Anda di halaman 1dari 46

PEMERIKSAAN

LABORATORIUM PENYAKIT
INFEKSI

Dr. Desiana,M Ked(Clin Path),


SpPK
Infeksi umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau
infeksi bakterial, terkadang infeksi jamur dan parasit.
Penentuan diagnosis infeksi bakteri akut sering sulit
karena kemiripan gejala klinis dengan
Infeksi virus akut ataupun peradangan non- infeksi,
seperti trauma, reaksi penolakan organ donor, reaksi
autoimun, dan sebagainya.
serum dan kadar antigen virus (viral load). Pada
praktik sehari-hari, kedua hal ini jarang dikerjakan
karena hasil pemeriksaan laboratorium cenderung
lambat.
 Oleh karena itu, adanya suatu penanda yang dapat
menggambarkan adanya infeksi bakteri akut pada
awal perjalanan penyakit dapat sangat membantu
mengarahkan rencana terapi, mengurangi
penggunaan antibiotik yang tidak rasional, dan
memperbaiki outcome jangka panjang.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK
INFEKSI VIRUS

 PEMERIKSAAN HEMATOLOGI
 PEMERIKSAAAN SEROLOGI (PEMERIKSAAN VIROLOGI
 Pemeriksaan laboratorium pada penyakit infeksi
meliputi:
1. Pemeriksaan rutin:darah, urin, feses/tinja
2. Pemeriksaan mikrobiologi dan uji kepekaan
3. Imunoserologi
4. Kimia klinik
5. Darah, serum, cairan otak, exudat dll
Peran Laboratorium

 Penyaring
 Diagnostik
 Monitoring
 Prognostik
 Diagnosis Infeksi ada 3 macam
1. Organ atau morfologi: patologi anatominya
2. Fungsional : dilihat faalnya
3. Etiologi : dicari penyebabnya
Penyakit Infeksi virus

PENYAKIT INFEKSI VIRUS INI SANGAT BANYAK


SEKALI DIANTARANYA:
 Demam Dengue
 Demam Berdarah Dengue
 HIV/AIDS
 Infeksi Mononukleosis Infeksiosa
 Morbili
 Varicella
 Hepatitis
 Meningitis Virus
 Chikungunya
 SARS (Severe Acute Respiratory Syndrom)
 Flu Burung (Avian Flu) pada manusia
PEMERIKSAAN HEMATOLOGI SECARA UMUM
UNTUK INFEKSI

 Leukopenia
 Trombositopenia
 Test Tourniquet +
 Peningkatan hematokrit, hipoalbuminemia
 Perdarahan, DIC
PEMERIKSAAN VIROLOGI

PEMERIKSAAN VIROLOGIS TIDAK BEGITU


SERING DILAKUKAN, HAL INI DISEBABKAN:
 Virus yang berukuran 0,02-0,3 µM
tidak bisa diperiksa dibawah
mikroskop cahaya baru bisa
dengan mikroskop elektron
 Virus lebih sulit dibiak daripada
kuman & virus hanya dapat
bereplikasi pada sel host
 Untuk biakan (invitro)sering
digunakan organ-organ binatang atau
biakan jaringan sebagai medium
karena memerlukan sel hidup
 Memerlukan laboratorium khusus
(sarana lengkap)
 Dalam praktek sehari-hari sulit
mengenal infeksi virus dibandingkan
infeksi bakteri
TEST SEROLOGI

 Test IFA
 Test ELISA (Ab IgM dan IgG)
DEMAM DENGUE

LABORATORIUMNYA:
 Test Tourniquet +
 Leukopenia
 Trombisitopenia (kadang)

Tingkat kefatalannya rendah


DEMAM BERDARAH DENGUE

ADA 2 FASE:
 FASE I: Penyakit ringan
demam, nausea, muntah,
malaise, sakit kepala,
test tourniquet +

 FASE II: peningkatan Ht


trombositipenia
hipoalbuminemia
efusi pleura
shock (DSS)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Isolasi virus  paling baik
 dibutuhkan virus > dalam darah
waktu pendek
 Pemeriksaan lama
 Peralatan khusus
 Mahal
UJI HAMBATAN HAEMOGLUTINASI
(HAEMOGLUTINATION- INHIBITION

 Gold standart
 Darah diambil 2x
 Akut
 Konvalesen (7 hari setelah diambil I)
ada peningkatan titer ≥ 4  infeksi
 Waktu lama
 Variasi antar laboratorium >
PENINGKATAN TITER ANTIBODI DALAM SERUM
ANTI DENGUE IgM DAN IgG

 Metode ELISA
 waktu lama
 mahal
 sensitivitas & spesifisitas tinggi

 Rapid Test
 banyak sekarang
PADA FASE AKUT  ANTIGEN DIPERIKSA
DENGAN RT-PCR

DIAGNOSIS:
KLINIS + LABORATORIUM
1. TEST TOURNIQUET

TUJUAN: Menguji ketahanan kapiler darah

ALAT: tensimeter
stopwatch

PENILAIAN: Petechie
> 10  (+)
TROMBOSIT

NORMAL: 150.000- 400.000/mm3

ALAT: Mikroskop
Hemocytometer
Kapas Alkohol
Lanset

PENILAIAN: < 150.000/mm3 


Trombositopenia
> 400.000/ mm3  Trombositosis
HIV / AIDS
 Virus HIV-1 dan HIV-2  HIV

 Menyerang sel limfosit T CD4+ bereplikasi


 lisis sel  TCD4+ ↓↓ dalam darah

 Virus HIV  virus RNA untai ganda


 famili retrovirus genus lentivirus

 Sifat sitopatik  merusak sel

 Target  menginfeksi sel sistim imun


 limfosit T CD4 + (Th), makrofag, sel dendrit
Kelainan Hematologi pada HIV / AIDS

 Sel T CD4+ me- oleh karena :


 Viral budding terinfeksi  efek sitopatik HIV
 apoptosis
 Pembentukan syncytium  sel multinuclear besar
Umur sel T CD4+ < N  
 Gangguan fungsi sel T CD4+ :
 aktivasi makrofag 
 induksi sel T CD8, sel B, sel NK 

 Sel B terinfeksi HIV  pengaktifan abnormal


 hipergamaglobulinemia poliklonal IgG dan IgA
 pe- regulasi sel T CD8+ terhadap sel B
 unregulated sel B
 Monosit dan makrofag yang terinfeksi HIV :
 Dapat berikatan dengan envelope HIV ok mempunyai reseptor
permukaan CD4
 Monosit terinfeksi → reservoir HIV ok tahan tehadap efek sitopatik
HIV
 Menghasilkan inhibitor IL-1 :
 proliferasi sel T CD4 
 kemampuan fagositosis 

Imunodefisiensi
ANEMIA

 Kelainan paling sering:


 Dipengaruhi progresifitas infeksi HIV
 Umumnya terjadi pada HIV stadium lanjut

 Me- bila terjadi infeksi oportunistik


dengan kadar Hb 9,7 – 11,7 g/dL dan Ht
36%
LEUKOPENIA

 Pada infeksi awal, asimptomatik 10%


Pada imunodefisiensi lanjut 50% penderita

 Kelainan jumlah dan fungsi leukosit


Limfosit, netrofil, monosit gangguan imunitas
seluler dan humoral

 Netropeni bersamaan anemia autoimun


 Kadar G CSF ↓→ jumlah netrofil < 1000/dL
DIAGNOSIS LABORATORIUM HIV

 Awal, antibodi (-)


 Biakan virus → waktu 4 minggu
 Deteksi antigen → ELISA → protein p24
 Deteksi materi genetik dalam darah

 Deteksi antibodi → pemeriksaan serologi


komponen virion HIV

Untuk menentukan saat dimulai pengobatan :


- Jumlah limfosit T CD4+
- Jumlah virus HIV (viral load)
INFEKSI MONONUKLEOSIS INFEKSIOSA

 Disebabkan infeksi virus, EBV, CMV, HSV,


 Terjadinya limfositosis yang diinduksi oleh respon
terhadap agen infeksius
 Di darah tepi limfosit > 50% dengan limfosit reaktif
Bentuk : - plasmasitoid
- monositoid 20%
- limfoplasmasitoid
 Limfosit reaktif dari sel T sesuai dengan antibodi
seluler yang terbentuk setelah sembuh
→ limfosit reaktif merupakan manifestasi akhir dari
infeksi, tidak terdeteksi pada infeksi awal
Pemeriksaan Serologi:
Bisa secara ELISA dan RAPID
 Pemeriksaan secara ELISA thdp IgM dan IgG

 Pemeriksaan RAPID secara IMFA thdp IgM


dan IgG
Gambaran Laboratorium:
Hematologi:
Kelainan leukosit: leukopenia, normal,
leukositosis
 Dari hitung jenis: Limfositosis relatif
 Pemeriksaan seroimunologi pada infeksi
 Kegunaan reaksi antigen antibodi
1. Mengidentifikasi antigen
2. Menentukan imunitas (antibodi) thd penyakit
3. Menentukan prevalensi suatu penyakit infeksi
4. Mendiagnosis suatu penyakit
5. Donor darah dalam uji penyaring untuk penyakit:
hepatitis dan HIV
CHIKUNGUNYA

DEMAM VIRAL DISEBABKAN VIRUS


DITULARKAN MELALUI GIGITAN NYAMUK
SPESIES STEGOMYIA AEGYP

Masa Inkubasi: 2-4 Hari

Penyakit ini mirip DHF


LABORATORIUM

Test Serologis Chikungunya

Antibodi IgM

1.Metode ELISA
2. Hemaglutinasi inhibisi
(SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME)

ETIOLOGI: Korona Virus

MASA INKUBASI: 2-7 Hari

PENYEBARAN: Melalui droplet


Titik air diudara

KLINIS: demam, batuk, sesak nafas, sakit


kepala, sakit tenggorokan, berat
penyakit bervariasi, ringan sedang
sampai berat dan dapat fatal.
LABORATORIUM

Leukopenia
 Limfopenia
 Trombositipenia
 SGPT (Alanin Transferase) meningkat
 Saturasi O2 Arterial kurang (< 95%) 
pada 80% kasus
 PCR-RNA  bahan: serum, sekresi nasal &
feses
 Isolasi virus dapat dilakukan tetapi sangat
sulit
FLU BURUNG (AVIAN FLU)
PADA MANUSIA

 ETIOLOGI: Virus H5N1


Menyerang unggas
Dari Unggas  Manusia

 MASA INKUBASI: Unggas 4 Minggu


Manusia 2-4 Hari

 Virus H5N1 Sangat Virulen


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

TEST SEROLOGI
EIA (Enzyme Immuno Assay)
IMMUNOFLURESEN
Tes ini dilakukan 2x
Permulaan Penyakit
10-15 hari kemudian
Terjadi peningkatan titer
(minimal 4x pemeriksaan)
Procalcitonin

 Procalcitonin (PCT) adalah prehormon dari


calcitonin yang normalnya di sekresikan
oleh sel C
 Kelenjar tiroid sebagai respon terhadap
hiperkalsemia
 Produksi pct terhadap respon inflamasi
masih belum diketahui
 Diduga dihasilkan oleh sel hati, sel mononuklear
periferal dan termasuk ke dalam sitokin yang
berhubungan dengan sepsisProcalcitonin dinilai
sangat baik untuk

 mendeteksi adanya infeksi bakteri berat (serious


bacterial infection/SBI) seperti

 bakteremia, meningitis, infeksi saluran kemih, atau


pneumonia. Adapun nilai cut off yang diajukan
adalah sebesar 0,12 ng/mL di mana nilai di atas cut
off dinyatakan sebagai abnormal.
 Dalam membedakan infeksi bakteri dengan

 infeksi viral, Simon, et al, (2008) melalui


metaanalisisnya menyebutkan sensitivitas penanda

 PCT mencapai 92% dan spesifisitas 73%, hal ini lebih


superior apabila dibandingkan dengan sensitivitas
penanda CRP setinggi 86% dan spesifisitas yang
tidak jauh berbeda, yaitu 70%.
 akurasi penanda PCT lebih baik dibandingkan CRP.
Selain itu, PCT dinilai lebih unggul dalam kecepatan
diagnosa dini, yaitu pada 8 jam pertama demam PCT
sudah dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya infeksi bakteri.
 Penyakit infeksi non-bakterial seperti malaria dapat
meningkatkan nilai penanda CRP dan PCT secara
signifikan
 Sehingga penggunaan kedua penanda ini pada
daerah endemik malaria dinilai kurang berguna.
 Malnutrisi protein berat (kwashiorkor) secara
teoritis
dapat mengganggu pembentukan reaktan fase akut.
 Suatu penelitian oleh Page, et al,(2014)
menemukan bahwa nilai median penanda CRP dan
PCT pada populasia anak dengan kwashiorkor lebih
rendah dibandingkan populasi anak dengan gizi baik
 Kadar PCT dapat meningkat pada subjek yang baru
saja diimunisasi, namun penanda ini tetap dapat
dipakai untuk identifikasi infeksi bakteri berat.
 Sebuah penelitian oleh Dauber (2014) terhadap 3
subjek, yaitu bayi yang baru saja diimunisasi dalam
48 jam terakhir dan bayi sehat yang belum
diimunisasi.
Composite Bacterial Infection Index

 Sebuah penelitian dengan desain kasuskontrol


oleh Kossiva, et al, (2014) mengajukan suatu
indeks yang dinamakan Composite Bacterial
Infection Index (CBII). Tujuan dari indeks ini
adalah untuk membedakan demam yang
disebabkan oleh infeksi virus dengan infeksi
bakterial menggunakan parameter laboratorium
yang lazim digunakan
 Indeks ini dirumuskan dengan rasio jumlah neutrofil
(N) dengan jumlah limfosit (L) dan monosit (M),
yang dikali dengan kadar CRP dan LED.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai