Anda di halaman 1dari 34

RESUME PBL

SKENARIO 4
“COVID-19 MIRIP DENGAN SARS-CoV KELELAWAR”

NAMA : FARADILLA FITRI SANTIKA


NPM : 119170053
KELOMPOK : 10 A
TUTOR : dr. SHOFA NUR FAUZAH, M.K.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Skenario 4

COVID-19 mirip dengan SAES-Cov kelelawar

Dengan penyebaran covid-19 yang masih massif, para ahli dan peneliti kesehatan terus terlibat
dalam menemukan asal virus dan penularan nya terhadap manusia. Covid -19 diyakini mirip
dengan SARS-Cov yang berasal dari kelelawar dan di transmisikan ke manusia. Urutan genom
yang diperoleh dari pasien Covid-19 ditemukan 76,6 persen identic dengan SARS-Cov
kelelawar. Ini memberi wawasan bahwa wabah covid -19 dapat dikaitkan dengan kelelawar yang
bisa di asumsikan bersifat zoonotic. Setelah diketahui merupakan penyakit zoonosis. Pemerintah
mengupayakan pengendalian dan pencegahan secara komprehensif.

Step 1

1. Zoonosis : penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia


Genom : kumpulan dari gen-gen yang terdapat didalam sel
SARS-Cov : singkatan dari severe acute respiratory syndrome suatu RNA virus yang
dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan

Step 2

1. Mekanisme SARS-Cov ditrasmisikan dari kelelawar ke manusia?


2. Bagaimana struktur dari virus covid-19?
3. Bagaimana penyebaran dari covid?
4. Bagaimana pencegahan dan pengendalian dari covid?
5. Bagaimana Penularan penyakit apa saja yang disebabkan dari covid-19?
6. Apa saja yang termasuk kedalam zoonosis?

Step 3

1. Virus hidup dalam kelelawar yang diawal penyebaran di china, di makan oleh manusia
dan terinfeksi dan dapat menularkan ke manusia lain nya melalui droplet.
2. Struktur merupakan virus RNA, rantai tunggal dan berkapsul, tidak bersegmen tergolong
ordo nidovirales,keluarga coronaviridae,berstuktur membentuk kubus dengan protein S
BERLOKASI DI PERMUKAAN VIRUS . protein s akan menempel pada manusia ke
reseptor ace 2 dan masuk ketubuh orang dan berperan pada aliran darah ke seluruh tubuh.
4 genus alpha, beta, gamma, delta. Untuk covid masuk ke beta corona virus.
3. Penyebaran virus melalui droplet, melalui udara, melalui permukaan yang
terkontaminasi. Bisa melalui benda benda yang tercemar dari virus covid-19.
4. Memperhantikan hewan (yang dapat menularkan seperti unggas, anjing, babi), menjaga
lingkungan. Ditingkat ternak menyemprotkan disinfektan pada kandang. Untuk manusia
rajin cuci tangan, menggunakan masker, mengkonsumsi makanan yang bergizi,
menghindari kontak dengan hewan.
5. Melalui air water based disease,melalui udara (airbone disease), dari hewan ke manusia.
Transmisi kontak dan droplet, transmisi udara dari jarak jauh, dari benda yang
terkontaminasi.
6. Virus: avian dan covid 19, bakteri: antarks, cacing schistossomiasis, parasite: taenia
toxoplasmosis

Step 4

1. Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel,
genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua
poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk
bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam
membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang
tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke
dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung
partikel virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen
virus yang baru.
2. Bersifat single rna, menyerang manusia dan hewan, protein spik, matriks, nukleo protein.
Masa inkubasi sekitar 2-14 hari. Covid merupakan beta corona virus bentuk bundar sama
seperti wabah SARS 2002-2004 secara filogenetik masuk ke subgenus yang sama.
SARS-Cov disebabkan oleh kelelawar dan tringgiling, MERS disebabkan oleh unta.
3. Melalui droplet : batuk bersin
Melalui udara : partikel kecil melayang diudara masuk kedalam tubu
Melalui permukaan terkontaminasi : dari barang yang terkontaminasi
4. Bisa dengan cara menjaga kebersihan tangan bila tangan kotor untukmencuci tangan
dengan sabun, menjaga kebersihan, melakukan etika saat batuk, menggunakan APD,
pengelolaan limbah, sterilisasi, penggunaan masker, Menjaga jarak.
Untuk hewan: memvaksin hewan seperti kucing, menjaga lingkungan kandang hewan,
memperhatikan gerak gerik hewan, menutup makanan dan minuman agar tidak terminum
oleh hewan.
5. Penularan dengan bisa meminum air yang terkontaminasi
7. virus: avian dan covid 19, bakteri: antraks, cacing schistossomiasis, parasite: taenia
toxoplasmosis

MINDMAP

Pengendalian ZOONOSIS
dan pencegahan Macam –macam
penyakit zoonosis

Proses penyebaran
Macam macam
zoonosis

Step 5

1. Masalah kesehatan yang diakibatkan zoonosis


2. Macam- macam penyakit yang masuk kedalam zoonosis dan klasifikasi berdasarkan
penularan, siklus hidup
3. Pemeriksaan penunjang dan interpretasinya dari penyakit zoonosis
4. Proses pencegahan dan pengendalian zoonosis

Refleksi Diri
Alhamdulillah PBL kali ini berjalan cukup lancar. Saya dapat mengetahui mekanisme
penularannya kepada manusia atau host lainnya, dan juga pencegahan serta pengendalian
penyakit zoonosis ini. Semoga untuk PBL selanjutnya saya akan mempersiapkannya lebih baik
lagi

Step 6

BELAJAR MANDIRI

Step 7

1. Masalah kesehatan yang diakibatkan zoonosis


Definisi
Zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah di antara hewan
vertebrata dan manusia. Zoonosis dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui
beberapa cara, yaitu kontak langsung dengan hewan pengidap zoonosis dan kontak tidak
langsung melalui vektor atau mengonsumsi pangan yang berasal dari ternak sakit, atau
melalui aerosol di udara ketika seseorang berada pada lingkungan yang tercemar.

Menurut Pasal 1 Dalam peraturan menteri pertahanan republik indonesia nomor 40


tahun 2014 zoonosis ini yang dimaksudkan dengan: Zoonosis adalah penyakit yang
dapat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.

Berdasarkan hewan penularnya, zoonosis dibedakan menjadi zoonosis yang berasal dari
satwa liar, zoonosis dari hewan yang tidak dipelihara tetapi ada di sekitar rumah, seperti
tikus yang dapat menularkan leptospirosis, dan zoonosis dari hewan yang dipelihara
manusia. Penyakit zoonosis dapat dibedakan antara lain berdasarkan penularannya,
reservoir utamanya, asal hewan penyebarnya, dan agens penyebabnya. Berdasarkan
agens penyebabnya, zoonosis dibedakan atas zoonosis yang disebabkan oleh bakteri,
virus, parasit, atau yang disebabkan oleh jamur. 10

Klasifikasi penyakit zoonosis


Karena banyaknya penyakit menular yang tergolong zoonosis dan kompleknya
keragaman penyakit ini, maka berbagai ahli berusaha untuk menggolongkan menurut
cara penularannya, reservoir utama, penyebab dan asal hewan penyebarnya.
Terkait dengan inang yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup agen
penyakitnya (cara penularan) zoonosis dapat dapat dibagi menjadi empat
golongan, yaitu:10
1. Direct Zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit hanya
memerlukan satu vertebrata sebagai inang antara (intermediate host). Penularan agen
penyakit terjadi secara langsung, yaitu agen penyakit menginfeksi hewan, kemudian
pindah ke manusia. Contoh: penyakit rabies, brucellosis, trichinosis.
2. Cyclo Zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan
dua atau lebih inang vertebarata. Contoh: penyakit taeniasis dan penyakit hidatid.
3. Meta Zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan
inang vertebrata dan invertebrata. Contoh: penyakit fasioliosis.
4. Sapro Zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan
satu inang antara dari bahan organik atau bahan hidup yang tidak berjiwa sebagai
reservoir. Contoh: penyakit cutaneus larva migran.

Zoonosis berdasarkan reservoirnya dibagi menjadi tiga jenis10


1. Anthropozoonosis : penyakit yang dapat secara bebas berkembang di alam di antara
hewan liar maupun domestik. Manusia hanya kadang terinfeksi dan akan menjadi
titik akhir dari infeksi. Pada jenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan
atau manusia lain. Berbagai penyakit yang masuk dalam golongan ini yaitu Rabies,
Leptospirosis, tularemia, dan hidatidosis.
2. Zooantroponosis: zoonosis yang berlangsusng secara bebas pada manusia atau
merupakan penyakit manusia dan hanya kadang-kadang saja menyerang hewan
sebagai titik terakhir. Termasuk dalam golongan ini yaitu tuberkulosis tipe humanus
disebabkan oleh Mycobacterium tubercullosis, amebiasis dan difteri.
3. Amphixenosis: zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama merupakan
reservoir yang cocok untuk agen penyebab penyakit dan infeksi teteap berjalan
secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup lain (manusia atau hewan). Contoh:
Staphylococcosis, Streptococcosis.

Berdasarkan agen penyebabnya zoonosis dapat dibedakan atas :10


1. Zoonosis yang disebabkan oleh bakteri, misalnya antraks, brucellosis, leptospirosis,
tuberkulosis, listeriosis dan salmonelosis,
2. Zoonosis yang disebabkan oleh virus, misalnya rabies, Japanese encephalitis, nipah
dan Avian influenza,
3. Zoonosis yang disebabkan oleh parasit misalnya toxoplasmosis, taeniasis dan
scabies,
4. Zoonosis yang disebabkan oleh jamur misalnya ringworm,
5. Zoonosis disebabkan oleh penyebab lainnya, misalnya BSE, yang disebabkan oleh
prion yaitu suatu molekul protein tanpa asam inti, baik DNA maupun RNA.

Beberapa penyakit yang termasuk zoonosis : 11


2. Macam-macam penyakit yang masuk kedalam zoonosis dan klasifikasi berdasarkan
penularan, siklus hidup

Macam-macam Penyakit Zoonosis


Pada tahun 1958, para ahli World Health Organization (WHO) mendefinisikan zoonosis
sebagai penyakit dan infeksi yang secara alamiah dipindahkan antara vertebrata dan manusia.
1) ANTRAKS
Antraks adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kunnan bacillus anthracis.suatu basil
yang dapat nnenribentuk spora dan ditularkan ke manusia melalui kontak dengan binatang yang
terinfeksi atau bahan dari binatang yang terkontaminasi.2
Etiologi
B.anthracis adalah basil Gram positif, non-motil, dan bisa membentuk spora (sporulasi). Spora
ini tidak terbentuk di jaringan hidup, tetapi di lingkungan yang aerobic. Kuman ini tumbuh subur
pada media biasa pada suhu 35 -37°C. Koloni bersifat lengket dan dapat membentuk stalagmite-
like form bila disentuh dan diangkat.2
Pathogenesis2
Gambar : Transmisi Antraks

Spora masuk melalui kulit, saluran napas atau saluran


Sporacerna
atau bakteri dimakan makrofag lalu mengeluarkan toksin (le

Makrofag hancur kemudian bakteri menyebar ke aliran limfe dan darah


Bakteri bereplikasi

Menyebabkan meningitis, syok, edema pada paru hingga kematian

Manifestasi Klinis
Jumlah spora yang bisa mengakibatkan manifestasi klinis pada manusia adalah beberapa ribu
sampai 40.000 spora. Masa inkubasinya 7 hari dengan rata-rata 2-5 hari. Secara klinis antraks
dibedakan menjadi: 2
a) Antraks Kulit
Tipe ini merupakan tipe terbanyak, yang mencakup 90% kasus antraks di lndonesia. Antraks
tipe ini bermula dengan rasa gatal yang kemudian menjadi vesikel, lalu pecah, dan terbentuk
ulkus yang ditutupi kerak hitam kering (eschar).
b) Antraks Saluran Pencernaan
Gejala antraks tipe ini bermula dengan sakit perut yang hebat, mual. muntah, dan demam.
Penderita tertular akibat menelan daging yang terkontaminasi spora. Mortalitasnya cukup
tinggi (CFR = 25-75%).
c) Antraks Paru
Tipe ini paling jarang ditemukan. Penularan terjadi karena spora terhisap oleh penderita.
Gejalanya tidak khas, bisa berupa batuk, lesu, lemah, dan tandatanda bronkitis lainnya.
Angka kematian tipe ini adalah yang paling tinggi, sekitar 75-90%.
d) Antraks Otak
Tipe ini sangat jarang, biasanya merupakan komplikasi dari tipe-tipe lainnya.
Diagnosis
Dalam anamnesis terdapat riwayat pekerjaan atau kontak dengan binatang yang terinfeksi atau
bahan berasal dari binatang tersebut. 2
Pemeriksaan Fisik
Cutaneous anthrax dibedakan dari karbunkel oleh stafilokokus dari adanya rasa nyeri dan
gambaran khas Antraks kulit di atas. Antraks inhalasi sering tidak terdiagnosa awal, sehingga
riwayat paparan dan gambaran radiologi paru di atas sangat penting.2
Pemeriksaan Penunjang:2
 Darah rutin: Hasilnya leukosit normal atau sedikit meningkat dengan PMN yang
dominan.
 Pemeriksaan gram dan kultur. Kultur diambil dari lesi kulit, apus tenggorok, cairan
pleura, asites, likuor serebrospinal dan darah akan memperlihatkan kuman gram positif
dengan gambaran khas anthrax.
 Pemeriksaan serologik indirect hemagglutin,
 ELISA
 FA (fluorescent antibody). Kenaikan titer 4 kali akan lebih bernilai.
 Pemeriksaan PCR, biopsi jaringan dengan pewarnaan imunohistokemikal.
 Pemeriksaan radiologi, dimana akan didapatkan gambaran mediastinum yang melebar.
Tata Laksana
 Penisilin G (4x4juta unit) atau alternatif lainnya seperti tetrasiklin, klorampenikol dan
eritromisin.2
 Alternatif lain: Siprofloksasin (2x400 mg) atau doksisiklin (2x100 mg) ditambah dengan
klindamisin (3x900 mg) dan/ atau rifampisin (2x300 mg), yang diberikan IV dan
selanjutnya ke peroral bila stabil (switch therapy).2
Pencegahan
Mencegah kontak dengan binatang atau bahan dari binatang yang terinfeksi atau makan
dagingnya.2

2) SAPI GILA
Penyakit sapi gila atau Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) merupakan penyakit syaraf
pusat sapi berupa kelainan degenerasi sel syaraf sapi dewasa hingga jaringan otak mengalami
perubahan mirip spons (spongiform). 3
Etiologi
Penyakit sapi gila terjadi ketika protein di otak sapi terinfeksi. Pada sapi, penyakit ini disebut
dengan bovine spongiform encephalopathy (BSE). Penyakit ini bisa menulari manusia dan diberi
istilah variant Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD).Seseorang bisa tertular penyakit sapi gila
melalui beberapa cara, antara lain:3
a) Mengonsumsi daging sapi yang terinfeksi BSE.
b) Menerima donor darah atau organ tubuh dari penderita penyakit sapi gila.
c) Terluka akibat jarum atau alat bedah yang tidak disterilkan terlebih dahulu setelah
digunakan pada penderita penyakit sapi gila.

Patofisiologi3

ngan sapi yang mengandung prion masuk


Prionkemenuju
dalam tubuh
saluranmanusia
pencenaan dan penetrasi ke plak payeri
Prion menuju saraf perifer dan diteruskan di sistem saraf pusat
Manifestasi Klinis
a) Gejala pada hewan: Sapi yang tertular BSE setelah masa inkubasi cendrung menunjukkan
gangguan gejala saraf, seperti ataxia, respon stimuli sensoris yang berlebihan, dan
perilaku agresif. Tahap akhir infeksi ditandai dengan sifat pasif, koma, dan kematian. 3
b) Gejala pada manusia: Pada tahap awal, penyakit sapi gila memengaruhi emosi dan
perilaku penderita (cemas, depresi, dan mengalami gangguan tidur), 4 bulan kemudian,
penderita akan mengalami gangguan sistem saraf yang memburuk secara bertahap dan
disertai gejala-gejala berikut:3
• Myoclonus atau gerakan otot yang tidak terkendali.
• Tremor.
• Ataksia atau hilangnya koordinasi antar anggota tubuh.
• Demensia atau menurunnya daya ingat dan kemampuan berpikir.
• Seiring perkembangan penyakit, penderita akan lumpuh total dan hanya bisa
berbaring di tempat tidur.

Diagnosis
 Hasil pemeriksaan fisik: ataxia, tremor, kelemahan, sensitif terhadap suara dan sinar serta
gangguan motorik.3
 Terpenting dari semua itu adalah pengamatan awal akan adanya gejalagejala saraf pada
ternak sapi, walaupun tidak semua gejala saraf adalah BSE, namun sebagai indikasi awal
dapat digunakan pengamatan tersebut.3
Pemeriksaan Penunjang:3
 Pewarnaan imunohistokimia pada jaringan otak : adanya plaque menyerupai amyloid
 Pewarnaan hematoksilin-eosin menunjukan degenerasi syaraf membentuk lubang/vakuola
disertai astrositosis
 MRI di area otak, untuk mendapat gambaran detail kondisi otak pasien.
 Elektroensefalografi (EEG), untuk mendeteksi aktivitas listrik otak yang tidak normal
pada otak pasien.
 Biopsi amandel, untuk mendeteksi keberadaan protein penyebab penyakit sapi gila di
amandel pasien.
 Lumbal pungsi, untuk mengetahui keberadaan protein penyebab penyakit sapi gila di
cairan otak dan tulang belakang pasien

3) FLU BURUNG
Influenza burung atau avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza tipe
A yang biasa mengenai ungags. Sedangkan virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi
masalah.2,4
Etiologi
Penyebab flu burung berasal dari famili Orthomyxoviridae. Virus influenza pada unggas
mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari
pada suhu 0°C. Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk
mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat atau mendadak maupun lambat
(bertahun-tahun). Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan yang
terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi
hanya sedikit, disebut antigenic drift.2,4
Pathogenesis
Partikel udara (droplet infection) Alveoli dan membrane mukosa paru

Virus melekat dengan sel epitel saluran napas


Berikatan dengan reseptor spesifik (alpha 2,6 sialiloligas

Virus bereplikasi selama 4-6 jam kemudian menyebar ke sel-sel terdekatnya

Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis se

Manifestasi Klinis:2,4
 Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari dengan rentang 2-4 hari.
 Manisfestasi klinis avian influenza secara umum sama dengan gejala ILI (Influenza Like
Illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Demam biasanya cukup tinggi yaitu >38°C. Gejala
lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise.
 Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis.
 Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat,
pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome).
Diagnosis
Untuk possible cases ditandai dengan demam >38'C, batuk, dan nyeri tenggorokan.
Selanjutnya untuk diagnosis lainnya perlu melakukan uji konfirmasi, diantaranya:2,4
1) Kultur dan identifikasi virus H5N1.
2) Uji Real Time Nested PCR {Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
3) Uji Serologi :
- Imunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi
monoklonal Influenza A H5N1.
- Uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1 sebanyak 4
kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
- Uji Penapisan :
a) Rapid Test untuk mendeteksi Influenza A.
b) HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1.
c) Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.
Tata Laksana2,4
a. Suportif: Vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks.
b. Simtomatik: Analgesik, antitusif, mukolitik.
c. Profilaksis : Antibiotik.
d. Pengobatan antivirus dengan:
- Olsetamivir 75 mg (Tamiflu).
- Dosis profilaksis: 1 x 75 mg selama 7 hari yang diberikan pada semua kasus suspek.
- Dosis terapi: 2 x 75 mg selama 5 hari yang diberikan pada semua kasus suspek yang
dirawat.
- Dosis anak tergantung dari berat badannya.

4) RABIES
Rabies merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat akut pada manusia dan hewan
mamalia berdarah panas yang disebabkan oleh virus rabies. Sebagian besar pemajanan terhadap
rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan
atau transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit.2
Etiologi
Penyebab rabies adalah virus rabies yang termasuk famlli Rhabdovirus. Bentuk virus
menyerupai peluru, berukuran 180 nm dengan diameter 75 nm. dan pada permukaannya terlihat
bentuk-bentuk paku dengan panjang 9 nm. Virus ini tersusun dari protein, lemak, RNA, dan
karbohidrat. Sifat virus adalah peka terhadap panas namun dapat mati bila berada pada suhu
50˚C selama 15 menit. Ada dua macam antigen, yaitu antigen glikoprotein dan antigen
nukleoprotein. Virus ini akan mati oleh sinar matahari dan sinar ultraviolet serta mudah
dilarutkan dengan detergen.2,4
Pathogenesis

Virus masuk melalui gigitan hewan Virus bereplikasi di jaringan otot sekitar lokasi gigitan

Virus memasuki system saraf perifer berjalan secara retrograde


Virus kembali bereplikasi pada ganglion spinal dan terus berjalan ke ata

Virus cepat
Infeksi otak, virus replikasi secara menyebar ke berbagai
di sel-sel otak jaringan dan organ seperti kelenjar saliva, korne

Manifestasi Klinis
 Gambaran klinis bentuk non-klasik meliputi nyeri neuropatik, gangguan sensoris dan
motoris, gerakan koreiform pada ekstremitas tempat gigitan selama fase prodromal, tanda-
tanda gangguan fokal batang otak, gangguan pada syaraf kranial, mioklonus dan kejang.2
 Gambaran klinis bentuk klasik terdiri dari 5 fase yaitu:2,4
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi antara 2 minggu sampai 6 tahun (rata-rata 2-3 bulan.
b. Fase Prodromal
Berlangsung 2-10 hari, diawali dengan gejala rasa baal, nyeri, gatal pada lokasi bekas
luka gigitan. Gejala lainnya adalah lemas, cepat lelah, mual, muntah, nyeri kepala, nafsu
makan menurun dan demam.
c. Fase Neurologis Akut
Biasanya berlangsung 2-7 hari, dapat dibedakan menjadi bentuk galak/furious (80%)
dan bentuk paralitik/dumb (20%), tergantung dari organ yang dominan terinfeksi di otak
atau medulla spinalis.
d. Koma dan Kematian
Koma dengan paralisis flaksid generalisata dan respirasi serta kegagalan vaskuler terjadi
setelah sindrom neurologis akut. Sebagian besar pasien meninggal setelah 2 minggu
timbulnya koma.
Diagnosis
Diagnosis klinis lebih mudah ditegakkan bila telah timbul tanda-tanda hidrofobia atau
aerofobia dan terdapat riwayat gigitan HPR. WHO mengklasifikasikan kasus infeksi rabies pada
manusia menjadi:5
- Suspect: Bila sesuai dengan definisi klinis kasus, yaitu bila dijumpai sindroma neurologis
akut (ensefalitis) yang didominasi oleh bentuk galak (furious form) atau sindrom paralitik
(dumb rabies) yang cepat memburuk menjadi koma dan meninggal, paling sering oleh
karena gagal pernafasan, dalam waktu 7-10 hari setelah gejala awal, jika tidak mendapatkan
terapi yang intensif.
- Probable: Kasus suspek dengan riwayat kontak dengan hewan terinfeksi rabies.
- Confirmed: Kasus suspek yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada rabies paralitik adalah sindrom Guillan-Barre, polio, ensefalitis
karena herpes simiae dan ensefalitis karena arbovirus.2
Tata Laksana
Pengobatan rabies meliputi perawatan luka dan pemberian vaksin antirabies. 2
a. Perawatan luka sangat diperlukan, yaitu pembersihan luka dengan air sabun atau detergen
selama 5-10 menit. Setelah bersih dan kering. luka diberi alkohol atau betadin.
b. Pasien perlu disuntik vaksin antirabies (VAR) atau serum antirabies (SAR).
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi meliputi: 2
- Komplikasi pada jantung, kemungkinan karena infeksi pada sistem syaraf otonom atau
miokardium (miokarditis), meliputi: Sinus takikardia, gagal jantung, hipotensi dan henti
jantung.
- Komplikasi pada sistem penafasan: Hiperventilasi, hipoksemia, gagal nafas, atelektasis,
pneumotorak, dan pneumonia aspirasi.
- Komplikasi pada saluran cerna: Perdarahan saluran cerna.
- Komplikasi endokrin: Sindroma inappropriate secretion of antidiuretic hormone dan
diabetes insipidus.
- Gangguan pada hipotalamus : Hipertermia atau hipotermia.
Pencegahan
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR).2

5) LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira. Manusia dapat
terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Bentuk yang beratnya dikenal
sebagai Weil's diseas. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever,
swamp fever, autumnal fever, infectious Jaundice, field fever, cane cutter fever, dan lain-lain.2,4
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya
5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1 - 0,2 um. Genus Leptospira hanya
mempunyai satu spesies yaitu L.interrogans, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok,
interogans dan bifleksa. Kelompok interogans meliputi jenis patogen, sedangkan kelompok
bifleksa meliputi jenis saprofit.2,4
Pathogenesis
Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir Memasuki aliran darah dan berkembang

Menyebar secara luas ke jaringan tubuh

Beberapa masih tetap bertahan dan berkembang di organ lain


Terjadi respon imunologi

Terbentuk antibodi spesifik

Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah:2


a. Ginjal; nefritis interstisial, tubular nekrosis akut, dan gagal ginjal.
b. Hati; nekrosis sentilobuler fokal, infiltrasi sel limfosit, dan proliferasi sel Kupfer dengan
koleostasis.
c. Jantung; kelainan epikardium, endocardium, miokardium berupa edema interstisial dan
infiltrasi sel radang.
d. Otot rangka; nekrosis, vakuolisasi, dan nyeri otot.
e. Mata; dapat masuk ke bilik mata anterior selama fase leptospiremia sehingga
menyebabkan uveitis.
f. Pembuluh darah; terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan.
g. Susunan saraf pusat; dapat menyebabkan meningitis karena mikroba ditemukan di dalam
cairan serebrospinal (CSS).
Manifestasi Klinis:2
 Masa inkubasi 2 -26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.
 Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu:
a. Fase Leptospiremia
Fase ini berlangsung 4-7 hari. Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah
dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan
pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam
tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai
mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran.
b. Fase Imun
Fase ini terjadi ketika demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3
hari, setelah itu terjadi demam kembali. Fase ini ditandai dengan peningkatan titer
antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40˚C disertai menggigil dan
kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot
kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada
ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura,
petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling
sering.
Pemeriksaan Fisik:2
1. Febris
2. Ikterus
3. Nyeri tekan pada otot
4. Ruam kulit
5. Limfadenopati
6. Hepatomegali dan splenomegali
7. Edema
8. Bradikardi relatif
9. Konjungtiva suffusion
10. Gangguan perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis dan perdarahan gusi
11. Kaku kuduk sebagai tanda meningitis
Pemeriksaan Penunjang:2,4
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin: jumlah leukosit antara 3000- 26000/μL, dengan pergeseran ke kiri,
trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal.
2. Urin rutin: sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan proteinuria ringan,
jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat.
3. Kultur: specimen darah atau cairan serebrospinal pada fase leptospiremia.
4. Serologis: microscopic agglutination test (MAT), macroscopic slide agglutination test
(MSAT), polymerase Chain Reaction (PCR), silver stain atau fluroscent antibody stain, dan
mikroskop lapangan gelap.
Diagnosis Klinis
Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien dengan demam tiba-tiba, menggigil terdapat tanda
konjungtiva suffusion, sakit kepala, mialgia, ikterus dan nyeri tekan pada otot. Kemungkinan
tersebut meningkat jika ada riwayat bekerja atau terpapar dengan lingkungan yang
terkontaminasi dengan kencing tikus.2
Diagnosis Banding:2
1. Demam dengue
2. Malaria
3. Hepatitis virus
4. Penyakit rickettsia
Tata Laksana
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Dapat juga
diberikan antibiotic, seperti tabel berikut:2

Tabel Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis.2


Komplikasi:2
1. Meningitis
2. Distress respirasi
3. Gagal ginjal karena renal interstitial tubular necrosis
4. Gagal hati
5. Gagal jantung
Pencegahan:2
1. Memakai pakaian khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan-bahan yang
telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.
2. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
3. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan,
4. Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/
kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya.

6) JAPANESE ENCEPHALITIS
Japanese encephalitis (JE) merupakan suatu penyakit infeksi virus Japanese Encephalitis yang
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini merupakan penyebab penyakit radang otak tersering di
sebagian besar Asia dan sebagian Pasifik Barat, termasuk di Indonesia.6
Etiologi
Penyakit ini terjadi karena infeksi JEV yang merupakan golongan flavivirus dan
ditransmisikan oleh vektor berupa nyamuk Culex, (terutama Culex tritaeniorhynchus), babi atau
burung sawah/lading.6
Pathogenesis

JEVMmulai bereflikasi JEV memasuki sel hingga terjadi viremia


akan menempel pada sel inang dibantu oleh protein

Penyebaran melalui
Perubahan inflamatorik pada jantung, paru, hari, sistem retikuloendotelial dan SSPpembuluh darah

gan tersebut JEV berkembangbiak di lepaskan ke dalam peredaranGejala


darahpenyakit sistemik
Manifestasi Klinis:6
 Masa inkubasi 5-15 hari
 Gejala awal : demam, menggigil, sakit kepala, lemah, mual, dan muntah
 Gejala berat : demam tinggi mendadak, sakit kepala, kaku pada tengkuk, disorientasi, koma
(penurunan kesadaran), kejang, dan kelumpuhan
 Keluhan-keluhan tersebut biasanya membaik setelah fase penyakit akut terlampaui, tetapi
pada 20-30% pasien, gangguan saraf kognitif dan psikiatri dilaporkan menetap.
Pemeriksaan Fisik:6
- Kelemahan tubuh menyeluruh (generalized weakness)
- Hipertonia dan hiperfleksia
- Adanya reflek-refleks patologik
- Tremor
Pemeriksaan Penunjang
Pengujian IgM spesifik JEV menggunakan sampel cairan serebrospinal (CSF) atau serum
menggunakan metode ELISA. Sampel CSF lebih direkomendasikan untuk meminimalisir hasil
positif palsu.6
Diagnosis
- Demam tinggi, sakit kepala hebat yang tidak bisa dihilangkan dengan antipiretik, mual,
diare, muntah dan mialgia yang dapat berlangsung selama beberapa hari.11
- Setelah itu, terjadi perubahan status mental yang dapat bervariasi mulai dari konfusi ringan
hingga agitasi bahkan koma.6
Diagnosis Banding:6
 Malaria serebral
 Meningitis aseptik
 Ensefalitis oleh Flavivirus lain
Tata Laksana
Tidak akan obat antivurs untuk JEV sehingga pengobatan yang dilakukan bersifat suportif
untuk meredakan dan menstabilkan pasien.6

7) PES
PES lebih dikenal dengan black death, dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang jika
tak segera ditangani oleh ahli medis. Tiga jenis pes dapat digolongkan berdasarkan bagian tubuh
yang terlibat yaitu:7
a) Pneumonic plague. Jenis pes ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebar hingga
paru-paru.
b) Septicemic plague. Jenis ini terjadi karena bakteri berkembangbiak didalam darah
pengidap pes.
c) Bubonic Plague. Jenis pes ini menimbulkan gejala pembesaran kelenjar getah bening.

Etiologi
Penyakit Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang melakukan siklus hidupnya di
hewan pengerat dan kutu. Pes biasanya terjadi di pedesaan dengan padang rumput yang
merupakan tempat hidup hewan pengerat, hewan karnivora liar dapat terinfeksi bakteri ini ketika
memakan hewan yang terinfeksi pes. Transmisi bakteri Yersinia pestis kepada manusia
dilakukan dengan cara:7
a) Gigitan kutu yang terinfeksi
b) Kontak langsung dengan hewan yang telah terinfeksi
c) Droplet dari orang yang terinfeksi
Patofisiologi

an berkembang Ketika
biak di pinjal
dalamtubuh pinjaldarah,
sehingga akan Muntahan
menyumbat pinjal akan
tenggorokan masukkedalam luka bekas gigitan dan terjadi infeksi.
menghisap pinjal harus terlebih dahulu muntahpinjal.
untuk mengeluarkan bakteri tersebut

Bakteri akan menginfeksi manusia tersebut (tampak gejala 2-6 hari setelah infeksi)

Manifestasi Klinis:5,7
 Gejala Pes muncul selama 2-6 hari setelah orang terkena infeksi, dengan gejala
menyerupai flu.
 Pneumonic plague : batuk yang mengeluarkan dahak atau air liur, sakit pada dada, sesak
napas dan tubuh terasa lemas. Jenis pes ini dapat berkembang dengan cepat dan
menyebabkan gagal napas hingga syok hanya dalam 2 hari masa infeksi.
 Septicemic plague : demam, lemas, gemetar, mual, muntah, sakit di sekitar perut, diare,
hinga terjadinya pendarahan dari mulut, hidung, dan anus. Gejala lainnya berupa warna
kulit yang menghitam akibat tidak befungsinya jaringan.
 Bubonic plague : muncul satu minggu setelah pengidap digigit oleh kutu yang terkena
infeksi, gejalanya berupa pembengkakan di daerah leher, ketiak, pangkal paha dan di area
sekitar gigitan.

Diagnosis
 Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengecek ada atau tidaknya pembesaran pada bagian
kelenjar getah bening sekaligus memeriksa keadaan paru-paru untuk memastikan
diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan (bubonic plaque).7
 Pada septicemic plaque dan pneumonic plaque, tidak ada tanda khas sehinnga diagnosis
dibuat dengan mengambil sampel dari pasien (darah atau bagian dari kelenjar getah
bening yang bengkak) dan menyerahkannya untuk pengujian laboratorium.7

Pemeriksaan Penunjang:7
- Tes darah juga perlu dilakukan untuk memastikan keberadaan bakteri yang menyebabkan
pes pada aliran darah.
- Sampel cairan dari kelenjar getah bening yang bengkak akan diambil guna memastikan
keberadaan pes pada sistem limfatik.
- Untuk pes pada paru-paru, pemeriksaan akan dilakukan pada sampel cairan dari lendir
saluran napas yang diambil melalui tindakan bronkoskopi.

8) TUBERCULOSIS
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.2
Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
selubung. tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).5
Pathogenesis

Mycobacterium tuberculosis terhirup

Menempel pada bronkus atau alveolus untuk beriplikasi

Reaksi inflamasi

Metabolisme Meningkat menyebabkan


Penumpukandemam,
eksudatdan
dalam
jugaalveolus,
mual muntah
menyebabkan proses difusi
Produksi sputum, tergangguakumulasi jalan
menyebabkan

Manifestasi Klinis
Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai:5
 Gejala pernapasan (nyeri dada, batuk berdahak, batuk berdarah, sesak napas, hemoptisis)
dan/atau
 Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan
mudah lelah).
Diagnosis
Diagnosis sesuai manifestasi klinis.5
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan
perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar
suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.2,5
Pemeriksaan Penunjang2,4
- Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
- Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA) ataukultur kuman dari
spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi- sewaktu.
- Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan
pleura ataupun biopsi jaringan.
- Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang
tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat
menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan
pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).
Tata Laksana

Tabel : Dosis Obat TB.2

3. Pemeriksaan penunjang dan interpretasinya dari penyakit zoonosis


Digabung di nomer 2
4. Proses pencegahan dan pengendalian zoonosis

Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Zoonosis

Pelaksanaan kegiatan pencegahan zoonosis menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 47 Tahun 2014 Tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.8
Pencegahan Penyakit Hewan: 8
Pasal 22 ayat 1
Pencegahan Penyakit Hewan meliputi pencegahan:
a. Masuk ke dan keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Menyebarnya dari satu pulau ke pulau yang lain di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. Menyebarnya dari Wilayah ke Wilayah lain dalam satu pulau di dalam Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;dan
d. Muncul, berjangkit, dan menyebarnya di satu Wilayah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Pasal 24
1) Pencegahan masuk, muncul, dan menyebarnya Penyakit Hewan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) dilakukan dengan menerapkan persyaratan teknis kesehatan Hewan.
2) Pencegahan Penyakit Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c dan
huruf d dilakukan dengan tindakan pengebalan, pengoptimalan kebugaran Hewan, dan
biosecurity.

Pasal 25 ayat 1
Pengebalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilaksanakan melalui vaksinasi,
pemberian antisera, dan peningkatan status gizi Hewan.

Pasal 27
Biosecurity sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dilakukan dengan cara pemisahan
sementara Hewan baru dari Hewan lama, Hewan sakit dari Hewan sehat, pembersihan dan
desinfeksi, pembatasan lalu lintas orang, Hewan, produk Hewan, dan media pembawa Penyakit
Hewan lainnya dalam unit usaha atau Perusahaan Peternakan.

Pengamanan Penyakit Hewan: 8


Pasal 29 ayat 1
Pengamanan Penyakit Hewan dilaksanakan melalui kegiatan:
a. Penetapan Penyakit Hewan Menular Strategis;
b. Penetapan kawasan pengamanan Penyakit Hewan Menular Strategis;
c. Penerapan prosedur biosafety dan biosecurity;
d. Pengebalan Hewan;
e. Pengawasan lalu lintas Hewan, produk Hewan, dan media pembawa Penyakit Hewan
lainnya di luar Wilayah kerja karantina;
f. Kesiagaan darurat veteriner,
g. Penerapan kewaspadaan dini.

Pengebalan Hewan:8
Pasal 39:
1) Pengebalan Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf d dilakukan
melalui vaksinasi, pemberian antisera, dan/atau peningkatan status gizi Hewan.
2) Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada daerah bebas Penyakit
Hewan Menular Strategis yang berisiko tinggi tertular, daerah terduga, daerah tertular, dan
daerah Wabah.
3) Pemberian antisera dan peningkatan status gizi Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan pada:
a. Daerah tertular dan daerah bebas Penyakit Hewan Menular Strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3),
b. Kawasan pengamanan Penyakit Hewan Menular Strategis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1).
4) Kegiatan vaksinasi dan pemberian antisera sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengikutsertakan peran masyarakat.

Pengawasan Lalu Lintas Hewan, Produk Hewan, dan Media Pembawa Penyakit Hewan
Lainnya:8
Pasal 43:
(1) Pengawasan lalu lintas Hewan, produk Hewan, dan media pembawa Penyakit Hewan
lainnya di luar wilayah kerja karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf
e meliputi pengawasan terhadap lalu lintas:
a. Hewan;
b. Produk Hewan;
c. Media pembawa Penyakit Hewan lainnya.
(2) Pengawasan lalu lintas Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
terhadap:
a. Ternak;
b. Hewan peliharaan;
c. Satwa liar; dan
d. Hewan yang hidup di air.
(3) Pengawasan lalu lintas produk Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan terhadap:
a. Produk Hewan nonpangan yang berisiko menularkan penyakit ke Hewan dan
lingkungan hidup;
b. Produk Hewan nonpangan yang berpotensi membawa risiko zoonosis secara langsung
kepada manusia; dan
c. Produk pangan asal Hewan.
(4) Ketentuan mengenai pengawasan lalu lintas Produk Hewan nonpangan dan produk pangan
asal Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan kegiatan pencegahan zoonosis menurut Peraturan Menteri Pertahanan Republik


Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Pelibatan Satuan Kesehatan Kementerian Pertahanan
dan Tentara Nasional Indonesia Dalam Pengendalian Zoonosis.9
Pelaksanaan:9
Pasal 7
Pelaksanaan kegiatan Pengendalian Zoonosis meliputi 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Pra-wabah,klbdanpandemi(sebelumterjadi wabah,KLB dan pandemi Zoonosis);
b. Tanggap darurat (saat terjadi wabah,KLB, pandemi Zoonosis); dan
c. Pasca-wabah,KLB, pandemi Zoonosis (setelah terjadi wabah,KLB,pandemi Zoonosis).

Pasal 8
1) Pengendalian Zoonosis pada tahap pra-wabah,KLB dan pandemi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf a dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Membuat rencana kegiatan upaya pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, pemulihan
dan rehabilitasi Pengendalian Zoonosis;
b. Melakukan inventarisasi sumber daya Kesehatan yang dimasukkan dalam Peta
Geomedik;
b. Menyusun standar operasional prosedur tetap dan melakukan sosialisasi bantuan
kesehatan dalam Pengendalian Zoonosis;
c. Membentuk dan mengembangkan Satgas reaksi cepat bantuan Kesehatan
Pengendalian Zoonosis;
d. Mengadakan pendidikan pelatihan tentang bantuan Kesehatan dalam Pengendalian
Zoonosis dengan supervisi tingkat pusat;
e. Merencanakan pembentukan Pusdalops bantuan Kesehatan dalam Pengendalian
Zoonosis;
f. Membuat laporan perencanaan kebutuhan anggaran selama kegiatan bantuan
Kesehatan dalam Pengendalian Zoonosis;
g. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi;
h. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait tentang korban
akibat Zoonosis;
i. Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas sektor meliputi sinkronisasi kegiatan
Pengendalian Zoonosis dengan pusat;dan
j. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pengendalian Zoonosis.
2) Pengendalian Zoonosis pada tahap tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Melaporkan kejadian wabah,KLB dan pandemi Zoonosis pada kesempatan pertama
secara berjenjang;
b. Mengaktifkan Pusdalops pengendalian wabah,KLB dan pandemi akibat Zoonosis;
c. Melakukan koordinasi langsung dengan tingkat pusat tentang kebutuhan bekal
Kesehatan;
d. Mengerahkan Satgaskes pengendalian wabah,KLB dan pandemi akibat Zoonosis yang
telah dipersiapkan;
e. Melaksanakan pemecahan Satgaskes yang ada menjadi Subsatgaskes sesuai kebutuhan
daerah wabah,KLB dan pandemi akibat Zoonosis;
f. Membuat laporan pelaksanaan anggaran yang diterima dari pusat; dan
g. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pengendalian Zoonosis.
3) Pengendalian Zoonosis pada tahap pasca wabah, KLB dan pandemi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf c dengan melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. Membantu kementerian kesehatan dalam melakukan evakuasi dampak wabah,klb dan
pandemi akibat zoonosis guna menanggulangi kemungkinan timbulnya penyakit
lainnya serta dampak sosial, ekonomi pada masyarakat;
b. Membantu instansi terkait dalam pendataan sumber daya kesehatan; dan
c. Evaluasi pelaksanaan bantuan kesehatan dalam pengendalian wabah,klb dan pandemi
akibat zoonosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Pedoman


Koordinasi Lintas Sektor: Menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB)/Wabah Zoonosis dan
Penyakit Infeksi Emerging (PIE). Jakarta: Kemenkopmk; 2018.
2. Setiati S, Alwi A, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid I. Jakarta:
Interna Publishing; 2017.
3. Center for Disease Control and Prevention. Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE),
or Mad Cow Disease [document on the Internet] 2018. Tersedia dari:
https://www.cdc.gov/prions/bse/index.html
4. Isselbacher. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Edisi 13.
Jakarta: EGC; 2015.
5. Widyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.
Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2011.
6. World Health Organization Japanese encephalitis [document on the Internet] May 2019.
Tersedia dari: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/japanese-encephalitis
7. Center for Disease Control and Prevention. Plague [document on the Internet] 2020.
Tersedia dari: https://www.cdc.gov/plague/index.html
8. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengendalian dan
Penanggulangan Penyakit Hewan. Jakarta: Pemerintah RI; 2014.
9. KEMENHAN RI. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2014 Tentang Pelibatan Satuan Kesehatan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional
Indonesia Dalam Pengendalian Zoonosis. Jakarta: Kemenhan RI; 2014.
10. Suardana, I Wayan. 2015. Buku ajar zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia.
Yogyakarta : PT Kanisius.
11. Soejoedono, R Roso. 2009. Status Zoonosis di Indonesia. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai