Anda di halaman 1dari 29

Tinjauan Kepustakaan

MODALITAS TERAPI TERBARU PADA ULKUS DEKUBITUS

Oleh:
Miranda Ashar

Pembimbing:
dr. Rina Gustia, SpKK(K), FINSDV, FAADV

Program Studi Dermatologi dan Venereologi


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………………... i


ABSTRAK …………………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………. v
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………….. vi
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………………… vii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
1.1 Latar belakang ……………………………………………………... 1
1.2 Batasan masalah …………………………………………………… 2
BAB 2 ULKUS DEKUBITUS ……………………..………………………………. 3
2.1 Definisi …………………………………………………...………... 3
2.2 Faktor risiko dan patogenesis …………..…………………………. 3
2.3 Derajat keparahan ………………………………………...……….. 4
2.4 Diagnosis ……………...…………………………………………… 6
2.5 Pencegahan ………………………………………………………… 7
2.5.1 Reposisi 7
2.5.2 Support surfaces 7
2.5.3 Nutrisi 8
2.6 Terapi 8
BAB 3 MODALITAS TERAPI TERBARU PADA ULKUS DEKUBITUS …….… 11
3.1 Platelet rich plasma ………………………………..……………… 11
3.2 Terapi oksigen hiperbarik ……………………………..………...… 13
3.3 Skin graft substitute ……………………………………………….. 15
3.4 Bone marrow/adipogenic stem cell ……………………………….. 17
BAB 4 KESIMPULAN …………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA ………......………......………......………......………......…... 21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penyebab ulkus dekubitus……………………………………………... 4


Gambar 2.2 Ulkus dekubitus derajat 1 ….……….......….…….…………….……... 5
Gambar 2.3 Ulkus dekubitus derajat 2 ….……......….…….……………................. 5
Gambar 2.4 Ulkus dekubitus derajat 3 ….…………...…….………………............. 6
Gambar 2.5 Ulkus dekubitus derajat 4 ….……...………….…................................. 6
Gambar 3.1 Faktor pertumbuhan dan sitokin yang terlibat dalam proses
penyembuhan luka ….…...…….…......………….……........................ 12

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Derajat keparahan ulkus dekubitus ………………………………………... 4


Tabel 2. Kategori dressing dan kelebihan atau kekurangannya …………………….. 9
Tabel 3. Pengobatan ulkus dekubitus ……………………………………………….. 10

iv
DAFTAR SINGKATAN

ADSCs : Adipose-derived stem cells


AP : Alternating pressure
ATA : Atmosfer absolut
BM : Bone marrow
CDS : Culture dermal substitutes
CLP : Constant low-pressure
EMEA : European Authorities
EPUAP : European Pressure Ulcer Advisory Panel
FDA : Food and Drug Administration
FGF : Fibroblast growth factor
GFs : Growth factors
HBOT : Hyperbaric oxygen therapy
ILC : Insulin like growth factor
MSC : Mesenchymal stem cells
MNCs : Mono nuclear cells
pO2 : Tekanan parsial oksigen
PDGF : Platelet derived growth factors
PRP : Platelet rich plasma
SIS : Small intestine submucosa
TcpO2 : Tekanan oksigen transkutaneous
TGF- β : Transforming growth factor beta
VEGF : Vascular endothelial growth factor

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ulkus dekubitus adalah jenis cedera yang merusak kulit dan jaringan di
bawahnya ketika area kulit ditempatkan di bawah tekanan konstan untuk jangka
waktu tertentu, sehingga menyebabkan iskemia jaringan, penghentian suplai nutrisi
dan oksigen ke jaringan dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan.1 Ulkus dekubitus
menjadi sumber morbiditas dan mortalitas yang signifikan dan terus menimbulkan
beban yang signifikan bagi pasien dan sistem perawatan kesehatan. Ulkus dekubitus
seringkali merupakan konsekuensi dari kondisi medis lain atau kesehatan yang
umumnya buruk.2
Ulkus dekubitus merupakan penyebab morbiditas yang signifikan. Telah
dilaporkan bahwa 2% hingga 28% penghuni panti jompo mengalami ulkus
dekubitus.3 Di Amerika Serikat, ulkus dekubitus mempengaruhi beberapa individu
setiap tahunnya. Dilaporkan bahwa rata-rata 1,5-3 juta pasien mengalami ulkus
dekubitus dengan biaya sekitar $5 miliar per tahun.4 Satu penelitian di Eropa tahun
2007 memperkirakan prevalensi ulkus dekubitus di rumah sakit (derajat 2 dan lebih)
sebesar 10,5%.5
Penelitian Purwaningsih tahun 2001 didapatkan angka kejadian ulkus
dekubitus di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar 40% dari 40 pasien yang
mengalami tirah baring. Penelitian yang dilakukan oleh Setyajati tahun 2002 di
Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta didapatkan angka kejadian ulkus dekubitus
yaitu 38,18%. Dari kedua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa angka
kejadian ulkus dekubitus pada pasien tirah baring lama di rumah sakit cukup tinggi. 6
Ulkus dekubitus merupakan luka kronis yang sulit diobati. Mengingat
tantangan ini, dokter kulit harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
menerapkan strategi pencegahan ulkus dekubitus, serta strategi pengobatan untuk
mengobati ulkus dekubitus secara efektif pada pasien. 2 Pencegahan ulkus dekubitus
merupakan tujuan utama karena mengingat tantangan dan biaya pengobatan yang
tinggi. Strategi pencegahan yang efektif termasuk penggunaan permukaan
pendukung yang tepat, reposisi yang sering, nutrisi yang tepat, dan manajemen
kelembaban. Implementasi strategi pencegahan seringkali memerlukan biaya awal

1
yang lebih tinggi, namun bukti telah menunjukkan pendekatan ini dapat
mengurangi biaya perawatan dibandingkan dengan biaya pengobatan.7
Penilaian yang cermat diperlukan sebelum merencanakan pengobatan.
Secara umum, faktor penyebab yang harus dihilangkan (tekanan, geser, gesekan)
dan kondisi umum yang terkait harus dikontrol (seperti pengobatan penyakit
penyerta terkait dan perbaikan nutrisi).7 Ulkus dekubitus merupakan masalah yang
tersebar luas di bidang kesehatan, tetapi sangat sedikit pengobatan yang tersedia
dan terbukti berhasil dalam mengobati ulkus ini, sehingga diperlukan pengobatan
baru yang memberikan hasil pengobatan yang lebih baik. Walaupun demikian,
pengobatan yang sudah ada masih digunakan sampai saat ini karena beberapa
memiliki efektivitas yang baik.4
Tinjauan Pustaka ini akan membahas mengenai modalitas terapi terbaru
pada pengobatan ulkus dekubitus.

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah pada tinjauan pustaka ini adalah modalitas terapi terbaru
pada pengobatan ulkus dekubitus.

2
BAB 2
ULKUS DEKUBITUS

2.1 Definisi
Ulkus dekubitus juga dikenal sebagai luka baring atau luka tekan,
disebabkan oleh gangguan suplai darah dan malnutrisi jaringan karena tekanan
yang berkepanjangan pada kulit, jaringan lunak, otot, dan tulang. Hal ini dapat
menyebabkan perkembangan iskemia lokal, peradangan jaringan, anoksia, dan
nekrosis.1
2.2 Faktor Risiko dan Patogenesis
Ada beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada perkembangan ulkus
dekubitus. Semua faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya iskemia
jaringan. Jaringan mampu mempertahankan tekanan pada bagian yang dialiri
pembuluh arteri sekitar 30-32 mmHg hanya untuk waktu yang singkat. Tetapi
ketika tekanan meningkat bahkan sedikit di atas tekanan pengisian kapiler ini, hal
itu menyebabkan oklusi mikrosirkulasi dan pada akhirnya menyebabkan iskemia,
kematian jaringan dan ulserasi.1
Tekanan yang lebih besar dari tekanan pengisian kapiler (32 mmHg) pada
tumit dan sakrum pasien dapat menyebabkan nekrosis jika durasi tekanan melebihi
2 jam. Kulit di atas sakrum dan pinggul paling sering terkena (67%), tetapi ulkus
dekubitus juga dapat dilihat pada oksiput, siku, dan ekstremitas bawah (25%),
termasuk tumit dan pergelangan kaki.8 Ulkus dekubitus dapat berkembang pada
bagian tubuh mana pun di mana tekanan dan gaya tekan yang berkelanjutan
dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Kerentanan terhadap ulkus
dekubitus berasal dari kombinasi faktor eksternal atau penyebab langsung
(tekanan, gesekan, gaya geser, dan kelembaban), dan faktor internal atau penyebab
tidak langsung (misalnya demam, malnutrisi, anemia, dan disfungsi endotel),9
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

3
Causes of Pressure Ulcers

Direct Causes Indirect Causes

Pressure Mobility Problems


Shear Poor Nutrition
Friction Health Conditions
Immobility (diabetes, heart failure,
Loss of Sensation renal failure, COPD)
Combined Pathology Ageing Skin
Incontinence
Mental Health Condition

Gambar 2.1 Penyebab ulkus dekubitus (dikutip dari kepustakaan No.1)

2.3 Derajat Keparahan


Tingkat keparahan ulkus dekubitus yang paling umum adalah sistem
penilaian European Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP). Ulkus dekubitus
dikategorikan menjadi empat tahap (Tabel 1) sesuai dengan kedalaman kerusakan.1

Tabel 1. Derajat keparahan ulkus dekubitus (dikutip dari kepustakaan No.1)

Severity (Grading) of Pressure Ulcers

Grade-I Grade-II Grade-III Grade-IV

Full thickness Full thickness


Partial thickness skin loss skin loss with
Edema,
skin loss involving extensive
indurations
involving damage to or destruction,
warmth over a
epidermis, necrosis of tissue necrosis,
bony
dermis or both, subcutaneous or damage to
prominence.
for example tissue that may muscle, bone, or
Nonblachable
abrasion, blister extend down to, supporting
erythema of
or shallow but not through, structures, for
intact skin.
crater. underlying example tendon
fascia. Deep or joint capsule.
crater with or
without
undermining.
4
Ulkus dekubitus derajat satu adalah jenis ulkus yang paling dangkal. Area
kulit yang terkena tampak berubah warna, biasanya berwarna merah pada orang
kulit putih dan ungu atau biru pada orang dengan kulit berwarna lebih gelap Gambar
2.2). Satu hal yang penting untuk diingat adalah ulkus dekubitus derajat 1 tidak
berubah menjadi putih apabila ditekan. Kulit tetap utuh, tetapi mungkin terasa sakit
atau gatal, hangat dan kenyal atau keras. Pada ulkus dekubitus derajat 2, beberapa
permukaan luar kulit (epidermis) atau lapisan kulit yang lebih dalam (dermis) rusak,
menyebabkan hilangnya kulit (Gambar 2.3). Ulkus terlihat seperti luka terbuka atau
melepuh. Ciri-cirinya adalah hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi
epidermis, dermis atau keduanya, misalnya abrasi, lepuh atau terbentuknya ulkus
yang dangkal.1

Gambar 2.2 Ulkus dekubitus derajat 1 (dikutip dari


kepustakaan No.9)

Gambar 2.3 Ulkus dekubitus derajat 2 (dikutip dari


kepustakaan No.9)

Pada ulkus dekubitus derajat 3, kehilangan kulit terjadi di seluruh ketebalan


kulit. Jaringan di bawahnya mengalami kerusakan, tetapi otot dan tulang di
bawahnya tidak rusak. Ulkus muncul sebagai rongga yang dalam seperti luka

5
(Gambar 2.4). Karakteristiknya berupa kerusakan atau nekrosis kulit sampai
melibatkan seluruh lapisan kulit dan jaringan subkutan yang dapat meluas ke
bawah, tetapi tidak sampai ke fasia di bawahnya. Ulkus dekubitus derajat 4 adalah
jenis ulkus dekubitus yang berat. Kulit mengalami kerusakan dan jaringan di
sekitarnya mulai terjadi nekrosis. Otot, tulang atau sendi yang mendasarinya juga
dapat rusak (Gambar 2.5). Pasien dengan ulkus dekubitus derajat empat memiliki
risiko tinggi terkena infeksi yang mengancam jiwa. 1

Gambar 2.4 Ulkus dekubitus derajat 3 (dikutip dari


kepustakaan No.9)

Gambar 2.5 Ulkus dekubitus derajat 4 (dikutip dari


kepustakaan No.9)

2.4 Diagnosis
Ulkus dekubitus dapat didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yang dapat
dibagi menjadi derajat satu, dua, tiga, dan empat. Pemeriksaan rutin yang dapat
dilakukan seperti pemeriksaan darah rutin apabila didapatkan tanda - tanda infeksi
pada tukak. Pemeriksaan darah rutin yang diperlukan seperti pemeriksaan leukosit. 2

6
2.5 Pencegahan
2.5.1 Reposisi
Reposisi untuk menghindari tekanan lokal dalam waktu lama merupakan
elemen penting dari pencegahan ulkus dekubitus. Pendapat ahli secara tradisional
menyarankan reposisi setiap 2 jam, tetapi pedoman terbaru dari National Pressure
Ulcer Advisory Panel telah menghilangkan rekomendasi ini karena kurangnya
bukti.10 Penelitian yang dilakukan oleh Manzano dkk. tahun 2014 mengamati
kejadian ulkus dekubitus derajat 2 atau lebih pada pasien di unit perawatan intensif
dengan ventilasi mekanis menggunakan pressure mattresses, reposisi 2 jam tidak
secara signifikan menurunkan ulkus dekubitus dibandingkan dengan reposisi 4
jam.11
Sudut kemiringan dan posisi tertentu juga merupakan faktor risiko yang
relevan. Kepala tempat tidur harus dijaga pada sudut elevasi serendah mungkin
karena gaya geser dan gesekan akan meningkat dengan derajat kemiringan yang
lebih besar. Selain itu, posisi pasien dimiringkan ke lateral dengan sudut 300,
pasien ditopang secara lateral oleh bantal yang dijepit di bawah bokong dan kaki
atau pasien dapat dimiringkan ke lateral dengan sudut 900. Kemiringan 300 dapat
menghindari tekanan antarpermukaan penyangga langsung dengan sebagian besar
tonjolan tulang. Sebuah penelitian secara randomized menemukan bahwa pasien
yang dimiringkan ke lateral dengan sudut 300 ditambah reposisi setiap 3 jam,
dibandingkan dengan pasien yang dimiringkan ke lateral dengan sudut 900
ditambah reposisi setiap 6 jam, secara signifikan mengurangi kejadian ulkus
dekubitus sebesar >70% setelah 28 hari.12

2.5.2 Support Surfaces (Permukaan Pendukung)


Pencegahan ulkus dekubitus salah satunya dapat dengan cara
meminimalkan besarnya tekanan. Berbagai permukaan penyangga, termasuk
tempat tidur khusus, kasur, pelapis kasur, dan bantal bertujuan untuk mengurangi
tekanan dan meminimalkan gesekan. Permukaan pendukung dapat diklasifikasikan
sebagai constant low-pressure (CLP) yang sesuai dengan bentuk tubuh, atau
alternating pressure (AP) yang secara mekanis mengubah tekanan.2

7
Penelitian secara umum menunjukkan bahwa CLP lebih disukai daripada
kasur busa standar rumah sakit. Busa spesifikasi tinggi dan kasur berisi air dapat
mengurangi kejadian dan tingkat keparahan ulkus dekubitus pada pasien berisiko
tinggi bila dibandingkan dengan kasur busa standar rumah sakit.2 Sebuah meta-
analisis baru-baru ini dari 5 penelitian yang membandingkan kasur busa alternatif
dengan standar rumah sakit menunjukkan bahwa kasur busa alternatif lebih unggul
dalam mengurangi kejadian ulkus dekubitus.13
Kasur AP berisi banyak kompartemen berisi udara yang mengembang dan
mengempis secara terkoordinasi untuk terus memvariasikan tekanan di seluruh
bagian tubuh. Kasur AP dapat menunda waktu rata-rata terjadinya ulserasi hampir
11 hari dan dapat mengurangi 80% biaya masa rawat inap.14

2.5.3 Nutrisi
Kekurangan protein, kalori, vitamin, dan mineral merupakan elemen yang
berkontribusi terhadap kerusakan kulit. Pentingnya penilaian nutrisi untuk
pencegahan ulkus dekubitus. Banyak penelitian menemukan bahwa malnutrisi,
penurunan berat badan, atau masalah makan berhubungan dengan perkembangan
ulkus dekubitus.15 Meskipun demikian, bukti dari uji coba terkontrol secara acak
untuk mendukung intervensi spesifik yang mencegah perkembangan ulkus
dekubitus saat ini masih kurang.16

2.6 Terapi
Intervensi pengobatan termasuk pengelolaan kondisi yang menimbulkan
ulkus dekubitus (permukaan penopang dan dukungan nutrisi), perlindungan dan
penyembuhan luka (pembersihan luka, dressing, dan aplikasi topikal). Pembersihan
luka sangat berperan dalam penyembuhan ulkus. Elemen penting dari perawatan
luka yaitu membersihkan luka karena dapat membantu menghilangkan jaringan
mati, bakteri, dan benda asing dari luka. Jaringan mati dan benda asing yang
dibuang dari luka dapat membersihkan dasar luka untuk aplikasi dressing
selanjutnya. Larutan salin dapat digunakan sebagai cairan untuk membersihkan
luka.17,18

8
Pengobatan ulkus dekubitus yang lain dapat berupa dressing. Dressing
harus dipilih yang oklusif, sehingga dapat menyebabkan lingkungan penyembuhan
luka yang lembab, dengan tujuan menemukan keseimbangan antara penyerapan
eksudat dan retensi kelembaban (Tabel 2).19 Kelebihan cairan di atas luka dapat
menyebabkan maserasi, iritasi, dan kerusakan kulit sehat di sekitarnya. Dressing
antibakteri yang mengandung silver atau madu sering digunakan untuk
pengendalian bioburden tetapi kurang bukti untuk penggunaan jangka panjang. Jika
ulkus bersih dan kering, dressing oklusif biasanya diganti setiap minggu, dan
penggantian yang lebih sering dihindari karena penggantian pembalut
menghilangkan sel-sel sehat bersama dengan debris. Luka yang terkontaminasi
memerlukan penggantian dressing yang lebih sering, yaitu dapat dilakukan setiap
beberapa jam.2
Tabel 2. Kategori dressing dan kelebihan atau kekurangannya (dikutip dari kepustakaan
No.19)

Tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan nyeri, teraba hangat, eritema,


drainase, atau gejala sistemik, harus dinilai secara teratur. Agen sitotoksik seperti
hidrogen peroksida dan povidone-iodine harus dihindari. Luka dengan kerusakan
jaringan yang berat dapat diberikan kadeksomer yodium, yaitu slow-release paste
yang merupakan satu-satunya antibiotik topikal yang dapat meningkatkan waktu
penyembuhan sempurna pada luka kronis. Antibiotik oral harus dimulai ketika
infeksi dicurigai dan kemudian antibiotik dapat disesuaikan berdasarkan hasil
kultur atau kurangnya respon klinis. Intervensi spesifik pengobatan yang
ditargetkan untuk mengoptimalkan penyembuhan dapat dilihat pada Tabel 3.2

9
Tabel 3. Pengobatan Ulkus Dekubitus (dikutip dari kepustakaan No.2)
Treatment Level of Evidence
Dressing selection for moist wound healing environment IB
Nutritional supplementation (if evidence malnutrition) IV
Wound cleansers IB
Madu II

Ada banyak terapi suportif untuk penyembuhan ulkus dekubitus. Beberapa


sudah dalam penggunaan klinis, sedangkan yang lain masih dalam penelitian.
Banyak produk tersedia untuk membantu penyembuhan luka tetapi harus
diresepkan hanya di bawah saran medis yang ketat, karena masih memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk menentukan keefektifannya. 2 Pada bab berikut akan
dijelaskan mengenai modalitas terapi terbaru pada ulkus dekubitus.

10
BAB 3
MODALITAS TERAPI BARU PADA ULKUS DEKUBITUS

3.1 Platelet Rich Plasma


Platelet rich plasma (PRP) adalah terapi baru dalam pengobatan regeneratif
yang telah menarik banyak perhatian baru-baru ini karena sifat mitogenik,
angiogenik dan kemotaktiknya. Platelet rich plasma adalah komponen darah yang
memiliki konsentrasi trombosit yang tinggi, sekitar satu juta trombosit per
mikroliter. Trombosit adalah komponen utama PRP yang memainkan peran
penting dalam penyembuhan luka karena fungsi hemostatiknya. Trombosit kaya
akan mediator yang meregenerasi sel epitel dan endotel, merangsang angiogenesis
dan deposisi kolagen. Selain itu, trombosit mendorong neurovaskularisasi,
meningkatkan suplai darah, dan masuknya nutrisi yang penting untuk
memproduksi sel-sel baru. Hal ini meningkatkan kemungkinan proliferasi dan
diferensiasi sel-sel yang terlibat dalam proses penyembuhan.20
Platelet rich plasma merupakan sumber faktor pembekuan, penghambat
faktor pembekuan, mediator imun, sitokin, kemokin, matriks metaloproteinase 2,
interleukin 8 dan growth factors (GFs). Terdapat beberapa growth factors yang
terlibat dalam proses penyembuhan luka, diantaranya platelet derived growth
factors (PDGF), transforming growth factor beta (TGF-β), insulin like growth
factor (ILGF) (Gambar 3.1). Growth factors akan merangsang sel induk untuk
menghasilkan jaringan baru. Sejauh ini, hanya PDGF yang telah disetujui oleh
United States Food and Drug Administration (FDA) dan European Authorities
(EMEA) untuk aplikasi klinis pada pasien.20,21
Kelebihan PRP adalah sangat mudah diproduksi dengan mengambil sampel
darah pasien. Darah pasien diambil dari vena antecubital dan dimasukkan kedalam
tabung steril yang mengandung 3,2% natrium sitrat. Darah disentrifugasi 300xg
selama 5 menit pada suhu 18°C untuk memisahkan sel darah merah. Fraksi atas
(plasma dan trombosit) diisolasi tanpa mengganggu buffy coat dan dipindahkan ke
tabung steril lain, kemudian tabung disentrifugasi lagi pada 700xg selama 17 menit
pada suhu 18°C dan pada lapisan bawah didapatkan platelet pellet. Aktivasi
trombosit segera dilakukan dengan menambahkan 0,3 ml kalsium klorida 10%

11
untuk setiap ml PRP. Platelet rich plasma adalah produk autologus, sehingga aman
digunakan dan tidak ada risiko terjadinya penolakan. Kelebihan lain menggunakan
PRP termasuk efektivitas biaya, risiko rendah penularan infeksi, penyembuhan
lebih cepat dan peningkatan kualitas hidup.21

Gambar 3.1 Faktor pertumbuhan dan sitokin yang terlibat dalam proses penyembuhan
luka (dikutip dari kepustakaan No.21).

Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk penggunaan PRP pada terapi
ulkus dekubitus. Platelet rich plasma dapat digunakan dengan cara topikal dalam
bentuk gel, dressing, dan injeksi. Platelet rich plasma dapatt diberikan pada ulkus
decubitus derajat 2 dan 3. Suthar et al. (tahun 2017) melakukan penelitian pada 24
pasien ulkus kronik yang tidak sembuh. Ulkus pertama kali di debridement untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan terinfeksi, serta area luka dibersihkan secara
menyeluruh dengan larutan betadine. Dua sampai tiga mililiter PRP diambil dari 6
mL larutan PRP yang disiapkan untuk pembentukan gel, sedangkan 3-4 mL
sisanya disuntikkan secara subkutan di dalam dan di sekitar tepi ulkus. Gel
trombosit autologus diperoleh dengan menyemprotkan PRP dan larutan aktivator
dengan volume yang sama secara simultan (trombin dengan kalsium klorida)
menggunakan sistem ratio duploject aplicator (spuit injeksi port ganda yang
memungkinkan injeksi PRP dan larutan aktivator secara simultan). Gel trombosit
autologus secara topikal di atas ulkus. Dalam waktu 5 sampai 10 detik, gel
trombosit terbentuk pada luka, setelah itu pembalut non-penyerap digunakan untuk

12
menutupi area ulkus. Pembalut diganti pada hari ke 3 pasca perawatan; luka
diirigasi dengan normal saline dan dinilai adanya infeksi atau tidak. Setelah itu
balutan sering diganti seminggu sekali dan pasien ditindaklanjuti selama 24
minggu pasca perawatan. Hasil penelitian menunjukkan semua pasien
memperlihatkan tanda-tanda penyembuhan luka dengan pengurangan ukuran luka
dan waktu penyembuhan menjadi lebih cepat.22
Raslan dkk. (2018) melakukan penelitian serial kasus untuk melihat efek
plasma PRP pada ulkus kronis yang tidak sembuh pada 24 pasien dengan usia rata-
rata 41 tahun. Ulkus dibilas dengan salin fisiologis kemudian disuntikkan plasma
PRP di bagian tepi dan dasar ulkus. Penyuntikan ulang dilakukan setiap dua
minggu sekali sampai ulkus benar-benar sembuh. Tindak lanjut dilakukan setiap
minggu sampai penyembuhan total dan selama 12 minggu setelah itu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan sempurna dicapai pada semua
pasien. Rata-rata tingkat penyembuhan (rata-rata penurunan dimensi ulkus) adalah
0,48 cm/minggu.23

3.2 Terapi Oksigen Hiperbarik


Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) telah digunakan sebagai pengobatan
pendamping untuk luka kronis, meskipun pengobatan tidak mudah diakses oleh
banyak orang dan seringkali tergantung pada lokasi geografis, pemahaman dokter
tentang pengobatan, dan bukti yang mendukung penggunaannya.24
Pada fase inflamasi, oksigen hiperbarik berperan pada aktivasi trombosit.
Oksigen hiperbarik (97,7% O2, balance CO2 pada 2,2 atmosfer absolut [ATA])
dapat meningkatkan agregasi trombosit sebanyak enam kali lipat dan banyak
terjadi pelepasan protein, seperti 14-3-3-zeta dan -2-makroglobulin yang terlibat
pada apoptosis.24 Pada fase proliferasi, kira-kira 2 hari setelah penyembuhan luka,
makrofag terus mengekspresikan faktor pertumbuhan yang merangsang
angiogenesis dan pembentukan jaringan granulasi yang terdiri dari sel endotel,
fibroblas, dan sel inflamasi. Kemudian, selama migrasi dan angiogenesis dari fase
proliferasi, sel-sel ini bermigrasi ke dalam luka dan terus memperbaiki jaringan.
Tingkat oksigen yang tinggi diperlukan untuk fase proliferasi ini, terutama ketika
reepitelisasi terjadi di sekitar luka untuk menutup luka dari lingkungan

13
ekstraseluler.25 Pada fase remodeling, oksigen sangat penting untuk
menghilangkan jaringan granulasi melalui proses apoptosis. Oksigen juga
diperlukan untuk sintesis kolagen tipe I yang akan membentuk bundle dan
menggantikan kolagen tipe III yang awalnya berada di jaringan granulasi, sehingga
akhirnya dapat meningkatkan kekuatan tarik luka.24
Oksigen memainkan peran penting pada semua proses seluler selama
penyembuhan luka, termasuk metabolisme sel, proliferasi, dan revaskularisasi.
Oksigen juga penting untuk meningkatkan aktivitas antimikroba, transduksi sinyal
faktor pertumbuhan, dan sintesis kolagen. Tekanan parsial oksigen (pO2) normal
dalam jaringan subkutan berkisar 40-80 mmHg, tetapi turun menjadi 20 mmHg
pada kondisi luka kronis.24
Selama HBOT, pasien ditempatkan di ruangan di mana mereka diminta
untuk menghirup oksigen 100% secara intermiten, pada tekanan yang lebih besar
dari permukaan laut (yaitu 1 ATA). Durasi dan frekuensi pengobatan dengan
HBOT dan ATA yang digunakan sering diperdebatkan, tetapi tekanan yang
digunakan biasanya 1,4 ATA atau lebih tinggi. Satuan yang digunakan untuk
mengukur pO2 pada jaringan yang sehat dan luka sering dinyatakan dalam mmHg,
kilopaskal, atau tekanan bar sebelum dan sesudah HBOT.24
Pasien dengan luka kronis yang dipilih untuk HBOT yaitu pasien yang
memiliki riwayat tidak responsif terhadap pengobatan konvensional, termasuk
antibiotik dan pembalut topikal, serta debridement yang gagal. Pemilihan pasien
untuk HBOT dapat dibantu dengan pemantauan tekanan oksigen transkutaneous
(TcpO2) noninvasif. Teknik ini direkomendasikan untuk pemantauan jangka
panjang keberhasilan HBOT. Salah satu fungsi utama HBOT adalah mensuplai
jaringan luka dengan oksigen yang cukup untuk mendorong metabolisme di
lingkungan luka, terutama ketika suplai vaskular terganggu. Berdasarkan
penelitian, protokol saat ini merekomendasikan bahwa pasien dengan pO2 pada
luka <40 mmHg (hipoksia) saat menghirup udara pada 1 ATA, kemudian
meningkat menjadi 100 mmHg saat menghirup oksigen pada 1 ATA merupakan
kandidat yang cocok untuk HBOT. Bila memungkinkan, pasien diuji pada tekanan
di dalam ruang oksigen hiperbarik, dan jika nilai pO2 luka meningkat menjadi 200
mmHg, 74% pasien diprediksi akan merespons HBOT dengan baik. 24,26

14
Pasien memasuki ruangan dan diberi tekanan 2,4 ATA selama 10 menit,
kemudian pasien tetap pada tekanan ini selama 90 menit sebelum didekompresi
kembali ke 1 ATA selama 10 menit. Pasien menghirup oksigen selama 30 menit
dalam tiga siklus, dan untuk meminimalkan risiko toksisitas oksigen, pasien
memiliki "air break" selama 5 menit setelah waktu ke-30 menit dan 65 menit,
pasien tetap berada di bawah tekanan tetapi menghirup udara yang bukan
merupakan oksigen 100%. Prosedur ini relatif aman dan efek samping yang paling
umum adalah barotrauma ringan dan miopia.24

3.3 Skin Graft Substitute


Keratinosit yang dikultur telah digunakan untuk pengobatan berbagai jenis
luka selama lebih dari satu dekade. Penelitian menjelaskan bahwa terapi yang
paling efektif untuk pasien dengan defek pada sebagian atau seluruh ketebalan kulit
adalah kultur dermal substitusi (CDS), sedangkan kultur pengganti epidermal dan
kultur pengganti kulit juga telah digunakan sebagai dressing luka biologis. Dermis
buatan menginduksi angiogenesis dan fibroplasia pada defek jaringan yang dalam
dengan vaskularisasi yang buruk, serta invasi vaskular yang lebih sedikit. Namun,
sulit untuk menerapkan matriks kolagen pada ulkus dekubitus, karena biasanya
ulkus dekubitus disertai infeksi dengan pengeluaran eksudat atau pus yang
berlebihan, dan umumnya sering terjadi tekanan eksternal yang mencegah fiksasi
graft. Kultur dermal substitusi alogenik secara efektif dapat mengobati ulkus yang
sulit disembuhkan. sementara implantasi sel sum-sum tulang belakang yang
dikombinasikan dengan CDS alogenik dapat digunakan untuk mengobati ulkus
iskemik yang parah.1
Jika luka kronis gagal untuk diterapi dengan standar pengobatan, maka skin
substitute dapat digunakan sebagai tambahan untuk metode pengobatan ulkus
dekubitus, sehingga dapat meningkatkan kemungkinan penyembuhan yang
sempurna. Menurut Ferreira et al., skin substitute adalah kelompok heterogen dari
elemen biologis atau sintetis yang memungkinkan oklusi luka sementara atau
permanen. Pengganti dermal dapat bervariasi dari xenografts kulit atau allografts
hingga kombinasi keratinosit autologus di atas matriks dermal. Ferreira dkk. juga
mencatat bahwa pengganti kulit harus memiliki karakteristik fungsional dan

15
struktural yang sangat cocok dengan kulit autologus. 27 Menurut Nathoo et al.,
pengganti kulit yang ideal harus tahan lama, sepenuhnya autologus, terendotelisasi
dan mengandung struktur adneksa dan sel induk dewasa.28
Pada tahun 2018, Davison-Kotler et al. mengusulkan sistem klasifikasi skin
grafting baru. Sistem baru Davison-Kotler et al. mengelompokkan skin grafting
menurut seluleritas, lapisan, daerah yang diganti, bahan yang digunakan, dan
pemanen atau tidak. Seluleritas merupakan pembeda paling penting pada skin
grafting karena dapat meningkatkan risiko penolakan dan kompleksitas
pembuatannya. Lapisan dapat berupa monolayer atau bilayer. Bilayer umumnya
menggantikan dermis dan epidermis. Daerah yang diganti mengacu pada daerah
dermis, epidermis, atau keduanya. Komposisi produk menentukan lapisan mana
yang dirancang untuk diganti. Bahan yang digunakan untuk membuat skin grafting
dapat berupa bahan alami (bersumber dari manusia atau hewan), sintetik, atau
keduanya. Permanen digambarkan sebagai biodegradable (sementara) dan
nonbiodegradable (permanen).28
Produk skin grafting dibagi menjadi kelompok yang mengandung sel
(seluler) dan tidak mengandung sel (aseluler). Skin grafting aseluler yang dibuat
dari bahan biologis alami adalah produk skin grafting yang paling umum tersedia
secara komersial untuk mengobati atau menangani luka kronis. Kategori ini
mencakup dermis manusia yang didonasikan deseluler, membran plasenta manusia,
dan jaringan hewan. Deselular merupakan jaringan aselular yang dibuat dengan
mengambil full-thickness section dari sumber donor. Saat ini, produk yang terbuat
dari bahan sintetis atau kombinasi bahan alami dan sintetis tidak banyak. Beberapa
produk skin grafting yang banyak tersedia adalah skin grafting aseluler untuk
epidermis dan dermis. Bahan alami memiliki keuntungan yaitu mempunyai
kerangka yang serupa dengan komposisi dermis asli. Meskipun sebagian besar
terdiri dari kolagen, bahan alami ini mengandung glikosaminoglikan, proteoglikan,
dan glikoprotein untuk menghasilkan kerangka yang mirip dengan jaringan kulit
asli. Amnion mengandung sejumlah besar sitokin dan faktor pertumbuhan yang
dapat meningkatkan penyembuhan luka kronis. Kerugian utama dari produk alami
adalah risiko penolakan jika sisa-sisa sel tidak dihilangkan selama pemrosesan.29

16
Pemrosesan harus cukup untuk menghilangkan komponen imunogenik
tanpa merusak struktur asli ECM. Metode pengolahan yang berbeda menyebabkan
cara yang berbeda untuk mengawetkan jaringan. Beberapa produk harus disimpan
beku dan kemudian dicairkan sebelum digunakan, sementara yang lain dapat
disimpan pada suhu kamar.29
Etris et al. tahun 2018 melakukan penelitian kepada 130 orang dewasa
dengan ulkus dekubitus derajat III atau IV secara acak. Pasien dibagi menjadi 2
kelompok, kelompok pertama mendapatkan terapi standar, yaitu penggantian
balutan, pembersihan luka, debridement luka sesuai kebutuhan dan penutupan luka
dengan gel isotonik dan dressing film penyerap semi-oklusif. Kelompok kedua
mendapatkan terapi skin substitutes berupa matriks SIS (small intestine submucosa)
dan terapi standar. Semua pasien di setiap kelompok berada pada permukaan
pendukung redistribusi tekanan yang sesuai; baik pelapis kasur udara dinamis atau
statis. Pasien diikuti setiap minggu hingga 12 minggu atau sampai penyembuhan
total terjadi. Kunjungan follow up enam bulan juga dilakukan dan dievaluasi.
Ukuran ulkus ditentukan pada saat awal sebelum terapi dan setiap minggu selama
pengobatan. Penyembuhan dinilai pada setiap kunjungan untuk jangka waktu
hingga 12 minggu. Proporsi penyembuhan lengkap pada kelompok SIS adalah 40%
dibandingkan dengan 29% pada kelompok standar terapi; persentase pasien yang
memiliki 90% pengurangan luas permukaan ulkus adalah 55% pada kelompok SIS
dibandingkan 38% pada kelompok terapi standar.30

3.4 Bone Marrow/Adipogenic Stem Cells


Terapi sel dapat didefinisikan sebagai penggunaan sel hidup untuk tujuan
terapeutik. Tujuan dari terapi tersebut adalah untuk memperbaiki, mengganti atau
mengembalikan fungsi biologis dari jaringan atau organ yang rusak. Bone Marrow
(BM)-mono nuclear cells (MNCs) dapat dengan mudah diperoleh dalam jumlah
besar melalui aspirasi tanpa manipulasi atau kultivasi ekstensif sebelum
transplantasi, kemudian sel dapat ditransplantasikan secara langsung tanpa ekspansi
in vitro.1
Menggunakan seluruh fraksi mononuklear dapat menjadi faktor kunci untuk
penyembuhan luka kulit yang optimal karena dapat menimbulkan angiogenesis.

17
Mesenchymal stem cells (MSC), yang membentuk sebagian kecil BM-MNC,
mensekresi faktor parakrin yang dapat merekrut makrofag dan sel endotel untuk
meningkatkan penyembuhan luka. Fungsi perbaikan MSC diperkirakan melibatkan
sekresi faktor-faktor seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular atau FGF yang
dapat membantu mencegah apoptosis, meningkatkan angiogenesis, membantu
dalam reorganisasi matriks, dan meningkatkan perekrutan MSC yang bersirkulasi.
Pemanenan BM agak invasif dan menyakitkan. Zuk et al. mengidentifikasi dan
mengkarakterisasi jaringan adiposa yang berasal dari sel punca ASC dari
lipoaspirasi dan bagian dari seluruh lemak (biopsi). Meskipun terapi sel adalah alat
yang relatif baru, beberapa penelitian membuktikan jenis sel ini dapat digunakan
dengan aman dan telah menunjukkan keberhasilannya dalam menyembuhkan luka.1
Stem cells diatur oleh faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan memiliki
peran yang bervariasi, tetapi juga sangat spesifik. Beberapa faktor pertumbuhan
hanya bekerja pada reseptor tunggal dari jenis sel tunggal. Faktor pertumbuhan
yang diaktifkan dapat memiliki sejumlah efek yang berbeda, termasuk aktivasi
protein langsung, peningkatan regulasi gen yang mengatur produksi protein,
migrasi dan kemotaksis. Pensinyalan faktor pertumbuhan diperlukan untuk respons
stem cells dalam penyembuhan luka.31
Sejumlah faktor pertumbuhan yang berbeda diketahui memiliki peran
penting dalam penyembuhan luka kulit. Lingkungan luka hipoksia menginduksi
ekspresi HIF-1α, yang meningkatkan regulasi fibroblast growth factor (FGF), dan
HIF-2α, yang meningkatkan ekspresi vascular endothelial growth (VEGF).
Vascular endothelial growth memainkan banyak peran dalam revaskularisasi.
Konsentrasi VEGF mengarahkan dan memandu diferensiasi angioblas untuk
menyebabkan pembentukan pembuluh darah. Fibroblast growth factor
meningkatkan perekrutan dan replikasi sel punca mesenkim untuk mendukung
struktur kapiler baru. Faktor pertumbuhan mengontrol migrasi keratinosit dan
dediferensiasi pada remodeling ECM pada luka epitel, sehingga memungkinkan
untuk berkembang biak dan mengisi daerah yang terluka.31
Adipose-derived stem cells (ADSCs) adalah sel punca mesenkimal yang
terdiri dari populasi sel yang pluripoten dan heterogen dalam jaringan adiposa
manusia. Popularitas ADSC dapat dikaitkan dengan kemudahan panen dan

18
morbiditas bagian donor yang terbatas. Adipose-derived stem cells dapat diisolasi
melalui aspirasi sedot lemak atau eksisi sampel lemak. Pendekatan yang paling
umum untuk mengisolasi ADSCs melibatkan pencernaan kolagenase diikuti oleh
pemisahan kepadatan gradien dengan sentrifugal. ADSC yang diisolasi kemudian
dapat diperluas dalam kultur monolayer pada tempat jaringan standar dengan
medium basal 10% serum janin sapi.32
Sarasua et al. melakukan penelitian kepada dua puluh dua pasien dengan
spinal cord injury dan ulkus dekubitus tipe IV dengan durasi lebih dari 4 bulan.
Pasien dilakukan didebridement pada ulkus dan diobati dengan BM-MNC yang
diperoleh dengan pemisahan gradien densitas Ficoll dari aspirasi sumsum tulang
autologus yang diambil dari krista iliaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
19 pasien (86,36%) ulkus dekubitus yang diobati dengan BM-MNCs telah sembuh
total setelah pengobatan selama 21 hari dibandingkan dengan terapi konvensional,
rata-rata rawat inap di rumah sakit berkurang dari 85,16 menjadi 43,06 hari. Setelah
BM-MNC, perawatan luka harian diperlukan 5 menit per pasien dibandingkan
dengan 20 menit untuk terapi konvensional. Selama follow up rata-19 bulan, tidak
ada ulkus yang telah sembuh muncul kembali.33

19
BAB 4
KESIMPULAN

Ulkus dekubitus muncul akibat kerusakan iskemik pada jaringan lunak yang
mengalami tekanan pada penonjolan tulang secara terus menerus. Ulkus dekubitus
merupakan masalah kesehatan utama bagi pasien yang terbaring di tempat tidur atau
orang dengan mobilitas terbatas. Selain itu, biaya pengobatan akan semakin
meningkat akibat lamanya pasien dirawat di RS. Semakin lama pasien dirwata di
rumah sakit akan meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Oleh karena itu,
diperlukan modalitas terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.
Berbagai macam terapi telah dikembangkan untuk mengobati ulkus dekubitus,
beberapa terapi terbaru seperti platelet rich plasma, hyperbaric oxygen therapy,
skin graft substitute, dan bone marrow/adipogenic stem cell dapat memberikan
respon terapi yang lebih cepat dibandingkan dengan terapi yang sudah ada
sebelumnya, sehingga dapat mengurangi lama rawatan, biaya pengobatan, dan
infeksi nosokomial pada pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhattacharya S, Mishra RK. Pressure ulcers: current understanding and newer


modalities of treatment. Indian Journal of Plastic Surgery.2015;48(1):1-14.
2. Mervis JS, Phillips TJ. Pressure ulcers: prevention and management. Journal
of American Academy Dermatology.2019;81:893-902.
3. Levine SM, Sinno S, Levine JP, Saadeh PB. Current thoughts for the
prevention and treatment of pressure ulcers. Annals of Surgery.
2013;257(4):603-608.
4. Ahmed A. To evaluate the safety and efficiency of low level laser therapy
(LLLT) in treating decubitus ulcers: a review.2015;9309:1-4.
5. Vanderwee K, Clark M, Dealey C, Gunningberg L, Defloor T. Pressure ulcer
prevalence in Europe: a pilot study. Journal of Evaluation in Clinical Practice
2007;13(2):227–235.
6. Mutia L, Pamungkas KA, Anggraini D. Profil penderita ulkus decubitus yang
menjalani tirah baring di ruang rawat inap RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
periode Januari 2011-Desember 2013. Journal of Medicine.2015;2(2):1-11.
7. Padula WV, Mishra MK, Makic MB, Sullivan PW. Improving the quality of
pressure ulcer care with prevention: a costeffectiveness analysis. Medical Care.
2011;49:385-392.
8. Bansal C, Scott R, Stewart D, Cockerell CJ. Decubitus ulcers: a review of the
literature. International Journal of Dermatology.2005;44:805-810.
9. Parish LC, Witkowski JA. Controversies about the decubitus ulcer.
Dermatology Clinical.2004;22:87–91.
10. Edsberg LE, Black JM, Goldberg M, McNichol L, Moore L, Sieggreen M.
Revised National Pressure Ulcer Advisory Panel pressure injury staging
system: revised pressure injury staging system. Journal of Wound Ostomy
Continence Nurs.2016;43:585-597.
11. Manzano F, Colmenero M, Perez AM. Comparison of two repositioning
schedules for the prevention of pressure ulcers in patients on mechanical
ventilation with alternating pressure air mattresses. Intensive Care Med.
2014;40:1679-1687.

21
12. Moore Z, Cowman S, Conroy RM. A randomised controlled clinical trial of
repositioning, using the 308 tilt, for the prevention of pressure ulcers. J Clin
Nurs.2011;20:2633-2644.
13. McInnes E, Jammali-Blasi A, Bell-Syer SE, Dumville JC, Middleton V,
Cullum N. Support surfaces for pressure ulcer prevention. Cochrane Database
Systematic Review.2015;9:CD001735.
14. Iglesias C, Nixon J, Cranny G. Pressure relieving support surfaces
(PRESSURE) trial: cost effectiveness analysis. Bamed Medical
Journal.2006;332:1416.
15. Iizaka S, Okuwa M, Sugama J, Sanada H. The impact of malnutrition and
nutrition-related factors on the development and severity of pressure ulcers in
older patients receiving home care. Clinical Nutrition.2010;29:47-53.
16. Langer G, Fink A. Nutritional interventions for preventing and treating
pressure ulcers. Cochrane Database Systematic Review.2014;6:CD003216.
17. Qaseem A, Humphrey LL, Forciea MA, Starkey M, Dernberg TD. Treatment
of pressure ulcers: a clinical practice guidline from the American collage of
physicians. American Collage of Physicians.2015;162(5):370-380.
18. Gould L, Stuntz M, Giovannelli M. Wound Healing Society 2015 update on
guidelines for pressure ulcers. Wound Repair Regen.2016;24:145-162.
19. Powers JG, Morton LM, Phillips TJ. Dressings for chronic wounds. Dermatol
Ther.2013;26:197-206.
20. Alvis R, Grimalt R. A Review of platelet-rich plasma: History, Biology,
Mechanism of Action,and Classification. Skin Appendage
Disorders.2018;4:18-24.
21. Alcantara DC, Zaragoza MR, Gimenez ED, Poveda JM, Serrato BC, Gorrea
PP, et al. Platelet rich plasma: new insights for cutaneous wound healing
management. Journal of Functional Biomaterials.2018;9(10);1-20.
22. Suthar M, Gupta S, Bukhari S, Ponemone V. Treatment of chronic non-healing
ulcers using autologous platelet rich plasma: a case series. Journal of
Biomedical Science.2017;24:1-10.

22
23. Raslan MM, Milad NM, AlAziz AA. Effect of autologous platelet-rich plasma
in the promotion of healing of chronic ulcers. International Surgery Journal.
2018;5(1):15-19.
24. Eggleton P, Bishop AJ, Smerdon GR. Safety and efficacy of hyperbaric oxygen
therapy in chronic wound management: current evidence. Chronic Wound Care
Management and Research.2015;2:81-93.
25. Kendall AC, Whatmore JL, Winyard PG, Smerdon GR, Eggleton P.
Hyperbaric oxygen treatment reduces neutrophil-endothelial adhesion in
chronic wound conditions through S-nitrosation. Wound Repair
Regen.2013;21(6):860–868.
26. Restrepo RD, Hirst KR, Wittnebel L, Wettstein R. AARC clinical practice
guideline: transcutaneous monitoring of carbon dioxide and oxygen: 2012.
Respir Care.2012;57(11):1955–1962.
27. Ferreira MC, Paggiaro AO, Isaac C. Skin substitutes: current concepts and a
new classification system. Rev Bras Cir Plást.2011 Oct-Dec;26(4):696.
28. Davison-Kotler E, Sharma V, Kang NV, et al. A universal classification system
of skin substitutes inspired by factorial design. Tissue Eng Part B Rev.2018
Aug;24(4):279-88.
29. Frykberg RG, Banks J. Challenges in the treatment of chronic wounds. Adv
Wound Care (New Rochelle).2015 Sep;4(9):560-82.
30. Etris MB, Milne CT, Hodde JP. An extracellular matrix graft for treating full-
thickness pressure ulcers: A clinical randomized clinical trial. Journal Tissue
Viability.2019;28(1):21-26.
31. Coalson E, Bishop E, Liu W, Feng Y, Spezia M, Liu B. Stem cell therapy for
chronic skin wounds in the era of personalized medicine: from bench to
bedside. Genes and Diseases.2019;6(4):342-358.
32. Raghuram AC, Yu RP, Lo AY, Sung CJ, Bircan M, Thompson HJ. Role of
stem cell therapies in treting chronic wounds: A systematic
review.2020;12(7):659-675.
33. Sarasua JG, Lopez SP, Viejo MA, Basterrechea MP, Rodriguez AF, Gutierrez
AF, et al. Treatment of pressure ulcers with autologous bone marrow nuclear

23
cells in patients with spinal cord injury. The Journal of Spinal Cord
Medicine.2012;34(3):301-307.

24

Anda mungkin juga menyukai