Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN COVID 19

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
CDC (2021), Corona Virus Desases 2019 (COVID-19) adalah penyakit
pernapasan yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, virus corona yang baru ditemukan
pada 2019. Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk Corona Virus
Desease 2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini
diklasifikasikan sebagai berikut (Handayani, Hadi, Burhan & Agustin, 2020):
1) Kasus Terduga (suspect case)
a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu tanda/gejala
penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), dan riwayat perjalanan atau
tinggal di daerah yang melaporkan penularan di komunitas dari penyakit
COVID-19 selama 14 hari sebelum onset gejala; atau
b. Pasien dengan gangguan napas akut dan mempunyai kontak dengan kasus
terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari terakhir sebelum onset;
atau
c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas dan memerlukan
rawat inap) dan tidak adanya alternatif diagnosis lain yang secara lengkap
dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.
2) Kasus probable (probable case)
a. Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau
b. Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena alasan apapun.
3) Kasus terkonfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui
pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), terlepas dari ada atau tidaknya
gejala dan tanda klinis.

33
2. EPIDEMIOLOGI
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya
kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah
hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh cina (Susilo et all, 2020). PDPI (2020),
pada tanggal 28 januari 2020 diketahui bahawa Total kasus konfirmasi 4.593 kasus,
dengan 106 kematian (semua di Cina); Kasus di Cina sebanyak 4.537 kasus ; Kasus
penyebaran sebanyak 56 kasus, dilaporkan dari 14 negara (Jepang, Korea Selatan,
Vietnam, Singapura, Australia, Malaysia, Thailand, Nepal, AS, Kanada, Perancis,
Kamboja, Sri Langka, Jerman)
Susilo et all (2020) menyatakan, COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia
pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan
kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat
mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi
di Asia Tenggara. Berdasarkan data terbaru Satuan Tugas Penganganan COVID-19
(2021), Per 31 Maret 2021 diketahui jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19 di
Indonesia berjumlah 1.505.775 kasus dengan 1.342.695 (89,2%) kasus sembuh dan
meninggal dunia berjumlah 40.754 (2,7%) kasus. Provinsi dengan kasus tertinggi di
Indonesia ditempati DKI Jakarta dengan jumlah kasus 379.691 (25.4%) kasus dan
Bali menempati peringkat ke tujuh dengan jumlah kasus 39.171 (2,6%).

3. ETIOLOGI
Coronavirus adalah sekelompok virus yang termasuk dalam keluarga
Coronaviridae, yang menginfeksi hewan dan manusia. Coronavirus adalah virus
RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan,
termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-
19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus
229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1,
Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) (Riedel et al dalam Susilo et al,
2020).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam
34
subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute
Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV2
(PDPI, 2020).
Eksperimen yang dilakukan van Doremalen, dkk. dalam Susilo (2020),
menunjukkan SARS-CoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72
jam) dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam). Studi lain di Singapura
menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien
COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di gagang pintu, dudukan
toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada sampel
udara (Susilo et al, 2020).

4. PATOFISIOLOGI
Penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi
utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2 dari
pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin. Selain
itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui
nebulizer) selama setidaknya 3 jam (Susilo et al, 2020). SARS-CoV-2 umumnya
ditularkan melalui kontak langsung dan percikan (droplet). Penularan lewat udara
mungkin terjadi pada orang yang lama terpapar konsentrasi udara tinggi pada ruang
tertutup (Liang, Feng & Li, 2020).  Virus SARS-CoV-2 terhirup masuk ke dalam
tubuh melalui hidung. Saat melewati rongga hidung, virus menyerang sistem saraf
olfaktorius yang berfungsi sebagai indra penciuman di dalam hidung dan
menyebabkan gejala anosmia.
PDPI (2020), virus SARS-CoV-2 diduga setelah masuk ke dalam sel, genom
RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua
poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk
bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam
membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid
yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh
ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang
mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma untuk
melepaskan komponen virus yang baru. Masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai
35
dengan fusi antara membran virus dengan plasma membran dari sel. Pada proses ini,
protein S2’ berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi
terjadinya proses fusi membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrin-
dependent dan clathrin-independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-
CoV ke dalam sel pejamu. Ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan
dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi antigen virus terutama
bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun,
MHC kelas II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi
respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang
spesifik terhadap virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap
SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat
bertahan jangka panjang. Hasil penelitian terhadap pasien yang telah sembuh dari
SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+ dan CD8+ memori
yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun secara bertahap tanpa
adanya antigen.
(SARS-CoV-2 menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2)
yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil
sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2
pada permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor
binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran
antara sel virus dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma sel
inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk
kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan
menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan protein struktural dan
tambahan.
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein
nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang
terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius bawah,
yang kemudian menyebabkan gejala pada pasien. (CDC, 2021), Symptoms of
Coronavirus).
36
5. KLASIFIKASI
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi (Susilo et al, 2020):
1) Derajat Ringan
Tahap awal terjadi pada saat inokulasi dan awal pembentukan penyakit. Bagi
kebanyakan orang, ini melibatkan periode inkubasi yang terkait dengan gejala
ringan dan sering non-spesifik seperti malaise, demam dan batuk kering. Selama
periode ini, nCov-2019bertempat tinggal di dalam host, terutama berfokus pada
sistem pernapasan. Serupa dengan kerabat yang lebih tua, SARS-CoV
(bertanggung jawab untuk wabah SARS 2002-2003), SARS-CoV-2 berikatan
dengan target menggunakan angiotensin-mengkonversi enzim 2 (ACE2) reseptor
pada sel manusia. reseptor ini berlimpah hadir pada paru-paru manusia dan epitel
usus kecil, serta endotelium vaskular. Pengobatan pada tahap ini terutama
ditargetkan terhadap bantuan simptomatik.
2) Derajat Sedang
Keterlibatan paru dengan hipoksia. Pada tahap kedua penyakit paru yang
terbentuk akibat penggandaan virus dan peradangan lokal di paru. Selama tahap
ini, pasien mengalami batuk, demam dan mungkin hipoksia (didefinisikan sebagai
PaO2/FiO2 dari < 300 mmHg). Pencitraan dengan roentgenogram dada atau CT
scan menggambarkan infiltrasi bilateral atau opasitas ground glass. Tes darah
menunjukkan meningkatnya limfopenia. Penanda peradangan sistemik meningkat,
tetapi tidak begitu signifikan, pada tahap ini sebagian besar pasien dengan
COVID-19 akan perlu dirawat di rawat inap untuk pengamatan dan manajemen
dekat. Pengobatan terutama akan terdiri dari tindakan suportif dan tersedia terapi
anti-virus.
Pada pasien dengan manifestasi klinis yang tidak berat didapatkan
peningkatan sel T CD38+HLA-DR+ (sel T teraktivasi), terutama sel T CD8 pada
hari ke 7-9. Selain itu didapatkan peningkatan antibody secreting cells (ASCs) dan
sel T helper folikuler di darah pada hari ke-7, tiga hari sebelum resolusi gejala.
Peningkatan IgM/IgG SARS-CoV-2 secara progresif juga ditemukan dari hari ke-
7 hingga hari ke-20. Perubahan imunologi tersebut bertahan hingga 7 hari setelah
gejala beresolusi. Ditemukan pula penurunan monosit CD16+CD14+
dibandingkan kontrol sehat. Sel natural killer (NK) HLA-DR+CD3-CD56+ yang
teraktivasi dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1; CCL2) juga
37
ditemukan menurun, namun kadarnya sama dengan kontrol sehat. Pada pasien
dengan manifestasi COVID-19 yang tidak berat ini tidak ditemukan peningkatan
kemokin dan sitokin proinflamasi, meskipun pada saat bergejala
3) Derajat Berat
Pada deraat berat sudah terdapat peningkatan peradangan sistemik. Perbedaan
profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan dengan berat bisa dilihat dari
suatu penelitian di China. Penelitian tersebut mendapatkan hitung limfosit yang
lebih rendah, leukosit dan rasio neutrofil-limfosit yang lebih tinggi, serta
persentase monosit, eosinofil, dan basofil yang lebih rendah pada kasus COVID-
19 yang berat. Sitokin proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan
penanda infeksi seperti prokalsitonin, ferritin dan C-reactive protein juga
didapatkan lebih tinggi pada kasus dengan klinis berat. Sel T helper, T supresor,
dan T regulator ditemukan menurun pada pasien COVID-19 dengan kadar T
helper dan T regulator yang lebih rendah pada kasus berat.36 Laporan kasus lain
pada pasien COVID-19 dengan ARDS juga menunjukkan penurunan limfosit T
CD4 dan CD8. Limfosit CD4 dan CD8 tersebut berada dalam status hiperaktivasi
yang ditandai dengan tingginya proporsi fraksi HLA-DR+CD38+. Limfosit T
CD8 didapatkan mengandung granula sitotoksik dalam konsentrasi tinggi (31,6%
positif perforin, 64,2% positif granulisin, dan 30,5% positif granulisin dan
perforin). ARDS merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19.
Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu
respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin
proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-10
IL-12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar
(CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10) seperti terlihat pada
gambar 3.3, 30 Granulocyte-colony stimulating factor, interferon-γ- inducible
protein 10, monocyte chemoattractant protein 1, dan macrophage inflammatory
protein 1 alpha juga didapatkan peningkatan. Respons imun yang berlebihan ini
dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis sehingga terjadi disabilitas
fungsional.

6. FAKTOR RISIKO

38
Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes
melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi
SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-laki diduga
terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok, hipertensi,
dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor ACE2 (Cai, 2020
dalam Susilo et al, 2020)

7. TANDA DAN GEJALA KLINIS


Orang dengan COVID-19 memiliki berbagai gejala yang dilaporkan - mulai
dari gejala ringan hingga penyakit parah. Gejala bisa muncul 2-14 hari setelah
terpapar virus. Orang dengan gejala berikut mungkin menderita COVID-19
(CDC,2021):
 Demam atau kedinginan
 Batuk
 Sesak napas atau kesulitan bernapas
 Kelelahan
 Nyeri otot atau tubuh
 Sakit kepala
 Kehilangan rasa atau bau baru
 Sakit tenggorokan
 Hidung tersumbat atau meler
 Mual atau muntah
 Diare
PDPI (2020), infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan sedang atau
berat. Gejala klinis utama yang muncul yaitu:
1) Derajat Ringan
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas
tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, hilang penciuman, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal,
atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada
beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah
2) Derajat Sedang

39
Gejala Ringan ditambah sesak memberat, fatigue, Mialgia, gejala gastrointestinal
(diare)

3) Gejala Berat
Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah
salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri
dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.Perburukan secara cepat dan progresif,
seperti ARDS, Syok septik, asidosis metabolic yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi system koagulasi dalam beberapa hari

8. PEMERIKSAAN FISIK
Pemerikasaan Fisik pada pasien COVID-19 adalah: (Grace, C. 2020)
 Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris. Pada pasien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan
dangkal, serta adanya retraksi sternum dan ICS. Nafas cuping hidung pada sesak
berat . Untuk batuk dan sputum saat dilakukan pengkajian pada pasien
pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
 Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/eksrusi pernapasan. Pada klien dengan
pneumonia gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Untuk getaran suara / taktil premitus juga biasanya
normal.
 Perkusi
Pasien covid dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapanng paru. Bunyi redup perkusi klien
dengan penemonia didapatkan apabila bronchopneumonia menjadi suatu sarang
(kunflunens).
 Auskultasi
40
Pada klien dengan pneumonia , didaptkan bunyi napas melemah dan bunyi
napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana
didapatkan adanya ronkhi.

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang pada kasus COVID-19 sesuai dengan derajat morbiditas,
yakni (Handayani, Hadi, Burhan & Agustin, 2020; Susilo et al, 2020):
1) Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi darah rutin (DL), urine rutin, CRP, indikator biokimiawi (enzim hati,
enzim miokardial, fungsi ginjal, dan sebagainya), fungsi koagulasi (D-Dimer),
analisa gas darah arteri (AGD), dan sebagainya sesuai kondisi pasien. Jika
memungkinkan, lakukan tes sitokin mengingat sejumlah besar sitokin yang
dilepaskan menciptakan tingkat peradangan tinggi di area tubuh yang sedang
mengalami peradangan (Liang, Feng & Li, 2020)
2) Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan
Computed Tomography Scan (CT-scan) toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan
gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial,
konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis, seperti terlihat pada
3) Pemeriksaan Diagnostik SARS-CoV-2
a. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Terdapat beberapa perusahaan yang mengklaim telah mengembangkan uji
serologi untuk SARS-CoV-2, perlu mempertimbangkan onset paparan dan
durasi gejala sebelum memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA
dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG mulai
hari 10-18 setelah onset gejala.65 Pemeriksaan jenis ini tidak
direkomendasikan WHO sebagai dasar diagnosis utama. Pasien negatif
serologi masih perlu observasi dan diperiksa ulang bila dianggap ada faktor
risiko tertular
b. Pemeriksaan Virologi
Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam nukleat
dengan real-time reversetranscription polymerase chain reaction (rRT-PCR)
41
dan dengan sequencing. Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-2)
bila rRT-PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S, atau RdRP)
yang spesifik SARS-CoV-2; ATAU rRT-PCR positif betacoronavirus,
ditunjang dengan hasil sequencing sebagian atau seluruh genom virus yang
sesuai dengan SARS-CoV-2.
c. Pengambilan Spesimen
WHO merekomendasikan pengambilan spesimen pada dua lokasi, yaitu dari
saluran napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau saluran napas bawah
[sputum, bronchoalveolar lavage (BAL), atau aspirat endotrakeal]. SARS-
CoV-2 dapat dideteksi dengan baik di saliva. Studi di Hong Kong melaporkan
tingkat deteksi 91,7% pada pasien yang sudah positif COVID-19, dengan titer
virus paling tinggi pada awal onset

10. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan beberapa penelitian, berikut adalah penatalaksanaan yang dapat
diberkikan pada pasien dengan COVID-19 (Susilo, 2020; Liang, Feng & Li, 2020):
I. Terapi Umum
1) Bedrest
Istirahatkan pasien di tempat tidur, tingkatkan terapi suportif, dan pastikan
nutrisi yang adekuat. Jaga keseimbangan air dan elektrolit untuk memelihara
stabilitas kondisi internal. Awasi dengan cermat tanda vital, saturasi oksigen,
dan sebagainya.
2) Terapi Oksigenasi
Berikan terapi oksigen yang tepat dan efektif secara terukur, antara lain nasal
kanul, masker oksigen (sungkup), terapi nasal oksigen aliran tinggi (NRM,
HFNC).
3) Terapi Antiviral
a. Nebulisasi alfa interferon (5juta unit atau setara perkali untuk dewasa,
tambahkan 2mL sterile water untuk injeksi, inhalasi aerosol dua kali per
hari)
b. Lopinavir/ ritonavir (200mg 50mg per kapsul, 2 kapsul setiap kali, dua kali
per hari untuk dewasa, lama terapi harus ≤ 10 hari)

42
c. Ribavirin (dianjurkan kombinasi dengan interferon atau
lopinavir/ritonavir, 500 mg per kali untuk dewasa, disuntikkan kali per hari
secara intravena, lama terapi harus ≤10 hari)
d. Klorokuin fosfat (500 mg untuk dewasa, dua kali per hari, lama terapi
harus ≤10 hari) Klorokuin, obat antimalaria dan autoimun, diketahui dapat
menghambat infeksi virus dengan meningkatkan pH endosomal dan
berinteraksi dengan reseptor SARS-CoV.
e. Arbidol (200 mg untuk dewasa, tiga kali per hari, lama terapi harus ≤10
hari).
f. Remdesvir (RDV). Remdesivir adalah obat antivirus spektrum luas yang
telah digunakan secara luas untuk virus RNA, termasuk MERS/SARS-
CoV. Remdesivir dosis awal 200mg diteruskan dosis 100 mg pada 9 hari
dan terapi rutin
g. Favipiravir (FAVI)
h. Umifenovir (Arbidol®)
i. Oseltamivir
j. Tocilizumab (inhibitor reseptor IL-6)
k. Meplazumab/antibodi anti-CD147. Antibodi anti-CD147 diketahui mampu
menghambat kemotaksis sel T yang diinduksi CyPA dan berdampak
berkurang inflamasi
l. Nitazoxanide. Obat antiprotoza ini diketahui memiliki potensi antivirus
karena dapat menghambat SARS-CoV-2 (EC50=2.12 μM) dengan
meningkatkan regulasi mekanisma antivirus bawaan via amplifikasi jalur
IFN tipe I dan sensing sitoplasmik RNA. Dosis yang diajukan 600 mg, 2
kali sehari atau 500 mg, 3 kali sehari selama 7 hari.
m. Direct-acting Antiviral (DAA)
n. Imunoglobulin Intravena (IVIg) (dosis 0,3-0,5 g/kgBB)
4) Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang dicurigai infeksi
bakteri dan bersifat sedini mungkin.
5) Kortikosteroid

43
Kortikosteroid menurunkan mortalitas dan waktu perawatan pada SARS kritis.
Dosis yang diberikan adalah dosis rendah-sedang (≤0.5-1mg/kgBB
metilprednisolon atau ekuivalen) selama kurang dari tujuh hari.

6) Vitamin C
Vitamin C diketahui memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang luas. Penurunan
kadar vitamin C disebabkan oleh sitokin inflamasi yang mendeplesi absorbsi
vitamin C.
7) Profilaksis Tromboemboli Vena
Profilaksis menggunakan antikoagulan low molecular-weight heparin (LMWH)
subkutan dua kali sehari lebih dipilih dibandingkan heparin
8) Plasma Konvalesen
Plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga memiliki efek
terapeutik karena memiliki antibody terhadap SARS-CoV-2. Donor plasma
harus sudah bebas gejala selama 14 hari, negatif pada tes deteksi SARS-CoV-2,
dan tidak ada kontraindikasi donor darah
9) Ventilasi Mekanik pada COVID-19
Saat melakukan ventilasi mekanik invasif, operator wajib waspada, mengenakan
alat pelindung diri lengkap, dan memakai masker N95 ketika prosedur intubasi.
Upayakan rapid sequence intubation (RSI).
10) Fisioterapi Dada Batuk Efektif
Lakukan batuk efektif dengan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang
terdapat secret). Tahapan fisioterapi dada meliputi :
a. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Cara penggunaannya cukup praktis yaitu pasien diminta menghirup uap yang
dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau
menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu dalam
pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi
lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup, karena

44
dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk
mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke
sana.

b. Pengaturan posisi tubuh


Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi
tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke
arah cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa
dikeluarkan dengan cara dibatukkan.
c. Pemukulan/perkusi (fisioterapi dada)
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk
pada dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-
sekret yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya
mengalir ke tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan
lendirnya.
d. Observasi tanda vital
Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan,
misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola
napas.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

II. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pada kasus COVID-19 meliputi pemutusan
rantai penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar, yakni:
1) Vaksin
Terdapat beberapa jenis vaksin yang kini sedang genjar dilaksanakan di
Indoesia, antara lain: Sinovac (2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 14 hari);
Oxford-AstraZeneca (2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 4–12 minggu);
Sinopharm (2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 21 hari); Moderna (2 dosis
(0,5 ml per dosis) dengan jarak 28 hari); Pfizer-BioNTech ( 2 dosis (0,3 ml per
dosis) dengan jarak 3 minggu); Novavax (2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan
jarak 21 hari) (Nareza, 2021)
2) Deteksi dini dan isolasi mandiri
45
3) Higiene, cuci tangan dan desinfeksi
4) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko pajanan dan
dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien
tanpa gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala
pernapasan, jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan masker.
Tenaga medis disarankan menggunakan APD lengkap level 3.
a. Kewaspadaan Pencegahan transmisi droplet
- Gunakan masker medis jika bekerja dalam 1-2 meter dari pasien
- Satu ruang khusus atau disatukan dengan etiologi yang sama
- Jika etiologi tidak pasti, satu group pasien dengan diagnosis klinis
sama dan risiko epidemiologi sama, dengan pemisahan spasial
- Gunakan pelindung mata jika menangani dekat pasien
- Batasi aktivitas paesien keluar ruangan
b. Kewaspadaan Pencegahan kontak Mencegah dari area atau peralatan
yang terkontaminasi
- Gunakan APD lengkap, dan lepas jika keluar
- Jika memungkinkan gunakan alat sekali pakai contoh stetoskop,
termometer,hindari mengkontaminasi daerah yang tidak secara
langsung terkait perawatan pasien seperti gagang pintu
- Ventilasi ruangan adekuat
- Hand hygiene
- Hindari pemindahan pasien
c. Kewaspadaan pencegahan airborne ketika melakukan prosedur alat
saluran napas seperti: suction, intubasi, bronkoskopi, RJP.
- APD lengkap mencakup sarung tangan, jubah,pelindung mata,
masker N95.
- Gunakan ruangan ventilasi tunggal jika memungkinkan, ruangan
tekanan negative.
- Hindari keberadaan individu yang tidak dibutuhkan.
- Setelah tindakan tatalaksana sesuai dengan tipe ruangannya

5) Profilaksis Pascapajanan

46
Arbidol dapat menjadi pilihan profilaksis SARS-CoV-2
6) Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh
Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat memperbaiki daya
tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah
berhenti merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta
konsumsi suplemen.
11. KOMPLIKASI
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS. Komplikasi lain yang
dilaporkan adalah gangguan ginjal akut, jejas cardiac, disfungsi hati, dan
pneumotoraks, syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID), rabdomiolisis,
hingga pneumomediastinum (Susilo et all, 2020).

47
48
49
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b) Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya/ Gagal jantung kronis
Tanda : Takikardia, kulit kemerahan atau pucat.
c) Integritas Ego
Gejala : banyaknya stressor, masalah financial
d) Makanan/Cairan
Gejala : kehilangan napsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes mellitus.
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
e) Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen).
f) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk ; nyeri dada
substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang
sakit untuk membatasi gerakan).
g) Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya ISPA kronis, PPOK, merokok sigaret. Takipnea,
dispnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal.
Tanda : Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen.
Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi,
Fremitus : taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsolidasi (ronki
nyaring, suara pernafasan bronchial.) Gesekan friksi pleural, suara
nafas tambahan, batuk kering, dan ada daerah dada yang retraksi (saat
inspirasi), warna pucat atau sianosis bibir/kuku.

50
h) Keamanan
Gejala : riwayat penyakit,misal SLE, AIDS, penggunaa steroid atau
kemoterapi, institusionalisasi, ketidak mampuan umum. Demam
(misal 38,5-39,6 0C)
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada
paa kasus rubella dan varicella.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dibuktikan dengan PCO2 menurun, takikardi, pola nafas abnormal
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pengiduan dibuktikan
dengan penciuman menurun
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas dibuktikan
dengan pola nafas abnormal (Takipnea, bradypnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheynestokes)
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dibuktikan dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
6. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal dibuktikan dengan defekasi
lebih dari tiga kali selama 24 jam
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan tidak
mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dibuktikan dengan merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
9. Ansietas berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga dibuktikan dengan tampak
gelisah, frekuensi nafas meningkat
10. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan menunjukakan persepsi yang keliru terhadap masalah

51
NO
3. Diagnosa
Rencana Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui status pernapasan
pertukaran gas keperawatan selama …x 24 kedalam dan upaya nafas pasien
berhubungan jam diharapkan pertukaran 2. Monitor pola nafas (seperti 2. Untuk mengetahui apabila adanya
dengan gas meningkat dengan bradipnea, takipnea, kelainan pada saluran pernapasan
ketidakseimbangan kreteria hasil : hiperventilasi, kussmaul,
ventilasi-perfusi 1. Bunyi nafas tambahan cheyne-stokes)
dibuktikan dengan menurun 3. Monitor saturasi oksigen 3. Memastikan kebutuhan oksigen yang
PCO2 menurun, 2. PCO2 membaik sesuai untuk klien
takikardi, pola 3. Takikardia menurun 4. Atur interval pemantaun 4. Mengatasi terjadinya defisit O2
nafas abnormal 4. Pola nafas membaik respirasi sesuai kondisi pasien
5. Jelaskan tujuan dan prosedur 5. Untuk memantau dan mengurangi
pemantauan kecemasan dari pasien

6. Kolaborasi dengan dokter dalam 6. Untuk mempercepat proses


pemberian terapi penyembuhan

2 Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan 1 Periksa status mental, status 1. Untuk memastikan factor pencetus
sensori keperawatan ….x 24 jam sensori, dan tingkat kenyamanan gangguan pesepsi sensori
52
berhubungan diharapkan persepsi sensori (mis. Nyeri, kelelahan)
dengan gangguan membaik dengan kriteria 2 Diskusikan tingkat toleransi 2. Untuk mengetahu tingkat toleransi
pengiduan hasil : terhadap beban sensori terhadap sensori
dibuktikan dengan 3 Ajarkan cara meminimalisasi 3. Mengajarkan cara mengatasi stimulus
1. Peningkatan verbalisasi
penciuman stimulus
merasakan sesuatu
menurun 4 Sediakan sumber informasi 4. Untuk memberi sumber informasi
melalui indra penciuman
program pengobatan secara program pengobatan secara visual
2. Respons sesuai stimulus visual dan tertulis dan tertulis
membaik 5 Kolaborasi pemberian obat yang 5. Untuk mencegah terjadinya efek
mempengaruhi stimulus samping obat

3 Bersihan jalan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Untuk memengetahui intervensi yang
nafas tidak efektif keperawatan selama ...x 24 dilakukan
berhubungan jam diharapkan jalan nafas
dengan sekresi meningkat dengan kriteria 2. Monitor adanya produksi sputum 2. Untuk memantau adanya sputum
yang tertahan hasil : pada saluran nafas
dibuktikan dengan 1. Batuk efektif meningkat
batuk tidak efektif, 2. Produksi sputum 3. Atur posisi semi fowler atau 3. Posisi yang baik akan meningkatkan
sputum berlebih menurun fowler dan memudahkan udara masuk ke
3. Wheezing menurun 4. Jelaskan tujuan dan prosedur pernafasan
4. Pola nafas membaik batuk efektif 4. Batuk efektif merupakan pilihan
53
5. Frekuensi nafas membaik 5. Anjurkan mengulangi tarik nafas yang baik untuk pasien yang masih
dalam hingga 3 kali sadar
6. Anjurkan batuk dengan kuat 5. Untuk membuka jalan nafas jika
langsung setelah tarik nafas sputum atau halangan sudah
dalam yang ke 3 berlebihan
7. Kolaborasi pemberian mukolitik 6. Jalan nafas akan terbuka jika sekret
atau ekspektoran dikeluarkan kecuali ada hambatan
lain
7. Untuk mengencerkan dan
mempermudah sekret keluar dari
saluran pernafasan
4 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui status pernapasan
efektif berhubungan keperawatan selama ...x 24 kedalam dan upaya nafas pasien
dengan hambatan jam diharapkan pola nafas
upaya nafas membaik dengan kriteria 2. Monitor pola nafas (seperti 2. Untuk mengetahui apabila adanya
dibuktikan dengan hasil: bradipnea, takipnea, kelainan pada saluran pernapasan
pola nafas hiperventilasi, kussmaul,
1. Dispnea menurun
abnormal cheyne-stokes)
2. Penggunaan otot bantu
(Takipnea, 3. Monitor saturasi oksigen 3. Memastikan kebutuhan oksigen
nafas menurun
bradypnea, yang sesuai untuk klien
3. Frekuensi nafas membaik
hiperventilasi, 4. Atur interval pemantaun 4. Mengatasi terjadinya defisit O2
54
kussmaul, 4. Kedalaman nafas respirasi sesuai kondisi pasien
cheynestokes) membaik 5. Untuk memantau dan mengurangi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur kecemasan dari pasien
pemantauan 6. Untuk mempercepat proses
6. Kolaborasi dengan dokter dalam penyembuhan
pemberian terapi
5 Hipertermia Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengatasi penyebab hipertermi
berhubungan keperawatan selama …. x hipertermia (mis. dehidrasi
dengan peningkatan 24 jam diharapkan terpapar lingkungan panas,
laju metabolisme termoregulasi membaik penggunaan inkubator) 2. Untuk mengetahui perubahan suhu
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh tubuh pasien.
suhu tubuh diatas 1. Menggigil menurun 3. Mengetahui perfusi pada kulit pasien
nilai normal 2. Suhu tubuh membaik 3. Monitor warna dan suhu kulit 4. Untuk memantau kondisi klien atau
3. Suhu kulit membaik 4. Monitor dan catat tanda dan mengindentifikasi masalah dan
gejala hipotermi dan hipertermia mengevaluasi respons klien terhadap
intervensi.
5. Sediakan lingkungan yang 5. Mencegah peningkatan suhu tubuh
dingin pasien
6. Untuk mempertahankan suhu tubuh
6. Longgarkan atau lepaskan mendekati normal
pakaian 7. Agar intake cairan melalui oral pada
55
7. Berikan cairan oral pasien dapat meningkat
8. Meningkatkan istirahat dan
8. Anjurkan tirah baring ketenangan
9. Menurunkan suhu tubuh klien
9. Kolaborasi pemberian antipiretik kembali normal dengan cepat
6 Diare berhubungan Setelah diberikan asuhann 1. Identifikasi penyebab diare (mis. 1. mengidentifikasi factor penyebab dari
dengan inflamasi keperawatan selama …x 24 Inflamasi gastrointestinal, iritasi diare
gastrointestinal jam,diharapkan eliminasi gastrointestinal, proses
dibuktikan dengan fekal membaik dengan infeksi,malabsorbsi, ansietas,
defekasi lebih dari kriteria hasil : stress, efek obat – obatan,
tiga kali selama 24 pemberian botol susu)
1. Konsistensi feses membaik
jam 2. Monitor warna, volume, 2. Mengetahui perkembangan dari proses
2. Frekuensi BAB membaik frekuensi, dan konsitensi tinja terjadinya diare
3. Berikan asupan cairan oral (mis. 3. Memenuhi kebutuhan cairan
3.Peristaltik usus membaik
Larutan garam gula, oralit,
4. Distensi abdomen pedialyte, renalyte)
menurun 4. Anjurkan makanan porsi kecil 4. Memenuhi asupan nutrisi
dan sering secara bertahap
5. Kolaborasi pemberian obat 5. Mempercepat proses penyembuhan
pencahar

56
7 Defisit perawatan Setelah diberikan asuhann 1. Untuk mengetahui tingkat
1. Monitor tingkat kemandirian
diri berhubungan keperawatan selama …x 24 kemampuan perawatan diri
dengan kelemahan jam,diharapkan perawatan 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu 2. Mendorong klien untuk meningkatkan
dibuktikan dengan diri meningkat dengan kebersihan diri, berpakain, aktivitas
tidak mampu kriteria hasil : berhias dan makan
mandi/mengenakan 1. Kemampuan mandi 3. Meningkatkan rasa nyaman klien
3. Sediakan lingkungan yang
pakaian/makan/ke meningkat
terapeutik (mis. suasana hangat,
toilet/berhias secara 2. Kemampuan
releks, privasi) 4. Agar klien dapat melakukannya
mandiri menggunakan makanan
4. Dampingi dalam melakukan dengan mandiri
meningkat
perawatan diri sampai mandiri
3. Kemampuan ke toilet
5. Fasilitasi kemandirian, bantu 5. Agar ADL pasien terpenuhi
(BAB/BAK)
jika tidak mampu melakukan
4. Minat melakukan
perawatan diri
perawatan diri
6. Melatih kemampuan perawatan diri
6. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuia
kemampuan

57
8 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi 1. identifikasi gangguan fungsi 1. agar mempermudah menemukan
berhubungan keperawatan selama …x 24 tubuh yang mengakibatkan penyebab kelelahan
dengan jam maka toleransi aktivitas kelelahan 2. untuk memantau kelelahan fisik dan
ketidakseimbangan meningkat dengan kriteria 2. monitor kelelahan fisik dan emosional
antara suplai dan hasil : emosional 3. pola tidur baik dan cukup jam dapat
kebutuhan oksigen 3. monitor pola dan jam tidur memberikan energy yang cukup
1. frekuensi nadi membaik
dibuktikan dengan 4. lakukan latihan rentang gerak 4. Latihan gerak pasif atau aktif yang
2. saturasi oksigen membaik
merasa tidak pasif dan atau aktif teratur dapat memperlancarkan
3. kemudahan dalam
nyaman setelah 5. sediakan lingkungan nyaman metabolism dan mencegah kekakuan
melakukan aktivitas
beraktivitas dan rendah stimulus sendi
sehari-hari meningkat
6. anjurkan tirah baring 5. Lingkungan yang nyaman dapat
4. keluhan lelah menurun
7. anjurkan melakukan aktivitas mengoptimalkan istirahat
5. dyspnea saat / setelah
secara bertahap 6. Untuk meringankan kerja jantung
aktivitas menurun
8. ajarkan strategi koping untuk 7. Aktivitas secara bertahap Untuk
6. aritmia saat / setelah
mengurangi kelelahan meringankan kerja jantung
aktivitas menurun
9. kolaborasi dengan ahli gizi 8. Mekanisme koping yang baik
7. tekanan darah membaik
tentang cara meningkatkan membantu untuk mengurangi
asupan makanan kelelahan
9. Asupan gizi yang baik untuk angka
kebutuhan energy setiap hari
9 Ansietas Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor tanda-tand 1. Untuk menentukan tingkat ansietas
58
berhubungan keperawatan selama …x 24 a ansietas klien
dengan disfungsi jam maka tingakt ansietas 2. Temani klien untuk mengurangi 2. Kesepian da
sistem keluarga menurun dengan kriteria kecemasan pat menambah rasa cemas klien
dibuktikan dengan hasil : 3. Pahami situasi yang membuat 3. Hindari atau kurangi situasi yang
tampak gelisah, ansietas membuat klien cemas
1. Perilaku gelisah menurun
frekuensi nafas 4. Gunakan pendekatan yang 4. Perasaan tenang akan tercipta saat
2. Perilaku tegang menurun
meningkat tenang dan meyakinkan klien merasa yakin dan percaya
3. Pola tidur membaik
5. Informasikan secara faktual terhadap penjelasan/tindakan yang
4. Frekuensi pernafasan
mengenai diagnosis, pengobatan, dilakukan oleh perawat
membaik
dan prognosis 5. Meningkatkan peng
5. Frekuensi nadi membaik
6. Anjurkan mengungkapkan etahuan klien tentang penyakitnya
6. Tekanan darah membaik
perasaan dan persepsi 6. Menyatakan dengan jelas harapan
7. Latih teknik relaksasi terhadap prilaku pasien
8. Kolaborasi pemberian obat 7. Tekhnik relaksasi membantu
antiansietas mengurasi rasa cemas klien
8. Pemberian obat antiansietas dapat
diberikan untuk mengurangi
kecemasan klien jika diperlukan

10 Defisit pengetahuan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mengetahui tingkat kemampuan
59
berhubungan keperawatan selama …x 30 kemampuan menerima informasi pengetahuan kesehatan
dengan kurang menit, diharapkan tingkat 2. Identifikasi faktor – faktor yang 2. Untuk mengetahui faktor internal dan
terpapar informasi pengetahuan meningkat dapat meningkat dan eksternal yang bisa meningkatkan
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil: menurunkan motivasi perilaku atau mengurangi motivasi untuk
menunjukakan hidup bersih dan sehat tingkah laku sehat
1. Perilaku sesuai anjuran
persepsi yang keliru 3. Sediakan materi dan pendidikan 3. Agar individu, keluarga, atau
meningkat
terhadap masalah kesehatan kelompok target dapat memperoleh
2. Kemampuan menjelaskan
pengetahuan kesehatan tertentu dan
pengetahuan tentang suatu
tindakan gaya hidup sehat
topik meningkat
4. Ajarkan perilaku hidup bersih 4. Menjaga perilaku agar selalu hidup
3. Perilaku sesuai dengan
dan sehat sehat
pengetahuan
5. Ajarakan strategi yang dapat 5. Agar pasien bisa mengetahui strategi
4. Pesepsi yang keliru
digunakan untuk meningkat yang bisa digunakan untuk tindakan
terhadap masalah
perilaku hidup bersih dan sehat yang tidak sehat atau berisiko dengan
memberikan keuntungan untuk
mencegah atau merubah tingkah laku

60
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan, dimana dilakukan
evaluasi berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan, adapun evaluasi
yang diharapkan dari diagnosa diatas adalah :
1. Gangguan pertukaran gas sudah teratasi
2. Gangguan persepsi sensori sudah teratasi
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif sudah teratasi
4. Pola nafas tidak efektif sudah teratasi
5. Hipertermia sudah teratasi
6. Diare sudah terasi
7. Defisit perawatan diri sudah teratasi
8. Intoleransi aktivitas sudah teratasi
9. Ansietas sudah teratasi
10. Defisit pengetahuan meningkat

61

Anda mungkin juga menyukai