Anda di halaman 1dari 73

Outbreak

In Indonesia, until August 2020 there were 172053 Covid-19 cases reported. The Covid-19 outbreak has been designated as a pandemic, not as
an endemic, epidemic or sporadic case. The Unissula Faculty of Medicine conducted an epidemiological survey to break the chain of
transmission in Indonesia by taking steps to identify causes, disease transmission, natural history of disease, and disease prevention and control.
There were also specific comorbids from Covid-19 as well as a broad impact on society

Wabah

Di Indonesia, hingga Agustus 2020 dilaporkan terdapat 172053 kasus Covid-19. Wabah Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi, bukan
sebagai kasus endemik, epidemi, atau sporadis. Fakultas Kedokteran Unissula melakukan survei epidemiologi untuk memutus mata rantai
penularan di Indonesia dengan melakukan langkah-langkah identifikasi penyebab, penularan penyakit, riwayat alami penyakit, serta pencegahan
dan pengendalian penyakit. Ada juga komorbid spesifik dari Covid-19 serta berdampak luas pada masyarakat

STEP 1

 Covid-19:

PENDAHULUAN
Diawal tahun 2020, dunia digemparkan dengan merebaknya virus baru yaitu coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) dan
penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Diketahui, asal mula virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok.
Ditemukan akhir Desember tahun 2019. Sampai saat ini sudah dipastikan terdapat 65 negara yang telah terjangkit virus satu ini. (Data
WHO, 1 Maret 2020) (PDPI, 2020).
Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di
Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok (Huang, et.al., 2020). Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi
coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020,
World Health Organization memberi nama virus baru tersebut Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan
nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID- 19) (WHO, 2020). Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat
ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat
kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah satu pasien. Salah satu pasien tersebut dicurigai kasus “ super spreader”. (Channel News
Asia, 2020). Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia (Relman, 2020).
Sampai saat ini virus ini dengan cepat menyebar masih misterius dan penelitian masih terus berlanjut.
Saat ini ada sebanyak 65 negara terinfeksi virus corona. Menurut data WHO per tanggal 2 Maret 2020 jumlah penderita 90.308
terinfeksi Covid-19. Di Indonesia pun sampai saat ini terinfeksi 2 orang. Angka kematian mencapai 3.087 atau 2.3% dengan angka
kesembuhan 45.726 orang. Terbukti pasien konfrimasi Covid-19 di Indonesia berawal dari suatu acara di Jakarta dimana penderita
kontak dengan seorang warga negara asing (WNA) asal jepang yang tinggal di malaysia. Setelah pertemuan tersebut penderita
mengeluhkan demam, batuk dan sesak napas (WHO, 2020).
Berdasarkan data sampai dengan 2 Maret 2020, angka mortalitas di seluruh dunia 2,3% sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4,9%,
dan di provinsi Hubei 3,1%. Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok adalah 0,16%.8,9 Berdasarkan penelitian terhadap 41 pasien
pertama di Wuhan terdapat 6 orang meninggal (5 orang pasien di ICU dan 1 orang pasien non-ICU) (Huang, et.al., 2020). Kasus
kematian banyak pada orang tua dan dengan penyakit penyerta. Kasus kematian pertama pasien lelaki usia 61 tahun dengan
penyakit penyerta tumor intraabdomen dan kelainan di liver (The Straits Time, 2020). Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah
merupakan kejadian yang pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebakan oleh SARS-coronavirus
(SARS-CoV) dan penyakit Middle East respiratory syndrome (MERS) tahun 2012 disebabkan oleh MERS-Coronavirus (MERS-
CoV) dengan total akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an kasus MERS dan 8000-an kasus SARS). Mortalitas akibat SARS sekitar
10% sedangkan MERS lebih tinggi yaitu sekitar 40%. (PDPI, 2020).
HASIL DAN PEMBAHASAN
o Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen.
o Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
o Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus.
o Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk
penulisan gen.
o Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di
sel inang) (Wang, 2020).
o Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin,
pelarut lipid dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing
agent dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus (Wang, 2020; Korsman, 2012).
Patogenesis dan Patofisiologi
o Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.
o Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada
hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
o Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia.
o Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu.
o Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk Coronavirus.
1
o Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian severe acute respiratorysyndrome (SARS) dan
Middleeast respiratory syndrome (MERS) (PDPI, 2020).
o Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus tidak bisa hidup tanpa sel host.
o Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host sesuai tropismenya.
 Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus.
 Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya (Wang, 2020). Pada studi
SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin-converting enzyme
2).
 ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar,
kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel
endotel arteri vena, dan sel otot polos.
 Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus.
 Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks
replikasi virus.
 Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus (Fehr, 2015).
o Setelah terjadi transmisi,  virus masuk ke saluran napas atas  kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas
(melakukan siklus hidupnya).  Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah.
o Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan.
o Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI, 2020).

Manifestasi Klinis
o Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
o Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan
sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain.
o Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu.
o Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari.
o Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
o Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal.
o Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi. (PDPI, 2020)
a. Tidak berkomplikasi
 Kondisi ini merupakan kondisi teringan.
 Gejala yang muncul berupa gejala yang tidak spesifik.
 Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung,
malaise, sakit kepala, dan nyeri otot.
 Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala
menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan
gejala relative ringan.
 Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-
anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah bernapas
c. Pneumonia berat. Pada pasien dewasa:
· Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
2
· Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi oksigen
pasien <90% udara luar.
Penegakkan Diagnosis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit
bernapas atau sesak.
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1. Seseorang yang mengalami:
a. Demam (≥380C) atau riwayat demam
b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran radiologis. (pada pasien
immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal) DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
· Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit* dalam 14 hari sebelum
timbul gejala
· Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab / etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian
atau tempat tinggal.
2. Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat dan salah satu berikut dalam 14 hari
sebelum onset gejala:
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19, ATAU
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi), ATAU
c. bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19
di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit.*
d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu ≥380C) atau riwayat demam.29
b. Orang dalam Pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke
Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat paparan diantaranya:
· Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
· Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),
· Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara
yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit
c. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang
dengan hasil konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta coronavirus.
d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.
Pemeriksaan Penunjang (PDPI, 2020)
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral,
konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
· Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring)
· Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat
endotrakeal
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah.
Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik dengan
menunggu hasil kultur darah)
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).
Tatalaksana Umum
1. Isolasi pada semua kasus
Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun sedang.
2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)26
3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit27
4. Suplementasi oksigen
Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan, distress napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen pertama
sekitar 5L/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil
5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat
6. Terapi cairan

3
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok Pasien dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi
cairannya, karena jika pemberian cairan terlalu agresif dapat memperberat kondisi distress napas atau oksigenasi.
Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Pemberian antibiotik empiris
8. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan lainnya jika memang diperlukan.
9. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak rutin diberikan pada tatalaksana pneumonia viral atau ARDS selain ada indikasi
lain.
10. Observasi ketat
11. Pahami komorbid pasien
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi
Coronavirus yang terbukti efektif. Pada studi terhadap SARSCoV, kombinasi lopinavir dan ritonavir dikaitkan dengan
memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada
infeksi COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui
oleh komite etik atau melalui Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions Framework (MEURI), dengan
pemantauan ketat. Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini (PDPI, 2020).
Sumber: WELLNESS AND HEALTHY MAGAZINE Volume 2, Nomor 1, February 2020, p. 18 ISSN 2655-9951 (print), ISSN
2656-0062 Corona virus diseases (Covid Yuliana*) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PATOGENESIS
 Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV yang sudah lebih
banyak diketahui.
 Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi alveoli.
 SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel.
 Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2.
 Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian
membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel.
 Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke
sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural.
 Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi.
 Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel.
 Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid.
 Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel.
 Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan
komponen virus yang baru.
 Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. Telah
diketahui bahwa masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran virus dengan plasma membran
dari sel.
 Pada proses ini, protein S2’ berperan penting dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses fusi
membran.
 Selain fusi membran, terdapat juga clathrin-dependent dan clathrin-independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-
CoV ke dalam sel pejamu.33
 Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.
 Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan infeksi.
 Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2.
 Respons imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan.
 Di sisi lain, respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Gambar 3. Skema replikasi dan patogenesis virus, diadaptasi dari berbagai sumber
 Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari
mekanisme yang ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV.
4
 Ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
 Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC
kelas II juga turut berkontribusi.
 Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B
yang spesifik terhadap virus.
 Pada respons imun humoral terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV.
 IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang.
 Hasil penelitian terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+ dan
CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun secara bertahap tanpa adanya antigen.
 Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu.
 SARS-CoV dapat menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki pattern recognition receptors (PRRs) dan
bereplikasi dalam vesikel tersebut sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu.
 Jalur IFN-I juga diinhibisi oleh SARS-CoV dan MERS-CoV. Presentasi antigen juga terhambat pada infeksi akibat MERS-
CoV.30
Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Ringan
 Respons imun yang terjadi pada pasien dengan manifestasi COVID-19 yang tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di
Australia.
 Pada pasien tersebut didapatkan peningkatan sel T CD38+HLA-DR+ (sel T teraktivasi), terutama sel T CD8 pada hari ke 7-
9. Selain itu didapatkan peningkatan antibody secreting cells (ASCs) dan sel T helper folikuler di darah pada hari ke-7, tiga
hari sebelum resolusi gejala. Peningkatan IgM/IgG SARS-CoV-2 secara progresif juga ditemukan dari hari ke-7 hingga hari ke-
20. Perubahan imunologi tersebut bertahan hingga 7 hari setelah gejala beresolusi.
 Ditemukan pula penurunan monosit CD16+CD14+ dibandingkan kontrol sehat. Sel natural killer (NK) HLA-DR+CD3-CD56+
yang teraktivasi dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1; CCL2) juga ditemukan menurun, namun kadarnya sama
dengan kontrol sehat.
 Pada pasien dengan manifestasi COVID-19 yang tidak berat ini tidak ditemukan peningkatan kemokin dan sitokin
proinflamasi, meskipun pada saat bergejala.37
Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Berat
 Perbedaan profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan dengan berat bisa dilihat dari suatu penelitian di China. Penelitian
tersebut mendapatkan hitung limfosit yang lebih rendah, leukosit dan rasio neutrofil-limfosit yang lebih tinggi, serta
persentase monosit, eosinofil, dan basofil yang lebih rendah pada kasus COVID-19 yang berat.
 Sitokin proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan penanda infeksi seperti prokalsitonin, ferritin dan C-reactive
protein juga didapatkan lebih tinggi pada kasus dengan klinis berat.
 Sel T helper, T supresor, dan T regulator ditemukan menurun pada pasien COVID-19 dengan kadar T helper dan T regulator
yang lebih rendah pada kasus berat.
 Laporan kasus lain pada pasien COVID-19 dengan ARDS juga menunjukkan penurunan limfosit T CD4 dan CD8. Limfosit
CD4 dan CD8 tersebut berada dalam status hiperaktivasi yang ditandai dengan tingginya proporsi fraksi HLA-DR+CD38+.
Limfosit T CD8 didapatkan mengandung granula sitotoksik dalam konsentrasi tinggi (31,6% positif perforin, 64,2% positif
granulisin, dan 30,5% positif granulisin dan perforin). Selain itu ditemukan pula peningkatan konsentrasi Th17 CCR6+ yang
proinflamasi.39
 ARDS merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19.
 Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu respons inflamasi sistemik yang tidak
terkontrol akibat pelepasan sitokin proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-10 IL-12, IL-18,
IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar (CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10) seperti
terlihat pada gambar 3.3, 30 Granulocyte-colony stimulating factor, interferon-γ- inducible protein 10, monocyte chemoattractant
protein 1, dan macrophage inflammatory protein 1 alpha juga didapatkan peningkatan.
 Respons imun yang berlebihan ini dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis sehingga terjadi disabilitas fungsional.40
Sumber: Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus Disease 2019: Review of Current Literatures Adityo
Susilo1,2, dkk 1Tim Penanganan Kasus pasien dengan Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-emerging Disease (PINERE) RSUPN
dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 2Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
 Pandemic:
Pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi secara luas di seluruh dunia. Dengan kata lain, penyakit ini sudah menjadi masalah
bersama bagi seluruh warga dunia. Contoh penyakit yang tergolong pandemi adalah HIV/AIDS dan COVID-19.
Tidak hanya itu, influenza yang saat ini tampak ringan pun dahulu pernah menjadi penyakit yang masuk ke dalam kategori pandemi
dan menjadi masalah bagi seluruh negara di dunia.

 Endemic:
Penyakit endemi adalah penyakit yang muncul dan menjadi karekteristik di wilayah tertentu, misalnya penyakit malaria di Papua.
Penyakit ini akan selalu ada di daerah tersebut, namun dengan frekuensi atau jumlah kasus yang rendah.

Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu.
Epidemik ialah mewabahnya penyakit dalam komunitas / daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas jumlah normal atau
yang biasa. Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi dalam daerah yang sangat luas dan mencakup populasi yang
banyak di berbagai daerah / negara di dunia.
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik pada suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya
pengaruh dari luar.
5
Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada tepat satu
orang lain (secara rata-rata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponsial,
suatu infeksi dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state) suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu epidemik
pada akhirnya akan lenyap atau mencapai tunak endemik, bergantung pada sejumlah faktor termasuk virotensi dan cara penulisan
penyakit bersangkutan.
Dalam bahasa percakapan, penyakit endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit yang ditemukan pada daerah tertentu, sebagai
contoh AIDS sering dikatakan “endemik” di Afrika. Walaupun kasus AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam
keadaan tunak endemik) lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.
Contoh Penyakit Endemik di Indonesia
1. TBC 
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya,
Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia
berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004,
angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan
merupakan kasus baru.
a) Penyebab Penyakit TBC
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit
TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
b) Cara Penularan Penyakit TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat
penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk
dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi
hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang
berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.
Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber
produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain
memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun,
virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
c) Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran
secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1) Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2) Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
 Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC
dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada
anak usia 3 bulan � 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

6
 Epidemic:
Epidemi terjadi ketika suatu penyakit telah menyebar dengan cepat ke wilayah atau negara tertentu dan mulai memengaruhi
populasi penduduk di wilayah atau negara tersebut.
Beberapa contoh epidemi yang pernah terjadi adalah penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pada tahun 2003 yang
terjadi di seluruh dunia dan menelan korban ratusan jiwa, penyakit Ebola di negara-negara Afrika, serta penyakit yang disebabkan oleh
virus Zika.

Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
 Sporadic: adalah adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan ( umumnya penyakit) yang ada di suatu wilayah tertentu
frekuensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.
 Survei epidemiologi:
Sebagai acuan pembangunan kesehatan adalah konsep “Paradigma Sehat”, yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas
utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan
penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta
penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut,
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan
prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium,
sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans
epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat
 Komorbid spesifik dari covid-19:

7
 P2MPL: Pemberantasan penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
 Epidemiologi: adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan-determinan yang berhubungan dengan kesehatan atau
kejadian pada populasi tertentu dan menerapkan studi ini untuk mengendalikan masalah masalah kesehatan
Sumber: Epidemiologi FK UGM
 Riwayat penyakit alami: Istilah/term lain yang sering dipakai antara lain: Natural History of Disease, Natural Course of Disease, atau
Natural History of Illness. Istilah natural history of disease adalah yang paling banyak digunakan.
Menurut Rothmann (2008) studi riwayat alamiah penyakit bertujuan mengukur kondisi kesehatan (health outcome) yang akan
diperoleh pada orang sakit jika tidak mendapatkan pengobatan yang signifikan bagi kesehatannya. Sedangkan Van de Broeck
(2013) menyatakan studi pemaparan riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu tujuan dari studi epidemiologi deskriptif,
sebagaimana tabel 1 berikut.

Dalam studi epidemiologi suatu penyakit, memahami riwayat alamiah penyakit merupakan hal sangat penting. Contohnya dalam
mempelajari edpidemiologi HIV/Aids akan dapat dipahami jika telah mempelajari tahap-tahap penyakitnya.
Riwayat alamiah penyakit adalah perjalanan perkembangan penyakit pada seseorang sepanjang waktu, bila tidak dilakukan
pengobatan. (CDC, 2012 dan Gerstman, 2003). Sedangkan menurut Last (2001), riwayat alamiah penyakit adalah perjalanan
penyakit sejak timbul (onset atau inception) hingga selesai (resolution).
Sumber: RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT Handout Epidemiologi Penyakit Menular, Ade Heryana, S.SiT, M.KM
 Wabah:

Sumber: PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9491MENKES/SK/Vlll/2004 TENTANG


PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Wabah terjadi ketika ssuatu penyakit mulai menyebar dan menulari penduduk dengan jumlah lebih banyak daripada biasanya di dalam
suatu area atau komunitas atau saat musim-musim tertentu.
Wabah biasanya berlangsung dalam jangka waktu lama, mulai dari hitungan hari hingga tahun. Tidak hanya di satu wilayah, tetapi
wabah juga bisa meluas ke daerah atau negara lain di sekitarnya.
Namun, tidak semua penyakit menular dapat disebut sebagai wabah. Suatu penyakit dapat dikatakan wabah ketika penyakit tersebut
memiliki kondisi sebagai berikut:
 Sudah lama tidak muncul dan menjangkiti masyarakat
 Datang penyakit baru yang sebelumnya tidak diketahui
 Penyakit tersebut baru pertama kali menjangkiti masyarakat di daerah tersebut

STEP 2

1. Apa definisi dari epidemiologi?


2. Apa saja yang di ukur dalam epidemiologi?
3. Apa epidemiologi dan pencegahan?
4. Apa saja prinsip dan metode dari epidemiologi?
5. Apa saja batasan batasan dari epidemiologi?
6. Apa saja konsep epidemiologi?
7. Bagaimana proses terjadinya penyakit infeksi?
8. Apa saja ruang lingkup & masing-masing perbedaan dari ruang lingkup dari epidemiologi?
9. Apa unsur-unsur dari segitiga epidemiologi?
10. Apa saja 3 faktor pada epidemiologi (besar masalah, distribusi, determinan)?
11. Apa manfaat dan tujuan dari epidemiologi?
12. Apa saja macam-macam dari penelitian epidemiologi?
13. Bagaimana cara mendapatkan sumber data dari epidemiologi?

8
14. Apa strategi dari epidemiologi?
15. Apa objek epidemiologi?
16. Apa definisi dari KLB dan wabah?
17. Apa kriteria KLB dan wabah?
18. Bagaimana penggolongan KLB dan wabah?
19. Bagaimana cara pencegahan & penanggulangan dari wabah?
20. Bagaimana cara identifikasi penyebab KLB?
21. Bagaimana indikator keberhasilan dari penanggulangan KLB?
22. Apa saja contoh contoh penyakit yang menjadi KLB dan wabah di Indonesia?
23. Apa definisi dari riwayat alamiah penyakit?
24. Bagaimana mekanisme/tahapan dari riwayat alamiah penyakit?
25. Apa saja hal hal yang harus diketahui dari riwayat alamiah penyakit?
26. Bagaimana cara menentukan riwayat alamiah penyakit?
27. Apa saja manfaat riwayat alamiah penyakit?
28. Bagaimana strategi pencegahan penyakit menular?
29. Pencegahan dan pengendalian infeksi covid-19?

STEP 3

1. Apa definisi dari epidemiologi?


Definisi Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan-determinan yang berhubungan dengan kesehatan atau
kejadian pada populasi tertentu dan menerapkan studi ini untuk mengendalikan masalah-masalah kesehatan.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit dan determinannya pada manusia (MacMahon & Pugh, 1970).
Distribusi penyakit dapat dideskripsikan menurut faktor orang (usia, jenis kelamin, ras), tempat (penyebaran geografis), dan waktu,
sedangkan pengkajian determinan penyakit mencakup penjelasan pola distribusi penyakit tersebut menurut faktor-faktor penyebab-
nya.
Istilah epidemiologi berasal dari kata 'epi' (atas), 'demos' (rakyat; penduduk), dan 'logos' (ilmu), sehingga epidemiologi dapat diartikan
sebagai 'ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang terjadi/menimpa penduduk'.
Epidemiologi tidak terbatas hanya mempelajari tentang epidemi (wabah).
Menurut sejarah perkembangan, epidemiologi dibedakan atas:
1. Epidemiologi klasik: terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah serta terjadinya penyakit menurut konsep
epidemiologi klasik.
2. Epidemiologi modern: merupakan sekumpulan konsep yang digunakan dalam studi epidemiologi yang terutama bersifat
analitik, selain untuk penyakit menular wabah dapat diterapkan juga untuk penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak
menular, serta masalah-masalah kesehatan lainnya. Menurut bidang penerapannya, epidemiologi modern dibagi atas:
 Epidemiologi lapangan
 Epidemiologi komunitas
 Epidemiologi klinik
 Secara praktis ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu studi mengenai
fenomena dan studi mengenai penduduk (tabel 1.1), sedangkan ruang lingkup epidemiologi klinik yang mempelajari mengenai
peristiwa klinik serta kaitannya dengan riwayat alamiah penyakit diperlihatkan pada diagram 1.1.


Menurut metode investigasi yang digunakan, epidemiologi dibedakan atas:
1. Epidemiologi deskriptif: mempelajari peristiwa dan distribusi penyakit
2. Epidemiologi analitik: mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi penyakit ('determinan'-nya)
Sumber: EPIDEMIOLOGI KEBIDANAN Edisi 2 Johan Harlan PENERBIT GUNADARMA _ JAKARTA 2008, halaman 1

TIPE-TIPE STUDI EPIDEMIOLOGI


Tujuan dari penelitian epidemiologi adalah pengendalian penyakit dan pencegahan penyakit yang diperkirakan akan membebani
individu maupun masyarakat di masa mendatang. Studi epidemiologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko penyakit, faktor-
faktor promotif dan preventif serta manfaat tindakan tertentu terhadap suatu kondisi kesehatan . Secara garis besar ada 2 rancangan
epidemiologi yang sering yaitu studi observational dan studi eksperimental.

STUDI OBSERVASIONAL
Observasional studi merupakan salah satu tipe studi epidemiologi. Terdapat dua jenis penelitian observasional yaitu deskriptif dan
analitik. Jenis penelitian analitik terdapat beberapa tipe yaitu cross sectional, case control dan cohort.

Cross sectional
Studi cross sectional (potong lintang) disebut juga survei sampel, sering digunakan untuk memperkirakan prevalensi penyakit atau
faktor resiko di suatu populasi. Dengan membandingkan prevalensi penyakit di antara kelompok-kelompok populasi, yang

9
diklasifikasikan berdasarkan pemaparan terhadap suatu faktor risiko. Keunggulan utama dari survai sampel adalah penyelesaian
pengumpulan data yang cepat dan efisien (tidak melakukan follow up), tetapi penalaran hubungan sebab- akibat sulit dilakukan
karena pengukuran kejadian penyakit dan pemaparan faktor resiko dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Case control
Studi case control dimulai dari menemukan kasus penyakit tertentu di populasi, kasus-kasus penyakit tersebut diidentifikasi saat
mereka terdiagnosis (incident cases) atau dikumpulkan setelah periode tertentu (cumulative cases), ) lalu dicari apakah kasus tersebut
sebelumnya terpapar suatu faktor risiko (exposure) atau tidak, kemudian dipilih kontrol sebagai pembanding atau acuan yaitu
individu yang tidak menderita sakit. Pengukuran efek didasarkan atas perbandingan odds terpapar faktor risiko di antara kasus yang
menderita sakit dan kontrol. Rancangan case control ini relatif cepat, tidak terlalu mahal dan memberikan hasil yang cukup
akurat. Rancangan ini sesuai untuk kasus-kasus yang jarang terjadi (rare disease).

Sebagai contoh, penelitian Herbst yang mengamati keterkaitan pemakaian diethylstillbestrol selama kehamilan dan timbulnya
karsinoma vagina pada anak yang dikandung setelah mereka lahir dan melewati masa remaja, dengan membandingkan risiko kanker
tersebut dengan kontrol, yakni mereka yang sepadan umur dan tidak menderita kanker.

Cohort
Dalam rancangan cohort, subyek penelitian diikuti sejak mereka semua masih terbebas dari penyakit yang diteliti. Di antaranya
terdapat subyek penelitian yang terpapar suatu faktor risiko dengan intensitas yang mungkin bervariasi, ada yang sama sekali tidak
terpapar faktor risiko tersebut. Masing-masing kelompok diikuti (follow up) untuk mengetahui apakah muncul outcome berupa
penyakit. Pengukuran efek didasarkan dari perbandingan risiko antara subyek yang terkena penyakit karena terpapar faktor risiko
terhadap populasi yang terkena penyakit tetapi tidak terpapar suatu faktor risiko.

STUDI EKSPERIMENTAL
Tipe studi epidemiologi lainnya adalah eksperimental. Epidemiologi eksperimental secara umum terdiri dari Uji klinik (randomized
control trial/RCT) dan uji pencegahan (preventive trial). RCT digunakan untuk menilai daya guna tindakan kesehatan (obat,
prosedur terapi) sedangkan uji pencegahan misalnya uji vaksin untuk menilai daya guna (efficacy) vaksin.
Rancangan RCT biasanya digunakan untuk mengevaluasi program pereventif atau terapi yang baru. Pada studi ini subyek
dialokasikan secara random menjadi kelompok terapi dan kelompok kontrol. Lalu diamati outcome yang diinginkan. Rancangan
studi ini sebagai berikut :

SKALA PENGUKURAN
Ada empat jenis skala pengukuran yang disusun menurut kekuatan dan kerincian informasi dari rendah ke tinggi, yaitu skala nominal,
skala ordinal, skala interval dan skala ratio.
 Skala nominal terdiri atas dua atau lebih kategori. Kalau terdiri dari dua kategori disebut dikotomi, tiga atau lebih
politomi. Kategori bersifat terpisah secara tegas (mutually exclusive) dan semua subjek terbagi habis (comprehensively
exhaustive). Contoh : jenis kelamin (pria, wanita), status perkawinan (menikah, lajang, janda/duda mati, janda/duda cerai)
 Skala ordinal memiliki tambahan kualitas, yaitu perjenjangan seperti tangga. Hal ini disebabkan kategori-kategori yang
diurutkan. Jarak antar kategori tidak harus sama. Contoh : kebiasaan merokok (bukan perokok, perokok ringan, perokok
sedang, perokok berat)
 Pada skala interval jarak antar kelas atau kategori sama atau seragam dan tidak memiliki nol absolut, contoh umur (1-5 th,
5-10 th, dan seterusnya)
 Skala ratio memiliki sifat skala interval juga memiliki nol absolut, yaitu nol berarti karakteristik yang diukur tidak ada.
Contoh: berat badan diukur dalam kilogram.

10
Sumber: Epidemiologi FK UGM

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan-determinan yang berhubungan dengan kesehatan atau
kejadian pada populasi tertentu dan menerapkan studi ini untuk mengendalikan masalah-masalah kesehatan.

Berbeda dengan kedokteran klinis yang lebih spesifik pada masalah diagnosis, terapi, proses penyembuhan dan perawatan pada
individu, epidemiologi lebih berorientasi pada populasi yang meliputi proses penelitian, pencegahan, evaluasi dan perencanaan.

KEPENTINGAN EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi dapat digunakan untuk menentukan penyebab (causation), sebagai contoh bagaimana faktor-faktor lingkungan dan
genetik berpengaruh pada baik dan buruknya kesehatan. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor-faktor biologi, kimiawi, fisik,
psikologis dan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kesehatan.

Epidemiologi juga dapat mempelajari riwayat alamiah (natural history) dari suatu penyakit. Individu yang awalnya sehat kemudian

genetik

Sehat Sakit

environment

sakit bahkan sampai meninggal atau sembuh dapat terjadi akibat suatu proses alamiah tubuh, penyakit atau karena proses pengobatan.

Studi epidemiologi dapat digunakan untuk menggambarkan status kesehatan pada populasi, berapa proporsi yang sehat, bagaimana

Sehat
Perubahan Sakit
Sehat
subklinis (klinis)
Sakit

status kesehatan berubah menurut waktu, kejadian penyakit yang berbeda stiap wilayah geografi dan lain sebagainya. Epidemiologi
dapat digunakan pula untuk meng-evaluasi pengaruh suatu program preventif penyakit pada suatu populasi atau dampak terapi
pada suatu populasi.

Terapi/ Pelayanan
medis

Sehat Sakit

Promosi kesehatan Upaya


preventif Pelayanan kesehatan
masyarakat

Sumber: Epidemiologi FK UGM

11
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 7-8
2. Apa saja yang di ukur dalam epidemiologi?

Epidemiologi deskriptif melakukan identifikasi adanya distribusi kejadian penyakit. Mempelajari distribusi penyakit dapat dilihat
dari 3 aspek yaitu waktu, orang dan tempat.

1. Waktu

Mempelajari distribusi penyakit menurut waktu merupakan aspek utama analisis epidemiologi. Distribusi kejadian penyakit ini
biasanya dinyatakan dalam bulanan atau tahunan. Ada tiga macam perubahan dalam distribusi penyakit yang dapat diidentifikasi
menurut waktu yaitu :
Secular trends, yaitu perubahan atau variasi frekuensi kejadian penyakit dalam jangka panjang
Cyclic change, perubahan yang terjadi secara periodis dalam satu tahun, atau lebih
Fluktuasi jangka pendek yang sering ditemukan dalam epidemi penyakit.
p
e

e
n

4Per
s

s
r

Su 197
Kot
0sen
8
aK
mbtas
198
3eota
er 1:
+D
0Pe
pro198
esa 12
ndu
fil 4
De
2duk
kes198
sa
0
Mis
7
eha
kin
199
1
Ind
199
Ind
03
one
one
199
sia
sia
Ta6
199
7hun
tahu
197n
2. Orang8-
199
Beberapa karakteristik penting yang secara rutin diperhatikan dalam mempelajari distribusi kejadian penyakit menurut orang adalah
6
umur dan jenis kelamin. Angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) umumnya berhubungan dengan umur dan
jenis kelamin. Sebagai contoh, diare akut non-spesifik umumnya terjadi pada balita dan ini penting secara epidemiologi oleh karena
kelompok usia balita memang paling rentan untuk menderita diare, yang jika tidak diatasi segera dapat berakibat fatal.
Variabel lain yang juga diperhitungkan adalah ras, pekerjaan, status perkawinan, gilongan darah, kecenderungan kepribadian
dan variabel keluarga misalnya ukuran keluarga.
3. Tempat

Mempelajari distribusi penyakit menurut tempat sering dinyatakan menurut suatu lokasi yang dibatasi oleh batas- batas alam

Angka Kelahiran Menurut Umur Ibu


tahun 1971-1991

35
0
30
0
25
0
20
0
15
0
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44
10 45-9
0
Sensus Sensus
50 1971 1980
0 Sensus
1991
Sumber : profil kesehatan
Indonesia 1997
(misalnya gunung, sungai) atau batas administrasi pemerintahan. Batas alam lebih memiliki arti dalam kaitan dengan pemahaman
etiologi penyakit. Tempat/wilayah berkaitan dengan tinggi rendahnya frekuensi penyakit oleh karena kondisi lingkungan tertentu,
iklim misalnya kelembaban, curah hujan, ketinggian, kandungan mineral, penyediaan air dan sebagainya.
Berikut ini merupakan contoh-contoh epidemiologi deskriptif.

Jumlah Desa Tertinggal di P. Jawa


Tahun 1995

248
Jawa Tengah 4
203
Jawa Timur
5
161
Jawa Barat
9
DI Yogyakarta 127
DKI Jaya0

0500 1000 1500 2000 2500 3000

PENGUKURAN KEJADIAN PENYAKIT

Sebagian besar permasalahan epidemiologi dapat dijawab dengan mengacu pada tingginya frekuensi suatu kejadian dalam berbagai
macam keadaan. Frekuensi kejadian ini ditunjukkan oleh proporsi atau fraksi pembilang/"numerator" (yang meliputi sejumlah
kasus) dan penyebut/"denominator" yang meliputi banyaknya orang yang menderita suatu penyakit.

RATE, RATIO DAN PROPORSI

13
Pada epidemiologi, alat terpenting untuk mengukur frekuensi kejadian adalah rate (angka, sering juga disebut tingkat), tetapi juga
digunakan ratio dan proporsi. Ukuran-ukuran tersebut (rate, ratio dan proporsi) merupakan hasil bagi antara numerator (pembilang)
dan denominator (penyebut)

a. Ratio
Ratio mencerminkan hubungan antara dua bilangan, adalah bentuk hasil bagi, X : Y atau x/y.
Contoh: ratio pria dan wanita anak balita di Kecamatan A pada 1 Januari 2000 adalah 1.000 : 2.000 adalah 0,5 pria berbanding 1
wanita atau 50 pria untuk setiap 100 wanita. Dalam hal ini maka ratio pria dan wanita adalah 1:2.

b. Proporsi
Proporsi merupakan bentuk khusus dari ratio, dimana di dalam denominator (penyebut) termasuk juga numerator (pembilang)
dan hasilnya adalah nilai yang dinyatakan dalam bentuk persentase.
Contoh: Proporsi penduduk balita berjenis kelamin wanita di Kecamatan B pada 1 Januari 2000 adalah 2.000/3.000 x 100% = 66%

c. Rate
Rate merupakan hitungan frekuensi kejadian suatu penyakit selama periode waktu yang tertentu. Rate seringkali digunakan
sebagai dasar perbandingan untuk populasi yang berbeda atau populasi yang sama pada waktu yang berbeda. Ukuran ini sebagai
alat untuk menilai suatu faktor etiologi (penyebab) dan membandingkan perkembangan (terjadinya) penyakit pada dua
populasi yang berbeda.

NATALITAS
Angka kelahiran (natality rates) mengukur frekuensi bayi yang lahir dalam populasi tertentu dan dihitung berdasarkan interval waktu
dan tempat tertentu, menurut kelompok umur ibu tertentu, menurut jenis kelamin bayi, menurut status sosial ekonomi dan lain-lain.
Biasanya dinyatakan dalam perjumlah beresiko (k) yaitu per 1000.

Crude Birth Rates (CBR) adalah proporsi jumlah bayi yang lahir hidup pada periode tahun tertentu dibagi populasi pada
pertengahan tahun.

Ratio Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (ratio BBLR) adalah jumlah bayi lahir hidup dengan berat lahir < 2.500 gr selama
periode waktu yang tertentu dibagi jumlah kelahiran hidup yang dilaporkan selama periode waktu yang sama.

Jumlah jumlah bayi yang lahir hidup


dengan berat lahir < 2.500 gr selama
Ratioperiode waktu yang tertentu BBLR =
X
Jumlah kelahiran hidup yang 10x
dilaporkan selama periode waktu
tertentu
MORBIDITAS
Ukuran-ukuran yang umum digunakan untuk morbiditas adalah prevalensi, insidensi, attack rate resiko relatif, attributable risk,
attributable risk percent.
 Prevalensi (P) adalah semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru dan lama) dari populasi yang berisiko menderita
penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu.

Jumlah orang yang menderita


sakit pada periode waktu
P =X 10 x
tertentu
Jumlah populasi yang
berisiko Pada periode
waktu tertentu
Prevalensi dibedakan menjadi dua tipe yaitu Point prevalence yang mengukur semua kasus yang terjadi pada waktu tertentu
(titik waktu) misalnya 1 Januari, I Agustus dsb, dan Period prevalence yang mengukur semua kasus yang terjadi pada periode
waktu tertentu misalnya selama tahun 1999 dsb.

14
 Insidensi (I) adalah angka kasus baru dari suatu penyakit dari populasi yang beresiko selama periode waktu tertentu.

Contoh : Selama tahun 1980 dilaporkan sebanyak 126 kasus penyakit DHF dari suatu populasi sebesar 20.000, maka angka

Jumlah kasus baru yang


menderita sakit pada periode
I waktu tertentu X
= Jumlah populasi yang 10x
berisiko Pada periode
waktu tertentu

insidensi penyakit tersebut 126/20.000 x 1000 = 6,3 kasus/1000 populasi.

 Attack Rate (AR) adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang dilaporkan pada periode waktu terjadinya epidemi dari
populasi. Contoh: dalam suatu kejadian luar biasa (outbreak) terdapat 26 kasus kolera di suatu wilayah, 15 dari kasus tersebut
adalah wanita sedangkan 25 adalah pria. Jumlah populasi daerah tersebut adalah 60 wanita dan 200 pria. Maka :

Attack rate pada pria = 25/200 x 100 = 12,5 Attack rate pada wanita = 15/60 x 100 = 25
Attack rate keseluruhan = 40/260 x 100 = 15,3

 Risiko relatif (RR) adalah derajat risiko populasi yang terkena penyakit karena terpapar faktor risiko terhadap populasi yang
terkena penyakit tetapi tidak terpapar suatu faktor risiko.

Penyakit

+ -

Faktor + a b
risiko
- c d

RR = a(a+b)/d(c+d)

 Attributable risk adalah selisih antara populasi yang terkena penyakit karena terpapar faktor risiko dengan populasi yang
terkena penyakit tetapi tidak terpapar faktor risiko.
 Attributable risk percent adalah persentase dari angka attributable risk dibagi jumlah populasi yang terkena penyakit karena
terpapar faktor risiko

MORTALITAS
Mortalitas merupakan ukuran frekuensi kematian dalam populasi yang spesifik pada interval waktu dan tempat yang tertentu.
 Crude Mortality Rate (CMR) adalah total jumlah populasi yang meninggal dibagi total jumlah populasi

Total populasi yang meninggal


CMR= X 105
Total jumlah populasi

 Infant Mortality Rate (IMR) adalah total jumlah kematian dalam satu tahun anak yang berumur kurang dari satu tahun
dibagi jumlah bayi yang lahir hidup pada tahun yang sama.
Total kematian dalam satu tahun
anak umur kurang dari satu tahun
IMR= X 103
Total bayi lahir hidup pada tahun yang sama

 Selain Infant Mortality Rate (IMR) terdapat pula Perinatal Mortality untuk kematian janin pada umur kehamilan 28
minggu hingga umur bayi 1 minggu, Neonatal Mortality untuk kematian bayi umur hingga 1 bulan dan Post Neonatal
Mortality untuk kematian bayi umur 1 bulan hingga 1 tahun.
 Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian yang disebabkan oleh penyebab yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan dan nifas selama periode waktu tertentu dibagi jumlah kelahiran hidup yang dilaporkan selama periode waktu
yang sama

15
Jumlah kematian yang disebabkan oleh penyebab yang
berkaitan dgn kehamilan, persalinan dan nifas selama
periode waktu tertentu
AKI =X 105
jumlah kelahiran hidup yang dilaporkan selama periode
waktu yang sama

 Case Fatality Rate (CFR) adalah angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tertentu pada periode waktu tertentu
dibagi jumlah kasus dari penyakit tersebut.
Contoh : Jumlah anak yang menderita penyakit campak tercatat sebesar 1000 anak dan 50 diantaranya meninggal oleh
karena campak tersebut. Maka CFR penyakit campak: 50/1000 x 100 = 5
Jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit tertentu pada periode
waktu tertentu
CFR =X 100
jumlah kasus dari penyakit tersebut

Sumber: Epidemiologi FK UGM


3. Apa epidemiologi dan pencegahan?
EPIDEMIOLOGI DAN PENCEGAHAN

PENGANTAR
Penyakit dapat dicegah dengan cara menghalanginya untuk terjadi atau dengan cara melakukan deteksi dini pada saat pengobatan
adalah lebih efektif dibanding lainnya. Banyak dokter tertarik pada bidang kdokteran karena amat ingin menyembuhkan penyakit.
Tetapi, masyarakat akan memilih untuk tidak menderita sakit sebagai pilihan pertama. Atau, jika mereka terpaksa harus sakit, mereka
memilih untuk mendapatkannya secara awal dan sembuh sebelum penyakit menyebabkan sesuatu yang berbahaya.

Banyak prinsip-prinsip pendekatan terhadap kegiatan pencegahan. Dalam materi ini akan dibahas mengenai tahap-tahap dalam
pencegahan dan penyaringan.

EPIDEMIOLOGI PENCEGAHAN
Dalam epidemiologi dikenal empat tahap dalam pencegahan. Tahap-tahap ini dibedakan atas dasar perkembangan dari penyakit.
Empat tahap tersebut adalah primordial, primary, secondary dan tertiary.

Primordial prevention
Primordial prevention berorientasi pada kondisi-kondisi yang melatarbelakangi timbulnya suatu penyakit. Tujuan dari primordial
prevention adalah bertujuan untuk mengetahui pola budaya, ekonomi, sosial dan sebagainya yang mempunyai peranan dalam
meningkatkan kejadian penyakit. Target dari tahap ini adalah populasi secara keseluruhan atau kelompok tertentu. Contoh
peraturan pemerintah mengenai larangan merokok.

Primary prevention
Primary prevention bertujuan untuk menekan insidensi penyakit dengan melakukan kontrol terhadap penyakit dan faktor
resikonya. Target utama dari tahap ini adalah populasi secara keseluruhan yang bertujuan menurunkan resiko (population
strategy), kelompok tertentu yang mempunyai resiko tinggi terkena penyakit (the high risk individual strategy) dan individu-
individu yang sehat. Contoh: penggunaan kondom untuk mencegah infeksi HIV. Program pendidikan agar masyarakat mengetahui
bagaimana penularan HIV dan apa yang harus mereka lakukan untuk mencegah penyebaran HIV merupakan bagian yang terpenting
dari tahap primary prevention.

Secondary prevention
Secondary prevention bertujuan untuk merawat pasien yang sakit dan menurunkan komplikasi yang serius dari penyakit dengan
melakukan diagnosis dan terapi. Tahap ini dapat diaplikasikan hanya pada penyakit yang masih pada tahap awal , penyakit
tersebut mudah dikenali dan dapat diterapi. Contoh: Kanker cervix, jika kanker ini dapat diketahui pada tahap dini maka pasien
dapat dengan mudah diterapi akan terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut.

Tertiary prevention
Tertiary prevention bertujuan untuk menurunkan komplikasi dan lebih lanjut dari penyakit, dan yang merupakan aspek
terpentingnya adalah terapi dan rehabilitasi. Pada tahap ini tercakup penurunan ketidak mampuan (impairement), kecacatan
(disability), dan mengurangi penderitaan (suffering).

SCREENING
Bila mengacu pada perjalanan ilmiah penyakit maka tindakan pencegahan primer merupakan upaya pencegahan penyakit terbaik. Bila
primary prevention tidak dapat dilakukan maka dapat dilakukan alternatif kedua yaitu deteksi dini dan pengobatan segera untuk
penyakit-penyakit yang belum dapat diatasi dengan tindakan pencegahan primer. Screening merupakan prosedur yang dilakukan
untuk deteksi dini.
Pendekatan yang dilakukan pada screening adalah memberikan perhatian segera pada tanda dan gejala awal dari penyakit dan
mendeteksi penyakit.

16
Screening adalah identifikasi penyakit yang tidak tampak dengan menggunakan pengujian (test) pemeriksaan, atau prosedur lain
yang dapat dilakukan secara cepat untuk memisahkan individu yang tampaknya sehat tetapi mungkin menderita penyakit.

Kegiatan penyaringan ini bertujuan untuk menentukan frekuensi kejadian atau riwayat perjalanan alamiah suatu keadaan atau
penyakit dan untuk mencegah penularan dan perlindungan masyarakat.

Karakteristik utama uji penyaringan ini adalah validitas, reliabilitas dan hasil (yield)

Sensitivitas dan Spesifisitas


Validitas dari tenik uji penyaringan adalah kemampuan teknik uji untuk memberikan petunjuk awal tentang individu yang benar-benar
menderita sakit dan mereka yang tidak sakit. Validitas uji ini mempunyai dua aspek yaitu sensitivitas dan spesifisitas.

 Sensitivitas (a/a+c)=kemampuan yang dimiliki oleh teknik uji untuk menunjukkan secara tepat individu-individu yang
menderita penyakit.
 Spesifisitas (d/c+d) = kemampuan yang dimiliki oleh teknik uji untuk menunjukkan secara tepat individu-individu yang
tidak menderita penyakit.
 Positive Predictive Value (a/a+b) = probabilitas adanya penyakit pada seseorang yang hasil testnya positif
 Negative Predictive Value (d/c+d) = probabilitas seseorang bebas dari penyakit karena hasil test negatif
 Likelihood ratio positif (a/a+c dibagi b/b+d) = probabilitas suatu hasil test positif pada penderita yang sakit
 Likelihood ratio negatif (c/a+c dibagi d/b+d) = proba-bilitas suatu hasil test negatif pada orang yang tidak sakit

Uji yang sensitif diperlukan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya berbahaya tetapi sebenarnya dapat diobati, misalnya TBC dan
sifilis. Sedangkan uji yang spesifik diperlukan untuk penyakit-penyakit yang jika hasil positif palsu dapat membahayakan pasien,
misalnya adalah kanker

Keadaan yang ingin dicapai oleh hasil uji penyaringan adalah sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 100%, tetapi hal ini tidak
mungkin sehingga biasanya hanya ditentukan dengan cutt of point saja.

Kesepakatan Interobserver dan intraobserver

Reliabilitas suatu alat uji penyaringan dipengaruhi dua faktor yaitu


1) variasi yang dipengaruhi oleh metode-nya misalnya karena stabilitas reagensia atau variasi karakteristik (variabel yang diukur)
seperti fluktuasi kadar darah oleh makan dan lain-lain
2) variasi pengamat, yang terjadi karena perbedaan antar pengamat (interobserver variation) dan variasi antar pembacaan oleh
pengamat yang sama (intraobserver variation)
Sumber: Epidemiologi FK UGM

4. Apa saja prinsip dan metode dari epidemiologi?


PRINSIP & METODE EPIDEMIOLOGI DALAM PERENCANAAN & EVALUASI
PENGANTAR

Perencanaan pelayanan kesehatan (Health Service Planning) merupakan suatu proses untuk menetapkan tujuan-tujuan utama
dari pelayanan kesehatan dan menetapkan alternatif program untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan evaluasi adalah suatu
proses yang dilakukan secara sistematik dan terarah untuk mengetahui hubungan (relevancy), efektifitas (effectiveness), efisiensi
dan dampak dari suatu program yang dilaksanakan.

PLANNING CYCLE

17
Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses perencanaan dan evaluasi ini yaitu:
1) mengukur besarnya masalah/penyakit (burden of illness),
2) mengidentifikasi penyebab dari penyakit (causes of illness),
3) mengukur efektifitas intervensi,
4) menilai efisiensi dari sumber-sumber yang digunakan,
5)mengimplementasikan intervensi,
6) mengawasi (monitoring) pelaksanaan intervensi,
7)mengukur kembali burden of illness

Burden of illness
Burden of illness dapat diketahui dari angka prevalensi, angka insidensi, angka mortalitas atau ukuran-ukuran yang
menggambarkan dari dampak penyakit seperti kecacatan atau penurunan kualitas hidup.

Causes
Setelah mengetahui besarnya masalah/penyakit, langkah berikutnya adalah mengidentifikasi penyebab (causes) dari penyakit yang
dapat diintervensi serta menetukan bentuk intervensinya. Intervensi sebisa mungkin merupakan primary prevention .

Efektifitas
Untuk menilai efektifitas suatu intervensi di masyarakat perlu diperhatikan beberapa hal seperti:
1) Seberapa baik intervensi tersebut
2) Kemampuannya untuk menyaring (screening) dan mendiagnosis penyakit secara akurat,
3) Intervensi tersebut memberi keuntungan bagi masyarakat, artinya intervensi ini harus tersedia (available) dan diterima (acceptable)
oleh semua masyarakat.

Effisiensi
Efisiensi adalah suatu ukuran yang menunjukkan hubungan antara hasil-hasil yang dicapai oleh suatu intervensi atau program
terhadap sumber-sumber yang dikeluakan (uang, tenaga dan waktu). Ada dua pendekatan yang dilakukan untuk menilai efisiensi yaitu
cost effectiveness analysis dan cost benefit analysis.
Sumber: Epidemiologi FK UGM

5. Apa saja batasan batasan dari epidemiologi?

Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 6-7
6. Apa saja konsep epidemiologi?

18
sehat (WHO) : “keadaan yang sempurna baik fisik, mental
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 12-14
7. Bagaimana proses terjadinya penyakit infeksi?

19
20
21
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 12-14

8. Apa saja ruang lingkup & masing-masing perbedaan dari ruang lingkup dari epidemiologi?
_ Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian epidemiologi mencakup:
- Penyakit menular wabah
- Penyakit menular bukan wabah
- Penyakit tidak menular
- Masalah kesehatan lainnya
Secara praktis ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu studi mengenai
fenomena dan studi mengenai penduduk (tabel 1.1), sedangkan ruang lingkup epidemiologi klinik yang mempelajari mengenai
peristiwa klinik serta kaitannya dengan riwayat alamiah penyakit diperlihatkan pada diagram 1.1.

Keunikan Epidemiologi jika dibandingkan dengan cabang-cabang lain Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ialah:
1. Epidemiologi tidak mempelajari individu, melainkan kelompok orang.
2. Epidemiologi memperbandingkan satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.
3. Epidemiologi mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu
daripada kelompok tanpa kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik tertentu tersebut dinamakan
kelompok berisiko tinggi (high risk group).

22
Sumber: EPIDEMIOLOGI KEBIDANAN Edisi 2 Johan Harlan PENERBIT GUNADARMA _ JAKARTA 2008, halaman 2-3

9. Apa unsur-unsur dari segitiga epidemiologi?


KONSEP DASAR TIMBULNYA PENYAKIT
_ Segitiga Epidemiologi
Dalam pandangan Epidemiologi Klasik dikenal segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle) yang digunakan untuk menganalisis
terjadinya penyakit. Segitiga ini terdiri atas pejamu (host), agen (agent), dan lingkungan (environment).

Diagram 2.1. Segitiga epidemiologi: pejamu, agen, dan lingkungan Konsep ini bermula dari upaya untuk menjelaskan proses
timbulnya penyakit menular dengan unsur-unsur mikrobiologi yang infeksius sebagai agen, namun selanjutnya dapat pula digunakan
untuk menjelaskan proses timbulnya penyakit tidak menular dengan memperluas pengertian ‘agen’. Dalam konsep ini faktor-faktor
yang menentukan terjadinya penyakit diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Agen penyakit (faktor etiologi)
(a) Zat nutrisi: ekses (kolesterol) / defisiensi (protein)
(b) Agen kimiawi: zat toksik (CO) / alergen (obat)
(c) Agen fisik (radiasi, trauma)
(d) Agen infeksius:
- parasit (skistosomiasis)
- protozoa (amuba)
- bakteri (tuberkulosis)
- jamur (kandidiasis)
- riketsia (tifus)
- virus (poliomielitis)
(e) Agen psikis: trauma psikologis
2. Faktor pejamu (faktor intrinsik): mempengaruhi pajanan, kerentanan, respons terhadap agen.
(a) Genetik (buta warna)
(b) Usia
(c) Jenis kelamin
(d) Ras
(e) Status fisiologis (kehamilan)
(f) Status imunologis (hipersensitivitas)
(g) Penyakit lain yang sudah ada sebelumnya
(h) Perilaku manusia (diet)
3. Faktor lingkungan (faktor ekstrinsik): mempengaruhi keberadaan agen, pajanan, atau kerentanan terhadap agen
(a) Lingkungan fisik (iklim)
(b) Lingkungan biologis:
- Populasi manusia (kepadatan penduduk)
- Flora (sumber makanan)
- Fauna (vektor artropoda)
(c) Lingkungan sosial-ekonomi:
- Pekerjaan (pajanan terhadap zat kimia)
- Urbanisasi dan perkembangan ekonomi (kehidupan perkotaan, atmosfer, crowding)
- Bencana dan musibah (banjir)
(d) Modus komunikasi: fenomena dalam lingkungan yang mempertemukan pejamu dengan agen, seperti vektor, media, dan
reservoir.
- Vektor adalah organisme hidup yang berperan pada penyakit menular, seperti nyamuk dan arthropoda lainnya.
- Media (vehicle) adalah benda mati yang berperan pada penyakit menular, seperti air minum yang mengandung mikroba,
kain lap yang kotor, dan sebagainya.
- Reservoir adalah lokasi yang berperan sebagai sumber penyakit secara berkelanjutan, seperti menara air (sumber penularan
infeksi legionella), tanah sebagai sumber penyebaran tetanus, dan sebagainya.
Sumber: EPIDEMIOLOGI KEBIDANAN Edisi 2 Johan Harlan PENERBIT GUNADARMA _ JAKARTA 2008, halaman 22-24

23
10. Apa saja 3 faktor pada epidemiologi (besar masalah, distribusi, determinan)?
11. Apa manfaat dan tujuan dari epidemiologi?

24
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 8-11
Studi Epidemiologi
Dari spektrum penyakit, yaitu urutan peristiwa yang terjadi pada manusia sejak saat pajanan (exposure) terhadap agen etiologi sampai
dengan kematian (diagram 1.2), hanya sebagian kecil yang umumnya disadari oleh pengamat kesehatan, yaitu apabila kasus telah
berkembang penuh. Walaupun demikian, dalam Epidemiologi diupayakan untuk sedapat mungkin mempelajari seluruh rentang
spektrum penyakit.

Tujuan studi epidemiologi adalah:


1. Mendiagnosis masalah kesehatan masyarakat.
2. Menentukan riwayat alamiah dan etiologi penyakit.
3. Menilai dan merencanakan pelayanan kesehatan.
Ketiga tujuan tersebut dicapai dengan melakukan surveilans epidemiologi dan penelitian epidemiologi. Surveilans epidemiologi
meliputi kegiatan-kegiatan:
1. Pengumpulan data secara sistematis dan kontinu.
2. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data sehingga menghasilkan informasi.
3. Penyebarluasan informasi tersebut kepada instansi yang berkepentingan.
4. Penggunaan informasi tersebut untuk pemantauan, penilaian, dan perencanaan program kesehatan.
Penelitian epidemiologi mencakup kegiatan yang sama dengan surveilans epidemiologi, tetapi pengumpulan datanya tidak dilakukan
secara kontinu. Penelitian epidemiologi terutama bersifat observasional (pada epidemiologi lapangan), yang mempelajari hubungan
antara pajanan dengan terjadinya penyakit (disease). Untuk menyederhanakan penilaian, dalam kebanyakan studi digunakan
pengukuran pajanan dan penyakit yang berskala dikotomi (ada vs tidak ada pajanan, ada vs tidak ada penyakit; tabel 1.2).

25
Pajanan dapat berasal dari luar diri subjek yang dipelajari (kebisingan lingkungan, zat toksik dalam makanan, dan sebagainya),
perilaku subjek (penggunaan sabuk pengaman saat berkendara, perokok, dan sebagainya), maupun faktor internal pada subjek (usia,
jenis kelamin, dan sebagainya). Faktor risiko adalah pajanan yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit, sedangkan faktor
preventif adalah pajanan yang menurunkan risiko terjadinya penyakit.
Contoh 1.1:
Misalkan akan dipelajari kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan kejadian diare dalam satu bulan terakhir pada 100 orang
penduduk sebuah desa. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel 2×2 berikut.

Di sini kebiasaan mencuci tangan sebelum makan merupakan pajanan, sedangkan penyakitnya adalah kejadian diare. Kebiasaan
dapat dianggap sebagi faktor preventif yang menurunkan risiko kejadian diare.
Sumber: EPIDEMIOLOGI KEBIDANAN Edisi 2 Johan Harlan PENERBIT GUNADARMA _ JAKARTA 2008, halaman 3-5
12. Apa saja macam-macam dari penelitian epidemiologi?
TIPE-TIPE STUDI EPIDEMIOLOGI
Tujuan dari penelitian epidemiologi adalah pengendalian penyakit dan pencegahan penyakit yang diperkirakan akan membebani
individu maupun masyarakat di masa mendatang. Studi epidemiologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko penyakit, faktor-
faktor promotif dan preventif serta manfaat tindakan tertentu terhadap suatu kondisi kesehatan . Secara garis besar ada 2 rancangan
epidemiologi yang sering yaitu studi observational dan studi eksperimental.

STUDI OBSERVASIONAL
Observasional studi merupakan salah satu tipe studi epidemiologi. Terdapat dua jenis penelitian observasional yaitu deskriptif dan
analitik. Jenis penelitian analitik terdapat beberapa tipe yaitu cross sectional, case control dan cohort.

Cross sectional
Studi cross sectional (potong lintang) disebut juga survei sampel, sering digunakan untuk memperkirakan prevalensi penyakit atau
faktor resiko di suatu populasi. Dengan membandingkan prevalensi penyakit di antara kelompok-kelompok populasi, yang
diklasifikasikan berdasarkan pemaparan terhadap suatu faktor risiko. Keunggulan utama dari survai sampel adalah penyelesaian
pengumpulan data yang cepat dan efisien (tidak melakukan follow up), tetapi penalaran hubungan sebab- akibat sulit dilakukan
karena pengukuran kejadian penyakit dan pemaparan faktor resiko dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Case control
Studi case control dimulai dari menemukan kasus penyakit tertentu di populasi, kasus-kasus penyakit tersebut diidentifikasi saat
mereka terdiagnosis (incident cases) atau dikumpulkan setelah periode tertentu (cumulative cases), ) lalu dicari apakah kasus tersebut
sebelumnya terpapar suatu faktor risiko (exposure) atau tidak, kemudian dipilih kontrol sebagai pembanding atau acuan yaitu
individu yang tidak menderita sakit. Pengukuran efek didasarkan atas perbandingan odds terpapar faktor risiko di antara kasus yang
menderita sakit dan kontrol. Rancangan case control ini relatif cepat, tidak terlalu mahal dan memberikan hasil yang cukup
akurat. Rancangan ini sesuai untuk kasus-kasus yang jarang terjadi (rare disease).

Sebagai contoh, penelitian Herbst yang mengamati keterkaitan pemakaian diethylstillbestrol selama kehamilan dan timbulnya
karsinoma vagina pada anak yang dikandung setelah mereka lahir dan melewati masa remaja, dengan membandingkan risiko kanker
tersebut dengan kontrol, yakni mereka yang sepadan umur dan tidak menderita kanker.

26
Cohort
Dalam rancangan cohort, subyek penelitian diikuti sejak mereka semua masih terbebas dari penyakit yang diteliti. Di antaranya
terdapat subyek penelitian yang terpapar suatu faktor risiko dengan intensitas yang mungkin bervariasi, ada yang sama sekali tidak
terpapar faktor risiko tersebut. Masing-masing kelompok diikuti (follow up) untuk mengetahui apakah muncul outcome berupa
penyakit. Pengukuran efek didasarkan dari perbandingan risiko antara subyek yang terkena penyakit karena terpapar faktor risiko
terhadap populasi yang terkena penyakit tetapi tidak terpapar suatu faktor risiko.

STUDI EKSPERIMENTAL
Tipe studi epidemiologi lainnya adalah eksperimental. Epidemiologi eksperimental secara umum terdiri dari Uji klinik (randomized
control trial/RCT) dan uji pencegahan (preventive trial). RCT digunakan untuk menilai daya guna tindakan kesehatan (obat,
prosedur terapi) sedangkan uji pencegahan misalnya uji vaksin untuk menilai daya guna (efficacy) vaksin.
Rancangan RCT biasanya digunakan untuk mengevaluasi program pereventif atau terapi yang baru. Pada studi ini subyek
dialokasikan secara random menjadi kelompok terapi dan kelompok kontrol. Lalu diamati outcome yang diinginkan. Rancangan
studi ini sebagai berikut :

SKALA PENGUKURAN
Ada empat jenis skala pengukuran yang disusun menurut kekuatan dan kerincian informasi dari rendah ke tinggi, yaitu skala nominal,
skala ordinal, skala interval dan skala ratio.
 Skala nominal terdiri atas dua atau lebih kategori. Kalau terdiri dari dua kategori disebut dikotomi, tiga atau lebih
politomi. Kategori bersifat terpisah secara tegas (mutually exclusive) dan semua subjek terbagi habis (comprehensively
exhaustive). Contoh : jenis kelamin (pria, wanita), status perkawinan (menikah, lajang, janda/duda mati, janda/duda cerai)
 Skala ordinal memiliki tambahan kualitas, yaitu perjenjangan seperti tangga. Hal ini disebabkan kategori-kategori yang
diurutkan. Jarak antar kategori tidak harus sama. Contoh : kebiasaan merokok (bukan perokok, perokok ringan, perokok
sedang, perokok berat)
 Pada skala interval jarak antar kelas atau kategori sama atau seragam dan tidak memiliki nol absolut, contoh umur (1-5 th,
5-10 th, dan seterusnya)
 Skala ratio memiliki sifat skala interval juga memiliki nol absolut, yaitu nol berarti karakteristik yang diukur tidak ada.
Contoh: berat badan diukur dalam kilogram.
Sumber: Epidemiologi FK UGM

13. Bagaimana cara mendapatkan sumber data dari epidemiologi?


METODE PENGUMPULAN DATA
Secara garis besar metode pengumpulan data dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Pengamatan/Observasi, metode ini meliputi penggunaan teknik-teknik yang bervariasi dari pengamatan visual sederhana
sampai dengan cara pengamatan yang memerlukan ketrampilan seperti pemeriksaan klinis atau menggunakan alat-alat
seperti radiografi, mikrobiologi atau kimia klinik
 Wawancara terstruktur dengan keuesioner dan kuesioner yang diisi sendiri. Menggunakan data dokumenter, cara ini
relatif mudah dan dapat memberikan informasi perorangan maupun seluruh populasi serta cara terbaik untuk mempelajari
peristiwa atau kejadian di masa lalu
Sumber: Epidemiologi FK UGM

14. Apa strategi dari epidemiologi?


Di Indonesia sampai saat ini angka kematian neonatal, bayi dan balita berbeda-beda diantara pedesaan dan perkotaan, kaya dan miskin,
pendidikan tinggi dan pendidikan rendah, dan diantara provinsi; Status gizi kurang dan buruk, dan berat badan lahir rendah (BBLR)
juga berbeda diantara provinsi (Bachtiar, 2011). Penyakit-penyakit demam berdarah, malaria, ISPA, TB dan penyakit-penyakit
menular lainnya belum terlihat cenderung menurun yang signifikan. Di samping itu beberapa penyakit tak menular seperti penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus, beberapa jenis kanker meningkat pula. Sebetulnya kematian dan penyakit-penyakit tersebut dapat
dikurangi, apabila pelayanan kesehatan primer yang termasuk dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) berjalan dengan
baik. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (Depkes, 2004) tertulis dua upaya kesehatan yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
UKM terdiri atas tiga strata yaitu strata pertama, strata kedua dan strata ketiga.

27
 UKM strata pertama mempunyai 3 fungsi yaitu:
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
b. Pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dan
c. Pusat pelayanan kesehatan primer- unit pelayanan kesehatan perifer di puskemas.
Unit pelayanan kesehatan primer yang termasuk dalam UKM strata pertama dan dilaksanakan di tingkat puskesmas
sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Pelayanan promotif termasuk promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak dan perbaikan gizi
b. Pelayanan preventif termasuk keluarga berencana, kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit
c. Pelayanan kesehatan kuratif yang hanya mencakup pengobatan sederhana
 Pelayanan kesehatan primer yang termasuk dalam UKM strata kedua dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penanggung jawabnya adalah dinas kesehatan kabupaten/kota yang didukung secara lintas sektor.
Fungsinya mencakup fungsi manajerial termasuk perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, dan fungsi teknis yang terdiri atas 7 kegiatan seperti tersebut di atas.
 Pelayanan kesehatan primer yang termasuk dalam UKM strata ketiga berada di tingkat pusat sebagai berikut:
- Di Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dikelola promosi kesehatan, kesehatan ibu
dan anak dan perbaikan gizi.
- Di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dikelola keluarga berencana.
- Di DirektoratJenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan dikelola
pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan.
- Di kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dikelola kesehatan lingkungan dan di Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik dikelola pengobatan.
Sejak tahun 2000 telah dikumandangkan Millenium Development Goals (MDGs) yang pada tahun 2015 harus dicapai tujuannya
(Dit. Jen. Binkesmas, 2010) yaitu:
1. mengentaskan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
2. pemerataan pendidikan dasar
3. Mendukung adanya persamaan jender dan pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Bila diperhatikan 8 tujuan dari MDGs tersebut, maka tujuan MDGs nomor 4, 5 dan 6 tersebut menyangkut bidang kesehatan.
Pelayanan kesehatan primer dalam MDGs adalah gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, pemberantasan penyakit menular khususnya
TB, malaria dan HIV/AIDS, air bersih dan obat esential. Namun kegiatan pelayanan kesehatan primer jangan hanya terarah kepada
MDGs yang merupakan program internasional, jangan kita lengahterhadap penyakit-penyakit menular lainnya, penyakit tak menular
dan program-program kesehatan lainnya (Gani, 2011). Dengan demikian pencapaian MDGs hanya sebagian dari tujuan yang
seharusnya dicapai oleh pelayanan kesehatan primer, walaupun mungkin sebagai prioritas. Tujuan suatu program adalah untuk
mengatasi situasi masalah melalui determinant atau faktor-faktor yang berhubungan atau berpengaruh terhadap situasi masalah itu.
Dengan demikian untuk mencapai suatu tujuan program pelayanan kesehatan primer termasuk MDGs diperlukan antara lain
epidemiologi.
Hasil Tinjauan Kepustakaan Pengambilan Keputusan Berdasar Bukti
 Inovasi adalah aplikasi dari ide atau gagasan, yang dihasilkan oleh kreativitas yang merupakan suatu proses mental dan proses
berpikir.
 Suatu inovasi menghasilkan jasa-jasa atau cara kerja yang lebih efisien (Setiawan, 1985).
 Pengambilan keputusan berdasar bukti merupakan suatu ide, hasil kreativitasdari para ahli berbagai ilmu antara lain epidemiologi.
 Aplikasi dari pengambilan keputusan berdasar bukti kepada manajemen pelayanan/program kesehatan merupakan suatu inovasi
dalam pelayanan kesehatan.
 Epidemiologi adalah ilmu yang bertujuan untuk mendiagnosis masalah kesehatan masyarakat, mengidentifikasi riwayat alamiah
dan etiologi penyakit dan memberikan informasi yang dapat digunakan untuk manajemen pelayanan/program kesehatan (Lowe
and Kostrzewski, 1973).
 Untuk tiga tujuan tersebut ada dua strategi epidemiologi yaitu surveilans epidemiologi dan penelitian epidemiologi. Baik
surveilans ataupun penelitian epidemiologi adalah kegiatan-kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisa data untuk
menghasilkan informasi dan selanjutnya menghasilkan informasi menjadi bukti.
- WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
- surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-
masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-
masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
- Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi
antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan
penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Pusat

 Perbedaannya adalah bahwa Surveilans merupakan kegiatan rutin, sedangkan penelitian dilakukan bila tak ada atau jarang
informasi dari hasil surveilans (Lapau, 2009).
 Pengambilan keputusan berdasar bukti merupakan suatu pendekatan ilmiah khususnya epidemiologi (Gray, 2001) yang
diterapkan dalam manajemen pelayanan kesehatan sebagai suatu inovasi. Dalam hal ini dilakukan pendekatan sistem dalam
pelayanan/program kesehatan sebagai berikut: Input → Proses→Output →Efek →Dampak

28
 Input adalah sumber daya (tenaga manusia, fasilitas/logistik dan uang untuk pembiayaan) yang diperlukan supaya proses
(kegiatan) sistem dapat berjalan sehingga secara langsung dapat dihasilkan output yang segera dapat diukur.
 Efek adalah perilaku masyarakat yang dapat menerima atau menolak pelayanan/program kesehatan dan dampak menggambarkan
status kesehatan masyarakat yang diukur dengan angka kematian, angka penyakit dan/atau angka kecacatan.
- Bila masyarakat menolak sistem pelayanan/program, maka target output mungkin tak tercapai.
- Bila masyarakat menerimanya, maka output dapat tercapai dan dampak mungkin membaik.
 Seperti tersebut di atas strategi epidemiologi yaitu baik surveilans atau penelitian epidemiologi mempunyai kegiatan-kegiatan
pengumpulan, pengolahan dan analisa data sehingga dihasilkan informasi.
 Bila ingin informasi dijadikan bukti, diperlukan 4 kegiatan yaitu relevansi, koherensi, konteks populasi dan geografi dan
siklus manajemen.
- Relevansi menjawab pertanyaan apakah indikator-indikator dalam output, proses, input, efek dan dampak berhubungan
satu sama lain.
- Koherensi menjawab pertanyaan apakah hubungan tersebut selalu terjadi menurut waktu dan tempat.
- Konteks populasi dan geografis menjawab pertanyaan apakah informasi yang dihasilkan berguna untuk kelompok
penduduk dan geografi tertentu.
- Siklus manajemen menjawab pertanyaan apakah informasi yang dihasilkan berguna untuk melakukan perencanaan,
pemantauan dan penilaian.
 Salah satu data input di tingkat nasional pada 3 propinsi di Indonesia yaitu di Propinsi NTT, Bali dan Lampung, menunjukkan
bahwa pembiayaan program upaya kesehatan masyarakat berkisar antara 2,9% sampai 12%, sedangkan biaya untuk program
upaya kesehatan perorangan berkisar antara 32,1% sampai 66,6%, lalu biaya pembangunan kapasitas penunjang berkisar antara
28,8% sampai 55,7%. Jelas terlihat pembiayaan terhadap pelayanan kesehatan primer dalam arti preventif dan promotif jauh lebih
kurang dari pada pelayanan kuratif. Pengalaman di Denmark yang menangani salmonellosis dengan usaha penyelidikan ke arah
preventif jauh lebih murah dari pada pengalaman di Amerika Serikat yang menangani salmonellosis dengan hanya cara kuratif
(Gani, 2010).
 Pengambilan Keputusan Berdasar Bukti (PKBB) dalam manajemen pelayanan/program kesehatan sulit dilakukan secara nasional
atas dasar data dan informasi dari kabupaten dan provinsi, Karena itu PKBB perlu dilakukan pada tingkat dinas kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas dan rumah sakit. PKBB pada tingkat kabupaten bertujuan untuk:
1. mengintensifkan pelaksanaan program-program kesehatan,
2. meningkatkan manajemen kesehatan
3. melakukan kemitraan untuk keberhasilan butir satu dan butir dua
 Dalam rangka butir satu diperlukan subdisiplin surveilans epidemiologi dan penelitian operasional,sedangkan dalam rangka butir
dua diperlukan subdisiplin manajemen strategi dan manajemen mutu/audit. Untuk mencapai tiga tujuan tersebut di atas, maka di
tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dibentuk Tim Epidemiologi Manajemen Kabupaten (TEMK) yang berfungsi sebagai
berikut:
1. memberikan keterampilan kepada staf dinas kesehatan kabupaten, puskesmas dan rumah sakit untuk merencanakan dan
melaksanakan surveilans epidemiologi dan pelaksanaan penelitian operasional
2. mengkoordinir kegiatan interpretasi informasi menjadi bukti yang dapat digunakan oleh kepala dinkes kabupaten/ kota
untuk pengambilan keputusan dalam rangka menyusun perencanaan strategis dan operasional yang diadvokasikan ke
BAPPEDA, DPRD dan lintas sektor
3. membantu kepala dinas kesehatan kabupaten untuk melakukan pemantauan dan penilaian progam-program kesehatan
Di tingkat puskesmas dibentuk pula Tim Epidemiologi Manajemen Puskesmas (TEMPus) yang berfungsi untuk melakukan
interpretasi informasi menjadi bukti dalam rangka pengambilan keputusan oleh kepala puskesmas untuk melakukan perencanaan,
pemantauan dan penilaian pelayanan/program kesehatan. Sampai saat ini boleh dikatakan hampir seluruh dinas kesehatan
kabupaten/kota dan puskesmas belum mempunyai TEMK dan TEMPus. Untuk mengisi posisi dalam TEMK diperlukan tenaga
dengan kualifikasi magister kesehatan masyarakat peminatanepidemiologi manajemen dan untuk TEMPus diperlukan sarjana
kesehatan masyarakat peminatan epidemiologi. Pada saat ini di Indonesia sudah berdiri sekitar 150 sampai 160 program studi
sarjana kesmas yang belum mempunyai peminatan epidemiologi manajemen dan kurang dari 10 program studi magisterkesehatan
masyarakat yang hanya 2 dengan peminatanepidemiologi manajemen. Walaupun sudah terlalu banyak program studi kesmas
berdiri, dengan adanya kebijakan desentralisasi, pimpinan daerah yang berkuasa seenaknya mengangkat pejabat dalam instansi
kesehatan yang bukan berasal dari orang dengan berkualifikasi dalam bidang kesehatan.
Sumber: Buchari Lapau, Strategi Epidemiologi Dalam Pelayanan Kesehatan Primer2011Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 1, No. 3,
November 2011 Page 101 Strategi Epidemiologi Dalam Pelayanan Kesehatan Primer The Strategy of Epidemiology In Primary Health
CareBuchari Lapau* * Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, STIKes Hang Tuah Pekanbaru
15. Apa objek epidemiologi?

A. Sejarah
Salah satu penelitian bidang epidemiologi yang penting adalah penemuan John Snow yang mengatakan bahwa risiko
terjadinya kolera di London itu berhubungan dengan penyaluran air minum yang dilakukan oleh sebuah perusahaan tertentu.
Tabel 1.1
Kematian akibat kolera di London menurut penyaluran air dari 2 perusahaan air
Perusahaan air Populasi tahun Jml kematian Rerata kematian per
1851 akibat kolera 1.000 populasi

Southwark 167.654 844 5,0

Lambeth 19.133 18 0,9

Sumber: Snow, 1855.


Tabel tersebut memperlihatkan bahwa jumlah kematian, dan yang lebih penting lagi adalah tingkat mortalitas lebih tinggi
di kalangan orang yang memperoleh air tersebut dari perusahaan Southwark. Berdasarkan pada penelitian tersebut, Snow mengajukan
29
teori penyebaran penyakit-penyakit infeksi secara umum dan menyarankan bahwa penyakit kolera itu menyebar karena adanya air
yang terkontaminasi. Hasil penelitian Snow mendorong perbaikan mutu penyaluran air dan memberi dampak yang langsung pada
kebijaksanaan masyarakat.

B. Definisi
Asal kata
Menurut asal katanya, Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang terjadi pada rakyat, epi = pada, demos =
penduduk/ rakyat, logos = ilmu.
Mac Mahon & Pugh (1970, Epidemiology; Principles and Methods)
Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi
semacam itu.
Abdel R. Omran (1974)
Epidemiologi sebagai suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada
penduduk, begitu juga determinannya serta akibat –akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
Last (1988)
Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi dan determinan-determinan dari keadaan atau kejadian yang berhubungan dengan
kesehatan didalam populasi tertentu, serta penerapan ilmu ini guna mengendalikan masalah-masalah kesehatan.
Berdasarkan definisi tersebut, ada 3 hal pokok dalam pengertian epidemiologi yaitu
1. Frekuensi : merupakan upaya melakukan kuantifikasi/ proses patologis atas kejadian untuk mengukur besarnya kejadian/
masalah serta melakukan perbandingan.
2. Distribusi : menunjukkan bahwa dalam memahami kejadian yang berkaitan dengan penyakit atau masalah kesehatan,
epidemiologi menggambarkan kejadian tersebut menurut karakter/ variabel orang, tempat, waktu (siapa, kapan dan dimana
penyakit tersebut terjadi). Distribusi penyakit diperlukan untuk menjelaskan pola penyakit serta merumuskan hipotesis
tentang kemungkinan faktor penyebab/ pencegah
3. Determinan : faktor yang mempengaruhi, berhubungan atau memberi risiko terhadap terjadinya penyakit/ masalah kesehatan.

C. Tujuan
Menurut Lilienfeld dan Lilienfeld, ada 3 tujuan umum studi epidemiologi yaitu :
1. Untuk menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab penyakit) penyakit, kondisi, gangguan, kematian melalui analisis data
medis dan epidemiologi menggunakan manajemen informasi dan informasi dari berbagai disiplin ilmu
2. Untuk menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten dengan hipotesis yang diajukan dan dengan ilmu
pengetahuan, perilaku dan biomedis terbaru
3. Untuk memberikan dasar bagi pengembangan langkah pengendalian/ pencegahan dan kegiatan kesehatan masyarakat yang akan
digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah-langkah, kegiatan dan program intervensi.
D. Obyek Pengamatan
Obyek pengamatan dalam epidemiologi mencakup semua masalah kesehatan, seperti :
1. Masalah kematian, penyakit, kecacatan, ketidakmampuan, penderitaan lain
2. Masalah lingkungan fisik, biologis, sosial, ekonomi, budaya
3. Masalah perilaku dan gaya hidup
4. Masalah manajemen/ pengelolaan pelayanan kesehatan
5. Masalah kehidupan lain yang berkaitan dengan kesehatan
E. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian dibidang epidemiologi adalah populasi manusia. Populasi yang biasa digunakan dalam epidemiologi adalah
populasi yang berada dalam wilayah/ desa yang tertentu serta pada waktu yang tertentu pula.

F. Ruang Lingkup
Secara sederhana, ruang lingkup epidemiologi dapat dibedakan :
1. Subjek & objek epidemiologi adalah masalah kesehatan
Pada tahap awal, masalah kesehatan yang dimaksud adalah penyakit infeksi dan menular saja. Dalam perkembangan
selanjutnya, ruang lingkup epidemiologi sudah mencakup semua masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat, baik
yang tergolong penyakit maupun bukan penyakit, seperti program KB, program perbaikan lingkungan pemukiman, dsb.

2. Masalah kesehatan yang dimaksud menunjuk kepada masalah kesehatan yang ditemukan pada sekelompok manusia, bukan
orang per orang seperti pada kedokteran klinik.
3. Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah
kesehatan tersebut.
Keadaan masalah kesehatan yakni :

a. Epidemi : keadaan dimana suatu masalah kesehatan ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat
berada dalam frekuensi yang meningkat.
b. Pandemi : keadaan dimana suatu masalah kesehatan frekuensinya dalam waktu singkat memperlihatkan peningkatan yang
amat tinggi serta penyebarannya mencakup wilayah yang amat luas
c. Endemi : keadaan dimana suatu masalah kesehatan frekuensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang
lama
d. Sporadik : keadaan dimana suatu masalah kesehatan yang ada disuatu wilayah tertentu frekuensinya berubah-ubah
menurut perubahan waktu.
30
G. Peranan
Epidemiologi diharapkan mempunyai peranan dalam bidang kesehatan masyarakat berupa :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperanan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat
2. Menyediakan data yang diperlukan untuk perencanaan kesehatan dan pengambilan keputusan.
3. Membantu melakukan evaluasi terhadap program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.
4. Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau
menanggulanginya.
5. Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan
Kegunaan epidemiologi dapat dilihat menurut gambar berikut.

Sumber: pengantar epidemiologi, dinus


16. Apa definisi dari KLB dan wabah?

31
32
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 25-34
Wabah dan KLB
Istilah epidemi (wabah) di waktu lampau digunakan khusus untuk mendeskripsikan peristiwa berjangkitnya penyakit menular secara
akut. Pengertiannya pada saat ini lebih ditekankan pada konsep prevalensi yang berlebihan dan dapat digunakan pula untuk penyakit
tidak menular. Dalam UU Republik Indonesia No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan PP Republik Indonesia No. 40
tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular dinyatakan:
- Wabah (wabah penyakit menular) adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada wilayah dan periode tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.
- KLB (kejadian luar biasa) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian morbiditas/mortalitas yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu wilayah dan periode tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Contoh 1.2:
Wabah akut sering kali berlalu tanpa disadari. Selama kabut tebal di kota London pada tahun 1952, efek polusi atmosfer oleh SO2 baru
diketahui setelah jumlah kematian pada periode tersebut dihitung dan dibandingkan dengan angka-angka pada periode sebelum dan
sesudahnya (diagram 1.3).

Sumber: EPIDEMIOLOGI KEBIDANAN Edisi 2 Johan Harlan PENERBIT GUNADARMA _ JAKARTA 2008, halaman 6-7
17. Apa kriteria KLB dan wabah?

33
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut
menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari
atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Sumber: PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG
JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN
18. Bagaimana penggolongan KLB dan wabah?
19. Bagaimana cara pencegahan & penanggulangan dari wabah?
Sebagai acuan pembangunan kesehatan adalah konsep “Paradigma Sehat”, yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas
utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan
penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
 WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta
penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
 surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
 Sistem surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara
unit-unit penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara
program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat

Penanggulangan KLB/Wabah
(1) Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
(2) Penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelidikan epidemiologis;
b. penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk
tindakan karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat; dan
g. upaya penanggulangan lainnya.
(3) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g antara lain berupa meliburkan sekolah untuk
sementara waktu, menutup fasilitas umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan secara intensif/surveilans selama
terjadi KLB serta melakukan evaluasi terhadap upaya penanggulangan secara keseluruhan.
(4) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan
KLB/Wabah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.

PENANGGULANGAN KLB/WABAH Penanggulangan KLB/wabah meliputi penyelidikan epidemiologi dan surveilans;


penatalaksanaan penderita; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat
wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya.
1. Penyelidikan epidemiologi dan surveilans. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan perkembangan penyakit dan
kebutuhan upaya penanggulangan wabah. Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi setidaknya-tidaknya untuk :
a. Mengetahui gambaran epidemiologi wabah;
b. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit wabah;
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit wabah termasuk sumber dan cara penularan penyakitnya; dan
d. Menentukan cara penanggulangan wabah.

Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan tatacara penyelidikan epidemiologi untuk mendukung upaya penanggulangan
wabah, termasuk tata cara bagi petugas penyelidikan epidemiologi agar terhindar dari penularan penyakit wabah. Surveilans di daerah

34
wabah dan daerah-daerah yang berisiko terjadi wabah dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui perkembangan penyakit menurut
waktu dan tempat dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel,
grafik dan pemetaan dan melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis data menurut tempat, RT,
RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu lainnya.
b. Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa, kader dan masyarakat untuk membahas perkembangan
penyakit dan hasil upaya penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan.
c. Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan wabah.

Hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans secara teratur disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala
dinas kesehatan provinsi dan Menteri up. Direktur Jenderal sebagai laporan perkembangan penanggulangan wabah. 22

2. Penatalaksanaan penderita (pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita, dan tindakan karantina).
 Penatalaksanaan penderita meliputi penemuan penderita, pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan serta upaya
pencegahan penularan penyakit.
 Upaya pencegahan penularan penyakit dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan isolasi, evakuasi dan karantina sesuai
dengan jenis penyakitnya.
 Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk kebutuhan
pelayanan kesehatan penyakit menular tertentu.
 Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, pos pelayanan
kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk penatalaksanaan penderita. Secara umum, penatalaksanaan penderita setidak-
tidaknya meliputi kegiatan sebagai berikut :
a. Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat tinggal penduduk di daerah wabah, sehingga
penderita dapat berobat setiap saat.
b. Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan,
pengambilan spesimen dan sarana pencatatan penderita berobat serta rujukan penderita.
c. Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana kesehatan agar tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan
langsung maupun penularan tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat terjadi karena adanya pencemaran lingkungan
oleh bibit/kuman penyakit atau penularan melalui hewan penular penyakit.
d. Penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan berperan aktif dalam penemuan dan
penatalaksanaan penderita di masyarakat.
e. Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan
penyuluhan kepada masyarakat.

Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan karantina.


a. Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan seorang penderita agar tidak menjadi sumber
penyebaran penyakit selama penderita atau tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit kepada
orang lain. Isolasi dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas, rumah atau tempat lain yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu lokasi di daerah wabah agar terhindar
dari penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan
indikasi medis dan epidemiologi.
c. Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke daerah rawan wabah untuk menghindari
terjadinya penyebaran penyakit. Karantina ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah
berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.

3. Pencegahan dan pengebalan.


Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap orang, masyarakat dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena
penyakit wabah agar jangan sampai terjangkit penyakit. Orang, masyarakat, dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena
penyakit wabah ditentukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi. Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan
jenis penyakit wabah serta hasil penyelidikan epidemiologi, antara lain:
a. Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan penyakit, termasuk tindakan isolasi dan
karantina.
b. Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi.
c. Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar,
penggunaan alat proteksi diri, perilaku hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis.
d. Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk menghilangkan sumber penularan dan memutus mata
rantai penularan.

4. Pemusnahan penyebab penyakit.


a. Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan terhadap bibit penyakit/kuman penyebab penyakit, hewan,
tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab penyakit tersebut.
35
b. Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan pada permukaan tubuh manusia atau hewan atau pada benda
mati lainnya, termasuk alat angkut, yang dapat menimbulkan risiko penularan sesuai prinsip hapus hama (desinfeksi) menurut
jenis bibit penyakit/kuman. Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan tanpa merusak lingkungan
hidup.
c. Pemusnahan hewan dan tumbuhan yang mengandung bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan dengan cara yang
tidak menyebabkan tersebarnya penyakit, yaitu dengan dibakar atau dikubur sesuai jenis hewan/tumbuhan.
Pemusnahan hewan dan tumbuhan merupakan upaya terakhir dan dikoordinasikan dengan sektor terkait di bidang peternakan
dan tanaman.

5. Penanganan jenazah
Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan
penyakit pada orang lain. Penanganan jenazah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Penanganan jenazah secara umum mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) Harus memperhatikan norma agama, kepercayaan, tradisi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.
3) Penghapushamaan bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penanganan jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

b. Penanganan jenazah secara khusus mengikuti ketentuan sebagai berikut :


1) Di tempat pemulasaraan jenazah (perawatan jenazah sehingga jenazah layak dan aman untuk dibawa keluarga) :
 Seluruh petugas yang menangani jenazah telah mempersiapkan kewaspadaan standar.
 Mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai dan setelah melepas sarung tangan.
 Perlakuan terhadap jenazah: luruskan tubuh; tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas/plester kedap air; lepaskan alat
kesehatan yang terpasang; setiap luka harus diplester dengan rapat.
 Jika diperlukan memandikan jenazah atau perlakuan khusus berdasarkan pertimbangan norma agama, kepercayaan, dan
tradisi, dilakukan oleh petugas khusus dengan tetap memperhatikan kewaspadaan universal (universal precaution). Air untuk
memandikan jenazah harus dibubuhi disinfektan.
 Jika diperlukan otopsi, otopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus setelah mendapatkan izin dari pihak keluarga dan
direktur rumah sakit.
 Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
 Jenazah dibungkus dengan kain kafan dan/atau bahan kedap air.
 Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
 Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam di tempat pemulasaraan jenazah.
 Jenazah dapat dikeluarkan dari tempat pemulasaraan jenazah untuk dimakamkan setelah mendapat ijin dari direktur rumah
sakit.
 Jenazah sebaiknya diantar/diangkut oleh mobil jenazah ke tempat pemakaman.

2) Di tempat pemakaman :
 Setelah semua ketentuan penanganan jenazah di tempat pemulasaraan jenazah dilaksanakan, keluarga dapat turut dalam
pemakaman jenazah.
 Pemakaman dapat dilakukan di tempat pemakaman umum.

6. Penyuluhan kepada masyarakat


Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan oleh petugas kesehatan dengan mengikutsertakan instansi terkait lain, pemuka agama,
pemuka masyarakat, lembaga swadaya masyarakat menggunakan berbagai media komunikasi massa agar terjadi peningkatan
kewaspadaan dan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan wabah.
Sumber: PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG
JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA PENANGGULANGAN

Sumber: PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9491MENKES/SK/Vlll/2004 TENTANG


PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

20. Bagaimana cara identifikasi penyebab KLB?


21. Bagaimana indikator keberhasilan dari penanggulangan KLB?
22. Apa saja contoh contoh penyakit yang menjadi KLB dan wabah di Indonesia?

36
23. Apa definisi dari riwayat alamiah penyakit?
Istilah/term lain yang sering dipakai antara lain: Natural History of Disease, Natural Course of Disease, atau Natural History of
Illness. Istilah natural history of disease adalah yang paling banyak digunakan.
Menurut Rothmann (2008) studi riwayat alamiah penyakit bertujuan mengukur kondisi kesehatan (health outcome) yang akan
diperoleh pada orang sakit jika tidak mendapatkan pengobatan yang signifikan bagi kesehatannya. Sedangkan Van de Broeck (2013)
menyatakan studi pemaparan riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu tujuan dari studi epidemiologi deskriptif, sebagaimana
tabel 1 berikut.

Dalam studi epidemiologi suatu penyakit, memahami riwayat alamiah penyakit merupakan hal sangat penting. Contohnya dalam
mempelajari edpidemiologi HIV/Aids akan dapa dipahami jika telah mempelajari tahap-tahap penyakitnya.
Riwayat alamiah penyakit adalah perjalanan perkembangan penyakit pada seseorang sepanjang waktu, bila tidak dilakukan
pengobatan. (CDC, 2012 dan Gerstman, 2003). Sedangkan menurut Last (2001), riwayat alamiah penyakit adalah perjalanan penyakit
sejak timbul (onset atau inception) hingga selesai (resolution).
Sumber: RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT Handout Epidemiologi Penyakit Menular, Ade Heryana, S.SiT, M.KM

Dengan meningkatnya kasus positif korona di Indonesia dari waktu ke waktu maka perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh
masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap persebaran Covid-19. Menurut Leavel dan Clark ada 5 level upaya
pencegahan penyakit.
1. Promosi Kesehatan
Health Promotion atau Promosi Kesehatan Adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan
(Lawrence Green, 1984). Promosi kesehatan adalah tahapan yang paling pertama, dalam upaya pencegahan penyakit korona di
Indonesia. Intinya perlu adanya persamaan persepsi, bahwa promosi kesehatan merupakan proses memberikan informasi kesehatan
agar masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatanya. Tujuan dari promosi kesehatan adalah agar masyarakat
mau merubah prilakunya yang tadinya berperilaku tidak sehat menjadi berperilaku sehat.
Fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia, masyarakat seringkali malas melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. Seperti
halnya mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang mengalir, atau Hand Sanitizer, sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
Dengan adanya kasus wabah korona ini masyarakat harus diberikan informasi mengenai cara mencuci tangan yang benar dengan
meggunakan sabun dan air yang mengalir atau Hand Sanitizer. Selain upaya untuk memaukan masyarakat mencuci tangan,
Masyarakat juga harus dimampukan agar perilaku mencuci tanganya dapat dijalankan, dengan cara diberikan fasilitas tempat mencuci
tangan di Sekolah, Rumah Sakit, Gedung Perkantoran, dll, dan tersedia sabunya atau Hand Sanitizernya, sehingga memampukan
masyarakat untuk dapat mencuci tangan.

24. Bagaimana mekanisme/tahapan dari riwayat alamiah penyakit?


Tahapan/Periodisasi Riwayat Alamiah Penyakit
Secara umum sesuai dengan definisi di atas tahapan riwayat alamiah penyakit adalah sejak ada pajanan hingga penyakit sembuh, sakit,
cacat, atau kambuh. Namun beberapa ahli menggunakan istilah yang berbeda-beda, dan pada beberapa penyakit memiliki kekhasan
tersendiri.
 Last (2001) membagi riwayat alamiah penyakit ke dalam 3 tahap yaitu pathologic onset, presymptomatic stage, dan clinical
stage.
 Sementara (Roht, 1982) membagi periode riwayat alamiah penyakit menjadi tiga, yakni
1) Interval waktu antara terjadinya pajanan oleh agen penyakit sampai timbulnya penyakit (incubation period);
2) Interval waktu antara timbulnya penyakit hingga diagnosis; dan
3) Interval waktu selama diagnosis hingga dilakukan terapi.
 Kebanyakan literatur mengikuti pembagian riwayat alamiah penyakit menurut CDC. CDC (2012) membagi periode riwayat
alamiah penyakit dalam empat tahapan, yakni: stage of susceptibility, stage of subclinical disease, stage of clinical disease, dan
stage of recovery, disability or death. Gambar 1 menjelaskan proses perjalanan penyakit menurut CDC. Sementara penulis telah
meringkas tahapan riwayat alamiah penyakit dari berbagai sumber (gambar 2). Penjelasan atas gambar tersebut disajikan pada
subbab berikut.

37
Gambar 2. Riwayat Alamiah Penyakit
(Diolah dari berbagai sumber)
Dilihat dari perubahan jaringan dalam tubuh, riwayat alamiah penyakit terbagi menjadi 2 yakni masa prepatogenesis dan masa
patogenesis. Akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.

1. Masa Prepatogenesis
o Disebut juga: fase susceptibel atau stage of susceptibility atau tahap awal proses etiologis.
o Masa ini dimulai saat terjadinya stimulus penyakit sampai terjadi respon pada tubuh.
o Pada tahap ini mulai terjadinya interaksi antara Agen-Host-Environment
o Pada kejadian penyakit menular/infeksi, mulai terjadi paparan atau exposure dengan agen penyakit namun agen belum masuk
tubuh host.
o Pada individu yang tidak sehat, agen bisa masuk ke dalam tubuh. Paparan tersebtu dpaat berupa mikroorganisme penyebab
penyakit.
o Kejadian penyakit belum berkembang akan tetapi kondisi yang melatarbelakangi terjadinya penyakit atau faktor risiko penyakit
telah ada. Pada tahap ini terjadi akumulasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit ke host yang rentan. Misalnya:
- Hepatitis, faktor risiko kelelahan dan alkoholik sudah ada jauh sebelumnya;
- Penyakit Jantung Koroner (PJK), faktor risiko kolesterol tinggi (hypercholesterol) sudah ada sebelumnya;
- Asbestosis, faktor risiko paparan asbestosis fiber;
- Lung cancer, faktor risiko zata-zat yang ada dalam asap rokok;
- Endometrial cancer, dipicu oleh hormon estrogen;
- Dan sebagainya

2. Masa Patogenesis
o Tahap ini dimulai sejak terjadinya perubahan patologis akibat paparan agen penyakit hingga penyakit menjadi sembuh, cacat, atau
mati.
o Last (2001) membagi tahap ini menjadi tiga yaitu tahap pathologic onset, presymptomatic stage, dan clinical stage.
o CDC (2012) membagi masa prepatogenesis sebagai berikut: stage of subclincal disease, stage of clinical disease, dan stage of
recovery, disability or death.
o Literatur lain membagi masa ini menjadi empat tahap yaitu masa inkubasi, penyakit dini, penyakit lanjut, dan akhir penyakit.
(lihat gambar 2).
o Sebagai acuan dalam pembahasan tahapan masa prepatogenesis, akan dibahas sesuai dengan kerangka CDC.
a. Stage of Subclinical Disease (Fase subklinis/Asimtom)
o Disebut juga asymptomatic stage; atau presymptomatic stage; atau fase preklinis; atau masa inkubasi/latensi; atau
proses induksi dan promosi (empirical induction period).
o Tahap ini dimulai sejak timbulnya gejala-gejala/tanda-tanda pertama penyakit.
o Setelah proses penyakit dipicu oleh pajanan, akan terjadi perubahan paologis (pathological changes) pada individu yang
tidak peduli terhadap kesehatannya.
o Pada penyakit infeksi, fase ini disebut juga masa inkubasi (incubation period), sedangkan pada penyakit kronis/tidak
menular disebut masa latensi (latency period).
o Selama periode ini, gejala penyakit tidak tampak (inapparent).

38
o Periode ini dapat berlangsung cepat dalam hitungan detik (pada keracunan dan kondisi alergi/hipersensitivitas), sampai
berlangsung lama (pada pernyakit kronis). Bahkan terdapat variasi lama masa inkubasi pada hanya satu penyakit. Misalnya
pada Hepatitis A sekitar 7 minggu. Pada leukemia pada korban bom atom Hiroshima , masa latensi bervariasi antara 2-12
tahun, dengan masa puncak 6-7 tahun (lihat Lampiran 1).
o Meskipun penyakit tidak terlihat selama masa inkubasi, beberapa perubahan patologik dapat dideteksi dengan uji
laboratorium, radiografi, atau metode skrining lainnya.
o Program skrining memang sebaiknya dijalankan pada periode inkubasi, karena akan lebih efektif bila penyakit berlanjut
dan menunjukkan gejala.
o Periode dimana individu mampu menularkan penyakit yang dimulai sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi dengan
pemeriksaan laboratorium disebut windows period.
o Sedangkan Waktu sejak penyakit terdeteksi oleh uji skrining (mis: laboratorium) hingga timbul manifestasi klinik
disebut sojourn time atau detectable preclinic period.
o Periode waktu seorang penderita penyakit dapat menularkan penyakitnya disebut dengan infection period.
o Boslaugh (2008) menyebut tahap ini sebagai fase preklinis, yaitu fase dimana penyakit belum menunjukkan gejala, tetapi
secara biologis sudah ada. Fase ini dimulai dengan timbulnya ciri biologis penyakit dan berakhir ketika individu
mengalami gejala pertama. Sehingga pada fase ini sebenarnya sudah ada penyakit pada individu, tetapi tidak nampak gejala.
o Gerstmann (2013) membagi fase subklinis ke dalam masa induksi dan masa latensi. Masa induksi terjadi pada interval
waktu antara saat agen penyakit beraksi, sampai dengan host tak terelakkan terkena penyakit. Sedangkan masa latensi
terjadi setelah host terkena penyakit namun belum menunjukkan tanda-tanda klinis. Selama masa latensi ini berbagai
penyebab dapat meningkat atau menurun selama proses terjadinya penyakit. Kombinasi antara masa induksi dan masa latensi
ini disebut empirical induction period atau pada penyakit tidak menular disebut masa inkubasi multi kausal.
o Pada fase ini terdapat pula proses yang disebut proses promosi. Proses promosi adalah proses peningkatan keadaan
patologis yang irreversibel dan asimtom, menjadi keadaan yang menimbulkan manifestasi klinis. Pada proses ini, agen
penyakit akan meningkatkan aktivitasnya, masuk ke dalam tubuh, sehingga menyebabkan transformasi sel atau
disfungsi sel, akhirnya menunjukkan gejala atau klinis.
b. Stage of Clinical Disease (Fase Klinis)
o Disebut juga masa durasi; atau proses ekspresi penyakit; atau tahap penyakit dini.
o Perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk memunculkan gejala-gejala dan tanda-tanda
penyakit. Host sudah merasa sakit ringan, namun masih dapat melakukan aktivitas ringan. Fase ini dapat berlangsung
secara akut (umumnya pada keracunan dan penyakit menular) atau kronis (umumnya pada penyakit tidak menular).
o Periode ini disebut juga masa durasi atau ekspresi, yaitu waktu yang dibutuhkan oeh suatu pajanan/paparan untuk
mencapai dosis yang cukup untuk menimbulkan reaksi penyakit. Istilah ini umumnya dipakai pada penyakit menular.
o Hubungan antara durasi dan latensi penyakit menentukan tingkat akut/kronis suatu penyakit, sebagaimana tabel 2 berikut.

o Dari tabel di atas terlihat bahwa penyakit sifilis (misalnya) membutuhkan masa latensi/inkubasi yang akut, dengan masa
durasi yang kronik.
o Timbulnya gejala penyakit menandakan periode transisi dari fase subklinis ke penyakit klinis, sehingga pada fase ini
biasanya mulai dilakukan diagnosis penyakit. Pada beberapa individu yang tidak rentan atau imun, fase klinis tidak
terjadi. Sebaliknya, pada individu yang rentan dan tidak peduli, penyakit berkembang dari mulai ringan, sedang, berat,
hingga fatal (disebut spectrum of disease). Pada akhirnya perkembangan penyakit menjadi sembuh, cacat, atau mati.
o Periode klinis (clinical stage atau severity of illness) adalah bagian dari riwayat alamiah penyakit, dimulai dari diagnosis
hingga sembuh, sakit, atau cacat (Sackett et al, 1991 dalam Brownson & Petiti, 1998).
c. Stage of Recovery, Disability, or Death (Fase Sembuh, Sakit, atau Mati)
o Disebut juga fase konvalesens atau convalescent stage. Pada fase ini penderita penyakit dapat berkembang menjadi sembuh
total, sembuh dengan cacat atau ada gejala sisa (sequele), menjadi carrier, menjadi penyakit kronis, atau mati.

39
Sumber: RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT Handout Epidemiologi Penyakit Menular, Ade Heryana, S.SiT, M.KM

40
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 22-25
25. Apa saja hal hal yang harus diketahui dari riwayat alamiah penyakit?
a) Hal2 yang harus diketahui untuk mempelajari RAP
- konsep jaringan sebab musabab : mengetahui mekanisme perjalanan penyakit
- faktor agent / penyebab : dikenal 5 kel agent
 penyebab biologis
 penyebab bahan makanan
 penyebab kimiawi
 penyebab fisik
 penyebab mekanik

41
- faktor host dan pejamu (mengetahui ciri-cirinya)
 ciri-ciri biologis (pembawa)
 ciri-ciri sosiologis (di peroleh dari lingkungan dimana penjamu berada )
- faktor eniropment atau lingkungan
- interaksi antara penyebab, pejamu dan lingkungan
- proses terjadinya penularan
 infeksi
 kontaminasi
 infestasi
 penyakit yang kontagius
 communicable diseases
 period of communicability/ infectivity
 non comunicable disease
sumber: Pengantar epidemiologi, dr. Budioro.

26. Bagaimana cara menentukan riwayat alamiah penyakit?


a) Cara2 menentukan RAP
- tahap prepatogenesis
 individu dlm keadaan normal/sehat
 ada interaksi antara pejamu dan bibit penyakit tetapi interaksi masih diluar tubuh
 belum ada tanda –tanda sakit
 jk pejamu lengah dan bibit penyakit menjadi ganas atau lingkungan memberikan kodisi yang kurang menguntungkan pejamu
maka keadaan dapat segera berubah memasuki fase patogenesis
- tahap patogenesis
terbagi menjadi 4 tahap
tahap inkubasi : masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala
tahap penyakit dini : muncl gejala ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan
tahap penyakit lanjut : penyakit bertambah hebat dengan berbagai kelainan patologis dan gejalanya. Pada tahap ini penyakit
memerlukan pengobatan yg tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik
tahap penyakit akhir :
o sembuh sempurna  bibit penyakit menghilang, tubuh menjadi pulih dan sehat kembali
o sembuh degan cacat  bibit penyakit sudah hilang tetapi tubuh tidah pulih sepenuhnya
o karier  di mana tubuh penderita pulih kembali namun bibit penyakit masih tetap berada didalam tubuh memperlihatkan
gangguan penyakit
o berkelangsungan kronik
o mati
Sumber: Pengantar Epidemiologi.DR.M.N.Bustan.1997

27. Apa saja manfaat riwayat alamiah penyakit?


a) Manfaat mengetahui RAP
Untuk diagnostic : masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis penyakit, misalnya dalam KLB.
Untuk pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam
upaya pencegahan penyakit.
Untuk terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal
Sumber: Pengantar Epidemiologi.DR.M.N.Bustan.1997

28. Bagaimana strategi pencegahan penyakit menular?

42
Sumber: Pengantar epidemiologi, Eko Budiarto, Ed. 2, Jakarta:EGC, 2002, halaman 6-7

29. Pencegahan dan pengendalian infeksi covid-19?


Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-
orang yang paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau yang merawat
pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan mitigasi (suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan menghapus kerugian dan
korban yang mungkin terjadi akibat bencana yaitu dengan cara membuat persiapan sebelum terjadinya bencana) merupakan kunci
penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan yang paling efektif di masyarakat meliputi:
o melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika
tangan terlihat kotor;
o menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
o terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah
tisu ke tempat sampah;
o pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan kebersihan tangan setelah membuang masker;
o menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala gangguan pernapasan.
4.1 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan Pelayanan Kesehatan
Strategi-strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan di tempat layanan kesehatan meliputi:
1. Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua pasien
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan standar meliputi:
a. Kebersihan tangan dan pernapasan;
Petugas kesehatan harus menerapkan “5 momen kebersihan tangan”, yaitu:
 sebelum menyentuh pasien,
 sebelum melakukan prosedur kebersihan atau aseptik,
 setelah berisiko terpajan cairan tubuh,
 setelah bersentuhan dengan pasien, dan
 setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang tercemar.
Kebersihan tangan mencakup:
1) mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol;
2) Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor;
3) Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama ketika melepas APD.
Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk menerapkan kebersihan/etika batuk. Selain itu mendorong
kebersihan pernapasan melalui galakkan kebiasaan cuci tangan untuk pasien dengan gejala pernapasan, pemberian masker kepada

43
pasien dengan gejala pernapasan, pasien dijauhkan setidaknya 1 meter dari pasien lain, pertimbangkan penyediaan masker dan tisu
untuk pasien di semua area.

b. Penggunaan APD sesuai risiko


 Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan tangan akan membantu mengurangi penyebaran infeksi.
 Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/antisipasi kontak dengan darah,
cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka.
 APD yang digunakan merujuk pada Pedoman Teknis Pengendalian Infeksi sesuai dengan kewaspadaan kontak, droplet,
dan airborne.
 Jenis alat pelindung diri (APD) terkait COVID-19 berdasarkan lokasi, petugas dan jenis aktivitas terdapat pada lampiran.
Cara pemakaian dan pelepasan APD baik gown/gaun atau coverall terdapat pada lampiran.
 COVID-19 merupakan penyakit pernapasan berbeda dengan pneyakit Virus Ebola yang ditularkan melalui cairan tubuh.
Perbedaan ini bisa menjadi pertimbangan saat memilih penggunaan gown atau coverall.
c. Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
d. Pengelolaan limbah yang aman
Pengelolaan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin
e. Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien.
Membersihkan permukaan-permukaan lingkungan dengan air dan deterjen serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti
hipoklorit 0,5% atau etanol 70%) merupakan prosedur yang efektif dan memadai.

2. Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber


Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan identifikasi dini pasien yang mengalami infeksi pernapasan akut
(ARI) untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga kesehatan dan pasien lain. Dalam rangka memastikan identifikasi awal pasien
suspek, fasyankes perlu memperhatikan: daftar pertanyaan skrining, mendorong petugas kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan
klinis yang tinggi, pasang petunjuk-petunjuk di area umum berisi pertanyaan-pertanyaan skrining sindrom agar pasien memberi tahu
tenaga kesehatan, algoritma untuk triase, media KIE mengenai kebersihan pernapasan.
Tempatkan pasien ARI di area tunggu khusus yang memiliki ventilasi yang cukup
Selain langkah pencegahan standar, terapkan langkah pencegahan percikan (droplet) dan langkah pencegahan kontak (jika ada kontak
jarak dekat dengan pasien atau peralatan permukaan/material terkontaminasi). Area selama triase perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
o Pastikan ada ruang yang cukup untuk triase (pastikan ada jarak setidaknya 1 meter antara staf skrining dan pasien/staf yang
masuk
o Sediakan pembersih tangan alkohol dan masker (serta sarung tangan medis, pelindung mata dan jubah untuk digunakan
sesuai penilaian risiko)
o Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah jarak setidaknya 1m
o Pastikan agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah
o Petunjuk-petunjuk jelas tentang gejala dan arah
o Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase-mencegah area triase menjadi terlalu penuh

3. Menerapkan pengendalian administratif


Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI, meliputi penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah,
mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif bila dilakukan mulai dari antisipasi alur
pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan meliputi
 penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) yang berkesinambungan,
 pembekalan pengetahuan petugas kesehatan,
 mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu,
 menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap,
 mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar,
 prosedur–prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans ISPA diantara petugas
kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan medis, dan
 pemantauan kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang diperlukan.
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi
- identifikasi dini pasien dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat,
- diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, serta
- pelaksanaan pengendalian sumber infeksi.

Untuk identifikasi awal semua pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus ditempatkan di area
terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus segera dievaluasi
dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.

44
4. Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa
Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat pasien dengan
gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS.
 Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam
fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang memadai.
 Harus dijaga jarak minimal 1 meter antara setiap pasien dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak
menggunakan APD).
Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.

5. Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus pasien dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-
a. Kewaspadaan Kontak dan Droplet
  Batasi jumlah petugas kesehatan memasuki kamar pasien COVID-19 jika tidak terlibat dalam perawatan langsung.
Pertimbangkan kegiatan gabungan (missal periksa tanda-tanda vital bersama dengan pemberian obat atau mengantarkan
makanan bersamaan melakukan perawatan lain).
  Idealnya pengunjung tidak akan diizinkan tetapi jika ini tidak memungkinkan.
 batasi jumlah pengunjung yang melakukan kontak dengan suspek atau konfirmasi terinfeksi COVID-19 dan batasi waktu
kunjungan. Berikan instruksi yang jelas tentang cara memakai dan melepas APD dan kebersihan tangan untuk memastikan
pengunjung menghindari kontaminasi diri
 Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan memberi perawatan kepada pasien terutama kasus probabel dan
konfirmasi untuk menjaga kesinambungan pencegahan dan pengendalian serta mengurangi peluang ketidakpatuhan
menjalankannya yang dapat mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap pajanan.
 Tempatkan pasien pada kamar tunggal. Ruang bangsal umum berventilasi alami ini dipertimbangkan 160 L / detik / pasien.
Bila tidak tersedia kamar untuk satu orang, tempatkan pasien-pasien dengan diagnosis yang sama di kamar yang sama. Jika
hal ini tidak mungkin dilakukan, tempatkan tempat tidur pasien terpisah jarak minimal 1 meter.
 Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop,
manset tekanan darah dan termometer). Jika peralatan harus digunakan untuk lebih dari satu pasien, maka sebelum dan
sesudah digunakan peralatan harus dibersihkan dan disinfeksi (misal etil alkohol 70%).
 Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak menyentuh/menggosok– gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung
tangan yang berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang.
 Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan atau daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis. Hal ini
dapat dilakukan dengan mudah bila menggunakan peralatan X-ray dan peralatan diagnostik portabel penting lainnya. Jika
diperlukan membawa pasien, gunakan rute yang dapat meminimalisir pajanan terhadap petugas, pasien lain dan pengunjung.
 Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut pasien harus memakai APD yang sesuai dengan antisipasi
potensi pajanan dan membersihkan tangan sesudah melakukannya.
 Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan kewaspadaan pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.
 Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat tidur) yang bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.
 Semua orang yang masuk kamar pasien (termasuk pengunjung) harus dicatat (untuk tujuan penelusuran kontak).
 Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah
dengan: masker bedah dan pelindung mata/ kacamata, atau pelindung wajah; gaun dan sarung tangan.
b. Kewaspadaan Airborne pada Prosedur yang Menimbulkan Aerosol
Suatu prosedur/tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam
berbagai ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm). Tindakan kewaspadaan harus dilakukan saat melakukan prosedur yang
menghasilkan aerosol dan mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko penularan infeksi, seperti intubasi trakea, ventilasi non
invasive, trakeostomi, resusistasi jantung paru, venitilasi manual sebelum intubasi dan bronkoskopi. .
Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan aerosol:
 Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi NIOSH, EU FFP2 atau setara. Ketika mengenakan respirator partikulat
disposable, periksa selalu kerapatannya (fit tes).
 Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah).
 Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril, (beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan
steril).
 Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat
menembus gaun.
 Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana-sarana yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal terjadi 6
sampai 12 kali pertukaran udara setiap jam dan setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di sarana–sarana dengan ventilasi alamiah.
 Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai jumlah minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan
perawatan pasien. kewaspadaan isolasi juga harus dilakukan terhadap suspek dan konfirmasi COVID-19 sampai hasil
pemeriksaan laboratorium rujukan negatif.
4.2 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah (Perawatan di Rumah)
Isolasi rumah atau perawatan di rumah dilakukan terhadap orang yang bergejala ringan seperti orang dalam pemantauan dan
kontak erat risiko tinggi yang bergejala dengan tetap memperhatikan kemungkinan terjadinya perburukan. Pertimbangan

45
tersebut mempertimbangan kondisi klinis dan keamanan lingkungan pasien. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di rumah, fasilitas
umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang
diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk pemantauan harus diidentifikasi dan
dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas
kesehatan masyarakat. Selama proses pemantauan, pasien harus selalu proaktif berkomunikasi dengan petugas kesehatan.
Petugas kesehatan yang melakukan pemantauan menggunakan APD minimal berupa masker. Berikut rekomendasi prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk isolasi di rumah:
1. Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki ventilasi yang baik (memiliki jendela
terbuka, atau pintu terbuka)
2. Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama. Pastikan ruangan bersama (seperti dapur,
kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
3. Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang berbeda, dan jika tidak memungkinkan maka
jaga jarak minimal 1 meter dari pasien (tidur di tempat tidur berbeda)
4. Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang benar-benar sehat tanpa memiliki
gangguan kesehatan lain atau gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan sampai pasien benar-benar sehat dan
tidak bergejala.
5. Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak dengan pasien atau lingkungan pasien.
Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah dari kamar mandi, dan kapanpun
tangan kelihatan kotor. Jika tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan hand sanitizer, dan untuk tangan yang kelihatan
kotor menggunakan air dan sabun.
6. Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas sekali pakai direkomendasikan. Jika
tidak tersedia bisa menggunakan handuk bersih dan segera ganti jika sudah basah.
7. Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah (masker datar) diberikan kepada pasien untuk
dipakai sesering mungkin.
8. Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan masker bedah terutama jika berada dalam
satu ruangan dengan pasien. Masker tidak boleh dipegang selama digunakan.Jika masker kotor atau basah segera ganti dengan
yang baru. Buang masker dengan cara yang benar (jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian belakang). Buang
segera dan segera cuci tangan.
9. Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan mulut atau pernapasan (dahak, ingus dll)
dan tinja. Gunakan sarung tangan dan masker jika harus memberikan perawatan mulut atau saluran nafas dan ketika memegang
tinja, air kencing dan kotoran lain. Cuci tangan sebelum dan sesudah membuang sarung tangan dan masker.
10. Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.
11. Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci dengan sabun dan air setelah dipakai dan dapat
digunakan kembali)
12. Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan kamar mandi secara teratur. Sabun atau
detergen rumah tangga dapat digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian larutan pemutih dan 9 bagian
air).
13. Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan sabun cuci rumah tangga dan air atau
menggunakan mesin cuci denga suhu air 60-90C dengan detergen dan keringkan. Tempatkan pada kantong khusus dan jangan
digoyang-goyang, dan hindari kontak langsung kulit dan pakaian dengan bahan-bahan yang terkontaminasi.
14. Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat membersihkan permukaan pasien, baju, atau
bahan-bahan lain yang terkena cairan tubuh pasien. Sarung tangan (yang bukan sekali pakai) dapat digunakan kembali setelah
dicuci menggunakan sabun dan air dan didekontaminasi dengan larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah
menggunakan sarung tangan.
15. Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama perawatan harus dibuang di tempat sampah di
dalam ruangan pasien yang kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran infeksius.
16. Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti sikat gigi, alat makan-minum,
handuk, pakaian dan sprei)
17. Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan rumah, maka selalu perhatikan APD dan
ikut rekomendasi pencegahan penularan penyakit melalui droplet
4.3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Observasi
Observasi dalam hal ini karantina dilakukan terhadap kontak erat untuk mewaspadai munculnya gejala sesuai definisi operasional.
Lokasi observasi dapat dilakukan di rumah, fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang
diperlukan orang tersebut. Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk observasi harus diidentifikasi dan
dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas
kesehatan masyarakat. Kontak erat risiko rendah sebaiknya membatasi diri dan tidak bepergian ke tempat umum. Kontak erat risiko
tinggi harus menjaga jarak sosial. Setiap akan melakukan observasi maka harus mengkomunikasikan dan mensosialisasikan tindakan
yang akan dilakukan dengan benar, untuk mengurangi kepanikan dan meningkatkan kepatuhan:
a. Masyarakat harus diberikan pedoman yang jelas, transparan, konsisten, dan terkini serta diberikan informasi yang dapat
dipercaya tentang tindakan observasi;

46
b. Keterlibatan masyarakat sangat penting jika tindakan observasi harus dilakukan;
c. Orang yang di observasi perlu diberi perawatan kesehatan, dukungan sosial dan psikososial, serta kebutuhan dasar termasuk
makanan, air dan kebutuhan pokok lainnya. Kebutuhan populasi rentan harus diprioritaskan;
d. Faktor budaya, geografis dan ekonomi mempengaruhi efektivitas observasi. Penilaian cepat terhadap faktor lokal harus
dianalisis, baik berupa faktor pendorong keberhasilan maupun penghambat proses observasi.

Pada pelaksanaan observasi harus memastikan hal-hal sebagai berikut:


1. Tata cara observasi dan perlengkapan selama masa observasi
Tatacara observasi meliputi:
a. Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta kamar single yang luas yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar
single tidak tersedia pertahankan jarak minimal 1 meter dari penghuni rumah lain. meminimalkan penggunaan ruang bersama dan
penggunaan peralatan makan bersama, serta memastikan bahwa ruang bersama (dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
b. pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi udara yang memadai, sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
c. pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang yang diobservasi;
d. akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk:
 penyediaan makanan, air dan kebersihan;
 perlindungan barang bawaan;
 perawatan medis;
 komunikasi dalam bahasa yang mudah dipahami mengenai: hak-hak mereka; ketentuan yang akan disediakan; berapa lama
mereka harus tinggal; apa yang akan terjadi jika mereka sakit; informasi kontak kedutaan
e. bantuan bagi para pelaku perjalanan
f. bantuan komunikasi dengan anggota keluarga;
g. jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan;
h. dukungan psikososial; dan
i. pertimbangan khusus untuk individu yang lebih tua dan individu dengan kondisi komorbid, karena berisiko terhadap risiko
keparahan penyakit COVID-19.
2. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Minimal
Berikut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus digunakan untuk memastikan lingkungan aman digunakan
sebagai tempat observasi
a. Deteksi dini dan pengendalian
- Setiap orang yang dikarantina dan mengalami demam atau gejala sakit pernapasan lainnya harus diperlakukan sebagai suspect
COVID-19;
- Terapkan tindakan pencegahan standar untuk semua orang dan petugas:
 Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak dengan saluran pernapasan, sebelum makan, dan setelah
menggunakan toilet. Cuci tangan dapat dilkukan dengan sabun dan air atau dengan hand sanitizer yang mengandung alkohol.
Peggunaan hand sanitizer yang mengandung alcohol lebih disarankan jika tangan tidak terlihat kotor. Bila tangan terlihat
kotor, cucilah tangan menggunakan sabun dan air
 Pastikan semua orang yang diobservasi menerapkan etika batuk
 Sebaiknya jangan menyentuh mulut dan hidung;
- Masker tidak diperlukan untuk orang yang tidak bergejala. Tidak ada bukti bahwa menggunakan masker jenis apapun dapat
melindungi orang yang tidak sakit.
b. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif meliputi:
- Pembangunan infrastruktur PPI yang berkelanjutan (desain fasilitas) dan kegiatan;
- Memberikan edukasi pada orang yang diobservasi tentang PPI; semua petugas yang bekerja perlu dilatih tentang tindakan
pencegahan standar sebelum pengendalian karantina dilaksanakan. Saran yang sama tentang tindakan pencegahan standar harus
diberikan kepada semua orang pada saat kedatangan. Petugas dan orang yang diobservasi harus memahami pentingnya segera
mencari pengobatan jika mengalami gejala;
- Membuat kebijakan tentang pengenalan awal dan rujukan dari kasus COVID-
c. Pengendalian Lingkungan
Prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti dengan benar dan konsisten. Petugas kebersihan perlu diedukasi dan
dilindungi dari infeksi COVID- 19 dan petugas kebebersihan harus memastikan bahwa permukaan lingkungan dibersihkan secara
teratur selama periode observasi:
- Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti meja, rangka tempat tidur, dan perabotan kamar tidur lainnya
setiap hari dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan pemutih encer (pemutih 1 bagian hingga 99 bagian air).
Untuk permukaan yang tidak mentolerir pemutih maka dapat menggunakan etanol 70%;
- Bersihkan dan disinfeksi permukaan kamar mandi dan toilet setidaknya sekali sehari dengan disinfektan rumah tangga yang
mengandung larutan pemutih encer (1 bagian cairan pemutih dengan 99 bagian air);
- Membersihkan pakaian, seprai, handuk mandi, dan lain-lain, menggunakan sabun cuci dan air atau mesin cuci di 60–90 ° C
dengan deterjen biasa dan kering ;
- Harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan sampah dibuang di TPA yang terstandar, dan bukan di area
terbuka yang tidak diawasi;
47
- Petugas kebersihan harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat membersihkan atau menangani permukaan, pakaian atau
linen yang terkotori oleh cairan tubuh, dan harus melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.
4.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes Pra Rujukan
1. Penanganan Awal
lsolasi dan Penanganan Kasus Awal yang sudah dilakukan wawancara dan anamnesa dan dinyatakan sebagai pasien dalam
pengawasan segera dilakukan isolasi di RS rujukan untuk mendapatkan tatalaksana lebih lanjut.
a. Pasien dalam pengawasan ditempatkan dalam ruang isolasi sementara yang sudah ditetapkan, yakni:
 Pasien dalam pengawasan menjaga jarak lebih dari 1 meter satu sama lain dalam ruangan yang sama.
 Terdapat kamar mandi khusus yang hanya digunakan oleh pasien dalam pengawasan.
b. Petugas kesehatan menginstruksikan pasien dalam pengawasan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
 Menggunakan masker medis ketika menunggu untuk dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang diganti secara berkala atau
apabila telah kotor.
 Tidak menyentuh bagian depan masker dan apabila tersentuh wajib menggunakan sabun dan air atau pembersih berbahan
dasar alkohol.
 Apabila tidak menggunakan masker, tetap menjaga kebersihan pernapasan dengan menutup mulut dan hidung ketika batuk
dan bersin dengan tisu atau lengan atas bagian dalam. Diikuti dengan membersihkan tangan menggunakan pembersih
berbahan dasar alkohol atau sabun dan air.
c. Petugas kesehatan harus menghindari masuk ke ruang isolasi sementara.
Apabila terpaksa harus masuk, maka wajib mengikuti prosedur sebagai berikut:
 Petugas menggunakan APD lengkap.
 Membersihkan tangan menggunakan pembersih berbahan dasar alcohol atau sabun dan air sebelum dan sesudah memasuki
ruang isolasi.
d. Tisu, masker, dan sampah lain yang berasal dari dari ruang isolasi sementara harus ditempatkan dalam kontainer tertutup dan
dibuang sesuai dengan ketentuan nasional untuk limbah infeksius.
e. Permukaan yang sering disentuh di ruang isolasi harus dibersihkan menggunakan desinfektan setelah ruangan selesai digunakan
oleh petugas yang menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai.
f. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan desinfektan yang mengandung 0.5% sodium hypochlorite (yang setara dengan 5000
ppm atau perbandingan 1/9 dengan air).
2. Penyiapan Transportasi Untuk Rujukan Ke RS Rujukan
a. Menghubungi RS rujukan untuk memberikan informasi pasien dalam pengawasan yang akan dirujuk.
b. Petugas yang akan melakukan rujukan harus secara rutin menerapkan kebersihan tangan dan mengenakan masker dan sarung tangan
medis ketika membawa pasien ke ambulans.
 Jika merujuk pasien dalam pengawasan COVID-19 maka petugas menerapkan kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.
 APD harus diganti setiap menangani pasien yang berbeda dan dibuang dengan benar dalam wadah dengan penutup sesuai
dengan peraturan nasional tentang limbah infeksius.
c. Pengemudi ambulans harus terpisah dari kasus (jaga jarak minimal satu meter). Tidak diperlukan APD jika jarak dapat
dipertahankan. Bila pengemudi juga harus membantu memindahkan pasien ke ambulans, maka pengemudi harus menggunakan APD
yang sesuai lampiran 16)
d. Pengemudi dan perawat pendamping rujukan harus sering membersihkan tangan dengan alkohol dan sabun.
e. Ambulans atau kendaraan angkut harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan perhatian khusus pada area yang bersentuhan dengan
pasien dalam pengawasan. Pembersihan menggunakan desinfektan yang mengandung 0,5% natrium hipoklorit (yaitu setara dengan
5000 ppm) dengan perbandingan 1 bagian disinfektan untuk 9 bagian air.
4.5 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Penanganan Kargo
 Memakai masker apapun jenisnya tidak dianjurkan saat menangani kargo dari negara/area yang terjangkit.
 Sarung tangan tidak diperlukan kecuali digunakan untuk perlindungan terhadap bahaya mekanis, seperti saat memanipulasi
permukaan kasar.
 Penggunaan sarung tangan harus tetap menerapkan kebersihan tangan
 Sampai saat ini, tidak ada informasi epidemiologis yang menunjukkan bahwa kontak dengan barang atau produk yang dikirim
dari negara/area terjangkit- menjadi sumber penyakit COVID-19 pada manusia.
4.6 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Pemulasaran Jenazah
Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
• Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
• APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
• Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
• Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.
• Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
• Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong
jenazah dengan menggunakan APD.
• Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan
penyakit menular.

48
Sumber: PEDOMAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI CORONAVIRUS DISESASE (COVID-19) Diterbitkan oleh Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), DOKUMEN RESMI Per 16 Maret 2020

BAB I

PRINSIP DASAR EPIDEMIOLOGI

A. Latar belakang Epidemiologi


Epidemilogi sedah dikenal sejak jaman hippocrates (460-377 SM ) ia dia anggap sebagai ahli epidemiologi pertama, karena beliau lah
yang pertama tama melihat bahwa penyakit merupakan fenomena masal dan menulis tentang tiga buah buku tentang epidemi. Ia juga
menguraikan bahwa penyakit bervariasi atas dasar waktu dan tempat sehingga pada saat itu ia sebetulnya sudah tahu adanya pengaruh
berbagai faktor alam yang ikut menentukan terjadinya penyakit . dapat juga dikatakan, bahwa beliau sudah dapat melihat bahwa frekuansi
penyakit terdistribusi tidak merata atas dasar berbagai faktor seperti waktu ,tempat, atribut , orang dan atau faktor lingkungan lainnya.
Faktor-faktor demikian yang ikut memperngaruhi terjadinya penyakit , tetapi bukan penyebabanya , disebut faktor determinan ataupun
faktor penentu.

B. DEFINISI , TUJUAN DAN LINGKUP


1. DEFINISI EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi berasal dari kata yunani dan secara harfiah
EPI : yang diantara
DEMOS : populasi , orang , masyarakat
LOGOS : ilmu
Jadi epidemilogi secara bebas diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sesuatu (penyakit) yang ada diantara (yang melanda)
masyarakat/populasi.
Atau ilmu yang mempelajari epidemi/wabah dengan tujuan mengendalikannya dan mencegah terulang nya kembali .
Definisi ini digunakan pada saat dimana penyakit yang timbul atau mewabah adalah penyakit menular , yang penyebabnya adalah benda
hidup.
Ada beberapa wabah penyakit menular.
1. Pest
Plague of Justinian ("wabah Justinian"), dimulai tahun 541, merupakan wabah pes bubonik yang pertama tercatat dalam sejarah.
Wabah ini dimulai di Mesir dan merebak sampai Konstantinopel pada musim semi tahun berikutnya, serta (menurut catatan
Procopius dari Bizantium) pada puncaknya menewaskan 10.000 orang setiap hari dan mungkin 40 persen dari penduduk kota
tersebut. Wabah tersebut terus berlanjut dan memakan korban sampai seperempat populasi manusia di Mediterania timur.

2. Kolera

 Pandemi pertama, 1816–1826. Pada mulanya wabah ini terbatas pada daerah anak benua India, dimulai di Bengal, dan menyebar ke
luar India pada tahun 1820. Penyebarannya sampai ke Republik Rakyat Cina dan Laut Kaspia sebelum akhirnya berkurang.
 Pandemi kedua (1829–1851) mencapai Eropa, London pada tahun 1832, Ontario Kanada dan New York pada tahun yang sama, dan
pesisir Pasifik Amerika Utara pada tahun 1834.
 Pandemi ketiga (1852–1860) terutama menyerang Rusia, memakan korban lebih dari sejuta jiwa.
 Pandemi keempat (1863–1875) menyebar terutama di Eropa dan Afrika.
 Pandemi keenam (1899–1923) sedikit memengaruhi Eropa karena kemajuan kesehatan masyarakat, namun Rusia kembali terserang
secara parah.
 Pandemi ketujuh dimulai di Indonesia pada tahun 1961, disebut "kolera El Tor" (atau "Eltor") sesuai dengan nama galur bakteri
penyebabnya, dan mencapai Bangladesh pada tahun 1963, India pada tahun 1964, dan Uni Soviet pada tahun 1966.
 Kolera adalah infeksi usus akut yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan bakteri Vibrio cholerae.
Memiliki masa inkubasi singkat, kurang dari satu hari sampai lima hari, dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan, tanpa rasa
sakit, diare berair berlebihan yang cepat dapat menyebabkan dehidrasi parah dan kematian jika pengobatan tidak segera diberikan.
Muntah juga terjadi pada kebanyakan pasien.

Kolera tetap menjadi masalah global dan terus menjadi tantangan bagi negara-negara yang mengalami masalah akses terhadap air minum yang
aman dan sanitasi.

3. Influensa

 "Flu Asiatik", 1889–1890. Dilaporkan pertama kali pada bulan Mei 1889 di Bukhara, Rusia. Pada bulan Oktober, wabah tersebut
merebak sampai Tomsk dan daerah Kaukasus. Wabah ini dengan cepat menyebar ke barat dan menyerang Amerika Utara pada bulan
Desember 1889, Amerika Selatan pada Februari–April 1890, India pada Februari–Maret 1890, dan Australia pada Maret–April 1890.
Wabah ini diduga disebabkan oleh virus flu tipe H2N8 dan mempunyai laju serangan dan laju mortalitas yang sangat tinggi.
 "Flu Spanyol", 1918–1919. Pertama kali diidentifikasi awal Maret 1918 di basis pelatihan militer AS di Fort Riley, Kansas, pada bulan
Oktober 1918 wabah ini sudah menyebar menjadi pandemi di semua benua. Wabah ini sangat mematikan dan sangat cepat menyebar
(pada bulan Mei 1918 di Spanyol, delapan juta orang terinfeksi wabah ini), berhenti hampir secepat mulainya, dan baru benar-benar
berakhir dalam waktu 18 bulan. Dalam enam bulan, 25 juta orang tewas; diperkirakan bahwa jumlah total korban jiwa di seluruh dunia
sebanyak dua kali angka tersebut. Diperkirakan 17 juta jiwa tewas di India, 500.000 di Amerika Serikat dan 200.000 di Inggris. Virus
penyebab wabah tersebut baru-baru ini diselidiki di Centers for Disease Control and Prevention, AS, dengan meneliti jenazah yang
terawetkan di lapisan es (permafrost) Alaska. Virus tersebut diidentifikasikan sebagai tipe H1N1.

49
 "Flu Asia", 1957–1958. Wabah ini pertama kali diidentifikasi di Tiongkok pada awal Februari 1957, kemudian menyebar ke seluruh
dunia pada tahun yang sama. Wabah tersebut merupakan flu burung yang disebabkan oleh virus flu tipe H2N2 dan memakan korban
sebanyak satu sampai empat juta orang.
 "Flu Hong Kong", 1968–1969. Virus tipe H3N2 yang menyebabkan wabah ini dideteksi pertama kali di Hongkong pada awal 1968.
Perkiraan jumlah korban adalah antara 750.000 dan dua juta jiwa di seluruh dunia.

Penyakit-penyakit yang mungkin dapat menjangkit secara pandemik mencakup di antaranya demam Lassa, demam Rift Valley, virus
Marburg, virus Ebola dan Bolivian hemorrhagic fever. Namun demikian, sampai dengan tahun 2004, kemunculan penyakit-penyakit tersebut
pada populasi manusia sangatlah virulen sampai-sampai tidak tersisa lagi dan hanya terjadi di daerah geografis terbatas. Dengan demikian, saat
ini penyakit-penyakit tersebut berdampak terbatas bagi manusia.

4. Malaria

Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang disebabkan oleh parasit. Orang yang mengidap malaria sering mengalami
demam, menggigil, dan penyakit seperti flu. Jika tidak diobati, mereka dapat mengembangkan komplikasi parah dan mati. Pada tahun 2010
diperkirakan 219 juta kasus malaria terjadi di seluruh dunia dan 660.000 orang meninggal, sebagian besar (91%) di Wilayah Afrika.

Malaria adalah penyakit serius yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang menginfeksi Anopheles nyamuk yang menggigit manusia.
Gejala awal berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala dan muntah – gejala yang mungkin terlalu ringan untuk diidentifikasi sebagai malaria.
Jika tidak diobati dalam waktu 24 jam, dapat berkembang menjadi penyakit parah yang bisa mengakibatkan kematian.

WHO memperkirakan bahwa malaria menyebabkan 207.000.000 episode klinis dan 627.000 kematian, sebagian besar di antara nya adalah
anak-anak Afrika, pada tahun 2012. Sekitar 3,5 miliar orang dari 167 negara tinggal di daerah yang beresiko penularan malaria. “Parasit
malaria telah membunuh anak-anak dan melemahkan kekuatan seluruh populasi selama puluhan ribu tahun. Tidak mungkin untuk menghitung
kerugian yang telah ditimbulkan oleh malaria terhadap dunia.”
-Bill Gates

5. Tifus atau Rickettsia 

Membunuh 3 juta orang antara 1918 dan 1922 saja, dan sebagian besar tentara Napoleon di Rusia

Tifus adalah salah satu dari beberapa penyakit serupa yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan oleh kutu. Namanya  berasal
dari bahasa Yunani typhos, yang berarti berasap atau malas, menggambarkan keadaan pikiran mereka yang terkena
dampakdari tifus. Rickettsia adalah endemik di host binatang pengerat, termasuk tikus, dan menyebar ke manusia melalui tungau, kutu dan
caplak. Vektor Arthropoda tumbuh subur dalam kondisi kebersihan yang buruk, seperti yang ditemukan di penjara atau kamp-kamp pengungsi,
di antara para tunawisma, atau sampai pertengahan abad ke-20, pada tentara di lapangan.

Saat ini selain wabah penyakit menular , terdapat berbagai wabah penyakit tidak menular,juga yang tidak diketahui sebabnya ,seperti
berbagai jenis kanker(kanker paru-paru akibat merokok,misalnya) cacat bawaan (minamata,misalnya) berbagai penyakit akibat zat kimia
fisika(itai-itai akibat cadminum) penyakit inipun timbul dalam proporsi epidemis, sehingga didapatkan wabah penyakit tidak menular. Oleh
karena nya kegiatan epidemiologi menjadi luas dan masalahnya menjadi semakin komplek, sehingga diperlukan metode yang baru atau moderen
untuk melakukan hal analisis seperti ini maka epidemiologi didefinisikan sebagai : ilmu yang memepelajari

 Ditribusi penyakit pada masyarakat dan


 Faktor-faktor determinan / penentu terjadinya distribusi serta frekuensi penyakit tersebut (pada masyarakat).

A. DEFINISI EPIDEMI
Epidemilogi mempelajari wabah, tetapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan wabah ?
Epidemi atau wabah pada zaman dahulu secara exlusif menangani wabah penyakit menular . wabah pest misalnya dab dikenal
sebagai “ the balck dath”(10) tetapi karena penyakit saat ini tidak selalu bersifat menular ,maka definisi epidemi dinyatakan
sebagi :
Epidemi adalah keadaan diaman didapat frekuensi penyakit melebihi frekuensi biasa atau dalam waktu yang singkat terdapat
penyakit yang berlebih.
B. DEFINISI ENDEMI
Endemi diartikan sebagai keadaan yang biasa atau normal atau frekuensi penyakit tertentu berada dalam keadaan normal.
C. DEFINISI PANDEMI
Pandemi adalah keadaan epidemi yang melada hampir semua populasi ataupun hampir semua daerah .

D. TUJUAN
 Tujuan Umum
 Meneliti populasi manusia, namun sekarang metodenya berlaku juga bagi penelitian lain – lain populasi, seperti hewan,
tumbuhan, air, udara, tanah, dll. Karena wabah diantara populasi lain dapat juga menyerang manusia, misalnya flu
burung dari Hongkong. Penyakit Pest yang merupakan penyakit tikus, dan Deam Berdarah Ebola yang asalnya dari
Kera, dll.
 Mengendaikan wabah saja, yakni dalam arti epidemiologi yang sangat sempit hanya menyangkut penyakit menular.
Tetapi karena definisi epidemiologi telah berubah sesuai keburtuhan yang telah diuraikan terdahulu, maka tujuan
epidemiologi juga menjadi luas dan mencakup : 
1. Deskripsi penyakit, agar dapat mengungkap mekanisme kausal, menjelaskan mengapa terjadi pola penyakit yang
ada (agent, faktor penentu), dapat menjelaskan perjalanan penyakit, dan dapat digunakan untuk memberi

50
pedoman pelayanan kesehatan yang diperlukan, misalnya daerah yang mempunyai insidensi Malaria lebih
banyak, maka harus dapat mengutamakan pelayanan terhadap Malaria.
2. menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit, sehingga dapat digunakan untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan masyarakat, termasuk kesehatan lingkungan dan kesehatan lingkungan kerja.

 Tujuan Praktis
a. Memformasikan hipotesa yang menjelaskan pola distribusi penyakit yang ada atas dasar karakteristik waktu,
tempat, host, dan agent potensial.
b. menguji hipotesa dengan menggunakan penelitian yang dirancang secara khusus untuk dapat mengungkapkan
penyebab penyakit
c. Menguji validitas konsep pengendalian penyakit dengan menggunakan data epidemiologis yang dikumpulkan
sehubungan denganprogram tersebut.
d. Membantu membuat klasifikasi penyakit atas dasar penelitian etiologis. Perjalanan penyakit yang sepadan secara
epidemiologis dapat memberi petunjuk bahwa etiologinya itu sejenis dan sebaliknya.
e. Mengungkapkan perjalanan suatu penyakit untuk menentukan prognosis penyakit. (Slamet, 2005)

E. Ruang Lingkup
  Dari pengetahuan tentang ruang lingkup/jangkauan epidemiologi kita dapat mengetahui apa saja yang termasuk dalam
epidemiologi karena jangkauan epidemiologi terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan jangkauan epidemiologi dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Pada awalnya epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang bersifat menular/infeksi dan akut saja, melalui temuan-temuan
tentang:
 jenis penyakit wabah : cacar, pes, kolera
 cara penularan dan penyebab pennyakit wabah dan
 cara-cara penanggulangan dan pencegahan penyakit
 wabah
2) Tahap berikutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit infeksi non-wabah
3) perkembangan lebih lanjut, epidemiologi juga mempelajari penyakit tidak menular atau kronis misalnya; penyakit jantung,
karsinoma, hipertensi dan penyakit gangguan hormon (DM dll)
4) Akhirnya epidemiologi mempelajari hal-hal yang bukan penyakit atau masalah sosial/perilaku (fertilitas, menopause, kecelakaan,
kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat), termasuk penilaian terhadap pelayanan kesehatan serta masalah di luar bidang
kesehatan.

Perkembangan epidemiologi yang sedemikian pesat merupakan tantangan yang sangat berat bagi tenaga kesehatan karena keadaan
tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan perbaikan sanitasi dan perbaikan ekonomi, tetapi merupakan masalah yang sangat kompleks yang
melibatkan berbagai disiplin ilmu dan berbagai instansi atau institusi.

Jangkauan epidemiologi kini telah sedemikian luasnya hingga mempelajari semua hal yang menimpa masyarakat. Makin luasnya jangkauan
tersebut antara lain disebabkan hal-hal berikut:

1) Kemajuan teknologi yang sangat pesat pada beberapa dasawarsa terakhir


2) Kebutuhan dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks
3) Metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat digunakan untuk penyakit non infeksi dan non- penyakit
4) Meningkatnya kebutuhan penelitian terhadap penyakit non-infeksi dan non-penyakit
5) Metode epidemiologi dapat digunakan untuk mempelajari asosiasi sebab-akibat misalnya:
 asosiasi antara rokok dengan karsinoma paru-paru dan
  asosiasi antara pelayanan kesehatan dengan status kesehatan masyarakat

G. FENOMENA MASAL

Karena masyarakat lebih mengenal kedokteran pengobatan atau kuratif dari pada epidemiologi , makan untuk dapt
mmemahai perbedaan peran pengobatan dengan epidemiologi dicoba dianlogikan ahli epidemilogi dengan dokter yang mengobati
ornag sakit , yang diperhatiakn dokter adalah individu yang sudah sakit , sedangkan ahli epidemiologi memperhatikan
mesyarakat/populasi sebagai satu kesatuan.bila dokter bertanya dimana yang sakit, kapan mulai sakit dan bagaimana rasa nyerinya dan
seterusnya maka ahli epidemiologi juga bertanya dengan hal yang sama dalam konteks yang berbada

H. LINGKUP BARU

Secara historis, lingkup epidemiologi terbatas pada penelitian dan pengendalian wabah. Saat ini epidemiologi masih terus
menangani wabah dan penyakit , tetapi tidak hanya memperhatikan mortalitar,mobilitas,dan cacat tetapi juga bagaimana melakukan
kuantifikasi faktor-faktor lingkungan, bagaimana mencegah penyakit ,memecahkan masalah kesehatan dan meningkatakan kesehatan
masyarakat, faktor lingkungan menjadi sangat penting karena seluruh penyakit disebabkan dan dipengaruhi oleh lingkungan.pengaruh
tersebut dapt langsung dan tidak langsung, faktor yang tidak langsung adalah faktor genetik seperti diketahui perubahan dan mutasi
genetik juga disebabkan oleh adanya stimulasi faktor lingkungan,kedalam faktor genetik ini termasuk penyakit degeneratif dan
fisiologis. Lingkup epidemiologi dapat lebih muudah difahami apabila epidemiologi dilihat dari segi metode dan ilmu.

I. EPIDEMIOLOGI SEBAGAI METODE

Seperti telah disebut terdahulu,epidemiologi dulu hanya di artikan sebagai ilmu yang mempelajari wabah atau epidemi. Dalam hal
ini wabah sudah terjadi dan epidemiologi dianggap sebagai alat yang tangguh untuk mengendalikan wabah. Proses pengendalian
51
tersebut didasarkan atas metode untuk mencari penyebab , dan mengendalikannya,metodelogi epidemiologi tersebut berkembang atas
dasar empat hal sbb :
1. Bahwa penyakit ada hubungannya dengan lingkungan
2. Bahwa fenomena alam dapat dikuantifikasi secara statistis,misalnya dengan biostatistik dan statistik lingkungan.
3. Asosiasi antara faktor potensial penyebab dan berbagai faktor determinan dengan penyakit dapat dihitung.

J. EKSPERIMEN ALAM

1. Wabah yang diidentifikas oleh john snow , yakni wabah cholera dilondon pada tahun 1854,ia mendeskripsikan yang sakit
atas dasar atribut orang ,menghitung frekuansi serta mencari faktor penentu yang mempengaruhi faktor tersebut ,ia juga
mendeskripsiakan orang yang tidak sakit yang hidup yang berdampingan dengan yang sakit untuk mencari sebetulnya faktor2 apa
saja yang membedakan yang sakit dari yang tidak sakit . tindakan ini adalah usaha mencari faktor kausal dan faktor penentu,dari
penelitiannya ia mendapatkan petunjuk (suatu perbedaan yang mencolok)bahwa mereka yang sakit berasal dari sumber air yang
sama , sedangkan yang tidak sakit tidak menggunakan sumber air tersebut .

Kesimpulan bahwa air (faktor penentu)itulah yang membawa penyebab penyakit

K. EKSPERIMEN PADA MANUSIA

Eksperimen pada manusia sulit sekali dilakukan kecuali bagi yang mempunyai akibat perbaikan dan dapat diterima dari segi
etika ,contoh yang telah dilakukan adalah eksperimen lind yang menggunakan buah-buahan segar untuk mengobati penyakit
scurvy(kekurangan vitamin c)dan edwar janner yang mennggunakan keropeng cacar sapi untuk mencegah variola,kedua contoh
menjelaskan etoilogi pada hal scurvy,dan imunitas sialng pada hal edward janner.

 Epidemiologi sebagai ilmu


 Sebagai ilmu epidemiologi mempelajari atau mencoba memahami bagaimna penyakit itu terjadi ,apa sebab
kusalnya,bagaimana perjalanan penyakitnya dan apa saja faktor yang ikut menentukan penyakit ,serta distribusi
frekuensinya. Dengan demikian epidemiologi diaplikasikan untuk mencari penyebab penyakit serta perjalanan
penyakit ,sehingga dapt mencari metoda pencegahan penyakit , meningkatkan kesehatan,mendukung ilmu kedokteran
pencegahan dan pengobatan ,melakukan evaluasi dan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan ,dampak pelayanan
kesehatan ,melakukan skrining,berbagai penyakit pada masyarakata, dan seterusnya.

L. AHLI LINGKUNGAN PERLU EPIDEMIOLOGI


Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa lingkungan berperan besar sekali dalam penyebaran
penyakit,air,udara,tanah,insekta dan perilaku masyarakat dapat membawa berbagai jenis penyakit selain itu semua penyebab
penyakit ada didalam lingkungan ,ahli lingkungan dan tehnik lingkungan harus sadar bahwa pengobatan dalam kualitas
lingkungan dapt mengubah pola kesehatan masyarakat kualitas lingkungan akan selalu berubah karena untuk mendukung
manusia setiap detik memerlukan dukungan udara dan setiap detik pula ia mengubah kualitasnya dengan memasukkan nafas
expirasi kedalamnya.demikian pula dengan kualitas air ,makanan tanah, dan lain2 sumber daya alam.
BAB II
TERJADINYA PENYAKIT DAN WABAH

Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau peristiwa  yang lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu
periode waktu tertentu di area tertentu atau diantara kelompok tertentu. Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan dugaan terhadap suatu wabah
mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu isolate microbial atau kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya
peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya.

Penyakit tidak pernah datang tanpa sebab. Penyakit bukanlah nasib dan bukan merupakan keseluruhan yang berada dalam tubuh kita dan
mengendalikan kita. Kebanyakan dari penyakit-penyakit disebabkan oleh kesalahan sederhana terhadap hukum-hukum dari sebab dan akibat.
Terjadinya penyakit terutama adalah akibat dari pelanggaran terhadap hukum-hukum kesehatan yaitu hukum-hukum aktivitas dan
istirahat,hukum-hukum nutrisi, dan hukum-hukum pikiran dan jiwa. 

A. Definisi Sehat dan Sakit

Pengertian tentang keadaan sehat dan sakit sangat penting mengingatahli epidemiologi selalu harus dapat menentukan ada dan tidaknya
permasalahan penyakit di masyarakat dan berapa banyaknya.

Secara sederhana keadaan sakit itu dinyatakan sebagai berikut:

 Penyimpangan dari keadaan normal, baik struktur maupun fungsinya.


 Keadaan dimana tubuh/ organisme atau bagian dari organisme/ populasi yang diteliti tidak dapat berfunfsi seperti mestinya.
 Keadaan patologis

Keadaan sakit atau sehat ini bila pada manusia harus dilihat dari tiga aspek yakni, aspek jasmani, aspek rohani, dan aspek sosial sesuai
dengan definisi yang tertulis dalam Undang Undang R.I no. 9, 1960 yang diperbaharui dalam UU no 23 tahun 1992 yaitu sebagai berikut:

UU.R.I No.23 Tahun 1992:

Yang dimaksud sehat dalam UU ini adalah keadaan meliputi kesehatan badan, rohani, (mental) dan sosial dan bukan hanya keadaan yang
bebas penyakit, cacat, dan kelemahan sehingga dapat hidup produktif secara sosial ekonomi.

52
B. Proses Terjadinya Penyakit
a. Interaksi manusia dan lingkungan

Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Ia perlu suplai udara, makanan,
minuman, tempat untuk bernaung, tempat kerja, tempat aktivitas lainnya, tempat untuk membuang limbahnya, tempat untuk peristirahatan
terakhirnya. Oleh karena itu manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya mulai ia dilahirkan sampai ia meninggal. Ia juga perlu
bersosialisasi dengan sesamanya. Hal ini menunjukan bahwa manusia memang bagian dari alam. Dilihat dari segi manusia interaksinya dengan
alam ini dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan, tetapibapabila sumber daya alam tdi tidak mendukung kesehatan manusia maka bisa
terjadi yang sebaliknya, yang antara lain adalah terjadinya penyakit. Hal ini dimungkinkan karena di dalam alam, selain bnyak hal yang
menguntungkan (faktor augenik) kehidupan manusia, juga terdapat banyak yang merugikannya (faktor disgenik). Di alam banyak terdapat
kuman penyakit, serangga pembawa penyakit, hewan besar yang membahayakan keselamatan manusia , dan juga terdapat banyak zat kimia-
fisika yang bersifat racun bagi tubuh manusia.

1. Model Gordon

Model gordon menggambarkan terjadinya penyakit pada mansyarakat, model ini dinamakan sesuai nama pencetusnya, seorang dokter, Jhon
Gordon. Ia memodelkan atau menggambarkan sebagai adanya batang pengungkit, yang mempunyai titik tumpuh di tengah-tengahnya, pada
kedua ujung batang tadi terdapat pemberat yakni A, H dan tumpuannya adalah L. Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan
kedalam suatumasyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan
tradisional sendiri.Banyak teori yang dikemukakan para ahli mengenai timbulnya penyakit.Dewasa ini dikenal tiga proses terjadinya penyakit,
sebagai berikut:

a.       Segitiga Epidemiologi (the epidemiologic triangle)

H A

Menurut model ini, apabila ada perubahan dari salah satu factor, maka akan terjadi perubahan keseimbangan di antara mereka, yang berakibat
akan bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan.

1. Jaringan – jaringan sebab akibat (The web of causation).


Menurut model ini, bahwa suatu penyakit tidak tergantung kepada suatu sebab yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan sebagai akibat
dari serangkaian proses sebab akibat.dengan demikian timbulnya suatu penyakit dapat di cegah atau dihentikan dengan memotong
mata rantai di berbagai faktor.

Hubungan antara penjamu, agent, dan lingkungan menimbulkan penyakit kompleks, karena ketiga faktor ini saling mempengaruhi, penjamu,
agent, dan lingkungan saling berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan.Hubungan anatar ketiganya diibaratkan sebagai
timbangan.Dimana bibit penyakit dan penjamu berada di masing-masing ujung tuas, sedangkan lingkungan sebagai penumpunya.
Seorang berada dalam keadaan sehat apabila tuas penjamu berada dalam keadaan seimbang dengan tuas bibit penyakit, sebaliknya bila bibit
penyakit berhasil menarik keuntungan dari lingkungan maka orang itu akan berada dalam keadaan sakit.
Untuk lebih jelas digambarkan sebagai berikut.

H A

L
H A

L A H L

Keadaan ke-1 keadaan ke-2

H A

L A H L

53
Keadaan ke-3 keadaan ke-4

Keadaan ke-1

Pada kasus ini dikatakan bahwa A memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring kearah A. Dalam kasus ini diartikan sebagai
agent/penyebab penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host, misalnya virus influenza.

Keadaan ke-2

Pada kasus ini dikatakan bahwa H memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring kearah H. Dalam kasus ini diartikan sebagai
Dimungkinkan apabila H menjadi lebih peka terhadap suatu penyakit, misalnya pertumbuhan proporsi penduduk yang begitu besar.

Keadaan ke-3

Pada kasus ini penyebab ketidak seimbangan disebabkan oleh bergesernya titik tumpu. Hal ini menggambarkan terjadinya pergeseran kualitas
lingkungan sedemikian rupa sehingga A memberatkan keseimbangan. Misalnya terjadi banjir.

Keadaan ke-4

Pada kasus ini penyebab ketidak seimbangan disebabkan oleh bergesernya titik tumpu. Hal ini menggambarkan terjadinya pergeseran kualitas
lingkungan hanya sekarang mengakibatkan H memberatkan keseimbangan. Misalnya Pencemaran udara.

2. Kuasai yang multipel

Di masyarakat, tidak semua orang menderita sakit sekalipun sama-sama kebanjiran atau menghirup udara segar atau makan makanan yang
terkontaminasi bakteri/ racun. Hal ini sangat penting untuk di simak, karena keadaan inilah yang menggsambarkan dadanya peran faktor penentu
yang telah disebut sebelum ini. Misalnya sebagian host mempunyai tingkat imunitas yang lebih tinggi dari pada yang lain, maka apabila terjadi
pemaparan dengan dosis kuman yang sama banyaknya, maka jumlah yang menjadi sakitdi antara yang imunitasnya tinggi akan lebih sedikit
dibandingkan dengan mereka yang tingkat imunitasnya terhadap kuman tadi yang lebih rendah. Jadi imunitas merupakan salah satu faktor
penentu pada host.

C. Proses Terjadinya Wabah

Wabah terjadi apabila penyakit bermanifestasi di masyarakat dan penderita secara statistik berjumlah melebihi normal, dan dengan waktu
yang relatif singkat. Jumlah penderita dapat banyak dalam waktu singkat karena beberapa alasan sebagai berikut:

 Terjadinya perubahan kualitas lingkungan:


 Transmisi agent penyakit berjalan cepat, seperti terjadi keadaan banjir
 Masyarakat yang terpapar terhadap agent sekaligus dalam jumlah banyak
 Adanya keberdesakan (crowding) yang tinggi
 Ada agent baru, sehingga semua orang sangat peka terhadapnya
 Distribusi kepekaan H berubah, sehingga proposi H yang peka menjadi sangat banyak

Dengan demikian, manesfestasi penyakit menimbulkan kemungkinan atau peluang untuk terjadi wabah. Proses terjadinya wabah bagi
penyakit menular berbeda dari penyakit yang tidak menular.

D. Wabah Penyakit Menular

Beberapa contoh wabah penyakit menular dapat disebabkan oleh paparan sekaligus mengena banyak orang, seperti halnya keracunan
makanan disekolah, pabrik, perhelatanatau dari sumber yang sama, seperti sumber air, pedagang/jajanan. Wabah juga terjadi akibat pengolahan
makanan yang membawa/ carrier suatu mikroba, misalnya pemasak yang dikenal sebagai typhoid mary.

Wabah penyakit menular dapat terjadi apabila dipenuhi beberapa faktor atau syarat sebagai berikut:

 Agent penyakit harus dapat keluar dari resevoir melalui suatu portal of exit.
 Agent harus dapat bertahan di dalam lingkungan untuk beberapa waktu dalam keadaan baik
 Harus ada media yang dapat membawa agent ke host lain
 Agent harus memasuki tubuh host lain melalui suatu portal of entry. Di dalam tubuh host baru agent harus mampu memperbanyak diri
sehingga jumlahnya cukup untuk manifestasi penyakit pada host baru ini.

1. Portal Of Exit

Agent tidak bisa keluar dari tubuh host dalam keadaan hidup,apabila tubuh dapat mematikannya, baik sengan bantuan pengobatan yang
sempurna tataupun atas dasar kekuatan sendiri, maka penularan tidak bisa berlangsung. Cara ini merupakan pengendalian yang efektif, karena
apabila agent hilang, penykit akan hilang, dan wabah tidak mungkin terjadi. Namun demikian, banyak sekali agent yang tidak dapat diobati
secara tuntas. Parasit malaria, misalnya:

54
i. Setelah pengobatan seringkali masih ada parasit yang tersisa dan berlindung di dalam sel-sel hati sehingga tidak dapat tertembus obat-
obatan tanpa menimbulkan keracunan pada penderita
ii. Terjadi reinfeksi karena sumber dan penyebar penyakit masih banyak terdapat di sekitar penderita. Demikian pula halnya
denganpenyakit cacing seperti filariasis, dan schistosomiasis. Ada pula virus yang sampai saat ini belum ada ada obatnya, sehingga
badan sendiri harus cukup kuat untuk mematikannya. Bakteripun ada yang tidak dapat terbasmi karena obat, misalnya salmonella typi,
apabila pengobatan tidak sempurnakerana penderita tidak mampu membayar seluruh jumlah obat yang diperlukan, ataupun kurang
mengerti tentang cara-cara pengobatan yang tuntas, maka setelah sembuh penderita masih membawa bakteri dan disebut carrrier pada
saat-saat tertentu carrier ini dapat mengeluarkan agent ke dalam lingkungan melalui portal of exitnya.

2. Daya Tahan Hidup (Survival/ Viability) Agent

Daya tahan agent di dalam tubuh host sangat bervariasi. Spirochaeta penyebab penyakit syphilis dan gonococcus penyebab gonorrhoea sulit
bertahan di luar tubuh,sehingga hanya dapat menular secara langsung dari orang sakit kepada yang lain. Sebaliknya, salmonella typhi dapat
bertahan cukup lama dan bahkan berkembang biak, dalam makanan misalnya, bacillus tetanus dan antthrax dapat bertahan bertahun-tahun
(survival) karena dapat membentuk spora. Bentuk spora memang tidak bahaya bagi manusia, tetapi sekali masuk dalam lingkungan yang
menguntungkan, artinya terdapat suhu, nutrien, kelembaban, yang cocok bagi kehidupannya, maka bentuk spora dapat berubah kembali menjadi
bentuk negatif, dan berkembang biak. Semakin lama suatu agent dapat bertahan (survive) diluar tubuh, semakin besar kemungkinan ia dapat
menemukan media transmis, dan memasuki tubuh host lainnya, dengan demikina menunjang perkembang biakannya.

3. Media Transmisi

Media transmisi adalah media yang membawah atau menyebarkan agent penyakit, dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yakni, yang
hidup (vektor) yang tidak hidup (vehicle). Golongan yang hidup hanya terdiri atas insekta atau serangga. Misalnya nyamuk anopheles dapat
menyebarkan plasmodium penyebab malaria, nyamuk aedes menyebarkan virus penyebab demam berdarah, lalat rumah menyebarkan bakteri
penyebab typus maupun dysenteri dan cholera, dan sebagainya. media ini penting, karena dapat mempertemukan agent dengan calon host.
Semakin banyak jumlah vektor yang infektif semakin besar kemungkinan penyebaran. Contoh penebangan hutan bakau, meningkatkan itensitas
cahaya matahari, sehingga anopheles cepat berkembang biak, maka malaria dapat menyebar dengan cepat, seperti telah terjadi di daerah
cilancap.

Media transmini yang tidak hidup dapat berupa:

 Air yang digunakan untuk minum, mandi, cuci, dan irogasi


 Susu, yang berasal dari hewan yang sakit, pemeras susu yang membawa kuman (carrier), wadah susu yang kotor, pasteurisasi
yang tidak sempurna, kontaminasi dari temapt menyimpan.
 Makanan yang mendapat mikroba atau zat kimia
 Udara
 Tanah atau debu
 Tinja, muntahan, perabot makan
 Tangan terkontaminasi dan membawa kemulut yang dikenal sebagai penularan fekaloral.
4. Portal Of Entry

Portal of entry adalah tempat atau pintu masuknya agent ke dalam host, yang dapat terjadi secara oral, inhalasi, dernal, intara muskuler, intra
kutan, leawat mata, luka dan sebagainya. apabila agent dapat bertemu dengan calon hos, misalnya air banjir membawa kuman cholera pada
manusia , maka sifat atau karakteristik agent mulai berperan dan menentukan apakah ia mampu menembus tubuh host dan berkembang biak di
dalamnya. Sifat ini yang dikenal sebagai infektiviti. Infektivi agent yang berbeda, mulai dari yang sangat infektif sampai yang tidak infektif

Kemampuan suatu organisme untuk menimbulkan penyakit pada suatu host disebut patogenitas. Patogenitas ini berbeda bagi jenis host dan
bagiu jenis organisme. Tentunya hanya berkembang biak hanya dapat terjadi apabila calon host tidak mempunyai pertahanan terhadapnya seperti
yang diketahui, didalam tubuh host agen umumnya menimbulkan apa yang disebut antibodies terhadapnya.

Masuknya agent kedalam tubuh host biasanya melalui bagian tubuh tertentu yang ada hubungannya dengan dunia luar,seperti mulut dengan
saluran pencernaan, hidung dengan saluran pernapasannya, dan kulit serta selaput lendir yang disebut dengan portal of entry. Portal of entry ini
selanjutnya sangat menentukan apakah agent mudah memasuki tubuh dan beredar ke dalam seluruh tubuh lewat peredaran darah atau bisa
terlokalisir oleh daya tubuh.

5. Daya Tahan Kultural

Daya tahan kultural didapat dari budaya masyarakat, seperti misalnya:

 Pengetahuan, bahwa suatu penyakit dapat dicegah dengan imunitas, dapat membantu mencegah terjadinya penyakit menula.
Sekalipun agen dapat berhasil memasuki tubuh, tetapi karena host tadi imun terhadapnya (akibat imunitas) maka, apabila terjadi
penyakit ia tidak akan menderita separah seperti hanya yang tidak mendapatkan imunitas.
 Pengetahuan tentang lingkungan yang dapat menyebarkan penyakit dan menjadi sarang vektor penyakit, membuat manusia
memelihara kualitas lingkungannya, yang akan menyelamatkan merekah dari penyakit.
 Pengetahuan tentang peran gizi dalam pertahan tubuh dan apabila orang berusaha agar gizi tetap baik, maka prilaku ataupun
budaya seperti itu, akan menyelamatkanya pula dari serangan penyakit.
 Berbagai pengetahuan tentang kesehatan da penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

E. Wabah Penyakit Tidak Menular

55
Penyakit tidak menular dapat mewabah, apabila jumlah kasus melebih rata-rata +2SD-nya sesuai definisi wabah untuk penyakit tidak menular
ada beberapa kemungkinan terjadinya wabah:

 Kepadatan penduduk tinggi, sehingga paparan sekiligus mengenai banyak orang.


 Agent secara konstan dikeluarkan dari suatu sumber dan memapari masyarakat
 Kepadatan populasi yang tinggi atau keberdesakan, memeungkinkan paparan sesaat atau beberapa hari terjadi sekaligus
terhadapa bayak orang.
 Agent yang secara konstan dikeluarkan dari sumber/ reservoir untuk jangka yang cukup lama dapat menimbulkan wabah.
1. Tipe Penyebaran

Penyebaran agent merupakan faktor penentu yang penting dalam terjadinya wabah. Ada dua tipe penyebaran yaitu tipe prosodemik dan tipe
holomiantik.

 Penyebaran Prosodemik
Penyebaran penyakit dapat terjdi dari orang ke orang, sehingga relatif berjalan lebih lambat, dan berupa penyakit menular.
 Penyebaran Holomiantik
Penyebaran secara holomiantik dapat terjadi pada penyakit menular ataupun tidak menular, apabila:
 Paparan agent terjadi sekiligus pada banyak orang, biasanya melalui media lingkungan seperti air, makanan, udara,
dan dll
 Agent secar kontinu dikeluarkan dari reservoir melalui media lingkungan seperti air sumur yang mengandung agent
terus di pakai penduduk, atau limbah yang terus membawah agent ke perairan, masuk ke rantai makanan, maka pola
penyebran penyakit tampak cepat, penyebaran seperti ini biasanya terjadi lewat media tidak hidup seperti air, udara,
makanan, dan debu. Selama resevoir agent tidak di hentikan, maka penderita penyakit akan terus bertambah. Pada
penyakit menular, ada kemungkinan, bahwa yang dapat sembuh dan membentuk antibodi, ia tidak akan terkan
penyakit lagi dan lama kelamaan jumlah penderita akan menurun, sekalipun reservoir masih ada.

BAB III

AGENT

A. AGENT/PENYEBAB PENYAKIT

Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, dan lain
sebagainya, yang dalam jumlah berlebih atau kurang merupakan sebab utama dalam terjadinya penyakit. Agent hidup atau agent yang terdiri atas
benda hidup seperti metazoa, fungi, protozoa, bakteri, rickettsia, dan virus menyebabkan penyakit yang bersifat menular. Agent tak hidup dapat
berupa zat kimia, zat fisis, kekuatan mekanis, faktor fisiologis, faktor psikologis, dan faktor turunan.

1. Agent Hidup

Agent hidup atau agent yang terdiri atas benda hidup seperti metazoa, fungi, protozoa, bakteri rickettsia, dan virus yang menyebabkan
penyakit yang bersifat menular.

2. Agent Tidak Hidup

Agent tak hidup dapat berupa :

 Zat kimia yang dapat dibagi lagi kedalam zat kimia berasal dari luar tubuh (exogen) terutama banyaknya zat kimia pencemar
lingkungan, dan dari dalam tubuh ( endogen ), seperti metabolit, hormon dll.

 Zat fisis seperti temperatur, kelembaban, kebisingan, radiasi pingeon, radiasi non- pengion, semua dapat menyebabkan
penyakit.

 Kekuatan mekanis seperti tumbukan, (force, energi). Seperti halnya pada perkelahian, peperangan dll.

 Faktor fisiologis seperti usia, misalnya ketuaan yang menimbulkan penyakit geriatik,kehamilan dapat menimbulkan
keracunan, eklamsi dll.

 Faktor psikologis seperti tekanan jiwa akibat hubungan antar manusia yang tidak selaras.

3. Faktor Penentu Pada Agent

Karakteristik agent dngan berbagai faktor penentunya, yang antara lain adalah :

A. Bagi Agent Hidup

56
 Prosedur identifikasi

 Komposisi kimia

 Komposisi genetik, enzim

 Viabilitas atau kemampuan bertahan hidup

 Reservoir

 Sistem transmisi

 Latensi

 Spesifisitas

 Selektivitas

 Patogenitas

 Infektivitas

 Virulensi

B. Bagi Agent Tidak Hidup

 Prosedur identifikasi

 Dosis efektif

 Ekokinetik

 Farmakokinetik

 Toxisitas

 Sistem transmisi

 Sspesifisitas

 Selektivitas

Reservoir

A. Karakteristik Agent Hidup

Proses deteksi dan identifikasi penyebab

 Apakah sudah diketahui apa yang dicari dan bagaimana mencarinya.

 Apakah diketahui bentuk/morfologi bila mikroba.

 Adakah media untuk membiaknya.

 Bagaimana bentuk koloninya, warna, pewarnaan apa yang baik untuk identifikasi, sehingga species dapat diketahui.

BAB IV
HOST/PENJAMU

A.UMUM
57
Pengertian host disebut juga pejamu,adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi.Elemen host ini sangat penting dalam proses
terjadinya penyakit ataupun dalam pengendalianya,karena ia sangat bervariasai keadaan bila di lihat dari aspek sosial ekonomi
budaya,keturunan,lokasi geografis,dan lain-lainya.host juga yang sangat menentukan taraf pengetahuan,sikap,dan budaya hidupnya.host yang
akan dibahas disini secara khususadalah manusia akan tetapi,metode epidemiologi sendiri dapat diberlakukan untuk host lainya,seperti hewan
tumbuhan,dan bahkan air,udara dan lain-lain.

Faktor determinan atau penentu yang ada pada host dapat dibagi kedalam 2 klasifikasi yang besar yakni : - faktor-faktor yang dibawa atau
sudah ada sejak lahir
- faktor-faktor yang di dapat setelah di lahirkan

B.ATRIBUT ORANG YANG DI TURUNKAN ATAU DILAHIRKAN

Secara politis,orang dilahirkan sama dan sederajat,tetapi secara biologis hal ini tidak benar.perbedaan atau pariabilitas atas dasar faktor biologis
ini menentukan sekali terjadinya penyakit.kedalam klasifikasi ini,yang terpenting termasuk unsur usia,jenis kelamin,bangsa,urutan kelahiran,dan
keluarga.

1. USIA
Sudah banyak diketahui,bahwa ada penyakit yang disebut penyakit anak,penyakit orang tua,dan penyakit akil baliq,dan seterusnya.hal
ini disebabkan karena penyakit tertentu hanya menyerang kelompok usia tertentu pula.misalnya, penyakit
morbilli,polio,pertussis,diphtherri,cacar air,dan lain-lainnya disebut penyakit anak.penyakit tersebut kebanyakan menyerang
anak,disebabkan karena anak belum mempunyai kekebalan terhadapnya,sehingga anak merupakan populasi beresiko tinggi terhadap
penyakit sedemikian.
Penyakit juga dapat dipopulasi tua.penyakit ini tergolong degeneratif,seperti rhumatik,tulang kropos/osteoporosis kardio-
vaskuler,syaraf dll.
Penyakit banayak pula mnyerang usia akil baliq.penyakit sedemikian adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya imbalans
hormonal.misalnya acne,ketiak tentraman akibad mulai berfungi berbagai kelenjar hormon (misalnya kelenjar klamin),terjadi gejolak
berbagai perasaan yang dpat meneyebabkan kelainan jiwa dan prilaku.

2. JENIS KELAMIN
Insidensi berbagai penyakit di antara jenis kelamin kebudayaan berbeda hal ini terutama disebabkan karena paparan terhadap agaen
bagi setiap jenis kelamin berbeda .misalnya anak laki-laki lebih suka aktivitas fisik dari pada anak perempuan maka penyakit yang di
derita akan berbeda akibat prilaku dan fungsi sosialnya yang berbeda jenis pekerjaan pria dan wanita berbeda pembagian kerjasecara
sosial antara wanita dan laki-laki menyebabkan terjadinya perbedaan paparan yang di terima orang, sehingga penyakit yang dialami
berbeda pula

3. BANGSA
Perbedaan antar bangsa ditentukan oleh perbedaan dalam komposisi genetiknya.hal ini selanjutnya akan menentukan kepekaan
ataupun kekebalanya terhadap penyakit tertentu,faktor genetik sulit dipisahkan dari faktor lingkungan, karena perubahn gen biasanya
biasanya juga terjadi karena faktor lingkungan,dikatakan bahwa pada umumnya warna kulit yang gelap lebih tahan terhadap penyakit
kulit.sebaliknya TBC lebih mudah berkembang pada yang berkulit hitam dari pada kaukasian.

4. KELUARGA
Kelurga merupakan satuan terkecil dimasyarakat.orang yang tidak dapat mengubah keluarga dimana ia bersal.hal ini merupakan salah
satu nasip,karna orang tidak dapat memilih untuk dilahirkan kedalam keluarga tertentu atau yang dikehendaki.
Urutan kelahiran juga merupakan faktor yang ada didalam keluarga seseorang yang dilahirkan sebagai anak pertama,atau anak yang
kesepuluh tentunya akan berbeda baik dalam potensi kesehatan maupun potensial. kesehatan maupun potensial penyakit yang akan
diderita,prilakunya keluarga terhadapnya.
Faktor keluarga erat hubungan dengan faktor genetik,karena tentunya apabila kelainan gen maka hal ini akan diturunkan pada anak-
cucunya ,seperti misalnya penyakit diabetes meletus,buta warna,hemopilli dllnya.

5. DAYA TAHAN NATURAL


Daya tahan host dapat dilihat dari dua segi,yakni daya tahan alamiah atau natural dan daya tahan kultural. Daya tahan natural terdiri
atas strktur dan fungsi tubuh dan sistim kekebalan yang didapatmanusia sejak lahir,sedangkan daya tahan kultural akan dibicarakkan
dibawah atribut yang didapat setelah lahir.
Daya tahan natural terdapat berlapis mulai dari bagian luar tubuh kedalam.struktur dan fungsi merupakan alat yang menentukn daya
tahan host terhadap berbagai penyakit ,struktur dan fungsi tubuh merupakan alaat daya tahan natural yang ada pada manusia.
a. Struktur dan fungsi tubuh
Secara umum,orang yang dilahirkan dengan struktur badan yang normal dan tidak normal.dalam konsdisi sedemikian,tentunya
fungsi badan akan mengikuti keadaan struktur tersebut.
b. Struktur tubuh
Struktur apapun selalu menentukan fungsinya,demikian juga strukturtubuh manusia.kulit dan selaput lendir merupaka struktur
yang terdapat paling luar tubuh,selanjutnya ada kerangka yang merupakan struktur tubuh,dan diikuti oleh struktur organ dalam.
c. Kulit selput lendir dan jaringan getah bening
Lapisan luar kulit di sebut epidedmis,tebalnya sangat bervariasi .tergantung lokasinya.tebal bagian halus misalnya,berkisar antara
beberapa milimeter,dariluar kedalam kulit terdiri atas stratumcorneum,strtum granulosum,stratum spinosum,dan membrana
basalis.
d. Krangka
Selain kulit terdapat juga krangka yang terdiri atas > 300 tulang yang berfungsi membantu menegakkan dan mengerakkan
badan,melindungi organ yang halus dari berbagai benturan dan ganguan dari luar.misalnya tengkorak melindungi otak

58
e. Struktur organ dalam
Organ dalam yang ada dalam tubuh seperti hati,jantung beserta sistem peredaran darah atau sis tim kardio vaskuler,limpa,usus
atau sistim digestivus /sistema pernapasan dengan paru-parunya ,sistim persyarapan beserta otak dan sumsum tulang belakang
(susunan syaraf pusat)dan susunan syaraf perifr,sistim urogenital,yaitu ginjal beserta sistimnya yang membuat urin dan sisitim
reproduksi beserta alat klamin ,sistim hematopoetik.dan lain-lainnya.

6. FUNGSI TUBUH
a. Umum
Tubuh berfungsi secara otomatis dan tidak otomatis,kerja otomatis ini dikendalikan oleh sistim syaraf dan sistim humoral,semua
sebagian badan mempunyai otot polos,akan berfungsi otomatis.misalnya usus,jantung dan paru-paru.
Sel adalah unit terkecil di dalam tubuh,beberapa sel akan membentuk berkas dan beberapa bentuk sel akan membentuk
jaringan,bebeapa jaringan akan membentuk organsetiap sel mempunyai fungsi yang spesifik,dan setiap organ mempunyai sel
yang berbeda,fungsi organ bisa bermacam-macam tetapibentuk sel akan sama saja,seluruh tubuh manusia dewasa mempunyai
kira-kira 75 trilium buah sel,setiap sel membutuhkan nutrien untuk memelihara dirinya.semua sel memerlukan o2 hidrat
arang,protein,lenak,meeral,dan vitamin untuk membentu energi,sehingga bisa berfungsi dan berproduksi.
Sisitem humoral pada umumnya berfungsi dalam proses metabolisme, di seluruh badan terdap 8 kelenjar hormon yang
utama,seperti kelenjar gondok atau thyreoid yang membuat hormon threoid,kenjar pancreas membuat hormon insulin,kelenjar
parathyreoid membuat hormon parathyreoid,kelenjar kelamin membuat berbagai hormon dan seterusnya.

b. Fungsi kulit
Kulit merupakan organ terbesar pada manusia dan mempunyai banyak fungsi.ia merupakan daya tahan pertama terhadap zat
kimia,zat fisis, dan agent hidup.ia juga menerima berbagai sensitasi terhadap panas,,dingin,rasa,ikut serta dalam mengatur suhu
badan menguapkan gas dan uap,mempoduksi asam dan minyak untuk mantel atau lapisan proteksi memproduksi pigmen untuk
melindungi tubuh dari sebagai jenis sinar matahari yang berbahaya.oleh karena itu warna kulit menentukan mudah/tidakna
seseorang menderita penyakit kulit.

c. Struktur dan fungsi sistem kekebalan tubuh


Daya tahan host bersifat umum dan spesipik.daya tahan yang umum di tentukan oleh fungsi semua organ tubuh.bila fungsinya
baik,maka dayatahan umumnya baik pula,misalnya status gizi,keadaan kesehatan organ cara umum baik atau normal,maka fungsi
pola.maka fungsi dan daya tahan tubuhnya anormal pula daya tahan fisik di punyai tubuh terhadap berbagai penyakit yang
disebabkan oleh benda hidup(penyakit infeksi atau parasiter)
1. Berbagai jenis kekebalan
Daya tahan tubuh terhadap benda hidup disebut juga immunitas atau kekebalan.ada 2 sistim immunitas tubuh; immunitas
alamiah dan artifisial.bagi keduanya dapat bersifat aktif dan paif.
Immunitas aktif adalah immunitas yang didapat karena tubuh mmbuat antibodi sendiri,sedangkan fungsi,berati tubuh
mendapatkan antibodi atau imfosiit ang sensitized dari luar atau dari host lain atau tidak membuat sendiri .fungsi immunitas
pasif ini biasanya berkurang dengan lebih cepat dari pada immunitas aktif.cepat lambatnya berbeda tergantung pada daya
anti genetik agent.
Immunitas alamiah adalah kekebalan yang di dapat secara alamiah,karena infeksi,atau mendapat anti bodi dari ibu selama
dalam kandungan(transplasenter).

2. Daya tahan terhadap infeksi


Tubuh manusia ini penuh dengan flora,tubuh ini hidup dalam simbiosa dengan berbagai flora,beberapa diantaranya adalah
patogen .misalnya di dalam paru-paru dapat banyak sirokhaeta,pneoumococcus,strepcocuus.di dalam saluran pencenaan
dapat baktei enterobacteriaceaceaea, tetapi manusia tidak menjadi sakit karena mepunyai sistem yang berfungsi untuk
memperthankan kesehatanya daya tahan terhadap pnyakit infeksi pada dasarnya dilakukan oleh fungsi badan secara
umum,sistem kekebalan yang terdiri atas sitem seluler dan sistem humoral dan adanya proses imflamasi.
3. Sistem kekebalan
Sistem kekebalan berbentuk sistem seluler dan humoral;keduanya berasal dari sel yang sama,disebut stem sel yang kemudian
menjadidua jenis linfosit,disebut T limposit,apabila proses menjadi di dalam thymus, dan B limfosif yang tempat prosesnya
tidak di ketahui.
 Sitem seluler
Sitem seluler dilaksanakan oleh sistem leukosit atau sel darah putih,dan sistem makropag jaringan.luukosit atau
sel darah putih merupakan unit yang di nammis dalam sistem perlindungan tubuh
Leukosit ini dibuat oleh jaringan limpoid,yaitu, kelenjar limfe,limpa,thymus,tonsil dan sumsum tulang.untuk
pembentukan di perlakukan vitamin,asam volat,dan asam amino.loukosit ini setelah berbentuk akan ditranspor
oleh cairan extraseluler,masuk ke dalam pembuluh darah dan memasuki berbagai jari tangan.
 Sistem humoral
Sistem humoralmulai bekerja segera ada antigen yang menyebabkan aktifnya B limposit.di dalam kelenjar linfe
berbentuk zat anti antigen tadi aatau disebut anti bodies yang dapat beraksi dengan antigen tadi.antibodies ini
berupa protein yaitu gamma globulin atau di sebut immuno-globulin(Lg)
 Proses imflamasi
Proses imflamasi merupakan reaksi jejas/kerusakan.kerusakan sel akan disertai produksi histamin,bradikinin dan
serotonin,sehingga terjadi pertambahan sirkulasi ketempat infeksi,permeabilitas pembuluh darah kapiler
bertambah,sehingga fibrinogen dapat keluar bersama-sama dengan makrofag,terjadi koaagutasi sehingga tempat
tersebut terisolasi.

C.ATRIBUT ORANG YANG DI DAPAT SETELAH LAHIR

59
Atribut yang di dapat setelah lahir ini termasuk semua keadaan tubuh yang di peroleh atas dasar pengetahuan,kebiyasaan atau
budaya.atau juga atribut orang yang di dapat setelah lahir ,kedalam atribut ini termasauk status kesehatan umum ,respons immunologis
dan status kekebalan ,kekebalan kelompok,dan prilaku host.semua ini dikelompokkan dan disebut daya tahan kultural.
1. STATUS KESEHATAN UMUM
Status kesehatan umum ini bisa di pengaruhi oleh atribut yang dilahirkan,misalnya anak yang lahir cacat atau sakiy karena ibu
sakit,tetapi selain itu kedalam kelompok ini termasuk status fisiologis,status gizi, dan pengalaman sakit
2. STATUS FISIOLOGIS
Yang di maksut dengan status fisiologis adalah keadaaan fungsi tubuh seseorang,karena fungsi ini di tentukan oleh struktur,maka
status fisiologis yang normal akan memberi status fungsi yang normal pula.teteapi fungsi yang normal itu sendiri dapat di
pengaruhi mani3pestasi suatu penyakit ,misalnya apabila seseorang hamil ,maka keadaan ini secara fisiologis normal namun
dapat menimbulkan berbagai keadaan sakit seperti keracunan kehamilan,hipertensi,tekanan jiwa,dan lain-lainnya
3. STATUS GIZI
Status gizi di dapat dari nutrien yang di berikan padanya.ada tiga jenis kekurangan gizi,ada yang kurang secara kualitatif dan ada
yang kurang secara kuantitatif,serta kekurangan keduanya.apa bila kuantitas nutrien cukup ,tetapi kualitas nya kurang maka
orang dapat menderita kekurangan vitamin,mineral,protein dan lain-lainnya.
4. PENGALAMAN SAKIT
Pengalaman sakit ikut menentukan kekuatan tubuh,apabila ia sembuh dengan sempurna.maka ia akan bertambah pengalaman
membentuk antibodi terhadap penyakit tersebut.tetapi ada yang tidak sembuh secara empurna,atau bahkan membuat orang
menjadi rentan terhadap penykakit lainnya atu menjadi cacat.
5. STRES/TEKANAN HIDUP
Tekanan yang didderita seseorang dapat terjadi terhadap kekuatan fisik ataupun jiwanya misalnya fase fertilitas, pubertas dan
ketuaaan memberi tekanan fisik,demikian juga pekerja kasar yang terpapar panas,dingin,beban fisik yang keras, dan seterusnya
orang dapat menderita tekanan jiwa akibat takut, tidak ada hubungan harmonis di tempat kerja ataupun di rumah dll, tekanan
yang tidak cukup tinggi dapat pula membuat orang dapat mengatasinya sehingga dapat memperkuat daya tahan tubuhnya.
6. KEKEBALAN DAN RESPONS IMUNOLOGIS
Yang dimaksud disini adalah yang terjadi setelah manusia di lahirkan,kekebalan terhadap berbagai penyakit bisa di peroleh dari
pengalaman sakit dan vaksinasi(aktif),atau mendapat strum(pasif),namumn ada juga penyakit yang menyerang sisti kekebalan
tubuh,sehingga tubuh tidak mampu membuat anti bodies apapun terhadap penyakit apapun.
 Kekebalan kelompok
Dalam epidemiologi kekebalan individual adalah penting, tetapi untuk dapat mencegah penyakit di masyarakat,kekebalan
kelompok /masyarakatmenjadi sangat penting.kekebalan pada masyarakat inipun sama dengan kekebalan individu akan
berfariasi tergatung pada antisigenisi dan kekuatan host,proporsi orang yang kebal terhadap orang yang tidak kebal
merupakan satu faktor penentuyang penting,
7. PRILAKU HOST
Atribut orang terhir ini merupakan yang penting sekali,karena yang sangat menentukan terhadap atribut yang telah
dibahas,terdahulu yaitu,kesehatan umum dan kekebalan klompok maupun individu,ada empat faktor yang menentukan prilaku
seseorang mengapa ia berprilakku sedemikian ;
 Panutan atau orang yang di anggap penting
Orang yang di anggap penting atau disegani,sering kali menjadi panutan masyarakat,maka masyarakat akan mendengar
apa yang di katakan oleh pantutan dan coba meniru prilakunya .bebrapa orang penting (TOKOH),bagi masyarakat
(TOMA)adalah orang tua nenek-kakek,tokoh masyarakat,okoh agama (TOGA)guru teman dekat mereka yang sangat
berpengalaman ,sangat pandai atau tampil,dan mereka yang sering kali dapat membantu masyarakat terutama dalam
keadaan sulit,seperti seorang dokter aatau sarjana.
 Budaya
Budaya dapat di artikan sebagai cara hidup atau gaya hidup yang di anggap normal oleh masyarakat tersebut.budaya ini
berkembang sesuai dengan peralatan yang dibuatnya.budaya ini secara kontinyu berubah baik lambat maupun cepat
akibat kontakdengan budaya lain atau punkemauannya membuat peralatan yang semakin banyk.prilaku merupakan
sebagian dari budaya dan sebalinya budaya mempunyai pengaruh yang sangat dalam lagi dengan prilku.
 Sumber daya
Yang di maksud dengan sumber daya adalah berbgai kesediann materi,waktu keterampilan,uang,fasilitas,danlain-
lainnya ,untuk dapat hidup sehat masyarakat memerlukan sumber daya,uang untuk membeli makanan yang
bergizi,rumah yang sehat dan seterusnya,tampa sumber daya orang tidak dapat meningkatkan taraf kehidupanya.
 Perasaan dan pemikiran
Di tentukan oleh empat hal yakni ;
1. Pengetahuan
Datang dari pendidikan,pengajaran,dan pengalaman,dan itu dapat dibuktikan kebenarannya,misalnya inovasi
tentang mta uang yang dapat di guanakan sebagai alat tukar sudah mengubah prilaku masyarakat
2. Kepercayaan
Di dapat dari orang tua ,nenek/kakek yang orang yang penting atau panutan.percayaan ini di terima begitu saja
tampa ada perlu bukti atau kebenaranya atau masyarakat mempunyai kepercayaan atau sebagian bagi gaya
hidupnya.
3. Sikap
Sikap merefleksikan suka atau tidak sukanyaorang terhadap sesuatu .biasaya sikap ini bersumber dai
pengalamnanya .
4. Nilai
Adalah pemikiran dan perasaan yang sangat berharga ,penting atau disuki oleh seseorang,misalnya gotong
royong dan kesejateraan anak merupakan kesejateraan bagi masyarakatluas di pedesaan .

8. PRILAKU DAN LINGKUNGAN AIR.


Perilaku masyarakat,termasuk kepercayaanya dan kebiyasaan akan menentukan kualitas air yang digunakan,dan bagaiman mereka
memperlakukan air.oleh karenanya mereka juga akan menentukan teransmisi penyakit yang dapat terjadi dan penyakit apa yang
60
prefalen di dapat di antara mereka .ada masyarakat yang sudah terbiyasa minum air mentah,ada yang mengunakan air sungai;sehingga
penyakit bawaan air yang terjadi di tentukan olehnya.

9. PRILAKU DAN LINGKUNGAN UDARA


Prilaku dan kebiyasaan akan menentukan kualits udara disekitarnya.rumah yang tidak erpentilasi atau tidak cukup baik fentilasinya
akan mempermudah penularan penyakit(kepercayaanya masuk angin?).di daerah yang beriiklim digin,rumah cendrung tertutup dan
fentilasi udara cenderung jelek.
Teknologi gung bertingkat mengakibatkan keharusan megelola kualitas udara secara artipisial.
Industri juga membuang limbah gasnya ke udara dengan bebagi konsekuasi pencemaran udara.

10. PRILAKU DAN LINGKUNGAN MAKANAN


Makanan selain dapat befungi sebagai media transmisi dapat juga merupakan agent penyakit. Mulai dari kualitasyang
kurang,kuantitas, yang kurang dan berbagai jenis makanan berbahaya yang disukai oleh orang.kualitas dan kuantitas yang kurang akan
menyebabkan malnuteris,dan misalnya jamur,setiap tahunnya ada saja orang yang keracunan olehnya.tempe bongkrek adalh panganan
yang disukai orang di daerah jawa tengah (prilaku/ budayanya),dan setiap kali selalu ada yang keracunan ,sehingga pembuatanya saat
ini dilarang oleh pemerintah.
Makanan yang di awetkan,dan dapat mengandung clostridium botulimun, E. Coli 0157 h7.kepercayan dan kesukaan orang terhadap
makanan tertentu dapat menentukan jenis penyakit.mialnya orang tidak suka dengan rasa susu yang di pasteurinisasi, sehingga proses
sanitasi tadi tidak dilakukan .
Penyimpanan bahan pangan ataupun yang telah jadi dapat terkena konaminasi atau pembusukaaan.

11. PRILAKU DAN LINGKUNGAN KERJA


Lingkungan kerja mengandung sebagai agent tergantung pada roses yang dilakukan.agentdi dalam lingkungan kerja dapat
dikelompokan dalam faktor fisis,kimia,bilogis,dan ergonomi.faktor fisis antara lain cukup temperatur tinggi dan rendah,tekanan
promentasi tinggi dan rendah, sinar pengion dan elektromagnetik,fibrasi,dan kebisingan.faktor kimia banyak,sangat beraneka
ragam,mulai dari pelarut,debu,arosol,yang mudah meledak, yang karsinogenik,yang,beracun,yang korosit dan
seterusnya,faktornbiologis juga dapat di industri makan,misalnya,industri agribisnis,dan faktor ergonomi mencangkup faktor efaal dan
kejiwaan.penyakit yang terjadidisebut penyakit jabatan.selaian itu terjadi pula kecelakaan akibat kerja karena adanya mekanisasi dan
elektrifikasi sistem kerja.

12. PRILAKU DAN LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI


Hegine perseorangan seperti memelihra kebersihan tangan,kulit,gigi dan mulu,pakayan,rambut sehingga tidak ada agent penyakit,
merupakan pengetahuan yang didapat dari lingkungan sosial ekonomi budaya setiap orang terhadp lingkungan sangat dipengaruhi
lingkungan sosial.bagaimana orang membuang segala kotoran,baik kotoran manusia atau pun sampah ditentukan oleh lingkungan
ini.sikap orang terhadap penyakit,pengobatan,pemanfaatan lainnya pengobatan,pencegahan penyakit,dll.juga di tentukan oleh
lingkungan ini.

BAB V
LINGKUNGAN

A.        PENGERTIAN LINGKUNGAN HIDUP

Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut
dengan "lingkungan" saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan, dll. Lingkungan hidup
merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah
lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa
Perancis disebut dengan I'environment.

Definisi Lingkungan

Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu lingkungan hidup internal berupa keadaan yang dinamis dann seimbang
yang disebut hemostasis, dan lingkungan hidup eksternal di luar tubuh manusia. Lingkungan hidup eksternal ini terdiri dari tiga komponen yaitu:

1. Lingkungan Fisik

Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah panas, sinar, radiasi dan lain-lain.

2. Lingkungan Biologis

Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasite, serangga dan lain-lain yang dapat berfungsi
sebagai agen penyakit, reservoir infeksi, vector penyakit atau pejamu (host) intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya
bersifat dinamis dan bila terjadi ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya maka manusia akan menjadi sakit.

3. Lingkungan Sosial

Berupa kultur, adat-istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standard an gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi
sosial dan politik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai media seperti radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu dan
sebagainya. Bila manusia tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka akan terjadi konflik kejiwaan dan menimbulkan gejala
psikosomatik seperti stress, insomnia, depresi dan lainnya. (Budiman Chandra, 2009).
61
A. Atmosfer

Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari permukaan planet tersebut sampai jauh di luar
angkasa. Di Bumi, atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan Bumi.
Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang dinamai menurut fenomena yang terjadi di lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu
dengan yang lain berlangsung bertahap. Studi tentang atmosfer mula-mula dilakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena pembiasan
sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan peralatan yang sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa,
kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.

B. Hidrosfer

Hidrosfer adalah lapisan air yang ada di permukaan bumi. Kata hidrosfer berasal dari kata hidros yang berarti air dan sphere yang
berarti lapisan. Hidrosfer di permukaan bumi meliputi danau, sungai, laut, lautan, salju atau gletser, air tanah dan uap air yang terdapat di lapisan
udara.

C. Litosfer

Litosfer adalah kulit terluar dari planet berbatu. Litosfer berasal dari kata Yunani, lithos yang berarti berbatu, dan sphere yang berarti
padat. Litosfer berasal dari kata lithos artinya batuan, dan sphere artinya lapisan. Secara harfiah litosfer adalah lapisan Bumi yang paling luar
atau biasa disebut dengan kulit Bumi. Pada lapisan ini pada umumnya terjadi dari senyawa kimia yang kaya akan Si0 2, itulah sebabnya lapisan
litosfer sering dinamakan lapisan silikat dan memiliki ketebalan rata-rata 30 km yang terdiri atas dua bagian, yaitu Litosfer atas (merupakan
daratan dengan kira-kira 35% atau 1/3 bagian) dan Litosfer bawah (merupakan lautan dengan kira-kira 65% atau 2/3 bagian).

D. Geografi

Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan, dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik, dan
manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu gêo ("Bumi"), dan graphein ("tulisan", atau "menjelaskan").

Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subjek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad
kedua).

Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta. Geografi tidak hanya menjawab apa, dan dimana di atas muka bumi, tapi juga
mengapa di situ, dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan "lokasi pada ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan
oleh alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.

E. Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim
dipelajari dalam klimatologi.

Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu
tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem
klasifikasi iklim.

Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum
akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS),
sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).

F. Altitude

Altitude (atau elevasi) adalah posisi vertikal (ketinggian) suatu objek dari suatu titik tertentu (datum). Datum yang biasa digunakan
adalah permukaan laut dan permukaan geoid WGS-84 yang digunakan oleh GPS. Oleh karena itu, altitudo seringkali dinyatakan sebagai
ketinggian dari permukaan laut (biasa disingkat dpl). Di Amerika Serikat dan Britania Raya, altitudo aviasi biasa diukur dalam satuan kaki,
sedangkan di seluruh bagian dunia lain ketinggian diukur dengan satuan meter.

G. Geologi

Geologi (berasal dari Yunani: [ge-, "bumi"] dan [logos, "kata", "alasan"]) adalah Ilmu (sains) yang mempelajari bumi, komposisinya,
struktur, sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.

Orang yang mempelajari geologi disebut geolog. Mereka telah membantu dalam menentukan umur bumi yang diperkirakan sekitar 4.5 miliar
(4.5x109) tahun, dan menentukan bahwa kulit bumi terpecah menjadi lempeng tektonik yang bergerak di atas mantel yang setengah cair
(astenosfir) melalui proses yang sering disebut tektonik lempeng.

H. Biosfer

Biosfer adalah bagian luar dari planet Bumi, mencakup udara, daratan, dan air, yang memungkinkan kehidupan dan proses biotik
berlangsung. Dalam pengertian luas menurut geofisiologi, biosfer adalah sistem ekologis global yang menyatukan seluruh makhluk hidup dan
62
hubungan antarmereka, termasuk interaksinya dengan unsur litosfer (batuan), hidrosfer (air), dan atmosfer (udara) Bumi. Bumi hingga sekarang
adalah satu-satunya tempat yang diketahui yang mendukung kehidupan. Biosfer dianggap telah berlangsung selama sekitar 3,5 miliar tahun dari
4,5 miliar tahun usia Bumi.

I. Sosiosfer

Sosiosfer adalah lingkungan sosial ini terbentuk akibat adanya hubungan rasional antara manusia untuk memenuhi kebutuhan atau
mencari solusi terhadap berbagai tantangan atau kesulitan secara bersama.

Jumlah dan distribusi Penduduk

Jumlah dan distribusi Penduduk menentukan kepadatan yang selanjutnya menentukan

- Cepat lambatnya penyakit dapat menular


- Konsentrasi limbah yang terbentuk baik padat, cair dan gas
- Pelayanan kesehatan yang diperlukan, seperti penyediaan air minum, penyaluran limbah cair sanitasi penyampahan, pemukiman.
- Banyak tidaknya korban yang jatuh apabila terjadi pencemaran lingkungan
Srtuktur sosial Politik

Dinegara maju dan stabil, kegiatan kooperatif sudah melembaga dan berjalan dangan lancar, sehingga mampu memberi fasilitas
kesehatan yang memadai, seperti klinik prenatal, vaksinasi, inspeksi makanan-minuman, memantau kualitas sumber daya makanan, pelaksanaan
peraturan mencegah pencemaran, pemantauan kualitas lingkungan dll.

Pendidikan

Orang mengatakan bahwa kualitas pendidikan berbanding lurus dengan pencegahan penyakit. Demikian juga dengan pendapatan,
kebersihan lingkungan, informasi yang dapat diperoleh tentang kesehatan, pembatasan kelahiran kebiasaan yang menunjang kesehatan.

Perkembangan Ekonomi

Status ekonomi sangat sulit dibatasi. Hubungan dengan kesehatan juga kurang nyata, yang jelas adalah bahwa kemiskinan erat
hubungannya dengan penyakit, hanya sulit dianalisa yang mana sebab dan mana akibat.

Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi ditandai dengan dua extrim, status agraris dan status industrial.

BAB VI
PENGUKURAN PAPARAN

A. DEFINISI PAPARAN
Paparan adalah pengalaman yang didapat populasi atau organisme akibat terkena atau terjadinya kontak dengan suatu faktor Agent
potensial, yang berasal dari lingkungan.
Paparan perlu diukur dan seperti layaknya penelitian pada umumnya, kualitas pengukuran membantu meningkatkan validitas suatu study
epidemiologi. Sedangkan pengukuran efek dari paparan , paparan berbagi faktor berasal linggkungan dapat diukur dengan dua cara, yaitu dengan
cara :

1. Obyektif, dan
2. Subyektif tergantung dari karakteristik tersebut.

Untuk keperluan epidemiologi khususnya, paparan perlu diukur atas dasar waktu, tempat dan dosis atau konsentrasi. Waktu paparan
diartikan sebagai lamanya atau periodenya, frekuensinya, dan interval waaktu seseorang terpapar terhadap suatu agent potensial yang sangat
menentukan efek yang akan terjadi. Paparan paada bagianbagian tubuh efeknya tidak akan sama. Misalnya paparan mengenai syaraf, atau
saluran pernafasan, atau kulit, akan memberikan efek yang berbeda. Efek paparan juga tergantung sekali pada dosis atau konsentrasi
paparanyang diterima seseorang.

B. JENIS PAPARAN
Jenis paparan dapat dilihat dari sifat agent, yakni agent sistematik dan agent lokal. Jenis paparan juga dilihat dari sifat pemapar seperti zat
kimiawi, fisis, biologis atau campuran

1. Agent Sistematik
Agent sitematik adalah agent yang apabila berhasil memasuki tubuh organisme dapat beredar dan dapat menimbulkan efek diseluruh
badan. Paparan agent sistematik dapat dibagi dalam empat kelompok :
a. Paparan external, yakni murni dinyatakan dalam konsentrasi media
b. Paparan external, tetapi hanya yang memasuki tubuh, atau intake
c. Paparan internal, atau jumlah agent yang diabsorbsi tubuh, dan
d. Paparan pada organ target.
2. Agent Lokal
Agent yang menimbulkan efek lokal, ditempat organisme terpapar, disebut agent lokal. Bagian tubuh yang dapat terpapar adalah kulit,
selaput lendir mata, mulut, dan saluran pernapasan.
3. Sifat Zat Pemapar
63
Paparan dapat pula diukur atas dasar sifat zat paparannya, misalnya paparan zat fisis, zat kimia, paparan murni atau campuran.
Paparan campuran dapat dilihat dari sumbernya, ada yang berasal dari sumber yang sama , dan ada yang berasal dari sumber yang
berbeda, sehingga ada beberapa kemungkinan :

 Sumber sama, agent banyak


 Sumber banyak, agentnya banyak pula
 Sumber banyak, agentnya banyak pula

Dari segi interaksi agent, didapat tiga kemungkinan resultante sbb :

 Antagonistik, yaitu apabila efek beberapa zat < dari total efek seharusnya
 Additif yaitu murni, efek aktual = efek total seharusnya
 Sinergistik, efek aktual > efek seharusnya
4. Pengukuran Paparan
Pengukuran paparaan dapat dilakukan secara kualitatif ataupun kuantitatif. Contoh pengukuran kualitatif adalah data didapat dengan
cara wawancara ataupun kuesioner tentang kebiasaan, kepercayaan, dll. Sedangkan pengukuran Kuantitatif adalah dapat disamakan
dengan pemantauan atau sistem pengukuran, observasi, yang bersifat kontinue dengan tujuan tertentu.beberapa hal yang dapat
diperhatikan dalam pengukuran adalah :
 Dapat diulang ( repeatability)
 Dapat direproduksi ( reproducability)
 Persisi ( percision)
 Ketelitian ( accuracy)
 Resolusi ( resolution)
 Waktu konstan ( time constan)
 Limit deteksi ( detectin limit )

5. Populasi Terpapar
Untuk menentukan populasi mana yang terpapar atapun tidak, dapat digunakan dengan dua pengukuran yaitu :
 Secara tidak langsung mengukur kualitas lingkungan, dan
 Secara langsung berapa banyak agent potensial itu memasuki tubuh host.
6. Paparan Lingkungan udara
7. Sampel Representatif
8. Paparan Lingkungan Air dan Makanan
9. Pendekatan Tidak Langsung
Pendekatan tidak langsung dapat menggunakan tiga cara :
 Metode komposit
 Studi selektif terhadap makanan individual
 Metode tabel nutrisi
a. Metode Komposit
Metode ini dikenal juga sebagai total diet basket studies. Dalam metode ini makan yang diperiksa dihitung didasarkan atas jenis
makanan serta jumlahnya yang dikonsumsi masyarakat ( data komposisi nasional ).
b. Studi Selektif Jenis Makanan
Bila metode ini dilakukan , maka perlu diperhatikan :
 Mereka yang mempunyai pola makan yang berbeda dengan orang dewasa( anak , orang tua )
 Mereka yang metabolismenya beda dengan orang dewasa normal ( absorbsi pada anak, dewasa ). Dan
 Mereka yang terpapar lebih dari rata-rata ( nelayan )

10. Survei Kebiasaan/Metode Tabel Nutrisi


11. Pendekatan langsung
Pendekatan langsung dilakukan dengan teknik porsi duplikat. Oleh karenanya teknik ini hanya baik untuk :
 Memastikan bahwa intake rata-rata tidak lebih rendah dibanding dengan yang seharusnya
 Bahwa ada kelompok kritis yang terdefinisi dengan baik
 Bahwa ada kelompok yang terpapar secara unik, akibat tempat tinggalnya, ataupun makanannya.
12. Paparan Lingkungan Tanah
13. Paparan Lingkungan Biologis
14. Paparan Lingkungan Sosial
15 Pengukuran Lingkungan Subyektif
BAB VII

PENGUKURAN EFEK

A. Definisi Pengukuran Efek

Suatu penyakit adalah keadaan patologis pada host sebagai resultante interaksi antara host dan agent, sedangkan yang dimaksud
dengan efek adalah respons umum suatu organisme terhadap paparan , yang salah satunya dapat berupa penyakit.

Suatu efek dapat terjadi akibat agent terabsorbsi kedalam tubuh, berinteraksi dengan host, dan terjadi keadaan tidak normal pada host, taraf
keparahannya antara lainditentukan oleh taraf paparan yang diterima.

1. Penentuan Efek/Kasus/Penyakit
64
Penentu penyebab penyakit atau efek yang disebabkan suatu agent hidup dikenal sebagai postulata dari Robert Koch yang
menyatakan bahwa :
 Penyebab harus dapat ditemukan pada setiap kasus penderita
 Penyebab tersebut tidak didapatkan pada penyakit lain
 Penyebab tadi dapat diisolasi kembali dari hewan yang sakit tersebut.

Namun demikian, dalam epidemiologi seringkali diperlukan mencari penyebab yang belum pernah diketahui dan efeknya pun
belum pernah diketahui, oleh karena itu timbul kriteria yang dikemukakan oleh Hill sbb:

 Harus ada kekuatan asosiasi statistik yang kuat antaraefek dengan potensial agent
 Asosiasi tadi konsisten pada orang, tempat dan situasi yang berbeda
 Asosiasi tadi spesifik
 Harus adaa hubungan temporal antara penyebab dan penyakit/efek, atau reaksi harus didahului oleh aksi
 Ada hubungan dosis dengan respons secara biologis
 Asosiasi tadi harus dapat diterima secara ilmiah
 Ada koherensi dengan penelitian yang lain
 Ada bukti experimental
 Ada asosiasi analog

2. Pengukuran Efek

Pengukuran efek seharusnya dilakukan secara standar, menggunakan uji fisik/klinis, uji fisis, biokimiawi dan menggunakan angka
frekuensi, morbidditas / mortalitas. Pengukuran dapat juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner standar, dan uji berbagai fungsi tubuh.

3. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan harus memberi hasil yang konsisten dan komparabel, berbagai kriteria dapat diterapkan dalam memilh
instrumen, mialnya hasilnya dapat direplikasi, akurasi, presisi, reliabiliti, atau dapat direproduksi dalam akurasi tertentu. Perlu juga diperhatikan,
berbagi permasalahan yang terkait dengan pengukuran sbb :

 Adanya variasi inter, intra-instrumen bila peralatan dapat terpengaruh oleh temperatur, kelembaban, keberadaan listrik, dan bila
kuesioner, dapat terpengaruh oleh situasi sosial yang berbeda-beda.
 Perbedaan inter, dan intra laboratorium, prosedur dan hasil laboratorium. Perlu diverifikasi secara periodik dengan laboratorium
referensi.
 Variasi inter intra-pengamat, yaitu penilai atau pewawancara yang akan berbeda dalam kinerja, interpretasi data dan seterusnya,
sehingga perlu penyetaraan secara sistematik.

4. Efek Yang Diukur

Efek yang diukur dapat berupa variabel yang langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran efek secara langsung dapat berupa uji fisik
dan klinik, uji biokimiawi , menghitung mortalitas, morbiditas, dan hasil wawancara dengan penderita. Sedangkan pengukuran efek secara tidak
langsung dapat berupa kegiatan dengan menggunakan indikator (ukuran).

5. Mortalitas dan Morbiditas

Mortaliatas dan Morbiditas sebagai ukuran efek sering juga digunakan untuk berbagai hal, misalnya :

 Evaluasi apakan suatu program kesehatan diperlukan atau penentuan prioritasnya.


 Evaluasi keberhasilan suatu program.
 Evaluasi apakah terjadi wabah/tidak
 Untuk kepentingan administratif dan penelitian.
1) Pengukuran Morbiditas
Ukuran morbiditas dan mortalitas yang dipakai dapat berupa ‘proporsi’ rates’ dan ratio. Proporsi adalah ukuran yang
membandingkan penyebit dan pembilang, dimana pembilang termasuk didalam penyebut sbb.

a
Proporsi = dimana
a+b
a= pembilang
a+b =penyebut
jadi dapat dikatakan bahwa apabila didapat orang yang berkarakteristik A sebanyak N a dari seluruh proporsi N, maka
kemungkinan untuk mendapatkan orang berkarakteristik A adalah :

P(A) = Na/N
2) Insidensi
3) Prevalensi
4) Pengukuran Mortalitas
5) Lain-lain indikator mortalitas
6) Pengukuran efek atas penyakit tertentu
7) Kanker
8) Penyakit kardiovaskuler dan pernapasan
65
9) Efek perilaku
10) Efek pada kulit efek terhadap reproduksi
11) Kelainan pada organ dalam
12) Hepar/Hati
Diperiksa dengan radioskopi, USG, axial tomografi, serum alpha, 1-fetoprotein dalam urin terhadap bilirubin dan
urobilinogen, dalam tinja terhadap bilirubin, aspartate, alkali, phosphatase, ammona, dll.

13) Pancreas/ Kelenjar Ludah Perut

Kanker pancreas sering dihubungkan dengan merrokok ,alkohol, dan kopi. Pemeriksaan secara tidak langsungdengan
memeriksa serum amilase dan limpase.

BAB VIII

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN WABAH

A. PENEGASAN KEADAAN WABAH


Apabila suatu ketika didapat kasus penyakit yang sepertinya lebih banyak dari biasa, maka perlu di periksa untuk mendapatkan
kepastian apakah ada wabah. Diagnosis penyakit harus ditagakkan, bila dapat, karena masih banyak penyakit yang belum pernah
ditemui.
Epidemi dapat disebabkan oleh penyakit menular dan tidak menular, misalnya:
a. Keracunan makanan yang disebabkan Salmonella, C. botulinum, dan Staphylococus.
b. Penyakit menular dengan periode inkubasi pendek seperti cholera, dengue, influenza, morbili, malaria,pest, dan tyipus.
c. Penyakit menular dengan periode inkubasi yang lebi panjang, seperti Hepatitis, Schistomiasis,dll.
d. Keracunan zat kimia/fisis yang tidak menentu periode inkubasinya, seperti gas beracun (Shinsu myocardosis), logam berat
(minamata, itai-itai), insektisida, dan lain-lain zat kimia dalam makanan misalnya.

B. DESKRIPSI EPIDEMI
Prinsip dasar penanggulangan wabah adalah penerapan teori bagaimana terjadinya penyakit yang dibahas terdahulu. Model
Gordon dapat digunakan, demikian pula prinsip penelitian retrospektif. Karena terjadinya penyakit itu ditentukan oleh tiga
elemen utama,maka pengendalian wabah juga dilakukan dengan mengumpulkan semua factor penentu yang menunjang
terjadinya wabah bagi ketiga elemen, yaitu agent, host, dan lingkungan, dan dicoba dihilangkan. Penelitian untuk mencari
penyebab dan cara pengendaliannya, pertama-tama dilakukan dengan melakukan wawancara dengan penderita. Oleh karena itu
dikenal cara wawancara tentang tiga kategori pertanyaan utama:
“WHO?” (ATRIBUT ORANG/HOST)
“WHERE?” (ATRIBUT TEMPAT)
“WHEN?” (ATRIBUT WAKTU)
Setelah data terkumpul,maka perlu dibuat deskripsi wabah didasarkan atas data dari ketiga kategori tersebut. Daftar pertanyaan
terdiri atas tiga kategori pertanyaan ini membawa peneliti pada berbagai factor penentu wabah, sumber agent kemungkinan besar
bisa diperoleh terutama bila penyakit berjenis menular.
1. Kategori “WHO”/ Atribut ORANG
Pada keadaan wabah, peneliti atau ahli hanya mempunyai satu sumber untuk mencari penyebab wabah, yakni penderita,
yang pada saat itu merupakan bahan sayu-satunya yang dapat member petunjuk kearah penyebab. Oleh karenanya perlu didata
siapa saja yang terkena wabah. Artinya semua atribut orang perlu didata, seperti usia, jenis kelamin, taraf social ekonomi,
pendidikan, agama, kebiasaan hidup sehari-hari, pekerjaan, apakah ada hal yang tidak biasa yang dilakukan sebelum terjadinya
wabah, adakah persamaan antara penderita dan apakah ada perbedaan dengan orang sekitar situ yang tidak terkena wabah.

2. Kategori “WHERE”/ Atribut TEMPAT


Atribut tempat merupakan konsep geografis yang tampak pada peta. Peta dapat peta distribusi penyakit, distribusi air
minum, dstnya. Letak geografis mempunyai implikasi iklim, geologi,fauna flora, suku bangsa ,kepadatan penduduk sehingga
terjadi daerah urban dan rural.variasi antar daerah atas tempat menyebabkan variasi dalam kegiatan yang ada, misalnya adanya
turisme,kegiatan pertambangan, perdagangan,pertanian,peternakan,dan lainya,yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya wabah.
Variasi atas dasar tenpat bisa didapat dari pengumpulan data tentang alamat rumah,alamat kerja, adakah tempat khusus yang
menjadi pusat penderita wabah,adakah orang yang tinggal jauh dan tekena wabah juga? Apakah ada hubungan dengan
pekerjaa,kegiatan social,rekreasi,dstnya. Maka akan tampak, arah penularan penyakit/`wabah.

3. Kategori “WHEN?”/ Atribut WAKTU


Atribut waktu didapat denganmenanyakan kapan terjadi penyakit, berapa jam setelah didapat atau kenduri, bila dicurigai
adanya keracunan makanan. Periode inkubasi terutama bisa dibatasi oleh atribut waktu ini. Variasi antar daerah disebabkan
atribut waktu biasanya sudah dibatasi oleh atribut tempat. Unit waktu bisa menit, jam, bulan, dan bahkan tahun. Apabila unit
waktu cukup lama, maka dapat terjadi berbagai perubahan, sehingga komparabilitas dapat berubah.misalnya taraf sosial ekonomi
dapat berubah, atau pelayanan kesehatan berubah,dstnya. Keadaan penyakit atau wabah juga berubah. Wabah bisa bisa berkurang
dengan sendirinya apabila menimbulkan kekebalan pada yang telah menderita penyakit. Maka penularan dari orang ke orang akan
terhenti sendirinya. Hal yang sama bisa terjadi bila dilakuakan vaksinasi yang mencakup 80% masyarakat atau lebih. Maka
epidemic bisa berubah menjadi endemic. Daerah endemic penyakit memang dapat meletup dan bahkan menjadi epidemi/pandemi.
Yang terpenting adalah mencari kasus index, yaitu yang pertama kali sakit, dan menelusuri periode inkubasi.
C. KURVA INSIDENSI EPIDEMI
Apabila atribut orang dan waktu dikombinasikan bisa didapat kurva insidensi epidemi. Axia X adalah waktu, dan Y adalah
jumlah penderita. Jumlah penderita diplot digrafik pada hari pertama sakit. Kurva ini dapat memberi petunjuk tentang periode inkubasi
dan sumber agent.

66
D. PENELITIAN KASUS KENDALI
Apabila dari penelusuran dengan menggunakan pertanyaan ‘who’, ‘where’ dan ‘when’ telah ditemukan sumber epidemic,
maka pengendalian akan segera dapat dilaksanakan. Akan tetapi apabila setelah upaya di atas belum juga jelas sumbernya, maka perlu
dilakukan analisis kasus kendali. Daftar pertanyaan yang standar dibuat untuk mewawancarai baik penderita maupun populasi kontrol.
Bagi setiap penderita sebaiknya paling sedikit harus ada seorang control yang komparabel dan hidup disekitar daerah itu, tetapi tidak
terkena wabah..

E. EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN


Setelah dapat dipastikan bahwa ada beberapa sumber air minum atau makanan yang dicurigai membawa penyakit, maka
dapat dilakukan analisis lingkungan yang tersangkut untuk memastikan hasil penelitian epidemiologis. Misalnya, dalam kasus
keracuana makanan, dapat dilakuakan analisis sisa makanan terhadap bakteri tertentu, apabila telah ada kesimpulan analisis
epidemiologis. Apabila periode inkubasi diperkiraka 12-36 jam, maka kemungkinan besar agentnya adalah salmonellae yang sering
kali ada pada masakan telur, ayam, dan daging.

F. PENGENDALIAN WABAH
Bila telah diketahui penyebab epidemi, maka harus dicari cara pengendalian terbaik. Bila diingat model Gordon, maka akan dapat
dikemukakan berbagai alternatif. Apakah yang dikendalikan itu sumber agentnya, hostnya atau lingkungannya sebagai media transmisi
penyakit. Tentunya apabila memungkinkan, artinya metodenya mudah dilaksanakan dan murah, maka sumber agent lah yang
dihilangkan. Dengan hilangnya sumber agent, maka penyakit atau epidemi akan hilang juga. Tetapi kadang-kadang sumber tidak dapat
dihilangkan begitu saja, maka carilah alternative terbaik dengan menggunakan model Gordon. Alternative terbaik adalah alternative
yang paling efektif mengendalikan wabah, relative murah, mudah dimengerti masyarakat, sehingga didapat partisipasi masyarakat
yang penuh, dan dapat dilaksanakan secara memuaskan. Untuk ini ada beberapa pedoman yang dapat diikuti. Dalam kesehatan
masyarakat atau pencegahan penyakit ada beberapa tingkatan pencegahan penyakit didasarkan atas efektifitasnya, yakni pencegahan
primer, sekunder, dan tertier.
a. Pencegahan primer adalah pencegahan yang mempunyai tujuan agar agent tidak dapat memasuki tubuh.
Upaya yang dapat dilakukan adalah :
1. Memutuskan transmisi dengan memperbaiki kualitas lingkungan, sehingga tidak menjadi vehicle ataupun vector penyakit.
Misalnya memiliki kualitas air minum, memperbaiki pembuangan tinja dan limbah lainnya, dan kebersihan dan kesehatan
pemukiman, sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan dan tidak terjadi sarang vector penyakit.
2. Tingkatkan status kesehatan host yang beresiko tinggi terutama, dengan meningkatkan tingkat gizinya, immunitasnya, dan
hygiene perseorangannya.
b. Pencegahan sekunder adalah usaha agar apabila agent telah memasuki tubuh host, maka proses patologis yang telah terjadi masih
dapat reversible. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan deteksi secara aktif mereka yang kontak dengan penderita (contact
persons), cari carrier, dan cari kasus sub klinis atau status sakit yang dini, beri pengobatan sehingga tidak menjadi sakit.
c. Pencegahan tertier adalah usaha agar mereka yang telah sakit tidak menyebarkan atau menularkan penyakit kesekitarnya. Hal ini
dapat dilakukan dengan isolasi penderita, pengobatan yang tuntas, sehingga tidak terjadi carrier, ataupun cacat atau kematian.

Tabel 1.1 beberapa factor utama yang digunakan untuk menentukan alternatif pengendalian wabah

Pengendalian sumber agent Hilangkan transmisi Tingkatkan kekuatan host


(putus matas rantai)
Pengobatan penderita Hygiene perseorangan Imu nisasi
Isolasi penderita Sanitasi lingkungan
Profilaksis kimiawi
Pengendalian reservoir hewan Pengendalian vektor Perlindungan
Pengendalian reservoir fisik Desinfeksi, sterilisasi Nutrisi
Deteksi kasus secara aktif Cegah penjalaran

G. PELAPORAN WABAH
Setiap kasus wabah perlu dilaporkan kepada yang berwenang. Laporan itu merupakan ungkapan pengalaman dengan membuat
deskripsi tentang wabah secara kronologis, mulai dari identifikasi wabah, apa yang telah dilakukan untuk mencari agent, dan usaha
pengendaliannya, serta memberi juga rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu dilakukan agar kasus yang sama tidak akan terulang.
Laporan tersebut paling tidak mencakup :
 Agent penyakit, cara transmisi
 Kurva insidensi epidemic, distribusi secara geografis dan hal lain yang utama,
 Alas an terjadinya wabah
 Pengendalian yang dilakukan
 Rekomendasi perbaikan agar wabah tidak terulang.

H. PENCEGAHAN WABAH/PENYAKIT
Uraian epidemiologi terdahulu ditujukan agar terakumulasi cukup banyak pengertian tentang penyebab penyakit, proses terjadinya
penyakit/wabah, sehingga dapat membuat program pencegahan yang realistik, dapat diterima dan tidak menyulitkan masyarakat, dan
terlaksana secara efektif. Program perencanaan sedemikian sering disebut sebagai program intervensi. Program intervensi seharusnya
dirancang, dan di uji terdahulu sebelum diterapkan. Realisasi juga sebaiknya dilakukan pada daerah yang terbatas dahulu, dan diikuti
oleh yang lebih luas, sehingga perbaikan dapat dibuat secara bertahap/kontinu.
a. Tujuan dan Lingkup Pencegahan
Tujuan pencegahan adalah mencegah agar wabah tidak terulang lagi, dan lebih lanjut lagi, agar penyakit tidak terjadi, sehingga
wabah tidak mungkin terjadi. Seperti telah diuraikan tujuan utama epidemiologi adalah untuk mencari penyebab penyakit, baik
yang esensial maupun yang ikut menentukan atau dikenal sebagai faktor-faktor determinan dengan maksud agar penyakit dapat

67
dicegah dengan memodifikasi ataupun menghilangkan faktor-faktor tadi. Secara historis, telah banyak penyakit yang berhasil
dicegah secara efektif. Misalnya, penyakit cacar atau variola berhasil dimusnahkan dari dunia ini.
.
b. Pencegahan Wabah
Data statistik kesehatan akan memperlihatkan data penyakit yang menurun ataupun meningkat. Kenaikan akan menunjukkan
apakah diperlukan penelitian, sebelum wabah terjadi. Jadi, data statistik menunjukkan siklus penyakit, apabila siklus akan
meningkat, maka tindakan pencegahan sudah dapat dilakukan, misalnya vaksinasi, perbaikan kualitas lingkungan,dstnya.
Contohnya, musim pancaroba selalu diikuti penyakit pernapasan bagian atas dan penyakit perut. Maka sebelumnya, dapat
dilakukan pencegahan untuk memperbaiki kualitas lingkungan, peningkatan kualitas host,dll.
Misalnya index nyamuk, selalu dipantau, sehingga diketahui index yang biasa ada atau normal untuk suatu daerah. Apabila
terjadi peningkatan, maka index ini mengindikasikan akan bertambahnya populasi vector, dan kemungkinan terjadinya wabah.
Pencegahan ini akan membuat derajat kesehatan menjadi lebih baik dan terjadi represi penyakit, sehingga terjadi kecenderungan
penyakit yang menurun.
c. Pencegahan Penyakit
Dalam pencegahan penyakit dikenal empat tingkatan pencegahan, sesuai dengan fase-fase perjalanan penyakit. Atas dasar
pengetahuan tentang perjalanan penyakit, maka usaha pencegahan dikategorikan menjadi empat sebagai berikut:
1. Pencegahan primordial
Secara historis, tingkat pencegahan ini adalah yang paling akhir diketahui. Hal ini bermula didapat dari epidemiologi
penyakit kardio-vaskuler. Jumlah penderita penyakit jantung koroner akan menjadi masal, kalau kondisi penimbul kausanya
itu ada, yakni diit tinggi lemakdan cholesterol. Di jepang, dimana kondisi itu tidak ada, maka penyakit jantung koroner
jarang ditemukan.
Dengan demikian tujuan pencegahan primordial adalah untuk mencegah timbulnya pola hidup beresiko tinggi. Contoh-
contoh diperlukannya pencegahan primordial adalah :
 Mencegah pencemaran udara beserta akibat utamanya seperti, efek rumah kaca,lubang ozon, hujan asam,
kebisingan, dstnya.
 Mencegah gaya hidup merokok untuk mencegah wabah kanker paru-paru yang mungkin baru akan ditemui 30
tahun yang akan dating, demikian pula dengan penyakit kardio-vaskulernya.
 Mencegah pola menu makan tinggi lemak agar tidak terjadi wabah penyakit jantung koroner, strok, hipertensi, dll.
 Olahraga yang teratur
 Memerangi kemiskinan, sehingga kesehatan lingkungan bisa diperbaiki sehingga penyakit infeksi bisa dicegah.
 Mecegah penggunaan energy berlebih/mempromosikanteknologi dan energy bersih.
 Mencegah kecelakaan lalu lintas,yang mewabah diantara generasi penerus.
 Dll.

Dari uraian diatas, dapat dimengerti bahwa usaha pencegahan primordial ini seringkali disadari pentingnya apabila
sudah terlambat.oleh karena itulah epidemiologi lingkungan menjadi sangat penting.

2. Pencegahan primer,
Tujuan prevensi primer adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan mengendaliakn agent dan faktor determinan.
Contohnya adalah pemberian semua keperluan dasar yang memenuhi syarat kesehatan, seperti kualitas air, udara,
makanan,dll.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mengurangi keparahan penyakit dengan melakukan diagnosis dan pengobatan dini,
apabila penyakit telah timbul. Untuk penyakit kronis sulit diketahui kapan penyakit timbul, sehingga sering kali diperlukan
pemeriksaan teratur yang dikenal sebagai pemeriksaan chek-up, namun untuk penyakit tertentu seringkali dilakukan
penapisan atau screening. Misalnya dipabrik battery, maka sering kali para pekerja diperiksa untuk melihat apakah ia terkena
keracunan timbal, atau dipabrik dengan kebisingan, maka perlu dilakukan pemeriksaan ketajaman pendengaran. Ada tiga
jenis penapisan yang dikenal yakni :
 Penapisan masal bagi seluruh populasi
 Penapisan yang multiple atau multi fase
 Penapisan kelompok yang terpapar zat tertentu

Ada tiga ktriteria utama untuk pertimbangan melakukan penapisan, yakni :

 Penyakit :
Parah, prevalensi tinggi pada fase awal, perjalanan penyakit telah dimengerti betul, dan periode antara sakit ringan
dan sakit keras itu cukup lama.
 Diagnosis :
Fasilitas untuk diagnosis tersedia, cara pengobatan dapat diterima masyarakat dan efektif.
 Pengujian :
Sensitive dan spesifik, mudah, murah, aman, dapat diterima, dapat dipercaya.
4. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mencegah terjadinya cacat. Pencegahan ini banyak dilakukan dibidang pengobatan dan
rehabilitasi penderita.

Tabel 1.2 Hubungan tingkat pencegahan, target dan perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit Tingkat pencegahan target

68
Kondisi penimbul kausa primordial Seluruh populasi
Factor kausal spesifik Primer Seluruh populasi
Sakit ringan/ awal Sekunder penderita
Sakit parah Tertier penderita

Dari tabel diatas jelas bagi usaha kesehatan, yang penting adalah dua usaha pencegahan pertama, karena dua itu yang paling
banyak member kontribusi pada kesehatan seluruh populasi.

I. PEMANTAUAN
Pemantauan adalah kegiatan dasar yang diperlukan untuk evaluasi apakah suatu usaha pencegahan ataupun intervensi itu bermanfaat
dan efektif, sehingga resiko terhadap kesehatan menurun atau frekuensi penyakit menurun. Pemantauan dilakukan dengan mengukur
frekuensi penyakit, mengukur kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan perlu diukur untuk melihat apakah standar yang berlaku masih
perlu diperbaiki. Usaha pencegahan terutama yang dilakukan pada skala besar perlu dipantau tidak saja efektivitasnya tetapi juga untuk
perbaikan pelaksanaannya.

BAB IX

PENELITIAN EPIDEMIOLOGI

1. Tujuan dan Lingkup


Penelitian epidemiologi secara umum dilakukan untuk:

 Mendeskripsikan penyakit atas dasar agent, host dan lingkungannya,


 Meneliti mekanisme terjadinya penyakit,
 Meneliti faktor-faktor determinan bagi suatu penyakit,
 Mencari teknik diagnostik yang spesifik,
 Mencari cara pencegahan penyakit dan/atau pengendalian dan pemberantasannya,
 Mengikuti berbagai faktor sebagai agent potensial, dan meneliti, melakukan identifikasi apa efek potensial agent tersebut tersebut
terhadap manusia dan organisme lainnya.
2. Latar Belakang Etika
Penelitian epidemiologi pada umumnya melakukan penelitian dengan subyek manusia. Untuk ini berlaku etika yang digariskan dalam
Deklarasi Helsinki yang diadopsi oleh World Medical Assembly ke 18 pada tahun 1964, diperbaiki oleh World Medical Assembly ke 29 pada
tahun 1975 meliputi semua aspek penelitian klinis pada manusia.

Misalnya apabila penelitian akan dilakukan dalam skala nasional, maka perlu izin dari kantor yang bertraf nasional, diteruskan pada kantor
wilayah yang tersangkut, sampai ke instansi yang paling bawah, dan akhirnya juga pada masyrakat yang bersangkutan. Izin ini hanya dapat
diberikan atas dasar pengetahuan prosedur, maksud dan tujuan penelitian, dstnya.

A. Etika Pada Taraf Individu


Etika berlaku pada taraf individu/perseorangan, kelompok, dan masyarakat. Yang harus diketahui oleh individu yang akan berpartisipasi
dalam penelitian adalah prosedur penelitian, keuntugan dan bahayaapabila ada, bila yang bersangkutan ikut serta dalam penelitian tadi.
Persetujuan individu ini sebaiknya tertulis, tetapi yang lebih penting adalah pengertiannya tadi.

B. Etika Pada Taraf Masyarakat


Persetujuan yang perlu didapat pada masyarakat ini bukan melulu dokumen izin tertulisnya, tetapi lebih-lebih adalah pengertian. Apabila
penelitian dilakukan dimasyarakat, maka partisipasinya merupakan faktor utama keberhasilan, sehingga peneliti dengan masyarakat harus
bekerja dalam kemitraan dan menguntungkan, kedua belah pihak. Dengan demikian masyarakat tidak saja akan lebih kooperatif, tetapi juga akan
merasa sangat berguna.

C. Etika Pada Taraf Nasional


Institusi yang perlu memberi perstujuan juga dapat berada pada taraf nasional. Kantor yang tersangkut dengan penelitian ini harus diberi
tahu dan memberi izin pelaksanaan. Berbagai isu yang perlu diperhatikan dalam penelitian epidemiologi adalah :

D. Keadaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Diberbagai daerah dengan pelayanan kesehatan yang kurang memadai, pada setiap kali penelitian, masyarakat mengharapkan adanya
perbaikan dalam pelayanan kesahatan. Para peneliti yang tidak mempersoalkan ini dan hanya mencari apa yang diperlukan akan memberi
dampak kurang baik untuk peneliti atau peningkatan institusi pelayanan kesehatan setempat, sehingga dapat membantu dan berpartisipasi dengan
lebih baik dalam penelitian. Unit pelayanan setempat merupakan mitra yang sangat baik bagi peneliti untuk mendapatkan data kesehatan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat setempat baik dalam pelaksanaan maupun dalam pelatihan.

E. Partisipasi Masyarakat Setempat


Partisipasi masyarakat setempat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, sampai pada evaluasi sebaiknya diaktifkan,
karena akan memudahkan segalanya.

F. Kelompok Kontrol atau Placebo


Dalam penelitian di mana intervensi dilakukan pada salah satu kelompok (kelompok perlakuan) yang akan dibandingkan terhadap yang
tidak menerima perlakuan apapun, yakni, kelompok kontrol, maka apabila hasil penelitian memuaskan, maka kelompok kontrol sebaiknya cepat
diberikan usaha intervensi yang sama dengan kelompok experimen, sehingga secara etis penelitian mudah diterima.

G. Pemanfaatan Statistik Medis (Medical Records)

69
Penggunaan statistik medis yang ada seringkali lebih mudah karena orang yang bersangkutan sudah tiada atau tidak langsung berhadapan
dengan peneliti, tetapi hal ini meninbulkan isu bahwa telah terjadi ‘invasion of privacy’. Tetapi apabila studi sedemikian itu dijamin
konfidensialitasnya maka biasanya tidak akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh adalah penelitian sebsb kematian yang dihubungkan
dengan pekerjaan. Konfidensialitas ini juga penting dalam penelitian di berbagai industri, seperti tentang kesehatan lingkungan kerja dan kualitas
limbahnya, serta kecelakaan kerja dan seterusnya.

H. Anonimitas Masyarakat
Anonimitas dalam batas tertentu selalu harus dijaga, agar yang bersangkutantidak merasa dirugikan, terutama apabila penelitian
menyangkut hal yang snagat sensitif, seperti penyakit pada umunya, dan khususnya yang dianggap memalukan seperti AIDS beserta lain – lain
penyakit seksual , penyakit jiwa, dll.

I. Penelitian Perilaku
Orang seringkali melupakan bahwa penelitian observatif terhadap perilaku perlu juga persetujuan yang bersangkutan, termasuk
pengambilan foto. Pengalaman di masa lalu seringkali mengabaikan hal ini. Berbagai foto yang di ambil tentang hal yang sering sensitif,
terutama yang berhubungan dengan perilaku sanitasi di masa lalu dilakukan tanpa perstujuan.

J. Dampak Lingkungan
Penggunaan insektisida dalam pemberantasan vektor, misalnya, akan memberi juga dampak terhadap lingkungan dan akhirnya manusia
juga terkena dampaknya. Maka metode dan pelaksanaan pemberantasan, sedemikian perlu diantisipasi, diberitahukan pada masyarakat, dan
perhitungan.

K. Etika Dalam Pelatihan


Pengetahuan tentang etika perlu diberikan dalam setiap pelatihan dengan antisipasi karir serta pelatihan.

3. Model Dasar Penelitian Epidemiologi (1,2,11,35)


Pada umunya penelitian epidemiologis dapat dilakukan di laboratorium ataupun di lapangan. Ia dapat bersifat observasional dan
experimental. Penelitian experimental dapat dilakukan terhadap hewan percobaan ataupun pada manusia. Experimen dapat dilakukan dalam
situasi alamiah ataupun di simulasi. Penelitian experimental biasanya melakukan manipulasi terhadap satu kelompok populasi dan dibandingkan
dengan kelompok lain yang tidak dimanipulasi. Penelitian experimental di anggap lebih meyakinkan karena dapat di lihat efek yang terjadi
secara nyata akibat suatu tindakan atau paparan terhadap agent potensial misalnya.

Penelitian observasional dilakukan dalam keadaan tanpa melakukan apapun terhadap populasi secara sengaja. Oleh karenanya, penelitian
ini lebih realistis, namun sangat komplex, karena banyak faktor penganggu yang tidak dikontrol. Metode untuk menghilangkan/mencegah faktor
penganggu seperti yang disebut konfounder, sudah tersedia, begitu juga metode analisi yang lebih canggih sudah bisa diperoleh dengan
menggunakan paket program komputer.

Penelitian observasional dapat berupa survei jangka pendek dan jangka panjang dan bersifat deskriptif ataupun analitis. Penelitian deskriptif
biasanya dilakukan dengan melakukan survei seperti halnya survei kesehatan rumah tangga, yang dilakukan secara rutin. Juga survei jangka
panjang yang di sebut juga surveillance untuk memonitor keadaan suatu penyakit. Sedangkan penelitian analitis dilakukan dengan tiga model
dasar yang akan di bahs selanjutnaya.

Penelitian epidemiologis juga harus ada rancang-bangunnya. Dimulai dari perumusan permaslahan, tujuan, metode yang digunakan untuk
dapat mencapai tujuan, populasi yang diteliti perlu di definisikan dengan jelas, parameter yang digunakan, prosedur pengumpulan data, dan
analisisdata sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran. Dalam epidemiologi dikenal tiga model dasar penelitian observasional analitis, yaknio
model kasus kendali, kohort, dan cross sectional (1,2,11,35). Disamping itu ada dua model lagi yang sangat berguna bagi penelitian awal, yakni
studi deskriptif dan ekologis.

A. Model Kasus Kendali


Model kasus kendali ini disebut juga ‘case-control’ atau case-history dan retrospektif. Penelitian jenis ini dilakukan apabila penyakit sudah
ada/sudah manifest, tetapi tidak diketahui sebabnya. Karena agent selalu bertindak atau selalu berada dan bersaksi sebelum terjadinya penyakit,
maka penelitian ini meninjau kembali ke masa lalu untuk mencari agentnya. Oleh karena itu penelitian ini disebut penelitian retrospektif atau
menelusuri history atau sejarah perkembangan penyakit.

Penelitian kasus kendali ini diambil dengan menseleksi siapa yang dapat disebut kasus. Kasus tersebut sebaiknya mewakili populasi
tertentu, dan diusahakan, menggunakan kasus baru atau insidensi, sehingga tidak terjadi bias apabila mereka yang meninggal (pada saat
terserang penyakit pertama kali) tidak terhitung.

Untuk mendapatkan petunjuk tentang agent, maka diperlukan kelompok pembanding yang tidak menderita penyakit yang diteliti, tetapi
keadaan kelompok pembanding ini sebaiknya setara (distribusi usia, jenis kelamin, taraf sosial-ekonomi, dll yang penting) dengan kelompok
penderita. Dalam penelitian ini yang paling penting adalah penentuan mulai terjadinya sakit, dan lamanya menderita sakit baik untuk kasus
maupun kontrol.

Keuntungan dari penelitian kasus kendali ini adalah :

 Dapat cepat selesai


 Waktu pendek, maka biaya jadi murah
 Informasi mudah didapat dari penderita atau keluarganya.

Kerugiannya adalah :

70
 Data tentang papran didasrkan atas ingatan orang yang sedang menderita sakit atau telah lama berlalu, sehingga tidak akurat dan
sering terjadi bias,
 Populasi kasus yang diteliti hanya mereka yang masih hidup (prevalensi), sehingga juga menimbulkan bias,
 Kontrol sering kali tidak berasal dari populasi yang sama, juga dapt menimbulkan bias.

B. Model Kohort Atau Prospektif


Model kohort juga disebut studi ‘follow-up’ atau studi insidensi. Penelitian kohort berbeda dengan kasus kendali karena pada saat
penelitian belum didapat penderita penyakit, tetapi sudah diketahui adanya agent potensial yang memapari populasi yang akan diteliti dalam
berbagai kategori. Variabel berupa agent potensial didefinisikan sebelum mulai penelitian. Kasus yang dicatat adalah yang diinginksn dan
nantinya akan diperbandingkan terhadap jumlah kasus penyakit berada dalam kategori kontrol. Oleh karena dilakukan penelusuran dan
pemantauan aksi agent terhadap populasi untuk mencari apakah terjadi efek kesehatan/penyakit, maka penelitian ini disebut prospektif. Dalam
penelitian inipun perlu diperhatikan komparabilitas antara kohort dan pembanding. Perbedaan yang nyata hanya terletak pada pemaparan
terhadap variabel lingkungan yang diteliti.

Keuntungan penelitian kohort adalah :

 Dapat dikuantifikasi dengan akurat jumlah paparan yang diterima populasi,


 Penyakit yang terjadi dapat diperiksa dan dibuat diagnosa secara teliti,
 Tidak terjadi bias seperti pada kasus kendali,
 Hubungan sebab dan akibat lebih jelas/pasti dan lebih meyakinkan,
 Merupakan pengukuran resiko yang sangat langsung.
Kerugian penelitian seperti ini adalah :

 Waktu follow-up bisa sangat lama sebelum terjadi penyakit, karenanya menjadi mahal,
 Populasi banyak yang tidak tetap berada di lingkungan terpapar, atau berpindah, sehingga sulit memperkirakan paparan individual.
 Kemungkinan populasi pindah dan meninggal akibat penyakit lain, menyebabkan banyak ‘drop-out’, yang mungkin sulit untuk
diganti, dan data menjadi sangat sedikit,
 Apabila penyakit jarang sekali didapat, maka waktu penelitian tambah lama, dan
 Jumlah drop-out biasanya sebanding dengan lamanya penelitian.

C. Model ‘Cross-Sectional’
Model ‘cross-sectional’ disebut juga studi prevalensi, karena yang diukur adalah prevalensi. Berbeda dari dua model terdahulu, dimana aksi
agent dapat dinyatakan sebagai mendahului penyakit, maka dalam model ini baik agent dan penyakit diteliti pada saat yang sama. Dengan
demikian data penyakit yang didapat berupa prevalensi dan paparan yang didapatkan adalah paparan yang saat ini ada, dan bukan yang
menyebabkan penyakit yang tentunya harus didapat di masa laalu. Apabila keadaan lingkungan itu bisa dianggap stabil, maka asumsi bahwa
kadar agent itu sama di masa lalu dengan yang sekarang dapat diterima. Model ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan atau menguji
hipotesa hubungan agent dan penyakit. Tetapi, penelitian ini berguna bagi suatu studi tentang suatu faktor yang bersifat permanen, misalnya
bangsa, golongan darah, karakteristik manusia dan keadaan demografi, keadaan sakit dan kebiasaan hidup yang dihubungkan dengan distribusi
atas dasar usia, jenis kelamin, dan bangsa.

4. Studi Deskriptif
Studi ini biasanya menggunakan data yang telah ada atau data sekunder untuk menggambarkan keadaan atau status kesehtan masyarakat.
Misalnya angka kematian atas dasar usia, jenis kelamin, angka kematian ibu dari tahun ke tahun atau mempelajari kecenderungan.

5. Studi Ekologis
Studi ekologis juga merupakan studi awal, dengan seluruh populasi sebagai unit. Kesulitan yang dihadapi penelitian ini ialah bahwa tidak
dapat menjelaskan hubungan antara penyebab dan akibat. Selain itu, hasil studi seperti juga tidak dapat menjelaskan bahwa ada faktor resiko lain
yang ikut berpengaruh terhadap penyakit yang sama. Namun demikian hasil studi seperti ini dapat digunakan untuk studi epidemiologi lebih
lanjut.

6. Pengolahan Data
Data yang didapat dari berbagai penelitian yang diuraikan diatas, terutama model kohort dan retrospektif, dapat diolah untuk mencari hubungan
antara agent potensial dengan penyakit yang diteliti sbb:

1) Meneliti apakah hubungan kedua variabel tadi bermakna secara statistik


2) Menghitung hubungan yang berarti taraf asosiasi dengan dua cara
 Resiko relatif (RR) adalah perbandingan antara kasus yang terpapar dengan yang tidak terpapar.
 Odd ratio, yakni :
( yang terpapar∧sakit )/(terpapar tidak sakit )
¿=
( yang tidak terpapar∧sakit )/( tidak terpapar tdk sakit )
3) Menghitung resiko atribut, dan
4) Menelaah hubungan kausasi.

A. Menghitung Signifikansi
Signifikansi dalam matrix 2 × 2 dihitung dengan menggunakan x 2.

71
B. menghitung Asosiasi
asosiasi dihitung atau dinyatakan dalam berbagai parameter, yang penting a.I. adalah resiko relatif (RR) atau Odd rtio (OR).

a) Menghitung Resiko Relatif atau RR


Resiko relatif menghitung resiko menderita sakit bagi mereka yang terpapar agent dibandingkan dengan yang tidak terpapar.

Cara menghitungnya adalah membandingkan insidensi antara yang terpapar dengan yang tidak terpapar.

insidensi yang terpapar


RR=
insidensi yang tidak terpapar
b) Menghitung Odd Ratio (ORψ)
Odd ratio adalah ukuran asosiasi yang lain yang sangat dekat dengan RR.

Apabila suatu kejadian atau penyakit terjadi dengan kemungkinan p,

maka OR= p/q, di mana q = 1-p. Misalnya, diantra wanita Amerika serikat, resiko menderita kanker payudara adalah 1/14, maka OR = 1/13.

C. Menghitung Resiko Atribut (AR/δ)


Mengingat bahwa RR bisa memberi hasil atau angka yang sama, dengan arti atau implikasi berbeda, maka ada angka resiko lain yang dapat
dihitung, yakni, perhitungan resiko atribut yang menyatakan perbedaan antara kedua resiko tadi, yakni resiko yang terpapar dikurangi dengan
resiko yang tidak terpapar:

δ= p1−¿¿ p2, dimana

p1= resiko bagi yang terpapar, dan

p2= resiko bagi yang tidak terpapar.


7. Menelaah Hubungan Kausasi
Secara experimental, penyebab penyakit, terutama yang bersifat menular, diharuskan memenuhi kriteria atau postulate dari Robert Koch
untuk dapat disebut sebagai penyebab penyakit tertentu, mengingat bahwa didalam tubuh organisme, ini didapat jutaan flora dan fauna. Postulata
Koch menyebutkan bahwa agent itu (i) harus dapat diisolasi dari setiap penderita penyakit, (ii) tidak didapat pada penderita penyakit lain, (iii)
dapat dibiak dalam kultur murni , dean (iv) apabila dinokulasikan ke dalam organisme percobaan, maka penyakit yang sama akan terjadi
.Postulate ini berlaku pada penyakit Anthrax, Tuberculosis, Tetanus, Erysipelas, dll.

Secara observasional yang disebut penyebab penyakit harus memenuhi bebrapa kriteria sebagai berikut:

1. Temporal
Hal ini bahwa agent harus dapat dibuktikan beraksi terlebih dahulu sebelum terjadi penyakit. Kriteria ini berlaku pada semua konsep
penyebab penyakit. Tetapi kesulitan terjadi pada penyakit menahun/kronis yang sulit diketahui kapan mulainya, sehingga sulit ditentukan mana
sebab dan mana akibat.

2. Konsistensi
Yang di maksud dengan konsistensi adalah konsistensi hasil penelitian tentang hal yang sama, dan member kesimpulan yang sama,
dimanapun dilakukan, bahkan menggunakan metode yang berbeda.

3. Kekuatan Asosiasi
Asosiasi antara penyebab potensial dengan penyakit, yang dinyatakan dalam resiko relatif, akan semakin kuat apabila angkanya semakin
besar. Semakin besar angka ini semakin sedikit kemungkinannya bahwa hubungannya palsu.

4. Hubungan Dosis-Respons
Apabila terdapat hubungan dosis dan respons, dalam berbagai dosis, maka akan mempermudah interpretasi asosiasi kausal. Hubungan dosis
dan respons disebut ada, apabila perubahan pada dosis akan menyebabkan peruban pula pada respons (keparahan atau kematian, atau frekuensi
penyakit).

5. Koherensi
Apakah kesimpulan asosiasi kausal ini sejalan dengan hasil penelitian di bidang lain? Apakah secara biologis hal itu dapat terjadi, atau
secara teoritis dimungkinkan.

Semua kriteria ini tidak berdiri sendiri – sendiri. Asosiasi kausal harus didukung oleh sebagian besar kriteria tadi. Lebih baik lagi kiranya apabila
asosiasi kausal ini kemudian didapat di dukung oleh penjelasan mekanisme terjadinya penyakit atau proses patologis.

8. Studi Intervensi
Tujuan epidemiologi yang penting adalah mencegah terjadinya penyakit/wabah dengan melakukan intervensi. Studi intervensi, seperti telah
dikemukakan terdahulu, adalah studi yang ditujukan untuk mencegah wabah/penyakit. Studi ini membuat desain program yang secara teoritis
baik, dan di uji secara terbatas untuk melihat efisiensinya, apakah dapat diterima masyarakat dan tidak mempersulit hidup mereka.
72
Seleksi populasi experimental dilakukan dengan memperhatikan beberapa kriteria:

 Kesamaan karakteristik demografi


 Kemudahan dan aksebiliti
 Insiden penyakit yang akn dicegah, semakin tinggi insidensi, semakin sedikit populasi yang diteliti
 Besarnya populasi yang diperlukan, sehingga didapat kondisi yang perbedaan yang bermakna secara statistik. Yang diperhatikan
adalah insidens, dan perbedaannya yang mungkin ada di populasi yang dibandingkan.
1. Seleksi Populasi
Untuk melakukan seleksi populasi, dapat dilakukan seperti berikut:

a. Randomisasi Peserta
Randomisasi adalah seleksi dan pengelompokkan populasi yang dilakukan setelah masyarakat terpilih di undang dan bersedia berpartisipasi di
dalam studi.

b. Prosedur Double Blind


Prosedur ini adalah cara pengelompokkan dengan blind/buta atau tanpa sepengetahuan kedua belah pihak peneliti dan yang diteliti. Cara
penilaian outcome/ hasil penelitian juga dilakukan dengan prosedur double blind.

c. Stratifikasi Kelompok
Kelompok peserta penelitian seringkali perlu diklasifikasikan atas dasar berbagai atribut, atau faktor yang berpengaruh terhadap penyakit.

9. Interpretasi Penelitian
Pada akhir penelitian epidemiologi seperti biasanya, dilakukan interpretasi hasil. Hasil dapat menggembirakan dan tidak menggembirakan
tergantung sesuai tidaknya hasil dengan hipotesa atau expetasi.

1) Kelompok Studi/Intervensi
Program studi yang dievaluasi adalah seluruh program yang ditawarkan pada polapulasi.

Kesulitan yang mungkin ditemui dalam studi intervensi ini adalah terjadinya

drop-out akibat peserta tidak menyukai program, atau mereka berubah pikiran, sehingga kesimpulan tidak memuaskan.

2) Kelompok Kontrol
Kelompok kontrol tidak dapat terasing sama sekali dari kegiatan sehari-hari seperti biasanya. Mereka mungkin juga melakukan olah raga,
hal mana tidak dapat dicegah. Efek yang mungkin terjadi tentunya jelas mengurangi signifikansi perbedaan. Apabila studi ini lam, maka kejadian
tersebut semakin besar pengaruhnya, dan juga seperti halnya pada kelompok studi ,pada kelompok kontrol dapat pula terjadi drop out dengan
alasan yang sama.

3) Penilaian Efek
Efek suatu program harusnya dinilai secara double blind juga, sehingga tidak terjadi bias pada penilai. Apabila ada pengukuran efek yang
lebih obyektif (pengukuran kuantitatif), maka bias akan berkurang.

10. Desain Sekuensial


Seringkali orang sulit mendapatka cukup peserta untuk suatu program studi intervensi. Untuk itu dikenal desain sekuensial, dimana peserta
itu berpartisipasi dalam program tidak secara serentak. Dengan demikian bisa terjadi, bahwa penilaian studi berjalan bersama-sama dengan
pengelompokkan peserta baru.

Sumber: BUKU AJAR EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN Oleh : Ir. Agus Ramon, M.Kes FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

73

Anda mungkin juga menyukai