Definisi Kolera
Kolera adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan/usus
kecil yang disebabkan oleh suatu enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholerae yang
menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam
dan mineral. Bentuk klinisnya yang khas adalah dehidrasi, berlanjut dengan renjatan
hipovolemik dan asidosis metabolic yang terjadi dalam waktu sangat singkat akibat diare
sekratorik dan dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan adekuat.
Karena bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung
cenderung menderita penyakit ini. Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut
atau makanan lainnya yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
Kolera ditemukan di Asia, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Di daerah-daerah
tersebut, wabah biasanya terjadi selama musim panas dan banyak menyerang anak-anak. Di
daerah lain, wabah bisa terjadi pada musim apapun dan semua usia bisa terkena. Kolera
ditandai dengan diare cair ringan sampai diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat
menimbulkan syok hipovolemik, asidosis metabolik dan tidak jarang menimbulkan kematian.
Epidemiologi
Ada dua perangai epidemiologik yang khas dari kolera, yaitu:
-
Di dalam sejarah kolera ada 7 pandemi yang melanda dunia. Organisma penyebab dari empat
pandemik yang pertama belum dapat dikenali pada saat itu, tetapi dua pandemik yang
berikutnya disebabkan oleh Vibrio cholerae serogrup O1 biotipe Klasik. Pandemic yang ketujuh
terjadi pada bulan January tahun 1961, berasal dari kota Makassar, Sulawesi dan merupakan
pandemik pertama yang disebabkan oleh V.cholerae O1 biotipe El Tor. Saat pandemic ketujuh
ini meluas, V.cholerae O1 biotipe El Tor mendesak sama sekali biotipe Klasik yang menjadi
penyebab pandemik sebelumnya dan kini El Tor merupakan biotipe yang dominan yang
dijumpai di seluruh dunia.
Diperkirakan sekitar 5.5% juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika, 8% dari
kasus-kasus ini cukup berat sehingga memerlukan perawatan rumah sakit dan 20% dari kasuskasus berat ini berakhir dengan kematian sehingga jumlah kematian berkisar 120,000 kasus per
tahun.
Transmisi
Vibrio cholerae O1 dapat hidup di alam bebas dan memiliki reservoir alamiah. Habitat alamiah
V.cholerae adalah pinggir pantai laut masin dan muara paya di mana organisma ini dapat hidup
rapat dengan plankton. Telah diketahui bahawa penyebaran kolera secara primer adalah
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, tetapi penelitian wabah akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa binatang laut seperti kerang, tiram dan remis, serta udang dan kepiting,
dapat pula menjadi perantara penyebaran infeksi vibrio.
Pada daerah endemik, air terutama berperan dalam penularan kolera; namun pada epidemi
yang besar, penularan juga terjadi melalui makanan yang terkontaminasi oleh tinja atau air yang
mengandung V. cholerae. Khususnya pada kolera El Tor, yang dapat bertahan selama
beberapa bulan di air. Penularan dari manusia ke manusia dan dari petugas medis jarang
terjadi.
Pasien dengan infeksi yang ringan atau asimtomatik berperan penting pada penyebaran
penyakit ini. Perbandingan antara penderita asimptomatik dengan simptomatik (bermanifestasi
klinik yang khas) pada suatu epidemi diperkirakan 4:1 pada kolera klasik (Asiatika), sedangkan
untuk kolera El Tor, diperkirakan 10:1. Dengan kata lain terdapat fenomena gunung es. Hal
inilah yang menjadi masalah utama dalam upaya pemberantasan kolera El Tor. Pada kolera El
Tor angka karier sehat (pembawa kuman) mencapai 3%. Pada karier dewasa Vibrio cholerae
hidup dalam kantong empedu.
Pola musiman ini juga terlihat di Indonesia. Di bagian barat Indonesia pola dari musim kolera
sangat berbeda dari bagian timur. Mirip dengan keadaan di Bangladesh, kolera sporadik
ataupun epidemik di bagian barat Indonesia berkaitan dengan periode curah hujan yang
subnormal, yaitu pada bulan September dan Oktober, sedangkan di Indonesia bagian timur
kasus-kasus kolera mencapai puncaknya justeru pada musim hujan, yaitu Februari dan April.
Pada peringkat internasional kolera dijumpai secara endemis di Delta sungai Gangga.
Sepanjang sejarah, dengan endemi tahunan di Bengali Barat dan Banglades. Antara tahun
1817-1926, penyakit tersebut menyebar ke seluruh dunia. Endemi (keadaan di mana penyakit
secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat atau populasi tertentu) dan
epidemi (mewabahnya penyakit dalam komunitas atau daerah tertentu dalam jumlah yang
melebihi batas jumlah normal atau yang biasa) kolera sering memperlihatkan suatu pola
musiman. Air serta makanan yang tercemar , terutama jenis kerang-kerangan, memegang
peranan besar dalam transmisi penyakit. Penyebaran dari orang ke orang jarang ditemukan,
tetapi mungkin terjadi di tempat terlalu padat penduduknya, karena diperlukan jumlah
organisme yang besar untuk menimbulkan infeksi, selain hambatan asam lambung yang akan
membunuh sebagian besar vibrio yang tertular. Pada daerah-daerah endemis kolera, penyakit
ini merupakan penyakit anak-anak (prevalensi lebih besar pada anak), di daerah pedesaan
Bangladesh angka serangan penyakit adalah 5-10 kali lebih besar pada anak-anak berusia
antara 2-9 tahun. Dibandingkan dengan orang-orang dewasa, hal ini terjadi diakibatkan karena
kekebalan yang timbul karena paparan yang berulang terhadap V. cholerae 01.
Etiologi Kolera :
VIBRIO CHOLERAE
Spesies :
Vibrio cholerae O1 ( tidak mempunyai kapsul polisakarida)
a. Biotipe
- El Tor
- Klasik
b. Serotipe - Ogawa
- Inaba
- Hikoyima (jarang ditemukan, tidak signifikan)
Vibrio cholerae non-O1
Vibrio cholerae O139 ( mempunyai kapsul polisakarida anti-phagocytic virulence
factor)
*yang menyebabkan penyakit cholera hanyalah vibrio cholerae O1 DAN vibrio cholerae O139..
(non-O1 : menyebabkan gastroenteritis)*
Sebelum tahun 1992, hanya V.cholerae O1 yang dianggap memproduksi toksin (cholera
toksin = CT) yang menyebabkan kolera endemik dan epidemik. Belakangan, V.cholerae O139
diketahui memproduksi cholera toksin (CT) dalam jumlah yang besar seperti serotipe
serogrupO1.
Antigen O bersifat termostabil, terdiri dari polisakarida sedangkan antigen H yang terutama
terdiri dari protein sifatnya termolabil. Selanjutnya, Vibrio cholerae O1 diuji menurut serotipe
atau subtipenya.
Ada 3 serotipe Vibrio cholerae O1, yaitu
1. Serotipe Ogawa , yang mempunyai antigen O faktor A dan B
2. Serotipe Inaba dengan antigen O faktor A dan C
3. Serotipe Hikojima dengan antigen O faktor A, B, C
Serotipe Hikojima jarang dijumpai dan tidak stabil dan pada umumnya diabaikan, sehingga
hanya Ogawa dan Inaba saja yang sering dilaporkan serta dianggap signifikan. Identifikasi
serotipe penting kerana merupakan tes konfirmasi serologik yang definitif terhadap biakan atau
isolat yang positif.
Dengan reaksi biologis Vibrio cholerae O1 dibedakan atas :
biotipe klasik, dan
biotipe El Tor
Perbedaan biotipe ini tidak penting secara klinis (yaitu utk penanganan & pengobatan
penderita) atau untuk pengendalian wabah, tetapi secara epidemiologis penentuan biotipe ini
penting kerana dapat digunakan untuk menentukan sumber infeksi atau sumber wabah.
Biotipe El Tor merupakan biotipe yang dominan dan dijumpai di banyak negara, sedangkan
biotipe klasik banyak ditemukan antara lain di Bangladesh, Pakistan dan India. Di Indonesia
biotipe Klasik belum pernah dijumpai sepanjang sejarah kolera, yang ada hanyalah biotipe El
Tor. Oleh kerana itu, penentuan biotipe dari Vibrio cholerae O1 perlu dilakukan untuk
mewaspadai masuknya galur Klasik dari luar, yaitu dari negara lain di mana biotipe ini prevalen.
Dari pengamatan klinis dilaporkan bahawa faktor-faktor di atas memudahkan terjadinya infeksi
kolera pada individu yang termasuk di dalam kelompok tersebut. Di samping itu, kolera
dilaporkan banyak menyerang anak-anak berusia 1-4 tahun, di mana penyakit kolera pada anak
kurang dari 2 tahun jarang menjadi berat berbanding anak usia lebih tua mungkin kerana
adanya imunitas pasif yang didapat dari ASI.
Anatomi & Pencernaan Usus Halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 68 meter, lebar 25 mm
dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas
permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap proses penyerapan makanan.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian seperti berikut:
a. duodenum, panjangnya 25 cm,
b. jejunum, panjangnya 7 m,
c. ileum, panjangnya 1 m.
Kimus (chyme) yang berasal dari lambung mengandung molekul molekul pati yang telah
dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di lambung,
molekul - molekul lemak yang belum dicernakan serta zat - zat lain. Selama di usus halus,
semua molekul karbohidrat dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul monosakarida.
Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul asam amino, dan
semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam lemak.
Usus Halus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah usus.
Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut.
1) Sukrase - proses pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
2) Maltase - proses pemecahan maltosa menjadi dua molekul glukosa.
3) Laktase - proses pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
4) Enzim peptidase - proses pemecahan peptida menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan terakhir di usus
halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama di bagian jejunum dan
ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak,
penyerapannya bersama dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air
penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi. Di dalam villi ini terdapat pembuluh
darah, pembuluh kil (limfa), dan sel goblet. Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke dalam sirkulasi darah.
Absorpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transport aktif dan pasif. Pencernaan
makanan didalam
molekular. Ini dilakukan oleh sekret kelenjar pencernaan besar dan getah usus yang terutama
dihasilkan oleh kelenjar intestinal (Liberkuhn). Di sini asam amino dan glukosa diserap dan
diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena porta hepatis, sedangkan asam lemak
bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak
bersama gliserol diserap ke dalam villi. Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan,
kemudian asam lemak mengikat gliserin dan membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk
masuk ke tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa). Melalui pembuluh kil, emulsi lemak
menuju vena sedangkan garam empedu masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi
menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong menuju
usus besar (kolon).
Pembagian cairan tubuh dalam keadaan normal :
Cairan tubuh (60% BB) terdiri daripada:
Interstitial = 16%
Plasma/ intravascular = 4%
Difusi
Sebagian besar perpindahan zat dari plasma ke cairan interstitial melewati dinding
kapiler dengan cara difusi (transport pasif/ mengikuti gradient konsentrasi).
iii-
Cairan interstitial dan cairan intrasel mempunyai tekanan osmotic yang sama.
Perubahan tekanan osmotic cairan interstitial dan cairan intrasel paling sering terjadi bila
ada perubahan konsentrasi Na+ yang merupakan kation utama CES dan K+ yang
merupakan kation utama CIS.
Komposisi elektrolit dalam cairan tubuh:
Komposisi
Na
Plasma darah
Keterangan
135-150
K+
3,6- 5,5
Mg ++
Ca++
Cl-
100- 105
HCO3HPO
24,6 28,8
2
Patofisiologi
Kolera ditularkan melalui jalur oral. Infeksi V.cholerae terjadi kerana masuknya kuman
ini ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman yang tercemar atau terkontaminasi
oleh V.cholarae O1. Tergantung dari jumlah inokulum dan kerentanan dari individu yang
bersangkutan, masa inkubasi infeksi V.cholerae O1 umumnya antara 12 sampai 72 jam. Bila
V.cholerae O1 berhasil lolos dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini akan
cepat terbunuh dalam asam lambung. Tapi setelah melewati lambung dan bertahan hidup dari
pengaruh asam lambung, kuman-kuman akan mencapai bagian proksimal usus halus (suasana
sedikit alkalis) di mana terjadi interaksi antara bakteri dan pejamu. Apabila berjaya
mendominasi, kuman ini akan melekatkan diri pada mukosa usus halus. Perlekatan terutama
diperantarai oleh Toxin Coregulated Pilus (TCP), dinamakan demikian karena sintesis TCP
diatur secara paralel dengan toksin kolera (Cholera Toxin, CT). selanjutnya kuman akan
berkembang biak sambil memproduksi toksin (Cholera Toxin, CT).
Toksin kolera adalah suatu enterotoksin protein, dengan berat molekul 84.000 Dalton,
tahan panas dan tak tahan asam, yang boleh menimbulkan diare cair seperti air basuhan beras
(rice-water stool). Toksin ini tersusun dari sebagian enzimatik monomerik (subunit A Active)
dan sebagian ikatan pentamerik (subunit B Binding). Pentamer B (mengandung 5
polipeptida) berikatan pada ganglioside monosialosil yang spesifik, GM1, suatu reseptor glikolipid
yang terdapat pada permukaan sel epitel jejunum, dan kemudian membolehkan subunit A
masuk ke dalam sel epitel. Perjalanan subunit A di dalam sitoplasma diikuti dengan pembelahan
ikatan disulfida menjadi dua fragmen (A1 dan A2). Sub unit aktif,
A1 memindahkan secara
Lumen usus
halus
Hiperperistalt
V.cholerae bakteri berkembang biak enterotoksin kolera
hebat
diare
ATP
3 5 cAMP
5 AMP
ENTEROSIT
Gambar 1: Mekanisma terjadinya diare pada kolera.
Gejala klinis
Gejala klinis yang timbul pada kolera semuanya disebabkan kerana kehilangan cairan
tubuh akibat diare berat, yang boleh menyebabkan dehidrasi dalam waktu singkat dan akhirnya
jatuh dalam syok hipovolemik. Selain itu, gejala yang timbul juga akibat kompensasi tubuh
akibat kekurangan cairan.
Diare cair dan muntah timbul sesudah masa inkubasi 12 jam sampai 72 jam (rata-rata 23 hari) kadang-kadang sampai 7 hari. Kolera dimulai dengan diare berair secara tiba-tiba tanpa
rasa mulas mahupun nyeri (tenesmus) dan jumlahnya boleh menjadi sangat banyak dan sering
disertai muntah. Dalam kes berat, volume feses boleh lebih daripada 250ml/ kg dalam 24 jam
pertama. Jika cairan yang hilang tidak diganti dengan segera, boleh menyebabkan pasien jatuh
kepada syok hipovolemik dan akhirnya mati. Feses memiliki ciri yang khas yaitu cairan agak
keruh dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak amis. Kolera dijuluki air cucian beras
(rise water stool) karena kemiripannya dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras.
Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalangumpalan putih (terdiri dari mucus, sel epitel usus, V. cholerae dalam jumlah yang banyak).
Feses pada kolera tidak mengandungi lekosit atau eritrosit dan hampir tidak ada protein. Ini
menggambarkan karakter infeksi kolera pada lumen usus yang sifatnya non-invasif dan noninflammatorik.
Gejala yang tampak adalah:
1. Diare mendadak, berupa air yang rupanya seperti bekas air cucian beras (rice water
stool).
2. Muntah tanpa didahului mual, biasanya mengikuti diare (pusat muntah dirangsang oleh
saraf di sal.pencernaan akibat iritasi oleh kuman dan enterotoksin)
3. Tidak ada demam
4. Meskipun beberapa penderita mengeluh adanya nyeri perut, tetapi umumnya nyeri perut
tidak menyertai kolera. Bila terjadi nyeri perut , ini biasanya kerana distensi abdominal
akibat pengumpulan cairan di usus atau berhubungan dengan kejang otot (tersering
pada otot betis, biceps, triseps, pektoralis dan dinding perut) yang timbul kerana
gangguan metabolism kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.
5. Dehidrasi, terjadi bila penggantian cairan yang keluar lewat tinja dan muntah terlambat
dilaksanakan. Pada dehidrasi yang berat, tampak tanda-tanda:
-
Mata cekung
Pada saat dirawat atau pada 24 jam pertama perawatan gejala klinisnya sesuai dengan
penurunan volume cairan, pada kehilangan 3-5% ; BB masih normal,mulai timbul rasa haus. 58% ; terjadi hipotensi postural, kelemahan, takikardia, penurunan turgor kulit. Lebih dari 10%;
lebih merupakan diare masif, dimana terdapat dehidrasi berat dan kolaps peredaran darah,
dengan tanda-tanda tekanan darah menurun (hipotensi) dan nadi lemah dan sering tak terukur,
pernafasan cepat dan dalam, oliguria, sunken eyes pada bayi, ubun-ubun cekung, kulit terasa
dingin dan lembab disertai turgor yang buruk, kulit menjadi keriput (washerwoman hands),
terjadi sianosis dan nyeri kejang (muscle cramp) pada otot-otot anggota gerak, terutama pada
bagian betis. Kejang otot ini di sebabkan karena berkurangnya kalsium dan klorida pada
sambungan neuromuskular. Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit serta asidosis. Pasien berada dalam keadaan lunglai, tak berdaya, tampak gelisah,
disertai letargi, namun kesadarannya relatif baik dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma
baru akan terjadi pada saat-saat terakhir. Pada 10% bayi dan anak-anak, dapat dijumpai
kejang sentral dan stupor, yang disebabkan hipoglikemia (muntah2 tidak makan)
yang sangat menurun (<15mmol/L); dan peningkatan anion gap (kerana peningkatan serum
laktat, protein, dan fosfat). pH arteri biasanya rendah (lebih asam asidosis) (~7.2).
Pemeriksaan osmolaritas : Hipertonis : >320 mosm/kg atau Na > 150 meq/l.
Hipotonis : <250 mosm/kg atau Na < 127 meq/l.
Analisa gas darah : untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa. Pada diare
yang ditakutkan terjadi asidosis metabolic, yaitu : pH < 7,35 (N= 7,35- 7,45), PCO 2 < 35 (N =
35-45 mmHg), HCO3- < 22 (N = 22-27 mmHg), base excess, BE (- 2,3 - +2,5 meq/L) semakin
kecil semakin kehilangan basa.
4. Kultur Bakteriologis
Diagnosis pasti kolera tergantung dari keberhasilan mengisolasi V. Kolera 01 dari tinja
penderita, penanaman pada media selektif yaitu agar gelatin tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa,
atau agar thiosulfate-citrate-bilesalt-sucrose (TCBS) dan tellurite, taurocholate and gelatin agar
(TTGA). Tampak pada TCBS organisme V. Kolera (koloni yang meragi sukrosa) menonjol
sebagai koloni besar, kuning halus berlatar belakang medium hijau kebiruan. Pada TTGA koloni
kecil, opak dengan zone pengkabutan sekelilingnya.
5. Uji serologis
Untuk konfirmasi isolate yang diidentifikasikan sebagai V.cholerae dilakukan dengan reaksi
aglutinasi antigen somatic (antigen O). Antiserum spesifik V.cholerae O1 (olivalen, monovalen
Ogawa dan Inaba) dapat diperoleh secara komersial. Reaksi serologis dapat dilakukan dengan
cara aglutinasi gelas alas. Uji aglutinasi dilakukan dari biakan baru Kligler iron agar (KIA). Dari
biakan ini dibuat suspensi tebal dalam larutan garam faal. Satu tetes suspensi ini diambil dan
diletakkan di gelas alas yang bersih, kemudian ditambahkan satu tetes antiserum polivalen
V.cholerae
O1, dicampur dengan mengaduk dan gelas alas digoyang. Bila positif, reaksi
aglutinasi yang kuat (yaitu berupa gumpalan-gumpalan) akan tampak dalam waktu 30 detik
sampai 1 menit. Reaksi aglutinasi yang lemah atau lambat (lebih dari 3 minit), dinilai sebagai
negative.
6. Penentuan Kepekaan Antibiotic
Digunakan untuk memilih pengobatan yang paling tepat untuk pasien. Pengujian kepekaan
antibiotika dapat dilakukan dengan cara difusi cakram (disk diffusion test atau metode KirbyBauer) atau menurut metode mikrodilusi kaldu (broth microdilution) sesuai menurut prosedur
baku. Di Indonesia, spesis Vibrio yang diisolasikan dari penderita-penderita diare, khususnya
V.cholerae O1, pada umumnya relatif masih sensitive terhadap antibiotika yang lazim
digunakan di dalam pengobatan kolera.
Rotavirus
E.coli
enterotoksigeni
k
E.coli
enteroinvasi
f
Salmonella
Shigella
V.
cholerae
Mual dan
muntah
Dari
permulaaa
n
Jarang
Panas
Nyeri
+
Tanesmus
Kadang-kadang
+
-Tanesmus
-Kolik
Muntah
tanpa
didahului
mual
Kolik
Sering distensi
abdomen
Hipotensi
Gejala
lain
+
-Tanesmus
-Kolik
-Pusing
+
-Tanesmus
-Kolik
-Pusing
-Bakteriemia
-Toksikemia
sistemik
Dapat ada
kejang
Dapat
ada
kejang
otot
Rotavirus
E.coli
enterotoksigenik
E.coli
enteroinvasi
f
Salmonella
Shigella
V.cholerae
Volume
Sedang
Banyak
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sangat
banyak
Frekuensi
Sampai
10x/lebih
Sering
Sering
Sering
Sering
sekali
Hampir
terus
Konsistens
i
Berair
Berair
Kental
Berlendir
Cair
Berair
Mukus
Jarang
Sering
Flecks
(gumpalan
putih
dengan
mukus dan
sel mati)
Darah
Kadangkadang
Sering
Bau
Bau tinja
Tidak spesifik
Bau telur
Tak
berbau
Bau manis
menusuk
Warna
Hijau
kuning
Tidak berwarna
Hijau
Hijau
Hijau
Putih keruh
Leukosit
Sifat lain
Tinja seperti
air cucian
beras
(khas)
Rotavirus: Diare disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan virus. Malabsorbsi terjadi oleh
karena kerusakan sel usus (enterocyt). Racun yang diproduksi rotavirus berupa protein NSP4
menyebabkan sekresi ion kalsium, mengganggu SGLT1 dalam proses reabsorbsi air,
menghambat aktivitas membran silia disakarida, dan kemungkinan mengganggu reflek simpatis
parasimpatis usus. Enterocyt yang sehat mengsekresikan lactase ke usus kecil. Intoleransi
susu dapat terjadi oleh karena defisiensi lactase dan menjadi gejala khas dari infeksi rotavirus
ini, dan kondisi ini dapat berlangsung sampai satu minggu. Diare sedang yang berulang oleh
karena pengenalan susu buatan pada anak terjadi oleh karena fermentasi disakarida laktosa
oleh bakteri di usus.
Bakteri non invasif: Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus,
namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat,
kation natrium, dan kalium. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. Cholerae, dan
Enterotoksigenik E. Coli (ETEC).
Bakteri enteroinvasif: Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan
ulserasi. Diarenya bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella spp
dan Shigella spp.
Shigellosis disebut juga disentri basiler. Disentri sendiri artinya salah satu dari berbagai
gangguan yang ditandai dengan peradangan usus, terutama kolon dan disertai nyeri perut,
tenesmus dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lender. Habitat alamiah
kuman disentri adalah usus besar manusia, dimana kuman tersebut dapat menyebabkan
disentri basiler. Infeksi Shigella praktis selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi dalam
darah sangat jarang. Shigella menimbulkan penyakit yang sangat menular. Dosis infektif kurang
dari 103 organisme. Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lendir, mikro
abses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis
selaput lendir, ulserasi superfisial, perdarahan, pembentukan pseudomembran pada daerah
ulkus. Ini terdiri dari fibrin, lekosit, sisa sel, selaput lendir yang nekrotik, dan kuman. Waktu proses
berkurang, jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.
PENATALAKSANAAN
Dengan diketahuinya pathogenesis dan patofisiologi peyakit kolera, saat ini tidak ada
masalah dalam pengobatannya. Dasar pengobatannnya kolera adalah terapi simptomatik dan
kausal secara simultan. Tatalaksana mencakup penggantian kehilangan cairan tubuh dengan
segera dan cermat, koreksi gangguan elektrolit dan bikarbonat serta terapi antimikrobial.
a. Terapi cairan
Pengobatan utama pada kolera adalah penggantian cairan elektrolit dan keseimbangan asam
basa yang cepat dan adekuat, yaitu dengan pemberian cairan yang tergantung pada dehidrasi
ringan, sedang, berat menurut WHO yaitu sebagai berikut :
Dehidrasi Sedang
Haus, gelisah atau
Dehidrasi Berat
Mengantuk, lembek,
dingin, berkeringat,
terhadap sentuhan
tungkai yang
muda
atau mengantuk
sianotik, mungkin
komatosa
Biasanya sadar,
postural
kelihatan cemas,
Anak-anak berusia
Dehidrasi Ringan
Haus, giat, gelisah
dingin, berkeringat,
tungkai sianotik, kulit
jari tangan dan kaki
berkeriput, kejang
Kecepatan dan
volume normal
otot
Cepat, sangat lemah,
kadang-kadang tidak
Pernafasan
Normal
Dalam, mungkin
teraba
Dalam dan cepat
Fontanella depan
Tekanan darah
Normal
Normal
cepat
Cekung
Normal atau rendah
Sangat cekung
Kurang dari 90
sistolik
Kelenturan kulit
Mata
mm/Hg, mungkin
Cubitan segera
Cubitan kembali
kembali normal
dengan lambat
dengan sangat
Normal
Cekung (dapat
diketahui)
Air mata
Selaput lendir
Pengeluaran air
Ada
Basah
Normal
kemih
Tidak ada
Kering
Jumlahnya
Tidak ada
Sangat kering
Tidak ada yang
keluar selama
gelap
beberapa jam,
kandung kemih
4-5 %
40-50 ml/kg
kosong.
10 % atau lebih
100-110 ml/kg
6-9 %
60-90 ml/kg
yang diperkirakan
tubuh
yang
diperiksa
Keadaan umum
Sehat
Gelisah, cengeng,
Kekenyalan kulit
Mata
Fontanela mayor
Mulut
Denyut nadi/ minit
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120
apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering dan sianosis
Lemah >140
Keterangan : 0-2 = dehidrasi ringan, 3-6 = dehidrasi sedang, 7-12 = dehidrasi berat
Rehidrasi dilaksanakan dua tahap yaitu terapi rehidrasi dan maintenance (rumatan).
Penderita dehidrasi berat dengan shock hipovolemik harus segera diberi cairan pengganti
secara intravena. Pada anak yang berusia lebih muda dapat menerima cairan kurang lebih 30
ml/tts selama satu jam pertama, 40 ml/tts dalam 2 jam berikutnya serta kurang lebih 40 mg/kg
selama jam ketiga dan selanjutnya pada anak-anak yang berusia lebih lanjut dan orang dewasa
biasanya diberikan jumlah keseluruhan tersebut dalam 3-4 jam sedangkan kecepatan dan
jumlah yang tepat dari cairan pengganti serta pemeliharaan selanjutnya disesuaikan dengan
derajat dehidrasi dan pengeluaran tinja yang terus berlangsung. Sesudah itu biasanya dapat
dimulai terapi oral dengan tujuan mempertahankan cairan yang masuk agar sama dengan
yang keluar.
Monitoring atau pemantauan yang cermat dan teliti terhadap tanda-tanda vital seperti
tensi, nadi, respirasi, suhu serta perlu diperhatikan adanya ronkhi paru-paru yang sering akibat
edema paru dan edema kelopak mata, untuk mencegah terjadinya hidrasi berlebihan. Cairan
intravena yang dipilih yang dapat menggantikan kehilangan cairan isotonis dan elektrolit yang
terjadi melalui tinja kolera dan WHO mengemukakan bahwa RL sebagai larutan yang
terbaik karena komposisinya kurang lebih sama dengan susunan elektrolit tinja kolera
dan terbukti dapat perfusi ke sel tubuh dengan baik dan perlu ditambahkan kalium klorida
(sebanyak 10 m Ek/l) atau diberikan per oral jika fungsi ginjal baik untuk mencegah hipokalemia
berat.
Rehidrasi oral dapat diberikan secukupnya adalah tindakan utama kecuali apabila
anak kesadarannya kurang, muntah terus menerus, menderita ileus dan dalam keadaan syok.
Pada keadaan ini yang paling tepat adalah rehidrasi intravena. Penderita dengan derajat
dehidrasi sedang atau ringan mula-mula dapat diberikan cairan pengganti oral dengan tujuan
mempertahankan cairan yang masuk agar sama dengan yang keluar. Larutan tersebut dapat
dibuat dengan menggunakan air minum biasa yang bersih (Oralit generic,eg : renalyte, pharolit).
Penderita dengan dehidrasi sedang mendapatkan 100 mg/kg larutan garam dehidrasi oral
selama 4 jam dan 50 ml/kg dalam waktu yang sama diberikan kepada penderita dengan
dehidrasi ringan. Penderita dengan derajat dehidrasi ringan larutan oral dapat diberikan
sebanyak 100 m/kg/hari hingga diare berhenti. Bayi yang disusui ASI hendaknya dipertahankan
untuk menyusui secara libitum selama pengobatan.
b. Terapi kausal
Pengobatan berdasarkan kausal yaitu pemberian antibiotika merupakan upaya yang penting
disamping terapi cairan. Terapi antibiotik dini mungkin dapat segera mengeradikasi bakteri di
tinja, dapat mengurangi gejala-gejala penyakit, mengurangi frekuensi serta volume diare secara
bermakna dan mengurangi jumlah cairan intravena maupun oral yang diperlukan untuk
rehidrasi penderita. Tetrasiklin dengan dosis 500 mg 4 kali sehari secara oral selama 3 hari
pada umumnya cukup efektif. Sebagai alternatif dapat dipilih obat-obat lain seperti tetrasiklin,
norfloksasin, siprofloksasin, doksisiklin dan trimetoprim-sulfametoksasol.
Terapi Antimikroba pada Kolera
Terapi Lini Pertama
Dewasa
Alternatif *
Eritromisin 250 mg per oral 4
Anak
Trimetoprim- sulfametoksasol (5
dosis tunggal
Dipakai jika dicurigai lini pertama telah resisten atau pasien alergi terhadap lini pertama
efektivitas tinggi terhadap kuman batang gram negative seperti V. Cholerae. Kuman
V.Cholerae menimbulkan gejala diare pada pasien dengan memproduksi toksin. Toksin
kolera adalah suatu toksin protein yang boleh menimbulkan diare cair seperti air
basuhan beras (rice-water stool). Pengobatan kolera menggunakan antimikroba
golongan tetrasiklin akan menghambat produksi toksin kolera yang menyebabkan
terjadinya
diare
karena
mekanisma
kerja
golongan
tetrasiklin
adalah
dengan
Komplikasi
Kolera dapat dengan cepat menjadi fatal. Dalam kasus yang paling parah, kehilangan
sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kematian dalam waktu 2-3jam. Dalam
situasi yang kurang ekstrem, orang yang tidak menerima pengobatan mungkin mati akibat
dehidrasi dan syok dalam masa 18jam hingga beberapa hari setelah gejala pertama kolera
muncul.
Meskipun syok dan dehidrasi yang parah adalah komplikasi yang paling merusak dari kolera,
masalah lain mungkin terjadi seperti :
Hipoglikemi. Gula darah yang sangat rendah boleh terjadi apabila pasien terlalu sakit
untuk makan. Anak-anak paling beresiko untuk komplikasi ini sehingga dapat
menyebabkan kejang, pengsan bahkan kematian.
Hipokalemi. Orang dengan kolera kehilangan sejumlah besar mineral termasuk kalium
didalam feses. Kadar kalium yang sangat rendah mengganggu fungsi jantung (boleh
menyebabkan cardiac arrest) dan gangguan pada sambungan neuromuscular
(menimbulkan kejang) serta dapat mengancam nyawa.
Asidosis metabolic. Kerana kehilangan ion bikarbonat yang terlalu banyak dalam
cairan diare, menyebabkan pH darah menurun menjadi asidosis. Oleh itu, tubuh harus
berkompensasi melalui pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam) untuk membuang lebih
banyak CO2 yang ada dalam tubuh supaya dapat mengurangkan asidosis.
Gagal ginjal. Apabila ginjal kehilangan kemampuan untuk menyaring, jumlah cairan
akan bertambah. Beberapa elektrolit dan bahan buangan yang toksik (seperti urea)
meningkat di dalam badan yang merupakan satu kondisi yang berpotensi mengancam
nyawa. Pada orang dengan kolera, gagal ginjal sering menyertai syok.
Shock Hipovolemik. Adalah salah satu komplikasi yang paling serius dehidrasi kolera.
Hal ini terjadi ketika volume darah berkurang menyebabkan penurunan tekanan darah
dan pengurangan yang sesuai dalam jumlah oksigen yang mencapai jaringan tubuh.
Jika tidak diobati, syok hipovolemik berat dapat menyebabkan kematian dalam hitungan
menit.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada kecepatan dimulainya pemberian terapi yang sesuai.
Dengan pengobatan yang adekuat, hampir semua pasien kolera benar-benar sembuh dan
angka kematian dapat diturunkan sampai 0%.
Penanggulangan Wabah Kolera.
1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah yang berisiko tinggi untuk
segera mencari pengobatan bila sakit.
dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan dengan memakai
sabun/antiseptik, cuci sayuran dengan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah
(lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang. Bila dalam
anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan
pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus disterilisasi, serangga
lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi
orang yang kontak langsung dengan penderita.
Vaksin kolera
Pada saat ini ada 3 jenis vaksin kolera yang terdaftar dan dapat diperoleh di berbagai Negara.
Vaksin tersebut adalah:
Vaksin lama dari sel yang dimatikan, diberikan secara parenteral (killed whole-cell
parenteral vaccine).
Vaksin dari subunit B dari sel yang dimatikan (BS/WCV), diberikan secara oral
Vaksin hidup dari V.cholerae galur CVD 103-HgR, diberikan secara oral.
Oleh kerana vaksin lama berupa sel yang dimatikan dan diberikan secara parenteral hanya
memberikan perlindungan parsial dan jangka waktu yang pendek, maka tidak banyak lagi
negara-negara yang menggunakannya. Kedua vaksin yang terakhir lebih disukai kerana mudah
diberikan (secara oral) dan lebih kuat merangsang respons kekebalan lokal usus.
Keuntungannya dari vaksin BS/WCV adalah kerana sangat aman, tetapi kerugiannya adalah
kerana vaksin ini perlu diberikan dalam 2-3 dosis untuk mencapai ambang proteksi yang
memadai.
Vaksin oral CVD 103-HgR juga aman dan memberikan imunogenitas yang tinggi dengan hanya
satu dosis tunggal. Vaksin ini memberikan proteksi terhadap penyakit kolera baik yang ringan
maupun yang berat dan serotype V.cholerae O1.
Lampiran
Diare
Definisi
a. Adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram
atau 200ml/24jam.
b. Buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
c. Diare akut kurang dari 15 hari
pasase tinja yg cair/ lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari (world gastroenterology organization global
guidelines)
Keadaan risiko mengalami diare infektif : (berguna utk kaitkan dgn hasil dr anamnesis)
a. Baru saja berpergian/ melancong : Negara berkmbg, daerah tropis, dll
b. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa : mknn laut dan shell fish, terutama yg
mentah, restoran dan rumah makan cepat saji (fast food) dll
c. Homoseks, PSK, AIDS
Etiologi diare akut :
a. Infeksi
a. Enteral : bakteri (shigella, E.coli, salmonella, vibrio cholera dll), virus (rotavirus,
adenovirus, CMV, HIV dll), parasit (entamoeba histolitika, giardia lamblia dll),
worm
(A.lumbricoides,
ccg
tambang,
S.stercoralis
dll),
fungus
(kandida/monoliasis)
b. Parenteral
mengandung
intoksikasi
makanan
bakteri/toksin),
alergi
(beracun,
(susu
mengandung
sapi,
logam
makanan
berat,
tertentu),
Patomekanisme diare :
a. Diare osmotik : disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus
yg disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (eg:MgSO4, Mg(OH)2,
malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus
b. Diare sekretorik : diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Khas : volume tinja yg byk sekali, tetap berlangsung
walaupun dilakukan puasa mkn/minum. Penyebab : efek enterotoksin, gangguan
absorpsi garam empadu, efek obat laksatif
c. Diare inflammatorik : disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yg berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit
kedlm lumen, gguan absorpsi air-elektrolit. Inflamsi mukosa usus halus dpt disebabkan
infeksi (disentri shigella) atau non infeksi (colitis ulcerative, penyakit Crohn)
d. Diare infeksi : selalu disbbkn bakteri (invasive : merusak mukosa), (non invasive : tidak
merusak mukosa, sbbkn diare karena toksin yg disekresi, dikenal jg sebagai diare
toksigenik)
Dehidrasi
Menurut Osmolaritasnya Dehidrasi dibagi:
a. Dehidrasi hipertonik
Sebab : kehilangan air > elektrolit cairan ekstrasel hipertonik cairan intrasel keluar
ke interstitial dehidrasi intrasel
Gejala : haus, mukosa kering, mual, muntah, badan panas, urin sedikit dan pekat
Koreksi : pemberian larutan rendah natrium seperti KaEn 3B
b. Dehidrasi hipotonik
Sebab : minum air terlalu banyak/ pengobatan diare diganti dengan air saja (tanpa
elektrolit) cairan ekstrasel menjadi hipotonik cairan intrasel hipertonik terhadap
ekstrasel air masuk ke dalam sel oedem intrasel
Gejala : penderita cepat menjadi lemah tapi tidak merasa haus dan volume urin tidak
banyak berubah
Pem.lab : Na dan Cl plasma menurun, Ht meningkat, protein plasma meningkat.
c. Dehidrasi isotonic
Sebab : kehilangan cairan gastrointestinal yang berlebihan
Gejala : kehilangan BB dalam waktu singkat, turgor kulit menurun, mata cekung, ubunubun cekung (pada bayi), kulit kering, badan panas.
dicapai dengan merangsang pusat pernafasan untuk meningkatkan ventilasi yaitu pernafasan
cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul).
Asidosis metabolic = BHCO3 =
H2CO3
N
Kompensasi hiperpnoe (pernafasan dalam dan cepat). Bila masih hiperpnoe bererti
masih uncompensated (belum terkompensasi).
Keterangan : PCO2 = 35- 45 mmHg
HCO3 = 22 27 meq/l
Gangguan elektrolit
Hipernatremia : (Na+ > 150 meq/l)
-
Dapat disebabkan akibat kehilangan air tubuh yang lebih besar daripada natrium atau
masukan natrium yang berlebihan.
Sering pada anak dengan pemberian susu formula kerana terjadi penggantian glukosa
dengan NaCl.
Dapat disebabkan dehidrasi hipertonik (osmolaritas > 320mosm/kg) : kehilangan air >
elektrolit cairan ekstrasel hipertonik cairan intrasel keluar interstitial
dehidrasi intrasel
Gejala : haus, mukosa kering, mual, muntah, badan panas, urin sedikit dan pekat
Koreksi : pemeberian larutan rendah natrium seperti KaEn 3B
Syok Hipovolemik
Merupakan kondisi medis dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada
kegagalan beberapa organ.
Dapat terjadi akibat dehidrasi hipotonik volume cairan ekstrasel menurun tekanan darah
menurun sirkulasi lambat (nadi teraba lemah dan menghilang) gangguan fungsi ginjal
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kehilangan
darah
< 750 ml
750 - 1500
1500- 2000
>2000
Volume darah
< 15%
15-30 %
30 -40 %
>40 %
Denyut nadi
< 100
>100
>120
>140
Tekanan darah
Normal
Normal
Menurun
Menurun
Output urine
>30 ml/jam
20 30 ml/jam
5 15 ml/ jam
Volume urine (oliguria = 100 500 ml/ 24jam atau anuria < 100 ml/ 24jam)
Nokturia (berkemih di malam hari)
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki.
Pembengkakan yang menyeluruh (kerana terjadi penimbunan cairan) oedema
anasarca.
Berkurangnya rasa, terutama tangan atau kaki.
Perubahan mental atau suasana hati.
Kejang.
Tremor tangan.
Mual, muntah.
Vibrio cholerae
Epidemiologi kolera
Patofisiologi kolera