Anda di halaman 1dari 31

KOLERA

Definisi Kolera
Kolera adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan/usus
kecil yang disebabkan oleh suatu enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae yang
menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam
dan mineral. Bentuk klinisnya yang khas adalah dehidrasi, berlanjut dengan renjatan
hipovolemik dan asidosis metabolic yang terjadi dalam waktu sangat singkat akibat diare
sekratorik dan dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan adekuat.
Karena bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung
cenderung menderita penyakit ini. Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut
atau makanan lainnya yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
Kolera ditemukan di Asia, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Di daerah-daerah
tersebut, wabah biasanya terjadi selama musim panas dan banyak menyerang anak-anak. Di
daerah lain, wabah bisa terjadi pada musim apapun dan semua usia bisa terkena. Kolera
ditandai dengan diare cair ringan sampai diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat
menimbulkan syok hipovolemik, asidosis metabolik dan tidak jarang menimbulkan kematian.
Epidemiologi
Ada dua perangai epidemiologik yang khas dari kolera, yaitu:
-

kecenderungannya untuk menimbulkan wabah secara eksplosif, sering pada


beberapa daerah secara bersamaan.

Kemampuannya untuk menjadi pandemik yang secara progresif mengenai banyak


tempat di dunia.

Di dalam sejarah kolera ada 7 pandemi yang melanda dunia. Organisma penyebab dari empat
pandemik yang pertama belum dapat dikenali pada saat itu, tetapi dua pandemik yang
berikutnya disebabkan oleh Vibrio cholerae serogrup O1 biotipe Klasik. Pandemic yang ketujuh
terjadi pada bulan January tahun 1961, berasal dari kota Makassar, Sulawesi dan merupakan
pandemik pertama yang disebabkan oleh V.cholerae O1 biotipe El Tor. Saat pandemic ketujuh
ini meluas, V.cholerae O1 biotipe El Tor mendesak sama sekali biotipe Klasik yang menjadi
penyebab pandemik sebelumnya dan kini El Tor merupakan biotipe yang dominan yang
dijumpai di seluruh dunia.

Diperkirakan sekitar 5.5% juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika, 8% dari
kasus-kasus ini cukup berat sehingga memerlukan perawatan rumah sakit dan 20% dari kasuskasus berat ini berakhir dengan kematian sehingga jumlah kematian berkisar 120,000 kasus per
tahun.
Transmisi
Vibrio cholerae O1 dapat hidup di alam bebas dan memiliki reservoir alamiah. Habitat alamiah
V.cholerae adalah pinggir pantai laut masin dan muara paya di mana organisma ini dapat hidup
rapat dengan plankton. Telah diketahui bahawa penyebaran kolera secara primer adalah
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, tetapi penelitian wabah akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa binatang laut seperti kerang, tiram dan remis, serta udang dan kepiting,
dapat pula menjadi perantara penyebaran infeksi vibrio.
Pada daerah endemik, air terutama berperan dalam penularan kolera; namun pada epidemi
yang besar, penularan juga terjadi melalui makanan yang terkontaminasi oleh tinja atau air yang
mengandung V. cholerae. Khususnya pada kolera El Tor, yang dapat bertahan selama
beberapa bulan di air. Penularan dari manusia ke manusia dan dari petugas medis jarang
terjadi.
Pasien dengan infeksi yang ringan atau asimtomatik berperan penting pada penyebaran
penyakit ini. Perbandingan antara penderita asimptomatik dengan simptomatik (bermanifestasi
klinik yang khas) pada suatu epidemi diperkirakan 4:1 pada kolera klasik (Asiatika), sedangkan
untuk kolera El Tor, diperkirakan 10:1. Dengan kata lain terdapat fenomena gunung es. Hal
inilah yang menjadi masalah utama dalam upaya pemberantasan kolera El Tor. Pada kolera El
Tor angka karier sehat (pembawa kuman) mencapai 3%. Pada karier dewasa Vibrio cholerae
hidup dalam kantong empedu.

Periode musiman (seasonality)


Di banyak daerah endemis, kolera menunjukkan suatu pola musiman di mana pada bulanbulan tertentu insidensnya tinggi dan pada bulan lain insidensnya rendah. Pada saat musim
kolera mulai, penyakit ini muncul secara bersamaan di banyak tempat yang secara geografis
terpisah satu sama lain. Di area endemis, penyakit ini sering pada musim panas dan luruh.

Pola musiman ini juga terlihat di Indonesia. Di bagian barat Indonesia pola dari musim kolera
sangat berbeda dari bagian timur. Mirip dengan keadaan di Bangladesh, kolera sporadik
ataupun epidemik di bagian barat Indonesia berkaitan dengan periode curah hujan yang
subnormal, yaitu pada bulan September dan Oktober, sedangkan di Indonesia bagian timur
kasus-kasus kolera mencapai puncaknya justeru pada musim hujan, yaitu Februari dan April.
Pada peringkat internasional kolera dijumpai secara endemis di Delta sungai Gangga.
Sepanjang sejarah, dengan endemi tahunan di Bengali Barat dan Banglades. Antara tahun
1817-1926, penyakit tersebut menyebar ke seluruh dunia. Endemi (keadaan di mana penyakit
secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat atau populasi tertentu) dan
epidemi (mewabahnya penyakit dalam komunitas atau daerah tertentu dalam jumlah yang
melebihi batas jumlah normal atau yang biasa) kolera sering memperlihatkan suatu pola
musiman. Air serta makanan yang tercemar , terutama jenis kerang-kerangan, memegang
peranan besar dalam transmisi penyakit. Penyebaran dari orang ke orang jarang ditemukan,
tetapi mungkin terjadi di tempat terlalu padat penduduknya, karena diperlukan jumlah
organisme yang besar untuk menimbulkan infeksi, selain hambatan asam lambung yang akan
membunuh sebagian besar vibrio yang tertular. Pada daerah-daerah endemis kolera, penyakit
ini merupakan penyakit anak-anak (prevalensi lebih besar pada anak), di daerah pedesaan
Bangladesh angka serangan penyakit adalah 5-10 kali lebih besar pada anak-anak berusia
antara 2-9 tahun. Dibandingkan dengan orang-orang dewasa, hal ini terjadi diakibatkan karena
kekebalan yang timbul karena paparan yang berulang terhadap V. cholerae 01.

Etiologi Kolera :

Bakteri Vibrio cholerae

Taksonomi dan Morfologi


Pada tahun 1966, Subkomite Internasional Taksonomi untuk Vibrio sepakat untuk
mendefinisikan Vibrio dalam famili Vibrionaceae, sebagai kuman-kuman batang bengkok
(koma) berukuran 0.5 m x 1.5-3.0 m , negatif-Gram , tidak berspora , hidup secara anaerob
atau fakultatif anaerob , dan bergerak melalui flagel yang monotrik (flagela tunggal ditemukan di
satu tempat di sekitar sel) atau lofotrik (flagela ditemukan pada seluruh permukaan sel). Semua
spesies kecuali V. Metschnikovii ialah positif oksidase. Dengan sedikit kekecualian, kumankuman ini meragi glukosa dengan membentuk asam tanpa gas. Mereka bersifat kemoorganotropik dan peka terhadap 2,4-diamino-6,7-diisopropylpteridine (0/129). Persen molekuler
guanine-cytosine dari DNA-nya adalah 38-51.

VIBRIO CHOLERAE
Spesies :
Vibrio cholerae O1 ( tidak mempunyai kapsul polisakarida)
a. Biotipe
- El Tor
- Klasik
b. Serotipe - Ogawa
- Inaba
- Hikoyima (jarang ditemukan, tidak signifikan)
Vibrio cholerae non-O1
Vibrio cholerae O139 ( mempunyai kapsul polisakarida anti-phagocytic virulence
factor)

*yang menyebabkan penyakit cholera hanyalah vibrio cholerae O1 DAN vibrio cholerae O139..
(non-O1 : menyebabkan gastroenteritis)*
Sebelum tahun 1992, hanya V.cholerae O1 yang dianggap memproduksi toksin (cholera
toksin = CT) yang menyebabkan kolera endemik dan epidemik. Belakangan, V.cholerae O139
diketahui memproduksi cholera toksin (CT) dalam jumlah yang besar seperti serotipe
serogrupO1.

Struktur antigen, serotipe dan biotipe :


Vibrio cholerae O1 memiliki 2 jenis antigen :
(i)
(ii)

Antigen somatik (antigen O)


Antigen flagella (antigen H)

Antigen O bersifat termostabil, terdiri dari polisakarida sedangkan antigen H yang terutama
terdiri dari protein sifatnya termolabil. Selanjutnya, Vibrio cholerae O1 diuji menurut serotipe
atau subtipenya.
Ada 3 serotipe Vibrio cholerae O1, yaitu
1. Serotipe Ogawa , yang mempunyai antigen O faktor A dan B
2. Serotipe Inaba dengan antigen O faktor A dan C
3. Serotipe Hikojima dengan antigen O faktor A, B, C
Serotipe Hikojima jarang dijumpai dan tidak stabil dan pada umumnya diabaikan, sehingga
hanya Ogawa dan Inaba saja yang sering dilaporkan serta dianggap signifikan. Identifikasi
serotipe penting kerana merupakan tes konfirmasi serologik yang definitif terhadap biakan atau
isolat yang positif.
Dengan reaksi biologis Vibrio cholerae O1 dibedakan atas :
biotipe klasik, dan

biotipe El Tor
Perbedaan biotipe ini tidak penting secara klinis (yaitu utk penanganan & pengobatan
penderita) atau untuk pengendalian wabah, tetapi secara epidemiologis penentuan biotipe ini
penting kerana dapat digunakan untuk menentukan sumber infeksi atau sumber wabah.
Biotipe El Tor merupakan biotipe yang dominan dan dijumpai di banyak negara, sedangkan
biotipe klasik banyak ditemukan antara lain di Bangladesh, Pakistan dan India. Di Indonesia
biotipe Klasik belum pernah dijumpai sepanjang sejarah kolera, yang ada hanyalah biotipe El
Tor. Oleh kerana itu, penentuan biotipe dari Vibrio cholerae O1 perlu dilakukan untuk
mewaspadai masuknya galur Klasik dari luar, yaitu dari negara lain di mana biotipe ini prevalen.

Faktor Predisposisi Kolera


Faktor resiko untuk kolera meliputi:
1. Berkurang atau tidak adanya asam lambung (hypochlorhydria atau achlorhydria)
beresiko menderita Kolera. Tidak semua bakteri bertahan hidup dalam lingkungan asam,
dan asam lambung biasanya sering berfungsi sebagai garis pertahanan pertama
melawan infeksi. Tetapi orang-orang dengan tingkat asam lambung yang rendah
mengakibatkan kurangnya perlindungan ini, sehingga mereka lebih mungkin untuk
mengembangkan kolera dan memiliki tanda-tanda parah dari gejala penyakit. Anak-anak
dan orang dewasa yang lebih tua, khususnya, cenderung memiliki tingkat asam
lambung yang lebih rendah dari normal. Begitu juga orang yang telah menjalani operasi
lambung, yang telah diobati infeksi Helicobacter pylori, atau yang mengambil antasida,
H-2 blocker atau penghambat pompa proton. Antasida membantu menetralkan asam
lambung, dan H-2 blockers dan penghambat pompa proton mengurangi jumlah asam
lambung yang dihasilkan.
2. Rumah Tangga eksposur. Orang yang tinggal bersama dengan penderita kolera,
mempunyai peningkatan resiko yang signifikan untuk turut tertular.
3. Golongan darah O. Untuk alasan yang tidak sepenuhnya jelas, orang dengan darah
tipe O dua kali lebih mungkin untuk mengembangkan kolera berbanding orang-orang
dengan jenis darah lainnya.
4. Kerang mentah atau kurang matang. Walaupun wabah kolera tidak lagi terjadi di
negara-negara industri, makan kerang mentah terutama tiram - dari perairan yang
dikenal dengan pelabuhan bakteri atau kerang diangkut oleh pelancong dari negara di
mana kolera adalah endemik sangat meningkatkan resiko.
5. Malnutrisi. Malnutrisi dan kolera saling berhubungan. Orang-orang yang kekurangan
gizi lebih cenderung terinfeksi kolera, dan kolera lebih mungkin untuk berkembang di
tempat-tempat malnutrisi adalah umum, seperti kamp-kamp pengungsi, negara-negara
miskin, dan daerah hancur oleh kelaparan, perang atau bencana alam.
6. Kurangnya imunitas. Jika sistem kekebalan tubuh terganggu dengan alasan apapun,
orang itu akan lebih rentan terhadap infeksi kolera.

Dari pengamatan klinis dilaporkan bahawa faktor-faktor di atas memudahkan terjadinya infeksi
kolera pada individu yang termasuk di dalam kelompok tersebut. Di samping itu, kolera
dilaporkan banyak menyerang anak-anak berusia 1-4 tahun, di mana penyakit kolera pada anak
kurang dari 2 tahun jarang menjadi berat berbanding anak usia lebih tua mungkin kerana
adanya imunitas pasif yang didapat dari ASI.
Anatomi & Pencernaan Usus Halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 68 meter, lebar 25 mm
dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas
permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap proses penyerapan makanan.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian seperti berikut:
a. duodenum, panjangnya 25 cm,
b. jejunum, panjangnya 7 m,
c. ileum, panjangnya 1 m.

Kimus (chyme) yang berasal dari lambung mengandung molekul molekul pati yang telah
dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di lambung,
molekul - molekul lemak yang belum dicernakan serta zat - zat lain. Selama di usus halus,
semua molekul karbohidrat dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul monosakarida.
Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul asam amino, dan
semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam lemak.

Usus Halus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah usus.
Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut.
1) Sukrase - proses pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2) Maltase - proses pemecahan maltosa menjadi dua molekul glukosa.
3) Laktase - proses pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
4) Enzim peptidase - proses pemecahan peptida menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan terakhir di usus
halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama di bagian jejunum dan
ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak,
penyerapannya bersama dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air
penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi. Di dalam villi ini terdapat pembuluh
darah, pembuluh kil (limfa), dan sel goblet. Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke dalam sirkulasi darah.
Absorpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transport aktif dan pasif. Pencernaan
makanan didalam

lumen usus menyebabkan makanan terpecah-pecah menjadi ukuran

molekular. Ini dilakukan oleh sekret kelenjar pencernaan besar dan getah usus yang terutama
dihasilkan oleh kelenjar intestinal (Liberkuhn). Di sini asam amino dan glukosa diserap dan
diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena porta hepatis, sedangkan asam lemak
bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak
bersama gliserol diserap ke dalam villi. Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan,

kemudian asam lemak mengikat gliserin dan membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk
masuk ke tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa). Melalui pembuluh kil, emulsi lemak
menuju vena sedangkan garam empedu masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi
menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong menuju
usus besar (kolon).
Pembagian cairan tubuh dalam keadaan normal :
Cairan tubuh (60% BB) terdiri daripada:

CIS = Cairan intrasel = 2/3 bagian = 40% BB

CES = cairan ekstrasel = 1/3 bagian = 20% BB


-

Interstitial = 16%

Plasma/ intravascular = 4%

Filtrate glomerulus, cairan synovial, cairan limfe, LCS

Pertukaran cairan tubuh :


1. Antara plasma dan cairan interstitial : melewati dinding kapilar.
Suatu zat keluar masuk pembuluh kapiler melalui 3 cara:
i-Transport vesikuler (transytosis)
Zat dalam cairan interstitial masuk dinding kapilar dengan cara endositosis
(transport makromolekul dan materi yang sangat kecil ke dalam sel dengan cara
membentuk vesikula baru dari membrane plasma) ke dalam sel endothelial dan
kemudian keluar ke cairan interstitial dengan cara exocytosis (transport molekul
besar seperti protein dan polisakarida, melintasi membrane plasma dari dalam ke
luar sel/ sekresi).
ii-

Difusi
Sebagian besar perpindahan zat dari plasma ke cairan interstitial melewati dinding
kapiler dengan cara difusi (transport pasif/ mengikuti gradient konsentrasi).

iii-

Filtrasi dan reabsorbsi


Filtrasi merupakan perpindahan zat dari plasma ke cairan interstitial, terjadi pada
end arteriol kapiler. Sedangkan reabsorbsi merupakan perpindahan zat dari
interstitial ke dalam plasma, terjadi pada end venular plasma.
2. Antara cairan interstitial dan intrasel

Cairan interstitial dan cairan intrasel mempunyai tekanan osmotic yang sama.
Perubahan tekanan osmotic cairan interstitial dan cairan intrasel paling sering terjadi bila
ada perubahan konsentrasi Na+ yang merupakan kation utama CES dan K+ yang
merupakan kation utama CIS.
Komposisi elektrolit dalam cairan tubuh:
Komposisi
Na

Plasma darah

Keterangan

135-150

Kation utama cairan


plasma/ekstrasel
Kation utama cairan
intrasel

K+

3,6- 5,5

Mg ++

Ca++

Cl-

100- 105

HCO3HPO

Anion utama cairan


ekstrasel

24,6 28,8
2

Anion utama cairan


intrasel

Patofisiologi
Kolera ditularkan melalui jalur oral. Infeksi V.cholerae terjadi kerana masuknya kuman
ini ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman yang tercemar atau terkontaminasi
oleh V.cholarae O1. Tergantung dari jumlah inokulum dan kerentanan dari individu yang
bersangkutan, masa inkubasi infeksi V.cholerae O1 umumnya antara 12 sampai 72 jam. Bila
V.cholerae O1 berhasil lolos dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini akan
cepat terbunuh dalam asam lambung. Tapi setelah melewati lambung dan bertahan hidup dari
pengaruh asam lambung, kuman-kuman akan mencapai bagian proksimal usus halus (suasana
sedikit alkalis) di mana terjadi interaksi antara bakteri dan pejamu. Apabila berjaya
mendominasi, kuman ini akan melekatkan diri pada mukosa usus halus. Perlekatan terutama
diperantarai oleh Toxin Coregulated Pilus (TCP), dinamakan demikian karena sintesis TCP
diatur secara paralel dengan toksin kolera (Cholera Toxin, CT). selanjutnya kuman akan
berkembang biak sambil memproduksi toksin (Cholera Toxin, CT).

Toksin kolera adalah suatu enterotoksin protein, dengan berat molekul 84.000 Dalton,
tahan panas dan tak tahan asam, yang boleh menimbulkan diare cair seperti air basuhan beras
(rice-water stool). Toksin ini tersusun dari sebagian enzimatik monomerik (subunit A Active)
dan sebagian ikatan pentamerik (subunit B Binding). Pentamer B (mengandung 5
polipeptida) berikatan pada ganglioside monosialosil yang spesifik, GM1, suatu reseptor glikolipid
yang terdapat pada permukaan sel epitel jejunum, dan kemudian membolehkan subunit A
masuk ke dalam sel epitel. Perjalanan subunit A di dalam sitoplasma diikuti dengan pembelahan
ikatan disulfida menjadi dua fragmen (A1 dan A2). Sub unit aktif,

A1 memindahkan secara

irreversible ADP-ribosa dari nikotinamid adenine dinukleotida (NAD) ke target protein


spesifiknya (iaitu komponen pengaturan ikatan GTP dari adenilat siklase dalam sel epitel usus).
Hasilnya adalah rebosilasi ADP iaitu yang disebut protein G yang akhirnya akan
meningkatkan aktivitas adenilat siklase. Adenilat siklase yang teraktivasi akan meningkatkan
jumlah akumulasi intraseluler siklik-AMP (c-AMP) dari ATP. Dalam sel epitel usus, c-AMP akan
menstimulasi sekresi ion klorida (Cl- ) dan ion bikarbonat (HCO 3-), serta menghambat resorpsi
natrium (Na+) dan klorida (Cl-). Hal ini menyebabkan akumulasi NaCl dalam lumen usus.
Disebabkan air bergerak secara pasif untuk mempertahankan osmolalitas, air akan keluar dan
terakumulasi dalam lumen usus menghasilkan cairan isotonic. Cairan isotonic ini mengandungi
ion-ion seperti Na+, Cl-, HCO3-, K+, dan H2O. Apabila volume cairan melebihi kapasitas
penyerapan usus, terjadi diare cair.

Lumen usus
halus

Hiperperistalt
V.cholerae bakteri berkembang biak enterotoksin kolera
hebat

diare

H 2O, Na, Cl sekresi cairan


isotonic

ATP

3 5 cAMP

5 AMP
ENTEROSIT
Gambar 1: Mekanisma terjadinya diare pada kolera.

Gejala klinis

Gejala klinis yang timbul pada kolera semuanya disebabkan kerana kehilangan cairan
tubuh akibat diare berat, yang boleh menyebabkan dehidrasi dalam waktu singkat dan akhirnya
jatuh dalam syok hipovolemik. Selain itu, gejala yang timbul juga akibat kompensasi tubuh
akibat kekurangan cairan.
Diare cair dan muntah timbul sesudah masa inkubasi 12 jam sampai 72 jam (rata-rata 23 hari) kadang-kadang sampai 7 hari. Kolera dimulai dengan diare berair secara tiba-tiba tanpa
rasa mulas mahupun nyeri (tenesmus) dan jumlahnya boleh menjadi sangat banyak dan sering
disertai muntah. Dalam kes berat, volume feses boleh lebih daripada 250ml/ kg dalam 24 jam
pertama. Jika cairan yang hilang tidak diganti dengan segera, boleh menyebabkan pasien jatuh
kepada syok hipovolemik dan akhirnya mati. Feses memiliki ciri yang khas yaitu cairan agak
keruh dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak amis. Kolera dijuluki air cucian beras
(rise water stool) karena kemiripannya dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras.
Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalangumpalan putih (terdiri dari mucus, sel epitel usus, V. cholerae dalam jumlah yang banyak).
Feses pada kolera tidak mengandungi lekosit atau eritrosit dan hampir tidak ada protein. Ini
menggambarkan karakter infeksi kolera pada lumen usus yang sifatnya non-invasif dan noninflammatorik.
Gejala yang tampak adalah:
1. Diare mendadak, berupa air yang rupanya seperti bekas air cucian beras (rice water
stool).

2. Muntah tanpa didahului mual, biasanya mengikuti diare (pusat muntah dirangsang oleh
saraf di sal.pencernaan akibat iritasi oleh kuman dan enterotoksin)
3. Tidak ada demam
4. Meskipun beberapa penderita mengeluh adanya nyeri perut, tetapi umumnya nyeri perut
tidak menyertai kolera. Bila terjadi nyeri perut , ini biasanya kerana distensi abdominal
akibat pengumpulan cairan di usus atau berhubungan dengan kejang otot (tersering
pada otot betis, biceps, triseps, pektoralis dan dinding perut) yang timbul kerana
gangguan metabolism kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.
5. Dehidrasi, terjadi bila penggantian cairan yang keluar lewat tinja dan muntah terlambat
dilaksanakan. Pada dehidrasi yang berat, tampak tanda-tanda:
-

Penderita merasa haus

Turgor kulit menurun

Selaput lendir dan kulit tampak kering

Tangan keriput seperti tangan tukang cuci (washer women hands)

Mata cekung

Perut cekung (skafoid)

Denyut nadi kecil dan cepat (akibat hipovolemik)

pernafasan cepat dan dalam (akibat asidosis metabolic)

suara menjadi serak (vox cholerica)

dieresis beransur-ansur berkurang dan berakhir dengan anuria

Pada saat dirawat atau pada 24 jam pertama perawatan gejala klinisnya sesuai dengan
penurunan volume cairan, pada kehilangan 3-5% ; BB masih normal,mulai timbul rasa haus. 58% ; terjadi hipotensi postural, kelemahan, takikardia, penurunan turgor kulit. Lebih dari 10%;
lebih merupakan diare masif, dimana terdapat dehidrasi berat dan kolaps peredaran darah,
dengan tanda-tanda tekanan darah menurun (hipotensi) dan nadi lemah dan sering tak terukur,
pernafasan cepat dan dalam, oliguria, sunken eyes pada bayi, ubun-ubun cekung, kulit terasa
dingin dan lembab disertai turgor yang buruk, kulit menjadi keriput (washerwoman hands),
terjadi sianosis dan nyeri kejang (muscle cramp) pada otot-otot anggota gerak, terutama pada
bagian betis. Kejang otot ini di sebabkan karena berkurangnya kalsium dan klorida pada

sambungan neuromuskular. Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit serta asidosis. Pasien berada dalam keadaan lunglai, tak berdaya, tampak gelisah,
disertai letargi, namun kesadarannya relatif baik dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma
baru akan terjadi pada saat-saat terakhir. Pada 10% bayi dan anak-anak, dapat dijumpai
kejang sentral dan stupor, yang disebabkan hipoglikemia (muntah2 tidak makan)

Diagnosis (Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium)


Dalam menegakkan suatu diagnosis kolera meliputi gejala klinis, pemeriksaan fisik,
reaksi aglutinasi dengan anti serum spesifik dan kultur bakteriologis. Menegakkan diagnosis
penyakit kolera yang berat terutama didaerah endemik tidaklah sukar. Kesukaran menegakkan
diagnosis biasanya terjadi pada kasus-kasus yang ringan dan sedang, terutama di luar endemi
atau epidemi.
1. Gejala klinik
Kolera yang tipik dan berat dapat dikenal dengan adanya diare yang sering TANPA mulas
diikuti dengan muntah- muntah TANPA mual, cairan tinja berupa air cucian beras, suhu tubuh
yang tetap normal atau menurun dan cepat bertambah buruknya keadaan pasien dengan
gejala-gejala akibat dehidrasi, renjatan sirkulasi dan asidosis yang jelas.
Bila gambaran klinis menunjukkan dugaan yg kuat kearah kolera, segera mulakan
pengobatan tanpa menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis.
2. Pemeriksaan Fisik.
Adanya tanda-tanda dehidrasi yaitu pasien tampak lemah, keadaan turgor kulit menurun (tes
cubit), mata cekung, Ubun ubun besar yang cekung, mulut kering,denyut nadi lemah atau tiada,
takikardi, kulit dingin, sianosis, selaput lendir kering dan kehilangan berat badan (sebab water
loss).
3. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan peningkatan hematokrit (berkurangnya volume
cairan akibat diare + muntah disertai dgn peningkatan viskositas darah hemokonsentrasi)
pada pasien yang bukan anemia, neutrophilic leukositosis yang ringan (tanda infeksi bakteri),
peningkatan kadar urea nitrogen darah dan konsisten kreatinin bersamaan prerenal azotemia
(peningkat BUN dan kreatinin dalam serum kerana fungsi ginjal terganggu akibat hipovolemi),
kadar natrium (N= 142-150), kalium (N= 3,5-4,5), dan klorida yang normal, kadar ion bikarbonat

yang sangat menurun (<15mmol/L); dan peningkatan anion gap (kerana peningkatan serum
laktat, protein, dan fosfat). pH arteri biasanya rendah (lebih asam asidosis) (~7.2).
Pemeriksaan osmolaritas : Hipertonis : >320 mosm/kg atau Na > 150 meq/l.
Hipotonis : <250 mosm/kg atau Na < 127 meq/l.
Analisa gas darah : untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa. Pada diare
yang ditakutkan terjadi asidosis metabolic, yaitu : pH < 7,35 (N= 7,35- 7,45), PCO 2 < 35 (N =
35-45 mmHg), HCO3- < 22 (N = 22-27 mmHg), base excess, BE (- 2,3 - +2,5 meq/L) semakin
kecil semakin kehilangan basa.
4. Kultur Bakteriologis
Diagnosis pasti kolera tergantung dari keberhasilan mengisolasi V. Kolera 01 dari tinja
penderita, penanaman pada media selektif yaitu agar gelatin tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa,
atau agar thiosulfate-citrate-bilesalt-sucrose (TCBS) dan tellurite, taurocholate and gelatin agar
(TTGA). Tampak pada TCBS organisme V. Kolera (koloni yang meragi sukrosa) menonjol
sebagai koloni besar, kuning halus berlatar belakang medium hijau kebiruan. Pada TTGA koloni
kecil, opak dengan zone pengkabutan sekelilingnya.
5. Uji serologis
Untuk konfirmasi isolate yang diidentifikasikan sebagai V.cholerae dilakukan dengan reaksi
aglutinasi antigen somatic (antigen O). Antiserum spesifik V.cholerae O1 (olivalen, monovalen
Ogawa dan Inaba) dapat diperoleh secara komersial. Reaksi serologis dapat dilakukan dengan
cara aglutinasi gelas alas. Uji aglutinasi dilakukan dari biakan baru Kligler iron agar (KIA). Dari
biakan ini dibuat suspensi tebal dalam larutan garam faal. Satu tetes suspensi ini diambil dan
diletakkan di gelas alas yang bersih, kemudian ditambahkan satu tetes antiserum polivalen
V.cholerae

O1, dicampur dengan mengaduk dan gelas alas digoyang. Bila positif, reaksi

aglutinasi yang kuat (yaitu berupa gumpalan-gumpalan) akan tampak dalam waktu 30 detik
sampai 1 menit. Reaksi aglutinasi yang lemah atau lambat (lebih dari 3 minit), dinilai sebagai
negative.
6. Penentuan Kepekaan Antibiotic
Digunakan untuk memilih pengobatan yang paling tepat untuk pasien. Pengujian kepekaan
antibiotika dapat dilakukan dengan cara difusi cakram (disk diffusion test atau metode KirbyBauer) atau menurut metode mikrodilusi kaldu (broth microdilution) sesuai menurut prosedur
baku. Di Indonesia, spesis Vibrio yang diisolasikan dari penderita-penderita diare, khususnya
V.cholerae O1, pada umumnya relatif masih sensitive terhadap antibiotika yang lazim
digunakan di dalam pengobatan kolera.

7. Aglutinasi Latex dan Ko-aglutinasi


Merupakan suatu cara diagnosis cepat dengan menggunakan metode aglutinasi latex. Usap
dubur yang diambil dari penderita dioleskan ke atas gelas alas dan kemudian ditambahkan satu
tetes garam faal dan satu tetes reagen aglutinasi latex. Campuran diaduk dan diamati selama
1-3 minit untuk melihat ada atau tidaknya aglutinasi. Reaksi aglutinasi yang positif tampak
sebagai gumpalan-gumpalan halus pada gelas alas.
Ko-aglutinasi adalah teknik yang menggunakan protein A dari Staphylococcus aureus (Cowan
1) yang dilapis dengan antibody spesifik sebagai reagen untuk mendeteksi antigen yang sesuai
dengan cara mengikatnya sehingga terjadi aglutinasi. Teknik ini digunakan sebagai cara
diagnostik cepat untuk deteksi V.cholerae O1 dari tinja dan kaldu persemaian.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding kolera adalah diare sekretoris lainnya dengan gambaran klinis yang mirip
dengan kolera ialah diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E. Coli (ETEC), Shigella, dan
Salmonela. Dapat dibedakan berdasarkan simptom, gejala klinis dan sifat tinja.
Table 1. Simptom dan gejala klinis
Simptom
dan
gejala

Rotavirus

E.coli
enterotoksigeni
k

E.coli
enteroinvasi
f

Salmonella

Shigella

V.
cholerae

Mual dan
muntah

Dari
permulaaa
n

Jarang

Panas
Nyeri

+
Tanesmus

Kadang-kadang

+
-Tanesmus
-Kolik

Muntah
tanpa
didahului
mual
Kolik

Sering distensi
abdomen

Hipotensi

Gejala
lain

+
-Tanesmus
-Kolik
-Pusing

+
-Tanesmus
-Kolik
-Pusing

-Bakteriemia
-Toksikemia
sistemik

Dapat ada
kejang

Dapat
ada
kejang
otot

Table 3. Perbedaan sifat tinja


Sifat tinja

Rotavirus

E.coli
enterotoksigenik

E.coli
enteroinvasi
f

Salmonella

Shigella

V.cholerae

Volume

Sedang

Banyak

Sedikit

Sedikit

Sedikit

Sangat
banyak

Frekuensi

Sampai
10x/lebih

Sering

Sering

Sering

Sering
sekali

Hampir
terus

Konsistens
i

Berair

Berair

Kental

Berlendir

Cair

Berair

Mukus

Jarang

Sering

Flecks
(gumpalan
putih
dengan
mukus dan
sel mati)

Darah

Kadangkadang

Sering

Bau

Bau tinja

Tidak spesifik

Bau telur

Tak
berbau

Bau manis
menusuk

Warna

Hijau
kuning

Tidak berwarna

Hijau

Hijau

Hijau

Putih keruh

Leukosit

Sifat lain

Tinja seperti
air cucian
beras
(khas)

Rotavirus: Diare disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan virus. Malabsorbsi terjadi oleh
karena kerusakan sel usus (enterocyt). Racun yang diproduksi rotavirus berupa protein NSP4
menyebabkan sekresi ion kalsium, mengganggu SGLT1 dalam proses reabsorbsi air,

menghambat aktivitas membran silia disakarida, dan kemungkinan mengganggu reflek simpatis
parasimpatis usus. Enterocyt yang sehat mengsekresikan lactase ke usus kecil. Intoleransi
susu dapat terjadi oleh karena defisiensi lactase dan menjadi gejala khas dari infeksi rotavirus
ini, dan kondisi ini dapat berlangsung sampai satu minggu. Diare sedang yang berulang oleh
karena pengenalan susu buatan pada anak terjadi oleh karena fermentasi disakarida laktosa
oleh bakteri di usus.
Bakteri non invasif: Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus,
namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat,
kation natrium, dan kalium. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. Cholerae, dan
Enterotoksigenik E. Coli (ETEC).
Bakteri enteroinvasif: Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan
ulserasi. Diarenya bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella spp
dan Shigella spp.
Shigellosis disebut juga disentri basiler. Disentri sendiri artinya salah satu dari berbagai
gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai nyeri perut,
tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lender. Habitat alamiah
kuman disentri adalah usus besar manusia, dimana kuman tersebut dapat menyebabkan
disentri basiler. Infeksi Shigella praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi dalam
darah sangat jarang. Shigella menimbulkan penyakit yang sangat menular. Dosis infektif kurang
dari 103 organisme. Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lendir, mikro
abses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis
selaput lendir, ulserasi superfisial, perdarahan, pembentukan pseudomembran pada daerah
ulkus. Ini terdiri dari fibrin, lekosit, sisa sel, selaput lendir yang nekrotik, dan kuman. Waktu proses
berkurang, jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.

PENATALAKSANAAN
Dengan diketahuinya pathogenesis dan patofisiologi peyakit kolera, saat ini tidak ada
masalah dalam pengobatannya. Dasar pengobatannnya kolera adalah terapi simptomatik dan

kausal secara simultan. Tatalaksana mencakup penggantian kehilangan cairan tubuh dengan
segera dan cermat, koreksi gangguan elektrolit dan bikarbonat serta terapi antimikrobial.
a. Terapi cairan
Pengobatan utama pada kolera adalah penggantian cairan elektrolit dan keseimbangan asam
basa yang cepat dan adekuat, yaitu dengan pemberian cairan yang tergantung pada dehidrasi
ringan, sedang, berat menurut WHO yaitu sebagai berikut :

Tabel 4. Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO


Tanda dan Gejala
Penampilan dan

Dehidrasi Sedang
Haus, gelisah atau

Dehidrasi Berat
Mengantuk, lembek,

keadaan umum bayi

letargi tetapi iritatif

dingin, berkeringat,

dan anak-anak usia

terhadap sentuhan

tungkai yang

muda

atau mengantuk

sianotik, mungkin

Haus, giat, hipotensi

komatosa
Biasanya sadar,

postural

kelihatan cemas,

Anak-anak berusia

Dehidrasi Ringan
Haus, giat, gelisah

Haus, giat, gelisah

lebih lanjut dan


dewasa

dingin, berkeringat,
tungkai sianotik, kulit
jari tangan dan kaki
berkeriput, kejang

Denyut nadi radialis

Kecepatan dan

Cepat dan lemah

volume normal

otot
Cepat, sangat lemah,
kadang-kadang tidak

Pernafasan

Normal

Dalam, mungkin

teraba
Dalam dan cepat

Fontanella depan
Tekanan darah

Normal
Normal

cepat
Cekung
Normal atau rendah

Sangat cekung
Kurang dari 90

sistolik
Kelenturan kulit

Mata

mm/Hg, mungkin
Cubitan segera

Cubitan kembali

tidak dapat dicatat


Cubitan kembali

kembali normal

dengan lambat

dengan sangat

Normal

Cekung (dapat

lambat ( >2 detik )


Sangat cekung

diketahui)

Air mata
Selaput lendir
Pengeluaran air

Ada
Basah
Normal

kemih

Tidak ada
Kering
Jumlahnya

Tidak ada
Sangat kering
Tidak ada yang

berkurang dan warna

keluar selama

gelap

beberapa jam,
kandung kemih

% berat yang hilang


Kekurangan cairan

4-5 %
40-50 ml/kg

kosong.
10 % atau lebih
100-110 ml/kg

6-9 %
60-90 ml/kg

yang diperkirakan

Table 5: Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan modifikasi skor Maurice King:


Bagian

tubuh

yang

Nilai untuk gejala yang ditemukan

diperiksa

Keadaan umum

Sehat

Gelisah, cengeng,

Mengigau, koma atau

Kekenyalan kulit
Mata
Fontanela mayor
Mulut
Denyut nadi/ minit

Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120

apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)

syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering dan sianosis
Lemah >140

Keterangan : 0-2 = dehidrasi ringan, 3-6 = dehidrasi sedang, 7-12 = dehidrasi berat
Rehidrasi dilaksanakan dua tahap yaitu terapi rehidrasi dan maintenance (rumatan).
Penderita dehidrasi berat dengan shock hipovolemik harus segera diberi cairan pengganti
secara intravena. Pada anak yang berusia lebih muda dapat menerima cairan kurang lebih 30
ml/tts selama satu jam pertama, 40 ml/tts dalam 2 jam berikutnya serta kurang lebih 40 mg/kg
selama jam ketiga dan selanjutnya pada anak-anak yang berusia lebih lanjut dan orang dewasa
biasanya diberikan jumlah keseluruhan tersebut dalam 3-4 jam sedangkan kecepatan dan
jumlah yang tepat dari cairan pengganti serta pemeliharaan selanjutnya disesuaikan dengan
derajat dehidrasi dan pengeluaran tinja yang terus berlangsung. Sesudah itu biasanya dapat
dimulai terapi oral dengan tujuan mempertahankan cairan yang masuk agar sama dengan
yang keluar.

Monitoring atau pemantauan yang cermat dan teliti terhadap tanda-tanda vital seperti
tensi, nadi, respirasi, suhu serta perlu diperhatikan adanya ronkhi paru-paru yang sering akibat
edema paru dan edema kelopak mata, untuk mencegah terjadinya hidrasi berlebihan. Cairan
intravena yang dipilih yang dapat menggantikan kehilangan cairan isotonis dan elektrolit yang
terjadi melalui tinja kolera dan WHO mengemukakan bahwa RL sebagai larutan yang
terbaik karena komposisinya kurang lebih sama dengan susunan elektrolit tinja kolera
dan terbukti dapat perfusi ke sel tubuh dengan baik dan perlu ditambahkan kalium klorida
(sebanyak 10 m Ek/l) atau diberikan per oral jika fungsi ginjal baik untuk mencegah hipokalemia
berat.
Rehidrasi oral dapat diberikan secukupnya adalah tindakan utama kecuali apabila
anak kesadarannya kurang, muntah terus menerus, menderita ileus dan dalam keadaan syok.
Pada keadaan ini yang paling tepat adalah rehidrasi intravena. Penderita dengan derajat
dehidrasi sedang atau ringan mula-mula dapat diberikan cairan pengganti oral dengan tujuan
mempertahankan cairan yang masuk agar sama dengan yang keluar. Larutan tersebut dapat
dibuat dengan menggunakan air minum biasa yang bersih (Oralit generic,eg : renalyte, pharolit).
Penderita dengan dehidrasi sedang mendapatkan 100 mg/kg larutan garam dehidrasi oral
selama 4 jam dan 50 ml/kg dalam waktu yang sama diberikan kepada penderita dengan
dehidrasi ringan. Penderita dengan derajat dehidrasi ringan larutan oral dapat diberikan
sebanyak 100 m/kg/hari hingga diare berhenti. Bayi yang disusui ASI hendaknya dipertahankan
untuk menyusui secara libitum selama pengobatan.
b. Terapi kausal
Pengobatan berdasarkan kausal yaitu pemberian antibiotika merupakan upaya yang penting
disamping terapi cairan. Terapi antibiotik dini mungkin dapat segera mengeradikasi bakteri di
tinja, dapat mengurangi gejala-gejala penyakit, mengurangi frekuensi serta volume diare secara
bermakna dan mengurangi jumlah cairan intravena maupun oral yang diperlukan untuk
rehidrasi penderita. Tetrasiklin dengan dosis 500 mg 4 kali sehari secara oral selama 3 hari
pada umumnya cukup efektif. Sebagai alternatif dapat dipilih obat-obat lain seperti tetrasiklin,
norfloksasin, siprofloksasin, doksisiklin dan trimetoprim-sulfametoksasol.
Terapi Antimikroba pada Kolera
Terapi Lini Pertama
Dewasa

Tetrasiklin 500 mg per oral 4


kali sehari selama 3 hari

Alternatif *
Eritromisin 250 mg per oral 4

Doksisiklin 300 mg per oral


dosis tunggal

kali sehari selama 3 hari


Trimetoprim- sulfametoksasol (5
mg/kg trimetoprim + 25 mg/kg
sulfametoksasol) per oral 2 kali
sehari selama 3 hari
Furazolidon 100 mg per oral 4
kali sehari selama 3 hari

Anak

Tetrasiklin 12,5 mg/kg per oral

Eritromisin 10 mg/kg per oral 3

4 kali sehari selama 3 hari +

kali sehari selama 3 hari

Doksisiklin 6 mg/kg per oral

Trimetoprim- sulfametoksasol (5

dosis tunggal

mg/kg trimetoprim + 25 mg/kg


sulfametoksasol) per oral 2 kali
sehari selama 3 hari
Furazolidon 1,25 mg/kg per oral
4 kali sehari selama 3 hari

Dipakai jika dicurigai lini pertama telah resisten atau pasien alergi terhadap lini pertama

Tidak dianjurkan pada anak di bawah 8 tahun


Golongan tetrasiklin merupakan antimikroba berspektrum luas dan mempunyai

efektivitas tinggi terhadap kuman batang gram negative seperti V. Cholerae. Kuman
V.Cholerae menimbulkan gejala diare pada pasien dengan memproduksi toksin. Toksin
kolera adalah suatu toksin protein yang boleh menimbulkan diare cair seperti air
basuhan beras (rice-water stool). Pengobatan kolera menggunakan antimikroba
golongan tetrasiklin akan menghambat produksi toksin kolera yang menyebabkan
terjadinya

diare

karena

mekanisma

kerja

golongan

tetrasiklin

adalah

dengan

menghambat sintesis protein kuman pada ribosomnya.


Doxycycline is the antibiotic of choice for adults (except pregnant women) because only
one dose is required. TMP-SMX (trimetoprim- sulfametoksasol) is the antibiotic of choice for
children. Furazolidone is the antibiotic of choice for pregnant women. Erythromycin may be
used when other antibiotics are not available, or the organism is resistant to them.

Komplikasi
Kolera dapat dengan cepat menjadi fatal. Dalam kasus yang paling parah, kehilangan
sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2-3jam. Dalam
situasi yang kurang ekstrem, orang yang tidak menerima pengobatan mungkin mati akibat
dehidrasi dan syok dalam masa 18jam hingga beberapa hari setelah gejala pertama kolera
muncul.
Meskipun syok dan dehidrasi yang parah adalah komplikasi yang paling merusak dari kolera,
masalah lain mungkin terjadi seperti :

Hipoglikemi. Gula darah yang sangat rendah boleh terjadi apabila pasien terlalu sakit
untuk makan. Anak-anak paling beresiko untuk komplikasi ini sehingga dapat
menyebabkan kejang, pengsan bahkan kematian.
Hipokalemi. Orang dengan kolera kehilangan sejumlah besar mineral termasuk kalium
didalam feses. Kadar kalium yang sangat rendah mengganggu fungsi jantung (boleh
menyebabkan cardiac arrest) dan gangguan pada sambungan neuromuscular
(menimbulkan kejang) serta dapat mengancam nyawa.
Asidosis metabolic. Kerana kehilangan ion bikarbonat yang terlalu banyak dalam
cairan diare, menyebabkan pH darah menurun menjadi asidosis. Oleh itu, tubuh harus
berkompensasi melalui pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam) untuk membuang lebih
banyak CO2 yang ada dalam tubuh supaya dapat mengurangkan asidosis.
Gagal ginjal. Apabila ginjal kehilangan kemampuan untuk menyaring, jumlah cairan
akan bertambah. Beberapa elektrolit dan bahan buangan yang toksik (seperti urea)
meningkat di dalam badan yang merupakan satu kondisi yang berpotensi mengancam
nyawa. Pada orang dengan kolera, gagal ginjal sering menyertai syok.
Shock Hipovolemik. Adalah salah satu komplikasi yang paling serius dehidrasi kolera.
Hal ini terjadi ketika volume darah berkurang menyebabkan penurunan tekanan darah
dan pengurangan yang sesuai dalam jumlah oksigen yang mencapai jaringan tubuh.
Jika tidak diobati, syok hipovolemik berat dapat menyebabkan kematian dalam hitungan
menit.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada kecepatan dimulainya pemberian terapi yang sesuai.
Dengan pengobatan yang adekuat, hampir semua pasien kolera benar-benar sembuh dan
angka kematian dapat diturunkan sampai 0%.
Penanggulangan Wabah Kolera.
1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah yang berisiko tinggi untuk
segera mencari pengobatan bila sakit.

2. Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif.


3. Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum yang aman.
Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui
bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang
akan di minum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat
untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang telah di klorinasi dengan baik
dan terlindungi dari kontaminasi.
4. Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang
sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari
kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter; makanan sisa sebaiknya di
panaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaiknya tidak menjamah
atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan
pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah
berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.
5. Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk
menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut
variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang
memadai.
6. Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syaratsyarat kesehatan.
7. Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan.
8. Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberikan sebagai
tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya
tidak digunakan pada saat suasana masih panik atau pada saat terjadi kekurangan
persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.
Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan
prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada
tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah

dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan dengan memakai
sabun/antiseptik, cuci sayuran dengan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah
(lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang. Bila dalam
anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan
pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus disterilisasi, serangga
lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi
orang yang kontak langsung dengan penderita.
Vaksin kolera
Pada saat ini ada 3 jenis vaksin kolera yang terdaftar dan dapat diperoleh di berbagai Negara.
Vaksin tersebut adalah:

Vaksin lama dari sel yang dimatikan, diberikan secara parenteral (killed whole-cell

parenteral vaccine).
Vaksin dari subunit B dari sel yang dimatikan (BS/WCV), diberikan secara oral
Vaksin hidup dari V.cholerae galur CVD 103-HgR, diberikan secara oral.

Oleh kerana vaksin lama berupa sel yang dimatikan dan diberikan secara parenteral hanya
memberikan perlindungan parsial dan jangka waktu yang pendek, maka tidak banyak lagi
negara-negara yang menggunakannya. Kedua vaksin yang terakhir lebih disukai kerana mudah
diberikan (secara oral) dan lebih kuat merangsang respons kekebalan lokal usus.
Keuntungannya dari vaksin BS/WCV adalah kerana sangat aman, tetapi kerugiannya adalah
kerana vaksin ini perlu diberikan dalam 2-3 dosis untuk mencapai ambang proteksi yang
memadai.
Vaksin oral CVD 103-HgR juga aman dan memberikan imunogenitas yang tinggi dengan hanya
satu dosis tunggal. Vaksin ini memberikan proteksi terhadap penyakit kolera baik yang ringan
maupun yang berat dan serotype V.cholerae O1.
Lampiran
Diare
Definisi
a. Adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram
atau 200ml/24jam.
b. Buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
c. Diare akut kurang dari 15 hari

pasase tinja yg cair/ lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari (world gastroenterology organization global
guidelines)
Keadaan risiko mengalami diare infektif : (berguna utk kaitkan dgn hasil dr anamnesis)
a. Baru saja berpergian/ melancong : Negara berkmbg, daerah tropis, dll
b. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa : mknn laut dan shell fish, terutama yg
mentah, restoran dan rumah makan cepat saji (fast food) dll
c. Homoseks, PSK, AIDS
Etiologi diare akut :
a. Infeksi
a. Enteral : bakteri (shigella, E.coli, salmonella, vibrio cholera dll), virus (rotavirus,
adenovirus, CMV, HIV dll), parasit (entamoeba histolitika, giardia lamblia dll),
worm

(A.lumbricoides,

ccg

tambang,

S.stercoralis

dll),

fungus

(kandida/monoliasis)
b. Parenteral

mengandung

intoksikasi

makanan

bakteri/toksin),

alergi

(beracun,
(susu

mengandung
sapi,

logam

makanan

berat,

tertentu),

malabsorpsi/maldigesti (karbohidrat, disakarida, lemak, protein)


c. Immunodefisiensi
d. Terapi obat (antibiotic, kemoterapi, antacid dll)
e. Tindakan tertentu (gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tggi terapi radiasi)
f.

Lain-lain (sindroma Zollinger-Ellison dll)

Patomekanisme diare :
a. Diare osmotik : disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus
yg disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (eg:MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus
b. Diare sekretorik : diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Khas : volume tinja yg byk sekali, tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa mkn/minum. Penyebab : efek enterotoksin, gangguan
absorpsi garam empadu, efek obat laksatif
c. Diare inflammatorik : disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yg berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit
kedlm lumen, gguan absorpsi air-elektrolit. Inflamsi mukosa usus halus dpt disebabkan
infeksi (disentri shigella) atau non infeksi (colitis ulcerative, penyakit Crohn)

d. Diare infeksi : selalu disbbkn bakteri (invasive : merusak mukosa), (non invasive : tidak
merusak mukosa, sbbkn diare karena toksin yg disekresi, dikenal jg sebagai diare
toksigenik)
Dehidrasi
Menurut Osmolaritasnya Dehidrasi dibagi:
a. Dehidrasi hipertonik
Sebab : kehilangan air > elektrolit cairan ekstrasel hipertonik cairan intrasel keluar
ke interstitial dehidrasi intrasel
Gejala : haus, mukosa kering, mual, muntah, badan panas, urin sedikit dan pekat
Koreksi : pemberian larutan rendah natrium seperti KaEn 3B

b. Dehidrasi hipotonik
Sebab : minum air terlalu banyak/ pengobatan diare diganti dengan air saja (tanpa
elektrolit) cairan ekstrasel menjadi hipotonik cairan intrasel hipertonik terhadap
ekstrasel air masuk ke dalam sel oedem intrasel
Gejala : penderita cepat menjadi lemah tapi tidak merasa haus dan volume urin tidak
banyak berubah
Pem.lab : Na dan Cl plasma menurun, Ht meningkat, protein plasma meningkat.
c. Dehidrasi isotonic
Sebab : kehilangan cairan gastrointestinal yang berlebihan
Gejala : kehilangan BB dalam waktu singkat, turgor kulit menurun, mata cekung, ubunubun cekung (pada bayi), kulit kering, badan panas.

Gangguan keseimbangan asam-basa


Keseimbangan asam basa (yaitu pH darah normal = 7,35 7,45) didefinisikan sebagai rasio
HCO3- plasma terhadap PCO2 yaitu 20. Perubahan pH darah yang disebabkan oleh perubahan
respirasi dan metabolic primer ditentukan oleh rasio PCO 2 terhadap HCO3. Respon kompensasi
pengimbang akan mengubah kearah yang mengusahakan kembalinya rasio, yang bererti
menormalkan kembali pH darah. Kelainan metabolic primer merangsang kompensasi respirasi.
Misalnya penurunan primer konsentrasi HCO 3 plasma yang keluar bersama Na meningkatkan
konsentrasi H+ darah, sehingga pH darah turun di bawah normal. H + darah meningkat akibat
kehilangan HCO3 berlebihan di urin dan tinja.
Kejadian primer pada asidosis metabolic adalah penurunan konsentrasi HCO3 plasma,
penurunan pH darah dan mekanisma kompensasinya adalah penurunan PCO 2 yang dapat

dicapai dengan merangsang pusat pernafasan untuk meningkatkan ventilasi yaitu pernafasan
cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul).
Asidosis metabolic = BHCO3 =
H2CO3
N

Kompensasi hiperpnoe (pernafasan dalam dan cepat). Bila masih hiperpnoe bererti
masih uncompensated (belum terkompensasi).
Keterangan : PCO2 = 35- 45 mmHg
HCO3 = 22 27 meq/l
Gangguan elektrolit
Hipernatremia : (Na+ > 150 meq/l)
-

Dapat disebabkan akibat kehilangan air tubuh yang lebih besar daripada natrium atau
masukan natrium yang berlebihan.

Sering pada anak dengan pemberian susu formula kerana terjadi penggantian glukosa
dengan NaCl.

Dapat disebabkan dehidrasi hipertonik (osmolaritas > 320mosm/kg) : kehilangan air >
elektrolit cairan ekstrasel hipertonik cairan intrasel keluar interstitial
dehidrasi intrasel

Gejala : haus, mukosa kering, mual, muntah, badan panas, urin sedikit dan pekat
Koreksi : pemeberian larutan rendah natrium seperti KaEn 3B

Hipokalemia : K+ < 3,5 meq/l


-

Mengakibatkan kelemahan otot

Gejala : kelemahan umum, bising usus << , takikardia, kejang

Gambaran EKG : munculnya gelombang U, depresi segmen ST, pendataran


gelombang T

Syok Hipovolemik
Merupakan kondisi medis dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada
kegagalan beberapa organ.
Dapat terjadi akibat dehidrasi hipotonik volume cairan ekstrasel menurun tekanan darah
menurun sirkulasi lambat (nadi teraba lemah dan menghilang) gangguan fungsi ginjal

Klasifikasi syok hipovolemik


Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Kehilangan
darah

< 750 ml

750 - 1500

1500- 2000

>2000

Volume darah

< 15%

15-30 %

30 -40 %

>40 %

Denyut nadi

< 100

>100

>120

>140

Tekanan darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Output urine

>30 ml/jam

20 30 ml/jam

5 15 ml/ jam

Gagal ginjal akut

Volume urine (oliguria = 100 500 ml/ 24jam atau anuria < 100 ml/ 24jam)
Nokturia (berkemih di malam hari)
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki.
Pembengkakan yang menyeluruh (kerana terjadi penimbunan cairan) oedema
anasarca.
Berkurangnya rasa, terutama tangan atau kaki.
Perubahan mental atau suasana hati.
Kejang.
Tremor tangan.
Mual, muntah.

Vibrio cholerae

Vibrio cholerae dalam pewarnaan TCBS

Epidemiologi kolera

Patofisiologi kolera

Anda mungkin juga menyukai