Anda di halaman 1dari 31

24

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep COVID-19

2.1.1 Definisi Covid-19

Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan

penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui

menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga

yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe

Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena

infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan

ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Menurut situs WHO, virus corona adalah keluarga besar virus yang dapat

menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Pada manusia corona diketahui

menyebabkan infeksi pernafasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih

parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute

Respiratory Syndrme (SARS). Namun, beberapa orang yang terinfeksi tetapi tidak

menunjukkan gejala apa pun dan tak merasa tidak enak badan. Kebanyakan orang

(sekitar 80%) pulih dari penyakit tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari

setiap 6 orang yang mendapatkan COVID-19 sakit parah dan mengalami kesulitan

bernapas. Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis seperti

tekanan darah tinggi, masalah jantung atau diabetes, lebih mungkin terkena
25

penyakit serius. Orang dengan demam, batuk dan kesulitan bernapas harus

mendapat perhatian medis.

2.1.2 Etiologi Covid-19

2.1.3 Tanda dan Gejala Covid-19

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.

Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu> 380c), batuk, dan kesulitan

bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala

gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien

timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburuknya secara cepat dan

progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan

perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa

pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.

Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam

kondidi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika

terinfeksi. (PDPI, 2020). Berikut klinis yang dapat muncul jika terinfeksi (PDPI,

2020)

1. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala

yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demma, batuk, dapat

disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan

nyri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan

pasien Immuno Compromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau

atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak dengan demam dan
25

gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala

komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek

2. Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demma, batuk,, dan sesak. Namun tidak

ada tanda pnemonia berat. Pada anak-anak dengan pnemonia tidak berat

ditandai dengan batuk atau susah bernapas.

3. Pneumonia berat. Pada pasien dewasa :

a. Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran

napas

b. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas > 30x/menit),

distres pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien < 90%

2.1.4 Patofisiologi Penularan COVID-19

COVID-19adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2

(Severe Acure Respiratory Syndrome Coronavirus 2). SARS-CoV-2 berasal dari

kelompok virus yang sama dengan virus SARS dan MERS yang juga pernah

menyebabkan epidemi beberapa tahun silam. Kelompok virus tersebut merupakan

zoonosis, yaitu dapat ditularkan antara hewan dan manusia. Penelitian

menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (Civet Cats) ke

manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber

penularan COVID-19 ini masih belum diketahui.

COVID-19 memiliki masa inkubasirata-rata 5-6 hari, dengan range antara

1 sampai 14 hari. Selama masa inkubasi, orang yang terinfeksi belum menunjukan

gejala (Presimptomatik) namun pada beberapa kasus sudah dapat menularkan

virus tersebut kepada orang lain. Sebuah studi dari Du Zet. al melaporkan bahwa
25

12,6% menunjukkan penularan presimptomatik. Penting untuk mengetahui

periode presimptomatik karena memungkinkan virus menyebar melalui droplet

atau kontak dengan benda yang terkontaminasi. Risiko penularan tertinggi

diperoleh di hari-hari pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus yang

tinggi pada sekret pernapasan. Beberapa orang yang terinfeksi COVID-19 juga

dapat tidak menunjukan gejala sama sekali (asimptomatik). Meskipun begitu,

beberapa penilitianterbarumelaporkan bahwa orang asimptomatik maupun

simptomatik memiliki viral load yang serupa sehingga keduanya masih berisiko

menularkan virus tersebut kepada orang lain.

Studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa COVID-19

pada umumnya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain

yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air

dengan diameter >5-10 μm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada

pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala

pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai

mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi

melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang

terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui

kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan kontak tidak langsung dengan

permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang terinfeksi (misalnya,

stetoskop atau termometer). Transmisi melalui udara dapat terjadidalam keadaan

khusus misalnya prosedur atau perawatan suportif yang menghasilkan aerosol

seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka, pemberian pengobatan

nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi


25

tengkurap, memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif non-invasif,

trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner. Saat ini, WHO dan komunitas ilmiah

lain masih mendiskusikan kemungkinan transmisi SARS-CoV-2 melalui udara

tanpa adanya prosedur yang menghasilkan aerosol, terutama pada ruangan

tertutup dengan ventilasi yang buruk. Penelitian yang lebih lanjut masih

dibutuhkan untuk mengetahui dengan pasti perihal transmisi melalui udara ini.

2.1.5 Penegakkan Diagnosis

Pada anamnesisi gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:

demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak

1. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek/possible

Seseorang yang mengalami : demam ≥ 380c atau riwayat demam, batuk

atau pilek atau nyeri tenggorokan, pneumonia ringan sampai berat

berdasarkan klinis dan/atau gambaran radiologis.

2. Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai

berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala : kontak

erat denga pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19, riwayat

kontak dengan hewan penular, bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan

kesehatan dengan kasus terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di

Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit

3. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu ≥ 380c)

atau riwayat demam.

4. Orang dalam pemantauan

Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa

pnemonia yang memiliki riwayat perjalanan ke tiongkok atau


25

wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat

paparan diantaranya :riwayat kontak erat dengan kasusu konfirmasi

COVID-19, bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang

berhubungan dengan pasien konfirmasi COVID-19 di tiongkok atau

wilayah/ negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),

memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah

teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai

dengan perkembangan penyakit),

4. Kasus probable

Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi

inkonkllusif atau tidak dapat disimpulkan atau sesorang dengan hasil

konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta coronavirus.

5. Kasus terkonfirmasi

Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang (PDPI,2020)

1. Pemeriksaan radiologi : foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada

pencitraan dapat menunjukkan : opasitas bilateral, konsolidasi

subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah : saluran napas atas

dengan swab tenggorok( nasofaring dan orofaring), dan saluran napas

bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal

tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

3. Bronkoskopi

4. Pungsi pleura sesuai kondisi


25

5. Pemeriksaan kimia darah

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas

(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk

bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan

menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah

7. Pemeriksaan feses dan urine (untuk investasigasi kemungkinan penularan)

2.1.7 Tatalaksana Umum

1. Isolasi pada semua kasus sesuai dengan gejala klinis yang muncul,

baik ringan maupun sedang

2. Implementasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit.

4. Suplementasi oksigen. Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien

dengan, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen 5 l/menit dengan target

Sp02 ≥ 90% pada pasien tidak hamil dan ≥92-95% pada pasien hamil

5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat.

6. Terapi cairan. Terapi cairan konservatif diberikan jika ada bukti syok

pasien dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi cairannya, karena

jika pemberian cairan terlalu agresif dapat memperberat kondidi

distress napas atau oksigenas. Monitoring keseimbangan cairan dan

elektrolit

7. Pemberian antibiotik empiris

8. Terapi simptomatik. Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik,

obat batuk dan lainnya jika memang diperlukan.


25

9. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak rutin diberikan pada

tatalaksana pneomonia viral atau ARDS selain ada indikais lain.

10. Observasi ketat

11. Pahami komorbid pasien

Saat ini belum ada penelitian atau bukti tatalaksana spesifik pada

COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi coronavirus

yang terbukti efektif. Pada studi terhadap SARSCoV, kombinasi

lopinavir dan ritonavir dikaitkan efektifitas dan keamanan apada

infeksi COVID-19. Tatalaksana yang belum teruji/terlisensi hanya

boleh diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik

atau melalui Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions

Framework (MEURI), dengan pemantauan ketat. Selain itu, saat ini

belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini (PDPI,

2020)

2.2 Pelayanan Rumah Sakit pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru

Pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu di Rumah Sakit telah

menjadi harapan dan tujuan utama dari masyarakat/pasien, petugas kesehatan,

pengelola dan pemilik Rumah Sakit serta regulator. Bahkan di masa pandemik

COVID-19 ini pun pelayanan kesehatan tetap dapat dijalankan dengan

mengutamakan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan yang bertugas.

Pelayanan kesehatan di masa adaptasi kebiasaan baru akan sangat berbeda

dengan keadaan sebelum COVID-19. Rumah Sakit perlu menyiapkan prosedur

keamanan yang lebih ketat dimana Protokol PPI diikuti sesuai standar. Prosedur

penerimaan pasien juga akan mengalami perubahan termasuk penggunaan masker


25

secara universal, prosedur skrining yang lebih ketat, pengaturan jadwal

kunjungan, dan pembatasan pengunjung/pendamping pasien bahkan pemisahan

pelayanan untuk pasien COVID-19 dan non COVID-19.

Prinsip utama pengaturan Rumah Sakit pada masa adaptasi kebiasaan baru

untuk menyesuaikan layanan rutinnya adalah:

1. Memberikan layanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19 dengan

menerapkan prosedur skrining, triase dan tata laksana kasus.

2. Melakukan antisipasi penularan terhadap tenaga kesehatan dan pengguna

layanan dengan penerapan prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

(PPI), penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di unit kerja dan

pemenuhan Alat Pelindung Diri (APD).

3. Menerapkan protokol pencegahan COVID-19 yaitu: harus mengenakan

masker bagi petugas, pengunjung dan pasien, menjaga jarak antar orang >1m

dan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40 s/d 60

detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.

4. Menyediakan fasilitas perawatan terutama ruang isolasi untuk pasien kasus

COVID-19.

5. Terintegrasi dalam sistem penanganan COVID-19 di daerah masing-masing

sehingga terbentuk sistem pelacakan kasus, penerapan mekanisme rujukan

yang efektif dan pengawasan isolasi mandiri dan berkoordinasi dengan Dinas

Kesehatan setempat

6. Melaksanakan kembali pelayanan yang tertunda selama masa pandemik

COVID-19.
25

Untuk dapat memenuhi prinsip-prinsip tersebut, Rumah Sakit dianjurkan:

1. Membuat pembagian dan pengaturan zona risiko COVID-19 dan

pembatasan akses masuk di Rumah Sakit.

2. Pemanfaatan teknologi informasi untuk inovasi layanan kesehatan

seperti:

a. Sistem pendaftaran melalui telepon atau secara online untuk

membatasi jumlah orang yang berada di Rumah Sakit dalam waktu

yang bersamaan. Pada aplikasi daftar online pasien juga dapat

diminta mengisi kajian mandiri COVID-19 untuk memudahkan

dan mempersingkat proses skrining ketika mengunjungi Rumah

Sakit.

b. Layanan telemedicine untuk mengurangi jumlah orang yang berada

di Rumah Sakit.

c. Rekam medik elektronik

d. Sistem pembayaran secara online / melalui uang elektronik

3. Mengembangkan sistem “drug dispencing” dimana pasien yang telah

menerima layanan telemedicine tidak perlu datang ke Rumah Sakit

hanya untuk mengambil obat. Rumah Sakit dapat mengembangkan

layanan pengantaran obat atau bekerjasama dengan penyedia jasa lain

untuk mengantarkan obat kepada pasien. Dalam penerapan layanan

antar obat harus memperhatikan prosedur pelayanan farmasi di Rumah

Sakit.
25

2.2.1 Pengaturan Alur Layanan

1. Alur Pasien

Pasien masuk ke Rumah Sakit melalui pintu utama yakni dapat melalui

IGD atau melalui area rawat jalan. Proses masuknya pasien melalui pintu utama

tersebut dapat melalui tiga cara yaitu :

a. Langsung ke Rumah Sakit (atas permintaan pasien sendiri dan tanpa

perjanjian).

Pasien yang masuk ke Rumah Sakit melalui mekanisme ini harus melalui

proses skrining. Bila dari hasil skrining dicurigai COVID-19 maka pasien

diarahkan menuju triase IGD atau rawat jalan khusus COVID-19. Sebaliknya

bila dari skrining tidak dicurigai COVID-19 maka pasien diarahkan menuju

triase IGD atau rawat jalan non COVID-19 sesuai kebutuhan pasien.

b. Melalui rujukan (dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau

(Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) ) :

- Rujukan pasien suspek atau konfirmasi COVID-19 tidak perlu

dilakukan skrining dan langsung diarahkan ke triase COVID-19.

- Rujukan pasien kasus non COVID-19 yang dengan hasil pemeriksaan

COVID-19 negatif atau yang belum dilakukan pemeriksaan COVID-19

tetap harus melewati proses skrining.

c. Melalui registrasi online.

Pasien yang masuk ke Rumah Sakit melalui registrasi online diharuskan

mengisi kajian mandiri terkait COVID-19, bila terindikasi gejala COVID-19

langsung diarahkan ke triase rawat jalan COVID-19. Sedangkan pasien


25

dengan hasil assessment tidak terkait COVID-19 tetap melalui proses

skrining (Isian kajian mandiri terlampir).

2. Skrining

a. Skrining merupakan proses penapisan pasien di mana seorang individu

dievaluasi dan disaring menggunakan kriteria gejala dan riwayat

epidemiologis, untuk menentukan pasien tersebut masuk ke dalam

kategori dicurigai COVID-19 atau bukan.

b. Tujuan skrining

- Memisahkan pasien yang dicurigai COVID-19 dengan pasien non

COVID-19.

- Mengurangi pajanan untuk pasien lain, pengunjung dan petugas

Rumah Sakit.

- Membantu mencegah penyebaran penyakit di dalam fasilitas

kesehatan.

- Memastikan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sesuai

pedoman penggunaan APD.

c. Skrining dilakukan pada semua orang yang mengunjungi Rumah Sakit

(pasien, petugas Rumah Sakit atau pengunjung Rumah Sakit lainnya)

3. Skrining pada Pasien dan Pengunjung

Langkah-langkah yang dilakukan pada saat skrining adalah:

a. Diwajibkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama40 s/d

60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.

b. Semua pasien WAJIB menggunakan masker.

c. Penilaian cepat (quick assessment COVID-19) :


25

1) Pengecekan suhu badan dengan menggunakan thermal gun.

2) Gejala klinis : demam (suhu badan > 38o C) atau riwayat demam

dan gejala gangguan pernafasan (batuk, sesak nafas, nyeri

tenggorokan)

3) Riwayat epidemiologis :

- Dalam 14 hari sebelum gejala klinis muncul pasien melakukan

perjalanan atau tinggal di daerah/negara yang terjangkit COVID-

19.

- Dalam 14 hari sebelum gejala muncul ada riwayat kontak dengan

orang yang terkonfirmasi COVID-19

- Dalam 14 hari sebelum timbulnya gejala klinis pasien yang

tinggal wilayah/negara terjangkit COVID-19 di melakukan

kontak langsung dengan orang yang demam atau mengalami

gangguan pernapasan.

- Kontak erat

- Riwayat pemeriksaan tes COVID-19 sebelumnya (jika ada).

- Seseorang suspek COVID-19 bila dari hasil penilaian cepat

didapatkan memenuhi minimal satu kriteria riwayat

epidemiologis dan/atau gejala klinis

4. Skrining pada petugas Rumah Sakit

Langkah-langkah yang dilakukan pada saat skrining adalah :

a. Diwajibkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama40

s/d 60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.

b. Semua petugas WAJIB menggunakan masker.


25

c. Penilaian cepat (Quick Assessment COVID-19) :

- Pengecekan suhu badan dengan menggunakan thermalgun.

- Melakukan pengisian kajian mandiri (format terlampir)

- Proses skrining tetap harus memperhatikan jarak antar individu >1

meter.

- Bila dari hasil skrining pasien/ pengunjung dan petugas Rumah

Sakit dicurigai COVID-19 maka pasien/ pengunjung dan petugas

Rumah Sakit tersebut diarahkan ke fasilitas triase COVID-19.

- Bila dari hasil skrining pengunjung dan petugas Rumah Sakit tidak

memenuhi kriteria kecurigaan COVID-19, maka bisa langsung ke

tempat yang ingin dituju.

- Bila dari hasil skrining pasien tidak memenuhi kriteria kecurigaan

COVID-19 maka langsung diarahkan untuk lanjut ke triase IGD

atau poliklinik rawat jalan non COVID.

- Bagi pasien dalam keadaan gawatdarurat yang tidak

memungkinkan dilakukan skrining, maka pasien tersebut

dikelompokan ke dalam pasien suspek COVID-19 sampai dapat

dibuktikan hasilnya negatif.

- Bangunan untuk tempat skrining dapat berupa bangunan

sementara, bangunan yang sudah ada, atau tenda sederhana. Untuk

tempat skrining harus dipastikan memiliki ventilasi alami yang

memadai

- Lokasi tempat skrining :


25

Pastikan lokasi sedekat mungkin dengan pintu masuk utama

Rumah Sakit (IGD maupun rawat jalan) guna memusatkan semua

pintu masuk. ÌPastikan akses yang baik untuk pasien, pengunjung

dengan keamanan yang terjamin.

Upayakan lokasi skrining cukup luas untuk menghindari antrian.

Alur semua pasien dan pengunjung yang mengakses bersifat satu

arah

- Bila berbentuk tenda, maka lokasi skrining dapat didesain sebagai

berikut :

5. TRIASE

1) Pada prinsipnya proses triase adalah untuk mengidentifikasi pasien yang

memerlukan intervensi medis segera, pasien yang dapat menunggu, atau

pasien yang mungkin perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan tertentu

berdasarkan kondisi klinis pasien.

2) Triase dilakukan di pintu masuk pasien yaitu di IGD dan rawat jalan.

3) Tindakan yang dilakukan pada triase IGD khusus COVID-19 selain untuk

penanganan kegawatdaruratan pasien adalah untuk menentukan derajat

infeksi COVID-19 yang dideritanya, melalui anamnesis lengkap,

pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang pasien, sesuai Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

4) Tindakan triase rawat jalan khusus COVID-19 dilakukan untuk

menentukan derajat infeksi COVID-19 yang dideritanya, melalui

anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang


25

pasien, sesuai tata laksana manejemen klinis pasien COVID-19 sesuai

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

2.3 Penerapan Prinsip Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru

2.3.1 Protokol Bagi Pasien

1. Sebelum Berangkat ke Rumah Sakit

a. Lakukan pendaftaran/registrasi melalui telepon atau daring (bila

tersedia fasilitas tersebut)

b. Laporkan kondisi gejala dan keluhan

c. Konsultasi dengan dokter /perawat melalui fasilitastelemedicine (bila

memungkinkan).

2. Saat Pergi ke Rumah Sakit

a. Selalu menggunakan masker

b. Siapkan hand sanitizer sendiri

c. Jangan menyentuh muka terutama bagian mulut, hidung dan mata

d. Mendatangi bagian pelayanan Rumah Sakit sesuai jadwal yang

disepakati /perjanjian

3. Saat Berada di Rumah Sakit

a. Selalu memakai masker

b. Diwajibkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama40

s/d 60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.

c. Jaga jarak dengan pasien lain >1 m termasuk dalam menaiki tangga

dan akses lift.

d. Jangan menyentuh muka terutama bagian mulut, hidung dan mata


25

e. Laporkan kondisi atau gejala sakit yang diderita dengan sejujurnya

kepada petugas.

f. Tidak keluar masuk ruangan agar tidak tertular /menularkan penyakit

kepada pasien yang lainnya.

g. Tidak keluar masuk ruangan agar tidak tertular /menularkan penyakit

kepada pasien yang lainnya.

4. Saat Keluar dari Rumah Sakit

a. Selalu Pakai masker.

b. Diwajibkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama

c. 40 s/d 60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d 30 detik.

d. Dan tetap menjaga jarak >1 m

2.3.2 Protokol Bagi Petugas

1. Sebelum Berangkat Ke Rumah Sakit

- Memastikan kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan jika sakit segera

berobat ke fasyankes

- Lapor ke pimpinan apabila sakit dan istirahat di rumah sampai

sembuh

- Tidak memakai perhiasan atau aksesoris lainnya ke Rumah Sakit.

- Selalu Pakai maskerÌSiapkan hand sanitizer sendiri

- Gunakan sarana transportasi paling aman dan jaga jarak dengan pasien

lain

2. Di Rumah Sakit

- Masuk melalui pintu petugas yang terpisah dengan pintu

pasien/pengunjung
25

- Bagi petugas yang akan melakukan kontak dengan pasien ganti

pakaian pribadi dengan pakaian Rumah Sakit dan tinggalkan di

loker /bagian penitipan barang

- Diwajibkan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir

selamaÌ40 s/d 60 detik atau dengan hand sanitizer selama 20 s/d

30 detik.

- Selalu menggunakan masker bedah saat bekerja

2.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes

2.4.1 Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Faktor Risiko COVID-19 di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Untuk meminimalkan risiko terjadinya pajanan virus SARS-CoV-2 kepada

petugas kesehatan dan non kesehatan, pasien dan pengunjung di fasilitas

pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan prinsip pencegahan dan pengendalian

risiko penularan sebagai berikut:

a. Menerapkan kewaspadaan isolasi untuk semua pasien

b. Menerapkan pengendalian administrasi

c. Melakukan pendidikan dan pelatihan

2.4.2 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan

Strategi PPI untuk mencegah atau memutuskan rantai penularan infeksi

COVID-19 di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan penerapan

prinsip pencegahan dan pengendalian risiko penularan COVID-19.

1. Penerapan Kewaspadaan Isolasi


25

Kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan

transmisi.

a. Kewaspadaan Standar

1) Kewaspadaan Standar terdiri dari:

a) Kebersihan Tangan/Hand Hygiene

(1) Kebersihan tangan dilakukan pada kondisi dibawah ini sesuai 5

moment WHO:

a. Sebelum menyentuh pasien

b. Sebelum melakukan tindakan aseptik

c. Setelah kontak atau terpapar dengan cairan tubuh

d. Setelah menyentuh pasien

e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

(2) Selain itu, kebersihan tangan juga dilakukan pada saat:

a. Melepas sarung tangan steril

b. Melepas APD

c. Setelah kontak dengan permukaan benda mati dan objek termasuk

peralatan medis

d. Setelah melepaskan sarung tangan steril.

e. Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan

(3) Kebersihan tangan dilakukan sebagai berikut:

a. Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir apabila terlihat

kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya

atau setelah menggunakan toilet


25

b. Penggunaan handrub berbasis alkohol dipilih untuk antiseptik

tangan rutin pada semua situasi

(4) Cara melakukan Kebersihan tangan:

a. Kebersihan tangan dengan alkohol handrub selama 20-30 detik

bila tangan tidak tampak kotor

b. Kebersihan tangan dengan mencuci tangan di air mengalir pakai

sabun selama 40-60 detik bila tangan tampak kotor

b) Alat Pelindung Diri (APD)

APD dipakai untuk melindungi petugas atau pasien dari paparan darah,

cairan tubuh sekresi maupun ekskresi yang terdiri dari sarung tangan, masker

bedah atau masker N95, gaun, apron, pelindung mata (goggles), faceshield

(pelindung wajah), pelindung/penutup kepala dan pelindung kaki.

(1) Penggunaan Alat Pelindung Diri memerlukan 4 unsur yang harus

dipatuhi:

a. Tetapkan indikasi penggunaan APD mempertimbangkan risiko

terpapar dan dinamika transmisi:

- Transmisi penularan COVID-19 ini adalah droplet dan kontak:

Gaun, sarung tangan, masker bedah, penutup kepala, pelindung

mata (goggles), sepatu pelindung

- Transmisi air borne bisa terjadi pada tindakan yang memicu

terjadinya aerosol: Gaun, sarung tangan, masker N95, penutup

kepala, goggles, face shield, sepatu pelindung

b. Cara “memakai” dengan benar

c. Cara “melepas” dengan benar


25

d. Cara mengumpulkan (disposal) yang tepat setelah dipakai

(2) Hal –hal yang harus dilakukan pada penggunaan APD

a. Melepaskan semua aksesoris di tangan seperti cincin, gelang dan

jam tangan

b. Menggunakan baju kerja/ scrub suit sebelum memakai APD

c. Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah memakai APD

d. Menggunakan sarung tangan saat melakukan perawatan kepada

pasien

e. Melepaskan sarung tangan setelah selesai melakukan perawatan di

dekat pasien dan lakukan kebersihan tangan

f. Memakai APD di anteroom atau ruang khusus. APD dilepas di

area kotor segera setelah meninggalkan ruang perawatan

g. Menggunakan masker N95 pada saat melakukan tindakan yang

menimbulkan aerosol

h. Mengganti googles atau faceshield pada saat sudah kabur/kotor

i. Mandi setelah melepaskan APD dan mengganti dengan baju

bersih

(3) Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD

a. Menyentuh mata, hidung dan mulut saat menggunakan APD

b. Menyentuh bagian depan masker

c. Mengalungkan masker di leher

d. Menggantung APD di ruangan kemudian mengunakan kembali

e. Menggunakan APD keluar dari area perawatan

f. Membuang APD dilantai


25

g. Menggunakan sarung tangan berlapis saat bertugas apabila tidak

dibutuhkan

h. Menggunakan sarung tangan terus menerus tanpa indikasi

i. Menggunakan sarung tangan saat menulis, memegang rekam medik

pasien, memegang handle pintu, memegang HP

j. Melakukan kebersihan tangan saat masih menggunakan sarung

Untuk informasi terkait alat pelindung diri dapat mengacu pada Petunjuk

Teknis Alat Pelindung Diri Dalam Menghadapi Wabah COVID-19 yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan Tahun 2020.

c) Kebersihan Pernafasan

(1) Perhatikan etika batuk atau bersin

(2) Gunakan masker kain /masker bedah apabila mengalami ganguan

system pernafasan.

(3) Apabila tidak ada masker, maka tutup mulut dan hidung menggunakan

tissue / menggunakan lengan atas bagian dalam saat batuk atau bersinn.

Tissue segera buang ke tempat sampah tertutup

(4) lakukan kebersihan tangan setelah kontak dengan sekret pernafasan

(5) Pisahkan penderita dengan infeksi pernafasan idealnya > 1meter di

ruang tunggu Fasyankes

d) Kebersihan Lingkungan

(1) Lakukan prosedur pembersihan dan desinfeksi seara rutin sekitar

lingkungan dengan cara mengelap seluruh permukaan lingkungan

ruangan dan pengepelan lantai ruangan dengan menggunakan cairan


25

detergen kemudian bersihkan dengan air bersih selanjutnya

menggunakan klorin 0.05 %. Cairan pembersih harus diganti setelah

digunakan di area perawatan pasien COVID-19.

(2) Aplikasi desinfektan ke permukaan lingkungan secara rutin di dalam

ruangan dengan penyemprotan atau fogging tidak direkomendasikan

e) Penanganan Linen

(1) Semua linen di ruang perawatan COVID-19 dianggap infeksius yang

dibagi menjadi dua yaitu linen kotor tidak ternoda darah atau cairan

tubuh dan linen ternoda darah atau cairan tubuh.

(2) Pisahkan linen kotor ternoda darah dan cairan tubuh dengan linen kotor

tanpa noda darah dan cairan tubuh, masukan kewadah infeksius yang

tertutup dan diberi label. Semua linen harus dikemas (dimasukan dalam

plastik infeksius) didalam ruang perawatan pasien

(3) Ganti linen setiap satu atau dua hari atau jika kotor dan sesuai dengan

kebijakan rumah sakit

(4) Linen harus ditangani dan diproses khusus untuk mencegah kontak

langsung dengan kulit dan membaran mukosa petugas,

mengkontaminasi pakaian petugas dan lingkungan

(5) Gunakan APD yang sesuai dengan risiko saat menangani linen

infeksius

(6) Tempatkan linen bersih pada lemari tertutup, dan tidak bercampur

dengan peralatan lainnya

f) Tatalaksana Limbah
25

(1) Limbah pasien COVID-19 dianggap sebagai limbah infeksius dan

penatalaksanaan sama seperti limbah infeksius lainya

(2) Segera buang limbah yang dihasilkan, ke tempat pembuangan limbah

sesuai kebijakan dan SOP

(3) Pertahankan tempat limbah tidak lebih mencapai 3/4 penuh sudah

dibuang

(4) Pertahankan kebersihan kontainer sampah senantiasa bersih

Pengelolaan limbah medis dapat mengacu pada Pedoman Pengelolaan

Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat dan Puskesmas yang

Menangani COVID-19 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kesehatan

Masyarakat, Kementerian Kesehatan Tahun 2020, dan peraturan yang ditetapkan

oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

2.5 Konsep Pengetahuan

2.5.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses

sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open

behavior (Donsu, 2017). Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang

dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu

penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh

intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian


25

besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo,

2014).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin

luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidakmutlak diperoleh dari

pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal.

Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan

aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

semakin positif terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

2.5.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan

seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang

berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recallatau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni

merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk

mengukur orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)
25

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut,

dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang

yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu

objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana

program dalam situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau

memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen dalam suatu objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini adalah jika orang

tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat

bagan (diagram) terhadap pengetahuan objek tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan

yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.


25

2.5.3 Proses Perilaku Tahu

Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)

mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses, diantaranya:

1. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah

menyadari ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.

2. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada stimulus

tersebut.

3. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan

mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Inilah

yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.

4. Trial atau percobaanya itu dimana individu mulai mencoba perilaku baru .

5. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku baru

sesuai dengan penegtahuan,,sikap dan kesadarannya terhadap stimulus

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat

2.5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :


25

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar

tercapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra

yang dikutip oleh Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam

memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan pada

umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah

menerima informasi.

b. Pekerjaan

Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu

keburukan yang harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber

kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan

bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah

umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang

tahun . sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur,


25

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matangdalam

berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang

yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi

kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

individu atau kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh

dari sikap dalam menerima informasi

2.5.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Pengetahuan Baik: 76 % -100 %

2. Pengetahuan Cukup: 56 % -75 %

3. Pengetahuan Kurang: < 56 %

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka

konsep ini digunakan untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang

lebar suatu penelitian (Setiadi, 2007).


25

Pengetahuan Perawat tentang Sikap Perawat tentang


Pencegahan COVID-19 : Pencegahan COVID-19 :
- Baik - Baik
- Cukup Baik - Cukup Baik
- Kurang Baik - Kurang Baik

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


25

Anda mungkin juga menyukai