Anda di halaman 1dari 24

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Definisi Covid -19
Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
sindrom pernapasan akut Coronavirus 2 (Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 atau SARS-CoV-2). Virus ini merupakan
keluarga besar Virus Corona yang dapat menyerang hewan. Ketika
menyerang manusia, Virus Corona biasanya menyebabkan penyakit
infeksi saluran pernafasan, seperti flu, MERS (Middle East Respiratory
Syndrome), dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Covid-19
sendiri merupakan Virus Corona jenis baru yang ditemukan di Wuhan,
Hubei, China pada tahun 2019 (Susilo dkk, 2020). Virus Corona jenis baru
ini diberi nama Coronavirus disease-2019 yang disingkat menjadi Covid-
Covid-19 sejak ditemukan menyebar secara luas hingga mengakibatkan
pandemi global yang berlangsung sampai saat ini (Johns Hopkins CSSE,
2020).
2. Epidemiologi Covid-19
Sebagaimana kita tahu, perkembangan penyebaran COVID-19
terjadi begitu cepat. Kasus pertama dan kedua COVID-19 diumumkan
Pemerintah Pusat pada tanggal 2 Maret 2020, dan kasus ketiga dan
keempat diumumkan pada tanggal 6 Maret 2020. Sementara, Keputusan
Presiden (Keppres) No. 7/2020 tentang pembentukan Rapid-Response
Team yang dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) baru dikeluarkan pada tanggal 13 Maret 20204 , saat
jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia tercatat telah berjumlah 69
orang.
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-
19 di China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal
Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan
provinsi di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain
13

dan seluruh China. Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus
terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari
berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri
Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina,
India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman (WHO, 2020).
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret
2020 sejumlah dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang
terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.10 Tingkat
mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan
yang tertinggi di Asia Tenggara.5,11 Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224
kasus dan 33.106 kematian di seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara
telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian
sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat pertama
dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru
sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol
dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di
dunia, yaitu 11,3% (Susilo dkk, 2020).
3. Virologi dan Karakteristik Covid-19
Virus Corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-
140 nm. Dimana beberapa rangkaian genom 2019-nCoV nyaris identik
satu sama lain dan 2019-nCoV berbagi rangkaian genom yang lebih
homolog dengan SARS-CoV dibanding dengan MERSCoV. Virus 2019-
nCoV termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil mikrograf elektron
dari partikel untai negatif 2019-nCoV menunjukkan bahwa morfologi
virus umumnya berbentuk bola dengan beberapa pleomorfisme. Diameter
virus bervariasi antara 60-140 nm. Partikel virus memiliki protein spike
yang cukup khas, yaitu sekitar 9-12 nm dan membuat penampakan virus
mirip seperti korona matahari. Morfologi yang didapatkan serupa dengan
family Coronaviridae. Hasil analisis filogenetik diektahui bahwa virus ini
masuk dalam genus betacoronavirus dengan subgenus yang sama dengan
virus Corona yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus.
14

International Virus Classification Commisson menamakan agen kausatif


ini sebagai SARS-CoV-2 (Fitriani, 2020).
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160
nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus
229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus
HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan
wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam,
yaitu Sarbecovirus. 15 Atas dasar ini, International Committee on
Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2 (Susilo dkk, 2020)

Gambar 1. Struktur genom virus. ORF: open reading frame, E: envelope,


M: membrane, N: nucleocapsid
Sumber: Susilo dkk (2020)

Mekanisme virulensi virus corona berhubungan dengan protein


struktural dan protein non struktural. Virus Corona menyediakan
messenger RNA (mRNA) yang dapat membantu proses translasi dari
proses replikasi/transkripsi. Gen yang berperan dalam proses
replikasi/transkripsi ini mencakup 2/3 dari rangkaian RNA 5’-end dan dua
Open Reading Frame (ORF) yang tumpang tindih, yaitu ORF1a dan
ORF1b. Dalam tubuh inang, virus Corona melakukan sintesis poliprotein
1a/1ab (pp1a/pp1ab). Proses transkripsi pada sintesis pp1a/pp1ab
15

berlangsung melalui kompleks replikasi-transkripsi di vesikel membran


ganda dan juga berlangsung melalui sintesis rangkaian RNA subgenomik.
Terdapat 16 protein non struktural yang dikode oleh ORF. Bagian 1/3
lainnya dari rangkaian RNA virus, yang tidak berperan dalam proses
replikasi/transkripsi, berperan dalam mengkode 4 protein struktural, yaitu
protein S (spike), protein E (envelope), protein M (membrane), dan protein
N (nucleocapsid). Mekanisme virulensi virus Corona berhubungan dengan
fungsi protein non-struktural dan protein struktural. Penelitian telah
menekankan bahwa protein nonstruktural mampu untuk memblok respon
imun innate inang. Protein E pada virus memiliki peran krusial pada
patogenitas virus. Protein E akan memicu pengumpulan dan pelepasan
virus (Gennaro et al., 2020).
Jalan masuk virus ke dalam sel merupakan hal yang esensial untuk
transmisi. Seluruh virus Corona mengode glikoprotein permukaan, yaitu
protein spike (protein S), yang akan berikatan dengan reseptor inang dan
menjadi jalan masuk virus ke dalam sel. Untuk genus betacoronavirus,
terdapat domain receptor binding pada protein S yang memediasi interaksi
antara reseptor pada sel inang dan virus. Setelah ikatan itu terjadi, protease
pada inang akan memecah protein S virus yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya fusi peptida spike dan memfasilitasi masuknya
virus ke dalam tubuh inang (Letko et al., 2020).
Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips,
sering pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo
Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta
memiliki genom RNA sangat panjang. Struktur Coronavirus membentuk
struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus.
Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein antigen utama
virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini
berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host
(interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang) (Qiang W, 2020).
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif
dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid
16

dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat,


detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin
tidak efektif dalam menonaktifkan virus (Wang Z, 2020).

Gambar 2. Struktur Coronavirus


Sumber: Prastyowati (2020)

Genom SARS-CoV-2 menyerupai tipe CoV, khas dan mengandung


setidaknya sepuluh open reading frame (ORF). ORF pertama (ORF1a/b)
sekitar dua pertiga dari viral load, ditranlasi menjadi dua poliprotein besar.
Pada SARS-CoV dan MERS-CoV, dua poliprotein, pp1a dan pp1ab,
diubah menjadi 16 protein non-struktural (nsp1-nsp16), yang membentuk
kompleks replikasi-transkriptasi virus. Nsp menyusun ulang membran
yang berasal dari retikulum endoplasma kasar (RER) menjadi vesikel
membran ganda tempat replikasi dan transkripsi virus terjadi. ORF-ORF
SARS-CoV-2 yang lain, sekitar sepertiga genom mengkode empat protein
struktural utama, yaitu spike (S), envelope (E), nucleocapsid (N) dan
membran (M) protein, serta beberapa protein aksesori dengan fungsi yang
belum diketahui, yang tidak berpartisipasi replikasi virus. Struktur dan
perbandingan genom virus corona dapat dilihat pada Gambar 3.
17

Gambar 3. Struktur dan Genom Virus Corona


Sumber: Yuniarti dkk (2020)
4. Patogenesis Covid 19
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal
dan laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan
Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), seperti paru-paru, jantung,
sistem renal dan traktus gastrointestinal. Protein S pada SARS-CoV-2
memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam sel target. Masuknya virus
bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan ACE2, yaitu
reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel, dan
bergantung pada priming protein S ke protease selular, yaitu TMPRSS2
(Gennaro et al., 2020).
Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari. Ditandai
dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit
menurun, serta pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai
menyebar melalui aliran darah, terutama menuju ke organ yang
mengekspresikan ACE2 dan pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat
sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan
ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit, dan perburukan lesi
di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARSD), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat
keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun),
komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
18

hipertensi, dan obesitas (Fitriani, 2020).


Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-
CoV.35 Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons
imun menentukan keparahan infeksi.36 Disregulasi sistem imun kemudian
berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons
imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan
jaringan. Di sisi lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan
kerusakan jaringan Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2
juga belum sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari
mekanisme yang ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika
virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen
presentation cells (APC). Presentasi antigen virus terutama bergantung
pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun,
MHC kelas II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya
menstimulasi respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi
oleh sel T dan sel B yang spesifik terhadap virus. Pada respons imun
humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-
CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka
panjang.30 Hasil penelitian terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS
menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+ dan CD8+
memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun
secara bertahap tanpa adanya antigen (Susilo dkk, 2020).
Respon imun pada Pejamu pada COVID-19 dibagi dua yaitu
(Susilo dkk, 2020):
a. Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Ringan
Respons imun yang terjadi pada pasien dengan manifestasi
COVID-19 yang tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di
Australia. Pada pasien tersebut didapatkan peningkatan sel T
CD38+HLA-DR+ (sel T teraktivasi), terutama sel T CD8 pada hari ke
7-9. Selain itu didapatkan peningkatan antibody secreting cells (ASCs)
dan sel T helper folikuler di darah pada hari ke-7, tiga hari sebelum
resolusi gejala. Peningkatan IgM/IgG SARS-CoV-2 secara progresif
19

juga ditemukan dari hari ke-7 hingga hari ke-20. Perubahan imunologi
tersebut bertahan hingga 7 hari setelah gejala beresolusi. Ditemukan
pula penurunan monosit CD16+CD14+ dibandingkan kontrol sehat. Sel
natural killer (NK) HLA-DR+CD3-CD56+ yang teraktivasi dan
monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1; CCL2) juga ditemukan
menurun, namun kadarnya sama dengan kontrol sehat. Pada pasien
dengan manifestasi COVID-19 yang tidak berat ini tidak ditemukan
peningkatan kemokin dan sitokin proinflamasi, meskipun pada saat
bergejala.
b. Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Berat
Perbedaan profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan
dengan berat bisa dilihat dari suatu penelitian di China. Penelitian
tersebut mendapatkan hitung limfosit yang lebih rendah, leukosit dan
rasio neutrofil-limfosit yang lebih tinggi, serta persentase monosit,
eosinofil, dan basofil yang lebih rendah pada kasus COVID-19 yang
berat. Sitokin proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan
penanda infeksi seperti prokalsitonin, ferritin dan C-reactive protein
juga didapatkan lebih tinggi pada kasus dengan klinis berat. Sel T
helper, T supresor, dan T regulator ditemukan menurun pada pasien
COVID-19 dengan kadar T helper dan T regulator yang lebih rendah
pada kasus berat.36 Laporan kasus lain pada pasien COVID-19 dengan
ARDS juga menunjukkan penurunan limfosit T CD4 dan CD8.
Limfosit CD4 dan CD8 tersebut berada dalam status hiperaktivasi yang
ditandai dengan tingginya proporsi fraksi HLA-DR+CD38+. Limfosit T
CD8 didapatkan mengandung granula sitotoksik dalam konsentrasi
tinggi (31,6% positif perforin, 64,2% positif granulisin, dan 30,5%
positif granulisin dan perforin). Selain itu ditemukan pula peningkatan
konsentrasi Th17 CCR6+ yang proinflamasi.
20

Gambar 4. Skema Replikasi dan Patogenesis Coronavirus


Sumber: Susilo dkk (2020)
5. Moda Transmisi Covid-19
WHO (2020) mendeskripsikan secara singkat kemungkinan-
kemungkinan moda transmisi SARS-CoV-2, termasuk transmisi kontak,
droplet (percikan), melalui udara (airborne), fomit, fekal-oral, melalui
darah, ibu ke anak, dan binatang ke manusia. Infeksi SARSCoV-2
umumnya menyebabkan penyakit pernapasan ringan hingga berat dan
kematian, sedangkan sebagian orang yang terinfeksi virus ini tidak pernah
menunjukkan gejala.
a. Transmisi kontak dan droplet
Transmisi SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak
langsung, kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang
terinfeksi melalui sekresi seperti air liur dan sekresi saluran
pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat orang yang
terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi. Droplet saluran
napas memiliki ukuran diameter > 5-10 μm sedangkan droplet yang
berukuran diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau
aerosol. Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika
seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter)
dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala pernapasan
(seperti batuk atau bersin) atau yang sedang berbicara atau menyanyi;
dalam keadaan-keadaan ini, droplet saluran napas yang mengandung
21

virus dapat mencapai mulut, hidung, mata orang yang rentan dan
dapat menimbulkan infeksi. Transmisi kontak tidak langsung di mana
terjadi kontak antara inang yang rentan dengan benda atau permukaan
yang terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat terjadi.
b. Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran
agen infeksius yang diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei
(aerosol) yang tetap infeksius saat melayang di udara dan bergerak
hingga jarak yang jauh. Transmisi SARS-CoV-2 melalui udara dapat
terjadi selama pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan
aerosol (“prosedur yang menghasilkan aerosol”). WHO, bersama
dengan kalangan ilmuwan, terus secara aktif mendiskusikan dan
mengevaluasi apakah SARS-CoV-2 juga dapat menyebar melalui
aerosol, di mana prosedur yang menghasilkan aerosol tidak dilakukan
terutama di tempat dalam ruangan dengan ventilasi yang buruk.
Pemahaman akan fisika embusan udara dan fisika aliran udara telah
menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang kemungkinan mekanisme
transmisi SARS-CoV-2 melalui aerosol. Jadi orang yang rentan dapat
menghirup aerosol dan dapat menjadi terinfeksi jika aerosol tersebut
mengandung virus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan
infeksi pada orang yang menghirupnya.
Di luar fasilitas medis, beberapa laporan kejadian luar biasa
(KLB) terkait tempat dalam ruangan yang padat mengindikasikan
kemungkinan transmisi aerosol, yang disertai transmisi droplet,
misalnya pada saat latihan paduan suara, di restoran, atau kelas
kebugaran. Dalam kejadian-kejadian ini, kemungkinan terjadinya
transmisi aerosol dalam jarak dekat, terutama di lokasilokasi dalam
ruangan tertentu seperti ruang yang padat dan tidak berventilasi cukup
di mana orang yang terinfeksi berada dalam waktu yang lama, tidak
dapat dikesampingkan. Transmisi droplet dan fomit juga dapat
menjadi penyebab transmisi orang ke orang di dalam klaster-klaster
tersebut. Lebih lanjut lagi, lingkungan kontak erat dalam klaster-
22

klaster ini dapat memfasilitasi transmisi dari sejumlah kecil kasus


kepada orang-orang lain (kejadian penyebaran super), terutama jika
kebersihan tangan tidak dijaga, masker tidak digunakan, dan
penjagaan jarak fisik tidak dilakukan.
c. Transmisi fomit
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan
oleh orang yang terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan
benda, sehingga terbentuk fomit (permukaan yang terkontaminasi).
Virus dan/atau SARS-CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui
RTPCR dapat ditemui di permukaan-permukaan tersebut selama
berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung lingkungan sekitarnya
(termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis permukaan. Konsentrasi
virus dan/atau RNA ini lebih tinggi di fasilitas pelayanan kesehatan di
mana pasien COVID-19 diobati. Oleh karena itu, transmisi juga dapat
terjadi secara tidak langsung melalui lingkungan sekitar atau benda-
benda yang terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi (misalnya,
stetoskop atau termometer), yang dilanjutkan dengan sentuhan pada
mulut, hidung, atau mata. Meskipun terdapat bukti-bukti yang
konsisten atas kontaminasi SARS-CoV-2 pada permukaan dan
bertahannya virus ini pada permukaan-permukaan tertentu, tidak ada
laporan spesifik yang secara langsung mendemonstrasikan penularan
fomit. Orang yang berkontak dengan permukaan yang mungkin
infeksius sering kali juga berkontak erat dengan orang yang infeksius,
sehingga transmisi droplet saluran napas dan transmisi fomit sulit
dibedakan. Namun, transmisi fomit dipandang sebagai moda transmisi
SARS-CoV-2 yang mungkin karena adanya temuan-temuan yang
konsisten mengenai kontaminasi lingkungan sekitar kasus-kasus yang
terinfeksi dan karena transmisi jenis-jenis coronavirus lain dan virus-
virus saluran pernapasan lain dapat terjadi dengan cara ini.
d. Moda-moda transmisi lain
Fragmen-fragmen RNA ditemukan melalui tes RT-PCR di
sejumlah kecil sampel air susu ibu dari ibu yang terinfeksi SARS-
23

CoV-2, tetapi penelitian-penelitian yang menyelidiki apakah virus ini


dapat diisolasi tidak menemukan virus yang hidup. Transmisi SARS-
CoV-2 dari ibu ke anak memerlukan virus yang dapat bereplikasi dan
infeksius di dalam air susu ibu yang dapat mencapai situs sasaran
pada bayi dan juga mengalahkan sistem pertahanan bayi. WHO
merekomendasikan agar para ibu yang suspek atau terkonfirmasi
COVID-19 didorong untuk mulai atau lanjut menyusu.
6. Manifestasi Klinis Pasien Covid-19 pada Anak
Manifestasi klinis pasien covid-19 pada anak menurut IDAI (2020)
adalah sebagai berikut:
a. Asimptomatik: anak dengan hasil positif covid-19 tanpa manifestasi
klinis
b. IRA atas : Demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat,
fatigue, nyeri kepala, mialgia atau rasa tidak nyaman
c. Pneumonia : IRA disertai dengan minimal salah satu kriteria berikut:
1) Takipnu sesuai kriteria WHO
2) Dispnea: napas cuping hidung, head bobbing, retraksi subkostal
dan/atau interkostal
3) Saturasi oksigen <92% room air
4) Hipoksemia
d. Kasus kritis: Gagal napas membutuhkan ventilator Kriteria ALI/ARDS
adalah sebagai berikut:
1) ALI
a) Oxygen Index (PaO2/FiO2 > 200 < 300 atau
b) Saturation Index (SpO2/FiO2) >212 < 253 atau
c) Oxygenation Index ([(FIO2 × Mean Airway Pressure)/PaO 2])>
5,3 <8,1 atau
d) Oxygenation Saturation Index ([(FIO2 × Mean Airway
Pressure)/SpO2])> 6,5 <7,8
2) ARDS
a) Oxygen Index (PaO2/FiO2) <200
b) Saturation Index (SpO2/FiO2) < 212 atau
24

c) Oxygenation Index ([(FIO2 × Mean Airway Pressure)/PaO 2]) >


8,1 atau,
d) Oxygenation Saturation Index ([(FIO2 × Mean Airway
Pressure)/SpO2]) > 7,8
e. Sepsis
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasar tanda systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) yang disebabkan infeksi.
Kriteria infeksi, dalam hal ini, sesuai dengan diagnosis COVID-19.
Kriteria SIRS, disesuaikan dengan usia anak, sesuai International
Pediatric Sepsis Consensus Conference tahun 2005, yaitu: terdapat
paling sedikit 2 dari 4 kriteria, salah satu kriteria tersebut harus
merupakan suhu tubuh atau jumlah leukosit yang abnormal:
1) Abnormalitas suhu (suhu inti 38,5 oC atau suhu aksila >37,9 oC).
2) Takikardia: rerata denyut jantung diatas normal sesuai usia tanpa
adanya stimulus eksternal, obat kronik, atau stimuli nyeri; atau
peningkatan denyut jantung persisten dalam 0,5 sampai 4 jam
tanpa diketahui sebabnya. Bradikardia (anak 0,5 jam tanpa
diketahui sebabnya
3) Rerata laju pernafasan >2SD diatas normal menurut umur atau
penggunaan ventilasi mekanik untuk proses akut yang tidak
berhubungan dengan penyakit neuromuskular atau dibawah
pengaruh anestesi umum
4) Peningkatan/ penurunan jumlah lekosit menurut umur (bukan
akibat sekunder dari leukopenia yang diinduksi oleh kemoterapi)
atau ditemukan neutrofil imatur >10%.
Sepsis Berat adalah sepsis ditambah dengan disfungsi organ.
Syok Septik adalah tanda kegagalan sirkulasi pada anak dengan tanda
klinis berupa takikardi dan gangguan perfusi yang antara lain ditandai
dengan waktu pengisian kapiler > 2 detik, ekstremitas yang dingin atau
mottled, kesadaran menurun, nadi perifer yang lebih kecil dari nadi
central. Syok septik yang mengakibatkan hipotensi disebut syok septik
berat. Hipotensi adalah tekanan sistolik di bawah nilai normal sesuai
25

usia.
7. Definisi Kasus Covid 19 pada Anak
Dalam mendefinisikan kasus Covid 19 pada anak menurut IDAI
(2020) memiliki keterkaitan erat dengan status Covid-19 orang tuanya atau
orang dewasa di sekitarnya.
a. Status pasien sebelum pemeriksaan laboratorium konfirmasi
1) Orang dalam Pemantauan (ODP)
Anak yang demam (≥38°C) ATAU riwayat demam ATAU gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek / sakit tenggorokan/
batuk, tanpa gejala pneumonia. DAN 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala, memenuhi salah satu riwayat berikut:
a) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal.
b) Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area terjangkit* di
Indonesia. *area dengan pasien terkonfirmasi COVID-19
2) Pasien dalam Pengawasan (PDP)
a) Anak yang mengalami:
(1) Demam (≥38°C) atau ada riwayat demam DAN
(2) Batuk/ pilek/ nyeri tenggorokan ATAU Pneumonia
berdasarkan gejala klinis dengan atau tanpa pemeriksaan
radiologis DAN
(3) Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, tinggal di
negara terjangkit atau berpergian ke negera terjangkit
ATAU - Riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-
19; ATAU
(4) Mengunjungi atau dirawat di fasilitas kesehatan yang
berhubungan dengan pasien konfirmasi COVID-19.
Keterangan: Perlu waspada pada pasien dengan gangguan
sistem kekebalan tubuh (immunocompromised) karena
gejala dan tanda menjadi tidak jelas.
b) Anak dengan gejala ISPA berat/pneumonia berat* yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN tidak ada
26

penyebab lain yang jelas.


*Misal pneumonia yang mengalami perburukan cepat yang
tidak dapat dijelaskan/ pneumonia dengan lekopenia, limfopeni
dan trombositopeni.
b. Status pasien setelah pemeriksaan laboratorium konfirmasi
1) Kasus Probabel
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk COVID-19
tetapi inkonklusif (tidak dapat disimpulkan) atau seseorang dengan
dengan hasil konfirmasi positif untuk human corona non-COVID
19 (human corona merupakan salah satu penyebab utama dari
selesma yang lazim ditemukan).
2) Kasus Konfirmasi
Anak yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan
laboratorium positif
c. Kontak erat adalah anak yang melakukan kontak fisik atau berada
dalam ruangan atau berkunjung (bercakap-cakap dalam radius 1-meter
selama minimal 15 menit dengan PDP, kasus probabel atau
terkonfirmasi).
1) Anak yang termasuk kontak erat adalah:
a) Anak yang tinggal serumah dengan kasus
b) Anak yang berada dalam satu ruangan dengan kasus
c) Anak yang bepergian dalam satu alat transportasi dengan kasus
2) Kontak erat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
a) Kontak erat risiko rendah Bila kontak dengan kasus PDP
b) Kontak erat risiko tinggi Bila kontak dengan kasus konfirmasi
atau probabel.
8. Diagnosis Pasien Covid-19 pada Anak
Menurut IDAI (2020) memaparkan diagnosis pasien covid-19 pada
anak:
a. Anamnesis, tanyakan:
1) Gejala:
a) Gejala sistemik: demam, malaise, fatigue, nyeri kepala, mialgia
27

b) Gejala saluran pernapasan: batuk, pilek, hidung tersumbat,


sesak napas iii. Gejala lain: diare, mual, muntah
2) Faktor risiko epidemiologis:
a) Kontak erat dengan PDP, kasus probable, atau kasus
terkonfirmasi COVID-19
b) Tinggal atau bepergian ke negara atau area terjangkit
b. Pemeriksaan fisis:
Bisa didapatkan kondisi berikut:
1) Kondisi umum: kompos mentis-letargi
2) Desaturasi (oksigen kurang dari 92%)
3) Tanda utama: demam dan peningkatan laju napas sesuai kriteria
WHO
4) Napas cuping hidung
5) Sianosis
6) Retraksi subkostal dan/atau interkostal
7) Suara paru: ronki, wheezing
8) Lain-lain: pembesaran tonsil
c. Pemeriksaan penunjang:
1) Darah
a) Darah rutin lengkap: limfopenia, leukopenia
b) CRP: normal atau meningkat sementara
c) Prokalsitonin: meningkat
d) Untuk menilai komplikasi lakukan pemeriksaan fungsi hati,
fungsi ginjal, laktat, AGD, elektrolit, glukosa, HIV jika
terindikasi
2) Pencitraan
a) Foto toraks: sesuai gambaran pneumonia
b) CT toraks: groundglass opacity, unilateral dan bilateral
subpleural
3) Mikrobiologis untuk mendeteksi SARS COV-2 dengan metode
RT-PCR dan sequencing. Sampel berasal dari:
a) Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan
28

orofaring)
b) Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotracheal tube dapat berupa aspirat
endotracheal)
c) Pemeriksaan lain yang terindikasi sesuai kondisi pasien
4) Pemeriksaan lain yang terindikasi sesuai kondisi pasien
9. Pengambilan Sampel
Menurut IDAI (2020) pengambilan sampel pada anak:
a. Perlu koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk penyediaan
viral transport media (VTM) dan cara pengirimannya.
b. Apabila tidak dapat dilakukan pengambilan sampel dari swab
nasofaringeal baik karena kesulitan pengambilan dan/atau VTM tidak
tersedia, maka:
1) Lakukan swab nasal dan orofaring (mirip pengambilan sampel
difteri; pada anak yang lebih kecil), atau
2) Sputum (dahak).
10. Faktor Risiko Pasien Covid-19 pada Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan bahwa risiko
keterpaparan anak terhadap Covid-19 sama besarnya dengan orang
dewasa. Virus corona varian Delta, yang muncul pertama kali di India,
bahkan diyakini lebih mudah menyerang anak-anak. Transmisi virus
varian tersebut bahkan meningkat di kalangan anak-anak usia 12-20 tahun
di Inggris, seperti dilaporkan CNBC.com. Di Indonesia sendiri, kasus
Covid-19 sudah menyerang lebih dari 200.000 anak. Data Satgas
Penanganan Covid-19 per Minggu (20/6/2021) menunjukkan, 12,5 persen
dari 1,9 juta kasus positif di Indonesia, yakni sekitar 250 ribu kasus,
terjadi pada anak usia 0-18 tahun. Salah satu faktor yang membuat kasus
Covid-19 pada anak meningkat adalah kelalaian orangtua. Pada beberapa
momen, orangtua justru menempatkan anak pada risiko tertular Covid-19,
seperti Banyak orangtua mengajak anaknya liburan dan ke mal (IDAI,
2020).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor
29

risiko covid-19 pada anak menunjukkan bahwa resiko hispanik lebih


tinggi dibandingkan semua kunjungan rumah sakit, anak berusia 0–3
bulan, riwayat kelahiran prematur, menderita komorbiditas termasuk
Immunocompromise, kondisi gastrointestinal, diabetes, asma, dan gejala
spesifik. Peningkatan protein C-reaktif dikaitkan dengan kebutuhan akan
perawatan kritis (Graff et al, 2021).
Risiko keparahan penyakit akibat covid-19 relatif ditemukan pada
anak dengan penyakit asimtomatik ringan/sedang, terutama untuk
dispnea/takipnea dan rontgen dada abnormal, usia pemodelan nomogram,
komorbiditas, batuk (Zhou et al, 2021). Hal serupa ditambahkan Esposito
et al (2021) dalam penelitiannya dimana faktor komorbiditas dan jantung
yang mendasarinya kasus pediatrik yang parah. Penurunan fungsi sistolik
ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi < 60%; disfungsi diastolik; dan aritmia,
termasuk perubahan segmen ST, pemanjangan QTc, dan denyut atrium
atau ventrikel prematur, merupakan manifestasi paling awal dari
keterlibatan jantung. Termasuk kadar serum enzim hati dan evaluasi
fungsi ventrikel di antara penanda prediktif dapat menyebabkan lebih
banyak evaluasi yang efektif dari anak-anak berisiko dengan pemilihan
yang tepat dari mereka untuk dirawat di PICU.
11. Penatalaksanaan Covid-19 pada Anak
Menurut IDAI (2020) penatalaksanaan covid-19 pada pasein anak
digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Gambar 5. Alur Tata Laksana COVID-19 Berdasarkan Area


Sumber: IDAI (2020)
30

Keterangan:
*Isolasi di rumah dengan tetap menerapkan PHBS, memperhatikan lingkungan
yang child friendly (ramah anak) dan asupan nutrisi yang cukup.
**Swab dilakukan pada hari ke-1 dan ke-14
***Pasien pneumonia jika fasilitas di RS rujukan tidak mencukupi dan RS daerah
tidak mempunyai ruang isolasi tekanan negatif, pasien dirawat di RS daerah
dengan sistem kohorting

Gambar 6. Alur Tata Laksana COVID-19 Berdasarkan Kontak


Sumber: IDAI (2020)
Keterangan:
*Isolasi di rumah dengan tetap menerapkan PHBS, memperhatikan
lingkungan yang child friendly (ramah anak) dan asupan nutrisi yang
cukup.
**Swab dilakukan pada hari ke-1 dan ke-14

Pasien ODP
a. Isolasi di rumah selama 14 hari
b. Lapor dinas kesehatan setempat/hotline COVID-19 Kementerian
Kesehatan untuk surveilans
c. Jika mengalami pneumonia ikuti alur PDP.
Pasien PDP
a. Rujuk ke RS rujukan
b. Bila tidak bisa dirujuk
31

1) Rawat isolasi lakukan pencegahan dan kendali infeksi


2) Tata laksana sebagai pneumonia sesuai klinis
3) Lapor dinas kesehatan setempat/ hotline COVID-19 Kementerian
Kesehatan.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi klinis menurut IDAI (2020)
disajikan dalam tabel 2. sebagai berikut:
Tabel 2. Tata Laksana Sesuai Klasifikasi Klinis
ODP PDP SARS-CoV-2
Terkonfirmasi
Asimptomatik Isolasi tekanan negatif
selama 14 hari
IRA atas - Tata - Isolasi di rumah Isolasi tekanan negatif
laksana - Tata laksana umum - Tata laksana umum
umum  Nutrisi  Nutrisi
- Tata  Asupan cairan cukup  Asupan cairan
laksana - Tata laksana cukup
simtomatik simptomatik - Tata laksana
- Antibiotik jika simptomatik
terindikasi
Pneumonia - Tata laksana umum - Tata laksana umum
 Oksigen terapi  Oksigen terapi
 Nutrisi  Nutrisi
 Asupan cairan cukup  Asupan cairan
- Isolasi tekanan negatif cukup
- Terapi cairan jika - Isolasi tekanan
diperlukan negatif
- Antibiotik (Inj ampisilin - Antibiotik (Inj
dan gentamisin atau inj ampisilin dan
ceftriakson) gentamisin atau inj
- Parasetamol jika ceftriakson)
diperlukan - Parasetamol jika
- Oseltamivir* diperlukan
*diberikan jika koinfeksi dengan - Oseltamivir*
influenza virus  1th: 3mg/kg/dosis
setiap 12 jam
 >1 th:
BB <15kg: 30mg
setiap 12 jam
BB 15-23kg: 45
mg setiap 12 jam
BB 23-40 kg:
60mg setiap 12
jam
BB 40 kg: 75mg
setiap 12 jam
32

- - Lopinavir/
Ritonavir**
 Usia 2 minggu-6
bulan: 16mg/kg/
dosis/ kali setiap
12 jam
 7-15 kg:
12mg/kg/dosis/kali
setiap 12 jam
(lopinavir
komponen)
 15-40kg:
10mg/kg/dosis/kali
setiap 12 jam
(lopinavir
komponen)
 >40 kg: sesuai
dosis dewasa
- Bila terjadi
perburukan klinis
rawat ICU
*diberikan jika koinfeksi
dengan influenza virus
**jika tersedia
Kasus kritis Rawat ICU Rawat ICU
Gagal napas Gagal napas
membutuhkan ventilator, membutuhkan
syok, atau multiorgan ventilator, syok, atau
failure atau sepsis multiorgan failure
disesuaikan dengan atau sepsis: Tata
protokol standar yang ada lakasana Covid-19
ditambah dengan
protokol standar yang
ada.
Steroid dan
immunoglobulin tidak
direkomendasikan
secara rutin, hanya
diberikan atas indikasi
khusus seperti badai
sitokin
Keterangan:
- Perhatikan efek samping obat
- Untuk menjadi perhatian pemberian antibiotik tidak diberikan pada kasus yang
memiliki gejala bukan pneumonia

Kriteria pemulangan pasien menurut IDAI (2020) adalah:


a. Didapatkan suhu tubuh yang normal minimal 3 hari berturut turut
b. Perbaikan klinis dari gejala infeksi saluran nafas akut
33

c. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil negatif 2 kali berturut-


turut dengan interval minimal 1 hari
d. Jika diperlukan, dilakukan isolasi dirumah selama 14 hari setelah
kepulangan
12. Pencegahan Covid-19 pada Anak
Pencegahan secara umum sesuai IDAI (2020) meliputi:
a. Kegiatan publik yang melibatkan anak ditiadakan.
b. Menerapkan social distancing dengan menjaga jarak 1-2 meter.
c. Sekolah diliburkan selama 2 pekan dan anak dirumahkan, kemudian
dilihat perkembangan selanjutnya.
d. Menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) meliputi:
1) Menjaga kebersihan tangan rutin, terutama sebelum memegang
mulut, hidung dan mata; serta setelah memegang instalasi publik.
2) Mencuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya 20
detik. Cuci dengan air dan keringkan dengan handuk atau kertas
sekali pakai. Jika tidak ada fasilitas cuci tangan, dapat
menggunakan alkohol 70-80% handrub.
3) Menutup mulut dan hidung dengan tisu ketika bersin atau batuk.
4) Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat
ke fasyankes.
34

B. Kerangka Teori

Sindrom pernapasan akut


Covid-19 Coronavirus 2 (Severe Acute
Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 atau SARS-
CoV-2).

Deskriptif Covid-19 pada


Anak

Faktor risiko
Manifestasi klinis
Faktor pola penularan
Penyakit penyerta
Diagnosa
Penatalaksanaan

Keterangan :
: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 7. Kerangka Teori


Sumber : IDAI (2020), Susilo dkk (2020), Graff et al (2021), Zhou et al (2021),
Esposito et al (2021) dimodifikasi peneliti
35

C. Kerangka Konsep

Deskriptif Covid-19
pada Anak

Faktor Manifestasi Faktor pola Penyakit Diagnosa Penatalaksanaan


risiko klinis penularan penyerta

Gambar 8. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai