1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan
saat batuk dahak berwarna kehitaman?
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati bulla?
Derajat luka bakar pada pasien?
3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada kasus ledakan tabung gas?
4. Mengapa penderita dibersihkan lukanya dengan aquabides dan diberikan oksigen dengan masker 10 L/menit serta infus RL
30 tetes permenit dan kateter uretra?
5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund dan Wallace ?
6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning kemerahan?
Cairan perlu ditingkatkan atau tidak dengan luas bakar berdasarkan scenario?
Rules of nine dll gambar
7. Apa tatalaksana dari luka bakar di scenario?
Jika ada kontraktur bagaimana tatalaksananya?
Mencegah kontraktur?
Sesak napas karena apa?
Mikroglobuminuria/edem laring resiko kematiannya bagaimana?
Pasien perlu trakeostomi atau tidak?
8. Apa komplikasi dari luka bakar di scenario?
PEMBAHASAN
1. Mengapa pada pasien ditemukan luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan
saat batuk dahak berwarna kehitaman?
- Cedera pernafasan dapat diakibatkan oleh paparan termal dan kimia lokal langsung, respon imun terhadap faktor-faktor
ini, efek sistemik dari toksin yang dihirup, akumulasi puing-puing endobronkial, dan infeksi sekunder.
- Kebakaran struktural menghasilkan asap yang mengandung berbagai macam bahan kimia, produk dari pembakaran
tidak sempurna, dan puing-puing aerosol dengan ukuran partikel yang sangat bervariasi.
- Suhu udara selama kebakaran sangat bervariasi; biasanya rendah pada tingkat dasar, suhu udara dapat mencapai ratusan
derajat Fahren-heit hanya beberapa kaki di atas dasar. Efeknya pada setiap pasien sangat kompleks dan tidak dapat
diprediksi (Gbr. 1).
Temuan Fisik Awal: Thermal injury langsung umumnya terbatas pada wajah dan jalan napas atas. Penemuan fisik
termasuk luka bakar di wajah, bulu hidung yang terbakar, dan jelaga di lubang hidung dan mulut.
Cast Bronkial: Debris endobronkial dan eksudat yang timbul dapat menyebabkan obstruksi saluran napas bagian distal
yang menyebabkan mismatch (ketidakcocokan) ventilasi-perfusi dan infeksi sekunder.
Bronkoskopi: GambaranBahan kimia aerosolisasi dan produk pembakaran yang tidak sempurna dapat mengendap di
seluruh saluran napas subglottic dan paru-paru. Tingkat keparahan cedera tergantung pada agen dan ukuran partikel yang
dihirup; partikel yang lebih kecil bergerak lebih jauh. Penemuan bronkoskopi termasuk iritasi mukosa, pucat, ulserasi,
dan puing-puing karbon. kehitaman
Luka Bakar Wajah: Anoksia, efek karbon monoksida, efek sianida, peradangan lokal dan sistemik, obstruksi jalan napas,
dan infeksi berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan cedera inhalasi. Efeknya lebih jelas pada
mereka yang mengalami luka bakar kulit besar.
Gambar 1. Patogenesis Cedera Penghirupan Proses fisiologis dari cedera pernafasan adalah kompleks dan melibatkan
variabel dan tingkat keterpaparan langsung termal dan kimia lokal yang tidak dapat diprediksi, respon imun reaktif, efek
sistemik dari toksin yang terhirup, akumulasi puing-puing endobronkial, dan infeksi sekunder. Ditunjukkan jelaga jalan
nafas yang diamati pada pemeriksaan fisik, gambaran bronkoskopi diagnostik positif, gips endobronkial yang terkelupas,
dan pasien dengan cedera pernafasan.
Cedera Lokal
- Kerusakan termal langsung umumnya terbatas pada jalan napas supraglotis, kecuali dalam kasus yang jarang terjadi dari
penghirupan uap, seperti yang melibatkan penghirupan uap bertekanan di ruang teknik.
- Sebagian besar cedera yang terjadi di bawah glotis disebabkan oleh bahan kimia aerosol dan produk pembakaran yang
tidak sempurna.
- Jenis dan tingkat keparahan cedera ini sangat tidak dapat diprediksi, tergantung pada agen yang dilepaskan dan ukuran
partikel yang dihirup; partikel yang lebih kecil bergerak ke lokasi yang lebih distal di jalan napas sebelum pengendapan.
- Efek lokalnya meliputi iritasi, pengelupasan mukosa, spasme bronkus, peningkatan darah bronkial rendah, penipisan
surfaktan, dan inflamasi.
Inflamasi Sekunder
- Protein, respons inflamasi yang intens terhadap cedera inhalasi dapat terjadi, yang dapat menghasilkan spesies oksigen
reaktif lokal, menarik sel inflamasi, dan memicu pelepasan berbagai molekul dan sitokin inflamasi pro-inflamasi.5
- Efek paru lokal dari respon inflamasi termasuk bronkospasme dan vasospasme, bronkorea dan aliran darah alveolar,
eksudat bronkial dan pembentukan gips, dan ketidakcocokan ventilasi-perfusi.
- Efek sistemik menyebabkan peningkatan yang signifikan secara klinis dalam volume cairan resusitasi yang dibutuhkan
pada pasien dengan luka bakar kulit yang mengalami cedera pernafasan.6
Anoxia
- Oksidasi bahan yang mudah terbakar menghabiskan oksigen yang tersedia dengan cepat.
- Menghirup gas yang kekurangan oksigen dapat menyebabkan cedera otak hipoksia, yang diperlakukan seperti cedera
otak anoksik lainnya; hasil neuro-logika pengobatan bervariasi.
Paparan
- Sianida Gas hidrogen sianida dilepaskan dengan kombinasi sejumlah polimer sintetis dan mudah diserap melalui
penghirupan.
- Mirip dengan karboksihemoglobin, hidrogen sianida mengganggu pemanfaatan oksigen pada tingkat sitokrom dan
dianggap sebagai penyumbang kecil, bersama dengan keracunan anoksia dan karbon monoksida, hingga kematian dini
akibat cedera inhalasi akut.
- Keracunan sianida dikaitkan dengan asidosis persisten meskipun sebaliknya terjadi susitasi ulang yang berhasil.
- Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
- Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.
- Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.1
- Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil.
- Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis
bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi,
rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi
- Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan
panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) 1.
- Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostasis.
- Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh.
- Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 –3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –1,9 meter
persegi.
- Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.
- Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
- Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
- Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan
lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat 2.
- Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
- Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
- Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
- Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
- Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya
cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga.
- Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila
lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang.
- Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
- Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
- Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
- Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya.
- Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen.
- Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah.
- Pada keracunan yang berat terjadi koma.
- Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
- Setelah 12 –24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke
pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis
Sumber: James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
2. Mengapa pada pasien ditemukan dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati bulla?
Derajat luka bakar pada pasien?
Scenario:
Luka bakar pada wajah warna merah pucat, alis dan bulu hidung terbakar, suara serak, dan saat batuk dahak berwarna kehitaman
derajat II 4,5%
Dada seluruhnya berwarna merah, melepuh dan didapati bulla derajat II 18%
Lengan kiri gosong didapatkan escar melingkar dan bengkak, derajat III 9%
pasien merasakan nyeri dan kesemutan pada tangan kiri
4,5 + 18 + 9 = 31,5%
DERAJAT KEDALAMAN
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak
dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat,
yaitu sebagai berikut:
Sumber:
- M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006
- David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press, 2006
3. Apa yang terjadi ketika seseorang terperangkap dalam ruangan tertutup selama 1 jam pada kasus ledakan tabung gas?
Patofisiologi
- Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh panas dan zat kimia, atau akibat
intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri.
- Hasil pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai
di udara ( melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). 1
- Secara anatomi trauma dibedakan menjadi tiga kelas
- trauma panas yang terbatas pada struktur pernapasan atas kecuali pada kasus paparan panas jet.
- iritasi kimia local pada traktus respiratorius dan
- keracunan sistemik yaitu inhalasi dari karbon monoksida atau sianida.
1. Trauma panas pada struktur pernapasan atas.
- Temperature udara pada ruangan mencapai 1000F. Udara yang sangat panas biasanya menyebabkan trauma
hanya pada struktur pernapasan di atas karina atau daerah orofarings, karena konduktivitas udara yang buruk
dan tingginya jumlah pertukaran udara yang terjadi pada saluran udara bagian atas. Kerusakan yang terjadi
karena panas biasanya terbatas pada daerah orofarings. Trauma pada struktur penapasan ini menyebabkan
edema yang luas pada lidah, epiglottis, dan ariepiglotis dan terjadi obstruksi. 2,10
- Luka bakar pada wajah dan saluran pernapasan atas sering terjadi. Tapi biasanya terbatas pada mulut, glottis,
epiglottis pharing dan laring. Energi panas di dalam udara sangat rendah dan efisiensi pertukaran panas pada
traktus respiratorius sangat tinggi sehingga udara yang sangat paans didinginkan sebelum masuk ke laring.
Tapi dengan temperatur diatas 150c trauma panas laring menyebabkan spasme menyebabkan kesulitan
bernapas.
- Selain itu menghirup udara yang sangat panas bisa menyebabkan reflex henti jantung (inhibisi vagal).
- Secara histologis luka bakar pada saluran trakeobronkhial menunjukkan edema dan nekrosis koagulasi
superficial epitel, penonjolan glandula mukosa, fragmentasi dan penggumpalan eritrosit pada pembuluh darah
mukosa.edema submukosa dan mukosa hiperemis.
- Udara yang lembab dengan peningkatan kapasitas panas semakin besar kemungkinan menyebabkan luka bakar
pada paru-paru.
2. Trauma kimia pada saluran pernapasan.
- Iritasi dapat menyebaban cedera jaringan langsung, bronkospasme akut, dan aktivasi system respon inflmasi
tubuh.
- Leukosit diaktifkan dan / atau mediator humoral, seperti protanoids dan leukotrien, menghasilkan radikal
oksigen dan enzim proteolitik.
- Banyak zat ketika terbakar, menghasilkan materi racun pada traktrus respiratorius.
- Karet dan plastik yang terbakar menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen dioksida, ammonia dan klorin dengan
asam dan alkali yang kuat ketika dikombinasikan dengan air pada saluran pernapasan dan alveoli.
- Ammonia menghasilkan cedera alkali, sedangkan sulfur dioksida dan gas klor menyebabkan cedera asam,
bahan kimia lainnya bekerja melalui mekanisme yang berbeda, misalnya akrolein , sulfur dioksida, ammonia
dan hydrogen klorida menyebabkan cedera pada saluran napas atas.
- Zat dengan kelarutan menengah, seperti klorin dan isosianat, menyebabkan cedera saluran pernapasan baik atas
dan bawah.
- Fosgen dan oksida nitrogen memiliki kelarutan air rendah dan menyebabkan cedera parenkim difus.
- Perubahan histologis meyerupai trakeobronkhitis.
- Transport mukosiliar hancur dan bakteri pembersih berkurang. Atelektasis dan kolaps alveolar terjadi akibat
kehilangan surfaktan.
- Makrofag alveolar ditekan menjadi respon inflamasi dengan kemotaksin.
- Perubahan inflamasi awal diikuti oleh formasi eksudat yang difus.
- Edema bronchiolar bisa menjadi berat. Kombinasi dari bronchitis dengan nekrosis, edema bronchial, dan
bronkospasme menyebabkan obstruksi dari saluran pernapasan atas dan bawah.
- Wheezing terjadi pada edema bronchial dan stimulasi reseptor iritan.
- Peningkatan permeabilitas kapiler memperbesar saluran napas dan edema paru. 2,3,10
3. Keracunan Sistemik ( Inhalasi CO dan Sianida)
- Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengiritasi diproduksi oleh
pembakaran yang tidak komplit.
- Affinitas dari karbon monoksida terhadap hemoglobin adalan 200 kali lebih besar daripada oksigen.
- Co menyebabkan hipoksia jaringan dengan mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah.
- CO bersaing dengan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin yang yang menggeser kurva oksihemoglobin
ke kiri.
- CO menghambat system enzim sitokrom oksidase intraseluler, khususnya sitokrom p-450 menyebabkan
kegagalan system seluler menggunakan oksigen.
- Keracunan CO sumber morbiditas awal pada pasien luka bakar namun sulit untuk dideteksi.
Karboksihemoglobin level bisa diukur secara langsung tapi tes jarang terdapat di tempat kejadian, biasanya pada
kebakaran di ruang tertutup. 2,3,10
- Pembakaran plastic, poliuretan, wol, sutera, nilon, nitril, karet dan produk kertas dapat menyebabkan produksi
gas sianida (CN). Hal ini juga ditemukan berlimpah dalam makanan seperti singkong dan dalam apel, pir,
apricot, dan iji persik. Menghirup hydrogen sianida, yang diproduksi saat pembakaran dari materi rumah tangga
yang banyak, juga menghambat sitokrom oksidase dan mempunyai efek sinergis denga karbon monoksida
menyebabkan hipoksia jaringan dan asidosis serta penurunan konsumsi oksigen serebral. Kegagalan pernapasan
terjadi 12 sampai 48 jam setelah paparan iritan. 2,3,10
TEMUAN PADA KASUS TRAUMA INHALASI
Penemuan pada sesuatu trauma inhalasi tergantung kepada penyebab trauma inhalasi itu sendiri.
Trauma inhalasi asap dari kebakaran.
- Trauma inhalasi dari kebakaran terjadi apabila korban bernapas asap dari kebakaran itu. Asap adalah campuran
dari pertikel yang terbakar dan gas. Untuk memprediksi komposisi yang tepat dari asap yang dihasilkan oleh api
cukup sulit. Bahan yang terbakar, suhu api, dan jumlah oksigen di suatu ruangan semuanya factor yang
membedakan jenis asap yang dihasilkan. 4,5,6
- Hasil pemeriksaan pada kasus trauma inhalasi karena asap pada korban kebakaran hampir sama dengan hasil
pemeriksaan pada kasus-kasus keracunan CO dan CN. Dari pemeriksaan luar kita dapatkan gambaran “cherry-
red” yaitu tampaknya kemerahan pada kulit. Pada kasus kematian akibat kebakaran secara umum, bisa pula
didapatkan fraktur dari tulang dan laserasi pada jaringan yang diakibatkan karena panas. 4,5
- Pada pemeriksaan dalam, yang cukup khas dari kematian karena trauma inhalasi pada kebakaran yakni
ditemukannya jelaga pada daerah hidung (nostril) dan mulut, serta jelaga pada daerah laring, trakea serta
bronkus yang menandakan korban masih bernapas pada saat kebakaran terjadi. Namun, tidak ditemukannya
jelaga tidak menutup kemungkinan korban telah meninggal sebelum kebakaran terjadi.
- Cedera panas pada kasus kebakaran dapat pula menyebabkan edema pada larings/supraglotis yang
menyebabkan obstuksi.
- Selain itu dapat pula ditemukan edema paru yang disebabkan karena cedera pada permukaan endothelial epitel,
kolpasnya alveoli karena penurunan produksi surfaktan, serta cedera pada silia bronkus. 4
- Pada pemeriksaan selanjutnya, dapat pula dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya peningkatan
konsentrasi dari CO serta pemeriksaan toksikologi untuk pemeriksaan adanya kandungan alcohol ataupun obat-
obatan. 4
Trauma inhalasi karbon monooksida (CO)
- Temuan pada kematian karena CO cirri khasnya sangat jelas pada ras Kaukasian, kesan yang pertama kali
tampak pada tubuhnya yaitu orang tersebut kelihatannya sangat sehat.
- Corak kulit yang berwarna pink disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin, yang memiliki
cirri khas dengan tampilan “cherry-red” (merah cherry) atau pink terang yang dapat terlihat pada jaringan.
- Lebam mayat berwarna merah cherry mendukung diagnosis bahkan sebelum mengotopsi korban. Pada orang
kulit hitam, warna tersebut terutama tampak di konjungtiva, kuku dan mukosa bibir. Selain itu dapat pula
ditemukan bulla, dema, serta ulkus decubitus pada kulit. Dari pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan vesikel
pada lapisan epidermis dan lapisan dibawahnya, serta nekrosis dai kelenjar keringat. 6
- Dari pemeriksaan dalam ditemukan per mukaan serosa dari organ dan darah berwarna “cherry-red”.
- Fiksasi organ yang diperiksa dengan formalin akan berubah menjadi warna merah terang dalam kasus CO
asfiksia.
- Pada pemeriksaan jantung didapatkan nekrosis muskulus papillaris ataupun infark miocard.
- Sedangkan pada pemeriksaan ginjal dapat didapatkan degenerasi pada tubulus ginjal serta rhabdomyolysis
ditemukan sebagai efek langsung dari keracunan CO dan timbale.
- Dari pemeriksaan otak, dapat ditemukan nekrosis hemoragik dari ganglia basalais, perdarahan petekie yang
difus pada substansia alba, edema cerebral, serta hydrocephalus akut pada bayi. 4,8
Luka bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba .serta jaringan nekrotik dan eksudat
menjadi media pendukung .pertumbuhan mikroorganisme, sehingga berisiko terjadinya infeksi. .Semakin
luas luka bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).
Luka bakar biasanya steril pada saat cedera.
Panas yang menjadi .agen penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan..
Setelah minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, .sehingga membuat sepsis luka
bakar sebagai penyebab utama kematian .pada luka bakar.
Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka .tusukan, crush injury dan excoriation terkontaminasi pada
saat terjadi .trauma dan jarang menyebabkan sepsis secara systemic(Tiwari, 2012).
Gambar 2.2Skema Zona pada Respons Lokal Luka Bakar, Zona Statis dapat menjadi Zona Hiperemis jika
Resuscitation yang diberikan Adekuat (Kiri Bawah), atau Menjadi Zona Koagulasi jikaResuscitation yang diberikan
Tidak Adekuat (Kanan Bawah)
2) Sistem kardiovaskuler
- Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine, histamin, serotonin,
leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami injuri. Substansi–substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan.
- Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler.
- Injuri yang langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar
dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotic sel yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan
kekurangan volume cairan intravaskuler.
- Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler.
- Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan terjadinya hipovolemia
relatif, yang mengawali turunnya kardiac output.
- Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler.
- Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal.
- Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari
adalah 350 ml.
- Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali
dengan cairan intravena maka terjadi shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar
yang luas dapat terjadi.
- Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai keadaan
normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri.
- Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-
kira 24 jam setelah luka bakar.
- Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi
normal.
- Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu
injuri.
- Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3) Sistem Renal dan Gastrointestinal
- Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration
rate), yang menyebabkan oliguri.
- Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan
disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
- Kerusakan jaringan pelepasan mioglobin dan hemoglobin hemokromogen (urin merah tua) pengendapan
hemokromogen di tubulus proksimal ginjal gagal ginjal akut
4) Sistem Imun
- Fungsi sistem immune mengalami depresi.
- Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas
complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutrophil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas.
- Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup
klien.
- Luka bakar dapat memicu ketidakseimbangan sistem imun pada tubuh manusia.
- Fungsi limfosit normal dapat tertekan oleh karena luka bakar.
- Leukosit normal menunjukan berkurangnya kemotaksis leukosit dan peningkatan superoksida ketika di
inkubasi pada serum luka bakar.
- Sebagai tambahan, serum luka bakar mengandung inhibitor konversi C3 yang akan membawa kepada
penurunan opsonisasi dan fungsi PMN.
- Luka bakar juga menghasilkan toksin yang dapat membawa kepada kondisi immunosupresi.
- Perubahan hormonal pada luka bakar menimbulkan perubahan fungsi metabolik dari berbagai macam sel –
sel pada sistem imun.
- Inhibitor eksogen lainnya seperti endotoksin dan regulator endogen seperti prostaglandin terdapat dalam
serum pasien luka bakar. Substansi –substansi tersebut menyebabkan penekanan pada fungsi imun normal.
- Immunoglobulin merupakan sistem imun yang bertugas melawan infeksi mikroorganisme yang dihasilkan
setelah limfosit B teraktivasi. Immunoglobluin seperti IgG, IgM dan IgA mempunyai aktivitas antibodidi yang
signifikan terhadap mikroorganisme.
- Pada minggu pertama setelah terjadinya luka bakar, semua jenis immunoglobulin menurun namun
kembali normal pada minggu kedua.
- Pada luka bakar juga terdapat penurunan alfa-makroglobulin. Protein ini merupakan protease inhibitor yang
berfungsi membatasi kerusakan jaringan karena pengeluaran enzim proteolitik oleh neutrophil respon
inflamasi. Sebagai tambahan alfa-makroglobulin berkaitan dengan perkembangan limfosit
Serum Albumin
- Albumin merupakan suatu protein utama yang di sintesis oleh hepar dan memiliki beberapa fungsi salah
satunya adalah menjaga tekanan onkotik koloid plasma dalam keadaan normal dan membawa substansi –
substansi seperti, hormon, asam lemak, dan obat –obatan.
- Inflamasi dapat menyebabkan penurunan serum albumin seperti pada pasien luka bakar.23
- Keadaan hipoalbuminemia pada luka bakar merupakan akibat dari resusitasi cairan dan meningkatnya
permeabilitas vaskuler pada luka bakar yang memungkinkan berpindahnya eksudat –eksudat beserta
protein –protein yang ada di dalamnya.
- Semakin luas luka bakar yang di alami, semakin rendah kadar albumin dalam serum.24
Puteri AM, Sukasah CL.Presentasi Kasus: Luka Bakar.Jakarta :DepartemenBedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ;2009.
5) Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.
a. Smoke Inhalation.
o Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan denganinjuri akibat
jilatan api.
o Kejadian injuri inhalasi inidiperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
o Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang mengenai wajah,
kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong,
agitasi atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara
serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk.
o Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
o Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau
gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
o CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar tidak
sempurna.
o Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
o Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan
dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb).
o Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan
pengantaran oksigen dalam darah.
o Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi dari
keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 1)
LUKA BAKAR
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar, dikenal beberapa formula sebagai berikut :
a. Evans Formula
• Luas luka bakar (%) x BB (kg) = ml RL per 24 jam
• Luas luka bakar (%) x BB (kg) = ml plasma per 24 jam
• Ditambah 2000 ml glukosa 5% per 24 jam
• 24 jam = sejak terjadi luka bakar
Contoh:
• BB 40 kg, luka bakar 15%. Datang 2 jam setelah kejadian
• RL : 40 x 15 = 600 cc
• Plasma : 40 x 15 = 600 cc
• Dextrose 5% 2000 cc
• Total = 600+600+2000= 3200 (dibagi 2 dosis)
• 6 jam (karena datang 2 jam 8-2 = 6 jam) pertama cairan 1600 cc
• 18 jam berikutnya cairan 1600 cc
b. Brooke Formula
c. Parkland Formula baxter formula
d. Monafo Formula
BAXTER FORMULA
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x Berat Badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3
2 cc x Berat Badan x % luas luka bakar + kebutuhan Faali
Dengan :
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ jumlah cairan lainnya diberikan 16 jam berikutnya
Dimana :
Kebutuhan Faali anak
<1 tahun = berat badan x 100 cc
1-3 tahun = berat badan x 75 cc
3-5 tahun = berat badan x 50 cc
MENGHITUNG TETESAN CAIRAN INFUS
Untuk mengetahui jumlah tetesan per menit (TPM) cairan infus yang akan diberikan pada pasien, terlebih dahulu kita
mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan, lama pemberian, dan faktor tetes tiap infus (berbeda tiap merk, contoh
merk otsuka sebanyak 15 tetes/menit, sementara merk terumo sebanyak 20 tetes/menit).
Contoh :
Pasien A bermaksud diberikan cairan NaCl 0,9% sebanyak 250 cc dalam 2 jam. Diketahui faktor tetes infusan adalah 15
tetes / menit. Jumlah tetesan per menit (TPM) adalah.
TPM = 250 x 15 / (2 x 60)
= 31.25 tetes
= 32 tetes permenit
ILUSTRASI KASUS
KASUS 1 :
Seorang pria datang diantar kedua temannya, karena terdapat luka bakar disekujur tubuhnya akibat tersiram air panas.
Pasien masih sadar, dan dapat berbicara dengan jelas. Pada pemeriksaan fisik : BB 55 kg, pada luka terdapat bula, bagian
dermis terlihat pucat, nyeri. Luas Luka Bakar : 18% di daerah paha kanan dan paha kiri. Diagnosa : Luka Bakar
Derajat 2 dengn luas 18% (derajat sedang)
Penatalaksanaan:
1. Rawat Inap
2. Pemberian kassa basah pada daerah luka
3. Pemberian antibiotik
4. Pemberian cairanRumus Bexter
Kateter urin
Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator
yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan
Output urin dipertahankan
– dewasa: 0,5-1 ml / kg / jam
– anak-anak: 1 ml / kg / jam (kisaran 0,5 - 2 ml)
• Haemoglobinuria
– Cedera otot pelepasan mioglobin dan hemoglobin hemokromogen mewarnai urin Gagal Ginjal Akut
• meningkatkan output urin menjadi 2 ml / kg / jam
• pertimbangkan dosis tunggal Mannitol 12,5 g selama 1 jam
• Apabila urine output tidak adekuat (Baxter Formula)
Bolus 5-10 ml/kgBB kristaloid atau pada jam selanjutnya dosis cairan dinaikkan 150 % dari perhitungan awal
Pada 24 jam berikutnya cairan koloid dapat diberikan untuk mempertahankan volume intravascular menggunakan
formula :0,5 ml dari albumin 5%x KgBBx % luka bakar
• Pengobatan myoglobinuria:
a. Tingkatkan keluaran urin> 2 ml / kg BB / jam
b. Manitol dosis tunggal 100% 12,5 gr iv selama 1 jam dan amati responnya
Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi,
penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada perawatan
penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn
keadaan penderita. Monitoring penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama
resusitasi (0-72 jam pertama) dan pos resustasi.
Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan karena
beberapa hal berikut :
1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah
besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah
(cairan, darah / pembuluh darah). Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat
yang ditimbulkan oleh resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik
(otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal, dan sebagai
berikut).
2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.
3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan luasnya. Hal ini di
sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di sepanjang bagian tubuh yang dialiri
listrik (trombosis, akulasi kapiler)
PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT
A. PRIMARY SURVEY
a. Airway – cervical spine.
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil
e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.
B. SECOUNDARY SURVEY
1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
2. Pakaian dan perhiasan dibuka
a. Periksa titik kontak
b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.
c. Pemeriksaan neurologist
d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.
e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.
C. RESUSITASI
1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka bakar.
2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output dipertahankan antara 75-100
cc/jam sampai tampak menjadi jernih.
3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0
4. Monitor jarang dipergunakan.
D. CARDIAC MONITORING
1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.
2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac Live Support.
III. MONITORING POST RESUSITASI (72 jam
pascatrauma)
Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi observasi klinis dan
data pemeriksaan laboratorium yaitu :
1. Cairan – elektrolit
2. Keadaan luka bakarnya
3. Kondisi potensial infeksi
4. Status nutrisi / gizi
Sumber:
- MANUAL CSL PERHITUNGAN CAIRAN INFUS, Disusun Oleh : dr. Audia Nizhma Nabila K., M.
BiomedFakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta2018
- Haberal, M., Abali, A. E., & Karakayali, H. (2010). Fluid management in major burn injuries. Indian Journal of
Plastic Surgery, 43(3), 29. doi:10.4103/0970-0358.70715
5. Bagaimana cara menghitung luas luka bakar berdasarkan lund and browder dan Wallace ?
Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi Rule of nine, Lund and Browder dan hand palm.
Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar
(Gurnida dan Lilisari, 2011).
1) Metode rule of nine
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili
9% kecuali daerah genitalia 1%. Metode ini adalah metode yang baik dan cepat untuk menilai luka bakar
menengah dan berat pada penderita yang berusia diatas 10 tahun. Tubuh dibagi menjadi area 9%. Metode ini tidak
akurat pada anak karena adanya perbedaan proporsi tubuh anak dengan dewasa.
2) Metode Hand Palm
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien (termasuk jari tangan ) adalah sekitar 1% total
luas permukaan tubuh. Metode ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil (Gurnida dan Lilisari, 2011).
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 %
dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and
Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
6. Bagaimana interpretasi dari setelah 30 menit produksi urin hanya 5 cc dan berwarna kuning kemerahan?
- Ketidak-normalan fungsi ginjal terlihat pada penderita luka bakar,terutama berhubungan dengan perubahan
volume sirkulasi plasma dan curah jantung.
- Walaupun penurunan aliran plasma ginjal yang lama dapat menimbulkan curah yang tinggi atau kegagalan
ginjal oligouria pada penderita luka bakar, resusitasi cairan yang tepat waktu dan cukup besar dapat
menghilangkan keadaan ini.
- Respon tubuh saat terjadi luka bakar pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR
(glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri.
- Kerusakan jaringan pelepasan mioglobin dan hemoglobin hemokromogen (urin merah tua) pengendapan
hemokromogen di tubulus proksimal ginjal gagal ginjal akut
- Gagal ginjal dapat terjadi karena hipoperfusi ginjal, hemoglobinuria, myoglobinuria atau sepsi.
Penurunan volume urin mengakibatkan pertanda awal gagal ginjal akut yang diikuti dengan peningkatan serum
kreatinin dan urea
Sumber:
Moenajat, Yefta.Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta : FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 200314.
Puteri AM, Sukasah CL.Presentasi Kasus: Luka Bakar.Jakarta :DepartemenBedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ;2009.
i. Luka bakar khusus
Luka bakar listrik
Tubuh penghantar listrik yang baik kerusakan akibat serangan listrik lebih hebat dari yang kelihatan
dari luar
Kejang otot akibat aliran listrik henti nafas (pada otot pernafasan) dan fraktur
Kerusakan otot mioglobinuria gagal ginjal akut
Jika ada mioglobinuria infus manitol 25 gram diulangi dengan dosis separuhnya bila belum membantu
diuresis
Ganggu kerja listrik jantung fibrilasi ventrikel
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus “rule of
nine”yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang, dan bokong, ekstermitasatas kanan atau kiri, paha
kanan atau kiri, tungkaidan kaki kanan atau kiri masing-masing mewakili luas 9%, dan sisanya telapak
tangan dan genetalia mewakili luas 1%. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif kepala
anak lebih besar. Dikenal rumus10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak. Pada anak-anak, kepala dan leher
mewakili luas 15%, badan depan dan belakang masing-masing mewakili luas 20%, ekstremitas atas masing-
masing mewakili luas 10%, dan ekstremitas bawah masing-masing mewakili luas 15% (Sjamsuhidajat, 2013
KLASIFIKASI BERATNYA LUKA BAKAR
2) Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas
luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia. Berikut ini akan
dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 5 kategori yang didasarkan pada elemen kulit yang
rusak, meliputi :
6)Superfisial (derajat 1)
7)Superfisial –Kedalaman Partial (Partial Thickness)
8)Dalam –Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness)
9)Kedalaman Penuh (Full Thickness)
10) Subdermal
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
4)rule of nine,
5)Lundand Browder, dan
6)hand palm.
c. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran
luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar. Metoderule of ninemulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian
mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1).
Kemudian berdasarkan luas luka bakar,dibawah ini adalah kriteria menurut American Burn Association :
A. Luka Bakar Ringan (Minor)
- Luka bakar dengan luas permukaan <15%/10% pada anak -anak daerah permukaan tubuh (Body Surface
Area/BSA), kulit tampak agak menonjol
- Luka denganseluruh ketebalan kulitdengan luas permukaan <2% daerah permukaan tubuh (BSA) tetapi
luka tidak mengenai daerah wajah, mata, telinga atau perineum)
B. Luka Bakar Sedang (Moderate)
- Luka yang mengenai sebagian ketebalan kulit di bawah 15-20% daerah permukaan tubuh (BSA) atau 10-
20% pada anak –anak•Luka yang mengenai seluruh ketebalan kulit 2-10% daerah permukaan tubuh
(BSA) tetapi luka tidak mengenai daerah wajah, mata, telinga atau perineum)C.Luka Bakar Berat
(Major)
- Luka yang mengenai sebagian ketebalan kulit lebih dari 25% daerah permukaan tubuh (BSA) atau 20%
pada anak –anak.
- Luka yang mengenai seluruh ketebalan kulit lebih dari 10% daerah permukaan tubuh (BSA)•Semua
luka bakar yang mengenai daerah wajah, mata, telinga atau perineum
- Luka bakar karena sengatan listrik
- Luka bakar inhalasi
- Luka bakar yang disebabkan oleh trauma jaringan berat
- Semua pasien dengan resiko buruk
Setelahdijabarkan kedua kriteria di atas, pada penelitian ini menggunakan catatan medic maka lebih tepat menggunakan
kriteria dari ABA karena pada kriteria WHO cenderung lebih subjektif karena melihat bentuk luka bakar dan
kedalamannya sedangakan pada kriteria ABA lebih objektif karena melihat dari luas luka bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkanluas luka bakardanderajat lukabakarnya, danharus objektif.5Patokanyang
masih dipakai dan diterima luas adalahmengikutiRules of Ninesdari Wallace. Luka bakar yang terjadi pada daerah muka
danleher jauh lebih berbahaya daripada luka bakar di tungkai bawah, kita mesti sangatwaspada terhadap timbulnya
obstruksi jalan napas
Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak akibat luka bakar tersebut, luka bakardapat diklasifikasikan menjadiderajat I,
II, III dan IV.7Pada luka bakar derajat 1(superficial burn), kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan
tampakkemerahan, tidak ada bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak akan menimbulkanjaringan parut setelah
sembuh. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn) mengenaisebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan semua
epidermis dan sebagian dermis.Pada kulit akan ada bulla, sedikit oedem, dan nyeri berat.Pada luka bakar derajat 3
(fullthickness burn), kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada nekrosis. Lesitampak putih dankulit
kehilangan sensasi rasa, dan akan menimbulkan jaringan parutsetelah luka sembuh. Luka bakar derajat 4disebutcharring
injury.Pada luka bakar inikulit tampak hitam seperti arang karena terbakarnya jaringan. Terjadi kerusakan seluruhkulit dan
jaringan subkutan begitu juga pada tulang akan gosong.Beratnya luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang
terkenadandapatdikategorikan menjadi 3 yaituringan, sedang dan berat.17Disebut ringanjika terdapatluka bakar derajat
Iseluas <15% atau derajat II seluas <2%. Luka bakar sedang adalahluka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II
seluas 5-10%. Luka bakar berat merupakanluka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%
ataumengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin/persendian sekitar ketiak atau akibat listriktegangan tinggi (>1000V)
atau dengan komplikasi patah tulang/kerusakan jaringanlunak/gangguan jalan nafas
Sumber: 17.James A.B.Medical Science of Burning, First Edition. Australia : MelbourneUniversity Press; 1990.18
Sumber: Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
Rehabilitasi
Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, atrofi, kelemahan otot,
kontraktur, perubahan penampilan, gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), gangguan ambulasi, parut hipertrofik,
dan masalah psikososial, yang apabila tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan disabilitas. Tata laksana Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar bertujuan untuk mencapai pemulihan fungsional semaksimal mungkin,
mencegah disabilitas sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen. Penentuan target tata laksana
KFR ditentukan berdasarkan ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi kedalaman luka di tingkat kutan dan
subkutan, kedalaman luka di tingkat otot dan tendon dengan prognosis pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat otot
dan tendon dengan prognosis pemulihan buruk.
Program tata laksana KFR diberikan sedini mungkin setelah hemodinamik stabil dimulai sejak fase akut. Pemberian
modalitas fisik dan terapi latihan harus memperhatikan indikasi dan kontraindikasi. Oleh karena itu, sebelum diberikan
program tata laksana KFR diperlukan asesmen komprehensif dan uji fungsi, termasuk pemeriksaan penunjang medik untuk
menegakkan diagnosis fungsional berdasarkan ICF (international classification of functioning, disability and health). Selain
itu juga memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi dan ada tidaknya komorbid yang menyertai. Program tata laksana KFR
pada fase awal meliputi pemberian anti-nyeri yang disesuaikan dengan step ladder WHO, kontrol terhadap terjadinya edema,
mempertahankan dan memelihara mobilitas sendi dan kulit, mempertahankan dan memelihara kekuatan dan daya tahan otot
serta memotivasi keterlibatan pasien dan keluarga.
Fokus dalam program tata laksana KFR pada luka bakar
a. Atrofi otot dan berkurangnya kekuatan, ketahanan, keseimbangan dan koordinasi otot akibat imobilisasi.
b. Berkurangnya Lingkup Gerak Sendi (LGS) akibat deposisi jaringan fibrosa dan adhesi jaringan lunak di sekitar
sendi akibat imobilisasi.
c. Ankilosis dan deformitas akibat parut hipertrofik atau kontraksi jaringan lunak seperti jaringan parut, tendon,
kapsul sendi dan otot akibat imobilisasi.
d. Rekondisi kardiorespirasi, pneumonia hipostatik, trombosis vena dalam (DVT) dan ulkus dekubitus akibat
imobilisasi.
e. Terapi adjuvan untuk membantu penyembuhan luka bakar, kontrol infeksi luka dan edema ekstremitas.
f. Terapi adjuvan untuk memperbaiki gejala akibat jaringan parut dan luka seperti parestesia dan nyeri.
g. Penurunan kemampuan dalam melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), belajar dan bekerja akibat luka
bakar
h. Tindak lanjut dalam pelayanan rawat jalan setelah pasien keluar dari rumah sakit.
(Tulaar ABM, Wahyuni LK. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Perdosri. Jakarta. 2016)
3) Splinting
Peresepan splint diberikan oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (SpKFR).
Splint dirancang untuk membantu mempertahankan posisi fungsional atau anti kontraktur dari bagian tubuh yang
cedera dan dapat diberikan sejak fase awal.
Pada kasus yang sulit untuk dilakukan posisioning, yaitu pada geriatri, anak, atau pasien yang tidak kooperatif,
maka diperlukan tindakan splinting.
Pemasangan splinting biasanya dilakukan bila pasien memiliki luka bakar deep partial atau full thickness untuk
mengurangi risiko terjadinya edema dan kontraktur.
Splinting tidak diperlukan pada kasus dengan lingkup gerak sendi normal.
Splinting diperlukan pada luka bakar yang mengenai tendon, untuk mencegah agar tendon tidak ruptur dan
melindungi sendi yang terkena.
Perlu diwaspadai terjadinya deformitas yang diakibatkan oleh penggunaan splinting dalam waktu lama, sehingga
sangat perlu dilakukan evaluasi rutin lingkup gerak sendi. Beberapa jenis splint yang sering digunakan pada kasus
luka bakar adalah :
- Resting hand splints
- Dorsiflexion splints
- Knee-extension dorsiflexion splints
- Elbow extension splints
- Serial plaster of Paris casting (diganti setiap 3 hari: untuk anak atau pasien yang tidak dapat menerima splinting)
- Transparant face mask (untuk tandur kulit awal atau fase awal luka)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan material splinting yaitu tidak menyebabkan nyeri,
membantu aktivitas fungsional pasien, memperhatikan sisi kosmetik, mudah untuk digunakan dan dilepas, bahan
material ringan, bisa dikonstruksi dan mampu memberikan ventilasi terutama pada pasien dengan luka bakar
terbuka.
Pemasangan splint biasanya dilakukan bila pasien mengalami luka bakar deep partial atau full thickness yang
bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya edema dan kontraktur. Menurut ISBI Guideline, pemasangan
splinting pada pasien luka bakar memiliki beberapa tujuan yang dapat dilihat pada Tabel 17.
Gambar 16. Functional Splint. Gambar dikutip dari (Tulaar ABM, Wahyuni LK. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Perdosri. Jakarta. 2016. p.435)
Dalam pemasangan splint diperlukan monitor dan evaluasi untuk melihat kondisi abnormalisasi kulit dan penekanan saraf
pada sekitar sendi. Sebagai contoh, nervus peroneus di bawah caput fibula sering mengalami penekanan akibat
pemasangan splint yang tidak tepat dan mengakibatkan drop foot permanen. Setelah pemasangan splint, pasien harus
diberikan edukasi mengenai bagaimana, kapan dan hingga berapa lama pasien harus mengenakan splint serta cara
membersihkan dan merawat splint.
1) Terapi latihan
Terapi latihan merupakan strategi yang paling penting dan mendasar dalam kedokteran fisik dan rehabilitasi yang meliputi
latihan aktif dan pasif. Program latihan harus dibuat dengan perencanaan yang tepat untuk meminimalisasi cedera dan
memastikan efek terapi yang dilakukan. Terapi latihan ini meliputi :
a) latihan untuk mempertahankan Lingkup Gerak Sendi (LGS)
b) latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
c) latihan untuk meningkatkan ketahanan otot dan kardiorespirasi
d) latihan untuk koordinasi
e) latihan untuk memulihkan keseimbangan
f) latihan ambulasi
g) latihan untuk memulihkan fungsi AKS
Pemberian peresepan terapi latihan harus disesuaikan dengan kondisi tertentu pada pasien meliputi :
a) Tanda vital tidak stabil dan terdapat kondisi yang mengancam nyawa
b) Adanya tanda-tanda infeksi pada area yang akan dilatih
c) Terapi latihan dapat menimbulkan kerusakan jaringan lebih lanjut bila terdapat nekrosis, luka terbuka dengan
pembuluh darah yang terpapar, trombosis vena dalam (DVT) dan fraktur
d) Imobilisasi diperlukan pada area kulit yang dilakukan grafting, fiksasi fraktur, atau alasan lainnya
e) Jika pasien memiliki gangguan psikologis yang signifikan atau tidak sadar, terapi latihan aktif tidak memungkinkan
untuk dilakukan.
- Terapi latihan dapat dimulai dari sendi-sendi mayor (baik yang terkena atau yang tidak terkena luka bakar) dengan
latihan lingkup gerak sendi pasif, aktif-asistif hingga aktif.
- Terapi latihan dapat dimulai sejak 5-7 hari setelah skin graft (atau sesuai saran dokter bedah) berupa latihan lingkup
gerak sendi pasif hingga aktif dengan kehati-hatian untuk melindungi graft pada regio resipien.
- Pada sendi yang tidak terkena, latihan dilakukan segera setelah operasi.
- Latihan mobilisasi dan ambulasi dapat segera dilakukan pada regio yang tidak dilakukan skin graft.
- Apabila dilakukan allograft atau xenograft, latihan lingkup gerak sendi pasif hingga aktif dapat dilakukan sejak hari
pertama pascabedah.
- Bandage ataupun splint dapat digunakan untuk imobiliasi graft sesuai waktu yang disarankan oleh dokter.
- Sedangkan pada pasien yang menjalani prosedur sheet autografting, terapi latihan dapat dimulai 5-7 hari pascabedah,
dengan latihan lingkup gerak sendi sesuai toleransi pasien.
- Latihan pada regio donor dapat dilakukan sejak dini pascabedah setelah kondisi hemodinamik stabil (bila
memungkinkan, pada hari pertama pascabedah).
- Terapi latihan yang diberikan berupa latihan lingkup gerak sendi aktif dan/atau pasif.
- Apabila regio donor terletak pada ekstremitas bawah, tahapan mobilisasi ke arah duduk dan ambulasi berjalan diberikan
dengan bantuan dan penuh kehati-hatian pada regio resipien.
- Latihan peregangan (stretching) yang dilakukan secara gentle sangat efektif untuk mencegah terjadinya kontraktur
pada kulit dan sendi. Sebelum dilakukan latihan, perlu dipastikan bahwa area yang akan dilatih dapat terlihat dan telah
dibersihkan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya cedera pada jaringan luka bakar.
- Latihan stretching dilakukan 3 kali sehari dan di luar waktu tersebut pasien tetap melakukan latihan secara mandiri.
Adanya tindakan escharotomy, heterograft, synthetic dressing, tangential excision bukan merupakan kontraindikasi
dilakukan terapi latihan. Namun pada tindakan autograft dan homograft, terapi latihan pada sendi proksimal dan distal
perlu ditunda selama 3 hari. Pada keadaan akut diperlukan mobilisasi trunk untuk mencegah terjadinya “postur robot”
dengan latihan abduksi horizontal pada bahu. Setiap bagian tubuh yang mengalami luka bakar perlu dilakukan latihan
secara khusus dan spesifik. Latihan peregangan dapat didahului dengan latihan lingkup gerak sendi. Latihan pregangan
dliakukan hingga kulit tampak "blanches" dan dapat mengunakan alat bantu latihan seperti pulleys dan beban. Pemberian
obat anti nyeri sebelum terapi latihan sangat membantu keberhasilan latihan peregangan.
- Latihan penguatan dapat berupa latihan beban dan latihan sirkuit. Dalam melakukan latihan ketahanan perlu
memperhatikan kondisi fungsi kardiorespirasi. Latihan penguatan dan ketahanan otot diberikan tidak hanya pada sisi
yang sakit, tetapi juga diberikan pada sisi yang sehat. Pemberian latihan ini bertujuan untuk mempertahankan trofi otot
dan persiapan ambulasi.
- Latihan ambulasi perlu dilakukan sejak dini untuk menjaga keseimbangan, membantu pemulihan fungsi ekstremitas
bawah, mengurangi risiko DVT dan meningkatkan self well-being. Pada ekstermitas bawah yang mendapat skin-graft
tidak diperbolehkan dalam posisi menggantung sebelum 10 hari pascabedah dan diperlukan elastic bandage dan
stockings saat latihan ambulasi. Elastic bandage bertujuan untuk mencegah stasis vena, edema, mengurangi risiko trauma
dan mengurangi nyeri. Latihan ambulasi dilakukan dengan atau tanpa alat bantu berjalan. Salah satu alat bantu berjalan
yang dapat digunakan adalah walker yang digunakan pada pasien dengan luka bakar ekstremitas bawah. Pasien luka
bakar pada ekstremitas bawah dengan deformitas pada kaki, perlu menggunakan sepatu khusus (seperti modified insole)
untuk membantu ambulasi berjalan.
Terapi latihan lainnya yang dapat diberikan pada pasien dengan luka bakar adalah hidroterapi. Hidroterapi dilakukan untuk
memfasilitasi latihan di air dan membantu pembersihan luka (debridement), mengurangi nyeri, memperbaiki lingkup gerak
sendi dan fungsi kardiopulmonar pasien dengan memperhatikan kondisi dan situasi spesifik masing-masing pasien. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a) Hidroterapi dilakukan didalam Hubbard tank (kolam khusus)
b) Seluruh proses diawasi oleh tenaga kesehatan
c) Pasien dengan luka terbuka harus diperlakukan dengan sangat hati-hati untuk mencegah infeksi silang ataupun
memperburuk luka atau kondisi umum pasien
d) Pasien dengan tanda vital yang tidak stabil atau dalam kondisi infeksi tidak boleh menjalani hidroterapi.
d. Komplikasi
1) Kontraktur
- Kontraksi adalah proses penyembuhan fisiologis normal yang terjadi pada margin luka dan mengurangi ukuran akhir
dari luka.
- Sementara kontraktur merupakan efek patologis jaringan parut yang mungkin timbul dari proses penyembuhan luka.
- Luka Bakar menyebabkan kehilangan jaringan, menyembuhkan luka dengan kontraksi dan dapat menghasilkan
kontraktur.
- Kontraktur dapat berupa intrinsik atau ekstrinsik.
- Pada kondisi lanjut, kontraktur dapat menyebabkan deformitas yang memerlukan pembebasan kulit dengan graft
atau flap.
- Kontraktur menyebabkan disabilitas dan gangguan fungsional.
- Kontraktur yang terjadi pada daerah ekstremitas atas dapat mempengaruhi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari.
- Deformitas kontraktur harus ditangani dengan kehati-hatian, dan diperlukan asesmen yang komprehensif serta uji
fungsi, termasuk pemeriksaan penunjang medik sehingga diagnosis fungsional dapat ditegakkan berdasarkan ICF.
Tata laksana kedokteran fisik dan rehabilitasi (KFR) pada kontraktur
- Program tata laksana KFR untuk mencegah terjadinya kontraktur dapat berupa positioning anti kontraktur,
pemberian splint, serial casting, modalitas fisik (seperti ultrasound diathermy, gel silikon, iontophoresis) serta terapi
latihan yang dilakukan secara regular dan teratur.
- Pencegahan kontraktur didasarkan pada prinsip elongasi jaringan.
- Pasien dengan luka bakar cenderung akan mempertahankan posisi yang nyaman dan tidak teregang untuk
menghindari rasa nyeri, namun posisi yang nyaman tersebut sesungguhnya merupakan posisi yang dapat
menimbulkan kontraktur.
- Posisi tersebut umumnya adalah fleksi dan aduksi, sehingga posisi ekstensi dan abduksi diindikasikan untuk
melawan posisi nyaman pasien.
- Dokter harus meresepkan posisi berdasarkan lokasi cedera dan arah kontraktur.
- Sendi dengan luka bakar yang dalam harus diposisikan pada elongasi jaringan.
- Kontraktur tidak hanya terbatas pada sendi, area lain seperti jaringan lunak pada bibir dan mulut juga memerlukan
peregangan, terapi latihan dan modalitas fisik untuk mempertahankan panjang dan fungsi jaringan.
2) Jaringan parut, parut hipertrofik, dan keloid jaringan parut
- Area predileksi terjadinya jaringan parut yaitu leher, sternal dan dada.
- Pembentukan jaringan parut akan meningkat apabila proses penyembuhan lebih dari 2 minggu sejak terjadinya luka
bakar.
- Jaringan parut muncul dalam beberapa bulan pertama setelah luka bakar, setelah itu perkembangannya mengalami
akselerasi dengan puncaknya sekitar 6 bulan dan akan stabil atau berkurang atau ‘matur’ sekitar 12-18 bulan setelah
terjadinya luka bakar.
- Jaringan parut yang aktif tampak kemerahan, menonjol (lebih tinggi dari area sekitarnya), kaku, nyeri seiring dengan
adanya neovaskularisasi.
Parut hipertrofik dan keloid
- Parut hipertrofi adalah pertumbuhan jaringan parut yang berlebihan yang tidak melebihi batas luka aslinya.
- Etiologinya dikaitkan dengan penyembuhan luka yang tidak normal dan epitelisasi yang lama sebagai akibat
penanganan yang tidak memadai sejak awal.
- Tanda yang terlihat adalah tampak parut yang menebal, tidak rata, lebih gelap dan dapat menimbulkan gangguan
kepercayaan diri pada pasien.
- Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh melebihi area luka pada kulit yang menyembuh dengan predileksi pada
area deltoid, sternum, punggung dan telinga.
- Parut hipertrofik dan keloid pasca luka bakar merupakan masalah mayor yang masih sulit untuk diatasi pada kasus
luka bakar.
- Biasanya luka yang hiperemis mulai kembali normal sekitar 9 minggu setelah terjadinya cedera.
- Pada luka yang memiliki kecenderungan menjadi hipertrofik, pembentukan pembuluh darah baru akan meningkat
yang menyebabkan eritema dan kontraksi sehingga terbentuk hipertrofi.
- Perbedaan parut hipertrofik dan keloid dapat dilihat dari Tabel di bawah ini.
Sumber: KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/555/2019
TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA BAKAR
Sesak napas karena apa?
Mikroglobuminuria/edem laring resiko kematiannya bagaimana?
Pasien perlu trakeostomi atau tidak?
I. Evaluasi Pertama (Triage)
A. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau
diperlukan segera lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan volume sirkulasi
B. Pemeriksaan fisik keseluruhan.
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar,
penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya
internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine.
C. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga
kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta
ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.
D. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan.
- Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka bakarnya.
- Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)
II. Penanganan di Ruang Emergency
1) Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.
2) Bebaskan pakaian yang terbakar.
3) Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adnya trauma lain yang menyertai.
4) Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang endotracheal tube.
Traheostomy hanya bila ada indikasi.
5) Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasangan scalp vein. Diberikan
cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak di atas 2
tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.
6) Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
7) Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten pengisapan.
8) Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara intramuskuler.
9) Timbang berat badan
10) Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila penderita tidak
mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
11) Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci debridement dan di disinfektsi
dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD)
sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita
dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30
12) Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar)dengan teknik eksisi tangensial
berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi
dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena
stewing.
13) Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan dimana didapatkan
kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara
persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam
pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan
definitive penutup luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh dalam waktu 2
minggu dengan diameter>3cm.
Resusitasi Cairan
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula
berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Parkland Formula
- Modifikasi Formula
- Monafo Formula
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan = D5 2000 cc
Hari I 8 jam X ½
16 jam X ½
Hari II ½ hari I
Hari ke III hari ke II
Ada 2:
Di tempat kejadian :
Matikan api dg memutuskan hubungan dengan oksigen, tutupi penderita dg selimut/handuk/sprei/karung
Perhatikan KU penderita
Pendinginan :
a) Buka pakaian pnderita
b) Rendam dg air (12-18 derajat celcius) mengalir 20-30 mnt,bagian wajah dikompres
c) Jk disebabkan zat kimia,gunakan nacl (u/ zat korosif)
Mencegah infeksi
a) Tutup luka dg perban
b) Ditutup kain bersih
c) Jg beri zat yg tdk larut dalam air ,spt mentega,minyak,odol
d) Rujuk ke puskesmas terdekat
Di RS :
a) Airway
Trauma inhalasipasang ET
b) Breathing
c) Pemberian cairan iv,tergantung dr luas luka bakar sesuai dg rumus (evans dan baxter atau parkland)
d) Antibiotik,nutrisi dan obat lain
e) Penanganan local
f) Perawatan luka bakar diseluruh dunia dibagi dalam dua kriteria besar:
A. Perawatan Luka Bakar secara Terbuka.
Perawatan secara terbuka dilakukan dengan tidak menutup luka bakar tersebut. Perawatan secara terbuka ini
kurang sesuai untuk kondisi di Indonesia, karena tingginya kelembaban udara memudahkan timbulnya infeksi
pada luka bakar yang dirawat secara terbuka. Selain itu perawatan luka secara terbuka memudahkan penguapan
yang akan berakhir dengan mudah terjadinya dehidrasi berulang.
B. Perawatan Luka Bakar secara Tertutup.
Perawatan dilakukan dengan menutup luka bakar. Keuntungan dengan cara ini adalah berkurangnya penguapan
dan memperkecil kemungkinan infeksi dengan mengurangi pemaparan terhadap mikroorganisme.
Hentikan proses kombusio
Menghentikan kontak dengan sumber panas ,tindakan ini akan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah.
Tindakan yang perlu dilakukan :
i. Bila sumber panas adalah api segera hentikan proses kombusio dengan air atau bahan yang tidak
mudah terbakar ( basah,bahan karung basah,handuk basah) atau menyiram dengan air
ii. Pakaian (khususnya yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar seperti bahan nilon,tetoroon segera
dilepaskan sebagai upaya menghentikan kontak tubuh dengan sumber panas.
iii. Bila penyebab luka bakar itu adalah listrik segera putuskan aliran listrik.
Upaya pencegahan terjadinya kerusakan bertambah parah
Apapun penyebab luka bakar segera netralisir suhu tinggi dengan upaya menurunkan suhu dengan cara
mendinginkan nya menggunakan kompres air dingin atau air yang mengalir selama 15-20 menit. Tidak benar
melakukan pertolongan dengan memberikan minyak,margarin kopi dsb. Karena akan menimbulkan reaksi dengan
jaringan yang menambah derajat kerusakan jaringan termasuk infeksi.
Bila penderita berada di dalam ruang tertutup segera di bawa ke ruang terbuka atau ruangan yang memiliki
ventilasi baik.
Penatalaksanaan Luka bakar ringan
1. Mengatasi rasa nyeri
Kompres air dingin selama beberapa saat dalam upaya mencegah kerusakan sebagaimana dijelaskan
sebelumnya juga merupakan tindakan pertama mengatasi nyeri. Suhu yang rendah memberikan efek anestesi
karena terjadi vasokonstriksi. Pemberian preparat mengandung vehikulum jel memberikan rasa nyaman (misal
bioplacenton) disamping zat aktif ekstrak plasenta yang dikandungnya memacu proses epitelisasi dalam proses
penyembuhan dapat digunakan.
Pemberian analgetik dalam berbagai golongan maupun bentuk sediaan ( per oral,injeksi atau suppositoria)
2. Penatalaksanaan luka
Luka bakar derajat 1 cukup dirawat dengan vaseline atau krim pelembab,tanpa harus memberikan
antibiotik.Tidak ada ketentuan melarang luka tidak boleh karena air pada saat mandi. Dengan membersihkan kulit
pada saat mandi, proses penyembuhan akan berlangsung sebagaimana mestinya.
Luka bakar derajat II superfisial
a. Bila ukuran bula realtif kecil cukup dibiarkan saja dan akan mengalami penyembuhan spontan.Bila mengganggu
cairan bula dilakukan aspirasi tanpa melakukan pembuagan lapisan epidermis yang menutupinya. Bila ukuran
bula cukup luas atau besar lakukan insisi atau aspirasi menggunakan semprit tanpa membuang lapisan
epidermis,kemudian tutup dengan tulle dan kasa adsorben atau hidrofil
b. Bagian tubuh terkena biasanya perlu diistirahatkan dalam tenggang waktu tertentu
c. Dalam hal diet tidak ada pantangan terhadap jenis makanan apapun bahkan diperlukan diet tinggi kalori dan
tinggi protein ditambah dengan vitamin dan mineral.
Penatalaksanaan Luka bakar sedang dan berat
Prinsip penatalaksanaan kasus luka bakar yang masuk dalam kategori sedang dan berat mengacu kepada pola
penatalaksanaan traumatologi,berdasarkan prioritas ABC .Penatalaksanaannya dibedakan pada penatalaksanaan awal
segera setibanya di klinik atau di pusat pelayanan masyarakat tempat pertama kali penderita datang meminta
pertolongan ,penatalaksanaan rujukan dan penatalaksanaan di rumah sakit rujukan.
( Luka Bakar, Pengetahuan klinis praktis, Yefta Moenadjat)
Tahap 1 : Fase resusitasi / Fase Kritis.
Tahap ini berlangsung antara 2-6 minggu perawatan tergantung beratnya luka bakar dan kondisi penyerta lainnya. Pada
Tahap ini penderita dengan luka bakar berat, Di Unit Luka Bakar Rumah Sakit Pertamina dirawat ICU Luka Bakar.
Tujuan utama tahap ini adalah mempertahakan hidup penderita.
Tata Laksana Tahap ini meliputi:
1. Tatalaksana cairan.
- Pada penderita luka bakar sedang dan berat terjadi kehilangan cairan tubuh yang sangat banyak dapat mencapai
2-3 kali jumlah cairan yang beredar didalam pembuluh darah.
- Hal ini terjadi sebagai akibat dari luka bakar terjadi kerusakan dinding pembuluh darah, yang menimbulkan
kondisi seakan-akan pembuluh darah bocor dan tidak dapat menahan air dan bahan yang ada didalam pembuluh
darah seperti protein, keluar dari dalam rongga pembuluh darah, baik tertimbun diantara sel jaringan lain atau
menguap.
- Kondisi ini terjadi pada jam-jam awal terjadinya luka bakar.
- Untuk mengatasi kondisi ini dilakukan tindakan pemberian cairan dalam bentuk cairan elektrolit dengan
berbagai rumus pemberian seperti rumus Baxter dan lainnya.
- Pada hari-hari berikutnya terapi cairan merupakan kombinasi terapi cairan elektrolit dan pemberian nutrisi
parenteral (perinfus) dengan pemberian protein, asam amino essensial dan lemak.
- Tatalaksana cairan memegang peranan penting dalam tatalaksana penderita luka bakar, dan hendaknya
dilakukan dengan cermat dan dipantau secara ketat sehingga tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan cairan
pada penderita. Pemantauan dilakukan sampai penderita selesai menjalani rawat inap di Rumah Sakit.
2. Tatalaksana Nutrisi.
- Selain Tatalaksana Cairan, tatalaksana nutrisi merupakan tatalaksana yang hendaknya dilaksanakan dan
dipantau sejak penderita masuk sampai selesai menjalani rawat inap di Rumah Sakit.
- Tatalaksana nutrisi di Unit Luka Bakar RSPP dilakukan secara kombinasi antara nutrisi peroral (melalui rongga
mulut) atau melalui nasogastric tube dan nutrisi parenteral melalui infus.
- Tatalaksana nutrisi penting karena dapat menentukan lamanya luka sembuh, lama perawatan di rumah sakit, dan
perawatan lainnya.
- Biaya untuk nutrisi penderita luka bakar merupakan komponen yang tidak sedikit karena memerlukan
pemberian albumin perinfus untuk menjaga stabilitas asupan zat-zat yang dibutuhkan tubuh yang diangkut oleh
albumin.
- Dengan jumlah kalori yang diberikan maksimal 30 kalori/kgBB/hari.
3. Tatalaksana SIRS, Sepsis dan trombosis.
Istilah medis ini berkaitan dengan kondisi kritis Penderita Luka Bakar Berat. Kondisi ini merupakan kondisi kritis
Penderita Luka Bakar Berat yang merupakan reaksi tubuh untuk mempertahankan diri untuk menanggulangi luka
bakar.
SIRS :
Merupakan reaksi peradangan yang mengenai seluruh tubuh terhadap perubahan kondisi didalam tubuh sendiri,
contohnya demam pada penderita iuka bakar, tidak selalu berkaitan dengan infeksi. Reaksi radang ini termanifestasi
dalam hasil laboratorium seperti sel darah putih diatas atau dibawah jumlah normal (Normal sel darah putih ada pada
kisaran 5000 sampai 10.000/mm2), tekanan O2 darah dibawah normal, tekanan CO2 darah diatas normal dan
frekuensi nafas permenit diatas normal.
Sepsis:
Merupakan reaksi tubuh dengan penampilan hasil laboratorium yang sama dengan penyebab adanya infeksi pada
tubuh manusia.
Tatalaksana SIRS dan Sepsis ini yang membutuhkan biaya tidak sedikit karena mencakup pemberian Imuno globulin
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Trombosis:
Salah satu akibat dari luka bakar adalah rusaknya lapisan dalam pembuluh darah kapiler didaerah yang terkena luka
bakar. Akibat kerusakan pembuluh darah ini mudah terjadi bekuan darah didalam pembuluh darah (trombosis) yang
akan mengakibatkan sumbatan pembuluh darah yang akan mengakibatkan kematian jaringan pada daerah yang di
perdarahi oleh pembuluh darah tersebut.
Tahap 2 : Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka bakar sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan perawatan luka.
Perawatan luka bakar diseluruh dunia dibagi dalam dua kriteria besar:
A. Perawatan Luka Bakar secara Terbuka.
Perawatan secara terbuka dilakukan dengan tidak menutup luka bakar tersebut. Perawatan secara terbuka ini kurang
sesuai untuk kondisi di Indonesia, karena tingginya kelembaban udara memudahkan timbulnya infeksi pada luka
bakar yang dirawat secara terbuka. Selain itu perawatan luka secara terbuka memudahkan penguapan yang akan
berakhir dengan mudah terjadinya dehidrasi berulang.
B. Perawatan Luka Bakar secara Tertutup.
Perawatan dilakukan dengan menutup luka bakar. Keuntungan dengan cara ini adalah berkurangnya penguapan dan
memperkecil kemungkinan infeksi dengan mengurangi pemaparan terhadap mikroorganisme.
Beberapa sediaan untuk Perawatan Luka Bakar:
Idealnya sediaan untuk perawatan luka bakar adalah bahan yang memiliki kemampuan absorbsi cairan yang tinggi
sehingga tidak diperluka penggantian balutan yang terlalu sering, mudah dilepaskan, tidak melekat ke permukaan luka ,
sehingga tidak menimbulkan sensasi sakit pada pasien saat proses penggantian balutan. Selain itu tidak menghambat
proses penyembuhan luka.
Sediaan Perak (Silver).
Keuntungan : Anti septik yang dapat menembus kulit yang mati karena luka bakar. Melunakan jaringan kulit mati
sehingga mudah untuk mengangkatnya.
Kerugian : Hanya baik untuk perawatan hari-hari pertama luka Bakar.
Bentuk sediaan :
Yang lazim ada berbentuk cream. Pengembangan baru berbentuk lembaran perak dengan berbagai ukuran, bentuk baru
harganya masih cukup mahal dan belum resmi masuk ke Indonesia.
MANAGEMENT PENATALAKSANAAN
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar
disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data
yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu :
Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisikdalam keseluruhan proses pemulihan. Banyak
sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari “ketakutan
sampai dengan psikosis” .Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang budaya dan
etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image. Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman,
perubahan pada peran normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB.
KLINIS
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3
atau lebih dari keadaan berikut :
Pada fase awal kerusakan saluran napas akibat efek toksik yang langsung terhirup
Pada fase lanjut edema paru dengan terjadinya hpoksemia progresif ARDS
ii. Airway
Supraglotis rawan terhadap trauma bakar langsung. Subglotis dilindungi laring
trauma inhalasi edema dan sumbatan jalan nafas
Tanda klinis trauma inhalasi:
Luka bakar pada wajah
Alis mata dan bulu hidung hangus
Sputum yang hitam/mengandung karbon
Riwayat terkurung api atau berada di ruang tertutup yang terbakar
Dicurigai trauma inhalasi:
Tindakan BHD dengan jaw-thrust
Pemasangan OPA
Dipertimbangkan intubasi atau crico-thyroidostomy/tracheostomy (sumbatan nafas dapat terjadi
sewaktu-waktu)
iii. Breathing
Luka bakar di dada menghambat pernafasan
Luka bakar di tempat tertutup keracunan CO
Afinitas Co terhadap hemoglobin tinggi (280 kali oksigen) ikatan HbCO yang membahayakan
iv. Pemberian cairan intravena
Rumus untuk menghitung kebutuhan cairan:
Rumus Evans
Luas luka (%) x BB (kg) = jumlah (ml) kristaloid/NaCl 0,9% per 24 jam
Luas luka (%) x BB (kg) = jumlah (ml) koloid/plasma per 24 jam
Dekstrose 5% = 2000 ml per 24 jam
Separuh A+B+C diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan 16 jam selanjutnya.
Pada hari kedua jumlah cairan A+B+C yang diperlukan ada;ah separuh hari pertama.
Rumus Baxter/Parkland
Cairan yang diberikan hanya kristaloid Ringer Laktat dengan perhitungan:
Luas luka (%) x BB x 4 ml = kebutuhan ml dalam 24 jam
Separuh RL diberikan 8 jam pertama dan separuh berikutnya dalam waktu 16 jam.
Yang harus diingat:
Waktu 8 jam waktu yang dihitung saat terjadinya luka bakar
Jumlah cairan hanya perkiraan, pemberian cairan dapat berubah sesuai dengan respon penderita.
Selain tanda vital, monitor respon penderita bisa dilihat dari produksi urin yang cukup.
Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong
Perawatan Terbuka
Keuntungan : mudah dan murah, cepat dingin, kering dan kuman sulit berkembang
Kompres nitras argenti 0,5% dan krim silversulfadiazin 1% bakteriostatik kuat dan efektif terhadap semua
kuman serta aman
Perawatan Tertutup
Beberapa hari dengan perawatan terbuka atau tertutup, luka bakar akan membentuk keropeng. Bila masih ada
jaringan mati yang belum dibuang atau nanah debridement
Luka derajat II tanpa infeksi keropeng lepas sendiri dalam 7-12 hari (pada waktu itu jaringan di bawahnya
sudah sembuh)
Luka derajat III keropeng yang kering dilepaskan setelah 2 minggu dan jaringan granulasi ditutup dengan
skin graft
Penyembuhan keropeng/eschar yang tebal dapat mengganggu vaskularisasi escharotomy
vii. Luka bakar khusus
Luka bakar listrik
Tubuh penghantar listrik yang baik kerusakan akibat serangan listrik lebih hebat dari yang kelihatan
dari luar
Kejang otot akibat aliran listrik henti nafas (pada otot pernafasan) dan fraktur
Kerusakan otot mioglobinuria gagal ginjal akut
Jika ada mioglobinuria infus manitol 25 gram diulangi dengan dosis separuhnya bila belum
membantu diuresis
Ganggu kerja listrik jantung fibrilasi ventrikel
Luka bakar zat kimia
Basa kelihatan ringan di permukaan
Asam koagulasi proses pembakaran dapat dibatasi
Zat kimia berbentuk tepung:
i. Disikat hati-hati
ii. Dicuci dan diencerkan dengan air mengalir
Zat kimia berupa cairan: langsung disiram dengan air mengalir (lebih lama lebih baik)
Pemberian zat penawar tidak dianjurkan menimbulkan reaksi kimia seperti panas yang bisa lebih
membahayakan
Komplikasi sistemik :
• Shock hipovolemik
• Ileus paralitik dilatasi akut lambung
• Tukak Curling (Curling ulcer) pada lambung
• Gagal ginjal
• Menurunnya imunitas
• Keseimbangan protein negatif
Komplikasi local:
• Gangguan vaskularisasi karena eschar escharotomi
• Compartment syndrome
• Keloid
• Kontraktur
• Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan
antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi
kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
• Curling’s ulcer (ulkus Curling). Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus
pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada
penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
• Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi
karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
• Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh
sebab yang tak diketahui.
Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi
sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah.
- Kematian cepat adalah kematian yang dilihat menurut waktunya dalam beberapa menit sampai berapa jam dari
kecelakaan yang dapat terjadi dari syok neurogenik(nyeri yang sangat parah), luka akibat panas (menyebabkan
terjadinya hipovolemia, shock dan kegagalan ginjal akut), luka pada pernafasan,dsb.
- Kematian lambat terjadi sebagai hasil beberapa kemungkinan komplikasi, antara lain kehilangan cairan berkelanjutan
sehingga terjadi shock yang tertunda atau gagal ginjal, kegagalan respirasi yang terjadi sebagai akibat dari
komplikasi kerusakan epithelium pernapasan dana cuterespiratory distress syndrome (ARDS), sepsis yang terjadi
terutama karena pneumonia, serta kematian karena emboli paru sebagai akibat imobilisasi yang lama.
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka
(Notoatmodjo, 2010)
- Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
- Sistem integument memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi.
- Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan
jamur.
- Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung dan kateter.
- Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus
respirasi seperti pneumonia.
- Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume
darah.
- Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini akibat
lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu mengganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan darah.
MAPPING