan risiko meningkat. Sangat sedikit negara yang bersedia
menginvestasikan sumber daya mereka yang terbatas pada penanganan wabah
yang mungkin saja tidak terjadi. Sekalipun kita punya teknologi untuk
mengembangkan obat yang bisa mengusir virus, perusahaan obat sering tidak
berinvestasi di sana, terutama ketika risikonya hanya kematian beberapa ribu orang
saja. Tidak cukup uang dihasilkan dari situ.
5. Pengendalian yang telah dilakukan :
1) Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua pasien
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua pasien
meliputi kebersihan tangan dan pernapasan, penggunaan APD sesuai resiko,
pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang
aman, pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan
pasien.
2) Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber
Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan identifikasi
dini pasien yang mengalami ISPA untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga
kesehatan dan pasien lain. Dalam rangka memastikan identifikasi awal pasien,
fasyankes perlu memperhatikan: daftar pertanyaan skrining, mendorong petugas
kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan klinis yang tinggi, pasang petunjuk-
petunjuk di area umum berisi pertanyaan-pertanyaan skrining sindrom agar pasien
memberi tahu tenaga kesehatan, algoritma untuk triase, media KIE mengenai
kebersihan pernapasan. Tempatkan pasien ISPA di area tunggu khusus yang
memiliki ventilasi yang cukup, Selain langkah pencegahan standar, terapkan
langkah pencegahan percikan (droplet) dan langkah pencegahan kontak (jika ada
kontak jarak dekat dengan pasien atau peralatan permukaan/material
terkontaminasi).
3) Menerapkan pengendalian administratif
Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI, meliputi penyediaan
kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan
mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif bila
dilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai
keluar dari sarana pelayanan. Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan
yang diterapkan meliputi penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang
berkesinambungan, pembekalan pengetahuan petugas kesehatan, mencegah
kepadatan pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang tunggu khusus untuk
orang sakit dan penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan kesehatan
agar persedian perbekalan digunakan dengan benar, prosedur–prosedur dan
kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans ISPA
diantara petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan medis, dan
pemantauan kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang diperlukan.
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi dini
pasien dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat, diikuti dengan penerapan
tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber
infeksi. Untuk identifikasi awal semua pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien
ISPA yang diidentifikasi harus ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan
segera lakukan kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien
harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi
laboratorium.
4) Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa
Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar
dan di rumah tangga yang merawat pasien dengan gejala ringan dan tidak
membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk
memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam
fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan
yang memadai. Harus dijaga jarak minimal 1 meter antara setiap pasien dan pasien
lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD). Kedua
kegiatan pengendalian ini dapat membantu mengurangi penyebaran beberapa
patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.
5) Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus pasien
dalam pengawasan dan konfirmasi COVID 19 yang meliputi kewaspadaan kontak
dan droplet, kewaspadaan airbone pada prosedur yang menimbulkan aerosol.
6. Rekomendasi perbaikan wabah agar tidak terulang lagi :
A. Memperkuat koordinasi dan komunikasi antar Pemerintah dan dengan masyarakat
 Dibutuhkan kolaborasi yang kuat dan satu suara dari Presiden, Kementerian
Kesehatan, Jajaran Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan melibatkan Seluruh
Tim Ahli Kesehatan dan Masyarakat Sipil dalam menangani dan
menyampaikan informasi terkait COVID-19 sehingga masyarakat
mendapatkan informasi yang transparan, jelas, dan menyeluruh terkait kondisi
terkini wabah COVID-19 di Indonesia.
 Presiden dan Satgas COVID-19 untuk membangun jalur komunikasi dan
memberikan arahan terkait upaya pengendalian dan penanganan COVID-19
yang jelas kepada gubernur, pemerintah daerah, masyarakat dan dunia
internasional. Dan hendaknya seluruh pernyataan dan rekomendasi pemerintah
disampaikan berdasarkan Evidence-Based.
B. Memastikan akses informasi dan data sebagai dasar pengambilan keputusan
 Presiden dan Satgas COVID-19 untuk memastikan keterbukaan informasi
dalam waktu sesingkat-singkatnya terkait penemuan kasus, ODP, dan PDP
serta pemetaan (cluster) sehingga para tenaga medis dan orang sekeliling
pasien dapat segera dihimbau untuk mengedepankan keselamatan diri
maupun orang-orang yang memiliki riwayat kontak dan risiko tinggi
terpapar.
 Dibutuhkan data cluster dan episenter di Indonesia secara real-time
sehingga para tenaga medis dan masyarakat dapat mengantisipasi dan
menghindari lokasi yang berisiko tinggi untuk terjadi penularan.
 Dibutuhkan perhitungan jumlah kasus COVID-19 yang tersebar di
masyarakat, dengan perkiraan kasus bergejala klinis ringan, sedang, dan
berat untuk menjadi dasar pembuatan kebijakan, persiapan kebutuhan
sumber daya dan fasilitas layanan kesehatan oleh Pemerintah Pusat dan
Daerah.
C. Memastikan tersedianya dukungan teknis pelaksanaan penanganan COVID-19
Presiden dan Satgas COVID-19 untuk membentuk tim perumus panduan dan
pelaksana teknis yang melibatkan asosiasi profesi, tenaga professional yang
bekerja di lapangan, pelaku usaha dan masyarakat sipil untuk memastikan upaya
penanganan sampai di akar rumput.
D. Memastikan tersedianya layanan kesehatan yang optimal dan aman
 Dibutuhkan peningkatan kapasitas layanan kesehatan, termasuk
penambahan RS rujukan dan RS Rujukan khusus COVID-19. Diperkirakan
kapasitas ruang intensif dan alat bantu napas di RS Rujukan saat ini tidak
akan cukup untuk menangani seluruh pasien COVID-19 dengan klinis
berat. RS non-rujukan dan RS Swasta perlu disiapkan untuk mengantisipasi
penanganan pasien COVID-19 dengan menyiapkan ruang isolasi yang juga
dilengkapi dengan alat bantu napas.
 Dibutuhkan pelibatan serta peningkatan kapasitas Puskesmas atau layanan
kesehatan primer untuk berperan dalam upaya skrining dan penanganan
kasus positif, ODP dan PDP dengan klinis ringan, dengan disertai panduan
teknis yang lengkap.
 Presiden dan Satgas COVID-19 perlu memastikan keamanan dan
keselamatan tenaga penyedia layanan kesehatan, terutama garda terdepan,
baik dokter, perawat, pekerja laboratorium, hingga cleaning service dengan
menjamin ketersediaan alat pelindung diri yang lengkap dan memadai,
termasuk masker dan gaun isolasi segera, yang hingga saat ini dirasakan
masih sangat kurang.
 Diperlukan panduan terkait penggunaan APD yang jelas dan tegas demi
keselamatan dan keamanan tenaga pelayanan kesehatan terutama di RS
rujukan COVID-19, petugas ruang isolasi, atau ruang emergensi yang besar
kemungkinan paparan terhadap COVID-19, terkait penggunaan gaun
isolasi, masker, dan penutup rambut.
 Dibutuhkan komunikasi yang baik di seluruh lini layanan kesehatan, mulai
dari RS Pusat Rujukan dengan RS jejaring sampai ke layanan kesehatan
primer untuk mengevaluasi dan menangani pasien COVID-19 serta
mencegah terjadinya episenter baru.
 Pemerintah Pusat dan Daerah wajib memastikan ketersediaan logistik,
termasuk alat kesehatan dan obat-obatan yang dibutuhkan RS dan fasilitas
kesehatan lainnya dalam menangani pasien COVID-19.
 Perlu upaya penanganan kesehatan mental dan pengelolaan stres baik untuk
para penderita COVID-19, ODP, PDP, dan masyarakat.
E. Memastikan pengendalian kasus COVID-19 melalui skrining massif, pembatasan
sosial dan karantina diri
 Presiden dan Satgas COVID-19 perlu memastikan pelaksanaan skrining
masif dan surveillance kasus COVID-19 dengan melakukan tes secara
terdesentralisasi, aman dan mudah. Pemerintah untuk setidaknya
mempersiapkan sumber daya dan mengaktivasi 44 laboratorium yang sudah
dipersiapkan untuk kasus flu burung di 2009.
 Pemerintah untuk memastikan terjadinya pembatasan sosial dan karantian
diri yang disertai upaya komunikasi publik untuk menggaungkan dan
menegaskan kepada jajaran Pemerintah Pusat dan Daerah, pelaku usaha,
pekerja dan masyarakat, bahwa situasi saat ini adalah situasi yang serius.
Pembatasan sosial akan memperlambat dan mencegah penularan COVID-
19 sehingga pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan baik. Belajar dari
Korea Selatan, Pasien COVID-19 paling banyak adalah pada kelompok
millennial, karena mobilitas yang tinggi dan kemudian berisiko menularkan
banyak orang, terutama kelompok lansia dan orang dengan daya tahan
tubuh rendah.
 Diperlukan pembentukan dan sosialisasi pedoman pelaksanaan pembatasan
sosial dan karantina diri yang melibatkan seluruh jajaran Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk pelaku usaha. Termasuk
panduan terkait bagaimana belajar, bekerja, dan beraktivitas di rumah.
F. Pembatasan sosial berupa lock down dengan modifikasi atau aturan yang diperjelas
dan tegas di daerah prioritas seperti DKI Jakarta saat ini
Para ahli sepakat bahwa pembatasan sosial berupa lock down dengan
modifikasi atau aturan yang diperjelas, dapat memperlambat penyebaran dan
menurunkan kematian akibat COVID-19. Untuk itu dibutuhkan alur/ mekanisme
yang jelas terkait sistem pembatasan sosial sesuai dengan kondisi negara atau
daerah. Pembatasan sosial yang lebih agresif seperti lock down dapat diberlakukan
di wilayah dengan kasus COVID-19 dan menjadi episenter, seperti Jakarta atau
Jawa Barat.
G. Memastikan upaya mitigasi dampak dan penggunaan teknologi dalam penanganan
COVID-19
 Perlu disiapkan kebijakan untuk memitigasi dampak ekonomi dan bisnis
akibat COVID-19 yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan
masyarakat untuk menjamin tersedianya SDM berkualitas. Pemerintah
perlu memikirkan upaya yang menjamin terpenuhinya kebutuhan harian
masyarakat dan memastikan tidak adanya dampak PHK ke pekerja.
 Memanfaatkan teknologi untuk mengurangi interaksi langsung, termasuk
pertemuan melaksanakan pertemuan online dan penggunaan telemedicine.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.covid19.nttprov.go.id/home/kontak diakses pada tanggal 13 Oktober 2020
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-51293615 diakses pada tanggal 13 Oktober 2020\
KEPMENKES RI tentang pecegahan dan pengendalian COVID-19
https://kabar24.bisnis.com/read/20200317/15/1214587/7-rekomendasi-satgas-penanganan-
virus-corona diakses pada tanggal 13 Oktober 2020

Anda mungkin juga menyukai