Anda di halaman 1dari 66

LEARNING ISSUE

1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan
saat batuk dahak berwarna kehitaman?
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati bulla?
Derajat luka bakar pada pasien?
3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada kasus ledakan tabung gas?
4. Mengapa penderita dibersihkan lukanya dengan aquabides dan diberikan oksigen dengan masker 10 L/menit serta infus RL
30 tetes permenit dan kateter uretra?
5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund dan Wallace ?
6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning kemerahan?
Cairan perlu ditingkatkan atau tidak dengan luas bakar berdasarkan scenario?
Rules of nine dll  gambar
7. Apa tatalaksana dari luka bakar di scenario?
Jika ada kontraktur  bagaimana tatalaksananya?
Mencegah kontraktur?
Sesak napas karena apa?
Mikroglobuminuria/edem laring  resiko kematiannya bagaimana?
Pasien perlu trakeostomi atau tidak?
8. Apa komplikasi dari luka bakar di scenario?

PEMBAHASAN

1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan
saat batuk dahak berwarna kehitaman?
- Cedera pernafasan dapat diakibatkan oleh paparan termal dan kimia lokal langsung, respon imun terhadap faktor-faktor
ini, efek sistemik dari toksin yang dihirup, akumulasi puing-puing endobronkial, dan infeksi sekunder.
- Kebakaran struktural  menghasilkan asap yang mengandung berbagai macam bahan kimia, produk dari pembakaran
tidak sempurna, dan puing-puing aerosol dengan ukuran partikel yang sangat bervariasi.
- Suhu udara selama kebakaran sangat bervariasi; biasanya rendah pada tingkat dasar, suhu udara dapat mencapai ratusan
derajat Fahren-heit hanya beberapa kaki di atas dasar. Efeknya pada setiap pasien sangat kompleks dan tidak dapat
diprediksi (Gbr. 1).

Temuan Fisik Awal: Thermal injury langsung umumnya terbatas pada wajah dan jalan napas atas. Penemuan fisik
termasuk luka bakar di wajah, bulu hidung yang terbakar, dan jelaga di lubang hidung dan mulut.

Cast Bronkial: Debris endobronkial dan eksudat  yang timbul dapat menyebabkan obstruksi saluran napas bagian distal
yang menyebabkan  mismatch (ketidakcocokan) ventilasi-perfusi dan infeksi sekunder.
Bronkoskopi: GambaranBahan kimia aerosolisasi dan produk pembakaran yang tidak sempurna dapat mengendap di
seluruh saluran napas subglottic dan paru-paru. Tingkat keparahan cedera tergantung pada agen dan ukuran partikel yang
dihirup; partikel yang lebih kecil bergerak lebih jauh. Penemuan bronkoskopi termasuk iritasi mukosa, pucat, ulserasi,
dan puing-puing karbon.  kehitaman

Luka Bakar Wajah: Anoksia, efek karbon monoksida, efek sianida, peradangan lokal dan sistemik, obstruksi jalan napas,
dan infeksi berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan cedera inhalasi. Efeknya lebih jelas pada
mereka yang mengalami luka bakar kulit besar.

Gambar 1. Patogenesis Cedera Penghirupan Proses fisiologis dari cedera pernafasan adalah kompleks dan melibatkan
variabel dan tingkat keterpaparan langsung termal dan kimia lokal yang tidak dapat diprediksi, respon imun reaktif, efek
sistemik dari toksin yang terhirup, akumulasi puing-puing endobronkial, dan infeksi sekunder. Ditunjukkan jelaga jalan
nafas yang diamati pada pemeriksaan fisik, gambaran bronkoskopi diagnostik positif, gips endobronkial yang terkelupas,
dan pasien dengan cedera pernafasan.

Cedera Lokal
- Kerusakan termal langsung umumnya terbatas pada jalan napas supraglotis, kecuali dalam kasus yang jarang terjadi dari
penghirupan uap, seperti yang melibatkan penghirupan uap bertekanan di ruang teknik.
- Sebagian besar cedera yang terjadi di bawah glotis disebabkan oleh bahan kimia aerosol dan produk pembakaran yang
tidak sempurna.
- Jenis dan tingkat keparahan cedera ini sangat tidak dapat diprediksi, tergantung pada agen yang dilepaskan dan ukuran
partikel yang dihirup; partikel yang lebih kecil bergerak ke lokasi yang lebih distal di jalan napas sebelum pengendapan.
- Efek lokalnya meliputi iritasi, pengelupasan mukosa, spasme bronkus, peningkatan darah bronkial rendah, penipisan
surfaktan, dan inflamasi.

Inflamasi Sekunder
- Protein, respons inflamasi yang intens terhadap cedera inhalasi dapat terjadi,  yang dapat menghasilkan spesies oksigen
reaktif lokal, menarik sel inflamasi, dan memicu pelepasan berbagai molekul dan sitokin inflamasi pro-inflamasi.5
- Efek paru lokal dari respon inflamasi  termasuk bronkospasme dan vasospasme, bronkorea dan aliran darah alveolar,
eksudat bronkial dan pembentukan gips, dan ketidakcocokan ventilasi-perfusi.
- Efek sistemik menyebabkan peningkatan yang signifikan secara klinis dalam volume cairan resusitasi yang dibutuhkan
pada pasien dengan luka bakar kulit yang mengalami cedera pernafasan.6

Anoxia
- Oksidasi bahan yang mudah terbakar menghabiskan oksigen yang tersedia dengan cepat.
- Menghirup gas yang kekurangan oksigen  dapat menyebabkan cedera otak hipoksia, yang diperlakukan seperti cedera
otak anoksik lainnya; hasil neuro-logika pengobatan bervariasi.

Paparan Karbon Monoksida


- Karbon monoksida, yang dilepaskan selama pembakaran, adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dengan
cepat diserap setelah terhirup.
- Karbon mon-oksida sangat terikat pada gugus yang mengandung heme, terutama hemoglobin dan enzim dari sistem
sitokrom intra-mitokondria;  hasil pengikatan  pengiriman oksigen berkurang (melalui pembentukan
karboksihemoglobin) dan penggunaan oksigen berkurang (melalui gangguan fungsi kaskade sitokrom).
- Kadar karboksihemoglobin 10 sampai 20% berhubungan dengan sakit kepala dan mual;
o tingkat 20 sampai 30%, dengan kelemahan otot dan gangguan kognisi; dan
o tingkat 30 sampai 50%, dengan iskemia jantung dan tidak sadar.
o Tingkat yang lebih tinggi seringkali mematikan.
- Perawatan dengan oksigen selama perawatan pra-rumah sakit dapat mengaburkan derajat paparan awal, karena kadar
karboksihemoglobin menjadi normal dengan cepat ketika pasien menghirup oksigen 100%; pembersihan cyto-chrome
mungkin membutuhkan waktu lebih lama. Perkembangan gejala sisa neurologis yang tertunda setelah paparan karbon
monoksida telah dilaporkan pada sebagian kecil pasien.7

Paparan
- Sianida  Gas hidrogen sianida dilepaskan dengan kombinasi sejumlah polimer sintetis dan mudah diserap melalui
penghirupan.
- Mirip dengan karboksihemoglobin, hidrogen sianida mengganggu pemanfaatan oksigen pada tingkat sitokrom dan
dianggap sebagai penyumbang kecil, bersama dengan keracunan anoksia dan karbon monoksida, hingga kematian dini
akibat cedera inhalasi akut.
- Keracunan sianida dikaitkan dengan asidosis persisten meskipun sebaliknya terjadi susitasi ulang yang berhasil.

Infeksi Sekunder dan Kegagalan Pernafasan


- Cedera pada epitel endobronkial dan alveolus  menyebabkan pengelupasan mukosa,  yang meningkatkan jumlah
debris di dalam saluran napas dan mengurangi jumlah dan efektivitas pembersihan silia.  Masalah-masalah ini
berkontribusi pada oklusi jalan napas kecil yang progresif,  atelektasis, ketidakcocokan ventilasi-perfusi, dan infeksi
yang mempersulit penanganan cedera inhalasi pada hari-hari setelah cedera luka bakar.
- Memang, sebagian besar kematian di rumah sakit yang berhubungan dengan cedera pernafasan disebabkan oleh
perkembangan sekunder ini, bukan oleh penghinaan awal.
Sumber: Sheridan, R. L. (2016). Fire-Related Inhalation Injury. New England Journal of Medicine, 375(5), 464–469.
doi:10.1056/nejmra1601128

- Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
- Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.
- Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.1
- Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil.
- Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis
bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi,
rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi
- Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan
panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) 1.
- Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostasis.
- Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh.
- Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 –3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –1,9 meter
persegi.
- Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.
- Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
- Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
-  Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan
lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat 2.
- Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
- Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
- Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
- Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit.  Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
- Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga.
- Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila
lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang.
- Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
- Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
- Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
- Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya.
- Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen.
- Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah.
- Pada keracunan yang berat terjadi koma.
- Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
- Setelah 12 –24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke
pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis

Sumber: James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati bulla?
Derajat luka bakar pada pasien?
Scenario:
Luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan saat batuk dahak berwarna kehitaman
 derajat II  4,5%
Dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati bulla  derajat II  18%
Lengan kiri gosong didapatkan escar melingkar dan bengkak,  derajat III  9%
pasien merasakan nyeri dan kesemutan pada tangan kiri
 4,5 + 18 + 9 = 31,5%

DERAJAT KEDALAMAN
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak
dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat,
yaitu sebagai berikut:

1. Luka bakar derajat I :


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae,
terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan
khusus.

2. Luka bakar derajat II


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat
bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :
A. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ – organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.
B. Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ –
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih
lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot
dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung –
ujung sensorik rusak.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

LUAS LUKA BAKAR


Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of
Wallace.
Kepala dan leher  9%
Lengan  18 %
Badan Depan  18 %
Badan Belakang  18 %
Tungkai  36 %
Genitalia/perineum  1%
Total  100 %
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan
tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15
tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA


(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

Sumber:
- M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006
- David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press, 2006
3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada kasus ledakan tabung gas?
Patofisiologi

- Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh panas dan zat kimia, atau akibat
intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri.
- Hasil pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai
di udara ( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). 1
- Secara anatomi trauma dibedakan menjadi tiga kelas
- trauma panas yang terbatas pada struktur pernapasan atas kecuali pada kasus paparan panas jet.
- iritasi kimia local pada traktus respiratorius dan
- keracunan sistemik yaitu inhalasi dari karbon monoksida atau sianida.
1. Trauma panas pada struktur pernapasan atas.
- Temperature udara pada ruangan mencapai 1000F.  Udara yang sangat panas biasanya menyebabkan trauma
hanya pada struktur pernapasan di atas karina atau daerah orofarings, karena konduktivitas udara yang buruk
dan tingginya jumlah pertukaran udara yang terjadi pada saluran udara bagian atas. Kerusakan yang terjadi
karena panas biasanya terbatas pada daerah orofarings.  Trauma pada struktur penapasan ini menyebabkan
edema yang luas pada lidah, epiglottis, dan ariepiglotis dan terjadi obstruksi. 2,10
- Luka bakar pada wajah dan saluran pernapasan atas sering terjadi. Tapi biasanya terbatas pada mulut, glottis,
epiglottis pharing dan laring. Energi panas di dalam udara sangat rendah dan efisiensi pertukaran panas pada
traktus respiratorius sangat tinggi sehingga udara yang sangat paans didinginkan sebelum masuk ke laring. 
Tapi dengan temperatur diatas 150c trauma panas laring  menyebabkan spasme  menyebabkan kesulitan
bernapas.
- Selain itu menghirup udara yang sangat panas bisa  menyebabkan reflex henti jantung (inhibisi vagal).
- Secara histologis luka bakar pada saluran trakeobronkhial  menunjukkan edema dan nekrosis koagulasi
superficial epitel, penonjolan glandula mukosa, fragmentasi dan penggumpalan eritrosit pada pembuluh darah
mukosa.edema submukosa dan mukosa hiperemis.
- Udara yang lembab dengan peningkatan kapasitas panas semakin besar kemungkinan menyebabkan luka bakar
pada paru-paru.
2. Trauma kimia pada saluran pernapasan.
- Iritasi dapat menyebaban cedera jaringan langsung, bronkospasme akut, dan aktivasi system respon inflmasi
tubuh.
- Leukosit diaktifkan dan / atau mediator humoral, seperti protanoids dan leukotrien,  menghasilkan radikal
oksigen dan enzim proteolitik.
- Banyak zat ketika terbakar, menghasilkan materi racun pada traktrus respiratorius.
- Karet dan plastik yang terbakar  menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ammonia dan klorin dengan
asam dan alkali yang kuat ketika dikombinasikan dengan air pada saluran pernapasan dan alveoli.
- Ammonia menghasilkan cedera alkali, sedangkan sulfur dioksida dan gas klor menyebabkan cedera asam,
bahan kimia lainnya bekerja melalui mekanisme yang berbeda, misalnya akrolein , sulfur dioksida, ammonia
dan hydrogen klorida menyebabkan cedera pada saluran napas atas.
- Zat dengan kelarutan menengah, seperti klorin dan isosianat, menyebabkan cedera saluran pernapasan baik atas
dan bawah.
- Fosgen dan oksida nitrogen memiliki kelarutan air rendah dan menyebabkan cedera parenkim difus.
- Perubahan histologis meyerupai trakeobronkhitis.
- Transport mukosiliar hancur dan bakteri pembersih berkurang.  Atelektasis dan kolaps alveolar terjadi akibat
kehilangan surfaktan.
- Makrofag alveolar ditekan menjadi respon inflamasi dengan kemotaksin.
- Perubahan inflamasi awal diikuti oleh formasi eksudat yang difus.
- Edema bronchiolar bisa menjadi berat. Kombinasi dari bronchitis dengan nekrosis, edema bronchial, dan
bronkospasme menyebabkan obstruksi dari saluran pernapasan atas dan bawah.
- Wheezing terjadi pada edema bronchial dan stimulasi reseptor iritan.
- Peningkatan permeabilitas kapiler memperbesar saluran napas dan edema paru. 2,3,10
3. Keracunan Sistemik ( Inhalasi CO dan Sianida)
- Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengiritasi diproduksi oleh
pembakaran yang tidak komplit.
- Affinitas dari karbon monoksida terhadap hemoglobin adalan 200 kali lebih besar daripada oksigen.
- Co menyebabkan hipoksia jaringan dengan mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah.
- CO bersaing dengan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin yang yang menggeser kurva oksihemoglobin
ke kiri.
- CO menghambat system enzim sitokrom oksidase intraseluler, khususnya sitokrom p-450 menyebabkan
kegagalan system seluler menggunakan oksigen.
- Keracunan CO sumber morbiditas awal pada pasien luka bakar namun sulit untuk dideteksi.
Karboksihemoglobin level bisa diukur secara langsung tapi tes jarang terdapat di tempat kejadian, biasanya pada
kebakaran di ruang tertutup. 2,3,10
- Pembakaran plastic, poliuretan, wol, sutera, nilon, nitril, karet dan produk kertas dapat menyebabkan produksi
gas sianida (CN). Hal ini juga ditemukan berlimpah dalam makanan seperti singkong dan dalam apel, pir,
apricot, dan iji persik. Menghirup hydrogen sianida, yang diproduksi saat pembakaran dari materi rumah tangga
yang banyak, juga menghambat sitokrom oksidase dan mempunyai efek sinergis denga karbon monoksida
menyebabkan hipoksia jaringan dan asidosis serta penurunan konsumsi oksigen serebral. Kegagalan pernapasan
terjadi 12 sampai 48 jam setelah paparan iritan. 2,3,10
TEMUAN PADA KASUS TRAUMA INHALASI
Penemuan pada sesuatu trauma inhalasi tergantung kepada penyebab trauma inhalasi itu sendiri.
 Trauma inhalasi asap dari kebakaran.
- Trauma inhalasi dari kebakaran terjadi apabila korban bernapas asap dari kebakaran itu. Asap adalah campuran
dari pertikel yang terbakar dan gas. Untuk memprediksi komposisi yang tepat dari asap yang dihasilkan oleh api
cukup sulit. Bahan yang terbakar, suhu api, dan jumlah oksigen di suatu ruangan semuanya factor yang
membedakan jenis asap yang dihasilkan. 4,5,6
- Hasil pemeriksaan pada kasus trauma inhalasi karena asap pada korban kebakaran hampir sama dengan hasil
pemeriksaan pada kasus-kasus keracunan CO dan CN. Dari pemeriksaan luar kita dapatkan gambaran “cherry-
red” yaitu tampaknya kemerahan pada kulit. Pada kasus kematian akibat kebakaran secara umum, bisa pula
didapatkan fraktur dari tulang dan laserasi pada jaringan yang diakibatkan karena panas. 4,5
- Pada pemeriksaan dalam, yang cukup khas dari kematian karena trauma inhalasi pada kebakaran yakni
ditemukannya jelaga pada daerah hidung (nostril) dan mulut, serta jelaga pada daerah laring, trakea serta
bronkus yang menandakan korban masih bernapas pada saat kebakaran terjadi. Namun, tidak ditemukannya
jelaga tidak menutup kemungkinan korban telah meninggal sebelum kebakaran terjadi.
- Cedera panas pada kasus kebakaran dapat pula menyebabkan edema pada larings/supraglotis yang 
menyebabkan obstuksi.
- Selain itu dapat pula ditemukan edema paru yang disebabkan karena cedera pada permukaan endothelial epitel,
kolpasnya alveoli karena penurunan produksi surfaktan, serta cedera pada silia bronkus. 4
- Pada pemeriksaan selanjutnya, dapat pula dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya peningkatan
konsentrasi dari CO serta pemeriksaan toksikologi untuk pemeriksaan adanya kandungan alcohol ataupun obat-
obatan. 4
 Trauma inhalasi karbon monooksida (CO)
- Temuan pada kematian karena CO cirri khasnya sangat jelas pada ras Kaukasian, kesan yang pertama kali
tampak pada tubuhnya yaitu orang tersebut kelihatannya sangat sehat.
- Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin, yang memiliki
cirri khas dengan tampilan “cherry-red” (merah cherry) atau pink terang yang dapat terlihat pada jaringan.
- Lebam mayat berwarna merah cherry mendukung diagnosis bahkan sebelum mengotopsi korban. Pada orang
kulit hitam, warna tersebut terutama tampak di konjungtiva, kuku dan mukosa bibir. Selain itu dapat pula
ditemukan bulla, dema, serta ulkus decubitus pada kulit. Dari pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan vesikel
pada lapisan epidermis dan lapisan dibawahnya, serta nekrosis dai kelenjar keringat. 6
- Dari pemeriksaan dalam ditemukan per mukaan serosa dari organ dan darah berwarna “cherry-red”.
- Fiksasi organ yang diperiksa dengan formalin akan berubah menjadi warna merah terang dalam kasus CO
asfiksia.
- Pada pemeriksaan jantung didapatkan nekrosis muskulus papillaris ataupun infark miocard.
- Sedangkan pada pemeriksaan ginjal dapat didapatkan degenerasi pada tubulus ginjal serta rhabdomyolysis
ditemukan sebagai efek langsung dari keracunan CO dan timbale.
- Dari pemeriksaan otak, dapat ditemukan nekrosis hemoragik dari ganglia basalais, perdarahan petekie yang
difus pada substansia alba, edema cerebral, serta hydrocephalus akut pada bayi. 4,8

 Trauma Inhalasi Sianida


- Sianida yang diinhalasi menimbulkan palpitasi, kesukaran benapas, mjal, muntah, sakit kepala, salvias,
lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma dan meninggal.
- Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau almond yang merupakan tanda patognomonik untuk keracunan
sianida. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam jenazah
berwarna merah terang.
- Pemeriksaan selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran khas.
- Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilannya. Yang klasik, lebam mayat menjadi warna merah bata,
sesuai dengan kelebihan oksihemoglobin karena jaringan dicegah dari penggunaan oksigen dan ditemukannya
cyanmethemoglobin.
- Banyak deskripsi lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah
terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin. 8
- Pada autopsy dapat tercium bau almond waktu membuka rongga dada, Perut dan otak.
- Darah, otot dan penempang organ berwarna merah terang. Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia.
- Pemastian diagnosis keracunan sianida dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis terhadap isi lambung dan
darah.
- Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun perdarahan di dinding perut.
- Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah
muda pada mukosa dan mungkin beberapa perdarahan berupa petechie.
- Mungkin juga sianida tersebut menjadi Kristal atau bubuk putih yang tidak dapat larut, dengan bau seperti
almond. 5,8
EFEK PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
1) Pada Kulit
- Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung pada luas dan
ukuran luka bakar.
- Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area
yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total
permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri
dapat bersifat sistemik dan sesuai dengan luasnya injuri.
- Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh, seperti :
Patofisiologi
- Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal tetapi memiliki efek systemic.
- Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan umumnya tidak ditemui pada luka yang disebabkan oleh
cedera lainnya.
- Karena efek panas terdapat perubahan systemic  peningkatan permeabilitas kapiler.  Hal ini
menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang interstitial.
- Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal muncul dalam 8 jam pertama dan
berlanjut sampai 48 jam. Setelah 48 jam permeabilitas kapiler kembali kembali normal atau membentuk
trombus yang menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah.
-  Hilangnya plasma  merupakan penyebab hypovolemic shock pada penderita luka bakar.
- Jumlah kehilangan cairan tergantung pada luas luka bakar pada permukaan tubuh yang dihitung dengan
aturan Wallace rules of 9 pada orang dewasa dan Lund dan Browder grafik pada orang dewasa dan anak-anak.
- Orang dewasa dengan luka bakar lebih dari 15% dan pada anak-anak lebih dari 10% dapat terjadi
hypovolemic shock jika resuscitation tidak memadai.
- Peningkatan permeabilitas kapiler secara systemic tidak terjadi pada luka lainnya.
- Hanya terdapat reaksi lokal pada lokasi luka karena inflamasi menyebabkan vasodilation progresif
persisten dan edema.
- Hypovolemic shock yang terjadi pada trauma lain disebabkan hilangnya darah dan membutuhkan tranfusi
segera (Tiwari, 2012).
- Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh memberikan respons untuk mempertahankan
homeostasis dengan proses kontraksi, retraction dan koagulasi pembuluh darah. Menurut Hettiaratchy dan
Dziewulski (2005) mengklasifikasikan zona respons lokal akibat luka bakar yaitu:
A. Zona Koagulasi/Nekrosis
Terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang .terbentuk dari koagulasi protein
akibat cedera panas, berlokasi ditengah .luka bakar, tempat yang langsung mengalami kerusakan dan
kontak .dengan panas (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005). tempat kerusakan paling parah. Terjadi
koagulasi protein dan kerusakan ireversibel
B. Zona Stasis
Pada zona stasis biasanya terjadi kerusakan endotel pembuluh .darah disertai kerusakan trombosit dan
leukosit, sehingga terjadi .gangguan perfusi diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons
.inflamasi lokal, yang berisiko iskemia jaringan.
 Zona ini dapat menjadi .zona hyperemis jika resuscitation diberikan adekuat atau
 menjadi zona .koagulasi jika resuscitation diberikan tidak adekuat (Hettiaratchy dan
.Dziewulski, 2005).
 sekeliling zona koagulasi, penurunan perfusi. Masih dapat sembuh
C. Zona Hiperemis
- Terdapat pada daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera.sel yang ringan, ikut
mengalami reaksi berupa vasodilation dan terjadi.peningkatan aliran darah sebagai respons cedera
luka bakar.
- Zona ini .bisa mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis.
- perfusi bertambah. Zona ini dapat sembuh total.

Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba .serta jaringan nekrotik dan eksudat
menjadi media pendukung .pertumbuhan mikroorganisme, sehingga berisiko terjadinya infeksi. .Semakin
luas luka bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).
Luka bakar biasanya steril pada saat cedera.
Panas yang menjadi .agen penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan..
Setelah minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, .sehingga membuat sepsis luka
bakar sebagai penyebab utama kematian .pada luka bakar.
Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka .tusukan, crush injury dan excoriation terkontaminasi pada
saat terjadi .trauma dan jarang menyebabkan sepsis secara systemic(Tiwari, 2012).

Gambar 2.2Skema Zona pada Respons Lokal Luka Bakar, Zona Statis dapat menjadi Zona Hiperemis jika
Resuscitation yang diberikan Adekuat (Kiri Bawah), atau Menjadi Zona Koagulasi jikaResuscitation yang diberikan
Tidak Adekuat (Kanan Bawah)

2) Sistem kardiovaskuler
- Segera setelah injuri luka bakar,  dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin, serotonin,
leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri.  Substansi–substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler  sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan.
- Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh  akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler.
- Injuri yang langsung mengenai membran sel  menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar
dari sel.  Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotic sel yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan  yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan
kekurangan volume cairan intravaskuler.
- Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler.
- Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia
relatif, yang mengawali turunnya kardiac output.
- Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler.
- Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal.
- Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari
adalah 350 ml.
- Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ.  Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali
dengan cairan intravena  maka terjadi shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar
yang luas dapat terjadi.
- Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan
normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri.
- Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-
kira 24 jam setelah luka bakar.
- Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi
normal.
- Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu
injuri.
- Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3) Sistem Renal dan Gastrointestinal
- Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration
rate),  yang menyebabkan oliguri.
- Aliran darah menuju usus juga berkurang,  yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan
disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
- Kerusakan jaringan  pelepasan mioglobin dan hemoglobin  hemokromogen (urin merah tua) pengendapan
hemokromogen di tubulus proksimal ginjal  gagal ginjal akut

4) Sistem Imun
- Fungsi sistem immune mengalami depresi.
- Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas
complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutrophil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas.
- Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup
klien.

Defek Sistem Imun Pada Luka Bakar

- Luka bakar dapat memicu ketidakseimbangan sistem imun pada tubuh manusia.
- Fungsi limfosit normal dapat tertekan oleh karena luka bakar.
- Leukosit normal menunjukan berkurangnya kemotaksis leukosit dan peningkatan superoksida ketika di
inkubasi pada serum luka bakar.
- Sebagai tambahan, serum luka bakar mengandung inhibitor konversi C3 yang akan membawa kepada
penurunan opsonisasi dan fungsi PMN.
- Luka bakar juga menghasilkan toksin yang dapat membawa kepada kondisi immunosupresi.
- Perubahan hormonal pada luka bakar menimbulkan perubahan fungsi metabolik dari berbagai macam sel –
sel pada sistem imun.
- Inhibitor eksogen lainnya seperti endotoksin dan regulator endogen seperti prostaglandin terdapat dalam
serum pasien luka bakar.  Substansi –substansi tersebut menyebabkan penekanan pada fungsi imun normal.
- Immunoglobulin merupakan sistem imun yang bertugas melawan infeksi mikroorganisme yang dihasilkan
setelah limfosit B teraktivasi. Immunoglobluin seperti IgG, IgM dan IgA mempunyai aktivitas antibodidi yang
signifikan terhadap mikroorganisme.
- Pada minggu pertama setelah terjadinya luka bakar, semua jenis immunoglobulin menurun namun
kembali normal pada minggu kedua.
- Pada luka bakar juga terdapat penurunan alfa-makroglobulin. Protein ini merupakan protease inhibitor yang
berfungsi membatasi kerusakan jaringan karena pengeluaran enzim proteolitik oleh neutrophil respon
inflamasi. Sebagai tambahan alfa-makroglobulin berkaitan dengan perkembangan limfosit

Infeksi pada Luka Bakar

- Luka bakar menyebabkan terganggunya integritas pada kulit.


- Walaupun tempat terjadinya luka bakar tersebut sudah dalam keadaaan steril, dalam 48 jam, bakteri dapat
ditemukan pada permukaan kulit, kelenjar keringat dan folikel rambut.22
- Luka bakar menyebabkan lemahnya sistem pertahanan kulit dan hilangnya vaskularisasi pada jaringan. Kondisi ini
lah yang menyebabkan bakteri dapat berkembang biak dengan cepat dan bakteri –bakteri dari sistem
pencernaan dan sistem pencernaan dapat menginvasi jejas luka bakar tersebut.
- Lingkungan sekitar pasien juga berpengaruh terhadap terjadinya infeksi pada luka bakar seperti tempat perawatan
pasien dan tenaga kesehatan.
- Prosedur dan penggunaan alat -alat terapi seperti infus intravena, kateter urin, trakeostomi dan alat –alat
operasi invasif lainnya dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada luka bakar.
- Insiden pada penggunaan infus intravena meningkat dalam waktu 48 jam khususnya pada penggunaan kanul infus
yang terbuat dari plastik.

Serum Albumin

- Albumin merupakan suatu protein utama yang di sintesis oleh hepar dan memiliki beberapa fungsi salah
satunya adalah menjaga tekanan onkotik koloid plasma dalam keadaan normal dan membawa substansi –
substansi seperti, hormon, asam lemak, dan obat –obatan.
- Inflamasi dapat menyebabkan penurunan serum albumin seperti pada pasien luka bakar.23
- Keadaan hipoalbuminemia pada luka bakar merupakan akibat dari resusitasi cairan dan meningkatnya
permeabilitas vaskuler pada luka bakar yang memungkinkan berpindahnya eksudat –eksudat beserta
protein –protein yang ada di dalamnya.
- Semakin luas luka bakar yang di alami, semakin rendah kadar albumin dalam serum.24
Puteri AM, Sukasah CL.Presentasi Kasus: Luka Bakar.Jakarta :DepartemenBedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ;2009.

5) Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.
a. Smoke Inhalation.
o Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan denganinjuri akibat
jilatan api.
o Kejadian injuri inhalasi inidiperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
o Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai wajah,
kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong,
agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara
serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk.
o Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
o Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau
gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
o CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar tidak
sempurna.
o Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
o Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan
dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).
o Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan
pengantaran oksigen dalam darah.
o Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari
keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 1)

Sumber: PROFESIVolume 08 / Februari –September 2012, PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)Oleh :Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns.DosenAKPERPOLTEKKES Bhakti MuliaSukoharjo, halaman 1-
12
4. Mengapa penderita dibersihkan lukanya dengan aquabides dan diberikan oksigen dengan masker 10 L/menit serta infus RL
30 tetes permenit dan kateter uretra?
Aquadest (Aqua Destilata) yaitu air yang dihasilkan dari satu kali proses destilasi/penyulingan, sering disebut air murni
(mengandung mineral-mineral tertentu).
- Mencegah infeksi
- Membersihkan luka merupakan faktor yang paling penting dalam pencegahan infeksi luka. Sebagian besar luka
terkontaminasi saat pertama datang. Luka tersebut dapat mengandung darah beku, kotoran, jaringan mati atau rusak
dan mungkin benda asing.
Sumber: © Copyright 2016 Hospital Care for Children.

Oksigen dengan masker 10 L/menit: tatalaksana kekurangan O2


Management keracunaan CO
- hindari paparan gas CO
- CO hanya dikeluarkan dari tubuh melalui perpindahan oleh O2; karena itu gunakan oksigen konsentrasi tinggi
- Naikkan PaO2 setinggi mungkin, intubasi dan 100% O2 jika perlu

Sumber: Oxford Handbook of Respiratory Medicine, 1st Edition


Infus RL 30 tetes permenit
Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian
intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang
terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat–
tempatuntuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central
(seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.Luas atau
persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat
menggunakan berbagai formula yangtelah dikembangkan.

Sumber: © Copyright 2016 Hospital Care for Children.


PERHITUNGAN CAIRAN INFUS
Pendahuluan
Jenis Cairan Infus
Cairan infus dibagi kedalam dua (2) jenis utama, yakni cairan resusitasi untuk menggantikan kehilangan cairan akut dan
cairan rumatan (maintenance) untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Contoh cairan resusitasi adalah
Kristaloid (Asering, Ringer Laktat, Normal Saline) dan Koloid (Albumin, Dextran, Gelatin, HES, Gelofusin).
Sementara cairan rumatan dapat berupa Elektrolit (KAEN) dan Nutrisi (Aminofusin).
Perhitungan Kebutuhan Cairan
Berikut beberapa contoh perhitungan kebutuhan cairan baik pada anak maupun dewasa.
CAIRAN RUMATAN (MAINTENANCE) PADA ANAK
HOLLIDAY SEGAR (4-2-1)

LUKA BAKAR
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar, dikenal beberapa formula sebagai berikut :
a. Evans Formula
• Luas luka bakar (%) x BB (kg) = ml RL per 24 jam
• Luas luka bakar (%) x BB (kg) = ml plasma per 24 jam
• Ditambah 2000 ml glukosa 5% per 24 jam
• 24 jam = sejak terjadi luka bakar
Contoh:
• BB 40 kg, luka bakar 15%. Datang 2 jam setelah kejadian
• RL : 40 x 15 = 600 cc
• Plasma : 40 x 15 = 600 cc
• Dextrose 5% 2000 cc
• Total = 600+600+2000= 3200 (dibagi 2 dosis)
• 6 jam (karena datang 2 jam  8-2 = 6 jam) pertama cairan 1600 cc
• 18 jam berikutnya cairan 1600 cc

b. Brooke Formula
c. Parkland Formula  baxter formula

d. Monafo Formula

BAXTER FORMULA
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x Berat Badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3
2 cc x Berat Badan x % luas luka bakar + kebutuhan Faali
Dengan :
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ jumlah cairan lainnya diberikan 16 jam berikutnya
Dimana :
Kebutuhan Faali anak
<1 tahun = berat badan x 100 cc
1-3 tahun = berat badan x 75 cc
3-5 tahun = berat badan x 50 cc
MENGHITUNG TETESAN CAIRAN INFUS
Untuk mengetahui jumlah tetesan per menit (TPM) cairan infus yang akan diberikan pada pasien, terlebih dahulu kita
mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan, lama pemberian, dan faktor tetes tiap infus (berbeda tiap merk, contoh
merk otsuka sebanyak 15 tetes/menit, sementara merk terumo sebanyak 20 tetes/menit).

Contoh :
Pasien A bermaksud diberikan cairan NaCl 0,9% sebanyak 250 cc dalam 2 jam. Diketahui faktor tetes infusan adalah 15
tetes / menit. Jumlah tetesan per menit (TPM) adalah.
TPM = 250 x 15 / (2 x 60)
= 31.25 tetes
= 32 tetes permenit
ILUSTRASI KASUS
KASUS 1 :
Seorang pria datang diantar kedua temannya, karena terdapat luka bakar disekujur tubuhnya akibat tersiram air panas.
Pasien masih sadar, dan dapat berbicara dengan jelas. Pada pemeriksaan fisik : BB 55 kg, pada luka terdapat bula, bagian
dermis terlihat pucat, nyeri. Luas Luka Bakar : 18% di daerah paha kanan dan paha kiri. Diagnosa : Luka Bakar
Derajat 2 dengn luas 18% (derajat sedang)
Penatalaksanaan:
1. Rawat Inap
2. Pemberian kassa basah pada daerah luka
3. Pemberian antibiotik
4. Pemberian cairanRumus Bexter

Rumus Baxter - Parkland:


Total Cairan  RL 4 cc / kg BB / % luka bakar
8 jam pertama berikan setengahnya, dan sisanya pada 16 jam berikutnya
Kebutuhan Total Cairan (RL)  resusitasi:
4 x 55 x 18 = 3960 ml / 24 jam
= 4000 cc / 24 jam
8 jam pertama = 2000 cc
16 jam berikutnya = 2000 cc
Perhitungan Tetesan Infus :
Faktor tetes : 20 (terumo)
Total Cairan : 2000 cc  4 kolf RL
Lama pemberian : 8 jam 1 kolf / 2 jam
Jumlah TPM = Kebutuhan Cairan x Faktor Tetes
Lama Pemberian x 60 menit
= (500 x 20) / (8 x 60)
= 10000 / 120
= 83 TPM Dalam 2 jam habis 1 kolf, dalam 8 jam habis 4 kolf
KASUS 2
Seorang bayi usia 3 bulan, BB 5 kg datang ke UGD RS karena BAB cair dan muntah sejak tadi pagi. Keluhan tersebut
disertai dengan demam. Sang ibu sudah memberikan upaya rehidrasi dengan oralit, namun anak tetap gelisah tidak mau
minum, dan diare tidak mau berhenti. Anak tampak gelisah, mulut kering, mata cekung, nadi 130 x / menit lemah, tidak
mau minum (malas), BAK terakhir 12 jam yang lalu.
Diagnosa : Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang Berat.
Terapi : Rencana Pemberian I Kemudian
Terapi C USIA 30 ml/kgBB dalam 70 ml/kg BB dalam

Bayi < 1 tahun 1 jam* 5 jam

Anak > 1 tahun ½ jam* 2,5 jam

*Ulangi bila nadi tidak teraba


Penatalaksanaan:
1. Rawat Inap
2. Pemberian Kanulasi Perifer
3. Pemberian cairan Kriteria WHO

Pemberian I dalam 1 jam pertama :


 30 ml x 5 kg = 150 cc RL

 Jumlah TPM (mikro) = (150 cc x 60 )/(1 x 60 )


= 150 tpm mikro
Pemberian II dalam 5 jam :
 70 ml x 5 kg = 350 cc KaEN3B
 Jumlah TPM (mikro) = (350 x 60) / (5 x 60 )
= 70 tpm mikro

Kateter urin
Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator
yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan
Output urin dipertahankan
– dewasa: 0,5-1 ml / kg / jam
– anak-anak: 1 ml / kg / jam (kisaran 0,5 - 2 ml)
• Haemoglobinuria
– Cedera otot  pelepasan mioglobin dan hemoglobin  hemokromogen mewarnai urin  Gagal Ginjal Akut
• meningkatkan output urin menjadi 2 ml / kg / jam
• pertimbangkan dosis tunggal Mannitol 12,5 g selama 1 jam
• Apabila urine output tidak adekuat (Baxter Formula)
 Bolus 5-10 ml/kgBB kristaloid atau pada jam selanjutnya dosis cairan dinaikkan 150 % dari perhitungan awal
 Pada 24 jam berikutnya cairan koloid dapat diberikan untuk mempertahankan volume intravascular menggunakan
formula :0,5 ml dari albumin 5%x KgBBx % luka bakar
• Pengobatan myoglobinuria:
a. Tingkatkan keluaran urin> 2 ml / kg BB / jam
b. Manitol dosis tunggal 100% 12,5 gr iv selama 1 jam dan amati responnya

MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT

Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi,
penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada perawatan
penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn
keadaan penderita. Monitoring penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama
resusitasi (0-72 jam pertama) dan pos resustasi.

I. Triage – Intalasi Gawat Darurat


A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan dilakukan segera diatasi
adakah problem airway, breathing, sirkulasi yang segera diatasi life saving. Penderitaluka bakar
dapat pula mengalami trauma toraks atau mengalami pneumotoraks.
B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi, rectal temperature.
Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma listrik, dapat terjadi aritmia ataupun
sampai terjadi cardiac arrest.
C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan pemasangan foley
kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam. Observasi urine diperiksa warna urine
terutama pada penderita luka bakar derajat III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin
terdapat dalam urine menunjukkna adanya kerusakaan yang hebat.

II. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI


(sampai 72 jam)
1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah resusitasi cukup adekuat /
tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc urine/jam.
2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau meningkat. Keadaan ini dapat
menunjukkna keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan
naiknya kadar glukosa urine.
3. Vital Sign
4. pH darah.
5. Perfusi perifer
6. laboratorium
a. serum elektrolit
b. plasma albumin
c. hematokrit, hemoglobin
d. urine sodium
e. elektrolit
f. liver function test
g. renal function tes
h. total protein / albumin
i. pemeriksaan lain sesuai indikasi
7. Penilaian keadaan paru
Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya perubahan yang
terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya secret, wheezing, atau dispnae merupakan adannya
impending obstruksi.
Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas.
8. Penilaian gastrointestinal.
Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk mengetahui bising
usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan pH kurang dari 5 merupakan tanda
adanya Culing Ulcer.
9. Penilaian luka bakarnya.
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau atau ada tanda-
tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus

1. Luka Bakar Listrik.


2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi
3. Luka Bakar Bahan Kimia
4. Luka Bakar dengan kehamilan
Luka Bakar listrik

Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan karena
beberapa hal berikut :
1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah
besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah
(cairan, darah / pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat
yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik
(otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan sebagai
berikut).
2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya. Hal ini di
sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di sepanjang bagian tubuh yang dialiri
listrik (trombosis, akulasi kapiler)
PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT

A. PRIMARY SURVEY
a. Airway – cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
B. SECOUNDARY SURVEY
1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
2. Pakaian dan perhiasan dibuka
a. Periksa titik kontak
b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
c. Pemeriksaan neurologist
d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.
e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.
C. RESUSITASI
1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka bakar.
2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output dipertahankan antara 75-100
cc/jam sampai tampak menjadi jernih.
3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0
4. Monitor jarang dipergunakan.
D. CARDIAC MONITORING
1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac Live Support.
III. MONITORING POST RESUSITASI (72 jam
pascatrauma)
Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi observasi klinis dan
data pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Cairan – elektrolit
2. Keadaan luka bakarnya
3. Kondisi potensial infeksi
4. Status nutrisi / gizi
Sumber:
- MANUAL CSL PERHITUNGAN CAIRAN INFUS, Disusun Oleh : dr. Audia Nizhma Nabila K., M.
BiomedFakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta2018
- Haberal, M., Abali, A. E., & Karakayali, H. (2010). Fluid management in major burn injuries. Indian Journal of
Plastic Surgery, 43(3), 29. doi:10.4103/0970-0358.70715
5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund and browder dan Wallace ?
Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi Rule of nine, Lund and Browder dan hand palm.
Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar
(Gurnida dan Lilisari, 2011).
1) Metode rule of nine
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili
9% kecuali daerah genitalia 1%. Metode ini adalah metode yang baik dan cepat untuk menilai luka bakar
menengah dan berat pada penderita yang berusia diatas 10 tahun. Tubuh dibagi menjadi area 9%. Metode ini tidak
akurat pada anak karena adanya perbedaan proporsi tubuh anak dengan dewasa.
2) Metode Hand Palm
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien (termasuk jari tangan ) adalah sekitar 1% total
luas permukaan tubuh. Metode ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil (Gurnida dan Lilisari, 2011).

3) Metode Lund and Browder


Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena berdasarkan lokasi dan usia. Metode ini merupakan metode
yang paling akurat pada anak bila digunakan dengan benar(Gurnida dan Lilisari, 2011). Metode lund and browder
merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang
lebih akurat tentang luas luka bakar yaitu kepala 20%, tangan masing-masing 10%, kaki masing-masing 10%, dan
badan kanan 20%, badan kiri 20% (Hardisman, 2014).

KLASIFIKASI BERATNYA LUKA BAKAR


Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas luka
bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia. Berikut ini akan dijelaskan tentang
faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 5 kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang
rusak, meliputi :
1)Superfisial (derajat 1)
2)Superfisial –Kedalaman Partial (Partial Thickness)
3)Dalam –Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness)
4)Kedalaman Penuh (Full Thickness)
5)Subdermal
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
1)rule of nine,
2)Lundand Browder, dan
3)hand palm.
c. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran
luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas
luka bakar. Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat pengkajian
yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari metode ini adalah
bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 % kecuali
daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1).

Gb metode Rules Of Nine


Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia,
yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar (lihat gambar 2)

Gambar 2. Luas Luka Bakar


Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu mengunakan metode hand
palm. Metodeini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan
telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
d. Lokasi lukabakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar.
o Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner.
o Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea.
o Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi
dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan
untuk bekerja secara permanen.
o Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces.
o Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi
dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.
e. Mekanisme injuri
- Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya
luka bakar.
- Secara umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus.
- Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan
internal.
- Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat
terjadi lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe
arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting
untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
- Alternating current (AC)lebih berbahaya dari padadirect current (DC). Ini seringkali berhubungan
dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksiotot tetani, dan fraktur
kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
- Pada lukabakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.
f. Usia
- Usia mempengaruhi berat ringannya luka bakar.
- Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama
pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
- Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar merupakan
akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam
menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri,dan bahaya-bahaya lingkungan
lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya
menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi padabagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika
mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

Sumber: PROFESIVolume 08 / Februari –September 2012, PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)Oleh :Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns.DosenAKPERPOLTEKKES Bhakti MuliaSukoharjo, halaman 1-12

LUAS LUKA BAKAR


Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama Rule of
Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher  9%
Lengan  18 %
Badan Depan  18 %
Badan Belakang  18 %
Tungkai  36 %
Genitalia/perineum  1%
Total  100 %

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 %
dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and
Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA


(American Burn Association)
 Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
 Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
 Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning kemerahan?
- Ketidak-normalan fungsi ginjal terlihat pada penderita luka bakar,terutama berhubungan dengan perubahan
volume sirkulasi plasma dan curah jantung.
- Walaupun penurunan aliran plasma ginjal yang lama dapat menimbulkan curah yang tinggi atau kegagalan
ginjal oligouria pada penderita luka bakar, resusitasi cairan yang tepat waktu dan cukup besar dapat
menghilangkan keadaan ini.
- Respon tubuh saat terjadi luka bakar pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR
(glomerular filtration rate),  yang menyebabkan oliguri.
- Kerusakan jaringan  pelepasan mioglobin dan hemoglobin  hemokromogen (urin merah tua) pengendapan
hemokromogen di tubulus proksimal ginjal  gagal ginjal akut
- Gagal ginjal dapat terjadi karena hipoperfusi ginjal, hemoglobinuria, myoglobinuria atau sepsi.
Penurunan volume urin mengakibatkan pertanda awal gagal ginjal akut yang diikuti dengan peningkatan serum
kreatinin dan urea

Sumber:

 Moenajat, Yefta.Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta : FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 200314.
 Puteri AM, Sukasah CL.Presentasi Kasus: Luka Bakar.Jakarta :DepartemenBedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ;2009.
i. Luka bakar khusus
 Luka bakar listrik
 Tubuh penghantar listrik yang baik  kerusakan akibat serangan listrik lebih hebat dari yang kelihatan
dari luar
 Kejang otot akibat aliran listrik  henti nafas (pada otot pernafasan) dan fraktur
 Kerusakan otot  mioglobinuria  gagal ginjal akut
Jika ada mioglobinuria  infus manitol 25 gram diulangi dengan dosis separuhnya bila belum membantu
diuresis
 Ganggu kerja listrik jantung  fibrilasi ventrikel

Penanganan Penderita Gawat Darurat (First Aid Training), Unissula Press

 Mioglobin  protein ukuran 17.200 Dalton, tidak dapat larut air


 Lokasi: otot rangka dan otot jantung
 Fungsi menyimpan dan memindahkan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi sel kontraktil.
 Mioglobinuria adalah adanya myoglobin dalam urin, terjadi apabila serum myoglobin melebihi 1500–3000 ng yang
ditandai dengan urin berwarna merah gelap
 Adanya urin berpigmen (lebih merah gelap) di seorang pasien dengan luka bakar listrik menunjukkan kerusakan otot
dan proses iskemia yg sedang berlangsung

Sumber: David N Herdone, Total Burn Care Volume V, 2018


Pada Cidera Listrik
 hemolisis pada sel otot yang melepaskan mioglobin, menghasilkan mioglobinemia.
 Myoglobin dilepaskan ke dalam sirkulasi menyumbat sistem filtrasi pada glomerulus ginjal dan terdeposit pada tubulus
proximal yang menyebabkan nekrosis tubular akut.
ESMB,Kolegium Ilmu Bedah Indonesia, 2013
 Risiko gagal ginjal akut setelah cedera listrik termasuk pra-rumah sakit riwayat henti jantung, luka bakar gr III, sindrom
kompartemen dan High Voltage elektrik.
David N Herdone, Total Burn Care Volume V, 2018
Sumber: SYSTEMIC INFLAMMATORY RESPONSE SYNDROME (SIRS) PADALUKABAKAR Muhaomad Jailani,
JURNAL KEDOKTERAN SvUH KUALI volune 5 Nonot I Aptil 2005
Cairan perlu ditingkatkan atau tidak dengan luas bakar berdasarkan scenario?

Rules of nine dll  gambar


2.1.6Fase Luka Bakar
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam
keadaan yang bersifat relatif life threatening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan
airway(jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita pada fase akut Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera yang berdampak sistemik.Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan Odan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik
dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi(Barbara,
2010)
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai 21 hari. Masalah utama pada fase ini
adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)danMulti-System Organ Dysfunction Syndrome
(MODS)dan sepsis. Halini merupakan dampak atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama
dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
penyebab proses inflamasi dan infeksi, masalah penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka atau
tidak dilapisi epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional (Barbara, 2010).
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8-12 bulan hingga terjadinya maturasi parut akibat luka bakar dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut
yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur (Barbara, 20

2.1.2Klasifikasi Luka Bakar


Berdasarkan kedalaman luka bakar Menurut(Rahayuningsih, 2012)
1.Luka bakar derajat I (super facialpartial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalahsetiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhan tidak meninggalkan
jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat
gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan
dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis
dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari.Luka
7tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh
tanpa bekas.
2.Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses
eksudasi, melepuh dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri
karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua Menurut (Rahayuningsih, 2012) :a.Derajat II
dangkal (superficial)kerusakanyang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 harib.Derajat II dalam
(deep)Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3.Luka bakar derajat III (Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkankulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasanyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan (Rahayuningsih,
2012).Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar dapat diklasifikasikan sebagai derajat 1 sampai IV yang uraiannya
seperti pada Tab

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus “rule of
nine”yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang, dan bokong, ekstermitasatas kanan atau kiri, paha
kanan atau kiri, tungkaidan kaki kanan atau kiri masing-masing mewakili luas 9%, dan sisanya telapak
tangan dan genetalia mewakili luas 1%. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif kepala
anak lebih besar. Dikenal rumus10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak. Pada anak-anak, kepala dan leher
mewakili luas 15%, badan depan dan belakang masing-masing mewakili luas 20%, ekstremitas atas masing-
masing mewakili luas 10%, dan ekstremitas bawah masing-masing mewakili luas 15% (Sjamsuhidajat, 2013
KLASIFIKASI BERATNYA LUKA BAKAR
2) Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas
luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia. Berikut ini akan
dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 5 kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang
rusak, meliputi :
6)Superfisial (derajat 1)
7)Superfisial –Kedalaman Partial (Partial Thickness)
8)Dalam –Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness)
9)Kedalaman Penuh (Full Thickness)
10) Subdermal
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
4)rule of nine,
5)Lundand Browder, dan
6)hand palm.
c. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran
luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar. Metoderule of ninemulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian
mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1).

Gb metode Rules Of Nine


Pada metodeLund and Browdermerupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia,
yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar (lihat gambar 2)

Gambar 2. Luas Luka Bakar


Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu mengunakan metode
hand palm. Metodeini adalah cara menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan
menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang
mengalami luka bakar.
d. Lokasi lukabakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenaikepala,
leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai
wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian
seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap
kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar
yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasioleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar
yang mengenaidaerah torakdapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.
e. Mekanisme injuri
Mekanismeinjury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat ringannya
luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasimemerlukan perhatian
khusus.Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan
jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidakbegitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan jaringan
lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bilainjury elektrik dengan voltagetinggi. Oleh karena
itu voltage, tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah
sangat penting untuk diketahui dan diperhatikankarena dapat mempengaruhi morbiditi.Alternating
current (AC)lebih berbahaya dari padadirect current (DC). Ini seringkali berhubungan dengan
terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksiotot tetani, dan fraktur kompresi
tulang-tulang panjang atau vertebra.Pada lukabakar karena zat kimiakeracunan sistemik akibat
absorbsi oleh kulit dapat terjadi.
f. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar.Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi
pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien
yang berusia di atas 65 th.Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena
luka bakarmerupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri,dan bahaya-
bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar
karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi padabagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi
seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

Sumber: PROFESIVolume 08 / Februari –September 2012, PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)Oleh :Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns.DosenAKPERPOLTEKKES Bhakti MuliaSukoharjo, halaman 1-
12

Klasifikasi Luka Bakar


Luka Bakar dapat di klasifikasikan berdasarkan kedalaman luka bakar atau berdasarkan luas luka bakar.Terdapat kriteria
dari World Health Association (WHO) dan American Burn Association (ABA).WHO mengklasifikasikan luka bakar
berdasarkan kedalaman sebagai berikut:17
A. Luka Bakar Derajat I
 Luka bakar ini sering disebut juga sebagai superficial burn karena hanya mengenai epidermis.
 Penyebab dari luka bakar ini adalah paparan sinar matahari yang terlalu lama, kontak singkat dengan benda
panas atau terkena percikan api•Umumnya luka bakar ini sembuh dalam satu minggu dan tidak menimbulkan
perubahan pada warna kulit, tekstur kulit atau ketebalan kulit.
B. Luka Bakar Derajat II
 Luka bakar ini disebut juga partial thickness burnkarena mengenai epidermis dan dermis.
 Berdasarkan lama penyembuhannya, luka bakar ini dibagi menjadi dua:
- Luka bakar derajat II superfisial merupakan luka bakar dengan lama penyembuhan kurang dari tiga
minggu
- Luka bakar derajat II profunda (deep)merupakan luka bakar dengan lama penyembuhan lebih dari
tiga minggu dan sering menimbulkan skar hipertrofi saatsembuh.
C. Luka Bakar Derajat III
 Luka bakar ini disebut juga full thickness burnkarena mengenai seluruh lapisan kulit mulai dari epidermis,
dermis, jaringan subkutan hingga folikel rambut
 Luka bakar ini tidak dapat sembuh dengan sendirinya tanpa operasi grafting.

Kemudian berdasarkan luas luka bakar,dibawah ini adalah kriteria menurut American Burn Association :
A. Luka Bakar Ringan (Minor)
- Luka bakar dengan luas permukaan <15%/10% pada anak -anak daerah permukaan tubuh (Body Surface
Area/BSA), kulit tampak agak menonjol
- Luka denganseluruh ketebalan kulitdengan luas permukaan <2% daerah permukaan tubuh (BSA) tetapi
luka tidak mengenai daerah wajah, mata, telinga atau perineum)
B. Luka Bakar Sedang (Moderate)
- Luka yang mengenai sebagian ketebalan kulit di bawah 15-20% daerah permukaan tubuh (BSA) atau 10-
20% pada anak –anak•Luka yang mengenai seluruh ketebalan kulit 2-10% daerah permukaan tubuh
(BSA) tetapi luka tidak mengenai daerah wajah, mata, telinga atau perineum)C.Luka Bakar Berat
(Major)
- Luka yang mengenai sebagian ketebalan kulit lebih dari 25% daerah permukaan tubuh (BSA) atau 20%
pada anak –anak.
- Luka yang mengenai seluruh ketebalan kulit lebih dari 10% daerah permukaan tubuh (BSA)•Semua
luka bakar yang mengenai daerah wajah, mata, telinga atau perineum
- Luka bakar karena sengatan listrik
- Luka bakar inhalasi
- Luka bakar yang disebabkan oleh trauma jaringan berat
- Semua pasien dengan resiko buruk
Setelahdijabarkan kedua kriteria di atas, pada penelitian ini menggunakan catatan medic maka lebih tepat menggunakan
kriteria dari ABA karena pada kriteria WHO cenderung lebih subjektif karena melihat bentuk luka bakar dan
kedalamannya sedangakan pada kriteria ABA lebih objektif karena melihat dari luas luka bakar

KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkanluas luka bakardanderajat lukabakarnya, danharus objektif.5Patokanyang
masih dipakai dan diterima luas adalahmengikutiRules of Ninesdari Wallace. Luka bakar yang terjadi pada daerah muka
danleher jauh lebih berbahaya daripada luka bakar di tungkai bawah, kita mesti sangatwaspada terhadap timbulnya
obstruksi jalan napas

Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak akibat luka bakar tersebut, luka bakardapat diklasifikasikan menjadiderajat I,
II, III dan IV.7Pada luka bakar derajat 1(superficial burn), kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan
tampakkemerahan, tidak ada bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkanjaringan parut setelah
sembuh. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn) mengenaisebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua
epidermis dan sebagian dermis.Pada kulit akan ada bulla, sedikit oedem, dan nyeri berat.Pada luka bakar derajat 3
(fullthickness burn), kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada nekrosis. Lesitampak putih dankulit
kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan jaringan parutsetelah luka sembuh. Luka bakar derajat 4disebutcharring
injury.Pada luka bakar inikulit tampak hitam seperti arang karena terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruhkulit dan
jaringan subkutan begitu juga pada tulang akan gosong.Beratnya luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang
terkenadandapatdikategorikan menjadi 3 yaituringan, sedang dan berat.17Disebut ringanjika terdapatluka bakar derajat
Iseluas <15% atau derajat II seluas <2%. Luka bakar sedang adalahluka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II
seluas 5-10%. Luka bakar berat merupakanluka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%
ataumengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin/persendian sekitar ketiak atau akibat listriktegangan tinggi (>1000V)
atau dengan komplikasi patah tulang/kerusakan jaringanlunak/gangguan jalan nafas

Sumber: 17.James A.B.Medical Science of Burning, First Edition. Australia : MelbourneUniversity Press; 1990.18
Sumber: Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88

7. Apa tatalaksana dari luka bakar di scenario?


KMK_No__HK_01_07-MENKES-555-019_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Tata_Laksana_Luka_Bakar.pdf

Jika ada kontraktur  bagaimana tatalaksananya?


Mencegah kontraktur?

Rehabilitasi
Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, atrofi, kelemahan otot,
kontraktur, perubahan penampilan, gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), gangguan ambulasi, parut hipertrofik,
dan masalah psikososial, yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan disabilitas. Tata laksana Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar bertujuan untuk mencapai pemulihan fungsional semaksimal mungkin,
mencegah disabilitas sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen. Penentuan target tata laksana
KFR ditentukan berdasarkan ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka di tingkat kutan dan
subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot
dan tendon dengan prognosis pemulihan buruk.
Program tata laksana KFR diberikan sedini mungkin setelah hemodinamik stabil dimulai sejak fase akut. Pemberian
modalitas fisik dan terapi latihan harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi. Oleh karena itu, sebelum diberikan
program tata laksana KFR diperlukan asesmen komprehensif dan uji fungsi, termasuk pemeriksaan penunjang medik untuk
menegakkan diagnosis fungsional berdasarkan ICF (international classification of functioning, disability and health). Selain
itu juga memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi dan ada tidaknya komorbid yang menyertai. Program tata laksana KFR
pada fase awal meliputi pemberian anti-nyeri yang disesuaikan dengan step ladder WHO, kontrol terhadap terjadinya edema,
mempertahankan dan memelihara mobilitas sendi dan kulit, mempertahankan dan memelihara kekuatan dan daya tahan otot
serta memotivasi keterlibatan pasien dan keluarga.
Fokus dalam program tata laksana KFR pada luka bakar
a. Atrofi otot dan berkurangnya kekuatan, ketahanan, keseimbangan dan koordinasi otot akibat imobilisasi.
b. Berkurangnya Lingkup Gerak Sendi (LGS) akibat deposisi jaringan fibrosa dan adhesi jaringan lunak di sekitar
sendi akibat imobilisasi.
c. Ankilosis dan deformitas akibat parut hipertrofik atau kontraksi jaringan lunak seperti jaringan parut, tendon,
kapsul sendi dan otot akibat imobilisasi.
d. Rekondisi kardiorespirasi, pneumonia hipostatik, trombosis vena dalam (DVT) dan ulkus dekubitus akibat
imobilisasi.
e. Terapi adjuvan untuk membantu penyembuhan luka bakar, kontrol infeksi luka dan edema ekstremitas.
f. Terapi adjuvan untuk memperbaiki gejala akibat jaringan parut dan luka seperti parestesia dan nyeri.
g. Penurunan kemampuan dalam melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), belajar dan bekerja akibat luka
bakar
h. Tindak lanjut dalam pelayanan rawat jalan setelah pasien keluar dari rumah sakit.
(Tulaar ABM, Wahyuni LK. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Perdosri. Jakarta. 2016)

a. Program tata laksana KFR pada luka bakar fase akut


Fase akut pada luka bakar merupakan gejala dan tanda proses inflamasi, nyeri, peningkatan edema yang terjadi sampai 36 jam
pasca-cedera, respon hipermetabolik yang meningkat sampai 5 hari pasca-cedera, serta sintesis dan remodeling kolagen.
Tujuan program KFR pada fase ini meliputi :
1) Mengurangi risiko komplikasi : salah satunya mengurangi edema yang dapat mengganggu sirkulasi perifer dan
merupakan predisposisi terjadinya kontraktur
2) Mencegah terjadinya deformitas/kontraktur
3) Mempercepat proses penyembuhan (protect/promote healing process)

1) Pengaturan posisi (positioning)


 Pengaturan posisi yang sesuai merupakan terapi lini pertama dan sejauh ini merupakan cara terbaik untuk
menghindari kontraktur.
 Pengaturan posisi harus dimulai segera setelah terjadinya luka bakar dan dipertahankan hingga proses
penyembuhan luka berlangsung.
 Pengaturan posisi ini harus disertai dengan latihan lingkup gerak sendi yang sesuai, sebab posisi yang
 dipertahankan terlalu lama juga akan menimbulkan berkurangnya lingkup gerak sendi dan timbulnya kontraktur.
Tabel dibawah ini menunjukkan strategi pengaturan posisi anti kontraktur pada sendi disertai alat bantu yang
diperlukan.
Pada strategi pengaturan posisi (gambar 14) juga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Splint mulut dapat digunakan pada pasien dengan luka bakar yang dalam di sekitar bibir selama penyembuhan luka
untuk mencegah kontraktur mikrostomia.
b) Abduksi penuh dengan aduksi horisontal lengan sekitar 15-20° dapat mencegah kontraktur aksila ketika luka mengenai
ekstremitas atas dan dada. Cedera pleksus brakhialis harus dicegah dengan sedikit aduksi lengan.
c) Pasien dengan luka bakar pada sisi fleksi dari siku harus memposisikan sikunya dalam posisi ekstensi, sementara pasien
dengan luka bakar pada sisi ekstensi dapat mempertahankan fleksi siku pada 70-90°. Luka bakar sirkumferensial pada
siku memerlukan strategi pengaturan posisi dengan ekstensi dan fleksi bergantian. Lengan bawah harus dipertahankan
pada posisi netral atau supinasi.

Gambar 14. Posisi terapeutik untuk mencegah kontraktur

2) Imobilisasi pascabedah rekonstruksi kulit


 Pada bagian tubuh yang direkonstruksi, imobilisasi dilakukan segera pascabedah.
 Imobilisasi dapat dilakukan menggunakan splint ataupun pengaturan posisi (positioning) dengan lama waktu
tergantung jenis pembedahan.
 Prinsip utama yang harus diketahui adalah berapa lama waktu imobilisasi pascabedah, struktur mana yang akan
diimobilisasi, serta perhatian khusus dalam pergerakan, fungsi dan ambulasi yang tergantung pada lokasi
pembedahan dan donor. Tabel berikut ini merupakan rekomendasi waktu imobilisasi tergantung pada jenis
pembedahan yang dilakukan.
Berdasarkan ketebalannya, skin graft dibagi atas Split Thickness Skin Graft (STSG) yang mencakup epidermis dan
sebagian dermis dan Full Thickness Skin Graft (FTSG) yang terdiri dari epidermis dan seluruh bagian dermis.

3) Splinting
 Peresepan splint diberikan oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR).
 Splint dirancang untuk membantu mempertahankan posisi fungsional atau anti kontraktur dari bagian tubuh yang
cedera dan dapat diberikan sejak fase awal.
 Pada kasus yang sulit untuk dilakukan posisioning, yaitu pada geriatri, anak, atau pasien yang tidak kooperatif,
maka diperlukan tindakan splinting.
 Pemasangan splinting biasanya dilakukan bila pasien memiliki luka bakar deep partial atau full thickness untuk
mengurangi risiko terjadinya edema dan kontraktur.
 Splinting tidak diperlukan pada kasus dengan lingkup gerak sendi normal.
 Splinting diperlukan pada luka bakar yang mengenai tendon, untuk mencegah agar tendon tidak ruptur dan
melindungi sendi yang terkena.
 Perlu diwaspadai terjadinya deformitas yang diakibatkan oleh penggunaan splinting dalam waktu lama, sehingga
sangat perlu dilakukan evaluasi rutin lingkup gerak sendi. Beberapa jenis splint yang sering digunakan pada kasus
luka bakar adalah :
- Resting hand splints
- Dorsiflexion splints
- Knee-extension dorsiflexion splints
- Elbow extension splints
- Serial plaster of Paris casting (diganti setiap 3 hari: untuk anak atau pasien yang tidak dapat menerima splinting)
- Transparant face mask (untuk tandur kulit awal atau fase awal luka)
 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan material splinting yaitu tidak menyebabkan nyeri,
membantu aktivitas fungsional pasien, memperhatikan sisi kosmetik, mudah untuk digunakan dan dilepas, bahan
material ringan, bisa dikonstruksi dan mampu memberikan ventilasi terutama pada pasien dengan luka bakar
terbuka.
 Pemasangan splint biasanya dilakukan bila pasien mengalami luka bakar deep partial atau full thickness yang
bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya edema dan kontraktur. Menurut ISBI Guideline, pemasangan
splinting pada pasien luka bakar memiliki beberapa tujuan yang dapat dilihat pada Tabel 17.

Gambar 15. Abduction Splint. Courtesy PERDOSRI

Gambar 16. Functional Splint. Gambar dikutip dari (Tulaar ABM, Wahyuni LK. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Perdosri. Jakarta. 2016. p.435)
Dalam pemasangan splint diperlukan monitor dan evaluasi untuk melihat kondisi abnormalisasi kulit dan penekanan saraf
pada sekitar sendi. Sebagai contoh, nervus peroneus di bawah caput fibula sering mengalami penekanan akibat
pemasangan splint yang tidak tepat dan mengakibatkan drop foot permanen. Setelah pemasangan splint, pasien harus
diberikan edukasi mengenai bagaimana, kapan dan hingga berapa lama pasien harus mengenakan splint serta cara
membersihkan dan merawat splint.

b. Tata laksana KFR pada luka bakar fase subakut


Fase subakut pada luka bakar merupakan fase terjadinya penutupan luka primer, remodelling scar dan kontraksi scar. Pada
fase ini berbagai intervensi termasuk terapi latihan, tata laksana jaringan parut dengan pressure garment, terapi silikon, scar
massage dapat diberikan. Tujuan program KFR pada fase ini meliputi meminimalkan pembentukan jaringan parut, membatasi
efek kontraksi parut dan membatasi efek imobilisasi.

1) Terapi latihan
Terapi latihan merupakan strategi yang paling penting dan mendasar dalam kedokteran fisik dan rehabilitasi yang meliputi
latihan aktif dan pasif. Program latihan harus dibuat dengan perencanaan yang tepat untuk meminimalisasi cedera dan
memastikan efek terapi yang dilakukan. Terapi latihan ini meliputi :
a) latihan untuk mempertahankan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
b) latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
c) latihan untuk meningkatkan ketahanan otot dan kardiorespirasi
d) latihan untuk koordinasi
e) latihan untuk memulihkan keseimbangan
f) latihan ambulasi
g) latihan untuk memulihkan fungsi AKS
Pemberian peresepan terapi latihan harus disesuaikan dengan kondisi tertentu pada pasien meliputi :
a) Tanda vital tidak stabil dan terdapat kondisi yang mengancam nyawa
b) Adanya tanda-tanda infeksi pada area yang akan dilatih
c) Terapi latihan dapat menimbulkan kerusakan jaringan lebih lanjut bila terdapat nekrosis, luka terbuka dengan
pembuluh darah yang terpapar, trombosis vena dalam (DVT) dan fraktur
d) Imobilisasi diperlukan pada area kulit yang dilakukan grafting, fiksasi fraktur, atau alasan lainnya
e) Jika pasien memiliki gangguan psikologis yang signifikan atau tidak sadar, terapi latihan aktif tidak memungkinkan
untuk dilakukan.
- Terapi latihan dapat dimulai dari sendi-sendi mayor (baik yang terkena atau yang tidak terkena luka bakar) dengan
latihan lingkup gerak sendi pasif, aktif-asistif hingga aktif.
- Terapi latihan dapat dimulai sejak 5-7 hari setelah skin graft (atau sesuai saran dokter bedah) berupa latihan lingkup
gerak sendi pasif hingga aktif dengan kehati-hatian untuk melindungi graft pada regio resipien.
- Pada sendi yang tidak terkena, latihan dilakukan segera setelah operasi.
- Latihan mobilisasi dan ambulasi dapat segera dilakukan pada regio yang tidak dilakukan skin graft.
- Apabila dilakukan allograft atau xenograft, latihan lingkup gerak sendi pasif hingga aktif dapat dilakukan sejak hari
pertama pascabedah.
- Bandage ataupun splint dapat digunakan untuk imobiliasi graft sesuai waktu yang disarankan oleh dokter.
- Sedangkan pada pasien yang menjalani prosedur sheet autografting, terapi latihan dapat dimulai 5-7 hari pascabedah,
dengan latihan lingkup gerak sendi sesuai toleransi pasien.
- Latihan pada regio donor dapat dilakukan sejak dini pascabedah setelah kondisi hemodinamik stabil (bila
memungkinkan, pada hari pertama pascabedah).
- Terapi latihan yang diberikan berupa latihan lingkup gerak sendi aktif dan/atau pasif.
- Apabila regio donor terletak pada ekstremitas bawah, tahapan mobilisasi ke arah duduk dan ambulasi berjalan diberikan
dengan bantuan dan penuh kehati-hatian pada regio resipien.
- Latihan peregangan (stretching) yang dilakukan secara gentle sangat efektif untuk mencegah terjadinya kontraktur
pada kulit dan sendi. Sebelum dilakukan latihan, perlu dipastikan bahwa area yang akan dilatih dapat terlihat dan telah
dibersihkan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya cedera pada jaringan luka bakar.
- Latihan stretching dilakukan 3 kali sehari dan di luar waktu tersebut pasien tetap melakukan latihan secara mandiri.
Adanya tindakan escharotomy, heterograft, synthetic dressing, tangential excision bukan merupakan kontraindikasi
dilakukan terapi latihan. Namun pada tindakan autograft dan homograft, terapi latihan pada sendi proksimal dan distal
perlu ditunda selama 3 hari. Pada keadaan akut diperlukan mobilisasi trunk untuk mencegah terjadinya “postur robot”
dengan latihan abduksi horizontal pada bahu. Setiap bagian tubuh yang mengalami luka bakar perlu dilakukan latihan
secara khusus dan spesifik. Latihan peregangan dapat didahului dengan latihan lingkup gerak sendi. Latihan pregangan
dliakukan hingga kulit tampak "blanches" dan dapat mengunakan alat bantu latihan seperti pulleys dan beban. Pemberian
obat anti nyeri sebelum terapi latihan sangat membantu keberhasilan latihan peregangan.
- Latihan penguatan dapat berupa latihan beban dan latihan sirkuit. Dalam melakukan latihan ketahanan perlu
memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi. Latihan penguatan dan ketahanan otot diberikan tidak hanya pada sisi
yang sakit, tetapi juga diberikan pada sisi yang sehat. Pemberian latihan ini bertujuan untuk mempertahankan trofi otot
dan persiapan ambulasi.
- Latihan ambulasi perlu dilakukan sejak dini untuk menjaga keseimbangan, membantu pemulihan fungsi ekstremitas
bawah, mengurangi risiko DVT dan meningkatkan self well-being. Pada ekstermitas bawah yang mendapat skin-graft
tidak diperbolehkan dalam posisi menggantung sebelum 10 hari pascabedah dan diperlukan elastic bandage dan
stockings saat latihan ambulasi. Elastic bandage bertujuan untuk mencegah stasis vena, edema, mengurangi risiko trauma
dan mengurangi nyeri. Latihan ambulasi dilakukan dengan atau tanpa alat bantu berjalan. Salah satu alat bantu berjalan
yang dapat digunakan adalah walker yang digunakan pada pasien dengan luka bakar ekstremitas bawah. Pasien luka
bakar pada ekstremitas bawah dengan deformitas pada kaki, perlu menggunakan sepatu khusus (seperti modified insole)
untuk membantu ambulasi berjalan.
Terapi latihan lainnya yang dapat diberikan pada pasien dengan luka bakar adalah hidroterapi. Hidroterapi dilakukan untuk
memfasilitasi latihan di air dan membantu pembersihan luka (debridement), mengurangi nyeri, memperbaiki lingkup gerak
sendi dan fungsi kardiopulmonar pasien dengan memperhatikan kondisi dan situasi spesifik masing-masing pasien. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a) Hidroterapi dilakukan didalam Hubbard tank (kolam khusus)
b) Seluruh proses diawasi oleh tenaga kesehatan
c) Pasien dengan luka terbuka harus diperlakukan dengan sangat hati-hati untuk mencegah infeksi silang ataupun
memperburuk luka atau kondisi umum pasien
d) Pasien dengan tanda vital yang tidak stabil atau dalam kondisi infeksi tidak boleh menjalani hidroterapi.

2) Terapi modalitas fisik


Pemberian terapi modalitas fisik pada luka bakar harus sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi. Jenis terapi modalitas fisik
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
a) Electro Stimulation (ES), diberikan bila ada keterlibatan tendon yang mengalami adhesi dengan kulit
b) Laser therapy, untuk membantu proses penyembuhan luka dan mengurangi nyeri
c) Transcutaneus Electro Nerve Stimulation (TENS), untuk mengurangi nyeri dan desensitisasi sensorik
d) Ultrasound Diathermy, untuk meningkatkan ekstensibilitas jaringan, sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak
sendi
e) Intermitten compression, untuk mengurangi edema
f) Continuous passive motion (CPM), untuk fleksibilitas sendi.

3) Pemberian orthosis prostesis & assisstive devices


Pemberian ortosis prostesis dan alat bantu fungsional diindikasikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada pada pasien
setelah ditegakkannya Diagnosis Fungsional oleh SpKFR.
Adapun yang termasuk Orthotik Prostetik & Assisstive Devices adalah
a) Alat bantu jalan
Crutches (axillary/elbow/forearm), Cane (tripod, quadripod), Walker wheelchair.
b) Ortosis
(1) Ortosis ekstremitas atas (shoulder/elbow/wrist/hand support),
(2) Cervical collar (soft/semirigid/rigid),
(3) Spine/tulang belakang korset/brace
(4) Splint (wrist/hand/foot/digiti)
(5) Ortosis ekstremitas bawah (hip/knee/ankle/foot support/brace, ptb brace)
(6) Ankle foot orthosis (AFO)
(7) Insole (arch support/foot insole-pad)
(8) Sling (arm/shoulder)
(9) BackSlap (elbow/wrist/knee/ankle/foot backslap)
c) Prostesis
Prostesis ekstremitas bawah (prostesis above/below knee, prostesis transfemoral/transtibial, prostesis articular
hip/knee/ankle/foot),
prostesis ekstremitas atas (above/below elbow prosthesis, transhumeral/transradial prostesis, prostesis articular
shoulder/elbow/wrist/hand)
d) Sepatu khusus
Dennis Brown, Ortho Shoes
e) Alat bantu fungsional lainnya
Alat bantu activity daily living (ADL), sensoric toys & alat play therapy untuk pasien anak.
c. Tata laksana KFR pada luka bakar fase kronik
Program tata laksana KFR pada luka bakar dalam jangka panjang masih diperlukan, karena sering terjadi keterbatasan
lingkup gerak sendi dan parut hipertrofik yang menetap. Hal tersebut akan mengganggu aktivitas fungsional serta aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS). Fase kronik pada luka bakar merupakan fase dimana proses penyembuhan luka berlanjut
sampai dua tahun (maturasi dan remodeling jaringan parut). Program ini dimulai sejak pasien keluar dari perawatan di rumah
sakit berupa lanjutan program tata laksana KFR pada fase subakut dan evaluasi kapasitas fungsional untuk dapat kembali ke
masyarakat dan bekerja (return to work). Program yang diberikan meliputi latihan endurans, latihan penguatan, latihan AKS,
penggunaan assistive device, edukasi care giver, modifikasi lingkungan, alih fungsi, hingga modifikasi role of function.
Rekomendasi latihan endurans dan penguatan pada luka bakar
1) Latihan endurans kardiorespirasi diberikan pada kasus luka bakar dengan TBSA >15%.
2) Latihan penguatan diberikan pada luka bakar dengan TBSA >30%.

d. Komplikasi
1) Kontraktur
- Kontraksi adalah proses penyembuhan fisiologis normal yang terjadi pada margin luka dan mengurangi ukuran akhir
dari luka.
- Sementara kontraktur merupakan efek patologis jaringan parut yang mungkin timbul dari proses penyembuhan luka.
- Luka Bakar menyebabkan kehilangan jaringan, menyembuhkan luka dengan kontraksi dan dapat menghasilkan
kontraktur.
- Kontraktur dapat berupa intrinsik atau ekstrinsik.
- Pada kondisi lanjut, kontraktur dapat menyebabkan deformitas yang memerlukan pembebasan kulit dengan graft
atau flap.
- Kontraktur menyebabkan disabilitas dan gangguan fungsional.
- Kontraktur yang terjadi pada daerah ekstremitas atas dapat mempengaruhi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari.
- Deformitas kontraktur harus ditangani dengan kehati-hatian, dan diperlukan asesmen yang komprehensif serta uji
fungsi, termasuk pemeriksaan penunjang medik sehingga diagnosis fungsional dapat ditegakkan berdasarkan ICF.
Tata laksana kedokteran fisik dan rehabilitasi (KFR) pada kontraktur
- Program tata laksana KFR untuk mencegah terjadinya kontraktur dapat berupa positioning anti kontraktur,
pemberian splint, serial casting, modalitas fisik (seperti ultrasound diathermy, gel silikon, iontophoresis) serta terapi
latihan yang dilakukan secara regular dan teratur.
- Pencegahan kontraktur didasarkan pada prinsip elongasi jaringan.
- Pasien dengan luka bakar cenderung akan mempertahankan posisi yang nyaman dan tidak teregang untuk
menghindari rasa nyeri, namun posisi yang nyaman tersebut sesungguhnya merupakan posisi yang dapat
menimbulkan kontraktur.
- Posisi tersebut umumnya adalah fleksi dan aduksi, sehingga posisi ekstensi dan abduksi diindikasikan untuk
melawan posisi nyaman pasien.
- Dokter harus meresepkan posisi berdasarkan lokasi cedera dan arah kontraktur.
- Sendi dengan luka bakar yang dalam harus diposisikan pada elongasi jaringan.
- Kontraktur tidak hanya terbatas pada sendi, area lain seperti jaringan lunak pada bibir dan mulut juga memerlukan
peregangan, terapi latihan dan modalitas fisik untuk mempertahankan panjang dan fungsi jaringan.
2) Jaringan parut, parut hipertrofik, dan keloid jaringan parut
- Area predileksi terjadinya jaringan parut yaitu leher, sternal dan dada.
- Pembentukan jaringan parut akan meningkat apabila proses penyembuhan lebih dari 2 minggu sejak terjadinya luka
bakar.
- Jaringan parut muncul dalam beberapa bulan pertama setelah luka bakar, setelah itu perkembangannya mengalami
akselerasi dengan puncaknya sekitar 6 bulan dan akan stabil atau berkurang atau ‘matur’ sekitar 12-18 bulan setelah
terjadinya luka bakar.
- Jaringan parut yang aktif tampak kemerahan, menonjol (lebih tinggi dari area sekitarnya), kaku, nyeri seiring dengan
adanya neovaskularisasi.
Parut hipertrofik dan keloid
- Parut hipertrofi adalah pertumbuhan jaringan parut yang berlebihan yang tidak melebihi batas luka aslinya.
- Etiologinya dikaitkan dengan penyembuhan luka yang tidak normal dan epitelisasi yang lama sebagai akibat
penanganan yang tidak memadai sejak awal.
- Tanda yang terlihat adalah tampak parut yang menebal, tidak rata, lebih gelap dan dapat menimbulkan gangguan
kepercayaan diri pada pasien.
- Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh melebihi area luka pada kulit yang menyembuh dengan predileksi pada
area deltoid, sternum, punggung dan telinga.
- Parut hipertrofik dan keloid pasca luka bakar merupakan masalah mayor yang masih sulit untuk diatasi pada kasus
luka bakar.
- Biasanya luka yang hiperemis mulai kembali normal sekitar 9 minggu setelah terjadinya cedera.
- Pada luka yang memiliki kecenderungan menjadi hipertrofik, pembentukan pembuluh darah baru akan meningkat
yang menyebabkan eritema dan kontraksi sehingga terbentuk hipertrofi.
- Perbedaan parut hipertrofik dan keloid dapat dilihat dari Tabel di bawah ini.
Sumber: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/555/2019
TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA BAKAR
Sesak napas karena apa?
Mikroglobuminuria/edem laring  resiko kematiannya bagaimana?
Pasien perlu trakeostomi atau tidak?
I. Evaluasi Pertama (Triage)
A. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau
diperlukan segera lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan volume sirkulasi
B. Pemeriksaan fisik keseluruhan.
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar,
penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya
internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine.
C. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga
kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta
ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.
D. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan.
- Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka bakarnya.
- Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)
II. Penanganan di Ruang Emergency
1) Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.
2) Bebaskan pakaian yang terbakar.
3) Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adnya trauma lain yang menyertai.
4) Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang endotracheal tube.
Traheostomy hanya bila ada indikasi.
5) Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasangan scalp vein. Diberikan
cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak di atas 2
tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.
6) Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
7) Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten pengisapan.
8) Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara intramuskuler.
9) Timbang berat badan
10) Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila penderita tidak
mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
11) Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di disinfektsi
dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD)
sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita
dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30
12) Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar)dengan teknik eksisi tangensial
berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi
dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena
stewing.
13) Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan
kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara
persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam
pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan
definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh dalam waktu 2
minggu dengan diameter>3cm.

Resusitasi Cairan
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula
berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Parkland Formula
- Modifikasi Formula
- Monafo Formula
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans  Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan = D5 2000 cc
Hari I  8 jam X ½
 16 jam X ½
Hari II  ½ hari I
Hari ke III hari ke II

Ada 2:
Di tempat kejadian :
 Matikan api dg memutuskan hubungan dengan oksigen, tutupi penderita dg selimut/handuk/sprei/karung
 Perhatikan KU penderita
 Pendinginan :
a) Buka pakaian pnderita
b) Rendam dg air (12-18 derajat celcius) mengalir 20-30 mnt,bagian wajah dikompres
c) Jk disebabkan zat kimia,gunakan nacl (u/ zat korosif)
Mencegah infeksi
a) Tutup luka dg perban
b) Ditutup kain bersih
c) Jg beri zat yg tdk larut dalam air ,spt mentega,minyak,odol
d) Rujuk ke puskesmas terdekat
Di RS :
a) Airway
Trauma inhalasipasang ET
b) Breathing
c) Pemberian cairan iv,tergantung dr luas luka bakar sesuai dg rumus (evans dan baxter atau parkland)
d) Antibiotik,nutrisi dan obat lain
e) Penanganan local
f) Perawatan luka bakar diseluruh dunia dibagi dalam dua kriteria besar:
A. Perawatan Luka Bakar secara Terbuka.
Perawatan secara terbuka dilakukan dengan tidak menutup luka bakar tersebut. Perawatan secara terbuka ini
kurang sesuai untuk kondisi di Indonesia, karena tingginya kelembaban udara memudahkan timbulnya infeksi
pada luka bakar yang dirawat secara terbuka. Selain itu perawatan luka secara terbuka memudahkan penguapan
yang akan berakhir dengan mudah terjadinya dehidrasi berulang.
B. Perawatan Luka Bakar secara Tertutup.
Perawatan dilakukan dengan menutup luka bakar. Keuntungan dengan cara ini adalah berkurangnya penguapan
dan memperkecil kemungkinan infeksi dengan mengurangi pemaparan terhadap mikroorganisme.
Hentikan proses kombusio
Menghentikan kontak dengan sumber panas ,tindakan ini akan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah.
Tindakan yang perlu dilakukan :
i. Bila sumber panas adalah api segera hentikan proses kombusio dengan air atau bahan yang tidak
mudah terbakar ( basah,bahan karung basah,handuk basah) atau menyiram dengan air
ii. Pakaian (khususnya yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar seperti bahan nilon,tetoroon segera
dilepaskan sebagai upaya menghentikan kontak tubuh dengan sumber panas.
iii. Bila penyebab luka bakar itu adalah listrik segera putuskan aliran listrik.
Upaya pencegahan terjadinya kerusakan bertambah parah
Apapun penyebab luka bakar segera netralisir suhu tinggi dengan upaya menurunkan suhu dengan cara
mendinginkan nya menggunakan kompres air dingin atau air yang mengalir selama 15-20 menit. Tidak benar
melakukan pertolongan dengan memberikan minyak,margarin kopi dsb. Karena akan menimbulkan reaksi dengan
jaringan yang menambah derajat kerusakan jaringan termasuk infeksi.
Bila penderita berada di dalam ruang tertutup segera di bawa ke ruang terbuka atau ruangan yang memiliki
ventilasi baik.
Penatalaksanaan Luka bakar ringan
1. Mengatasi rasa nyeri
Kompres air dingin selama beberapa saat dalam upaya mencegah kerusakan sebagaimana dijelaskan
sebelumnya juga merupakan tindakan pertama mengatasi nyeri. Suhu yang rendah memberikan efek anestesi
karena terjadi vasokonstriksi. Pemberian preparat mengandung vehikulum jel memberikan rasa nyaman (misal
bioplacenton) disamping zat aktif ekstrak plasenta yang dikandungnya memacu proses epitelisasi dalam proses
penyembuhan dapat digunakan.
Pemberian analgetik dalam berbagai golongan maupun bentuk sediaan ( per oral,injeksi atau suppositoria)
2. Penatalaksanaan luka
Luka bakar derajat 1 cukup dirawat dengan vaseline atau krim pelembab,tanpa harus memberikan
antibiotik.Tidak ada ketentuan melarang luka tidak boleh karena air pada saat mandi. Dengan membersihkan kulit
pada saat mandi, proses penyembuhan akan berlangsung sebagaimana mestinya.
Luka bakar derajat II superfisial
a. Bila ukuran bula realtif kecil cukup dibiarkan saja dan akan mengalami penyembuhan spontan.Bila mengganggu
cairan bula dilakukan aspirasi tanpa melakukan pembuagan lapisan epidermis yang menutupinya. Bila ukuran
bula cukup luas atau besar lakukan insisi atau aspirasi menggunakan semprit tanpa membuang lapisan
epidermis,kemudian tutup dengan tulle dan kasa adsorben atau hidrofil
b. Bagian tubuh terkena biasanya perlu diistirahatkan dalam tenggang waktu tertentu
c. Dalam hal diet tidak ada pantangan terhadap jenis makanan apapun bahkan diperlukan diet tinggi kalori dan
tinggi protein ditambah dengan vitamin dan mineral.
Penatalaksanaan Luka bakar sedang dan berat
Prinsip penatalaksanaan kasus luka bakar yang masuk dalam kategori sedang dan berat mengacu kepada pola
penatalaksanaan traumatologi,berdasarkan prioritas ABC .Penatalaksanaannya dibedakan pada penatalaksanaan awal
segera setibanya di klinik atau di pusat pelayanan masyarakat tempat pertama kali penderita datang meminta
pertolongan ,penatalaksanaan rujukan dan penatalaksanaan di rumah sakit rujukan.
( Luka Bakar, Pengetahuan klinis praktis, Yefta Moenadjat)
Tahap 1 : Fase resusitasi / Fase Kritis.
Tahap ini berlangsung antara 2-6 minggu perawatan tergantung beratnya luka bakar dan kondisi penyerta lainnya. Pada
Tahap ini penderita dengan luka bakar berat, Di Unit Luka Bakar Rumah Sakit Pertamina dirawat ICU Luka Bakar.
Tujuan utama tahap ini adalah mempertahakan hidup penderita.
Tata Laksana Tahap ini meliputi:
1. Tatalaksana cairan.
- Pada penderita luka bakar sedang dan berat terjadi kehilangan cairan tubuh yang sangat banyak dapat mencapai
2-3 kali jumlah cairan yang beredar didalam pembuluh darah.
- Hal ini terjadi sebagai akibat dari luka bakar terjadi kerusakan dinding pembuluh darah, yang menimbulkan
kondisi seakan-akan pembuluh darah bocor dan tidak dapat menahan air dan bahan yang ada didalam pembuluh
darah seperti protein, keluar dari dalam rongga pembuluh darah, baik tertimbun diantara sel jaringan lain atau
menguap.
- Kondisi ini terjadi pada jam-jam awal terjadinya luka bakar.
- Untuk mengatasi kondisi ini dilakukan tindakan pemberian cairan dalam bentuk cairan elektrolit dengan
berbagai rumus pemberian seperti rumus Baxter dan lainnya.
- Pada hari-hari berikutnya terapi cairan merupakan kombinasi terapi cairan elektrolit dan pemberian nutrisi
parenteral (perinfus) dengan pemberian protein, asam amino essensial dan lemak.
- Tatalaksana cairan memegang peranan penting dalam tatalaksana penderita luka bakar, dan hendaknya
dilakukan dengan cermat dan dipantau secara ketat sehingga tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan cairan
pada penderita. Pemantauan dilakukan sampai penderita selesai menjalani rawat inap di Rumah Sakit.
2. Tatalaksana Nutrisi.
- Selain Tatalaksana Cairan, tatalaksana nutrisi merupakan tatalaksana yang hendaknya dilaksanakan dan
dipantau sejak penderita masuk sampai selesai menjalani rawat inap di Rumah Sakit.
- Tatalaksana nutrisi di Unit Luka Bakar RSPP dilakukan secara kombinasi antara nutrisi peroral (melalui rongga
mulut) atau melalui nasogastric tube dan nutrisi parenteral melalui infus.
- Tatalaksana nutrisi penting karena dapat menentukan lamanya luka sembuh, lama perawatan di rumah sakit, dan
perawatan lainnya.
- Biaya untuk nutrisi penderita luka bakar merupakan komponen yang tidak sedikit karena memerlukan
pemberian albumin perinfus untuk menjaga stabilitas asupan zat-zat yang dibutuhkan tubuh yang diangkut oleh
albumin.
- Dengan jumlah kalori yang diberikan maksimal 30 kalori/kgBB/hari.
3. Tatalaksana SIRS, Sepsis dan trombosis.
Istilah medis ini berkaitan dengan kondisi kritis Penderita Luka Bakar Berat. Kondisi ini merupakan kondisi kritis
Penderita Luka Bakar Berat yang merupakan reaksi tubuh untuk mempertahankan diri untuk menanggulangi luka
bakar.
SIRS :
Merupakan reaksi peradangan yang mengenai seluruh tubuh terhadap perubahan kondisi didalam tubuh sendiri,
contohnya demam pada penderita iuka bakar, tidak selalu berkaitan dengan infeksi. Reaksi radang ini termanifestasi
dalam hasil laboratorium seperti sel darah putih diatas atau dibawah jumlah normal (Normal sel darah putih ada pada
kisaran 5000 sampai 10.000/mm2), tekanan O2 darah dibawah normal, tekanan CO2 darah diatas normal dan
frekuensi nafas permenit diatas normal.
Sepsis:
Merupakan reaksi tubuh dengan penampilan hasil laboratorium yang sama dengan penyebab adanya infeksi pada
tubuh manusia.
Tatalaksana SIRS dan Sepsis ini yang membutuhkan biaya tidak sedikit karena mencakup pemberian Imuno globulin
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Trombosis:
Salah satu akibat dari luka bakar adalah rusaknya lapisan dalam pembuluh darah kapiler didaerah yang terkena luka
bakar. Akibat kerusakan pembuluh darah ini mudah terjadi bekuan darah didalam pembuluh darah (trombosis) yang
akan mengakibatkan sumbatan pembuluh darah yang akan mengakibatkan kematian jaringan pada daerah yang di
perdarahi oleh pembuluh darah tersebut.
Tahap 2 : Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka bakar sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan perawatan luka.
Perawatan luka bakar diseluruh dunia dibagi dalam dua kriteria besar:
A. Perawatan Luka Bakar secara Terbuka.
Perawatan secara terbuka dilakukan dengan tidak menutup luka bakar tersebut. Perawatan secara terbuka ini kurang
sesuai untuk kondisi di Indonesia, karena tingginya kelembaban udara memudahkan timbulnya infeksi pada luka
bakar yang dirawat secara terbuka. Selain itu perawatan luka secara terbuka memudahkan penguapan yang akan
berakhir dengan mudah terjadinya dehidrasi berulang.
B. Perawatan Luka Bakar secara Tertutup.
Perawatan dilakukan dengan menutup luka bakar. Keuntungan dengan cara ini adalah berkurangnya penguapan dan
memperkecil kemungkinan infeksi dengan mengurangi pemaparan terhadap mikroorganisme.
Beberapa sediaan untuk Perawatan Luka Bakar:
Idealnya sediaan untuk perawatan luka bakar adalah bahan yang memiliki kemampuan absorbsi cairan yang tinggi
sehingga tidak diperluka penggantian balutan yang terlalu sering, mudah dilepaskan, tidak melekat ke permukaan luka ,
sehingga tidak menimbulkan sensasi sakit pada pasien saat proses penggantian balutan. Selain itu tidak menghambat
proses penyembuhan luka.
Sediaan Perak (Silver).
Keuntungan : Anti septik yang dapat menembus kulit yang mati karena luka bakar. Melunakan jaringan kulit mati
sehingga mudah untuk mengangkatnya.
Kerugian : Hanya baik untuk perawatan hari-hari pertama luka Bakar.
Bentuk sediaan :
Yang lazim ada berbentuk cream. Pengembangan baru berbentuk lembaran perak dengan berbagai ukuran, bentuk baru
harganya masih cukup mahal dan belum resmi masuk ke Indonesia.

Tahap 3 : Fase pengembalian fungsi anggota gerak


Fase ini dilakukan bila terdapat gangguan fungsi pada anggota gerak setelah luka bakar sembuh atau kering (tertutup
epitel) baik secara tumbuh sendiri atau dilakukan tandur alih kulit. Biasanya hal ini dilakukan dengan membuang skar
yang mengganggu gerakan dan luka terbuka yang terbentuk karena tindakan ini ditutup dengan kulit dengan ketebalan
yang mencukupi, yang biasanya diambil dari lipat paha penderita. Untuk pencegahan pembentukan skar yang tebal dan
kontraktur setelah luka bakar kering dapat dipasangkan pressure garment (Pakaian yang dapat menekan dengan kekuatan
tertentu) yang dipakai oleh pasien antara 8-12 jam /hari.
Tahap 4 : Fase Estetika/Penampilan.
Fase ini merupakan hal terakhir dan tersulit pada pasien luka bakar, karena setipis dan sekecil apapun luka bakar akan
menimbulkan bekas yang sulit dihilangkan dan akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menyamarkan
bekas tersebut. Hendaknya sudah diantisipasi dan dipersiapkan sejak awal penderita mengalami luka bakar ini. Beberapa
yang dapat dilakukan setelah luka kering dengan memberikan sediaan yang menghambat terjadinya keloid (beberapa
sedian seperti Mederma, Kenacort, Silgel) dengan berbagai komponen yang berbeda, sampai saat ini belum memberikan
hasil seperti yang diharapkan. Penelitian terakhir menuju kearah pencarian Mormon yang terdapat didalam janin yang
dapat menyembuhkan luka tanpa menimbulkan bekas.
Moenadjatm, Yefta. 2001.Pengetahuan Klinis Praktis Luka Bakar. Jakarta : FKUI
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh
pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan
pada fasilitas kesehatan
 Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat
dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
 Cooling :
 Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari
hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif
samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar
 Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai
analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi
 Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga
justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia
 Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang
banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih
dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
 Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan
yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
 Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-
thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah,
riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
 Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar
superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah
pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat
luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
 Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.
Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :
 Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
 Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
 Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Tatalaksana luka bakar minor
 Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat membutuhkan morfin sebelum penilaian
luka bakar dan pembalutan awal.
 Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga balut dan bidai
 Pemeriksaan status tetanus pasien
 Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan yang keluar dari luka bakar
menentukan frekuensi penggantian balutan
Lakukan pertolongan dengan prioritas penatalaksanaan (ABC)
a. Untuk gangguan saluran nafas, lakukan pembersihan jalan nafas dari kotoran, karbon, darah yang ada
di hidung, segera berikan oksigen 8-10 liter per menit dengan sungkup. Bila terjadi sumbatan
pernafasan, lakukan prosesur krikotirotomi atau pipa endotrakheal
b. Untuk gangguan mekanisme bernafas, setelah melakukan perhitungan frekuensi pernafasan, perhatikan
adanya eskar melingkar di dinding dada dan adaya riwayat cedera dada.
c. Untuk gangguan sirkulasi perhatikan adanya gejala dan tanda syok: bila dijumpai syok, resusitasi
cairan dilakukan dengan segera berikan RL melalui IV secara singkat.
Moenadjatm, Yefta. 2001.Pengetahuan Klinis Praktis Luka Bakar. Jakarta : FKUI

MANAGEMENT PENATALAKSANAAN

Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar
disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data
yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu :

1) Fase Emergent (Resusitasi)


Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknyapermeabilitas kapiler, yang
biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah
shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah
a. perawatan sebelum di rumah sakit,
b. penanganan di bagian emergensidan
c. periode resusitasi.
Hal tersebut akan dibahas berikut ini :
a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakitdimulai pada tempat kejadian luka bakar
dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai
dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan
sumber panas (lihat tabel)

b. Penanganan dibagian emergensi


Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada
waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka
pre hospital care di berikan di bagian emergensi.Penanganan luka (debridemen dan
pembalutan) tidaklah diutamakan bilaada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan
klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
1. Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan.
Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan
memperhatikan antara lain kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuandalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care), lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan
diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat
dipulangkanPerawatan di bagianemergensi terhadap luka bakar minor meliputi :
menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan
kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine
atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk
digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik
yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat
imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan
boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human
immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang
pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu
debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar,
dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan
balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan
pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari
infeksiagar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang
diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM (range of motion)
secara aktifuntuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk
menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar.Dan
perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan
klien pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,pencegahan
komplikasi, diet,berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat
di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu
dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri.
2. Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi
akan meliputireevaluasiABC(jalan nafas, kondisi pernafasan,sirkulasi ) dan trauma
lain yangmungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang);
pemasangan kateter urine; pemasangannasogastric tube(NGT); pemeriksaanvital signsdan
laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan
perawatan luka.Berikut adalahpenjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni
sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan,sirkulasi dan trauma lain
yangmungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih
memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara
dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang
menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan
lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan
intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui
kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar.
Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau
pada klien dimana tempat–tempatuntuk pemberian intravena perifer terbatas, maka
dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian,
jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin
diperlukan.Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan
berbagai formula yangtelah dikembangkan.
c) Pemasangankateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap
jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan
keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangannasogastric tube(NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan
untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi
ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini
setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus
dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaanvital signsdan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang pentingsebagai data tambahan untuk
menentukan adekuattidaknya resuscitasi.Pemeriksaan laboratorium dasar akan
meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit
serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gasdarah), COHb
juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes
laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur
atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG
terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat,
khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada
klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Managementnyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena,
seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau subcutan tidak
dianjurkankarena absorbsi dari jaringan lunaktidak cukup baik selama
periode ini bila hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih terjadi.
Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak
dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitasdan torak dapat mengganggu sirkulasi
dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih
mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan
interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling
ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu
menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih
dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas
bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.Perawatan luka dibagian
emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju
hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang
mengenai kepala dan wajah diletakan padaposisi kepala elevasi dan
semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas
permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan pembentukan
edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril dapat
mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.
2) Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler membaik dan
diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri.Fokus management bagi
klien pada fase akutadalah sebagai berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi,
managemen nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi ; Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi
autocontaminasi dari:
a. Oropharynx
b. Fecal flora
c. Kulit yg tidak terbakar dan
d. Kontaminasi silang dari staf
e. Kontaminasi silang dari pengunjung
f. Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada semua pusat-
pusat perawatan LB.Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp kepala,
masker, penutup kaki, dan pakaian plastik.Membersihkan tangan yang baik harus ditekankan untuk
menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan pengunjung umumnya dicegah
kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran
nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka sehari-hari
meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.
a. Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri
darimerendam(immersion) dan denganshower(spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit
atau kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran
sodium (karena air adalah hipotonik) melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress.
Selama hidroterapi, luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan
menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine dan
chlorohexidine. Perawatan haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya
pendarahandan untukmempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan.Klien yang
tidak dianjurkan untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara
hemodinamik tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan,
maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
b. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan
penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar.
Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan
dengan tindakan pembedahan.
1. Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting
dan forcepuntuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan
cara lain yang juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan
pembalutan kering kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada
LB dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu
dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
2. Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan preparat enzym
topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna
jaringan yang necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini
memerlukan lingkungan yang basah agar menjadi lebih efektif dandigunakan secara
langsung terhadap luka.Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dengan
penanganan ini dan harus dikaji secara terus-menerus selama treatment dilakukan.
3. Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2
tehnik yang dapat digunakan :Tangential ExcisiondanFascial Excision. Pada
tangential exccisionadalah dengan mencukur atau menyayat lapisan eschar yang sangat
tipis sampai terlihat jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial excision adalah
mengangkat jaringan luka dan lemak sampai fascia.Tehnik ini seringkali digunakan
untuk LB yang sangat dalam.
c. Balutan
1. Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan
menggunakan zat / obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 -2
kalisetelahpembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian
terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya
tanda –tanda infeksi. Umumnya obat –obat antimikroba yang sering
digunakantampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara
umum, oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim
silfer sulfadiazine sebagai pengobatan topikal awal untuk luka bakar.
2. Metode terbuka dan tertutup
Luka pada LB dapat ditreatmen dengan menggunakan metode/tehnik belutan
baikterbuka maupun tertutup. Untuk metode terbukadigunakan / dioleskan cream
antimikroba secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut.
Cream tersebut dapat diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam
sesuai dengan aktivitas obat tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka
dapat lebih mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan
perawatanluka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode ini
adalah meningkatnya kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis
pada klien karena seringnya dilihat.Pada perawatan luka dengan metode tertutup,
memerlukan bermacam-macam tipe balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk
digunakan sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam menggunakan balutan
hendaknya hati-hati dimulai dari bagian distal kearah proximal untuk menjamin
agar sirkulasi tidak terganggu. Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi
evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka , balutan juga
membantu dalam debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah membatasi mobilitas
menurunkan kemungkinan efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan luka juga
menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan
saja.
3. Penutupan luka
Penutupan Luka Sementara sering digunakan sebagai pembalut luka. Setiap produk
penutup luka tersebutmempunyai indikasi khusus. Karakteristik luka (kedalamannya,
banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh dan fase penyembuhan/pemulihan) serta
tujuan tindakan/pengobatan perlu dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang
lebih tepat.
d. Terapi fisik
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi terapi
posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1. Posisi Terapeutik
Tabel dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk
klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentuselama periode tidak ada aktifitas
(inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi
bagian tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya kontraktur atau
deformitas.
2. Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk
mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping
itumelakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam
mempertahankan fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga mempertahankan
kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan harus dimulai bila secara fisiologis
klien telah stabil. ROM pasiftermasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang
tidak mampu melakukan latihan ROM aktif.
3. Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau
memperbaiki kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu
statis dan dinamis. Statis splint merupakan immobilisasi sendi.Dilakukan pada
saat immobilisasi, selama tidur, dan pada klien yang tidak kooperatif yang tidak
dapat mempertahankan posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan dinamic
splint. Dinamic splint dapat melatih persendian yang terkena.
4. Pendidikan
Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya
melakukan latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi
yang benar, tentang splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah
proses belajar klien dan dapat menjadi lebih kooperatif.
3) Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka bakar.Penekanan dari
program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan
fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau
meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support
emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi.

G.PERHATIAN KHUSUS ASPEK PSIKOSOSIAL

Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisikdalam keseluruhan proses pemulihan. Banyak
sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari “ketakutan
sampai dengan psikosis” .Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang budaya dan
etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image. Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman,
perubahan pada peran normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB.

Sumber: PROFESIVolume 08 / Februari –September 2012, PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)Oleh :Tutik Rahayuningsih, S. Kep.,Ns.DosenAKPERPOLTEKKES Bhakti MuliaSukoharjo, halaman 1-12
Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus
1. Luka Bakar Listrik.
2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi
3. Luka Bakar Bahan Kimia
4. Luka Bakar dengan kehamilan

Luka Bakar Listrik


Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan karena beberapa hal berikut :
a. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik,
melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh
menyebabkan kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik
(otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan sebagai berikut).
b. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
c. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan
system pembuluh darah di sepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis, akulasi kapiler)

Luka bakar dengan trauma inhalasi


 Pada kebakaran dalam ruangan tertutup (in door)
 Luka bakar mengenai daerah muka / wajah
 Dapat merusak mukosa jalan napas
 Edema laring hambatan jalan napas.
Gejala
 Sesak napas
 Takipnea
 Stridor
 Suara serak
 Dahak berwarna gelap (jelaga)

Hati – hati kasus trauma inhalasi mematikan


Mekanisme kerusakan saluran napas.
1. Trauma panas langsung
Terhirupnya sesuatu yang panas, produk dari bahan yang terbakar, seperti jelaga dan bahan khusus menyebabkan kerusakan
mukosa langsung pada percabangan trakeobronkial.
2. Keracunan asap yang toksik
Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi  terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hydrogen
sianida, nitrogen dioksida, nitrogen klorida, akreolin iritasi dan bronkokonstriksi saluran napas. Obstruksi jalan napas akan
menjadi lebih hebat akibat trakealbronkitis dan edema.
3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)
Intoksikasi CO hipoksia jaringan. Gas CO memiliki afinitas cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin (210-240 kali
lebih kuat di banding dengan O2) CO memisahkan O2 dari Hb hipoksia jarinagn. Peningkatan kadar
karboksihemoglobin (COHb) dapat dipakai untuk evaluasi berat / ringannya intoksikasi CO.

KLINIS
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3
atau lebih dari keadaan berikut :

a) Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar


b) Sputum tercampur arang
c) Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
d) penurunan kesadaran.
e) Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata
atau tenggorokan (iritasi mukosa)
f) Gejala distress napas. Takipea
g) Sesak atau tidak ada suara.

Pada fase awal kerusakan saluran napas akibat efek toksik yang langsung terhirup
Pada fase lanjut edema paru dengan terjadinya hpoksemia progresif  ARDS

Korelasi tingkat keracunan CO / presentase COHb dengan kelainan neurologist


Kadar Keracunan CO Kelainan Neurologis
10-20 % (ringan) sakit kepala, binggung, mual
20-40 % (sedang) lekas marah, pusing, lapangan penglihatan menyempit
40-60 % (berat) Halusinasi, ataksia, konvulsi atau koma,takipnea
Pemeriksaan tambahan :
1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah 3 jam dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila
kadar COHb lebih dari 15 % setelah 3 jam kejadian bukti kuat terjadi taruama inhalasi.
2. Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%, FiO2 = 0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2
biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.
3. Foto Toraks, biasanya normal pada fase awal
4. Bronkoskopi Fiberoptic
Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik – bintik pendarahan dan ulserasi diagnosa trauma inhalasi.
5. Tes Fungsi paru
Scan Paru Xenon tidak praktis.
Diagnosa Trauma Inhalasi :
1. Kecurigaan klinis
2. Riwayat kejadian
3. Pemeriksaan gad darh dan kadr COHb
4. Dikonfirmasi dengan bronkoskopi fiberoptic
5. pemeriksaan fungsi paru.

ii. Airway
 Supraglotis  rawan terhadap trauma bakar langsung. Subglotis  dilindungi laring
  trauma inhalasi  edema dan sumbatan jalan nafas
 Tanda klinis trauma inhalasi:
 Luka bakar pada wajah
 Alis mata dan bulu hidung hangus
 Sputum yang hitam/mengandung karbon
 Riwayat terkurung api atau berada di ruang tertutup yang terbakar
 Dicurigai trauma inhalasi:
 Tindakan BHD dengan jaw-thrust
 Pemasangan OPA
 Dipertimbangkan intubasi atau crico-thyroidostomy/tracheostomy (sumbatan nafas dapat terjadi
sewaktu-waktu)
iii. Breathing
 Luka bakar di dada  menghambat pernafasan
 Luka bakar di tempat tertutup  keracunan CO
Afinitas Co terhadap hemoglobin tinggi (280 kali oksigen)  ikatan HbCO yang membahayakan
iv. Pemberian cairan intravena
Rumus untuk menghitung kebutuhan cairan:
 Rumus Evans
 Luas luka (%) x BB (kg) = jumlah (ml) kristaloid/NaCl 0,9% per 24 jam
 Luas luka (%) x BB (kg) = jumlah (ml) koloid/plasma per 24 jam
 Dekstrose 5% = 2000 ml per 24 jam

Separuh A+B+C diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan 16 jam selanjutnya.

Pada hari kedua jumlah cairan A+B+C yang diperlukan ada;ah separuh hari pertama.

 Rumus Baxter/Parkland
Cairan yang diberikan hanya kristaloid Ringer Laktat dengan perhitungan:
Luas luka (%) x BB x 4 ml = kebutuhan ml dalam 24 jam
Separuh RL diberikan 8 jam pertama dan separuh berikutnya dalam waktu 16 jam.
Yang harus diingat:
 Waktu 8 jam  waktu yang dihitung saat terjadinya luka bakar
 Jumlah cairan hanya perkiraan, pemberian cairan dapat berubah sesuai dengan respon penderita.
 Selain tanda vital, monitor respon penderita bisa dilihat dari produksi urin yang cukup.
Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

v. Antibiotika, nutrisi, dan obat lain


 Antibiotik sistemik (golongan aminoglikosida)  mencegah terjadinya infeksi pseudomonas. Sebaiknya setelah
dilakukan kultur dan test sensitivitas
 Antasida  mencegah tukak curling
 Analgetik  menghilangkan rasa nyeri
 Pemasangan Naso-Gastric Tube (NGT)  mencegah dilatasi lambung akut (bila penderita muntah dan
peristaltik terganggu pada luka bakar)
 Anemia  obat anti anemia ditambah dengan vitamin A,B,C dan D
 Nutrisi tinggi protein minimal 2500 kalori sehari

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

vi. Penanganan lokal


 Derajat I: tidak memerlukan terapi
 Derajat II & III :
 Dibersihkan dahulu dengan air mengalir dari kotoran yang melekat
 Perawatan secara terbuka/tertutup

Perawatan Terbuka

 Keuntungan : mudah dan murah, cepat dingin, kering dan kuman sulit berkembang

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

 Kompres nitras argenti 0,5% dan krim silversulfadiazin 1%  bakteriostatik kuat dan efektif terhadap semua
kuman serta aman

Perawatan Tertutup

 Ditutup dengan pembalut untuk menghindari kontaminasi


 Keuntungan : enak dilihat, terlindung dan tidak terkontaminasi dari luar
 Balutan menjadikan luka sebagai medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, sehingga tidak jarang dari balik
balutan tampak pus

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong


Sendi dan tangan diatur dalam posisi fungsional  sendi bahu, siku, paha, dan lutut dalam posisi ekstensi. Leher dan
pergelangan kaki dalam keadaan ekstensi agar kepala/leher tidak tertarik ke bawah dan kaki tidak drop foot.

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

 Beberapa hari dengan perawatan terbuka atau tertutup, luka bakar akan membentuk keropeng. Bila masih ada
jaringan mati yang belum dibuang atau nanah  debridement
 Luka derajat II tanpa infeksi  keropeng lepas sendiri dalam 7-12 hari (pada waktu itu jaringan di bawahnya
sudah sembuh)
 Luka derajat III  keropeng yang kering dilepaskan setelah 2 minggu dan jaringan granulasi ditutup dengan
skin graft
 Penyembuhan keropeng/eschar yang tebal dapat mengganggu vaskularisasi  escharotomy
vii. Luka bakar khusus
 Luka bakar listrik
 Tubuh penghantar listrik yang baik  kerusakan akibat serangan listrik lebih hebat dari yang kelihatan
dari luar
 Kejang otot akibat aliran listrik  henti nafas (pada otot pernafasan) dan fraktur
 Kerusakan otot  mioglobinuria  gagal ginjal akut
Jika ada mioglobinuria  infus manitol 25 gram diulangi dengan dosis separuhnya bila belum
membantu diuresis
 Ganggu kerja listrik jantung  fibrilasi ventrikel
 Luka bakar zat kimia
 Basa  kelihatan ringan di permukaan
 Asam  koagulasi  proses pembakaran dapat dibatasi
 Zat kimia berbentuk tepung:
i. Disikat hati-hati
ii. Dicuci dan diencerkan dengan air mengalir
 Zat kimia berupa cairan: langsung disiram dengan air mengalir (lebih lama lebih baik)
 Pemberian zat penawar tidak dianjurkan  menimbulkan reaksi kimia seperti panas yang bisa lebih
membahayakan

Penanganan Penderita Gawat Darurat (First Aid Training), Unissula Press

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

8. Apa komplikasi dari luka bakar di scenario?


a) Syok hipovolemik
b) Kekurangan cairan dan elektrolit
c) Hypermetabolisme
d) Infeksi
e) Gagal ginjal akut
f) Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri, edema.
g) Paru dan emboli
h) Sepsis pada luka
i) Ilius paralitik

Komplikasi sistemik :
• Shock hipovolemik
• Ileus paralitik  dilatasi akut lambung
• Tukak Curling (Curling ulcer) pada lambung
• Gagal ginjal
• Menurunnya imunitas
• Keseimbangan protein negatif

Komplikasi local:
• Gangguan vaskularisasi karena eschar  escharotomi
• Compartment syndrome
• Keloid
• Kontraktur

• Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan
antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi
kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
• Curling’s ulcer (ulkus Curling). Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus
pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada
penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
• Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi
karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
• Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh
sebab yang tak diketahui.
Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi
sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah.

KEMATIAN PADA LUKA BAKAR


Ada berbagai macam penyebab kematian pada luka bakar, antara lain syok neurogenik, hipovolemik, asfiksia, dan
sepsis.Kematian karena luka bakar dapat dibagi menjadi 2 yaitu kematian cepat dan kematian lambat.10

- Kematian cepat adalah kematian yang dilihat menurut waktunya dalam beberapa menit sampai berapa jam dari
kecelakaan yang dapat terjadi dari syok neurogenik(nyeri yang sangat parah), luka akibat panas (menyebabkan
terjadinya hipovolemia, shock dan kegagalan ginjal akut), luka pada pernafasan,dsb.
- Kematian lambat terjadi sebagai hasil beberapa kemungkinan komplikasi, antara lain kehilangan cairan berkelanjutan
sehingga terjadi shock yang tertunda atau gagal ginjal, kegagalan respirasi yang terjadi sebagai akibat dari
komplikasi kerusakan epithelium pernapasan dana cuterespiratory distress syndrome (ARDS), sepsis yang terjadi
terutama karena pneumonia, serta kematian karena emboli paru sebagai akibat imobilisasi yang lama.

2.1.7Komplikasi Luka Bakar

Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka
(Notoatmodjo, 2010)

1.Infeksi luka bakar

- Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
- Sistem integument memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi.
- Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan
jamur.
- Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung dan kateter.
- Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus
respirasi seperti pneumonia.

2.Terganggunya suplai darah atau sirkulasi

- Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume
darah.
- Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini akibat
lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu mengganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan darah.

3.Komplikasi jangka panjang

- Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis.


- Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur hidup.
- Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi.
- Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama.
- Akibarnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka.
- Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress
disorder (PTSD).
- Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita

Sumber:.Purwadianto,Kristal-kristal Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : FK UI; 1991

MAPPING

Anda mungkin juga menyukai