Oleh:
Miranda Ashar
Pembimbing:
dr. Rina Gustia, SpKK(K), FINSDV, FAADV
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
yang lebih tinggi, namun bukti telah menunjukkan pendekatan ini dapat
mengurangi biaya perawatan dibandingkan dengan biaya pengobatan.7
Penilaian yang cermat diperlukan sebelum merencanakan pengobatan.
Secara umum, faktor penyebab yang harus dihilangkan (tekanan, geser, gesekan)
dan kondisi umum yang terkait harus dikontrol (seperti pengobatan penyakit
penyerta terkait dan perbaikan nutrisi).7 Ulkus dekubitus merupakan masalah yang
tersebar luas di bidang kesehatan, tetapi sangat sedikit pengobatan yang tersedia
dan terbukti berhasil dalam mengobati ulkus ini, sehingga diperlukan pengobatan
baru yang memberikan hasil pengobatan yang lebih baik. Walaupun demikian,
pengobatan yang sudah ada masih digunakan sampai saat ini karena beberapa
memiliki efektivitas yang baik.4
Tinjauan Pustaka ini akan membahas mengenai modalitas terapi terbaru
pada pengobatan ulkus dekubitus.
2
BAB 2
ULKUS DEKUBITUS
2.1 Definisi
Ulkus dekubitus juga dikenal sebagai luka baring atau luka tekan,
disebabkan oleh gangguan suplai darah dan malnutrisi jaringan karena tekanan
yang berkepanjangan pada kulit, jaringan lunak, otot, dan tulang. Hal ini dapat
menyebabkan perkembangan iskemia lokal, peradangan jaringan, anoksia, dan
nekrosis.1
2.2 Faktor Risiko dan Patogenesis
Ada beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada perkembangan ulkus
dekubitus. Semua faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya iskemia
jaringan. Jaringan mampu mempertahankan tekanan pada bagian yang dialiri
pembuluh arteri sekitar 30-32 mmHg hanya untuk waktu yang singkat. Tetapi
ketika tekanan meningkat bahkan sedikit di atas tekanan pengisian kapiler ini, hal
itu menyebabkan oklusi mikrosirkulasi dan pada akhirnya menyebabkan iskemia,
kematian jaringan dan ulserasi.1
Tekanan yang lebih besar dari tekanan pengisian kapiler (32 mmHg) pada
tumit dan sakrum pasien dapat menyebabkan nekrosis jika durasi tekanan melebihi
2 jam. Kulit di atas sakrum dan pinggul paling sering terkena (67%), tetapi ulkus
dekubitus juga dapat dilihat pada oksiput, siku, dan ekstremitas bawah (25%),
termasuk tumit dan pergelangan kaki.8 Ulkus dekubitus dapat berkembang pada
bagian tubuh mana pun di mana tekanan dan gaya tekan yang berkelanjutan
dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Kerentanan terhadap ulkus
dekubitus berasal dari kombinasi faktor eksternal atau penyebab langsung
(tekanan, gesekan, gaya geser, dan kelembaban), dan faktor internal atau penyebab
tidak langsung (misalnya demam, malnutrisi, anemia, dan disfungsi endotel),9
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
3
Causes of Pressure Ulcers
5
(Gambar 2.4). Karakteristiknya berupa kerusakan atau nekrosis kulit sampai
melibatkan seluruh lapisan kulit dan jaringan subkutan yang dapat meluas ke
bawah, tetapi tidak sampai ke fasia di bawahnya. Ulkus dekubitus derajat 4 adalah
jenis ulkus dekubitus yang berat. Kulit mengalami kerusakan dan jaringan di
sekitarnya mulai terjadi nekrosis. Otot, tulang atau sendi yang mendasarinya juga
dapat rusak (Gambar 2.5). Pasien dengan ulkus dekubitus derajat empat memiliki
risiko tinggi terkena infeksi yang mengancam jiwa. 1
2.4 Diagnosis
Ulkus dekubitus dapat didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yang dapat
dibagi menjadi derajat satu, dua, tiga, dan empat. Pemeriksaan rutin yang dapat
dilakukan seperti pemeriksaan darah rutin apabila didapatkan tanda - tanda infeksi
pada tukak. Pemeriksaan darah rutin yang diperlukan seperti pemeriksaan leukosit. 2
6
2.5 Pencegahan
2.5.1 Reposisi
Reposisi untuk menghindari tekanan lokal dalam waktu lama merupakan
elemen penting dari pencegahan ulkus dekubitus. Pendapat ahli secara tradisional
menyarankan reposisi setiap 2 jam, tetapi pedoman terbaru dari National Pressure
Ulcer Advisory Panel telah menghilangkan rekomendasi ini karena kurangnya
bukti.10 Penelitian yang dilakukan oleh Manzano dkk. tahun 2014 mengamati
kejadian ulkus dekubitus derajat 2 atau lebih pada pasien di unit perawatan intensif
dengan ventilasi mekanis menggunakan pressure mattresses, reposisi 2 jam tidak
secara signifikan menurunkan ulkus dekubitus dibandingkan dengan reposisi 4
jam.11
Sudut kemiringan dan posisi tertentu juga merupakan faktor risiko yang
relevan. Kepala tempat tidur harus dijaga pada sudut elevasi serendah mungkin
karena gaya geser dan gesekan akan meningkat dengan derajat kemiringan yang
lebih besar. Selain itu, posisi pasien dimiringkan ke lateral dengan sudut 300,
pasien ditopang secara lateral oleh bantal yang dijepit di bawah bokong dan kaki
atau pasien dapat dimiringkan ke lateral dengan sudut 900. Kemiringan 300 dapat
menghindari tekanan antarpermukaan penyangga langsung dengan sebagian besar
tonjolan tulang. Sebuah penelitian secara randomized menemukan bahwa pasien
yang dimiringkan ke lateral dengan sudut 300 ditambah reposisi setiap 3 jam,
dibandingkan dengan pasien yang dimiringkan ke lateral dengan sudut 900
ditambah reposisi setiap 6 jam, secara signifikan mengurangi kejadian ulkus
dekubitus sebesar >70% setelah 28 hari.12
7
Penelitian secara umum menunjukkan bahwa CLP lebih disukai daripada
kasur busa standar rumah sakit. Busa spesifikasi tinggi dan kasur berisi air dapat
mengurangi kejadian dan tingkat keparahan ulkus dekubitus pada pasien berisiko
tinggi bila dibandingkan dengan kasur busa standar rumah sakit.2 Sebuah meta-
analisis baru-baru ini dari 5 penelitian yang membandingkan kasur busa alternatif
dengan standar rumah sakit menunjukkan bahwa kasur busa alternatif lebih unggul
dalam mengurangi kejadian ulkus dekubitus.13
Kasur AP berisi banyak kompartemen berisi udara yang mengembang dan
mengempis secara terkoordinasi untuk terus memvariasikan tekanan di seluruh
bagian tubuh. Kasur AP dapat menunda waktu rata-rata terjadinya ulserasi hampir
11 hari dan dapat mengurangi 80% biaya masa rawat inap.14
2.5.3 Nutrisi
Kekurangan protein, kalori, vitamin, dan mineral merupakan elemen yang
berkontribusi terhadap kerusakan kulit. Pentingnya penilaian nutrisi untuk
pencegahan ulkus dekubitus. Banyak penelitian menemukan bahwa malnutrisi,
penurunan berat badan, atau masalah makan berhubungan dengan perkembangan
ulkus dekubitus.15 Meskipun demikian, bukti dari uji coba terkontrol secara acak
untuk mendukung intervensi spesifik yang mencegah perkembangan ulkus
dekubitus saat ini masih kurang.16
2.6 Terapi
Intervensi pengobatan termasuk pengelolaan kondisi yang menimbulkan
ulkus dekubitus (permukaan penopang dan dukungan nutrisi), perlindungan dan
penyembuhan luka (pembersihan luka, dressing, dan aplikasi topikal). Pembersihan
luka sangat berperan dalam penyembuhan ulkus. Elemen penting dari perawatan
luka yaitu membersihkan luka karena dapat membantu menghilangkan jaringan
mati, bakteri, dan benda asing dari luka. Jaringan mati dan benda asing yang
dibuang dari luka dapat membersihkan dasar luka untuk aplikasi dressing
selanjutnya. Larutan salin dapat digunakan sebagai cairan untuk membersihkan
luka.17,18
8
Pengobatan ulkus dekubitus yang lain dapat berupa dressing. Dressing
harus dipilih yang oklusif, sehingga dapat menyebabkan lingkungan penyembuhan
luka yang lembab, dengan tujuan menemukan keseimbangan antara penyerapan
eksudat dan retensi kelembaban (Tabel 2).19 Kelebihan cairan di atas luka dapat
menyebabkan maserasi, iritasi, dan kerusakan kulit sehat di sekitarnya. Dressing
antibakteri yang mengandung silver atau madu sering digunakan untuk
pengendalian bioburden tetapi kurang bukti untuk penggunaan jangka panjang. Jika
ulkus bersih dan kering, dressing oklusif biasanya diganti setiap minggu, dan
penggantian yang lebih sering dihindari karena penggantian pembalut
menghilangkan sel-sel sehat bersama dengan debris. Luka yang terkontaminasi
memerlukan penggantian dressing yang lebih sering, yaitu dapat dilakukan setiap
beberapa jam.2
Tabel 2. Kategori dressing dan kelebihan atau kekurangannya (dikutip dari kepustakaan
No.19)
9
Tabel 3. Pengobatan Ulkus Dekubitus (dikutip dari kepustakaan No.2)
Treatment Level of Evidence
Dressing selection for moist wound healing environment IB
Nutritional supplementation (if evidence malnutrition) IV
Wound cleansers IB
Madu II
10
BAB 3
MODALITAS TERAPI BARU PADA ULKUS DEKUBITUS
11
untuk setiap ml PRP. Platelet rich plasma adalah produk autologus, sehingga aman
digunakan dan tidak ada risiko terjadinya penolakan. Kelebihan lain menggunakan
PRP termasuk efektivitas biaya, risiko rendah penularan infeksi, penyembuhan
lebih cepat dan peningkatan kualitas hidup.21
Gambar 3.1 Faktor pertumbuhan dan sitokin yang terlibat dalam proses penyembuhan
luka (dikutip dari kepustakaan No.21).
Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk penggunaan PRP pada terapi
ulkus dekubitus. Platelet rich plasma dapat digunakan dengan cara topikal dalam
bentuk gel, dressing, dan injeksi. Platelet rich plasma dapatt diberikan pada ulkus
decubitus derajat 2 dan 3. Suthar et al. (tahun 2017) melakukan penelitian pada 24
pasien ulkus kronik yang tidak sembuh. Ulkus pertama kali di debridement untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan terinfeksi, serta area luka dibersihkan secara
menyeluruh dengan larutan betadine. Dua sampai tiga mililiter PRP diambil dari 6
mL larutan PRP yang disiapkan untuk pembentukan gel, sedangkan 3-4 mL
sisanya disuntikkan secara subkutan di dalam dan di sekitar tepi ulkus. Gel
trombosit autologus diperoleh dengan menyemprotkan PRP dan larutan aktivator
dengan volume yang sama secara simultan (trombin dengan kalsium klorida)
menggunakan sistem ratio duploject aplicator (spuit injeksi port ganda yang
memungkinkan injeksi PRP dan larutan aktivator secara simultan). Gel trombosit
autologus secara topikal di atas ulkus. Dalam waktu 5 sampai 10 detik, gel
trombosit terbentuk pada luka, setelah itu pembalut non-penyerap digunakan untuk
12
menutupi area ulkus. Pembalut diganti pada hari ke 3 pasca perawatan; luka
diirigasi dengan normal saline dan dinilai adanya infeksi atau tidak. Setelah itu
balutan sering diganti seminggu sekali dan pasien ditindaklanjuti selama 24
minggu pasca perawatan. Hasil penelitian menunjukkan semua pasien
memperlihatkan tanda-tanda penyembuhan luka dengan pengurangan ukuran luka
dan waktu penyembuhan menjadi lebih cepat.22
Raslan dkk. (2018) melakukan penelitian serial kasus untuk melihat efek
plasma PRP pada ulkus kronis yang tidak sembuh pada 24 pasien dengan usia rata-
rata 41 tahun. Ulkus dibilas dengan salin fisiologis kemudian disuntikkan plasma
PRP di bagian tepi dan dasar ulkus. Penyuntikan ulang dilakukan setiap dua
minggu sekali sampai ulkus benar-benar sembuh. Tindak lanjut dilakukan setiap
minggu sampai penyembuhan total dan selama 12 minggu setelah itu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan sempurna dicapai pada semua
pasien. Rata-rata tingkat penyembuhan (rata-rata penurunan dimensi ulkus) adalah
0,48 cm/minggu.23
13
ekstraseluler.25 Pada fase remodeling, oksigen sangat penting untuk
menghilangkan jaringan granulasi melalui proses apoptosis. Oksigen juga
diperlukan untuk sintesis kolagen tipe I yang akan membentuk bundle dan
menggantikan kolagen tipe III yang awalnya berada di jaringan granulasi, sehingga
akhirnya dapat meningkatkan kekuatan tarik luka.24
Oksigen memainkan peran penting pada semua proses seluler selama
penyembuhan luka, termasuk metabolisme sel, proliferasi, dan revaskularisasi.
Oksigen juga penting untuk meningkatkan aktivitas antimikroba, transduksi sinyal
faktor pertumbuhan, dan sintesis kolagen. Tekanan parsial oksigen (pO2) normal
dalam jaringan subkutan berkisar 40-80 mmHg, tetapi turun menjadi 20 mmHg
pada kondisi luka kronis.24
Selama HBOT, pasien ditempatkan di ruangan di mana mereka diminta
untuk menghirup oksigen 100% secara intermiten, pada tekanan yang lebih besar
dari permukaan laut (yaitu 1 ATA). Durasi dan frekuensi pengobatan dengan
HBOT dan ATA yang digunakan sering diperdebatkan, tetapi tekanan yang
digunakan biasanya 1,4 ATA atau lebih tinggi. Satuan yang digunakan untuk
mengukur pO2 pada jaringan yang sehat dan luka sering dinyatakan dalam mmHg,
kilopaskal, atau tekanan bar sebelum dan sesudah HBOT.24
Pasien dengan luka kronis yang dipilih untuk HBOT yaitu pasien yang
memiliki riwayat tidak responsif terhadap pengobatan konvensional, termasuk
antibiotik dan pembalut topikal, serta debridement yang gagal. Pemilihan pasien
untuk HBOT dapat dibantu dengan pemantauan tekanan oksigen transkutaneous
(TcpO2) noninvasif. Teknik ini direkomendasikan untuk pemantauan jangka
panjang keberhasilan HBOT. Salah satu fungsi utama HBOT adalah mensuplai
jaringan luka dengan oksigen yang cukup untuk mendorong metabolisme di
lingkungan luka, terutama ketika suplai vaskular terganggu. Berdasarkan
penelitian, protokol saat ini merekomendasikan bahwa pasien dengan pO2 pada
luka <40 mmHg (hipoksia) saat menghirup udara pada 1 ATA, kemudian
meningkat menjadi 100 mmHg saat menghirup oksigen pada 1 ATA merupakan
kandidat yang cocok untuk HBOT. Bila memungkinkan, pasien diuji pada tekanan
di dalam ruang oksigen hiperbarik, dan jika nilai pO2 luka meningkat menjadi 200
mmHg, 74% pasien diprediksi akan merespons HBOT dengan baik. 24,26
14
Pasien memasuki ruangan dan diberi tekanan 2,4 ATA selama 10 menit,
kemudian pasien tetap pada tekanan ini selama 90 menit sebelum didekompresi
kembali ke 1 ATA selama 10 menit. Pasien menghirup oksigen selama 30 menit
dalam tiga siklus, dan untuk meminimalkan risiko toksisitas oksigen, pasien
memiliki "air break" selama 5 menit setelah waktu ke-30 menit dan 65 menit,
pasien tetap berada di bawah tekanan tetapi menghirup udara yang bukan
merupakan oksigen 100%. Prosedur ini relatif aman dan efek samping yang paling
umum adalah barotrauma ringan dan miopia.24
15
struktural yang sangat cocok dengan kulit autologus. 27 Menurut Nathoo et al.,
pengganti kulit yang ideal harus tahan lama, sepenuhnya autologus, terendotelisasi
dan mengandung struktur adneksa dan sel induk dewasa.28
Pada tahun 2018, Davison-Kotler et al. mengusulkan sistem klasifikasi skin
grafting baru. Sistem baru Davison-Kotler et al. mengelompokkan skin grafting
menurut seluleritas, lapisan, daerah yang diganti, bahan yang digunakan, dan
pemanen atau tidak. Seluleritas merupakan pembeda paling penting pada skin
grafting karena dapat meningkatkan risiko penolakan dan kompleksitas
pembuatannya. Lapisan dapat berupa monolayer atau bilayer. Bilayer umumnya
menggantikan dermis dan epidermis. Daerah yang diganti mengacu pada daerah
dermis, epidermis, atau keduanya. Komposisi produk menentukan lapisan mana
yang dirancang untuk diganti. Bahan yang digunakan untuk membuat skin grafting
dapat berupa bahan alami (bersumber dari manusia atau hewan), sintetik, atau
keduanya. Permanen digambarkan sebagai biodegradable (sementara) dan
nonbiodegradable (permanen).28
Produk skin grafting dibagi menjadi kelompok yang mengandung sel
(seluler) dan tidak mengandung sel (aseluler). Skin grafting aseluler yang dibuat
dari bahan biologis alami adalah produk skin grafting yang paling umum tersedia
secara komersial untuk mengobati atau menangani luka kronis. Kategori ini
mencakup dermis manusia yang didonasikan deseluler, membran plasenta manusia,
dan jaringan hewan. Deselular merupakan jaringan aselular yang dibuat dengan
mengambil full-thickness section dari sumber donor. Saat ini, produk yang terbuat
dari bahan sintetis atau kombinasi bahan alami dan sintetis tidak banyak. Beberapa
produk skin grafting yang banyak tersedia adalah skin grafting aseluler untuk
epidermis dan dermis. Bahan alami memiliki keuntungan yaitu mempunyai
kerangka yang serupa dengan komposisi dermis asli. Meskipun sebagian besar
terdiri dari kolagen, bahan alami ini mengandung glikosaminoglikan, proteoglikan,
dan glikoprotein untuk menghasilkan kerangka yang mirip dengan jaringan kulit
asli. Amnion mengandung sejumlah besar sitokin dan faktor pertumbuhan yang
dapat meningkatkan penyembuhan luka kronis. Kerugian utama dari produk alami
adalah risiko penolakan jika sisa-sisa sel tidak dihilangkan selama pemrosesan.29
16
Pemrosesan harus cukup untuk menghilangkan komponen imunogenik
tanpa merusak struktur asli ECM. Metode pengolahan yang berbeda menyebabkan
cara yang berbeda untuk mengawetkan jaringan. Beberapa produk harus disimpan
beku dan kemudian dicairkan sebelum digunakan, sementara yang lain dapat
disimpan pada suhu kamar.29
Etris et al. tahun 2018 melakukan penelitian kepada 130 orang dewasa
dengan ulkus dekubitus derajat III atau IV secara acak. Pasien dibagi menjadi 2
kelompok, kelompok pertama mendapatkan terapi standar, yaitu penggantian
balutan, pembersihan luka, debridement luka sesuai kebutuhan dan penutupan luka
dengan gel isotonik dan dressing film penyerap semi-oklusif. Kelompok kedua
mendapatkan terapi skin substitutes berupa matriks SIS (small intestine submucosa)
dan terapi standar. Semua pasien di setiap kelompok berada pada permukaan
pendukung redistribusi tekanan yang sesuai; baik pelapis kasur udara dinamis atau
statis. Pasien diikuti setiap minggu hingga 12 minggu atau sampai penyembuhan
total terjadi. Kunjungan follow up enam bulan juga dilakukan dan dievaluasi.
Ukuran ulkus ditentukan pada saat awal sebelum terapi dan setiap minggu selama
pengobatan. Penyembuhan dinilai pada setiap kunjungan untuk jangka waktu
hingga 12 minggu. Proporsi penyembuhan lengkap pada kelompok SIS adalah 40%
dibandingkan dengan 29% pada kelompok standar terapi; persentase pasien yang
memiliki 90% pengurangan luas permukaan ulkus adalah 55% pada kelompok SIS
dibandingkan 38% pada kelompok terapi standar.30
17
Mesenchymal stem cells (MSC), yang membentuk sebagian kecil BM-MNC,
mensekresi faktor parakrin yang dapat merekrut makrofag dan sel endotel untuk
meningkatkan penyembuhan luka. Fungsi perbaikan MSC diperkirakan melibatkan
sekresi faktor-faktor seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular atau FGF yang
dapat membantu mencegah apoptosis, meningkatkan angiogenesis, membantu
dalam reorganisasi matriks, dan meningkatkan perekrutan MSC yang bersirkulasi.
Pemanenan BM agak invasif dan menyakitkan. Zuk et al. mengidentifikasi dan
mengkarakterisasi jaringan adiposa yang berasal dari sel punca ASC dari
lipoaspirasi dan bagian dari seluruh lemak (biopsi). Meskipun terapi sel adalah alat
yang relatif baru, beberapa penelitian membuktikan jenis sel ini dapat digunakan
dengan aman dan telah menunjukkan keberhasilannya dalam menyembuhkan luka.1
Stem cells diatur oleh faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan memiliki
peran yang bervariasi, tetapi juga sangat spesifik. Beberapa faktor pertumbuhan
hanya bekerja pada reseptor tunggal dari jenis sel tunggal. Faktor pertumbuhan
yang diaktifkan dapat memiliki sejumlah efek yang berbeda, termasuk aktivasi
protein langsung, peningkatan regulasi gen yang mengatur produksi protein,
migrasi dan kemotaksis. Pensinyalan faktor pertumbuhan diperlukan untuk respons
stem cells dalam penyembuhan luka.31
Sejumlah faktor pertumbuhan yang berbeda diketahui memiliki peran
penting dalam penyembuhan luka kulit. Lingkungan luka hipoksia menginduksi
ekspresi HIF-1α, yang meningkatkan regulasi fibroblast growth factor (FGF), dan
HIF-2α, yang meningkatkan ekspresi vascular endothelial growth (VEGF).
Vascular endothelial growth memainkan banyak peran dalam revaskularisasi.
Konsentrasi VEGF mengarahkan dan memandu diferensiasi angioblas untuk
menyebabkan pembentukan pembuluh darah. Fibroblast growth factor
meningkatkan perekrutan dan replikasi sel punca mesenkim untuk mendukung
struktur kapiler baru. Faktor pertumbuhan mengontrol migrasi keratinosit dan
dediferensiasi pada remodeling ECM pada luka epitel, sehingga memungkinkan
untuk berkembang biak dan mengisi daerah yang terluka.31
Adipose-derived stem cells (ADSCs) adalah sel punca mesenkimal yang
terdiri dari populasi sel yang pluripoten dan heterogen dalam jaringan adiposa
manusia. Popularitas ADSC dapat dikaitkan dengan kemudahan panen dan
18
morbiditas bagian donor yang terbatas. Adipose-derived stem cells dapat diisolasi
melalui aspirasi sedot lemak atau eksisi sampel lemak. Pendekatan yang paling
umum untuk mengisolasi ADSCs melibatkan pencernaan kolagenase diikuti oleh
pemisahan kepadatan gradien dengan sentrifugal. ADSC yang diisolasi kemudian
dapat diperluas dalam kultur monolayer pada tempat jaringan standar dengan
medium basal 10% serum janin sapi.32
Sarasua et al. melakukan penelitian kepada dua puluh dua pasien dengan
spinal cord injury dan ulkus dekubitus tipe IV dengan durasi lebih dari 4 bulan.
Pasien dilakukan didebridement pada ulkus dan diobati dengan BM-MNC yang
diperoleh dengan pemisahan gradien densitas Ficoll dari aspirasi sumsum tulang
autologus yang diambil dari krista iliaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
19 pasien (86,36%) ulkus dekubitus yang diobati dengan BM-MNCs telah sembuh
total setelah pengobatan selama 21 hari dibandingkan dengan terapi konvensional,
rata-rata rawat inap di rumah sakit berkurang dari 85,16 menjadi 43,06 hari. Setelah
BM-MNC, perawatan luka harian diperlukan 5 menit per pasien dibandingkan
dengan 20 menit untuk terapi konvensional. Selama follow up rata-19 bulan, tidak
ada ulkus yang telah sembuh muncul kembali.33
19
BAB 4
KESIMPULAN
Ulkus dekubitus muncul akibat kerusakan iskemik pada jaringan lunak yang
mengalami tekanan pada penonjolan tulang secara terus menerus. Ulkus dekubitus
merupakan masalah kesehatan utama bagi pasien yang terbaring di tempat tidur atau
orang dengan mobilitas terbatas. Selain itu, biaya pengobatan akan semakin
meningkat akibat lamanya pasien dirawat di RS. Semakin lama pasien dirwata di
rumah sakit akan meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Oleh karena itu,
diperlukan modalitas terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.
Berbagai macam terapi telah dikembangkan untuk mengobati ulkus dekubitus,
beberapa terapi terbaru seperti platelet rich plasma, hyperbaric oxygen therapy,
skin graft substitute, dan bone marrow/adipogenic stem cell dapat memberikan
respon terapi yang lebih cepat dibandingkan dengan terapi yang sudah ada
sebelumnya, sehingga dapat mengurangi lama rawatan, biaya pengobatan, dan
infeksi nosokomial pada pasien.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
12. Moore Z, Cowman S, Conroy RM. A randomised controlled clinical trial of
repositioning, using the 308 tilt, for the prevention of pressure ulcers. J Clin
Nurs.2011;20:2633-2644.
13. McInnes E, Jammali-Blasi A, Bell-Syer SE, Dumville JC, Middleton V,
Cullum N. Support surfaces for pressure ulcer prevention. Cochrane Database
Systematic Review.2015;9:CD001735.
14. Iglesias C, Nixon J, Cranny G. Pressure relieving support surfaces
(PRESSURE) trial: cost effectiveness analysis. Bamed Medical
Journal.2006;332:1416.
15. Iizaka S, Okuwa M, Sugama J, Sanada H. The impact of malnutrition and
nutrition-related factors on the development and severity of pressure ulcers in
older patients receiving home care. Clinical Nutrition.2010;29:47-53.
16. Langer G, Fink A. Nutritional interventions for preventing and treating
pressure ulcers. Cochrane Database Systematic Review.2014;6:CD003216.
17. Qaseem A, Humphrey LL, Forciea MA, Starkey M, Dernberg TD. Treatment
of pressure ulcers: a clinical practice guidline from the American collage of
physicians. American Collage of Physicians.2015;162(5):370-380.
18. Gould L, Stuntz M, Giovannelli M. Wound Healing Society 2015 update on
guidelines for pressure ulcers. Wound Repair Regen.2016;24:145-162.
19. Powers JG, Morton LM, Phillips TJ. Dressings for chronic wounds. Dermatol
Ther.2013;26:197-206.
20. Alvis R, Grimalt R. A Review of platelet-rich plasma: History, Biology,
Mechanism of Action,and Classification. Skin Appendage
Disorders.2018;4:18-24.
21. Alcantara DC, Zaragoza MR, Gimenez ED, Poveda JM, Serrato BC, Gorrea
PP, et al. Platelet rich plasma: new insights for cutaneous wound healing
management. Journal of Functional Biomaterials.2018;9(10);1-20.
22. Suthar M, Gupta S, Bukhari S, Ponemone V. Treatment of chronic non-healing
ulcers using autologous platelet rich plasma: a case series. Journal of
Biomedical Science.2017;24:1-10.
22
23. Raslan MM, Milad NM, AlAziz AA. Effect of autologous platelet-rich plasma
in the promotion of healing of chronic ulcers. International Surgery Journal.
2018;5(1):15-19.
24. Eggleton P, Bishop AJ, Smerdon GR. Safety and efficacy of hyperbaric oxygen
therapy in chronic wound management: current evidence. Chronic Wound Care
Management and Research.2015;2:81-93.
25. Kendall AC, Whatmore JL, Winyard PG, Smerdon GR, Eggleton P.
Hyperbaric oxygen treatment reduces neutrophil-endothelial adhesion in
chronic wound conditions through S-nitrosation. Wound Repair
Regen.2013;21(6):860–868.
26. Restrepo RD, Hirst KR, Wittnebel L, Wettstein R. AARC clinical practice
guideline: transcutaneous monitoring of carbon dioxide and oxygen: 2012.
Respir Care.2012;57(11):1955–1962.
27. Ferreira MC, Paggiaro AO, Isaac C. Skin substitutes: current concepts and a
new classification system. Rev Bras Cir Plást.2011 Oct-Dec;26(4):696.
28. Davison-Kotler E, Sharma V, Kang NV, et al. A universal classification system
of skin substitutes inspired by factorial design. Tissue Eng Part B Rev.2018
Aug;24(4):279-88.
29. Frykberg RG, Banks J. Challenges in the treatment of chronic wounds. Adv
Wound Care (New Rochelle).2015 Sep;4(9):560-82.
30. Etris MB, Milne CT, Hodde JP. An extracellular matrix graft for treating full-
thickness pressure ulcers: A clinical randomized clinical trial. Journal Tissue
Viability.2019;28(1):21-26.
31. Coalson E, Bishop E, Liu W, Feng Y, Spezia M, Liu B. Stem cell therapy for
chronic skin wounds in the era of personalized medicine: from bench to
bedside. Genes and Diseases.2019;6(4):342-358.
32. Raghuram AC, Yu RP, Lo AY, Sung CJ, Bircan M, Thompson HJ. Role of
stem cell therapies in treting chronic wounds: A systematic
review.2020;12(7):659-675.
33. Sarasua JG, Lopez SP, Viejo MA, Basterrechea MP, Rodriguez AF, Gutierrez
AF, et al. Treatment of pressure ulcers with autologous bone marrow nuclear
23
cells in patients with spinal cord injury. The Journal of Spinal Cord
Medicine.2012;34(3):301-307.
24