Disusun oleh:
Amirul Haidi Al-Siddiq
Nurul Nazira
Fazliah
Pembimbing:
dr. Arie Hidayati, M.Ked (DV), Sp.DV
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus
ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad
SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Tugas laporan kasus ini berjudul “Varicella Pada Pasien Systemic Lupus
Erythematosus” diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala RSUD dr. Zainoel Abidin – Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Arie Hidayati, M.Ked (DV), Sp.DV
yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan
penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
dan bekal di masa mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................3
2.1 Identitas Pasien.........................................................................................3
2.2 Anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis dari ibu pasien)...............3
2.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................5
2.4 Diagnosis Banding....................................................................................6
2.5 Pemeriksaan Penunjang............................................................................6
2.6 Resume......................................................................................................7
2.7 Diagnosa Klinis.........................................................................................7
2.8 Tatalaksana...............................................................................................7
2.9 Edukasi......................................................................................................7
2.10 Prognosis...................................................................................................7
BAB III ANALISA KASUS..................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18
Jurnal Ilmiah........................................................................................................20
Kritisi Jurnal........................................................................................................31
DAFTAR GAMBAR
1
2
Keluhan Utama
Gelembung berair di seluruh tubuh sejak ±1 minggu yang lalu.
Keluhan Tambahan
Demam dan tubuh lemas sejak ±1 minggu yang lalu.
4
5
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien terdiagnosa
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang sudah dialami sejak tahun 2020 dan
menjalani pengobatan secara rutin dengan dokter penyakit dalam.
Tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 108/78 mmHg
Frekuensi Nadi : 86 kali/menit
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,9 ̊C
Saturasi Oksigen : 98% on room air
Skala Nyeri : 5 NRS
Status Generalisata
Sistem Deskripsi
Kulit Warna sawo matang, pucat (+), makulopapula eritematosa dan
vesikel disertai erosi tersebar di seluruh tubuh
Kepala Normosefali, benjolan (-), deformitas (-)
Rambut Warna hitam, distribusi merata, sukar dicabut
Conjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
Mata
bulat isokor (3 mm/3 mm), RCL (+/+), RCTL (+/+)
Hidung Simetris, sekret (-/-), napas cuping hidung (-)
Telinga Normotia, deformitas (-/-), serumen (-/-)
Mulut Simetris, sianosis (-), makula eritematosa di dinding rongga
mulut, krusta kekuningan di atas bibir
Leher Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), jejas (-)
Akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-), sianosis
Ekstremitas
perifer (-), kelemahan anggota gerak (-)
Status Dermatologis
9
Deskripsi Lesi
Regio : Seluruh tubuh
Tipe Lesi :
Susunan : Diskret
Distribusi : Universal
JENIS PEMERIKSAAN
HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
( 27-01-2022)
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
Hematokrit 33 37 - 47 %
MCV 74 80 - 100 fL
MCH 24 27 - 31 Pg
MCHC 33 32 - 36 %
PDW 8,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
NetrofilBatang 0 2-6 %
NetrofilSegmen 80 50-70 %
Limfosit 17 20-40 %
Monosit 3 2-8 %
KIMIA KLINIK
Ureum 20 13 – 43 mg/dL
12
II.6 Resume
Pasien perempuan berusia 20 tahun datang dengan keluhan muncul
gelembung berair yang tersebar di seluruh tubuh sejak ±1 minggu, disertai rasa
gatal dan perih pada daerah munculnya gelembung berair. Pada awalnya pasien
mengalami demam dan tubuh lemas, kemudian muncul gelembung berair pada
leher dan sebagian wajah, lalu gelembung berair muncul semakin banyak dan
menjalar ke bagian tubuh lainnya. Pasien mengeluhkan nyeri tenggorokan dan
dinding rongga mulut muncul ruam-ruam kecil kemerahan. Pasien sesekali
mengalami nyeri sendi pada tangan dan kaki, dan nyeri kepala. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati seperti terbakar disertai mual dan muntah.
II.8 Tatalaksana
1. Kompres NaCl
2. PO Asiklovir tablet 800 mg 5 kali sehari (selama 7 hari)
3. PO Cetirizine tablet 10 mg/12 jam
4. Drip Clinimix 1 fls/24 jam
5. IV Metil Prednisolon 125 mg/12 jam
6. PO Calporosis D tablet 500 mg/12 jam
7. PO Asam Folat 0,4 mg/12 jam
8. PO HCQ tablet 200 mg/24 jam
II.9 Edukasi
1. Menjelaskan tentang penyakit yang dialami pasien dan penggunaan obat
2. Menjaga kebersihan area lesi agar tidak terjadi infeksi sekunder
3. Apabila pasien mandi, harus hati-hati agar vesikel tidak pecah
4. Tidak menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah, biarkan hingga
mengering dan lepas sendiri
14
5. Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai stadium
krustasi
6. Makan makanan lunak, jika terdapat banyak lesi di mulut
7. Khusus keluarga dan orang terdekat pasien, menghindari kontak langsung
dengan pasien karena dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit.
II.10 Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad fungtionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
15
BAB III
ANALISA KASUS
Gambar 3.1. Struktur partikel dan genom varicella-zoster virus. (A) Gambaran
VZV dari mikroskop elektron. (B) Representasi skematis dari virion VZV. (C)
Representasi skematis dari struktur genom VZV dan konten G + C. (D) Profil
transkriptom VZV selama infeksi litik pada sel ARPE-19 (jalur luar) dan infeksi
laten pada ganglia trigeminal (jalur dalam).[10,12]
secara sporadis. Transmisi penyakit ini secara aerogen dengan masa penularan
lebih kurang 7 hari dihitung dari timbul gejala kulit. Morbiditas terjadi
peningkatan seiring bertambahnya usia. Tingkat mortalitas varicella diperkirakan
1 dari 100.000 kasus di antara anak umur 1 – 14 tahun, 6 dari 100.00 kasus di
antara umur 15 – 19 tahun, dan 21 dari 100.000 kasus di antara orang dewasa.
Varicella umumnya memberikan kekebalan seumur hidup, meskipun paparan
virus berikutnya akan meningkatkan respon imun humoral dan seluler.[9,12–14]
Infeksi primer dimulai melalui paparan cairan vesikel yang sangat menular
dari lesi kulit atau melalui inhalasi droplet pernapasan yang menular dari individu
dengan varicella.VZV diperkirakan memulai infeksi pada mukosa epitel saluran
pernapasan bagian atas, di mana virus mendapatkan akses ke sel-sel kekebalan di
tonsil dan jaringan limfoid lokal. Sel dendritik merupakan jenis sel kekebalan
pertama yang terinfeksi di mukosa pernapasan, yang kemudian berinteraksi secara
ekstensif dengan sel lain melalui kontak langsung, yang akan menyediakan
mekanisme agar VZV ditransmisikan ke sel imun lain di tonsil, terutama sel
limfosit T. Selain itu, virus juga menyebar ke kelenjar limfoid regional (2 – 4 hari
setelah paparan), dan selanjutnya terjadi fase viremia primer yang menyebarkan
virus melalui aliran darah dan jaringan limfoid seluruh tubuh (4 – 6 hari setelah
paparan). Virus mencapai sel retikuloenditelial hepar, limfa, dan organ internal
lainnya seminggu kemudian (14 – 16 hari setelah paparan) yang disebut viremia
sekunder. Virus juga menginfeksi sel mononuklear yang berfungsi sebagai sistem
fagosit selama masa inkubasi. Selama fase infeksi ini, terjadi perpanjangan masa
inkubasi biasanya 14 – 16 hari dengan tidak menunjukkan gejala. Ini diikuti
dengan infeksi berkembang kembali ke mukosa pernapasan dan menyebar ke
kulit, jika pertahanan tubuh gagal mengeliminasi virus. Di kulit ini gejala
berkembang, terutama melalui infeksi keratinosit yang menghasilkan eksantema
vesikulopustular dengan lesi yang sangat menular, terutama di bagian sentral
tubuh, kemudian menyebar ke seluruh tubuh, serta selaput lendir seperti rongga
mulut. Selama infeksi primer, penyebaran VZV ke seluruh tubuh difasilitasi oleh
migrasi sel limfosit T yang terinfeksi.[9,15]
18
primer, meskipun respon imun kuat, VZV tidak sepenuhnya hilang dari host
melainkan virus memperoleh akses ke neuron di ganglia sensorik dan
menimbulkan infeksi laten seumur hidup. Virus menyebar ke ganglia sensorik
melalui transpor aksonal retrograde dari ujung saraf bebas di kulit, dan berpotensi
melalui penyebaran hematogen dalam sel imun yang menginfiltrasi ganglia
sensorik.[15]
di atas, yang diawali dari gejala prodromal hingga munculnya erupsi pada kulit
dan mukosa dari bagian sentral hingga menyebar ke seluruh tubuh. Pasien tidak
pernah menderita kondisi seperti ini sebelumnya, dan keluhan yang serupa juga
dialami terlebih dahulu oleh saudara kandung pasien. Awal mulanya, keluhan
gelembung berair dialami oleh adik pasien, dan kemudian kedua kakak pasien
mengalami keluhan yang sama, sehingga dapat disimpulkan pasien mendapat
penularan penyakit dari saudara kandung pasien.
Diagnosis banding varicella yang paling dekat adalah herpes zoster karena
disebabkan juga oleh varicella-zoster virus (VZV). Perbedaan dari varicella dan
22
herpes zoster dalam hal patogenesis dan manifestasi klinis, di mana pada herpes
zoster terjadi reaktivasi infeksi laten yang ada di ganglion sensorik dan erupsi
kulit muncul terlokalisata sesuai dermatom. Varicella juga harus dibedakan
dengan variola (walaupun kasus ini sudah jarang), yang secara klinis lebih berat
dan memberi gambaran monmorf, penyebaran dimulai dari bagian akral tubuh
(telapak tangan dan kaki). Beberapa penyakit lain yang mirip dengan varicella,
yaitu reaksi hipersensitivitas gigitan serangga (insects bite), hand, fooot and
mouth disease, impetigo, eksantema vesikular akibat coxsackie-virus dan
echovirus, pityriasis lichenoides et varioliformis acuta (PLEVA), dan lain-lain.
[9,13]
c) Pasien Immunocompromised
Pasien Regimen
Normal
Neonatus Asiklovir 10 mg/kgBB atau 500 mg/m2 per 8
jam selama 10 hari
Anak (2 – 18 tahun) Terapi simtomatik saja, atau
Valasiklovir 20 mg/kgBB per 8 jam selama 5
hari (maksimal 3 gram/hari), atau
Asiklovir 20 mg/kgBB per oral 4 kali sehari
selama 5 hari (maksimal 3200 mg/hari).
Remaja (>40 kg) atau dewasa, Valasiklovir 1 gram per oral setiap 8 jam selama
khususnya dengan 7 hari, atau
immunocompromise ringan Famsikolovir 500 mg per oral setiap 8 jam
(misal, menggunakan terapi selama 7 hari, atau
25
Vaksin varicella berasal dari galur yang telah dilemahkan dan diberikan
pada usia 12 bulan atau lebih. Vaksin diberikan secara subkutan sebesar 0,5 ml
pada anak berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun, juga
diberikan 0,5 ml, steelah 4 – 8 minggu diulangi dengan dosis yang sama. Bila
terpajan kurang dari 3 hari, perlindungan vaksin dapat terjadi, sedangkan antibodi
yang cukup sudah muncul di antara 3 – 6 hari setelah vaksinasi. Vaksin varicella
catch-up dosis kedua direkomendasikan pada anak, remaja, dan dewasa yang
sebelumnya hanya menerima 1 dosis.[9,13]
27
DAFTAR PUSTAKA
28
29
Jurnal Ilmiah
Terapi Antijamur Sistemik Untuk Tinea
Kapitis pada Anak-Anak: Tinjauan Singkat
Cochrane
Xiaomei Chen, MMS,a Xia Jiang, MMS,a Ming Yang, MD,b Cathy Bennett, PhD,c Urb_a Gonz_alez, MD,d
Xiufang Lin, MMS,b Xia Hua, MMS,a Siliang Xue, MD,a and Min Zhang, MDa
Chengdu, China; Coventry, United Kingdom; and Barcelona, Spain
METODE
Analisis kami didasarkan pada Cochrane Review yang paling terbaru diperbarui di
Cochrane Library 2016, edisi 5. Rincian lengkap metode dan semua studi yang
disertakan tersedia dari Cochrane Review.
Kriteria inklusi
Kami memasukkan uji coba terkontrol secara acak (randomized controlled
trials/RCT) yang dilakukan pada anak-anak dengan imunitas normal dan dengan
tinea capitis yang dikonfirmasi dengan mikroskop, dikonfirmasi melalui kultur,
atau keduanya. Semua rejimen terapi antijamur sistemik untuk tinea capitis
dimasukkan pada tinjauan ini.
Pencarian
Kami mencari database berikut hingga November 2015: MEDLINE via Ovid (dari
1946), EMBASE via Ovid (dari 1974), LILACS (dari 1982), CINAHL via
EBSCO (dari 1981), CENTRAL (2015, edisi 10), dan Cochrane Skin Group
Specialized Register. Kami juga mencari 5 register percobaan. Kami mencari
bibliografi studi yang disertakan dan dikecualikan untuk referensi lebih lanjut
32
untuk percobaan yang relevan dan kami menghubungi peneliti utama untuk data
yang hilang.
Ekstraksi data
Dua penulis review secara independen mengekstrak informasi dari RCT yang
disertakan, dan penulis lain memeriksa keakuratan formulir ekstraksi data.
Perbedaan diselesaikan dengan diskusi.
Hasil
Berdasarkan protokol tinjauan, 2 hasil utama diidentifikasi: (1) proporsi peserta
dengan kesembuhan total (yaitu, penyembuhan klinis dan mikologis); dan (2)
frekuensi dan jenis efek samping. Kami juga menilai 4 hasil sekunder: (1)
proporsi peserta dengan kesembuhan klinis saja; (2) penilaian kekambuhan
kondisi setelah akhir periode intervensi; (3) persentase drop-out; dan (4) waktu
yang dibutuhkan untuk penyembuhan. Kami menyajikan hasil utama dalam versi
singkat ini. Dua penulis ulasan secara independen menilai risiko bias untuk
masing-masing RCT yang disertakan sesuai dengan metode yang
direkomendasikan di bagian 8.9 hingga 8.15 dari Buku Saku Cochrane for
Systematic Reviews of Interventions. Risiko Cochrane dari domain bias untuk
setiap RCT dinilai sebagai risiko bias yang rendah, tinggi, dan tidak jelas. Kami
menyajikan hasil dikotomis sebagai rasio risiko (RR) dengan interval kepercayaan
95% (CI). Kami menyajikan satu-satunya hasil yang berkelanjutan, waktu yang
dibutuhkan untuk penyembuhan, sebagai rata-rata dengan perbedaan standar.
Ketika kami mengidentifikasi RCT yang serupa secara klinis, kami
mengumpulkan data dikotomi ke dalam meta-analisis menggunakan model
random-effect (metode Mantel-Haenszel) dalam software RevMan 5.3. Kami
melakukan analisis subkelompok menurut variasi spesies dermatofit dan durasi
pengobatan, jika memungkinkan. Durasi pengobatan dikategorikan menjadi 3
kelompok: (1) jangka pendek (paling dekat dengan 2 minggu, tetapi antara 1 dan 4
minggu); (2) jangka menengah (paling dekat dengan 6 minggu, tetapi antara 5 dan
8 minggu); dan (3) jangka panjang (paling dekat dengan 12 minggu, tetapi antara
9 dan 14 minggu).
33
HASIL
Kami memasukkan total 25 RCT dengan 4449 peserta (Gambar 1). Semua studi
kelompok paralel, dan 10 memiliki desain multiarm. Ukuran sampel bervariasi
dari 13-1549 peserta. Masing-masing dari 25 penelitian melaporkan jenis jamur
yang dikultur. Spesies Trichophyton mendominasi spesies Microsporum dalam
studi yang disertakan; T. tonsurans dan M. canis menyebabkan infeksi tertinggi
pada peserta. Kualitas keseluruhan RCT yang disertakan adalah sedang atau
rendah dan dalam beberapa kasus sangat rendah menurut kriteria Grading of
Recommendations Assessment, Development and Evaluation (GRADE). Gambar
2 menjelaskan penilaian kami tentang setiap risiko bias yang disajikan sebagai
persentase di semua yang disertakan pada penelitian. RCT yang disertakan
membandingkan perawatan aktif yang berbeda: baik obat yang berbeda atau
rejimen yang berbeda dari obat yang sama. Tidak ada yang membandingkan
pengobatan aktif dengan plasebo. Secara total, kami mengidentifikasi 5 agen
antijamur yang berbeda dan mengelompokkan data menjadi 13 perbandingan
(Gambar 3).
jangka menengah (6-8 minggu) dan jangka panjang (10-12 minggu) untuk
penyembuhan lengkap infeksi Trichophyton atau Microsporum setelah follow up
16 minggu ( RR 1,45, 95% CI 0,97-2,17; 135 peserta). 5 RCT melaporkan efek
samping. Secara singkat, semua efek samping ringan (misalnya, sakit kepala,
mual, urtikaria, dan kurang nafsu makan) dan sebanding antara kelompok
intervensi.
Terbinafine dosis standar versus terbinafine dosis ganda
Menurut bukti terbatas dari RCT kecil, dosis standar terbinafine (berat badan 10-
20 kg, 62,5 mg; 20-40 kg, 125 mg; >40 kg, 250 mg) dan dosis ganda terbinafine
(sekali sehari selama 1 minggu diikuti dengan periode 3 minggu tanpa
pengobatan, 2 siklus pada kedua kelompok) memiliki efek yang sama dalam hal
penyembuhan total infeksi Microsporum setelah follow up 20 minggu (RR 1,2, 95
% CI 0,72-1,76; 42 peserta). Efek samping tidak diidentifikasi.
Gambar 1. Tinea kapitis. Item Pelaporan Pilihan untuk Tinjauan Sistematis dan
diagram Meta-Analisis aliran studi. RCT, uji coba terkontrol secara acak.
Data yang dikumpulkan dari 3 RCT menunjukkan bahwa flukonazol (2-4 minggu)
dan griseofulvin (2-4 minggu) memiliki efek yang sama dalam mencapai
penyembuhan total infeksi Trichophyton atau Microsporum setelah 8-12 -minggu
tindak lanjut (RR 0,92, 95% CI 0,81-1,05; 615 peserta; I2 = 0%). Satu RCT.
Menunjukkan bahwa flukonazol (6 minggu) dan griseofulvin (6 minggu) sama
38
Sebuah RCT kecil tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara flukonazol
(2-3 minggu) dan terbinafine (2-3 minggu), sehubungan dengan hasil
penyembuhan lengkap infeksi Trichophyton, pada akhir 12 minggu masa tindak
lanjut. (RR 0,87, 95% CI 0,75-1,01; 100 peserta). Efek samping tidak dilaporkan.
RCT terakhir juga tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara flukonazol
(2-3 minggu) dan itrakonazol (2-3 minggu) dalam mencapai penyembuhan
lengkap infeksi Trichophyton pada akhir 12 minggu tindak lanjut (RR 1,00, 95 %
CI 0,83-1,20; 100 peserta). Efek samping tidak dilaporkan.
Sebuah RCT membandingkan dosis flukonazol yang berbeda (1,5, 3,0, dan 6,0
mg/kg/hari; masing-masing selama 20 hari) pada 41 anak yang terinfeksi spesies
Trichophyton. Hanya 27 peserta yang menyelesaikan studi ini dan rincian drop-
out di setiap kelompok intervensi tidak jelas. Kami menggunakan analisis untuk
mengobati dan menemukan bahwa dosis yang lebih tinggi tampaknya
menghasilkan lebih banyak penyembuhan daripada dosis yang lebih rendah
setelah 4 bulan pengobatan lebih lanjut (17% pada kelompok 1,5 mg/kg/hari, 40%
pada kelompok 3,0 mg/kg, dan 58% pada kelompok 6,0 mg/kg/hari); namun,
tidak satu pun dari perbandingan ini mencapai signifikansi statistik (3,0 vs 1,5
mg/kg/hari: RR 2,40, 95% CI 0,59-9,82; 6,0 vs 1,5 mg/kg/hari: RR 3,43, 95% CI
0,89-13,15; 6,0 vs 3,0 mg/kg/hari: RR 1,43, 95% CI 0,66-3,08). Efek samping
tidak dilaporkan.
Tonsurans dan M canis pada akhir pengobatan. Tindak lanjut 10 minggu (RR
0,88, 95% CI 0,68-1,14; 491 peserta). Efek samping tidak dilaporkan.
PEMBAHASAN
Bukti saat ini mendukung bahwa griseofulvin dan terbinafine adalah pilihan lini
pertama yang efektif untuk anak-anak dengan tinea kapitis yang terinfeksi spesies
Trichophyton atau Microsporum; namun, terbinafine mungkin merupakan pilihan
yang lebih baik bagi mereka yang terinfeksi T. Tonsurans, sedangkan griseofulvin
mungkin merupakan pilihan yang lebih baik bagi mereka yang terinfeksi M. canis.
Kami tidak menemukan bukti untuk mendukung perbedaan dalam hal kepatuhan
antara 4 minggu terbinafine versus 8 minggu griseofulvin.
Review kami menemukan bahwa meskipun tidak semua pengobatan untuk tinea
capitis tersedia dalam formulasi pediatrik, efek samping dari griseofulvin,
terbinafine, itrakonazol, flukonazol, dan ketokonazol pada anak-anak dengan tinea
capitis adalah ringan dan reversibel. Efek samping sebanding antara terbinafine
dan griseofulvin. Namun, pembaca harus ingat bahwa RCT dengan populasi
penelitian kecil, durasi yang relatif pendek, atau keduanya tidak optimal untuk
mempelajari efek samping yang jarang atau jangka panjang. Ketokonazol telah
dikaitkan dengan insufisiensi adrenal dan toksisitas hati termasuk kematian.
Laporan efek samping tersebut tidak diidentifikasi dalam studi termasuk dalam
tinjauan kami. Perlu dicatat bahwa ketokonazol oral telah ditarik dari penggunaan
di Inggris dan Eropa sejak 2013. Selain itu, Food and Drug Administration (FDA)
40
Heterogenitas klinis antara studi dalam hal populasi dan jenis organisme penyebab
mungkin telah berkontribusi untuk dapat mengamati hasil statistik yang bersifat
heterogenitas statistikal di beberapa perbandingan yang dilakukan, ketika kita
mengumpulkan data dari studi yang berbeda dengan analisis meta. Sebagai
konsekuensi dari variasi antara populasi penelitian, pada pasien individu,
pengobatan yang paling tepat mungkin berbeda dari pengobatan yang
diidentifikasi paling efektif dalam tinjauan ini. Semua RCT yang disertakan
berada pada risiko tinggi bias atau tidak jelas dan kualitas keseluruhan bukti best
moderate, dan untuk sebagian besar hasil, kualitas rendah (GRADE). Dengan
tidak adanya informasi lebih lanjut yang diperoleh, penilaian risiko secara bias
kami dasarkan pada artikel yang diterbitkan, dan hasilnya pasti dipengaruhi oleh
kualitas pelaporan studi utama ini.
Beberapa pertanyaan tetap ada tentang apakah ada keuntungan dari antijamur
yang lebih baru dan relatif lebih mahal seperti terbinafine, itrakonazol, dan
flukonazol, baik dibandingkan satu sama lain dan dengan griseofulvin. Penelitian
lebih lanjut diperlukan mengenai formulasi pediatrik yang tepat dan kepatuhan
terhadap pengobatan (yang mungkin diperlukan selama beberapa minggu) pada
anak-anak. Hasil yang dilaporkan pasien seperti kualitas hidup penting untuk
keputusan klinis berbasis bukti dan perlu ditangani dalam studi masa depan. Studi
klinis harus sesuai dengan pernyataan Consolidated Standards of Reporting Trials
2010, untuk meningkatkan kualitas pelaporan.
Kami berterima kasih kepada Cochrane Skin Group atas dukungan editorial
mereka dalam menghasilkan Cochrane Review ini.
41
Kritisi Jurnal
JURNAL META ANALISIS
ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kritisi jurnal, didapatkan 5 jawaban “Ya” dan 1 jawaban
“Tidak”, sehingga dapat disimpulkan bahwa artikel dengan judul “Systemic
antifungal therapy for tinea capitis in children.” Layak dibaca.