Anda di halaman 1dari 6

A.

Masa Inkubasi Covid-19

Masa inkubasi virus corona adalah rentang waktu antara saat


seseorang terinfeksi virus dan ketika gejala infeksi mulai terlihat. Sulit untuk
memastikan Memastikan apakah seseorang terkena infeksi atau tidak meskipun
telah melakukan tes Covid-19 sekalipun. Risiko infeksi kemungkinan besar
terjadi bila sesorang telah berada di sekitar orang yang menderita gejala Covid-
19 (Fitriani, 2020).
Jika telah ditetapkan kemungkinan terjangkit virus corona, langkah
berikutnya adalah tetap berada di rumah dan jauhkan diri dari kontak keluarga
(dan juga hewan peliharaan). Di masa inkubasi inilah seseorang menunggu
dalam waktu tertentu untuk memastikan apakah gejala Covid-19 muncul atau
tidak. Ada penanganan yang perlu dilakukan pula terhadap diri sendiri, baik
selama masa inkubasi atau setelah masa inkubasi, baik ketika terdiagnosa
Covid-19 maupun tidak setelah inkubasi berakhir. Setidaknya laporan di awal
tahun 2020 mengenai rata rata masa inkubasi virus corona terjadi selama 5 hari
dari saat terjadinya kontak pertama. Pada hari ke-5 itulah orang yang terinfeksi
menunjukkan gejala-gejala penyakit Covid-19. Kebanyakan orang akan
memperlihatkan gejala pada hari ke-12. Selain itu, kebanyakan orang jatuh
sakit akibat infeksi virus covid saat memasuki hari ke-14 (Fitriani, 2020).
Ada pula orang yang mengalami masa inkubasi yang sebentar,
yakni 2 hari setelah terinfeksi, atau inkubasi yang melebihi 14 hari. Walau
begitu, kedua kasus tersebut sangatlah jarang terjadi. Virus corona merupakan
zoonosis, sehingga terdapat kemungkinkan virus berasal dan hewan dan
ditularkan ke manusia (Yuliana, 2020).
Virus Covid-19 juga merupakan zoonosis Perkembangan data
selanjutnya menunjukkan penularan antar manusia (human to human, yaitu
dprediks melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam
droplet. Hal ini sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas kesehatan
yang merawat pasien COVID-19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari
seorang yang datang dari Kota Shanghai, Cina ke Jerman dan diringi penemuan
hasil positif pada orang yang ditemui dalam kantor. Pada laporan kasus ini
bahkan dikatakan penularan terjad pada saat kasus indeks belum mengalami
gejala (asimtomatik) atau masih dalam masa inkubaal. Laporan lain
mendukung. penularan antar manusia adalah laporan 9 kasus penularan
langsung antar manusia di luar Cina dan kasus index ke orang kontak erat yang
tidak memiliki riwayat perjalanan manapun.
Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan
virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu
analisis mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala
dan durasi antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut
mendapatkan hasil penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya,
tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak
pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga naiko jumlah kontak tertular dan 1
pasien mungkin dapat lebih besar (Yuliana,2020).
B. Etiologi Virus Covid-19
Dalam diagnosis awal dari Rencana Perawatan Penyakit Virus Corona
2019 (yang disusun Pemerintah China), deskripsi etiologi COVID-19
didasarkan pada pemaha man sifat fisikokimia dari penemuan virus corona
sebelumnya. Dari penelitian lanjutan, edisi kedua pedoman tersebut
menambahkan "coronavirus tidak dapat dinonaktifkan secara efektif oleh
chlorhexidine", juga kemudian definisi baru ditambahkan dalam edisi keempat,
"nCov-19 adalah genus b, dengan envelope, bentuk bulat dan sering ber bentuk
pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm. Karakteristik genetiknya jelas berbeda
dari SARS-CoV dan MERS-CoV. Homologi antara nCoV-2019 dan bat-SL-
CoVZC45 lebih dari 85%. Ketika dikultur in vitro, nCoV-2019 dapat
ditemukan dalam sel epitel pemapasan manusia setelah 96 jam, sementara itu
membutuhkan sekitar 6 hari untuk mengisolasi dan membiakkan VeroE6 dan
jaringan sel Huh-7, serta "corona virus sensitif terhadap sinar ultraviolet
(Safrizal, 2020).
Pada awalnya diketahui virus in mungkin memiliki kesamaan dengan
SARS dan MERS COV, tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi dari 10
pasien, didapatkan kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus
baru, dan menunjukkan kesamaan (identik 88%) dengan bat derived severe
acute respiratory syndrome (SARS) like coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan
bat-SL CoVZXC21, yang dambil pada tahun 2018 d Zhoushan, Cina bagian
Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 70% dan lebih jauh lagi dengan
MERS-CoV (50%). Analisis filogenetik menunjukkan COVID-19 merupakan
bagian dari subgenus Sarbcovirus dangenus Betacoronavirus Penelitian lain
menunjukkan proten memfasitas masuknya vinus corona ke dalam sel target.
Proses ini bergantung pada pengikatan protein S ke reseptor selular dan
priming protein S ke protease seluar. Penelitian hingga saat ini menunjukkan
kemungkinan proses masuknya COVID-19 ke dalam sel mirip dengan SARS
Hai ini didasarkan pada kesamaan struktur 76% antara SARS dan COVID-19.
Sehingga diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme 2
(ACE2) sebagai reseptor masuk dan menggunakan serine protease TMPRSS2
untuk priming S protein, meskipun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut (Nawas, 2020).
Proses imunologik dan host selanjutnya belum banyak diketahui. Dan
data kasus yang ada, pemeriksaan sitokin yang berperan pada ARDS:
menunjukkan hasil terjadinya badai sitokin (cytokine storms) seperti pada
kondisi ARDS lainnya. Dari penelitian sejauh ini, ditemukan beberapa sitokin
dalam jumlah tinggi, yaitu: interleukin-1 beta (L-18), interferon-gamma (IFN-
Y), inducible protein/CXCL10 (P10) dan monocyte chamoattractant protein 1
(MCP1) serta kemungkinan mengaktifkan T-helper-1 (Th1) (Nawas, 2020).
Selain sitokin tersebut, COVID-19 juga meningkatkan sitokin T-
holper-2 (Th2) (misalnya, IL4 and IL10) yang mensupresi inflamasi berbeda
dan SARS-CoV. Data lain juga menunjukkan, pada pasien COVID-19 di ICU
ditemukan kadar granulocyte-colony stimulating factor (GCSF), IP10, MCP1,
macrophage inflammatory proteins 1A (MIP1A) dan TNFa yang lebih tingg
dibandingkan pasien yang tidak memerlukan perawatan ICU. Ha ini
mengindikasikan badal sitokin akibat infeksi COVID-19 berkaitan dengan
derajat keparahan penyakit.
C. Patofisiologi Covid-19
CoV adalah virus RNA positif dengan penampilan seperti mahkota
di bawah mikroskop elektron (corona adalah istilah latin untuk mahkota)
karena adanya lonjakan gliko protein pada amplop. Subfamill
Orthocoronavirinae dari keluarga Coronaviridae (orde Nidovirales)
digolongkan ke dalam empat gen CoV: Alphacoronavirus (alphaCoV),
Betacoronavirus (betaCoV), Deltacoronavirus (deltaCoV), dan
Gammacoronavirus (deltaCoV). Selanjutnya, genus betaCoV membelah
menjadi lima sub- genera atau garis keturunan Karakterisasi genom telah
menunjukkan bahwa mungkin kelelawar dan tikus adalah sumber gen
alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies burung. tampaknya mewakili
sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs (Yuliana, 2020).
Anggota keluarga besar virus ini dapat menyebabkan penyakit
pernapasan, enterik. hati, dan neurologis pada berbagai spesies hewan,
termasuk unta, sapi, kucing, dan kelelawar. Sampai saat ini, tujuh CoV
manusia (HCV)- yang mampu menginfeksi ma nusia telah diidentifikasi.
Beberapa HCOV diidentifikasi pada pertengahan 1960-an, sementara yang lain
hanya terdeteksi pada milenium baru (Fitriani, 2020).
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike
virus dengan sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi
dan memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi virus SARS-CoV-2
(severe acute respiratory syndrome virus corona 2) pada inang. Rekombinasi,
pertukaran gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom
yang menyebabkan outbreak di kemudian hari (Sharin, 2019).

1. Peran Reseptor ACE2


SARS-CoV-2 menggunakan reseptor angiotensin converting
enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah
manusia dan enterosit usus kecil sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike
(S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada permukaan sel manusia. Subunit
S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding domain (RBD).
Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran antara sel virus
dan sel inang.
2. Replikasi Virus di Dalam Sel
Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan menginfeksi sel
ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius bawah, yang
kemudian menyebabkan gejala pada pasien. Gejala dan tanda COVID-19
terutama berupa infeksi saluran napas, tetapi dapat juga menyebabkan di
saluran pencernaan seperti diare, mual, dan muntah, jantung seperti
miokarditis, saraf seperti anosmia bahkan stroke, serta mata dan kulit.
Sumber

Sharin AR. 2019. Novel virus Corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the
Current Literature. 4(1): 1-7.

Fitriani Nur Indah. 2020. Virologi, Patogenesis, dan Menisfestasi klnis Covid-19.
Universitas Lampung. Vol4 No 3.

Nawas Arifin. 2020. Penyakit virus corona. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol 40
No 2.

Safrizal. 2020. Pendemi Covid-19 bagi pemerintah daerah: Pencegahan


pengendalian diagnosis, dan menejemen. Kementrian dalam negeri.

Yuliana. 2020. Corona Virus Dsease: sebuah Tinjauan Literatur. Wellness and
healthy magizine. Vol 2 Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai