Pembimbing :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas berkah dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Shalawt dan salam penulis
junjungkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluarga beliau.
Referat ini berjudul “Lupus Eritematosus Kulit” yang merupakan salah
satu tugas penulis dalam menjalani pendidikan kepaniteraan klinik senior di
bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Diana Kartika Sari, Sp. KK
selaku dokter pembimbing yang telah berkenan membimbing penulis untuk
menyempurnakan tulisan ini.
Penulis sangat berharap kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan
tulisan seperti ini di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap tulisan kecil ini
dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................v
1. Pendahuluan ................................................................................................1
2. Definisi ........................................................................................................1
3. Epidemiologi ...............................................................................................2
4. Klasifikasi ...................................................................................................2
5. Etiopatogenesis ...........................................................................................4
6. Manifestasi Klinis .......................................................................................6
7. Diagnosis ...................................................................................................12
8. Diagnosis Banding ....................................................................................15
9. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................16
10. Penatalaksanaan ........................................................................................16
11. Komplikasi ................................................................................................18
12. Prognosis ...................................................................................................19
13. Kesimpulan ...............................................................................................20
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Interaksi antara sel T dengan Antigen Presenting Cell ...................4
Gambar 2. Interaksi sel T dengan sel B ............................................................5
Gambar 3. Induksi Permukaan Blebs selama Apoptosis ........................................... 5
Gambar 4. Patogenesis SLE .......................................................................................6
Gambar 5. Karakteristik perbedaan sistemik lupus eritematosus dan diskoid
lupus eritematosus ..........................................................................7
Gambar 6. Lupus eritematosus akut lokalisata ...........................................................8
Gambar 7. Lupus eritematosus akut generalisata ..............................................8
Gambar 8. Lupus eritematosus kutaneus subakut (SCLE)................................9
Gambar 9. Lupus eritematosus klasik diskoid ......................................................... 10
Gambar 10. Lupus eritematosus diskoid ................................................................. 11
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan
Lupus Eritematous .............................................................................3
Tabel 2. Kriteria Diagnosis SLE .....................................................................12
Tabel 3. Perbandingan dari jenis umum kelainan kulit spesifik lupus
eritematosus ...................................................................................... 14
Tabel 4. Diagnosis Banding Lupus Eritematosus ...........................................15
Tabel 5. Terapi pilihan untuk penyakit kulit lupus eritematosus spesifik .......17
v
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang
jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana penyakit ini dapat mengenai
berbagai sistem organ dengan manifestasi klinis dan prognosis yang bervarias.6,7
2. Epidemiologi
Penyakit lupus dapat ditemukan pada semua kelompok usia dimana banyak
mengenai usia produktif yaitu antara usia 21 sampai 50 tahun. Prevalensi SLE
ditemukan 17 sampai 48 dalam 100.000 penduduk pada suku Afro-Karibia. Di
Amerika Serikat 14-124 kasus per 100.000 penduduk. Di Eropa Utara, prevalensi
penyakit lupus berkisar 40 kasus per 100.000 penduduk dan 200 kasus per 100.000
penduduk ditemukan pada orang dengan kulit hitam. SLE lebih sering ditemukan
pada suku Afrika-Amerika, Afro-Karibia dan Asia dibandingkan dengan suku
Kaukasia.6,7
Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis kedua yang paling sering tampak
pada SLE setelah peradangan pada sendi. Sekitar 85% dari penderita SLE mengenai
kulit yang disebut Lupus Eritematous Kutaneus (CLE). CLE dibagi menjadi tiga
kategori mayor yaitu LE kutaneus akut (ACLE), LE kutaneus subakut (SCLE) dan
LE kutaneus kronik (CCLE) jurnal manifestasi kulit pada SLE.4
Ruam malar atau butterfly (ACLE Lokalisata) dilaporkan terjadi 20%-60%
pada studi kohort pada pasien LE. ACLE generalisata terjadi pada 35%-60% dari
pasien LE. Pasien dengan lesi SCLE meliputi 7%-27% pada populasi pasien.
Bentuk CCLE yang paling sering adalah lesi kulit DLE klasik, terjadi pada 15%-
30% dari populasi SLE. DLE dapat terjadi pada bayi dan orang tua, tetapi paling
banyak terjadi pada individu antara usia 20-40 tahun. Perbandingan wanita dan laki-
laki DLE adalah 3:2 sampai 3:1.1
3. Klasifikasi
Nomenklatur dan sistem klasifikasi ditemukan oleh James N. Gilliam yang
membagi manifestasi kutaneus dari LE hingga lesi kulit yang menunjukkan ciri
perubahan histologi dari LE (kelainan kulit LE spesifik) dan terdiri dari
histopatologi yang dibedakan untuk LE dan atau dapat terlihat sebagai gambaran
dari proses penyakit lain (kelainan kulit LE non spesifik). Pola LE kutaneus (LE)
sering disamakan dengan kelainan kulit LE yang spesifik sebagai istilah dari tiga
kategori mayor dari kelainan kulit LE yang spesifik yaitu LE kutaneus akut/acute
cutaneous lupus erythematosus (ACLE), LE kutaneus subakut/subacute cutaneous
lupus erythematosus (SCLE), dan LE kutaneus kronik/chronic cutaneous LE
3
(CCLE). Hal ini akan digunakan sebagai kerangka dalam diskusi berbagai macam
kelainan kulit yang terjadi pada pasien dengan LE (tabel 1). 4
Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan Lupus
Eritematous4
Kelainan kulit LE spesifik (LE kutaneus) Kelainan kulit LE non spesifik
A. LE kutaneus akut (ACLE) A. Penyakit vaskular kutaneus
1. ACLE lokalisata (malar rash,
1. Vaskulitis
butterfly rash)
2. ACLE generalisata (lupus a. Leukositoklastik
makulopapular, lupus rash, SLE
(1) Purpura palpabel
rash, lupus dermatitis
fotosensivitas) (2) Urtikaria vaskulitis
B. Lupus eritematosus subakut (SCLE)
b. Lesi kulit periarteritis nodosa
1. SCLE anular (sinonim Lupus
marginatus, eritema marginatum 2.Vaskulopati
simetris, eritema anulare
a. Lesi menyerupai
autoimun, lupus eritematosus
giratum repens) Degos disease
2. SCLE papuloskuamosa (sinonim
b.Atrofi sekunder (sinonim livedoid
DLE diseminata, LE subakut
diseminata, LE superfisial vaskulitis, livedo vaskulitis)
diseminata, LE psoriasiform, LE
3. Telengiektasis periungual
pitiriasiform, LE fotosensitif
makulopapular) 4. Livedo retikularis
C. LE kutaneus kronik (CCLE)
5. Thromboflebitis
1. LE klasik diskoid
6. Fenomena Raynaud
DLE lokalisata
DLE generalisata 7. Eritromelalgia (eritermalgia)
2. DLE hipertrofik/verukosa B. Alopesia Non skar
3. Lupus profundus/lupus panikulitis
4. DLE mukosal 1.” Lupus hair”
DLE oral 2. Telogen effluvium
DLE konjungtiva
5. Lupus Tumidus (LE plak urikarial) 3. Alopesia areata
6. LE Chilblain (lupus chilblain) C. Sklerodaktili
7. DLE likenoid (LE/liken planus D. Nodul rheumatoid
overlap, lupus planus) E. Kutis kalsinosis
F. Lesi bula LE non spesifik
G. Urtikaria
H. Musinosis papulonodular
I. Kutis laxa/anetoderma
J. Akantosis nigrikans (resisten insulin tipe
B)
K. Eritema multiforme
L. Ulkus kaki
M. Liken planus
LE; lupus eritematosus; SLE , sistemik lupus eritematosus
Dari Sontheimer RD : The lexicon of cutaneous lupus erythematosus-A Review dan personal
perspective on the nomenclature and classification of the cutaneous of lupus erythematosus.
Lupus 6: 84, 1997, dengan ijin dari Stockton Journals, Macmillan Press, Ltd.
4
4. Etiopatogenesis
Etiopatogenesis dari SLE masih belum diketahui secara jelas. Patogenesis
dari kelainan kulit spesifik LE saling terkait dengan patogenesis SLE. Secara
singkat, SLE adalah kelainan dimana terdapat pengaruh antara faktor pejamu
(genetik, hormonal, dll) dan faktor lingkungan (radiasi UV, virus dan obat-obatan)
yang berperan pada hilangnya toleransi dan menginduksi autoimunitas.8
Studi mengenai faktor genetik yaitu studi yang berhubungan dengan HLA
(Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major
Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita
lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C1q, C2,
C4. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun
oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi
jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel
apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun yang
abnormal. Respon tersebut terdiri dari pertolongan sel T hiperaktif pada sel B yang
hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi antigenik spesifik pada kedua
sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon hiperaktif
seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah
produksi autoantibodi dan pembentukan imun kompleks yang merusak berbagai
organ bila mengendap. Bagian terpenting dari patogenesis ini adalah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas. 8
5. Manifestasi klinis
Sangat penting untuk membedakan subtipe dari kelainan kulit LE spesifik,
oleh karena keterlibatan kulit pada LE dapat mencerminkan aktivitas dasar dari
SLE. Kenyataannya, sebutan akut, subakut dan kronis yang berhubungan dengan
CLE, menunjukkan kecepatan dan tingkat keparahan yang berhubungan dengan
SLE dan tidak berhubungan dengan berapa lama lesi individu terjadi sebelumnya.
Sebagai contoh, ACLE hampir selalu terjadi pada keadaan kekambuhan dari SLE,
dimana CCLE sering terjadi dengan tidak adanya SLE atau adanya SLE yang
ringan. SCLE menempati posisi tengah dari spektrum klinis. Subklasifikasi
walaupun penting untuk menentukan faktor risiko, terkadang sulit, yang mana tidak
jarang terlihat lebih dari satu subtipe dari kelainan kulit spesifik LE pada pasien
yang sama, terutama pada pasien dengan SLE.1
7
Gambar 6.. Lupus eritematosus akut lokalisata. Eritematosus, edema ringan, eritema
dengan batas tegas terdapat pada area malar dengan distribusi seperti “
butterfly”. 4
Gambar 7. Lupus eritematosus akut generalisata A. Bercak dengan batas yang jelas dari
eritema dengan skuama tipis diatas dari tangan bagian dorsal, jari dan area
periungual. 4
ACLE biasanya dicetuskan oleh paparan sinar matahari. Bentuk dari CLE
ini tidak berlangsung lama, hanya bertahan beberapa jam, hari atau minggu,
walaupun pengalaman pada beberapa pasien dapat memiliki periode aktivitas
yang lama. Tidak terjadi jaringan parut pada ACLE kecuali pada prosesnya
disertai dengan komplikasi infeksi bakteri. 4
Gambar 9. Lupus eritematosus klasik diskoid. Ditandai dengan plak eritematosus pada
bagian dahi menunjukkan hiperkeratosis dan menekankan pada orifisium
folikel pada laki-laki usia 60 tahun dengan riwayat mengalami lupus
eritematosus kutaneus selama 25 tahun. Lesi kulit telah tampak selama 3
bulan, tidak tampak atrofi dermal pada tahap ini. 4
11
Gambar 10. Lupus eritematosus diskoid. Plak eritematosus pada leher dan wajah,
berbatas tegas, bentuk bulat sampai oval, sedikit meninggi. Sebagian
besar plak menunjukkan derajat ringan dari hiperkeratosis, dan beberapa
menunjukkan atrofi dermal. Area hipopigmentasi yang tidak mengalami
inflamasi dan skar sebagai pertanda lesi sebelumnya yang telah
menyembuh.4
Lesi DLE lebih sering ditemui pada wajah, kulit kepala, telinga, area V
dari leher, dan bagian ekstensor dari lengan. Berbagai area pada wajah, termasuk
alis, kelopak mata, hidung dan bibir dapat terkena. Plak DLE yang simetris,
hiperkeratotik, bentuk seperti kupu-kupu terkadang ditemukan pada area malar
pada wajah dan melewati hidung. Beberapa lesi seharusnya tidak sulit dibedakan
dengan sifatnya yang tidak menetap, edematus, ACLE dengan reaksi eritema dan
skuama yang minimal yang terjadi pada area yang sama. DLE pada wajah, seperti
ACLE dan SCLE, biasanya tidak mengenai lipatan nasolabial.4
Lesi DLE lokalisata terjadi hanya pada kepala atau leher, dimana DLE
generalisata terjadi pada leher bagian atas dan bawah. Lesi DLE dibawah dari
leher sebagian besar terjadi pada bagian ekstensor dari lengan, lengan bawah,
dan tangan, walaupun dapat tampak pada beberapa bagian dari tubuh. Telapak
tangan dan kaki dapat menjadi bagian yang nyeri dan sering terjadi kecacatan
pada lesi DLE yang erosif. Terkadang, lesi DLE yang kecil terjadi hanya di
sekitar orifisium folikular, muncul pada siku dan bagian lain (DLE folikular).
Telah diamati bahwa siku/ekstensor dari lengan dapat terjadi bersamaan dengan
lesi akral jari dari DLE, dan pasien dengan kombinasi ini sering memiliki
kelainan sistemik. Hubungan antara lesi klasik DLE dan SLE menjadi bahan
perdebatan. Beberapa poin dapat disimpulkan: (1) 5 % pasien DLE klasik
12
berkembang menjadi SLE dan (2) pasien DLE yang generalisata (yaitu lesi pada
bagian atas dan bawah dari leher) mempunyai risiko lebih tinggi untuk
berkembang menjadi manifestasi yang berat dari SLE dibandingkan dengan DLE
lokalisata. 4
6. Diagnosis
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5 gram per hari atau >3+
bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif.
b. Terdapat silinder seluler berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
13
Hipokomplementemia +++ + +
sumber: Lupus erythematosus. Dalam: Cutaneous Manifestations of Rheumatic diseases, diedit oleh Sontheimer RD,
Provos TT, Baltimore, Lippincot Williams & Wilkins, 1996
15
7. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit atau kondisi ini seringkali mengacaukan diagnosis akibat
gambaran klinis yang mirip dengan LE. Diagnosis Banding dari LE dapat dilihat di
tabel 4.4
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Penatalaksanaan
Semua pasien dengan CLE harus dijelaskan tentang pentingnya
perlindungan dari sinar matahari dan sumber radiasi ultra violet buatan dan harus
dijelaskan untuk menghindari penggunaan obat yang berpotensi memberi efek
fotosensitisasi seperti hidroklorotiazid, tetrasiklin, griseofulvin dan piroksikam.
Dengan memperhatikan terapi medis khusus, aplikasi topikal sebaiknya maksimal
dan agen sistemik digunakan jika aktifitas kelainan lokal menetap secara signifikan
atau disertai aktivitas sistemik. 4
Lesi ACLE biasanya merespon terhadap pemberian agen imunosupresif
sistemik yang diperlukan untuk mengobati penyakit dasar SLE yang sering disertai
bentuk-bentuk dari CLE (misalnya glukokortikoid sistemik, azatioprin dan
siklofosfamid). Banyaknya laporan bukti hasil penelitian menunjukan bahwa agen
antimalaria aminokuinolin seperti hidroksiklorokuin dapat memiliki efek
pendamping steroid pada SLE dan obat-obatan ini dapat bermanfaat pada ACLE.
17
Pengobatan lokal yang dibahas pada terapi lokal dibawah juga berguna pada
pengobatan ACLE. Karena lesi SCLE dan CCLE sering ditemukan pada pasien
yang sedikit atau tidak memiliki bukti adanya aktivitas penyakit sistemik yang
mendasari, tidak seperti lesi ACLE, modalitas pengobatan nonimunosupresif lebih
disukai untuk SCLE dan CCLE (Tabel 5). Pada umumnya lesi SCLE dan CCLE
sama-sama merespon kepada agen tersebut. 4
Tabel 5. Terapi pilihan untuk penyakit kulit lupus eritematosus spesifik4
Obat Dosis
Lini pertama Topikal glukokortikoid Steroid klas I 2 minggu
bergantian dengan pimekrolimus
10. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat timbul dari Lupus Eritematosus Kutaneus
adalah sebagai berikut:13
ACLE/SCLE:
SLE luas yang berpotensi melibatkan organ
Ulserasi dengan risiko super infeksi
Berkembang menjadi ACLE/SCLE yang mirip TEN
Hiperpigmentasi pasca inflamasi
DLE:
SLE luas yang berpotensi melibatkan organ (khusunya jika diseminata)
Pembentukan jaringan parut, termasuk jaringan parut alopesia
LE panikulitis
Kalsifikasi distrofik
Cacat atrofik yang menekan kejiwaan
Lupus mastitis
19
11. Prognosis
BAB 3
KESIMPULAN
yang dapat mengenai hampir semua sistem organ dan memiliki manifestasi klinis
yang bervariasi. Penyakit ini dapat mengenai berbagai ras, usia dan jenis kelamin,
terutama pada perempuan usia produktif. LES yang mengenai kulit disebut Lupus
Eritematous Kutaneus (CLE) dan dibagi menjadi tiga kategori mayor yaitu LE
(CCLE). Prinsip pertama dalam tata laksana pasien lupus eritematosus adalah
diberikan pada pasien lupus eritematosus antara lain adalah pengobatan dengan
thalidomide.
DAFTAR PUSTAKA
1. Uva L, Miguel D, Pinheiro C, Freitas JP, Gomes MM, & Filipe P. Cutaneous
Manifestations of Systemic Lupus Erythematosus. Hindawi Publishing
Corporation. 2012. Dibuka di website:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410306/pdf/AD2012834291.
pdf (diakses 5 Maret 2014).
4. Goldsmith AG, Stephen IK, Barbara AG, Ami SP, David JL & Klaus Wolff.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. Vol. 2. McGraw Hill.
New York. 2012.
21
22
10. Tsokos GC. Systemic Lupus Erythematosus. The New England Journal of
Medicine. 2011. Dibuka di website:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1100359 (diakses 6 Maret
2014).
11. Buxton PK. ABC of Dermatology 4th. London: BMJ Publishing. 2003
13. Goldsmith AG, Stephen IK, Barbara AG, Ami SP, & David JL. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7th Ed. Vol. 2 online edition. McGraw Hill.
New York. 2008.