Anda di halaman 1dari 85

Kulitku melepuh dan terasa panas

Seorang laki-laki umur 25 tahun mengalami luka bakar akibat ledakan tabung gas saat akan
menyalakan las dan terperangkap di ruang tertutup selama 1 jam. Oleh penolong kemudian
dibawa ke IGD. Kejadiannya sudah 2 jam yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan:
- Keadaan umum: tampak kesakitan
- Vital Sign: RR: 28 x/menit, TD: 100/70 mmHg, N: 100 x/menit,
- Luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan
saat batuk dahak berwarna kehitaman. Dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan
didapati bulla. Lengan kiri gosong didapatkan escar melingkar dan bengkak, pasien
merasakan nyeri dan kesemutan pada tangan kiri.
Penderita dibersihkan lukanya dengan aquabidestilata oleh dokter, dan diberikan oksigenasi
dengan masker 10 L/menit serta infus RL 30 tetes permenit dan dipasang kateter urethra. Setelah
terpasang kateter urethra, 30 menit kemudian produksi urine hanya 5cc dan berwarna kuning
kemerahan.

STEP 1
- Escar: jaringan mati yang lepas dari kulit yang sehat karena luka bakar, keropeng hitam yang
bisa dikelupas
STEP 2
1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu
hidung terbakar, suara serak, dan saat batuk dahak berwarna kehitaman?
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati
bulla?
3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada
kasus ledakan tabung gas?
4. Mengapa penderita dibersihkan lukanya dengan aquabides dan diberikan oksigen dengan
masker 10 L/menit serta infus RL 30 tetes permenit dan kateter uretra?
5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund dan Wallace ?
6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning
kemerahan?
7. Apa tatalaksana dari luka bakar di scenario?
8. Apa komplikasi dari luka bakar di scenario?
STEP 3
1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu
hidung terbakar, suara serak, dan saat batuk dahak berwarna kehitaman?
Luka bakar pada wajah warna pucat: karena sitokin inflamasi, asap yang masuk kedalam
tubuh  reaksi inflamasi  sitokin keluar  vasodilatasi  hipotensi  eritem yang
hangat dan memucat (KDRTF)

Suara serak  saluran napas atas/bawah


Sal napas atas: paparan asap  suhu udara dalam ruangan bisa mencapai 100 derajat F,
kombinasi pembuangan panas di sal napas atas  kapasitas panas udara rendah penutupan
reflex laring  udara yang sangat panas bisa cedera pada sal napas di atas karina 
pembengkakan pada lidah, epiglottis, lipatan aryepiglotica, dengan obstruksi  dalam
hitungan jam bisa meningkatan keparahan obstruksi  suara serak
Sal napas bawah  kebakaran  Senyawa kimia dan racun  sel endotel kapiler rusak 
trakeobronkitis  transport mukosiliar dihancurkan dan pembersihan bakteri berkurang.
Kolaps aveolar dan atelectasis karena hilangnya surfactant
Makrofag alveolar strees repson inflamasi  pembentukan eksudat  edema bronkiolus
parah  bronchitis, pembengkakan bronkial, bronkospasme  obstruksi pada sal udara
mengi

Batuk kehitaman  iritasi selaput lender pada sal napas  kompensasi mengeluarkan
banyak lendir  bronkospasme dan lender  reflex batuk  hitam/bening tergantung dari
partikel yang terbakar yang disimpan di paru dan trakeal

Indikasi inhalasi injury:


o Kebakaran atau luka bakar di bagian wajah dan leher
o Hangusnya bulu alis dan bulu hidung
o Sputum hitam  masuknya bahan yang beracun kedalam sal napas bawah
o Inflamasi di sal napas atas  dicek dibagian faring  hiperemis faring
o Keracunan CO  peningkatan karboksihemoglobin
20-30% : pusing
30-40%: penurunan kesadaran, tidak sampai koma
40-60%: koma
>60%: kematian
o Suara serak

2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati
bulla?
Klasifikasi
- Derajat 1 :epidermis, kulit kering, tidak ada bula, penyembuhan spontan 5-10 hari
- Derajat 2: epidermis dan sebagian dermis, bisa ada bula, dasar luka merah/pucat, letaknya
lebih tinggi dari kulit normal
o Derajat 2 dangkal/superfisial : organ kulit: folikel rambut, kel keringat, kel
sebasea masih utuh, penyembuhan 10-14 hari, tanpa sikatrik
o Derajat 2 dalam/deep : sebagian dermis dan sisa epitel sedikit, folikel rambut, kel
keringat, kel sebasea sedikit, penyembuhan >1 bulan
- Derajat 3: epitel, dermis, organ kulit sudah rusak total, terbakar: abu / pucat, koagulasi
protein (eskar)
Bula:
Injury/luka bakar  dilepaskan substansi vasoaktif (katekolamin, histamine, serotonin,
leukotriene dan prostaglandin)  meninkatkan permeabilitas kapiler  plasma keluar ke jar
sekitar  tekanan osmotic yang meningkat  bula
Derajat berapa?
3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada
kasus ledakan tabung gas?
Ruang tertutup  ventilasi berkurang  keracunan gas CO  hemoglobin lebih mengikat
CO dari pada oksigen  hipoksia (kekurangan pasokan o2 darah)
Terkena paparan kulit langsung  barrier kulit rusak  evaporasi/penguapan kulit
meningkat  peningkatan permeabilitas kapiler  perpindahan cairan intravas ke ekstravas
 H20 dan elektrolit, protein keluar  penurunan tekanan onkotik  cairan iv menurun 
hipovolemi dan hemokonsentrasi  gangguan sirkulasi udara yang berbahaya  kegawatan
(gangguan perfusi jaringan, komplikasi multiorgan)
Paparan gas yang mengenai wajah  kerusakan mukosa  edema laring  bengkak  obs
jal napas  jalan napas tidak efektif  kompensasi dengan peningkatan RR  komplikasi
gagal napas
Penurunan aliran balik vena  CO turun  kompensasi napas cepat

Keracunan Co  inhibisi enzim sitokrom oksidase  menghambat oksidasi mitokondria 


menurunkan produksi ATP  henti napas
4. Mengapa penderita dibersihkan lukanya dengan aquabides dan diberikan oksigen dengan
masker 10 L/menit serta infus RL 30 tetes permenit dan kateter uretra?
o Aquabides  sterilisasi luka
o Masker oksigen 10 L/menit  trauma inhalasi CO  diberi O2 agar saturasi O2
dalam tubuh kembali normal
o Pemasangan infus RL  mengembalikan cairan yang hilang/resusitasi cairan
o Kateter uretra: monitoring pasien, monitoring lain TD, nadi
N pada dewasa: 0,5-1 ml/kg BB/jam, dewasa: 1-1,5

Baxter  modifikasi dari parkland

Baxter :
Dewasa: ringer laktat 4 cc x berat badan x %luas luka bakar 24 jam

5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund dan Wallace ?
6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning
kemerahan?
Peningkatan permeabilitas vascular  ekstravasi cairan dari intravas ke ekstra  hipovolemi
 kompensasi untuk penurunan output urin  supaya cairan tubuh tetap dipertahankan
penurunan urin
Kuning kemerahan  myoglobin karena kerusakan jaringan otot

Evaporasi melalui luka  pengeluaran cairan meningkat

Rules of nine  gambar


Wajah, alis, bulu hidung  4,5%
Dada lepuh sampai permukaan betis 9%
Rambut  9%
Perut  18 %
Punggung atas dan bawah  18 %
Lengan  masing2 9%

Cairan perlu ditingkatkan atau tidak dengan luas bakar berdasarkan scenario?
7. Apa tatalaksana dari luka bakar di scenario?
Berdasarkan penyebab, luas, lokasi
Ringan/derajat 1-2 superfisial: bisa sembuh sendiri dalam beberapa hari-minggu, luka tetap
dibalut dan dibersihkan supaya terhindar dari infeksi, salep antibiotic,
Bula dibiarkan jangan ditusuk2
Serius: aliran listrik, bahan kimia, derajat 2 deep, derajat 3  rawat inap RS spesialis luka
bakar, resusitasi cairan, antibiotic, operasi pembedahan (cangkok kulit, eksisi kulit mati)

Rujuk:
- Partial thickness/ luas permukaan >10 %
- Wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, sendi
- Derajat 3
- Elektrik akibat sambaran petir
- Kimia
- Truma inhalasi
- Riwayat kelainan medis sebagai penyulit penanganan dan mortalitas
- Trauma/fraktur
- Anak  perlengkapan medis kurang memadai
- Luka bakar yang memerlukan Intervensi khusus

Perawatan luka bakar terbuka dan tertutup


Terbuka : bersihkan luka dan analgetik, dan salep
Tertutup:

Tatalaksana sirkulasi
Tatalaksana nyeri (sindrom kompartemen)
Jika Tekanan >30  eskarotomi
Kekurangan neuron  nyeri,
Vascular - penurunan TD
Cek dibagian distal  jika luka bakar dilengan  cek di a radialis dan a ulnaris
Jika ada kontraktur  bagaimana tatalaksananya?
Mencegah kontraktur?
Sesak napas karena apa?
Mikroglobuminuria/edem laring  resiko kematiannya bagaimana?
Pasien perlu trakeostomi atau tidak?
8. Apa komplikasi dari luka bakar di scenario?
o Infeksi  barrier pertahan kulit hilang  koloni bakteri/jamur pada luka 
sepsis
o Dipasang kateter uretra  bisa menyebabkan infeksi traktus urinarius bila tidak
diganti rutin
o Terganggunya suplai darah/sirkulasi  hipovolemik
o Luka berat  sumbatan berat di ekstremitas
o Komplikasi panjang:
 Fisik dan psikologis
 Derajat 3  jaringan sikatrik dan bisa menetap, gerakan yang terbatas
pada area luka, tekanan stress paska trauma,
 ARDS, kontraktur  bisa menyebabkan kematian
o Syok hipovolemi, fase akut 24 jam pertama  permeabilitas vascular meningkat
 hilangnya cairan dan elektrolit  hipo protein/natremia, kalemia 
kekurangan cairan  hipovolemi  syok
o Fase subakut: infeksi dan sepsis/SIRS dan MODS (multiple organ failure)
STEP 4
Tatalaksana lebih dijabarkan lagi (sistemik/local, perawatan luka terbuka/tertutup)
STEP 7
1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu
hidung terbakar, suara serak, dan saat batuk dahak berwarna kehitaman?
TANDA KLINIS TRAUMA INHALASI
 Luka bakar pada wajah
 Alis mata dan bulu hidung hangus
 Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring
 Sputum yang mengandung arang atau karbon
 Wheezing, sesak dan suara serak
 Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api
 Ledakan yang menyebakan trauma bakar pada kepala dan badan
 Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin > 10 % setelah berada dalam
lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah, takikardi, takipnea, sakit
kepala, mual, pusing, pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.

Inhalasi dari gas panas dan produk pembakaran dari api dapat menyebabkan trauma
terhadap saluran pernapasan. Selain trauma saluran pernapasan, inhalasi dari produk
pembakaran juga dapat menyebabkan efek toksik pada tubuh baik lokal maupun sistemik
Trauma inhalasi meningkatkan risiko kematian pada kasus luka bakar mencapai angka
mortalitas 30%

KLASIFIKASI TRAUMA INHALASI


Trauma inhalasi dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan area yang terkena trauma inhalasi
yaitu,
A. Trauma inhalasi diatas laring (obstruksi)
Trauma inhalasi pada area ini biasanya disebabkan oleh inhalasi gas panas, yang
biasanya disebabkan karena riwayat trauma luka bakar pada ruangan tertutup atau
terjebak didalam kebakaran. Luka bakar dengan trauma inhalasi biasanya
menyebabkan peningkatan mediator inflamasi sehingga terjadi edema jaringan yang
berujung obsrtuksi dan hilangnya fungsi protektif dari mukosa. Obstruksi saluran napas
biasanya terbentuk karena jaringan mengalami edema dalam waktu 12 hingga 36 jam
setelah trauma.
B. Trauma inhalasi dibawah laring (kerusakan paru)
Trauma inhalasi dibawah laring sering disebabkan oleh inhalasi dari produk-produk
pembakaran. Api dapat menyebabkan proses oksidasi dan reduksi senyawa yang
mengandung karbon, sulfur, fosfor dan nitrogen. Hasil senyawa kimia dari proses
tersebut termasuk karbon monoksida dan dioksida, sianida, ester, ammoniak, hydrogen
klorida, hydrogen bromide, dan aldehid dan oksidasi dari sulfur, fosfor dan nitrogen. Jika
senyawa-senyawa ini mengalami kontak dengan mukosa pernapasan dan parenkim
paru, produksi mediator inflamasi dan oksigen reaktif akan terjadi. Hal ini menyebabkan
edema dan luluhnya mukosa trakeabronkial. Saluran pernapasan bawah juga dapat
bereaksi dengan senyawa tersebut yang menyebabkan terjadinya obstruksi pernapasan
distal. Parenkim paru juga mengalami kerusakan disebabkan rusaknya membran
alveolar kapiler, bertumpuknya eksudat inflamasi dan hilangnya surfaktan di parenkim.
C. Intoksikasi sistemik (hipoksia sel)
Karbon monoksida dan sianida adalah dua penyebab tersering intoksikasi sistemik pada
luka bakar dengan trauma inhalasi. Karbon monoksida (CO) adalah hasil oksidasi
inkomplit dari karbon. CO adalah gas yang tidak memiliki warna dan tidak memiliki bau
yang dapat berdifusi dengan cepat ke peredaran darah. Afinitas pengikatan CO dengan
hemoglobin (Hb) 240 kali lebih besar dibandingkan oksigen yang menghasilkan
karboksihemoglobin (COHb). Hal ini menyebabkan kapasitas darah untuk membawa
oksigen menjadi berkurang yang berujung menjadi hipoksia jaringan. Selain pengikatan
dengan Hb, CO juga memiliki afinitas pengikat yang tinggi terhadap senyawa yang
mengandung haem- terutama system intraseluler sitokrom. Hal ini dapat menyebabkan
fungsi abnormal dari sel sehingga terjadi ensefalopati. Sedangkan intoksikasi sianida
biasanya disebabkan oleh hasil pembakaran dari plastic atau lem yang biasanya
digunakan pada mebel. Jika sianida terhisap oleh paru, sianida dengan cepat mengikat
system sitokrom yang menghambat metabolism anaerob. Hal ini dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran, neurotoksisitas dan kejang.

DIAGNOSIS
Tersangka trauma inhalasi membutuhkan intubasi segera akibat edema jalan napas yang
progresif. Kegagalan dalam mendiagnosis trauma inhalasi dapat berakibat obstruksi jalan
nafas. Konsekuensi klinis dapat berupa edema saluran napas atas, bronkospasme, oklusi
saluran napas, hilangnya klirens silier, peningkatan ruang rugi, pirau intrapulmoner,
menurunnya komplians dinding dada, trakeobronkitis, dan pneumonia. Tanda dan gejala
trauma inhalasi dapat berubah dan bertambah buruk seiring berjalannya waktu, sehingga
evaluasi klinis harus dilakukan sesering mungkin.
Adanya riwayat trauma pada ruangan tertutup (misal, di dalam rumah, kendaraan) dan
trauma luka bakar yang berhubungan dengan ledakan akibat bensin atau gas.
Pada pemeriksaan klinis dijumpai tanda trauma inhalasi. Tanda dan gejala trauma inhalasi
juga dapat berubah dalam beberapa kurun waktu, berdasarkan area dan tipe dari trauma
inhalasi
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2019. Pedoman Nesional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Direktorat Jenderal PP & PL.
Jakarta.

Luka bakar wajah merah pucat, Alis dan bulu hidung terbakar
Kulit dapat bertahan terhadap panas sampai suhu tertentu karena adanya kandungan
air yang cukup. Pada daerah dengan vaskularisasi yang banyak, memungkinkan terjadinya
penghantaran panas dari tempat luka bakar ke tempat lain sehingga mengurangi
kedalaman luka bakar. Luasnya luka bakar ditentukan oleh derajat panas, lamanya jaringan
terpapar dan ketebalan kulit yang terkena oleh sumber panas. Kerusakan jaringan pada
luka bakar jarang sekali homogen dan biasanya terbagi atas 3 zona yaitu zona koagulasi,
stasis dan hyperemia. Zona ini dikenal sebagai teori Jackson (Jackson’s thermal wound
theory), yang biasanya terlihat sebagai bull’s-eye pattern.
Zona koagulasi merupakan jaringan mati yang membentuk parut, terletak di pusat luka
terdekat dengan sumber panas. Protein akan mengalami denaturasi pada suhu diatas 41°C,
sehingga panas yang berlebih pada tempat luka akan mengakibatkan denaturasi protein,
degradasi, dan koagulasi yang mampu menyebakan nekrosis jaringan. Jaringan pada zona
ini tidak dapat diselamatkan karena telah terjadi koagulasi nekrosis.
Jaringan yang masih layak berdekatan dengan daerah nekrotik disebut zona stasis.
Penurunan perfusi didaerah tersebut dapat menyebabkan nekrosis. Edema yang
berlangsung lama, infeksi, intervensi bedah yang tidak perlu, dan hipotensi dapat
mengkonversi zona ini ke zona koagulasi.
Pada zona hyperemia merupakan zona yang menerima peningkatan aliran darah
melalui vasodilatasi inflamasi, terjadi peningkatan perfusi dan merupakan daerah dengan
kerusakan minimal.

Proses mendasar yang terjadi pada luka bakar dapat berupa reaksi inflamasi lokal
dan sistemik, dengan hasil akhir terjadinya perpindahan cairan ke ruang intersitisial. Efek
sistemik luka bakar akan jelas terlihat bila luas luka bakar mencapai > 20%. Beberapa
keadaan yang perlu diperhatikan pada luka bakar adalah inflamasi, edema, kehilangan
cairan dan elektrolit, infeksi. Pada luka bakar terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti
histamin, serotonin, prostaglandin, tromboksan, komplemen dan sitokin lainnya sebagai
respons tubuh terhadap adanya trauma mekanis. Hal itu menyebabkan permeabilitas
kapiler meningkat sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan protein ke ruang interstisial
sehingga terjadi edema. Pada luka bakar yang luas terjadi pelepasan vasoaktif ke sirkulasi
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sistemik. Selain itu terjadi penurunan
aktivitas potensial transmembran sel sehingga terjadi perpindahan sodium dan air dari
ekstrasel ke intrasel yang menyebabkan pembengkakan sel. Vasodilatasi dapat
menyebabkan eritem yang hangat dan memucat (warmth blanching erythema)

Dewi, R., 2014. Tata Laksana Luka Bakar pada Anak. In: Current Evidences in
Pediatric Emergencies Management. s.l.:Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM

Suara serak
Akibat kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh panas dan zat kimia atau
akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil pembakaran tidak hanya
terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai di
udara (melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan
sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang
ukurannya > 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring. Partikel yang berukuran 3-10
mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial, sedangkan partikel berukuran 1-2
mikrometer dapat mencapai alveoli.
Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas, sedangkan gas
yang kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapan gas yang sangat kurang larut air
masuk melewati barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang bersifat
sistemik. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari
apparatus mukosilier dimana akan merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang
melepaskan makrofag serta aktifitas neutrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya akan di
bebaskan oksigen radikal, protease jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan
A2, C3A, C5A). Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang
rusak, selanjutnya terjadi edema dari dinding saluran nafas dan kegagalan mikrosirkulasi
yang akan meningkatkan resistensi dinding saluran nafas dan pembuluh darah paru.
Komplains paru akan turun akibat terjadinya edema paru interstitiil sehingga terjadi edema
pada saluran nafas bagian bawah (laring, trakea, bronkus, paru) akibat sumbatan pada
saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mukus dan sel-sel darah. Sehingga
mengganggu kelancaran saluran pernafasan.

- Saluran napas atas


Terjadi akibat thermal injuri. Suhu udara di dalam ruangan yang berisi api mencapai
1000 ° F. Karena kombinasi antara pembuangan panas yang efisien di saluran napas
bagian atas, kapasitas panas udara yang rendah, dan penutupan refleks laring, udara
yang sangat panas biasanya menyebabkan cedera pada struktur saluran napas di atas
karina. Cedera pada struktur saluran napas ini dapat menyebabkan pembengkakan
hebat pada lidah, epiglotis, dan lipatan aryeepiglotis dengan obstruksi.
- Saluran napas bawah
Terjadi akibat kebakaran tersebut menghasilkan senyawa yang bersifat kimiawi dan
beracun bagi saluran pernapasan. Pembakaran karet dan plastik menghasilkan sulfur
dioksida, nitrogen dioksida, amonia, dan klorin dengan asam kuat dan alkali jika
dikombinasikan dengan air di saluran udara dan alveoli. Furnitur berlaminasi
mengandung lem dan panel dinding juga dapat melepaskan gas sianida saat dibakar.
Kapas atau wol yang terbakar menghasilkan aldehida beracun. Racun yang
berhubungan dengan asap merusak sel endotel epitel dan kapiler jalan napas.
Perubahan histologis menyerupai trakeobronkitis. Kolaps alveolar dan atelektasis terjadi
karena hilangnya surfaktan. Makrofag alveolar mengalami stres yang menyebabkan
respons inflamasi dengan kemotoksin. Perubahan inflamasi awal yang terjadi di jalan
napas diikuti oleh periode pembentukan eksudat yang menyebar. Edema bronkiolus
bisa menjadi parah. Kombinasi bronkitis nekrotikans, pembengkakan bronkial, dan
bronkospasme menyebabkan obstruksi saluran udara besar dan kecil. Mengi terjadi
dengan pembengkakan bronkial dan stimulasi reseptor iritan. Peningkatan permeabilitas
kapiler memperbesar jalan napas dan edema paru.

Cedera inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia yang membakar dari saluran
pernapasan (tracheobronchitis). Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar
pada kulit wajah yang parah, luka tersebut akan membentuk edema dan menghambat
jalan napas dan memperbesar risiko kematian.

Batuk kehitaman
Ketika selaput lendir pada saluran pernapasan teriritasi, mengeluarkan lebih banyak lendir.
Bronkospasme dan peningkatan lendir menyebabkan refleks batuk . Lendir mungkin bening
atau hitam tergantung pada tingkat partikel terbakar yang disimpan di paru - paru dan
trakea.
Dries, D. J., & Endorf, F. W. (2013). Inhalation injury: epidemiology, pathology,
treatment strategies. Scandinavian journal of trauma, resuscitation and emergency
medicine, 21, 31. https://doi.org/10.1186/1757-7241-21-31.

Hettiaratchy, S., & Dziewulski, P. (2004). ABC of burns: pathophysiology and types of
burns. BMJ (Clinical research ed.), 328(7453), 1427–1429.
https://doi.org/10.1136/bmj.328.7453.1427

Proses mendasar pada luka bakar : reaksi inflamasi lokal dan sistemik
Efek sistemik luka bakar akan terlihat jelas bila luas luka bakar mencapai >20%
Hal yang perlu diperhatikan pada luka bakar : inflamasi, edema, kehilangan cairan dan
elektrolit, infeksi
Paparan tersebut  kulit, mukosa, dan jaringan lebih dalam  reaksi inflamasi lokal dan
sistemik  pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin,
tromboksan, komplemen dan sitokin lainnya sebagai respons tubuh terhadap adanya trauma
mekanis  permeabilitas kapiler meningkat  respon inflamasi (eritema) dan ekstravasasi
cairan dan protein ke ruang interstisial  edema
Luka bakar yang luas  pelepasan vasoaktif ke sirkulasi  peningkatan permeabilitas
kapiler sistemik
Luka bakar yang luas  penurunan aktivitas potensial transmembrane sel  perpindahan
sodium dan air dari ekstrasel ke intrasel  pembengkakan sel
Sumber : Current Evidences in Pediatric Emergencies Management. Fakultas Kedokteran
UI Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2014
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati
bulla?
DEFINISI BULLA

Sumber : Sinta Murlistyarini dkk. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin. UB Press :
Malang. Cetakan Pertama

MEKANISME TERJADINYA BULLA


Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan pembuluh darah
kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan permeabilitas ini
mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat
luka bakar menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di
derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat 3 (Anngowarsito, 2014).
Sumber : Oktavilany Tanti Rostania. 2020. Studi Penggunaan Natrium Metamizole pada
Pasien Luka Bakar.

BERDASARKAN DERAJAT DAN KEDALAMAN


Dalamnya kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada sumber derajat panas,
penyebab dari lamanya kontak dengan tubuh penderita. Ada tiga tingkat derajat berdasarkan
kedalaman luka bakar, yaitu :
a. LUKA BAKAR DERAJAT I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari (Brunicardi et al.,2005).

b. LUKA BAKAR DERAJAT II

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian lapisan dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses edukasi. Dijumpai pula pembentukan scar dan nyeri
karena ujung-ujung syaraf sensorik teratasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat,
sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001). Luka bakar derajat II
terbagi atas 2 macam yaitu :

 DERAJAT II DANGKAL/SUPERFICIAL (IIA)

-  Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.

- Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan uka bakar pada mulanya
tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II
superficial setelah 12-24 jam.

- Ketika bula dihilangkan luka tampak berwarna merah muda dan basah.

- Jarang menyebabkan hypertrophic scar.


- Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3
minggu (Brunicardi et al., 2005).

 DERAJAT II DALAM/DEEP (IIB)

- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

- Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea


sebagian besar masih utuh.

- Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.

- Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna merah muda
dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang
berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali,
daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah)
(Moenadjat, 2001).
- Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3-9 minggu (Brunicardi et al.,
2005).

c. LUKA BAKAR DERAJAT III

Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan lebih dalam, tidak di jumpai bula,
apendies kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih pucat. Karena kering, letaknya
lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang
dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).

Tabel derajat dan kedalaman luka bakar

DERAJAT KEDALAMAN KERUSAKAN KARAKTERISTI


K
SATU (I) Superficial Epidermis Kulit kering,
hiperemi, nyeri
DUA DANGKAL Superficial dermal Epidermis dan 1/3 Bula mungkin
(IIA) bagian superficial terbentuk, nyeri.
dermis Ketika bula hilang
kulit akan tampak
pink dan basah
DUA DALAM Deep dermal Kerusakan 2/3 Seperti marbel, putih
(IIB) bagian superficial dan keras
dermis dan jaringan
dibawahnya
TIGA (III) Full thickness Kerusakan seluruh Luka berbatas tegas,
lapisan kulit (dermis tidak ditemukan
dan epidermis) serta bula, berwarna
lapisan yang lebih kecoklatan, kasar,
dalam tidak nyeri

Sumber : Gurtner, 2007

Sumber : Oktavilany Tanti Rostania. 2020. Studi Penggunaan Natrium Metamizole pada
Pasien Luka Bakar.

KLASIFIKASI LUKA BAKAR

a. LUKA BAKAR RINGAN

Kriteria luka bakar ringan:

- TBSA ≤15% pada dewasa

- TBSA ≤10% pada anak

- Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada anak maupun dewasa tanpa mengenai
daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.

b. LUKA BAKAR SEDANG


Kriteria luka bakar sedang:

- TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full thickness <10%

- TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah 10 tahun dan
dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10%

- TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa masalah
kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum

c. LUKA BAKAR BERAT

Kriteria luka bakar berat:

- TBSA ≥25%

- TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun

- TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness

- Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau
perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik.

- Semua luka bakar listrik

- Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi

- Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk

Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA BAKAR

PENILAIAN KEDALAMAN LUKA BAKAR


Berdasarkan kedalaman jaringan luka bakar yang rusak, luka bakar dibagi menjadi 3
klasifikasi besar yaitu luka bakar superficial, mid dan deep. Klasifikasi yang lebih lanjut
diperjelas menjadi epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep dermal atau full-
thickness dapat dilihat pada Gambar 4.

Klasifikasi dari derajat kedalaman luka bakar yang digunakan oleh Emergency Managament
Severe Burn course oleh Australian & New Zealand Burn Association (ANZBA) dapat
terlihat pada Tabel 5.
a. Luka bakar superfisial
Luka bakar superfisial adalah luka bakar yang dapat sembuh secara spontan dengan
bantuan epitelisasi. Luka bakar superfisial dibagi dua yaitu luka bakar epidermal dan
superficial dermal. Luka bakar epidermal. Luka bakar yang hanya terkena pada bagian
epidermis pasien. Penyebab tersering luka bakar ini adalah matahari dan ledakan minor.
Lapisan epidermis yang bertingkat terbakar dan mengalami proses penyembuhan dari
regenerasi lapisan basal epidermis. Akibat dari produksi mediator inflamasi yang
meningkat, luka bakar ini menjadi hiperemis dan cukup menyakitkan. Dapat sembuh

dalam waktu cepat (7 hari), tanpa meninggalkan bekas luka kosmetik. (lihat Gambar 6).
Luka bakar superficial dermal. Luka bakar yang terkena pada bagian epidermis dan
bagian superfisial dermis (dermis papiler). Ciri khas dari tipe luka bakar ini adalah
muncullnya bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah mati dan terpisahkan dari bagian
yang masih viable dengan membentuk edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik
yang disebut bula. Bula dapat pecah dan mengekspos lapusan dermis yang dapat
meningkatkan kedalaman dari jaringan yang rusak pada luka bakar. Oleh karena saraf
sensoris yang terekspos, luka bakar kedalaman ini biasanya sangat nyeri. Dapat sembuh
secara spontan dengan bantuan epiteliassi dalam 14 hari yang meninggalkan defek warna
luka yang berbeda dengan kulit yang tidak terkena. Namun eskar tidak terjadi dalam tipe

luka bakar ini. Lihat Gambar 6.


b. Luka bakar mid-dermal
Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak diantara luka bakar superficial
dermal dan deep dermal. Pada luka bakar mid-dermal jumlah sel epitel yang bertahan
untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit dikarenakan luka bakar yang agak dalam
sehingga penyembuhan luka bakar secara spontan tidak selalu terjadi (8). Capillary
refilling pada pasien dengan luka bakar kedalaman ini biasanya berkurang dan edema
jaringan serta bula akan muncul. Warna luka bakar pada kedalaman ini berwarna merah
muda agak gelap, namun tidak segelap pada pasien luka bakar deep dermal (8). Sensasi
juga berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yeng menunjukkan adanya kerusakan
pleksus dermal dari saraf cutaneous. Lihat Gambar 7.
c. Luka bakar deep
Luka bakar deep memiliki derajat keparahan yang sangat besar. Luka bakar kedalaman
ini tidak dapat sembuh spontan dengan bantuan epitelisasi dan hanya dapat sembuh

dalam waktu yang cukup lama dan meninggalkan bekas eskar yang signifikan . Lihat
Gambar 8.

Luka bakar deep-dermal. Luka bakar dengan kedalaman deep- dermal biasanya memiliki
bula dengan dasar bula yang menunjukkan warna blotchy red pada reticular dermis.
Warna blotchy red disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari sel darah merah yang
rusak karena rupturnya pembuluh darah. Ciri khas pada luka bakar kedalaman ini disebut
dengan fenomena capillary blush. Pada kedalaman ini, ujung-ujung saraf pada kulit juga
terpengaruh menyebabkan sensasi rasa nyeri menjadi hilang.

Luka bakar full thickness. Luka bakar tipe ini merusak kedua lapisan kulit epidermis dan
dermis dan bisa terjadi penetrasi ke struktur-struktur yang lebih dalam. Warna luka bakar
ini biasanya berwarna putih dan waxy atau tampak seperti gosong. Saraf sensoris pada
luka bakar full thickness sudah seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi
pinprick. Kumpulan kulit-kulit mati yang terkoagulasi pada luka bakar ini memiliki
penampilan leathery, yang disebut eskar. Rangkuman klasifikasi luka bakar dapat dilihat
pada Gambar 9.
Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANGPEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA BAKAR

3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada
kasus ledakan tabung gas?
SISTEM RESPIRATORI
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri
dan “lung compliance”.
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan
dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 %
untuk injuri yang diakibatkan oleh api.

Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx,
rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan
batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis. Patofisiologi
pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau
gas yang dihirup.

b. Keracunan Carbon Monoxide.


CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar. Ia
merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul
oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga
membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat
penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar
COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari
keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 1)
Sumber : Tutik Rahayuningsih. Penatalaksanaan pada luka bakar (Combustio). Jurnal Profesi
Volume 8
DEFINISI TRAUMA INHALASI
Inhalasi dari gas panas dan produk pembakaran dari api dapat menyebabkan trauma terhadap
saluran pernapasan. Selain trauma saluran pernapasan, inhalasi dari produk pembakaran juga
dapat menyebabkan efek toksik pada tubuh baik lokal maupun sistemik (5, 10). Trauma
inhalasi meningkatkan risiko kematian pada kasus luka bakar mencapai angka mortalitas
30%. Pada anak - anak, luka bakar > 50% disertai trauma inhalasi memiliki mortalitas yang
sama dengan 73% tanpa trauma inhalasi (5, 48, 49). Di unit luka bakar RSCM dilakukan
penelitian terdapat pasien trauma inhalasi dengan komplikasi acute respiratory distress
syndrome atau gagal napas sebanyak 8,7% dari 275 pasien dirawat di luka bakar dengan luka
bakar luas dan dalam (50).

KLASIFIKASI

Klasifikasi trauma inhalasi

Trauma inhalasi dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan area yang terkena trauma inhalasi yaitu :

a. Trauma inhalasi diatas laring (obstruksi)

Trauma inhalasi pada area ini biasanya disebabkan oleh inhalasi gas panas, yang biasanya
disebabkan karena riwayat trauma luka bakar pada ruangan tertutup atau terjebak didalam
kebakaran. Luka bakar dengan trauma inhalasi biasanya menyebabkan peningkatan
mediator inflamasi sehingga terjadi edema jaringan yang berujung obsrtuksi dan
hilangnya fungsi protektif dari mukosa. Obstruksi saluran napas biasanya terbentuk
karena jaringan mengalami edema dalam waktu 12 hingga 36 jam setelah trauma.

b. Trauma inhalasi dibawah laring (kerusakan paru)

Trauma inhalasi dibawah laring sering disebabkan oleh inhalasi dari produk-produk
pembakaran. Api dapat menyebabkan proses oksidasi dan reduksi senyawa yang
mengandung karbon, sulfur, fosfor dan nitrogen. Hasil senyawa kimia dari proses
tersebut termasuk karbon monoksida dan dioksida, sianida, ester, ammoniak, hydrogen
klorida, hydrogen bromide, dan aldehid dan oksidasi dari sulfur, fosfor dan nitrogen. Jika
senyawa- senyawa ini mengalami kontak dengan mukosa pernapasan dan parenkim paru,
produksi mediator inflamasi dan oksigen reaktif akan terjadi. Hal ini menyebabkan
edema dan luluhnya mukosa trakea- bronkial. Saluran pernapasan bawah juga dapat
bereaksi dengan senyawa tersebut yang menyebabkan terjadinya obstruksi pernapasan
distal. Parenkim paru juga mengalami kerusakan disebabkan rusaknya membran alveolar
kapiler, bertumpuknya eksudat inflamasi dan hilangnya surfaktan di parenkim.

c. Intoksikasi sistemik (hipoksia sel)

Karbon monoksida dan sianida adalah dua penyebab tersering intoksikasi sistemik pada
luka bakar dengan trauma inhalasi. Karbon monoksida (CO) adalah hasil oksidasi
inkomplit dari karbon. CO adalah gas yang tidak memiliki warna dan tidak memiliki bau
yang dapat berdifusi dengan cepat ke peredaran darah. Afinitas pengikatan CO dengan
hemoglobin (Hb) 240 kali lebih besar dibandingkan oksigen yang menghasilkan
karboksihemoglobin (COHb). Hal ini menyebabkan kapasitas darah untuk membawa
oksigen menjadi berkurang yang berujung menjadi hipoksia jaringan. Selain pengikatan
dengan Hb, CO juga memiliki afinitas pengikat yang tinggi terhadap senyawa yang
mengandung haem- terutama system intraseluler sitokrom. Hal ini dapat menyebabkan
fungsi abnormal dari sel sehingga terjadi ensefalopati. Sedangkan intoksikasi sianida
biasanya disebabkan oleh hasil pembakaran dari plastic atau lem yang biasanya
digunakan pada mebel. Jika sianida terhisap oleh paru, sianida dengan cepat mengikat
system sitokrom yang menghambat metabolism anaerob. Hal ini dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran, neurotoksisitas dan kejang.

DIAGNOSIS

Tersangka trauma inhalasi membutuhkan intubasi segera akibat edema jalan napas yang
progresif. Kegagalan dalam mendiagnosis trauma inhalasi dapat berakibat obstruksi jalan
nafas. Konsekuensi klinis dapat berupa edema saluran napas atas, bronkospasme, oklusi
saluran napas, hilangnya klirens silier, peningkatan ruang rugi, pirau intrapulmoner,
menurunnya komplians dinding dada, trakeobronkitis, dan pneumonia. Tanda dan gejala
trauma inhalasi dapat berubah dan bertambah buruk seiring berjalannya waktu, sehingga
evaluasi klinis harus dilakukan sesering mungkin. Adanya riwayat trauma pada ruangan
tertutup (misal, di dalam rumah, kendaraan) dan trauma luka bakar yang berhubungan
dengan ledakan akibat bensin atau gas.

Pada pemeriksaan klinis dijumpai tanda trauma inhalasi, dapat dilihat pada Tabel 22. Tanda
dan gejala trauma inhalasi juga dapat berubah dalam beberapa kurun waktu, berdasarkan area
dan tipe dari trauma inhalasi yang dapat dilihat pada Tabel 23.
Diagnosis pada trauma inhalasi dengan intoksikasi sistemik. Intoksikasi sistemik tersering

akibat trauma inhalasi adalah akibat karbon monoksida (CO). Tanda dan gejala berupa:

a. Penurunan kesadaran

b. Nyeri kepala

c. Bingung dan disorientasi

d. Tanda- tanda hipoksia seperti pada trauma kepala dan intoksikasi alcohol

e. Kulit tampak merah cerah (cherry red)

f. Konfirmasi diagnosis dengan analisis gas darah untuk mengetahui kadar


Carboxyhaemoglobin (%), dapat dilihat di Tabel 24.
TATALAKSANA

Tata laksana trauma inhalasi fokus pada 4 parameter penting yaitu:

a. Memastikan jalur napas tetap terbuka

b. Pemberian oksigen dengan aliran tinggi

c. Monitor kerusakan saluran pernapasan secara rutin

d. Mendiskusikan kemungkinan adanya intoksikasi sistemik (CO atau sianida)

Patofisiologi

- Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh panas dan zat kimia, atau
akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri.
- Hasil pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara, partikel padat
yang terurai di udara ( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). 1
- Secara anatomi trauma dibedakan menjadi tiga kelas
- trauma panas yang terbatas pada struktur pernapasan atas kecuali pada kasus paparan panas jet.
- iritasi kimia local pada traktus respiratorius dan
- keracunan sistemik yaitu inhalasi dari karbon monoksida atau sianida.
1. Trauma panas pada struktur pernapasan atas.
- Temperature udara pada ruangan mencapai 1000F.  Udara yang sangat panas biasanya
menyebabkan trauma hanya pada struktur pernapasan di atas karina atau daerah orofarings, karena
konduktivitas udara yang buruk dan tingginya jumlah pertukaran udara yang terjadi pada saluran
udara bagian atas. Kerusakan yang terjadi karena panas biasanya terbatas pada daerah orofarings.
 Trauma pada struktur penapasan ini menyebabkan edema yang luas pada lidah, epiglottis, dan
ariepiglotis dan terjadi obstruksi. 2,10
- Luka bakar pada wajah dan saluran pernapasan atas sering terjadi. Tapi biasanya terbatas pada
mulut, glottis, epiglottis pharing dan laring. Energi panas di dalam udara sangat rendah dan
efisiensi pertukaran panas pada traktus respiratorius sangat tinggi sehingga udara yang sangat
paans didinginkan sebelum masuk ke laring.  Tapi dengan temperatur diatas 150c trauma panas
laring  menyebabkan spasme  menyebabkan kesulitan bernapas.
- Selain itu menghirup udara yang sangat panas bisa  menyebabkan reflex henti jantung (inhibisi
vagal).
- Secara histologis luka bakar pada saluran trakeobronkhial  menunjukkan edema dan nekrosis
koagulasi superficial epitel, penonjolan glandula mukosa, fragmentasi dan penggumpalan eritrosit
pada pembuluh darah mukosa.edema submukosa dan mukosa hiperemis.
- Udara yang lembab dengan peningkatan kapasitas panas semakin besar kemungkinan
menyebabkan luka bakar pada paru-paru.
2. Trauma kimia pada saluran pernapasan.
- Iritasi dapat menyebaban cedera jaringan langsung, bronkospasme akut, dan aktivasi system
respon inflmasi tubuh.
- Leukosit diaktifkan dan / atau mediator humoral, seperti protanoids dan leukotrien, 
menghasilkan radikal oksigen dan enzim proteolitik.
- Banyak zat ketika terbakar, menghasilkan materi racun pada traktrus respiratorius.
- Karet dan plastik yang terbakar  menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ammonia dan
klorin dengan asam dan alkali yang kuat ketika dikombinasikan dengan air pada saluran
pernapasan dan alveoli.
- Ammonia menghasilkan cedera alkali, sedangkan sulfur dioksida dan gas klor menyebabkan
cedera asam, bahan kimia lainnya bekerja melalui mekanisme yang berbeda, misalnya akrolein ,
sulfur dioksida, ammonia dan hydrogen klorida menyebabkan cedera pada saluran napas atas.
- Zat dengan kelarutan menengah, seperti klorin dan isosianat, menyebabkan cedera saluran
pernapasan baik atas dan bawah.
- Fosgen dan oksida nitrogen memiliki kelarutan air rendah dan menyebabkan cedera parenkim
difus.
- Perubahan histologis meyerupai trakeobronkhitis.
- Transport mukosiliar hancur dan bakteri pembersih berkurang.  Atelektasis dan kolaps alveolar
terjadi akibat kehilangan surfaktan.
- Makrofag alveolar ditekan menjadi respon inflamasi dengan kemotaksin.
- Perubahan inflamasi awal diikuti oleh formasi eksudat yang difus.
- Edema bronchiolar bisa menjadi berat. Kombinasi dari bronchitis dengan nekrosis, edema
bronchial, dan bronkospasme menyebabkan obstruksi dari saluran pernapasan atas dan bawah.
- Wheezing terjadi pada edema bronchial dan stimulasi reseptor iritan.
- Peningkatan permeabilitas kapiler memperbesar saluran napas dan edema paru. 2,3,10
3. Keracunan Sistemik ( Inhalasi CO dan Sianida)
- Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengiritasi
diproduksi oleh pembakaran yang tidak komplit.
- Affinitas dari karbon monoksida terhadap hemoglobin adalan 200 kali lebih besar daripada
oksigen.
- Co menyebabkan hipoksia jaringan dengan mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah.
- CO bersaing dengan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin yang yang menggeser kurva
oksihemoglobin ke kiri.
- CO menghambat system enzim sitokrom oksidase intraseluler, khususnya sitokrom p-450
menyebabkan kegagalan system seluler menggunakan oksigen.
- Keracunan CO sumber morbiditas awal pada pasien luka bakar namun sulit untuk dideteksi.
Karboksihemoglobin level bisa diukur secara langsung tapi tes jarang terdapat di tempat kejadian,
biasanya pada kebakaran di ruang tertutup. 2,3,10
- Pembakaran plastic, poliuretan, wol, sutera, nilon, nitril, karet dan produk kertas dapat
menyebabkan produksi gas sianida (CN). Hal ini juga ditemukan berlimpah dalam makanan
seperti singkong dan dalam apel, pir, apricot, dan iji persik. Menghirup hydrogen sianida, yang
diproduksi saat pembakaran dari materi rumah tangga yang banyak, juga menghambat sitokrom
oksidase dan mempunyai efek sinergis denga karbon monoksida menyebabkan hipoksia jaringan
dan asidosis serta penurunan konsumsi oksigen serebral. Kegagalan pernapasan terjadi 12 sampai
48 jam setelah paparan iritan. 2,3,10
TEMUAN PADA KASUS TRAUMA INHALASI
Penemuan pada sesuatu trauma inhalasi tergantung kepada penyebab trauma inhalasi itu sendiri.
 Trauma inhalasi asap dari kebakaran.
- Trauma inhalasi dari kebakaran terjadi apabila korban bernapas asap dari kebakaran itu. Asap
adalah campuran dari pertikel yang terbakar dan gas. Untuk memprediksi komposisi yang tepat
dari asap yang dihasilkan oleh api cukup sulit. Bahan yang terbakar, suhu api, dan jumlah oksigen
di suatu ruangan semuanya factor yang membedakan jenis asap yang dihasilkan. 4,5,6
- Hasil pemeriksaan pada kasus trauma inhalasi karena asap pada korban kebakaran hampir sama
dengan hasil pemeriksaan pada kasus-kasus keracunan CO dan CN. Dari pemeriksaan luar kita
dapatkan gambaran “cherry-red” yaitu tampaknya kemerahan pada kulit. Pada kasus kematian
akibat kebakaran secara umum, bisa pula didapatkan fraktur dari tulang dan laserasi pada jaringan
yang diakibatkan karena panas. 4,5
- Pada pemeriksaan dalam, yang cukup khas dari kematian karena trauma inhalasi pada kebakaran
yakni ditemukannya jelaga pada daerah hidung (nostril) dan mulut, serta jelaga pada daerah laring,
trakea serta bronkus yang menandakan korban masih bernapas pada saat kebakaran terjadi.
Namun, tidak ditemukannya jelaga tidak menutup kemungkinan korban telah meninggal sebelum
kebakaran terjadi.
- Cedera panas pada kasus kebakaran dapat pula menyebabkan edema pada larings/supraglotis yang
 menyebabkan obstuksi.
- Selain itu dapat pula ditemukan edema paru yang disebabkan karena cedera pada permukaan
endothelial epitel, kolpasnya alveoli karena penurunan produksi surfaktan, serta cedera pada silia
bronkus. 4
- Pada pemeriksaan selanjutnya, dapat pula dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya
peningkatan konsentrasi dari CO serta pemeriksaan toksikologi untuk pemeriksaan adanya
kandungan alcohol ataupun obat-obatan. 4
 Trauma inhalasi karbon monooksida (CO)
- Temuan pada kematian karena CO cirri khasnya sangat jelas pada ras Kaukasian, kesan yang
pertama kali tampak pada tubuhnya yaitu orang tersebut kelihatannya sangat sehat.
- Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin,
yang memiliki cirri khas dengan tampilan “cherry-red” (merah cherry) atau pink terang yang dapat
terlihat pada jaringan.
- Lebam mayat berwarna merah cherry mendukung diagnosis bahkan sebelum mengotopsi korban.
Pada orang kulit hitam, warna tersebut terutama tampak di konjungtiva, kuku dan mukosa bibir.
Selain itu dapat pula ditemukan bulla, dema, serta ulkus decubitus pada kulit. Dari pemeriksaan
mikroskopis dapat ditemukan vesikel pada lapisan epidermis dan lapisan dibawahnya, serta
nekrosis dai kelenjar keringat. 6
- Dari pemeriksaan dalam ditemukan per mukaan serosa dari organ dan darah berwarna “cherry-
red”.
- Fiksasi organ yang diperiksa dengan formalin akan berubah menjadi warna merah terang dalam
kasus CO asfiksia.
- Pada pemeriksaan jantung didapatkan nekrosis muskulus papillaris ataupun infark miocard.
- Sedangkan pada pemeriksaan ginjal dapat didapatkan degenerasi pada tubulus ginjal serta
rhabdomyolysis ditemukan sebagai efek langsung dari keracunan CO dan timbale.
- Dari pemeriksaan otak, dapat ditemukan nekrosis hemoragik dari ganglia basalais, perdarahan
petekie yang difus pada substansia alba, edema cerebral, serta hydrocephalus akut pada bayi. 4,8

 Trauma Inhalasi Sianida


- Sianida yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran benapas, mjal, muntah, sakit kepala,
salvias, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang,
koma dan meninggal.
- Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau almond yang merupakan tanda patognomonik untuk
keracunan sianida. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan
lebam jenazah berwarna merah terang.
- Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran khas.
- Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilannya. Yang klasik, lebam mayat menjadi warna
merah bata, sesuai dengan kelebihan oksihemoglobin karena jaringan dicegah dari penggunaan
oksigen dan ditemukannya cyanmethemoglobin.
- Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau
bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan
dengan karboksi hemoglobin. 8
- Pada autopsy dapat tercium bau almond waktu membuka rongga dada, Perut dan otak.
- Darah, otot dan penempang organ berwarna merah terang. Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia.
- Pemastian diagnosis keracunan sianida dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis terhadap isi
lambung dan darah.
- Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun perdarahan di dinding perut.
- Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari
warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa perdarahan berupa petechie.
- Mungkin juga sianida tersebut menjadi Kristal atau bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau
seperti almond. 5,8

EFEK PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


1) Pada Kulit
- Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada
luas dan ukuran luka bakar.
- Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas
pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya
25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka
respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri.
- Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh, seperti :
Patofisiologi
- Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal tetapi memiliki efek
systemic.
- Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang
disebabkan oleh cedera lainnya.
- Karena efek panas terdapat perubahan systemic  peningkatan permeabilitas kapiler.  Hal
ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang interstitial.
- Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal muncul dalam 8 jam
pertama dan berlanjut sampai 48 jam. Setelah 48 jam permeabilitas kapiler kembali kembali
normal atau membentuk trombus yang menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah.
-  Hilangnya plasma  merupakan penyebab hypovolemic shock pada penderita luka bakar.
- Jumlah kehilangan cairan tergantung pada luas luka bakar pada permukaan tubuh yang
dihitung dengan aturan Wallace rules of 9 pada orang dewasa dan Lund dan Browder grafik pada
orang dewasa dan anak-anak.
- Orang dewasa dengan luka bakar lebih dari 15% dan pada anak-anak lebih dari 10% dapat
terjadi hypovolemic shock jika resuscitation tidak memadai.
- Peningkatan permeabilitas kapiler secara systemic tidak terjadi pada luka lainnya.
- Hanya terdapat reaksi lokal pada lokasi luka karena inflamasi menyebabkan vasodilation
progresif persisten dan edema.
- Hypovolemic shock yang terjadi pada trauma lain disebabkan hilangnya darah dan
membutuhkan tranfusi segera (Tiwari, 2012).
- Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh memberikan respons untuk
mempertahankan homeostasis dengan proses kontraksi, retraction dan koagulasi pembuluh
darah. Menurut Hettiaratchy dan Dziewulski (2005) mengklasifikasikan zona respons lokal
akibat luka bakar yaitu:
A. Zona Koagulasi/Nekrosis
Terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang .terbentuk dari
koagulasi protein akibat cedera panas, berlokasi ditengah .luka bakar, tempat yang
langsung mengalami kerusakan dan kontak .dengan panas (Hettiaratchy dan Dziewulski,
2005). tempat kerusakan paling parah. Terjadi koagulasi protein dan kerusakan ireversibel
B. Zona Stasis
Pada zona stasis biasanya terjadi kerusakan endotel pembuluh .darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, sehingga terjadi .gangguan perfusi diikuti perubahan
permeabilitas kapiler dan respons .inflamasi lokal, yang berisiko iskemia jaringan.
 Zona ini dapat menjadi .zona hyperemis jika resuscitation diberikan adekuat
atau
 menjadi zona .koagulasi jika resuscitation diberikan tidak adekuat (Hettiaratchy
dan .Dziewulski, 2005).
 sekeliling zona koagulasi, penurunan perfusi. Masih dapat sembuh
C. Zona Hiperemis
- Terdapat pada daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera.sel yang ringan,
ikut mengalami reaksi berupa vasodilation dan terjadi.peningkatan aliran darah
sebagai respons cedera luka bakar.
- Zona ini .bisa mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis.
- perfusi bertambah. Zona ini dapat sembuh total.

Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba .serta jaringan nekrotik dan
eksudat menjadi media pendukung .pertumbuhan mikroorganisme, sehingga berisiko
terjadinya infeksi. .Semakin luas luka bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan
Dziewulski, 2005).
Luka bakar biasanya steril pada saat cedera.
Panas yang menjadi .agen penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan..
Setelah minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, .sehingga membuat
sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian .pada luka bakar.
Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka .tusukan, crush injury dan excoriation
terkontaminasi pada saat terjadi .trauma dan jarang menyebabkan sepsis secara systemic(Tiwari,
2012).

Gambar 2.2Skema Zona pada Respons Lokal Luka Bakar, Zona Statis dapat menjadi Zona Hiperemis
jika Resuscitation yang diberikan Adekuat (Kiri Bawah), atau Menjadi Zona Koagulasi jikaResuscitation
yang diberikan Tidak Adekuat (Kanan Bawah)

2) Sistem kardiovaskuler
- Segera setelah injuri luka bakar,  dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin,
serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri.  Substansi–
substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler  sehingga plasma merembes
(to seep) kedalam sekitar jaringan.
- Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh  akan lebih meningkatkan
permeabilitas kapiler.
- Injuri yang langsung mengenai membran sel  menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel.  Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan
osmotic sel yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan  yang
dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler.
- Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami
luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume
darah intravaskuler.
- Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya
hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output.
- Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan
intravaskuler.
- Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari
normal.
- Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal
perhari adalah 350 ml.
- Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ.  Jika ruang intravaskuler tidak
diisi kembali dengan cairan intravena  maka terjadi shock hipovolemik dan ancaman kematian
bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
- Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak
mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri.
- Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik
tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar.
- Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali
menjadi normal.
- Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal
dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan
yang terjadi pada waktu injuri.
- Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3) Sistem Renal dan Gastrointestinal
- Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular
filtration rate),  yang menyebabkan oliguri.
- Aliran darah menuju usus juga berkurang,  yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
- Kerusakan jaringan  pelepasan mioglobin dan hemoglobin  hemokromogen (urin merah tua)
pengendapan hemokromogen di tubulus proksimal ginjal  gagal ginjal akut
4) Sistem Imun
- Fungsi sistem immune mengalami depresi.
- Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutrophil dan macrophage dapat
terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.
- Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam
kelangsungan hidup klien.

Defek Sistem Imun Pada Luka Bakar

- Luka bakar dapat memicu ketidakseimbangan sistem imun pada tubuh manusia.
- Fungsi limfosit normal dapat tertekan oleh karena luka bakar.
- Leukosit normal menunjukan berkurangnya kemotaksis leukosit dan peningkatan
superoksida ketika di inkubasi pada serum luka bakar.
- Sebagai tambahan, serum luka bakar mengandung inhibitor konversi C3 yang akan membawa
kepada penurunan opsonisasi dan fungsi PMN.
- Luka bakar juga menghasilkan toksin yang dapat membawa kepada kondisi immunosupresi.
- Perubahan hormonal pada luka bakar menimbulkan perubahan fungsi metabolik dari
berbagai macam sel –sel pada sistem imun.
- Inhibitor eksogen lainnya seperti endotoksin dan regulator endogen seperti prostaglandin
terdapat dalam serum pasien luka bakar.  Substansi –substansi tersebut menyebabkan penekanan
pada fungsi imun normal.
- Immunoglobulin merupakan sistem imun yang bertugas melawan infeksi mikroorganisme yang
dihasilkan setelah limfosit B teraktivasi. Immunoglobluin seperti IgG, IgM dan IgA mempunyai
aktivitas antibodidi yang signifikan terhadap mikroorganisme.
- Pada minggu pertama setelah terjadinya luka bakar, semua jenis immunoglobulin menurun
namun kembali normal pada minggu kedua.
- Pada luka bakar juga terdapat penurunan alfa-makroglobulin. Protein ini merupakan protease
inhibitor yang berfungsi membatasi kerusakan jaringan karena pengeluaran enzim proteolitik
oleh neutrophil respon inflamasi. Sebagai tambahan alfa-makroglobulin berkaitan dengan
perkembangan limfosit

Infeksi pada Luka Bakar

- Luka bakar menyebabkan terganggunya integritas pada kulit.


- Walaupun tempat terjadinya luka bakar tersebut sudah dalam keadaaan steril, dalam 48 jam,
bakteri dapat ditemukan pada permukaan kulit, kelenjar keringat dan folikel rambut.22
- Luka bakar menyebabkan lemahnya sistem pertahanan kulit dan hilangnya vaskularisasi pada
jaringan. Kondisi ini lah yang menyebabkan bakteri dapat berkembang biak dengan cepat dan
bakteri –bakteri dari sistem pencernaan dan sistem pencernaan dapat menginvasi jejas luka
bakar tersebut.
- Lingkungan sekitar pasien juga berpengaruh terhadap terjadinya infeksi pada luka bakar seperti
tempat perawatan pasien dan tenaga kesehatan.
- Prosedur dan penggunaan alat -alat terapi seperti infus intravena, kateter urin, trakeostomi dan
alat –alat operasi invasif lainnya dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada luka bakar.
- Insiden pada penggunaan infus intravena meningkat dalam waktu 48 jam khususnya pada
penggunaan kanul infus yang terbuat dari plastik.

Serum Albumin

- Albumin merupakan suatu protein utama yang di sintesis oleh hepar dan memiliki beberapa
fungsi salah satunya adalah menjaga tekanan onkotik koloid plasma dalam keadaan normal dan
membawa substansi –substansi seperti, hormon, asam lemak, dan obat –obatan.
- Inflamasi dapat menyebabkan penurunan serum albumin seperti pada pasien luka bakar.23
- Keadaan hipoalbuminemia pada luka bakar merupakan akibat dari resusitasi cairan dan
meningkatnya permeabilitas vaskuler pada luka bakar yang memungkinkan berpindahnya
eksudat –eksudat beserta protein –protein yang ada di dalamnya.
- Semakin luas luka bakar yang di alami, semakin rendah kadar albumin dalam serum.24
Puteri AM, Sukasah CL.Presentasi Kasus: Luka Bakar.Jakarta :DepartemenBedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ;2009.

5) Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan “lung
compliance”.
a. Smoke Inhalation.
o Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan
denganinjuri akibat jilatan api.
o Kejadian injuri inhalasi inidiperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh
api.
o Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx,
rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan
batuk.
o Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
o Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan
tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
o CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar tidak sempurna.
o Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat
mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
o Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel
berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).
o Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada
kemampuan pengantaran oksigen dalam darah.
o Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah.
Manifestasi dari keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 1)
Sumber: PROFESIVolume 08 / Februari –September 2012, PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)Oleh :Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns.DosenAKPERPOLTEKKES Bhakti
MuliaSukoharjo, halaman 1-12

4. Mengapa penderita dibersihkan lukanya dengan aquabides dan diberikan oksigen dengan
masker 10 L/menit serta infus RL 30 tetes permenit dan kateter uretra?
Pembersihan luka dengan Aquabides
Cairan yang ideal untuk membersihkan luka bakar:
- Isotonic
- Non toksik
- Transparan
- Tidak mahal

Air : mendinginkan  vasokonstriksi, mencegah penguapan, mengurangi nyeri dan


edema, meminimalisir kerusakan jaringan, supaya afinitas HbO2 meningkat

A. Perawatan Luka Bakar secara Terbuka.


Perawatan secara terbuka dilakukan dengan tidak menutup luka bakar tersebut. Perawatan secara terbuka ini
kurang sesuai untuk kondisi di Indonesia, karena tingginya kelembaban udara memudahkan timbulnya infeksi
pada luka bakar yang dirawat secara terbuka. Selain itu perawatan luka secara terbuka memudahkan penguapan
yang akan berakhir dengan mudah terjadinya dehidrasi berulang.
A. Perawatan Luka Bakar secara Tertutup.
Perawatan dilakukan dengan menutup luka bakar. Keuntungan dengan cara ini adalah berkurangnya penguapan
dan memperkecil kemungkinan infeksi dengan mengurangi pemaparan terhadap mikroorganisme.
• Supaya menjadi bersih dan steril pada daerah lukanya.
• Rawat luka dengan silversulfadiazine/MEBO (Moist Exposure Burnt Ointment) dan
kassa lembab aquabidestilata / NaCl 0.9 % (kehilangan banyak kulit (putih semua ctt
kasa lembab harus sering diganti ok cepet kering)

Sumber : Buku Skillab FK UNISSULA Modul KGD TA.2020 IPM Luka Bakar

Sumber : Current Evidences in Pediatric Emergencies Management. Fakultas Kedokteran


UI Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2014.

Oksigen dengan Masker 10 liter/menit


• Pertahankan ET dengan O2 10-15 liter/menit

Sumber : Buku Skillab FK UNISSULA Modul KGD TA.2020 IPM Luka Bakar

Infus RL 30 tpm
Sumber : Buku Skillab FK UNISSULA Modul KGD TA.2020 IPM Luka Bakar
Sumber : Current Evidences in Pediatric Emergencies Management. Fakultas Kedokteran
UI Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2014.

Syok  pasang infus RL

Sumber : Buku Skillab FK UNISSULA Modul KGD TA.2020 IPM Luka Bakar
Kateter urethra

• Pertahankan kateter urethra dan monitoring urine output (tetes/jam) guna monitoring
cairan.

Ok terjadi kekurangan cairan dalam tubuh (hipovolemi)  kompensasi cairan tubuh


dipertahankan, output urine sedikit
Sumber : Buku Skillab FK UNISSULA Modul KGD TA.2020 IPM Luka Bakar
Parkland formula
The current consensus guidelines state that fluid resuscitation should begin at 2-4 ml of lactated
Ringer’s x patient’s body weight in kg x % TBSA for second- and third-degree burns.
The calculated fluid volume is initiated in the following manner: one-half of the total fluid is
provided in the first 8 hours after the burn injury (for example, a 100-kg man with 80%
TBSA burns requires 2 × 80 × 100 = 16,000 mL in 24 hours). One-half of that volume (8,000
mL) should be provided in the first 8 hours, so the patient should be started at a rate of 1000
mL/hr.
The remaining one-half of the total fluid is administered during the subsequent 16 hours.
It is important to understand that formulas provide a starting target rate; subsequently, the
amount of fluids provided should be adjusted based on a urine output target of 0.5 mL/kg/hr for
adults and 1 mL/kg/hr for children weighing less than 30 kg. In adults, urine output should be
maintained between 30 and 50 cc/ hr to minimize potential over-resuscitation.

Intravenous fluid resuscitation should be initiated if the


burned total body surface area is
a. >10% in children
b. >20% in adults
Fluid resuscitation in the emergency department:
The suggested formulas are in fact just recommending guidelines. Readjustments are required
according to the clinical course of the patient.

A. • For adults, first 24 hours


n The Parkland Formula: 4 mL/kg/ % burned TBSA, Ringer’s lactate solution
n Modified Brooke’s Formula: 2 mL/kg / % burned TBSA
Half of the calculated amount is delivered over the first eight hours, and the remainder over the
following 16 hours.
• For children, first 24 hours
n Galveston’s formula: 2000 mL/m2 body surface area + 5000 mL/m2 burned TBSA, Ringer’s
lactate solution
Half of the calculated amount is delivered over the first eight hours, and the remainder over the
following 16 hours.

Pada Pasien usia 25 TAHUN


Baxter :
Dewasa: ringer laktat 4 cc x berat badan x %luas luka bakar 24 jam
4 x Perkiraan 65 Kg x 19,5%= 5070
8 jam awal – 2 jam = 2535/(6 . 3)= 140 tetes/menit
2 IV line kanan kiri atau kanan 2 IV line
18 jam akhir = 2535/(16.3)= 52 tetes /menit
Infus diguyur jika kurang diperes (bisa pakai tensi cuff)  supaya tetesan cairan lebih
cepat
Cairan hangat
1 ml = 15 - 20 tetes  dewasa
- Ahmet Çınar Yastı, et all; Guideline and treatment algorithm for burn injuries; Ankara,
Turkey 2015 Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, Vol. 21, No. 2

5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund & browder dan Wallace ?
ASSESSING BURN AREA
Total burn area is expressed as the percentage of the TBSA. It is vital for establishing fluid
resuscitation needs and for monitoring healing progress.
Three methods are commonly used:
 Lund and Browder chart
 Wallace’s ‘rule of nines’
 Palmar surface.
Lund and Browder chart
The Lund and Browder chart is one of the most commonly used methods for assessing burn area42. It
takes into account the variation of body surface area with growth and can be used for both adults and
children (Figure 16).
Wallace’s rule of nines
This is a useful tool for estimating burn area in adults43. The body is divided into regions divisible by
9 and the total burn area can be calculated by estimation from a standard diagram (Figure 17).
BEST PRACTICE GUIDELINES: EFFECTIVE SKIN AND WOUND MANAGEMENT OF NON-
COMPLEX BURNS. 2014
1) Metode Hand Palm
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien (termasuk jari tangan ) adalah
sekitar 1% total luas permukaan tubuh. Metode ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil (Gurnida
dan Lilisari, 2011).

Total LB scenario : 22,5%


6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning
kemerahan?
Warna urine yang kemerahan menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobin yang
terjadi akibat kerusakan otot karena luka bakar yang dalam dengan disertai cedera listrik atau
kontak yang lama dengan nyala api. Glukosuria merupakan gejala yang sering ditemukan
pada jam-jam pertama pasca-luka bakar dan terjadi akibat pelepasan glukosa yang disimpan
dari dalam hati sebagai respons terhadap stres.

- Mioglobin  protein berukuran 17.200 dalton, tidak dapat larut air. Berfungsi untuk
menyimpan dan memindahkan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi sel
kontraktil.
- Mioglobinuria adalah adanya mioglobin dalam urin, terjadi apabila serum mioglobin
melebihi 1500-3000 ng/mL yang ditandai dengan urin berwarna merah gelap.
- Adanya urin berpigmen (lebih merah gelap) di seorang pasien dengan luka bakar
listrik menunjukkan kerusakan otot dan proses iskemia yang sedang berlangsung.
- Pada cedera listrik  hemolisis pada sel otot yang melepaskan mioglobin,
menghasilkan mioglobinemia.
- Myoglobin dilepaskan ke dalam sirkulasi menyumbat sistem filtrasi pada glomerulus
ginjal dan terdeposit pada tubulus proximal yang menyebabkan nekrosis tubular akut.
Sumber : Schultz, Gregory S., Glenn Ladwig, and Annette Wysocki. "Extracellular matrix:
review of its roles in acute and chronic wounds." World wide wounds 2005 (2005): 1-
18.Herndon, David N.Total burn Care 5th Edition. 2018. Elssevier

Cairan perlu ditingkatkan atau tidak dengan luas bakar berdasarkan scenario? ya
Rules of nine dll  gambar
Sumber : Wolf SE, Herndon DN in Moore EE, Feliciano DV, Mattox KL (ed). Trauma 6th ed
New York Mc Grawhill 2009 : Burns and Radiation Injuries 1081 – 1097

7. Apa tatalaksana dari luka bakar di scenario?

Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal penanganan luka
bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan yang adekuat akan mencegah
syok yang disebabkan karena kehilangan cairan berlebihan pada luka bakar. Luka bakar
dapat menyebabkan berbagai perubahan parameter anatomis, imunologis bahkan fisiologis
tubuh. Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya cairan intravaskuler melalui luka atau
jaringan yang tidak mengalami cedera. Hilangnya cairan umumnya terjadi dalam 24 jam
pertama setelah cedera (Dzulfikar, 2012). Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk
menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema (Brunner &
Suddarth, 2002).

Sumber : Oktavilany Tanti Rostania. 2020. Studi Penggunaan Natrium Metamizole pada
Pasien Luka Bakar.

TATA LAKSANA LUKA BAKAR 24 JAM PERTAMA


Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan resusitasi
secara simultan harus diterapkan.
Sebelum melakukan pertolongan pertama, petugas medik diharuskan menggunakan alat
pelindung diri (sarung tangan, goggle glass, dan baju pelindung khusus) sebelum
menangani pasien.

a. Primary survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan manajemen
emergensi.
- (Airway) : Penalataksanaan jalan nafas dan manajemen trauma cervical
- (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
- (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
- (Disability) : Status neurogenic
- (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan

Dibawah ini adalah check list dalam mengidentifikasi dan tata laksana pasien luka bakar
berat pada survey primer berdasarkan Fundamental Critical Care Support (FCCS course)
oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early Management of Severe Burn course, dan ABC of
Burn (4, 8-10).
b. Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan
dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi.
Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.
- Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien
sebelum terjadi trauma:
 A (Allergies) : Riwayat alergi
 M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
 P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
 L (Last meal) : Makan terakhir
 E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma

- Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan lingkungan:
a) Luka bakar:
 Durasi paparan
 Jenis pakaian yang digunakan
 Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
 Kecukupan tindakan pertolongan pertama

b) Trauma tajam:

 Kecepatan proyektil

 Jarak

 Arah gerakan pasien saat terjadi trauma

 Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah

c) Trauma tumpul:

 Kecepatan dan arah benturan

 Penggunaan sabuk pengaman


 Jumlah kerusakan kompartemen penumpang

 Ejeksi (terlontar)

 Jatuh dari ketinggian

 Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas

- Pemeriksaan survei sekunder

a. Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada pemeriksaan


sekunder ATLS course (advanced trauma life support)

b. Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat

c. Persiapkan dokumen transfer

Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
TATA LAKSANA LUKA BAKAR

INDIKASI RAWAT INAP

Tatalaksana trauma inhalasi


Indikasi Intubasi:
- Penggunaan tot pernapasan : retraksi otot pernapasan
- Saturasi oksigen turun
- COHb >4%
ESKAROTOMI
DEFINISI:
Tindakan insisi eskar yang melingkari dada atau ekstremitas. Tujuan:
a. Mencegah gangguan breathing.
b. Mencegah penekanan struktur penting pada ekstremitas (pembuluh darah, saraf).

INDIKASI

Indikasi: pada luka bakar yang mengenai seluruh ketebalan dermis sehingga timbul edema
yang dapat menjepit pembuluh darah, misalnya luka bakar melingkar di ekstremitas dan
dada.

DIAGNOSIS

a. Eskar melingkar di dada dan esktremitas.

b. Eskar : struktur putih / pucat yang bersifat tidak nyeri dan umumnya akan mengeras.

c. Tanda-tanda gangguan breathing: frekuensi napas meningkat.

d. Tanda-tanda penekanan struktur penting: jari-jari terasa baal, nyeri, pucat, dingin, tidak
bisa digerakkan.

Setelah eskarotomi  dilakukan skin graft

Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
TATA LAKSANA LUKA BAKAR

Perawatan LB terbuka dan tertutup

Bagaimana pencegahan kontraktur luka bakar?


REHABILITASI
Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri, keterbatasan lingkup gerak
sendi, atrofi, kelemahan otot, kontraktur, perubahan penampilan, gangguan Aktivitas
Kehidupan Sehari-hari (AKS), gangguan ambulasi, parut hipertrofik, dan masalah psikososial,
yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan disabilitas. Tata laksana
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar bertujuan untuk mencapai
pemulihan fungsional semaksimal mungkin, mencegah disabilitas sekunder dan alih
fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen. Penentuan target tata laksana KFR
ditentukan berdasarkan ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka
di tingkat kutan dan subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis
pemulihan buruk.

Program tata laksana KFR pada luka bakar fase akut. Fase akut pada luka bakar merupakan
gejala dan tanda proses inflamasi, nyeri, peningkatan edema yang terjadi sampai 36 jam
pasca-cedera, respon hipermetabolik yang meningkat sampai 5 hari pasca-cedera, serta
sintesis dan remodeling kolagen. Tujuan program KFR pada fase ini meliputi :
a. Mengurangi risiko komplikasi : salah satunya mengurangi edema yang dapat
mengganggu sirkulasi perifer dan merupakan predisposisi terjadinya kontraktur
b. Mencegah terjadinya deformitas
c. Mempercepat proses penyembuhan (protect/promote healing process)

CARA MENGATASI KONTRAKTUR

Pengaturan posisi (positioning)

Pengaturan posisi yang sesuai merupakan terapi lini pertama dan sejauh ini merupakan
cara terbaik untuk menghindari kontraktur. Pengaturan posisi harus dimulai segera setelah
terjadinya luka bakar dan dipertahankan hingga proses penyembuhan luka berlangsung.
Pengaturan posisi ini harus disertai dengan latihan lingkup gerak sendi yang sesuai, sebab
posisi yang dipertahankan terlalu lama juga akan menimbulkan berkurangnya lingkup gerak
sendi dan timbulnya kontraktur. Tabel dibawah ini menunjukkan strategi pengaturan posisi
anti kontraktur pada sendi disertai alat bantu yang diperlukan.
Pada strategi pengaturan posisi (gambar 14) juga perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

a. Splint mulut dapat digunakan pada pasien dengan luka bakar yang dalam di sekitar bibir
selama penyembuhan luka untuk mencegah kontraktur mikrostomia.
b. Abduksi penuh dengan aduksi horisontal lengan sekitar 15-20° dapat mencegah
kontraktur aksila ketika luka mengenai ekstremitas atas dan dada. Cedera pleksus
brakhialis harus dicegah dengan sedikit aduksi lengan.
c. Pasien dengan luka bakar pada sisi fleksi dari siku harus memposisikan sikunya dalam
posisi ekstensi, sementara pasien dengan luka bakar pada sisi ekstensi dapat
mempertahankan fleksi siku pada 70-90°. Luka bakar sirkumferensial pada siku
memerlukan strategi pengaturan posisi dengan ekstensi dan fleksi bergantian. Lengan
bawah harus dipertahankan pada posisi netral atau supinasi.
Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
TATA LAKSANA LUKA BAKAR

PENCEGAHAN KONTRAKTUR

Tata laksana kedokteran fisik dan rehabilitasi (KFR) pada kontraktur


Program tata laksana KFR untuk mencegah terjadinya kontraktur dapat berupa positioning
anti kontraktur, pemberian splint, serial casting, modalitas fisik (seperti ultrasound
diathermy, gel silikon, iontophoresis) serta terapi latihan yang dilakukan secara regular
dan teratur. Pencegahan kontraktur didasarkan pada prinsip elongasi jaringan. Pasien
dengan luka bakar cenderung akan mempertahankan posisi yang nyaman dan tidak
teregang untuk menghindari rasa nyeri, namun posisi yang nyaman tersebut
sesungguhnya merupakan posisi yang dapat menimbulkan kontraktur. Posisi tersebut
umumnya adalah fleksi dan aduksi, sehingga posisi ekstensi dan abduksi diindikasikan
untuk melawan posisi nyaman pasien. Dokter harus meresepkan posisi berdasarkan lokasi
cedera dan arah kontraktur. Sendi dengan luka bakar yang dalam harus diposisikan pada
elongasi jaringan. Kontraktur tidak hanya terbatas pada sendi, area lain seperti jaringan
lunak pada bibir dan mulut juga memerlukan peregangan, terapi latihan dan modalitas
fisik untuk mempertahankan panjang dan fungsi jaringan.

Sumber : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


HK.01.07/MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
TATA LAKSANA LUKA BAKAR
Sumber : Yefta Moenadjat. 2009. Luka Bakar dan Tatalaksananya, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta.

8. Apa komplikasi dari luka bakar di scenario?


- Pneumonia
- Myoglobulinuria
-

EFEK PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


6) Pada Kulit
- Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada
luas dan ukuran luka bakar.
- Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas
pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya
25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka
respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri.
- Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh, seperti :
Patofisiologi
- Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal tetapi memiliki efek
systemic.
- Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang
disebabkan oleh cedera lainnya.
- Karena efek panas terdapat perubahan systemic  peningkatan permeabilitas kapiler.  Hal
ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang interstitial.
- Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal muncul dalam 8 jam
pertama dan berlanjut sampai 48 jam. Setelah 48 jam permeabilitas kapiler kembali kembali
normal atau membentuk trombus yang menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah.
-  Hilangnya plasma  merupakan penyebab hypovolemic shock pada penderita luka bakar.
- Jumlah kehilangan cairan tergantung pada luas luka bakar pada permukaan tubuh yang
dihitung dengan aturan Wallace rules of 9 pada orang dewasa dan Lund dan Browder grafik pada
orang dewasa dan anak-anak.
- Orang dewasa dengan luka bakar lebih dari 15% dan pada anak-anak lebih dari 10% dapat
terjadi hypovolemic shock jika resuscitation tidak memadai.
- Peningkatan permeabilitas kapiler secara systemic tidak terjadi pada luka lainnya.
- Hanya terdapat reaksi lokal pada lokasi luka karena inflamasi menyebabkan vasodilation
progresif persisten dan edema.
- Hypovolemic shock yang terjadi pada trauma lain disebabkan hilangnya darah dan
membutuhkan tranfusi segera (Tiwari, 2012).
- Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh memberikan respons untuk
mempertahankan homeostasis dengan proses kontraksi, retraction dan koagulasi pembuluh
darah. Menurut Hettiaratchy dan Dziewulski (2005) mengklasifikasikan zona respons lokal
akibat luka bakar yaitu:
D. Zona Koagulasi/Nekrosis
Terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang .terbentuk dari
koagulasi protein akibat cedera panas, berlokasi ditengah .luka bakar, tempat yang
langsung mengalami kerusakan dan kontak .dengan panas (Hettiaratchy dan Dziewulski,
2005). tempat kerusakan paling parah. Terjadi koagulasi protein dan kerusakan ireversibel
E. Zona Stasis
Pada zona stasis biasanya terjadi kerusakan endotel pembuluh .darah disertai kerusakan
trombosit dan leukosit, sehingga terjadi .gangguan perfusi diikuti perubahan
permeabilitas kapiler dan respons .inflamasi lokal, yang berisiko iskemia jaringan.
 Zona ini dapat menjadi .zona hyperemis jika resuscitation diberikan adekuat
atau
 menjadi zona .koagulasi jika resuscitation diberikan tidak adekuat (Hettiaratchy
dan .Dziewulski, 2005).
 sekeliling zona koagulasi, penurunan perfusi. Masih dapat sembuh
F. Zona Hiperemis
- Terdapat pada daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera.sel yang ringan,
ikut mengalami reaksi berupa vasodilation dan terjadi.peningkatan aliran darah
sebagai respons cedera luka bakar.
- Zona ini .bisa mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis.
- perfusi bertambah. Zona ini dapat sembuh total.

Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba .serta jaringan nekrotik dan
eksudat menjadi media pendukung .pertumbuhan mikroorganisme, sehingga berisiko
terjadinya infeksi. .Semakin luas luka bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan
Dziewulski, 2005).
Luka bakar biasanya steril pada saat cedera.
Panas yang menjadi .agen penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan..
Setelah minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, .sehingga membuat
sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian .pada luka bakar.
Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka .tusukan, crush injury dan excoriation
terkontaminasi pada saat terjadi .trauma dan jarang menyebabkan sepsis secara systemic(Tiwari,
2012).

Gambar 2.2Skema Zona pada Respons Lokal Luka Bakar, Zona Statis dapat menjadi Zona Hiperemis
jika Resuscitation yang diberikan Adekuat (Kiri Bawah), atau Menjadi Zona Koagulasi jikaResuscitation
yang diberikan Tidak Adekuat (Kanan Bawah)

7) Sistem kardiovaskuler
- Segera setelah injuri luka bakar,  dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin,
serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri.  Substansi–
substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler  sehingga plasma merembes
(to seep) kedalam sekitar jaringan.
- Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh  akan lebih meningkatkan
permeabilitas kapiler.
- Injuri yang langsung mengenai membran sel  menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel.  Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan
osmotic sel yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan  yang
dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler.
- Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami
luka maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume
darah intravaskuler.
- Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya
hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output.
- Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan
intravaskuler.
- Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari
normal.
- Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal
perhari adalah 350 ml.
- Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ.  Jika ruang intravaskuler tidak
diisi kembali dengan cairan intravena  maka terjadi shock hipovolemik dan ancaman kematian
bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
- Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak
mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri.
- Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik
tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar.
- Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali
menjadi normal.
- Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal
dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan
yang terjadi pada waktu injuri.
- Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
8) Sistem Renal dan Gastrointestinal
- Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular
filtration rate),  yang menyebabkan oliguri.
- Aliran darah menuju usus juga berkurang,  yang pada akhirnya dapat terjadi ileus
intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
- Kerusakan jaringan  pelepasan mioglobin dan hemoglobin  hemokromogen (urin merah tua)
pengendapan hemokromogen di tubulus proksimal ginjal  gagal ginjal akut
9) Sistem Imun
- Fungsi sistem immune mengalami depresi.
- Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutrophil dan macrophage dapat
terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.
- Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam
kelangsungan hidup klien.

Defek Sistem Imun Pada Luka Bakar

- Luka bakar dapat memicu ketidakseimbangan sistem imun pada tubuh manusia.
- Fungsi limfosit normal dapat tertekan oleh karena luka bakar.
- Leukosit normal menunjukan berkurangnya kemotaksis leukosit dan peningkatan
superoksida ketika di inkubasi pada serum luka bakar.
- Sebagai tambahan, serum luka bakar mengandung inhibitor konversi C3 yang akan membawa
kepada penurunan opsonisasi dan fungsi PMN.
- Luka bakar juga menghasilkan toksin yang dapat membawa kepada kondisi immunosupresi.
- Perubahan hormonal pada luka bakar menimbulkan perubahan fungsi metabolik dari
berbagai macam sel –sel pada sistem imun.
- Inhibitor eksogen lainnya seperti endotoksin dan regulator endogen seperti prostaglandin
terdapat dalam serum pasien luka bakar.  Substansi –substansi tersebut menyebabkan penekanan
pada fungsi imun normal.
- Immunoglobulin merupakan sistem imun yang bertugas melawan infeksi mikroorganisme yang
dihasilkan setelah limfosit B teraktivasi. Immunoglobluin seperti IgG, IgM dan IgA mempunyai
aktivitas antibodidi yang signifikan terhadap mikroorganisme.
- Pada minggu pertama setelah terjadinya luka bakar, semua jenis immunoglobulin menurun
namun kembali normal pada minggu kedua.
- Pada luka bakar juga terdapat penurunan alfa-makroglobulin. Protein ini merupakan protease
inhibitor yang berfungsi membatasi kerusakan jaringan karena pengeluaran enzim proteolitik
oleh neutrophil respon inflamasi. Sebagai tambahan alfa-makroglobulin berkaitan dengan
perkembangan limfosit

Infeksi pada Luka Bakar

- Luka bakar menyebabkan terganggunya integritas pada kulit.


- Walaupun tempat terjadinya luka bakar tersebut sudah dalam keadaaan steril, dalam 48 jam,
bakteri dapat ditemukan pada permukaan kulit, kelenjar keringat dan folikel rambut.22
- Luka bakar menyebabkan lemahnya sistem pertahanan kulit dan hilangnya vaskularisasi pada
jaringan. Kondisi ini lah yang menyebabkan bakteri dapat berkembang biak dengan cepat dan
bakteri –bakteri dari sistem pencernaan dan sistem pencernaan dapat menginvasi jejas luka
bakar tersebut.
- Lingkungan sekitar pasien juga berpengaruh terhadap terjadinya infeksi pada luka bakar seperti
tempat perawatan pasien dan tenaga kesehatan.
- Prosedur dan penggunaan alat -alat terapi seperti infus intravena, kateter urin, trakeostomi dan
alat –alat operasi invasif lainnya dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada luka bakar.
- Insiden pada penggunaan infus intravena meningkat dalam waktu 48 jam khususnya pada
penggunaan kanul infus yang terbuat dari plastik.

Serum Albumin

- Albumin merupakan suatu protein utama yang di sintesis oleh hepar dan memiliki beberapa
fungsi salah satunya adalah menjaga tekanan onkotik koloid plasma dalam keadaan normal dan
membawa substansi –substansi seperti, hormon, asam lemak, dan obat –obatan.
- Inflamasi dapat menyebabkan penurunan serum albumin seperti pada pasien luka bakar.23
- Keadaan hipoalbuminemia pada luka bakar merupakan akibat dari resusitasi cairan dan
meningkatnya permeabilitas vaskuler pada luka bakar yang memungkinkan berpindahnya
eksudat –eksudat beserta protein –protein yang ada di dalamnya.
- Semakin luas luka bakar yang di alami, semakin rendah kadar albumin dalam serum.24
Puteri AM, Sukasah CL.Presentasi Kasus: Luka Bakar.Jakarta :DepartemenBedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ;2009.

10) Sistem Respiratori


Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan “lung
compliance”.
a. Smoke Inhalation.
o Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan
denganinjuri akibat jilatan api.
o Kejadian injuri inhalasi inidiperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh
api.
o Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx,
rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan
batuk.
o Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
o Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan
tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
o CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar tidak sempurna.
o Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat
mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
o Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel
berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).
o Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada
kemampuan pengantaran oksigen dalam darah.
o Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah.
Manifestasi dari keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 1)
Sumber: PROFESIVolume 08 / Februari –September 2012, PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)Oleh :Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns.DosenAKPERPOLTEKKES Bhakti
MuliaSukoharjo, halaman 1-12

Anda mungkin juga menyukai