TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus corona ayang
merupakan Virus Single Stranded RNA yang berasal dari kelompok Coronaviridae.
Virus yang termasuk dalam kelompok ini adalah Middle East Respiratory Syndrome
(MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV). Virus ini
dapat ditularkan lewat droplet, yakni partikel air yang berukuran sangat kecil dan
biasanya keluar saat batuk atau bersin (Satuan Tugas Penanganan Covid-19, 2021).
Virus dapat melewati membrana mukosa yaitu mukosa nasal dan laring.
Setelah melewati, selanjutnya masuk ke paru paru melalui traktus respiratorius.
Kemudian, virus menyerang organ target yang mengekspresikan Angiotensin
Converting Enzyme 2 (ACE2) seperti paru paru, jantung, sistem renal dan traktus
gastrointestinal. Protein S memfasilitasi virus untuk masuk ke dalam sel target. Virus
yang masuk bergantung pada virus yang berikatan dengan ACE2 yaitu reseptor
membrane ekstraseluler diekspresikan pada sel epitel dan bergantung padapriming
protein S (Fitriani, 2020).
Faktor risiko COVID-19 antara lain ialah riwayat kontak, usia, jenis kelamin,
perokok aktif, keadaan imunosupresif, dan komorbid.
1. Faktor riwayat kontak menjadi faktor risiko utama dalam penularan COVID-
19. Riwayat kontak yang dapat terjadi melalui kontak langsung dengan pasien
terinfeksi. Virus masuk melalui droplet dan masuk melewati mukosa nasal
atau laring sehingga virus menginfeksi organ yang ada di dalam tubuh.
2. WHO menyebutkan bahwa usia lebih dari 65 tahun merupakan risiko tinggi
terinfeksi COVID-19. Sistem kekebalan tubuh cenderung melemah dengan
bertambahnya usia, membuat lanjut usia lebih sulit untuk
melawan infeksi.
3. Faktor jenis kelamin yang menjadi faktor risiko COVID-19 adalah laki laki.
Laki laki berisiko tinggi di bandingkan perempuan karena ekspresi reseptor
ACE2 yang tinggi di testis sehingga virus mudah masuk dan menginfeksi
pada laki laki (Handayani, 2020).
4. Faktor perokok aktif dapat meningkatkan ekspresi reseptor ACE2. Masuknya
virus bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan ACE2.
Sehingga orang perokok aktif menjadi mudah untuk terinfeksi virus (Tanjung,
2020).
5. Faktor keadaan imunosupresif merupakan keadaan yang disebabkan karena
efek dari kemoterapi. Keadaan imunosupresif mengakibatkan melemahnya
sistem kekebalan tubuh sehingga menurunnya kemampuan untuk melawan
virus.
6. Faktor komorbid adalah adanya penyakit bawaan yang diderita pasien
terinfeksi COVID-19. Komorbid yang menjadi faktor risiko COVID-19
adalah:
a) Diabetes melitus
Adanya diabetes melitus pada pasien COVID-19 didasarkan pada
mekanisme peradangan sistemik kronis, peningkatan aktivitas
koagulasi, gangguan respon imun dan potensi kerusakan langsung
pancreas oleh SARS-CoV-2 yang menyerang tubuh.
b) Hipertensi
Reseptor ACE2 ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan hipertensi.
Dikarenakan reseptor ACE2 merupakan sel host SARS-CoV-2
menyebabkan hipertensi meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pasien COVID-19.
c) Kelainan Jantung
Jantung jika mengalami masalah akan bekerja lebih keras untuk
mendapatkan darah dan menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh.
d) Asma
Asma adalah adanya masalah pernapasan sehingga pada penderita
asma dapat memicu SARS-CoV-2 yang menyebabkan infeksi pada
saluran pernapasan.
e) Tuberkulosis Paru
Paru-paru adalah organ utama yang menjadi sasaran COVID-19.
Adanya kerusakan pada paru paru menyebabkan seseorang yang
menderita tuberkulosis paru menjadi lebih rentan terhadap COVID-19.
Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering,
dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk disertai dahak, sesak
napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,
kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C,
sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C (Susilo, 2020).
Kelahiran bayi prematur didefinisikan sebagai bayi yang lahir hidup sebelum
usia gestasi 37 minggu, sedangkan bayi yang lahir dengan usia 28 minggu disebut
extremely preterm, bayi yang lahir dengan usia 28 sampai 32 minggu disebut very
preterm dan bayi lahir usia 32 sampai 37 minggu disebut moderate to late preterm.
Secara fisiologis bayi prematur sering mengalami ketidakstabilan kardiorespirasi
yang dapat menyebabkan terjadinya periodik apnea, bradikardia dan desaturasi
oksigen (Susanthy,2019).
Bayi prematur adalah bayi yang lahir hidup sebelum usia kehamilan 37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. The American Academy of
Pediatric, memberi batasan usia bayi yaitu 38 minggu untuk mengatakan bayi
prematur. Bayi prematur adalah bayi yang lahir di bawah usia 37 minggu atau berat
badan bayi yang kurang dari 2.500 gram ( Kusumawardani, 2021).
2.2.2 Klasifikasi Bayi Prematur
1. Bayi Prematur Sesuai Masa Kehamilan (SMK) Bayi prematur sesuai masa
kehamilan (SMK) adalah bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan usia kehamilan. Derajat
prematuritas dapat digolongkan menjadi 3 kelompok antara lain adalah
sebagai berikut:
a) Bayi sangat prematur (extremely premature) : 24-30 minggu
b) Bayi prematur sedang (moderately premature) : 31-36 minggu
c) Borderline premature : 37-38 minggu
Bayi ini mempunyai sifat prematur dan matur. Beratnya seperti bayi
matur akan tetapi sering timbul masalah seperti yang dialami bayi
prematur misalnya gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya
isap yang lemah.
2. Bayi Prematur Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Bayi Prematur Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK) adalah bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi
tersebut. Banyak istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi
KMK ini dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus
(intrauterine retardation = IUGR) seperti pseudopremature, small for dates,
dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan
small for gestational age (SGA). Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan
post matur) mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa
gestasinya. Gambaran kliniknya tergantung dari pada lamanya, intensitas dan
timbulnya gangguan pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut.
IUGR dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a) Proportinate IUGR : janin menderita distres yang lama, gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
sebelum bayi lahir. Sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala
dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih di
bawah masa gestasi yang sebenarnya.
b) Disproportinate IUGR : terjadi akibat distres sub akut. Gangguan
terjadi beberapa minggu atau beberapa hari sebelum janin lahir. Pada
keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal, akan tetapi berat
tidak sesuai dengan masa gestasi. Tanda-tandanya adalah sedikitnya
jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering, keriput dan mudah
diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
1. Faktor ibu
Faktor ibu merupakan hal dominan dalam mempengaruhi kejadian prematur,
faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:
a) Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).
b) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,
malnutrisi dan anemia sel sabit.
c) Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis, inkompeten serviks).
d) Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).
e) Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut dengan gejala
panas tinggi (misal: thypus abdominalis, dan malaria) dan penyakit
kronis (misal: TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal).
f) Trauma pada masa kehamilan, antara lain jatuh.
g) Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol).
h) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun.
i) Bekerja yang terlalu berat.
j) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
2. Faktor Janin
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian prematur
antara lain kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat
bawaan, kelainan kromosom, infeksi (misal: rubella, sifilis, toksoplasmosis),
insufensi plasenta, inkompatibilitas darah ibu dari janin
(faktor rhesus, golongan darah A, B dan O), infeksi dalam rahim.
3. Faktor Lain
Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu faktor plasenta,
seperti plasenta previa dan solusio plasenta, faktor lingkungan, radiasi
atau zat-zat beracun, keadaan sosial ekonomi yang rendah, kebiasaan,
pekerjaan yang melelahkan dan merokok.
Menurut Rukiyah & Yulianti (2018), ada beberapa tanda dan gejala yang
dapat muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut:
Bayi prematur juga relatif kurang mampu untuk bertahan hidup karena
struktur anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja
seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan
bayi untuk mengatur dan mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi
berisiko tinggi lain juga mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau
gangguan pada fungsi anatomi, fisiologi, dan biokimia berhubungan dengan adanya
kelainan atau penyakit yang diderita.
Bayi prematur atau imatur tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam
batas normal karena pusat pengatur suhu pada otak yang belum matur, kurangnya
cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai sumber kalori. Tidak ada atau
kurangnya lemak subkutan dan permukaan tubuh yang relatif lebih luas akan
menyebabkan kehilangan panas tubuh yang lebih banyak. Respon menggigil bayi
kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan panas tubuh melalui
aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih kurang (Tanto, 2017).
1. Hipotermi
Dalam kandungan bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil
yaitu 36 sampai dengan 37 . Segera setelah bayi lahir bayi dihadapkan pada
suhu lingkungan yang lebih rendah. Perbedaan suhu memberi pengaruh pada
kehilangan panas pada tubuh bayi.
2. Sindrom gangguan pernapasan
Kesukaran pernapasan pada bayi prematur dapat disebabkanbelum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan
suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru pertumbuhan
surfaktan paru mencapai maksimun pada minggu ke-35 kehamilan. Defisiensi
surfaktan menyebabkan kemampuan untuk mempertahankan stabilitasnya,
alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasisehingga untuk pernapasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang kuat.
3. Hipoglekemia
Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa
hipoglekemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Glukosa
merupakan sumber utama energi selama masa janin. Bayi aterm dapat
mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam pertama,
sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL hal ini
disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
4. Perdarahan intracranial
Pada bayi prematur pembuluh darah masih sangat rapuh hingga mudah pecah.
Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated
intravascular coagulopathy atau trombositopenia idopatik. Matriks germinal
epidiminal yang kaya pembuluh darah