Anda di halaman 1dari 28

PEMBANGUNAN SEKTOR KESEHATAN

“ PEMBIAYAAN KESEHATAN”

KELOMPOK 3:

Alhalieza (P10119111)

Hartikah (P10119107)

Jofanda Julianyda (P10119073)

Krisna Dwi Payana (P10119101)

Laila Ramadani (P10119109)

Maria Galla’ (P10119083)

Salma (P10119110)

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sinopsis proposal penelitian
ini dengan judul ‘‘Analisis strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana d kota
Palu” sebagai salah satu syarat dalam penentuan dosen pembimbing dan syarat
untuk pembuatan proposal penelitian, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Universitas Tadulako.
Penyusunan sinopsis ini tidak lepas dari berbagai kesulitan dan
hambatan yang dilalui penulis, namun dengan doa, kerja keras, motivasi,
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga kendala yang dihadapi
penulis bisa teratasi dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada bapak yang telah
memeberikan tugas ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami
mengenai pembiayaan kesehatan.

Palu, 23 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................6
1.3.1 Tujuan umum........................................................................................6
1.3.2 Tujuan khusus........................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................8
PEMBAHASAN.....................................................................................................8
2.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan.................................................................................8
2.2 Tujuan Subsistem Pembiayaan Kesehatan...............................................................10
2.3 Unsur Pembiayaan...................................................................................................11
2.4 Prinsip Pembiayaan Kesehatan.................................................................................12
2.5 Perkembangan subsistem pembiayaan....................................................................14
2.7 Pengalokasian Dana..................................................................................................19
2.8 Aspek Pembiyaan Kesehatan.............................................................20
BAB III..................................................................................................................24
PENUTUP.............................................................................................................24
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................24
3.2 Saran........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan
ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu
investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam
pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM). kesehatan adalah salah
satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-
undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Tanpa adanya kesehatan yang baik memungkinkan sulitnya untuk hidup
produktif. Saat ini, pelayanan kesehatan belum dinikmati secara merata oleh
penduduk Indonesia. Ini terjadi karena terdapat beberapa perbedaan seperti
jarak geografis, latar belakang pendidikan, keyakinan, status sosial
ekonomi, dan kurang cakupan jaminan kesehatan (Ardian, 2019).

Salah satu sub sistem kesehatan nasional adalah subsistem


pembiayaan kesehatan. Jika ditinjau dari dari defenisi sehat, sebagaimana
yang dimaksud oleh WHO. Pelayanan kesehatan tidak terlepas pembiayaan
kesehatan sebab di zaman seperti ini apa bila kita berobat kerumah sakit
atau ke dokter spesialist pasti membutuhkan biaya. Telah disebutkan bahwa
salah satu subsistem kesehatan adalah subsistem pembiayaan kesehatan.
Subsistem pembiayaan kesehatan membahas mengenai pembiayaan untuk
program kesehatan, yakni program-program yang berhubungan erat dengan
penerapan langsung ilmu dan teknologi kedokteran. Pembatasan tentang
subsistem pembiayaan kesehatan ini tercakup dalam suatu cabang ilmu
khusus yang dikenal dengan nama ekonomi kesehatan ( health economic)
(Ardian, 2019).

4
Kekeliruan utama dalam analisis pembiyaaan kesehatan selama ini
adalah mengabaikan telahaan seksama dan mendalam tentang "apa yang
akan dibiayai" Statement bahwa Indonesia tergolong rendah dalam belanja
kesehatan didasarkan pada "benchmarking" dengan negara lain yang
memiliki tingkat ekonomi setara. Saran untuk meningkatkan belanja
kesehatan sebetulnya berlaku untuk semua negara di dunia, karena dimana-
mana kebutuhan belanja kesehatan terus meningkat sejalan dengan
pertambahan penduduk dan transisi pola penyakit. Tapi tidak kalah
pentingnya adalah menjawab pertanyaan untuk apa tambahan belanja
tersebut dipergunakan.

Kekeliruan lain adalah kecenderungan parsial dalam analisis


tersebut. Serta merta kekurangan belanja kesehatan dikaitkan dengan
pembiayaan UHC (Universal Health Coverage) dalam pengertian sempit;
yaitu asuransi kesehatan. Itupun terbatas pada peningkatan premi asuransi
(JKN) agar BPJS mampu membayar fasilitas kesehatan secara layak dan
tepat waktu serta memacu peningkatan kepesertaan (demand side). Padahal
dalam sistem asuransi kesehatan, banyak hal lain yang memerlukan biaya
seperti pembangunan fasilitas kesehatan, penempatan tenaga kesehatan, dan
pengembangan sistem rujukan (supply side) (Sardjoko, 2019).

Pendekatan parsial tersebut cenderung mengabaikan kebutuhan


biaya untuk program program kesehatan masyarakat (UKM) serta program
untuk memperkuat sistem kesehatan (health sistem strengthening). Seperti
nanti akan dijelaskan, pendekatan parsial ini bisa menjerumuskan Indonesia
pada eskalasi biaya yang tidak terkendali sementara indikator indikator
kesehatan masyarakat tidak membaik (Sardjoko,2019).

Dalam Health Sector Review (HSR) ini disampaikan telaahan


tentang pembiayaan kesehatan di Indonesia. Dalam bagian pertama
disampaikan uraian tentang apa sebetulnya yang akan dibiayai. Ini adalah

5
pertanyaan mendasar dalam setiap penyusunan anggaran, baik dalam skala
program pemerintah, bisnis, rumah tangga maupun perorangan. Dalam
bagian kedua, untuk merumuskan rekomendasi kebijakan pembiayaan
kedepan harus dipahami kebijakan pembiayaan yang sudah ada selama ini.
Seperti akan disampaikan, Indonesia tidaklah "kosong" dalam kebijakan
pembiayaan kesehatan. Di bagian ketiga disampaikan gambaran serta
masalah-masalah yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan. Akhirnya
dalam bagian keempat disampaikan beberapa rekomendasi yang dianggap
relevan dan strategis untuk menghadapi tantangan pembangunan kesehatan
di masa yang akan datang, khususnya tantangan pembiayaan
(Sardjoko,2019).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka ada beberapa rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Apa definisi dari pembiayaan kesehatan?


2. Apa tujuan dari pembiayaan kesehtan?
3. Apa saja unsur-unsur pembiayaan kesehatan?
4. Prinsip apa saja yng di pakai pada pembiayaan kesehtan?
5. Dari mana penggalian dana untuk pembiayaan kesehatan?
6. Bagaimana pengalokasian Pembiayaan kesehatan?
7. Aspek-aspek apa saja yang perlu di perhatikan dalam pembiyaan
kesehatan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana sistem pembiayaan kesehatan di
Indonesia?
1.3.2 Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui definisi pembiayaan
2) Untuk mengetahui tujuan pembiyaan kesehatan
3) Untuk mengetahui unsur-unsur pembiayaan kesehatan

6
4) Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembiayaan kesehatan
5) Untuk mengetahui bagaimana penggalian dana pembiayaan
kesehatan.
6) Untuk mengetahui bagaimana pengalokasian dana pembiayaan
kesehatan
7) Untuk mengetahui aspek dalam pembiayaan kesehatan.

7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Biaya diartikan
sebagai uang yang dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan,
dan sebagainya) sesuatu; ongkos; belanja; pengeluaran. Pembiayaan
diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya. Sehingga
dapat dijabarkan bahwa sistem pemblayaan merupakan sistem yang
mengatur tentang segala sesuatu yang yang berhubungan dengan biaya pada
pelayanan kesehatan. Pembiayaan kesehatan merupakan suatu cara yang
memungkinkan seseorang memenuhi kebutuhan medisnya. Pada dasarnya
setiap orang bertanggungjawab untuk mendanal sendiri pelayanan
kesehatannya untuk bisa hidup sehat dan produktif. Namun karena sifat
pelayanan kesehatan yang tidak pasti waktu dan besarannya, maka
kebanyakan orang tidak mampu mengeluarkan dana untuk menuhi
kebutuhan medisnya. Bila seseorang menderita sakit ringan seperti flu atau
sakit kepala ringan, umumnya orang mampu membeli obat sendiri ke
warung, toko obat, apotik, atau ke puskesmas yang tidak memerlukan biaya
tinggi. Namun bila menderita sakit yang berat seperti kanker atau perlu
tindakan operasi, tidak semua orang mampu untuk mendanai sendiri
pengobatannya. Kejadian sakit tidak pernah pasti kapan datangnya dan tidak
pasti besaran biaya yang dibutuhkannya, sehingga kebanyakan orang tidak
memiliki tabungan khusus untuk pengobatan sakitnya. Umumnya, orang
yang memerlukan biaya pengobatan yang besar akan meminjam dari
keluarga, teman, atau majikannya walaupun mungkin belum tentu ada.
Karena kegagalan pembiayaan pendanaan kesehatan perorangan tersebut,
maka umumnya di beberapa Negara di dunia memberlakukan secara
nasional model asuransi kesehatan social yang didanai oleh pemerintah
melalui pajak. Hal ini dimaksudkan agar setiap warganegara dapat terpenuhi
biaya pengobatannya ketika terjadi sakit dan masyarakatnya dapat terus
hidup produktif (Indawati, 2018).

8
Biaya kesehatan adalah masukan finansial yang diperlukan dalam
rangka memproduksi pelayanan kesehatan baik itu promotif-preventif
maupun kuratif-rehabilitatif. Semua kegiatan tersebut merupakan suatu
kesinambungan yang perlu dilaksanakan guna mencapai tujuan kesehatan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Masukan finansial, berupa
dana dari pemerintah maupun dari masyarakat kemudian dihitung per unit
pelayanan. Jumlah uang yang dibelanjakan untuk memproduksi satu unit
atau kelompok unit pelayanan merupakan biaya produksi pelayanan
kesehatan. Fasilitas kesehatan kemudian menagih atau memintapasien
membayar (baik langsung dari kantong pasien sendiri maupun dari pihak
penjaminnya) sejumlah uang yang biasanya lebih besar dari biaya produksi.
Tagihan ini disebut harga. pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Harga
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan merupakan biaya bagi pembayar.
Sebagai contoh, tagihan RS sebesar Rp 5.000.000 kepada seorang pasien
peserta asuransi merupakan harga atau tarif (bukan biaya) bagi RS. Akan
tetapi, tagihan tersebut menjadi biaya bagi asuransi karena besarnya uang
yang harus dibayarkan merupakan beban biaya yang harus dikeluarkan
dalam rangka produksi system asuransi yang dikelolanya. Dalam bab ini,
fokus pembahasan adalah biaya kesehatan yang diperlukan dalam
memproduksi satu unit pelayanan kesehatan. Berbagai faktor seperti biaya
hidup pegawai fasilitas kesehatan, tuntutan dokter, harga obat-obatan, harga
dan kelengkapan peralatan medis, biaya listrik, biaya kebersihan, biaya
perizinan dan sebagainya menentukan biaya pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan (Indawati, 2018).

Pelayanan medis, khususnya di rumah sakit, mempunyai dilema


yang tidak dimiliki oleh pelayanan lain seperti pada pelayanan hotel,
bengkel mobil, maupun restoran. Pelayanan medis di rumah sakit bersifat
tidak pasti (uncertain), Karena sifat pelayanan yang tidak pasti, maka tidak
setiap orang siap dengan uang yang dibelanjakan untuk membiayai
pelayanan kesehatannya. Di lain pihak, rumah sakit yang tidak mendapat

9
pendanaan sepenuhnya dari pemerintah mengalami dilema harus menutupi
biaya-biaya yang dikeluarkan seperti jasa dokter, bahan medis habis pakai,
sewa alat medis, biaya listrik, biaya pemeliharaan gedung, dan biaya-biaya
modal atau investasi lainnya. Dalam pelayanan rumah sakit, sering terdapat
bad debt, yaitu biaya rumah sakit yang tidak bisa ditagih kepada pasien atau
penjaminnya. Agar rumah sakit bisa terus menyediakan pelayanan
kesehatannya, maka besarnya bad debt harus dikompensasi dengan
penerimaan lain, yang seringkali dibebankan, baik secara eksplisit maupun
diperhitungkan dalam rencana perhitungan tarif, kepada pasien lain yang
mampu membayar atau yang dibayar oleh penjamin atau oleh perusahaan
asuransi (Indawati, 2018).

Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan pengelolaan upaya-


upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan subsistem
pembiayaan kesehatan bertujuan menyediakan dana kesehatan dalam jumlah
cukup mencukupi, mengalokasikannya secara adil dan merata,
memanfaatkannya secara efektif dan efisien dan menyalurkannya untuk
menjamin terlaksananya pembangunan kesehatan (Yuyun, 2021).

2.2 Tujuan Subsistem Pembiayaan Kesehatan


Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan di
dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tertuang dalam Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2012 adalah tersedianya dana kesehatan dalam
jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan
secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai peruntukannya
untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

10
2.3 Unsur Pembiayaan
Menurut Thary, 2020 Ada beberapa unsur yang terdapat dalam
sistem pembiayaan kesehatan antara lain :

a. Dana Prinsip dari ketersediaan dana adalah selain dana tersebut tersedia,
dana itu harus mencukupi dan dapat dipertangungjawabkan. Dana dalam
sistem pembiayaan kesehatan dapat diperoleh dari sumber pendapatan
daerah baik dari sektor Universitas Sumatera Utara kesehatan ataupun
dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun masyarakat untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.

b. Sumber Daya Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan


kesehatan meliputi sumber daya manusia pengelola, sarana, standar,
regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan
berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan
kesehatan.

c. Pengelolaan Dana Kesehatan Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana


kesehatan merupakan seperangkat aturan yang disepakati secara
konsisten dan dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan
kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun
masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian,
pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggung jawabannya.

Menurut ady, 2019 Subsistem pembiayaan kesehatan terdiri atas tiga unsur
utama, yakni:

1. Penggalian dana merupakan kegiatan menghimpun dana yang diperlukan


untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan, baik yang bersumber
dari pemerintah, swasta, masyarakat dan sumber lain.

2. Pengalokasian dana merupakan penetapan peruntukan dan penggunaan


dana sesuai kebutuhan.

11
3. Pembelanjaan merupakan pemakaian dana yang telah dialokasikan sesuai
dengan peruntukan secara berdaya guna dan berhasil guna.

2.4 Prinsip Pembiayaan Kesehatan


Menrut Thary, 2020 Penyelenggaraan subsistem pembiayaan
kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Upaya penggalian dana dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengalokasian dana didasarkan pada paradigma sehat, komitmen


global/nasional/regional, regulasi dan program-programprioritas.

3. Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah diarahkan untuk


pembiayaan penyelenggaraan upaya kesehatan yang strategis dan lebih
mengutamakan keluarga miskin dan rentan.

4. Dengan telah diundangkannya SJSN, penggalian dana dan


penggunaannya dapat dilakukan melalui mekanisme asuransi sosial
dalam bentuk jaminan kesehatan daerah sebagai bagian integral dari
Sistem Jaminan Sosial Daerah (SJSD).

5. Pembiayaan kesehatan bagi keluarga miskin dan rentan diupayakan


melalui pembiayaan kesehatan pra upaya dengan premi dibayar
pemerintah maupun kabupaten/kota).

6. Pembiayaan kesehatan yang bersumber masyarakat dan swasta diarahkan


untuk pembiayaan upaya kesehatan. secara pra upaya atau dalam bentuk
lainnya dilaksanakan dengan prinsip solidaritas sosial yang wajib dan
sukarela.

7. Semua pembiayaan bidang kesehatan digunakan dengan tujuan untuk


mendukung peningkatan upaya kesehatan yang merata, bermutu,
terjangkau dan berkelanjutan.

12
8. Pembelanjaan harus transparan, akuntabel, efisien dan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut ady, 2019 Ada 3 tiga prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan
yaitu :

a. Kecukupan Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung


jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat,
dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah dalam hal
pengelolaan kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja baik pusat dan daerah. Pembiayaan kesehatan
untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dalam hal pengelolaan
kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja baik pusat dan daerah. Dana kesehatan dapat diperoleh dari
berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana
tersebut terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya
dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan,
akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan secara tepat
dengan memperhatikan aspek berkelanjutannya serta menjamin adanya
kesetaraan dan keadilan.

b. Efektif dan efisien Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi


penggunaan dana kesehatan. Demi mendukung upaya tersebut
makapembelanjaannya harus terdapat kesesuaian antara perencanaan
pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan
anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem
pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga
dikembangkan agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif.

c. Adil dan transparan Dana kesehatan yang terhimpun baik dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat dimanfaatkan secara adil
dalam rangka menjamin Universitas Sumatera Utara terpeliharanya dan

13
terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung
jawabberdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik good governance,
transparan, dan mengacu pada peraturan perundang Utara terpeliharanya
dan terlindunginya dasar kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan
secara bertanggung jawab.

2.5 Perkembangan subsistem pembiayaan


Pembangunan kesehatan merupakan proses adaptif yang
merupakan kombinasi antara konteks atau kondisi sosial budaya dengan
sistem pengaturan perilaku yang dapat mempengaruhi individu. Untuk
mewujudkan status kesehatan yang optimal maka diperlukan penguatan
sistem kesehatan yang merupakan kolaborasi antara pedekatan vertikal dan
horizontal untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kesehatan merupakan hak
asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pembangunan kesehatan secara menyeluruh diselenggarakan berdasarkan
kondisi lokal yang umum dan spesifik, sesuai dengan determinan sosial
budaya, dengan tata kelola yang efektif dan produktif dengan melibatkan
seluruh komponen yang bertanggungjawab terhadap terselenggaranya
kesehatan (Arianto & Nantabah, 2020).
Untuk mencapai sistem kesehatan yang baik, penguatan sistem
merupakan strategi yang digunakan untuk mengakomodasikan
aspek supply, demand, kualitas, dan lingkungan yang mendukung untuk
tercapainya status kesehatan yang baik. Dalam penguatan sistem diperlukan
perhatian yang lebih serius pada level fasilitasi dan translasi kebijakan dan
strategi yaitu aspek akses, affordable, dan kualitas pelayanan. Prioritas
tersebut didasari pada konteks kondisi lokal berdasarkan harapan dan situasi
nyata yang diperoleh oleh pemerintah dan stakeholder.
Di era tahun 2000-an kesehatan berada dalam situasi yang sangat
kompleks akibat banyak aktor yang berperan. Selama periode tersebut

14
sistem kesehatan dibentuk oleh kondisi dari keterlibatan pihak swasta,
prioritas pada kinerja sistem, dan keterlibatan masyarakat dalam elaborasi
untuk mewujudkan kesehatan. Pada tahun 2007, WHO mengembangkan
kerangka kerja untuk aksi yang dikenal dengan “six building blocks”.
Konsep ini mendeskripsikan enam blok dari sebuah sistem kesehatan yang
mencakup pemberian pelayanan, sumber daya kesehatan, informasi, medical
products, vaksin dan teknologi, pembiayaan, serta kepemimpinan dan tata
kelola. Untuk menguatkan sistem kesehatan maka perlu memprioritaskan
pada masing masing enam komponen tersebut (UNICEF, 2017).
World Health Organization mengembangkan kerangka kerja yang
dikenal dengan six building blocks yang mencakup:
1. Service delivery, berikaitan dengan paket layanan, model layanan,
infrastruktur, manajemen, keselamatan dan kualitas, serta kebutuhan
akan pelayanan.
2. Health workforce, berkaitan dengan kebijakan tenaga kerja nasional,
advokasi, norma, standar, dan data.
3. Information, berkaitan dengan fasilitas dan infomasi yang berbasis
masyarakat, surveillans, dan peralatan.
4. Produk medis, vaksin, dan teknologi mencakup standarm kebijakan,
akses yang merata, dan kualitas.
5. Financing berkaitan dengan kebijakan pembiayaan kesehatan nasional,
pengeluaran, dan tariff.
6. Leadership dan governance mencakup kebijakan sektor kesehatan dan
regulasi.
Pembiayaan kesehatan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Persentase pengeluaran nasional kesehatan di Indonesia terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2005 adalah Rp 57,106.45 triliun
(2,06%) dan meningkat secara progresif menjadi Rp 132,472.09 triliun
(2,36%) pada tahun 2009. Persentase pengeluaran nasional bersumber
publik terhadap PDB pada tahun 2005 adalah 0,89% berbanding 1,17%
pengeluaran kesehatan swasta (private) dan menjadi 1,10% berbanding

15
1,26% pada tahun 2009. Sementara itu proporsi pengeluaran nasional
kesehatan pada tahun 2005 sebesar 43% bersumber publik berbanding 57%
bersumber swasta (private) bergeser menjadi 47% bersumber publik
berbanding 53% bersumber swasta (private) yang menunjukkan terjadinya
peningkatan pembiayaan kesehatan pada pembiayaan kesehatan bersumber
publik. Sementara itu telah terjadi peningkatan pengeluaran nasional
kesehatan per kapita lebih dari dua kali lipat yakni Rp 260.509,91,-
(ekivalen USD 26.84) pada tahun 2005 menjadi Rp 576.053,95,- (ekivalen
USD 55.44) pada tahun 2009. Pada pengeluaran kesehatan Pemerintah
terjadi pergeseran pengelolaan dana Pemerintah yakni peningkatan yang
signifikan pada Pemerintah Daerah sejalan dengan desentralisasi yakni, dari
Rp 9,4 triliun pada tahun 2005 menjadi 24,8 triliun pada tahun 2009
(KEPMENKES RI NO : 374/MENKES/SK/V/2009 Tentang Sistem
Kesehatan Nasional).
Menurut Sekretaris Jenderal Kementrian Kesehatan, anggaran
fungsi kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi 5,05% atau sebesar Rp 109 triliun
bila dibandingkan Tahun 2015 sebesar Rp 75 triliun (3,45 % dari APBN).
Sedangkan berdasarkan data kesehatan dunia Tahun 2014 (World Health
Report 2014) dalam pendanaan kesehatan negara-negara di Asia Tenggara,
Singapura adalah negara di Asia Tenggara yang mengalokasikan biaya
kesehatan tertinggi 14% PDB, disusul Thailand (13%) dan Vietnam (13%).
Pada tahun 2015 di seluruh dunia, biaya perawatan kesehatan meningkat
tiga kali lipat dari tahun 2002 yaitu lebih dari $ 9 triliun dihabiskan untuk
perawatan kesehatan pada tahun 2015, dan belanja tahunan bisa meningkat
menjadi $ 16 triliun pada tahun 2030. Negara-negara berpenghasilan tinggi
lebih banyak membelanjakan uang kesehatan untuk pembiayaan pelayanan
kesehatan dari pada negara berpenghasilan rendah (Aspawati Nurrahmi,
2021).
Untuk meningkatkan derajat kesehatan suatu masyarakat menurut
World Health Organization (WHO) diperlukan anggaran minimal 5% – 6%

16
dari total APBN suatu negara, sedangkan untuk mencapai derajat kesehatan
yang ideal diperlukan anggaran 15% - 20% dari APBN. Anggaran yang
cukup besar tersebut memang diperlukan karena biaya kesehatan yang
cukup tinggi sedangkan kesehatan tetap harus menjadi prioritas karena
merupakan investasi guna meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas
warganya (Jacobsen KH, 2019).
Subsistem pembiayaan kesehatan adalah pengelolaan berbagai
upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tujuan dari
penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya dana
kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata, dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai
peruntukkannya untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
(Aspawati Nurrahmi, 2021).
Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan
melalui jaminan pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial
yang pada waktunya diharapkan akan mencapai universal health coverage
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Jaminan kesehatan juga meningkat dari tahun ke tahun. Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi masyarakat miskin dan tidak
mampu menjadi lokomotif pengembangan jaminan di berbagai daerah.
Proporsi penduduk yang telah mempunyai jaminan kesehatan dibandingkan
dengan yang tidak mempunyai jaminan kesehatan pada tahun 2010 adalah
59,07% berbanding 40,93%. Cakupan kepesertaan jaminan kesehatan secara
nasional dengan berbagai cara penjaminan dari penduduk yang telah
mempunyai jaminan kesehatan pada tahun 2010 tersebut adalah: 54,8%
Jamkesmas, 22,6% Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di berbagai

17
daerah, 12,4% Asuransi Kesehatan (Askes) dan Tentara Nasional Indonesia
(TNI)/Polisi Republik Indonesia (Polri), 3,5% Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek), 4,6% berbagai cara penjaminan kesehatan oleh perusahaan
serta 2,0% asuransi swasta/komersial. Kontribusi terbesar kepesertaan
jaminan kesehatan adalah dari Jamkesmas yakni 76,4 juta peserta.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, maka sejak 1 Januari 2014 mulai
diberlakukan Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan (PERPRES
RI No. 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional).
Bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, yang telah diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dan untuk
mewujudkan tujuannya tersebut maka dibentuklah Badan Penyelenggara
yang berbadan hukum. Dalam hal inilah yang mendasari pembentukan
Badan Hukum sebagai Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS terbagi menjadi
2 (dua) yaitu BPJS Kesehatan yang bertugas menyelenggarakan program
jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaaan yang bertugas
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun dan jaminan kematian (Koni et al., 2020).
2.6 Penggalian Dana
Penggalian dana adalah kegiatan menghimpuna dana yang
diperlukan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan dan atau pemeliharaan
kesehatan. Menurut Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. 2019
Terdapat dua jenis penggalian dana, yaitu:
a. Penggalian dana untuk UKM
Sumber dana untuk UKM (Unit Kesehatan masyarakat) terutama
berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah, melalui pajak umum,
pajak khusus, bantuan dan pinjaman, serta berbagai sumber lainnya.
Sumber dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah swasta
sertamasyarakat. Sumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan
prinsip publik-private partnership yang didukung dengan pemberian

18
sentif, misalnya keringanan pajak untuk setiap dana yang disumbangkan.
Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh
masyarakatsendiri guna membiayai upaya kesehatan masyarakat
misalnya dalam bentuk dana sehat, atau dilakukan secara pasif, yakni
menambahkan aspek kesehatan dalam rencana pengeluaran dari dana
yang sudah terkumpul dimasyarakam, misalnya dana sosial keagamaan.
b. Penggalian dana untuk UKP
Sumber dana untuk UKP (Unit Kesehatan Perorangan) berasal dari
masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat
rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah
melalui mekanisme jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.

2.7 Pengalokasian Dana


a. Pembiayaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Sejak tahun 2010 pemerintah mengalokasikan dana khusus untuk
UKM, yaitu dana BOK. Besar BOK pada tahun pertama (2010) adalah
Rp 226 milyar, dan meningkat secara gradual sehingga mencapai Rp 4,8
triliun (2017). Dana BOK dipergunakan oleh Puskesmas untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan UKM (imunisasi, penimbangan,
promosi kesehatan, kesling dan pemberdayaan masyarakat). Dalam
UKM, ada beberapa program yang perlu dibiayai, termasuk SPM dan
program kesehatan prioritas diluar SPM (program gizi dan KB, sanitasi
lingkungan, pemberantasan malaria, mobilisasi peran masyarakat dalam
gerakan hidup sehat, dll). Dengan demikian dana BOK adalah tulang
punggung program-program untuk memperbaiki indikator kesehatan
masyarakat (MMR, MMR, imunisasi, KIA/KB, gizi, dan sanitasi).
Dana BOK yang semula langsung di transfer ke Puskesmas dari
pusat, sejak tahun 2016 disalurkan melalui DAK-nonfisik sehingga
menjadi bagian dari APBD. Beberapa masalah dan tantangan yang
dihadapi dalam perencanaan dan pemanfaatan dana BOK, yaitu: 1)
keterlambatan realisasi karena tergantung keluarnya ketetapan anggaran
daerah; 2) Juklak/Juknis yang berubah-ubah dan terlambat dikeluarkan

19
pusat; dan 3) kekurangan tenaga kesehatan masyarakat di Puskemas
untuk memanfaatan dana BOK tersebut (Gani, 2018).
b. Pembiayaan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
Dua sumber utama pembiayaan UKP adalah: (i) belanja rumah
tangga atau “out of pocket payment” (OOP); dan (ii) asuransi kesehatan
sosial dan komersial. Belanja OOP berkisar 45% dari belanja total
kesehatan nasional dan sebagian besar adalah untuk membeli obat.
Belanja dari asuransi kesehatan sosial (JKN) terus naik dari tahun ke
tahun, yaitu 40,0 T pada tahun 2015 menjadi 70,0 T pada tahun 2017.
Masalah serius yang dihadapi dalam pembiayaan JKN adalah terjadinya
defisit yang semakin besar dari tahun ke tahun.
Defisit JKN/BPJS disebabkan “cash inflow” lebih kecil dari pada
“cash outflow”. Masalah dalam “cash inflow” adalah: a) premi yang
berlaku sekarang terlalu kecil karena didasarkan pada pengalaman
Jamkesmas dan PT. Askes pra-JKN/BPJS. Dalam asuransi kesehatan ada
kecenderungan “moral hazard” termasuk peningkatan utilisasi, sehingga
perhitungan premi perlu disesuaikan dengan kenaikan utilisasi tersebut,
terutama utilisasi pelayanan katastropik; b) banyak peserta mandiri (non-
PBI) yang tidak teratur membayar premi (10.800.000 peserta pada tahun
2017 dan 14.200.000 peserta pada tahun 2018; dan c) banyak pemda
kabupaten terlambat membayar premi karena baru bisa dibayarkan
setelah ada ketetapan anggaran daerah

2.8 Aspek Pembiyaan Kesehatan


a. Aspek Perilaku Manusia Dalam Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

Perilaku manusia sangat mempengaruhi proses manajemen,


terdapat 3 kelompok manusia yang sedikit terlibat dalam manajemen
pelayanan kesehatan yaitu kelompok manusia penyelenggara pelayanan
kesehatan (Healt Provider, misalnya dokter-dokter, perawat-perawat),
kelompok penerima jasa pelayanan kesehatan (para konsumen), dan
kelompok yang secara tidak langsung ikut terlibat yaitu keluarga-keluarga

20
penderita, masyarakat umum dan para administrator (baik dikalangan
perusahaan maupun pemerintah, dan lain-lain) (Mulyani, 2017).

Perencanaan yang baik tidak jarang mengalami kegagalan ketika


telah sampai pada tahap pelaksanaan dikarenakan faktor manusia yang
tidak secara cermat diperhatikan ketika dalam proses perencanaan. Dalam
proses manajemen tidak hanya terkait beberapa kelompok manusia, tetapi
juga sifat khusus dari pelayanan kesehatan. Yang dimaksud sifat khusus
dari pelayanan kesehatan adalah bahwa baik dari pihak penyelenggara
kesehatan maupun konsumen jarang yang mempertimbangkan aspek-
aaspek biaya sepanjang hal tersebut menyangkut penyembuhan suatu
penyakit. Para penyelenggara kesehatan akan selalu didesak untuk
menggunakan kemampuan, teknologi, maupun obat-obatan yang mutakhir
agar mereka merasa aman terhadap tanggung jawab moral yang
dibebankan kepada mereka dalam menyembuhkan pasien. Sedangkan bagi
konsumen penyebabnya dikarenakan pertaruhan yang diletakkan adalah
nyawa dari pasien,keadaan tersebut membuat kecenderungan diabaikannya
perhitungan-perhitungan ekonomi, cost efficiency dan lain-lain. Hal
tersebut yang membuat pelayanan kesehatan dianggap semata-mata
bersifat konsumtif, tanpa mempedulikan aspek untung rugi. Kepentingan
ini berlawanan dengan kepentingan para administrator yang sangat
memperhatikan aspek untung-rugi dari biaya pelayanan kesehatan.
Serangkaian kejadian tersebut membuat administrator mengeluh akan
sikap para konsumen, dan para penyelenggara pelayanan kesehatan (Healt
Provider) mengeluh akan sikap administrator (Mulyani, 2017).

Konflik-konflik yang terjadi karena tingkah laku manusia tersebut


akan dapat diatasi dengan diterapkannya keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta ganjaran dan hukuman (reward and punishment),
disamping itu juga harus menghindari perilaku-perilaku negatif.

b. Aspek Ekonomi

21
dalam Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Perawatan kesehatan
sangat menyerap biaya pemerintah maupun anggaran keluarga. Selain itu
banyak juga peralatan kesehatan yang harus dibeli dengan menggunakan
valuta asing sehingga akan menghabiskan banyak devisa, hal tersebut
merupakan keterbatasan bagi Negara miskin. Untuk dapat lebih
menghemat, dan meningkatkan efisiensi, banyak Negara yang berusaha
untuk mencari sumber daya tambahan. Dalam hal ini ekonomi kesehatan
akan sangat bermanfaat, karena dapat membantu pengalokasian dana
secara lebih baik. meningkatkan efisiensi, memilih teknologi yang lebih
murah tapi tetap efektif dan mengevaluasi sumber dana lainnya.

Ekonomi kesehatan tidak dapat memecahkan semua masalah. Oleh


karena kesulitan dan keterbatasan dalam ekonomi kesehatan dalam
menerapkan konsep lama dan ekonomi kesehatan itu juga sulit untuk
diperaktekkan dibidang pelayanan kesehatan. Pada umumnya ekonom
selalu menerapkan metode kwantitatif yang ditawarkan untuk membantu
perencanaan kesehatan. Akan tetapi para ekonom tersebut telah dapat
menjabarkan "Keinginan untuk lebih merinci tujuan atau beberapa tujuan
yang tidak begitu jelas, guna menilai dan memantau kebijaksanaan,
keinginan untuk mengidentifikasi fungsi produksi, pengakuan akan
pentingnya kaitan antaran perilaku manusia, teknologi dan lingkungan
hidup dalam proses kejadian, pencegahan, dan pengobatan penyakit
Dalam hal ini pandangan para ekonom merupakan salah satu masukan bagi
perencana dalam membuat rencana disamping berbagai masukan lain
untuk pengambilan keputusan.

Aplikasi ilmu ekonomi pada sektor kesehatan perlu mendapat


perhatian. terhadap sifat dan ciri khususnya sektor kesehatan. Sifat dan ciri
khusus tersebut menyebabkan asumsi-asumsi tertentu dalam ilmu ekonomi
tidak berlaku atau tidak seluruhnya berlaku apabila diaplikasikan untuk
sektor kesehatan. Ciri khusus tersebut dalam Baitanu (2017) antara lain:

22
1. Kejadian penyakit tidak terduga

Adalah tidak mungkin untuk memprediksi penyakit apa yang akan


menimpa kita dimasa yang akan datang, oleh karena itu adalah tidak
mungkin mengetahui secara pasti pelayanan kesehatan apa yang kita
butuhkan dimasa yang akandatang Ketidakpastian (uncertainty) ini
berarti adalah seseorang akan menghadapi suatu risiko akan sakit dan
oleh karena itu ada juga risiko untuk mengeluarkan biaya untuk
mengobati penyakit tersebut.

2. Consumer Ignorance

Konsumen sangat tergantung kepada penyedia (provider)


pelayanan t kesehatan. Oleh karena pada umumnya consumer tidak tahu
banyak tentang jenis penyakit, jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan
yang dibutuhkannya. Dalam hal ini Providerlah yang menentukan jenis
dan volume pelayanan kesehatan yang perlu dikonsumsi oleh konsumen

3. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak Makan, pakaian, tempat


tinggal dan hidup sehat adalah elemen kebutuhan dasar manusia yang
harus senantiasa diusahakan untuk dipenuhi, terlepas dari kemampuan
seseorang untuk membayarnya. Hal ini menyebabkan distribusi
pelayanan kesehatan sering sekali dilakukan atas dasar kebutuhan (reed)
dan bukan atas dasar kemampuan membayar (demand).

4. Ekstemalitas

Terdapat efek eksternal dalam penggunaan pelayanan kesehatan.


Efek eksternal adalah dampak positif atau negatif yang dialami orang
lain sebagai akibat perbuatan seseorang. Misalnya imunisasi dari
penyakit menular akan memberikan manfaat kepada masyarakat
banyak. Oleh karena itu imunisasi tersebut dikatakan mempunyai sosial
marginal benefit yang jauh lebih besar dari private marginal benefit

23
bagi individu tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus dapat
menjamin bahwa program imunisasi harus benar-benar dapat
terlaksana. Pelayanan kesehatan yang tergolong pencegahan akan
mempunyai ekstemalitas yang besar, sehingga dapat digolongkan
sebagai "komodity masyarakat", atau public goods. Oleh karena itu
program ini sebaiknya mendapat subsidi atau bahkan disediakan oleh
pemerintah secara gratis. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang
bersifat kuratif akan mempunyai ekstemalitas yang rendah dan disering
disebut dengan private good, hendaknya dibayar atau dibiayai sendiri
oleh penggunanya atau pihak swasta.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Biaya diartikan sebagai uang
yang dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dan
sebagainya) sesuatu; ongkos; belanja; pengeluaran. Pembiayaan diartikan
sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya. Tujuan dari
penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan di dalam Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden

24
Nomor 72 Tahun 2012 adalah tersedianya dana kesehatan dalam jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan secara
berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai peruntukannya untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2. unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan antara lain Dana
Prinsip dari ketersediaan dana Sumber Daya Pengelolaan Dana
Penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan mengacu pada prinsip-
prinsip Upaya penggalian dana Pengalokasian dana Pembiayaan kesehatan
Pembiayaan kesehatan bagi keluarga miskin dan rentan Pembiayaan
kesehatan yang bersumber masyarakat dan swasta Semua pembiayaan
bidang kesehatan digunakan dengan tujuan untuk mendukung peningkatan
upaya kesehatan Pembelanjaan harus transparan
3. Pembangunan kesehatan merupakan proses adaptif yang merupakan
kombinasi antara konteks atau kondisi sosial budaya dengan sistem
pengaturan perilaku yang dapat mempengaruhi individu. Untuk
mewujudkan status kesehatan yang optimal maka diperlukan penguatan
sistem kesehatan yang merupakan kolaborasi antara pedekatan vertikal dan
horizontal untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sejak tahun 2010
pemerintah mengalokasikan dana khusus untuk UKM, yaitu dana BOK.
Besar BOK pada tahun pertama (2010) adalah Rp 226 milyar, dan
meningkat secara gradual sehingga mencapai Rp 4,8 triliun (2017).

3.2 Saran
Saran dari penyusun agar makalah ini dapat di baca dengan baik dan
dapat di pahami serta dijadikan pembelajaran untuk lebih ditingkatkan lagi
kedepannya.

25
26
DAFTAR PUSTAKA
Adhy. Analisis sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT. Exxon mobil
indonesia terhadap pemanfaatan dana corporate social responcibility
(CSR) bidang kesehatan di kabupaten Aceh Utara tahun 2013.
Unismat. Sumatera.

Ardian. 2019. Pembiayaan kesehatan. Universitas gadjah mada.

Gani Ascobat. 2018. Efektivitas Pembiayaan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan


Nasional (JKN). Kementerian PPN/Bappenas.
Indawati, Laela. 2018. Menejemen informasi kesehatan V: Sistem Klaim dan
Asurani Pelayanan Kesehatan. Rekam medis dan informasi
kesehatan. Jakarta.

Luecke, Matthias and Claas Schneiderheinze. 2017. More financial burden-


sharing for developing countries that host refugees. Economics: The
Open-Access, Open-Assessment E-Journal 11 (2017-24). Halaman
1-12.

Mulyani, Hamida. 2017. Aspek khusus pembiayaan kesehatan di pelayanan


kesehatan. Modul penganggaran dan pembiayaan kesehatan. Malang.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang


Perencanaan Dan Penganggaran Bidang Kesehatan.

Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Universitas
Indonesia.
Sardjoko, Subandi. 2019. Pembiayaan kesehatan dan JKN. Direktorat kesehatan
dan gizi masyarakat. Kajian sektor kesehatan. Kemenrtian
PPN/Bappenas.

Thary. 2020. Analisis pembiayaan kesehatan di kota semarang. Journal Academy.


Vol 1. No (1)

27
Yuyun Umniyatun, SKM., MARS. 2021. Modul Pembelajaran Pembiayaan &
Penganggaran Kesehatan. Jakarta. Universitas Muhammadiyah
Prof. DR. Hamka.

Zuhra Afianda. 2018. Analisis Implementasi Bantuan Operasional Kesehatan


(BOK) Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
di Puskesmas Samalanga Kecamatan Samalanga Kabupaten
Bireuen Tahun 2018. Sumatera Utara. Institut Kesehatan
Helventia.

28

Anda mungkin juga menyukai