Anda di halaman 1dari 45

EFEK ANTIDIABETIK EKSTRAK ETANOL LAMUN (Enhalus acoroides)

PADA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI


STREPTOZOTOCINH

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Strata Sarjana (S1)


Pada Program Studi Sarjana Kedokteran

Oleh:

Nur Faizah
K1A1 19 058

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Efek Antidiabetik Ekstrak Etanol

Lamun (Enhalus acoroides) pada

Mencit (Mus musculus) yang

Diinduksi Streptozotocin.

Nama : Nur Faizah

NIM : K1A1 19 058

Program Studi : Sarjana Kedokteran

Fakultas : Kedokteran

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Andi Noor Kholidha Syarifin, S. Si., M. Biomed.


NIP. 19840917 200912 2 008

Mengetahui,
Kordinator Program Studi Kedokteran

dr. Arimaswati, M.Sc


NIP. 19821213 200912 2 003

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ vi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5
1. Tujuan Umum................................................................................... 5
2. Tujuan Khusus.................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian.................................................................................. 6
1. Manfaat Teoretis............................................................................... 6
2. Manfaat Aplikatif............................................................................. 6
3. Manfaat Metodologis........................................................................ 6
BAB II TINJUAN PUSTAKA................................................................................. 7
A. Tinjuan Umum Variabel........................................................................ 7
1. Lamun (Enhalus acoroides)............................................................ 7
2. Diabetes Melitus............................................................................. 13
3. Streptozotocin................................................................................. 18
4. Ekstrak dan Ekstraksi...................................................................... 19
B. Kerangka Teori..................................................................................... 22
C. Kerangka Konsep.................................................................................. 25
D. Hipotesis Penelitian............................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 26
A. Rancangan Penelitian............................................................................ 26
B. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................. 26
C. Populasi dan Sampel............................................................................. 26

iii
D. Prosedur Penelitian................................................................................ 27
E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif............................................ 30
1. Lamun (Enhalus acoroides)............................................................ 30
2. Aktivitas Antidiabetik..................................................................... 31
F. Analisis Data......................................................................................... 32
G. Alur Penelitian...................................................................................... 34
H. Etika Penelitian..................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 36

iv
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

Diagnosis Diabetes
Tabel 1. 15
Melitus

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 1 Lamun (Enhalus acoroides) 8


Gambar 2 Kerangka Teori 24
Gambar 3 Kerangka Konsep 25
Gambar 4 Alur Penelitian 34

vi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang dan Singkatan Arti


% Presentase
α Alfa
β Beta
ADA American Diabetes Association
ANOVA Analisis of Variance
BB Berat Badan
CMC-Na Carboxyl Methyl Celulosa Natrium
DM Diabetes Melitus
GLUT2 glucose transporter 2
H0 Hipotesis nol
Ha Hipotesis alternatif
Kg Kilogram
g Gram
g/mg Gram per miligram
Mg Miligram
NO Nitrogen Monoksida
RI Republik Indonesia
STZ Streptozotocin
WHO World Health Organization

vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang ditandai

dengan tingginya kadar glukosa darah sebagai akibat terganggunya produksi

atau fungsi insulin (Djauzi dalam karmilah, 2018). Diabetes Melitus adalah

penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan sindroma hiperglikemia kronis

dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak serta protein yang disebabkan

insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen insulin atau keduanya

(Price, S & Wilson, L. dalam karmilah, 2018). Hiperglikemia yang tidak

terkontrol juga dapat menimbulkan banyak penyakit komplikasi seperti

neuropati, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Cade C.H. dalam

karmilah, 2018).

Diabetes melitus digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu diabetes mellitus

tipe I (DM I) yaitu terjadi karena pankreas tidak bisa memproduksi insulin

atau biasa disebut ketergantungan insulin, dan diabetes mellitus tipe 2 (DM II)

yaitu tubuh masih dapat memproduksi insulin, namun insulin yang dihasilkan

tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadal insulin

gestasional, dan tipe lain, sehingga masi bias diterapi dengan obat-obatan

secara oral (ADA, 2018).

Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tidak

menular pada tahun 2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari

angka kejadian penyakit menular, yaitu sebesar 47,50%. Bahkan penyakit

tidak menular menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia (63,50%).

1
2

(Faktor Risiko Diabetes Mellitus di Indonesia (Analisis Data Sakerti 2007),

Dita Garnita, FKM UI dalam Infodatin, 2018)

Sebagai bagian dari agenda untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

2030, negara anggota telah menetapkan target untuk mengurangi angka

kematian akibat penyakit tidak menular (termasuk diabetes), menjadi

sepertiganya, agar dapat mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan

menyediakan akses terhadap obat-obatan esensial yang terjangkau pada tahun

2030.

Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah

yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta

kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya.

Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia

70 tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi

sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negaranegara berpenghasilan rendah dan

menengah daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global

Report dalam Kemenkes RI, 2018)

WHO memperkirakan bahwa, secara global, 422 juta orang dewasa

berusia di atas 18 tahun hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Jumlah

terbesar orang dengan diabetes diperkirakan berasal dari Asia Tenggara dan

Pasifik Barat, terhitung sekitar setengah kasus diabetes di dunia. Di seluruh

dunia, jumlah penderita diabetes telah meningkat secara substansial antara

tahun 1980 dan 2014, meningkat dari 108 juta menjadi 422 juta atau sekitar

empat kali lipat (Kemenkes RI, 2018).


3

Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah dengan ilmu kedokteran saat ini.

Pendekatan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mencegah diabetes tipe 2

dan untuk mencegah komplikasi dan kematian prematur yang bisa disebabkan

oleh berbagi tipe diabetes. Termasuk di antaranya kebijakan dan penerapan

langsung di populasi dan di lingkungan tertentu (sekolah, rumah, lingkungan

kerja) yang berkontribusi kepada kesehatan semua orang, baik pengidap

diabetes atau bukan, seperti olahraga teratur, pola makan sehat, menghindari

merokok, serta mengontrol kadar lemak dan tekanan darah. (Kemenkes RI,

2018)

Saat ini, terapi penderita DM tipe II, selain menggunakan obat-obat

sintetik, banyak masyarakat luas telah beralih pada obat-obat tradisinal dengan

pertimbangan bawha obat-obat sintetik jika digunakan dalam jangka panjang

dapat menyebabkan gangguan pada lambung dan usus sampai hiperglikemik,

sedangkan obat- bahan alam selain ekonomis, juga dapat dikatakan hamper

tidak memiliki efek samping. Beberapa obat bahan alam yang sudah

digunakan sebagai terapi diabetik tipe II adalah ekstrak bija alpokat yang

mengandung senyawa flavonoid, pada dosis uji 1200 mg/kg BB, mampu

menurunkan kadar gula darah mencit yang diinduksi Streptozotocin (STZ).

Flavonoid alami banyak memainkan peran penting dalam pencegahan

diabetes dan komplikasinya (Jack, 2012). Sejumlah studi telah dilakukan

untuk menunjukkan efek hipoglikemik dari flavonoid dengan menggunakan

model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang mengandung

flavonoid telah terbukti memberi efek menguntungkan dalam melawan


4

penyakit diabetes melitus, baik melalui kemampuan mengurangi penyerapan

glukosa maupun dengan cara meningkatkan toleransi glukosa (Brahmachari,

2011).

Berdasarkan penelitian karmilah (2018), diperoleh bahwa ekstrak daun

senggani (Melastoma polyanthum) dapat menurunkan kadar gula darah

dengan dosis 180 mg/g BB, 360 mg/g BB, dan 720 mg/g BB. Berdasarkan

hasul uji BNJ, dosis 360 mg/g BB memiliki efek yang paling optimum dalam

menurunkan kadar gula darah mencit.

Indonesia sangat kaya akan bahan pangan yang memiliki komponen

bioaktif yang baik, namun belum dimanfaatkan secara optimal karena

kurangnya pengetahuan serta pengembangan pemanfaatan sumber daya alam

potensial pada sektor ini belum maksimal. Salah satu dari bahan pangan yang

dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan teh adalah tumbuhan lamun

jenis Enhalus acoroides dengan kandungan flavonoid pada daun lamun yang

cukup tinggi. Flavonoid memiliki efek antidiabetik, antibakteri, antifungal, antivirus,

antioksidan, dan antiinflamasi. Berdasarkan hasil analisis total senyawa

flavonoid menggunakan metode eksperimen laboratorium diperoleh rata-rata

kadar flavonoid yang terkandung dalam daun lamun Enhalus acoroides

sebesar 3,569%.

Kandungan senyawa bioaktif pada lamun dapat diketahui dengan cara

ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat senyawa

aktif yang terdapat pada tanaman tersebut dan pemisahan dengan cara

evaporasi (penguapan) dalam labu pisah. Ekstraksi adalah pemisahan suatu


5

zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua

pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari

satu pelarut ke pelarut yang lain (Rahayu, 2009 dalam Putri, 2011). Potensi

lamun (Enhalus acoroides) sebagai antidiabetic memiliki kandungan

flavonoid yang cukup tinggi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

mengetahui Efek Antidiabetik Ekstrak Etanol Lamun (Enhalus acoroides)

pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Streptozotocin.H

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah bagaimana

efek antidiabetik pemberian ekstrak etanol Lamun (Enhalus acoroides) pada

Mencit (Mus musculus) yang diinduksi streptozotocin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah terdapat efek penurunan kadar gula darah dari ekstrak

etanol Lamun (Enhalus acoroides) pada Mencit (Mus musculus) yang

diinduksi Streptozotocin.H

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini sebagai berikut :

a) Untuk mengetahui efek antidiabetik ekstrak etanol Lamun (Enhalus

acoroides) pada Mencit (Mus musculus) yang diinduksi

Streptozotocin.H

b) Untuk mengukur kadar gula darah awal (normal) dan kadar gula darah
6

mencit yang telah diinduksi Streptozotosin.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis yaitu untuk memberikan

landasan atau referensi bahan pustaka bagi para peneliti selanjutnya untuk

mengetahui efek antidiabetik ekstrak etanol Lamun (Enhalus acoroides)

pada Mencit (Mus musculus) yang diinduksi streptozotocin.H

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini memiliki manfaat aplikatif yaitu untuk memberikan

informasi ilmiah dan data penunjang untuk penelitian-penelitian

selanjutnya dalam rangka untuk pengembangan obat herbal terstandar atau

obat fitofarmaka dari ekstrak etanol lamun (Enhalus acoroides) sebagai

antidiabetes yang aman dan efektif.

3. Manfaat Metodologis

Penelitian ini memiliki manfaat metodologis yaitu untuk

pengembangan penelitian lebih lanjut dan sumber pustaka dalam ruang

lingkup yang sama di perguruan tinggi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel

1. Lamun (Enhalus acoroides)

a) Deskripsi lamun

Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah

sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut.

Tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan hidup

di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu

berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem

perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu melaksanakan

penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam. Secara

struktural lamun memiliki batang yang terbenam dalam tanah yang

disebut rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam substrat

yang membuat lamun dapat berdiri dengan kuat menghadapi arus dan

ombak (Dahuri, 2003).

Lamun memiliki perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang

hidup terbenam dalam laut lainnya, misalnya makro-algae atau rumput

laut (seaweeds). Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang

kemudian berkembang menjadi benih. Lamun juga memiliki sistem

perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas

dan nutrient, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. Akar

pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air,

karena daun dapat menyerap nutrient secara langsung dari dalam air

7
8

laut. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan

perairan pantai yang dasarnya merupakan lumpur, pasir, kerikil dan

patahan karang mati dengan kedalaman sampai empat meter.

b) Jenis lamun

Lamun yang terdapat di Indonesia terdapat 12 jenis yaitu

Cymodocea serrulata, C. rotundata, Enhalus acoroides, Halodule

uninervis, H. pinifolia, Halophila minor, H. ovalis, H. decipiens, H.

spinulosa, Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium dan

Thalassodendron ciliatun (Dahuri, 2003).

c) Klasifikasi dan karakteristik lamun (Enhalus acoroides)

Kingdom : Plantae

Filum : Trachophyta

Kelas : Magnoliopsida

Order : Alismatales

Famili : Hydrocacharitaceae

Genus : Enhalus

Spesies : Enhalus acoroides.


9

Gambar 1. Enhalus acoroides


Sumber: wikimedia.org

Ciri-ciri umum Enhalus acoroides merupakan salah satu lamun

yang mempunyai morfologi yang besar. Enhalus acoroides memliki

rambutrambut berwarna hitam yang tumbuh pada rhizoma (Gambar 7

(b) dan memiliki akar yang banyak. Ujung daun tumbuhan ini terdapat

gerigi. Enhalus acoroides di daerah ini tumbuh pada substrat pasir,

pasir berlumpur dan pasir pecahan karang.

Enhalus acoroides merupakan salah satu jenis lamun

mempunyai ukuran morfologi yang besar jika dibandingkan dengan

jenis lainnya. Jenis ini dapat tumbuh menjadi padang yang

monospesifik tetapi lebih seringkali kita jumpai tumbuh bersama

dengan jenis lamun Thallasia hemprichii (Verheij, Erftemeiyer. 1993).

Spesies ini juga telah tersebar luas dibanyak negara di zona tropis Asia

Tenggara, seperti Filipina, Vietnam, Thailand, Myanmar, Indonesia,

Malaysia, Papua Nugini, China dan Kamboja, karena memiliki kondisi

optimal secara ekologis (Juntaban et al., 2015). Sebaran vertikal lamun

ini hanya dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m karena penetrasi


10

cahaya matahari pada kedalaman tersebut sangat sedikit (Verheij,

Erftemeiyer. 1993)

Enhalus acoroides merupakan jenis lamun yang mudah

dijumpai, hal ini dikarenakan jenis lamun ini mampu hidup diberbagai

substrat baik substrat yang berlumpur, maupun lumpur berpasir dan

kadang-kadang terdapat pada substrat yang terdiri atas campuran

pecahan karang yang telah mati namun lamun jenis ini dominan hidup

pada substrat dasar berpasir dengan sedikit berlumpur (Hasanah.

2014).

Lamun jenis ini hanya terdapat di daerah tropis, sehingga

sering juga dikenal sebagai lamun tropis, memiliki rhizoma tebal

(diameter sekitar 1,5 cm) dan 5 ditutupi oleh serabut hitam yang

berasal dari sisa pembusukan daun tuanya (bristle) (Den Hartog, Kuo.

2006). Daun berbentuk pita dengan ukuran panjang daun sekitar 30–

150 cm, lebar daun antara 1.25-1.75 cm (Phillips, Menez. 1998).

Dengan Struktur morofologi daun yang tebal dan kuat

memungkinkannya untuk dapat lebih tahan terhadap kekeringan,

berbeda dengan daun T. hemprichii yang sangat rentan terhadap

kekeringan sehingga dapat mengering dan gugur ketika terpapar. Hal

ini dapat kita lihat saat dasar perairan terpapar sinar matahari sekitar 4

jam perhari atau pada saat surut rendah, tidak terjadi kekeringan pada

daun lamun jenis ini (Supriadi et al., 2006).

d) Manfaat lamun
11

Lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak sudah banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara modern maupun tradisional.

Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk kompos dan pupuk,

cerutu dan mainan anak-anak, dianyam menjadi keranjang, ada yang

dimakan, dan dibuat menjadi jarring ikan. Sedangkan secara modern

adalah sebagai penyaring limbah, makanan, obat-obatan, bahan untuk

pabrik kertas, dan sumber bahan kimia.

Tidak hanya mudah didapatkan, lamun (Enhalus acoroides)

memiliki berbagai manfaat diantaranya sebagai tumbuhan yang dapat

membantu menyeimbangkan kembali kadar antioksidan dalam tubuh,

kandungan antioksidan ini dapat ditemukan pada rhizoma, daun dan

bijinya. Tingginya kadar kalsium pada lamun juga dapat berperan

dalam pertumbuhan serta berperan dalam pembentukan tulang dan

gigi. Oleh karena itu, lamun (Enhalus Acoroides) dapat dijadikan

sebagai suplemen penambah gizi untuk anak-anak dan remaja putri

pada khusunya.

Selain antioksidan, lamun juga memiliki kandungan nutrisi.

Bagian rhizoma mengandung 89,99% air; 0,52% lemak; 0,75%

protein; dan 4,16% karbohidrat. Bagian biji mengandung 92,16% air;

0,47% lemak; 0,68% protein; dan 3,22% karbohidrat (Kementerian

Perindustrian Republik Indonesia, 2017).

Berdasarkan beberapa penelitian, tepung lamun ini memiliki

nilai tambah jika dibandingkan dengan tepung hasil olahan tumbuhan-


12

tumbuhan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan kandungan protein

dan karbohidrat tepung biji lamun setara dengan tepung gandum,

tapioka, ataupun beras. Namun, tepung biji lamun mengandung

kalsium dan zat besi yang berlipat ganda jika dibandingkan dengan

ketiga tepung lainnya. Kalsium merupakan zat untuk pertumbuhan

tulang dan sangat esensial untuk dikonsumsi selama masa

pertumbuhan. Zat besi merupakan mineral yang dapat menjaga jumlah

sel darah merah dalam tubuh sehingga menjaga kondisi tubuh tetap

segar.

Menurut Wakano tahun 2013 melaporkan bahwa masyarakat

Maluku sudah lama memanfaatkan daun lamun untuk meningkatkan

daya tahan tubuh terhadap penyakit degeneratif. Penelitian sebelumnya

menyebutkan bahwa daun Enhalus acoroides memiliki potensi

antioksidan yang kuat karena kandungan fenolik yang tinggi. Aktivitas

antioksidan total daun Enhalus acoroides setara dengan asam askorbat/

gram. Pada daerahdaerah maritim Asia, ekstrak lamun digunakan

sebagai agen kuratif berbagai penyakit seperti antibiotik, antihelmintic,

batuk, antipiretik, antitumor, antidiarea, penyembuhan luka,

pengobatan batu empedu dan gondok (Umamaheshwari dkk., 2009).

Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk

pada daun lamun Enhalus acoroides. Flavonoid didalam tumbuhan

biasanya terikat dengan gugus gula sebagian glikosida dan aglikogen

dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid juga


13

mengandung sistem aromatik terkonjugasi sehingga akan menunjukan

serapan kuat pada daerah spektrum sinar UV dan spektrum sinar

tampak (Harborne, 1987). Aglikon flavonoid merupakan pelifenol

yang mempunyai sifat kimia yang sama seperti senyawa fenol yaitu

memiliki sifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Flavonoid

yang telah diisolasi dari tumbuhan mempunyai berbagai keaktifan

biologis anatara lain mempunyai keefektifan sebagai obat, insektisida,

anti mikroba, anti virus, anti jamur, obat infeksi pada luka, mengurangi

pembekuan darah di dalam tubuh, mempercepat pembekuan darah di

luar tubuh, merangsang pembentukan estrogen pada mamalia,

antihipertensi, antioksidan, anti tumor, dan kanker (Robinson, 1995).

2. Diabetes Melitus

a) Definisi

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia dan gangguan metabolisme khususnya

karbohidrat, lemak dan protein dan menyebabkan komplikasi kronis

seperti gangguan mikrovaskuler dan makrovaskular (Dipiro, et al.,

2011)

b) Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes melitus menurut American Diabetes

Association-2017 adalah:

a. Diabetes melitus tipe I, hasil interaksi genetik, lingkungan dan

faktor imunologis seperti adanya indikasi autoimun yang


14

mengakibatkan destruksi sel beta pankreas dan defisiensi insulin.

b. Diabetes melitus tipe II, resistensi insulin dan sekresi insulin yang

abnormal adalah penyebab utama DM tipe II.

c. Diabetes kehamilan (diabetes gestasional) adalah diabetes yang

timbul pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.

d. Diabetes tipe lain, misalnya akibat adanya sindrom diabetes

monogenik (seperti diabetes pada masa kanak-kanak dan diabetes

onset menstruasi pada anak muda[MODY]), penyakit pankreas

eksokrin (cystic fibrosis) diabetes yang disebabkan oleh obat-

obatan dan bahan kimia (penggunaan gluko kortikoid, dalam

pengobatan HIV/AIDS, atau setelah transplantasi)

c) Penyebab Diabetes

Diabetes melitus dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai

berikut (Soegondo, 2010):

1) Kelainan fungsi sel-sel ß pankreas yang bersifat genetik

(menurun). Faktor genetik/keturunan biasanya memegang peranan

penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.

2) Faktor lingkungan adalah faktor antara lain dapat mengubah

integritas dan fungsi sel ß-pankreas pada individu yang rentan.

3) Gangguan sistem imunitas, mungkin bisa menyebabkan timbulnya

diabetes pada orang-orang tertentu. Sistem ini dapat dipicu oleh

autoimunitas disertai pembentukan sel-sel antibodi terhadap sel-sel

ß pankreas yang pada akhirnya akan merusak sel-sel penghasil


15

insulin.

d) Diagnosis Diabetes

Kriteria yang biasa digunakan untuk menegakkan diagnosis

diabetes melitus adalah gejala yang timbul dan glukosa plasma.

Adapun gejala diabetes ditandai dengan poliuria, polidipsia serta

penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu

makan). Gejala lainnya adalah glikosuria, ketosis, asidosis dan koma.

Untuk parameter glukosa plasma, American Diabetes Association

merekomendasikan parameter glukosa puasa sebagai acuan utama

untuk mendiagnosis diabetes melitus pada orang dewasa. Namun

selain itu bisa juga ditetapkan dari glukosa plasma 2 jam setelah

mengkonsumsi glukosa. Jika nilai glukosa plasma masih belum dapat

ditentukan dengan tegas, maka pengujian dapat diulangi pada hari

yang berbeda (Triplitt, 2008). Diagnosis diabetes melitus dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Diagnosis diabetes melitus


e) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mempunyai tunjuan akhir untuk menurunkan

morbilitas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditunjukkan untuk


16

mencapai 2 target utama, yaitu :

1) Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.

2) Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi

diabetes (Depkes, 2005).

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam pelaksanaan diabetes, yang

pertama pendekatan tanpa obat (terapi non farmakologi) dan kedua

adalah pendekatan dengan obat (terapi farmakologi) (Depkes, 2005).

1) Terapi non-farmakologi

Adapun terapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain :

a. Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan

diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan

komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan

lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status

gizi, umur, stress akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya

ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

ideal karena penurunan berat badan telah dibuktikan dapat

mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β

terhadap stimulus glukosa (Depkes,2005).

b. Olahraga Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan

menjaga kadar gula darah tetap normal karena dapat

memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor

insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan


17

glukosa. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan

asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya

bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga yang disarankan,

antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain

sebagainya (Depkes,2005).

2) Terapi farmakologi

Apabila penatalaksanaan terapi obat tanpa obat (pengaturan diet dan

olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah

penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa

penatalaksanaan terapi farmakologi, baik dalam bentuk obat

antidiabetik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya (Depkes,

2005)

a. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM

Tipe I. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas

penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.

Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus

mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme

karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun

sebagian besar penderita DM Tipe II tidak memerlukan terapi

insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin

disamping terapi hipoglikemik oral (Depkes, 2005).

Insulin merupakan protein kecil yang mengandung 52 asam


18

amino tersusun dalam 2 rantai (A dan B) yang dihubungkan oleh

jembatan disulfide. Insulin dilepaskan dari sel β pankreas

dengan laju yang rendah dan dengan laju yang jauh lebih tinggi

bila terstimulasi sebagai respon terhadap berbagai rangsangan,

terutama glukosa. Insulin meningkatkan simpanan lemak dan

glukosa di dalam sel target khusus dan mempengaruhi

pertumbuhan sel berbagai jaringan (Prativi, 2015)

b. Obat antidiabetes oral

Obat-obat antidiabetes oral terutama ditujukan untuk membantu

penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik

oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes.

Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien,

farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan

menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.

Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan

harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat

glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk

penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (Depkes, 2005).

Ada 5 golongan obat antidiabetika oral yang dapat digunakan

adalah golongan: sulfonilurea, meglitinid, biguanida,

penghambatan α-glukosidase, dan tiazoloneldion. Kelima

golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat

dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja (Suharti,


19

2007).

3. Streptozotocin

Streptozotocin adalah derivat N-mehyl-N-nitrosoureido D-

glucosamine yang bersifat toksik terhadap sel β pankreas dan berfungsi

untuk mensekresi insulin, sehingga banyak digunakan untuk menginduksi

diabetes pada hewan-hewan percobaan (Pathak et al., 2008).

Streptozotocin dapat digunakan untuk menginduksi DM tipe I dan tipe II

yang diaplikasikan pada saat hewan percobaan masih pada tahap neonatal.

Setelah bermur 8-10 minggu, tikus yang diinjeksi dengan streptozotocin

pada saat neonatal tersebut akan menunjukkan gejala hiperglikemia ringan

dan hilangnya sensitivitas sel β terhadap glukosa (Szkudelski, 2001).

Mekanisme kerja yang diitimbulkan dari streptozotocin bersifat

toksik terhadap sel β pankreas, struktur streptozotocin sangat mirip dengan

molekul glukosa sehingga akan ditranspor ke dalam sel oleh glucose

transporter 2 (GLUT2) sedangkan GLUT2 itu sendiri akan memperantarai

sel β dalam mengambil glukosa dalam darah, sehingga streptozotocin akan

ikut diambil melalui proses pengambilan glukosa tersebut (Szkudelski,

2001). Streptozotocin secara efektif dapat menginduksi diabetes pada

kelinci yang ditandai dengan polidipsia, poliuria, polipagia dan

hiperglikemia. STZ menembus sel-β Langerhans melalui tansporter

glukosa GLUT2. Aksi STZ intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel-

β pankreas. Alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea

mengakibatkan kerusakan pada sel-β pankreas. STZ merupakan donor NO


20

(nitric oxide) yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut

melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan pembentukan cGMP. NO

dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu,

STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran

tinggi dalam kerusakan sel-β-pankreas. Pembentukan anion superoksida

karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin

oksidase. Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan

konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas

selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis nukleotida sel-β

pancreas. Streptozocin adalah senyawa penghasil radikal Nitric Oxide dan

radikal Hydroxil dalam jumlah besar (Szkudelski, 2001).

4. Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh

dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yangsesuai kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 1995).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

cair (Depkes, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu

sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia

nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
21

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes, 1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair,

ekstrak kental, dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih

bisa dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika

memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung kadar

air kurang dari 5% (Voigt, 1994).

a)Cara Dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi

sering digunakan dalam penelitian karena cara ini tidak merusak

zat kandungan simplisia. Proses ini sangat menguntungkan karena

dengan perendaman sampel tanaman akan mengakibatkan

pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaaan

tekanan antara di dalam sel dan di luar sel sehingga metabolit

sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut

organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur

lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut dalam proses

maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dalam

memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut

tersebut. Secara umum, pelarut etanol merupakan pelarut yang

paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik


22

bahan alam karena dapat melarutkan golongan metabolit sekunder

seperti alkaloid, tanin, flavonoid. Lebih lanjut, untuk bahan serbuk

dari tumbuhan dapat juga diekstraksi dengan n-Heksana untuk

memecahkan kandungan lemaknya dan dengan pelarut etil asetat

atau etanol untuk kandungan phenolnya. Namun pendekatan ini

tidak cocok dengan senyawa-senyawa yang sensitif terhadap panas.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umunya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap

maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau

penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak

(perkolat).

b) Cara Panas

1) Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus diatas penangas air mendidih,

temperatur terukur 90 selama 15 menit. Cara ini biasa digunakan

untuk zat yang akan diekstraksi tahan pemanasan. Jika tidak ada

ketentuan lain infus biasanya disaring panas.

2) Dekoktasi adalah sama dengan infundasi pada waktu yang lebih

lama (≥ 30 menit).

3) Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi


23

berkelanjutan dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya

pendingin balik. Keuntungan cara ini adalah pelarut yang

digunakan lebih sedikit dan pelarut murni sehingga dapat menarik

senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat

dibanding dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah

tidak dapat digunakan untuk senyawa-senyawa termo labil

(Harborne, 1996).

4) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5

kali.

5) Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukkan kontinyu)

pada temperatur ruangan (kamar).

B. Kerangka Teori

Streptozotocin diinjeksi ke tikus secara intraperitoneal berperan sebagai

diabetogenik karena akan masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter

(GLUT-2). Injeksi STZ menyebabkan alkilasi DNA yang kemudian merusak

DNA. Sehingga meningkat radikal superoksida aktif dalam mitokondria sel β

pankreas, lama kelamaan sel pankreas mengalami nekrosis. Kerusakan sel-sel

β pankreas akhirnya akan menghambat sekresi dan sintesis insulin

(Szkudelski, 2001). Selajutnya akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) karena glukosa yang diserap oleh usus (dari makanan)


24

kemudian masuk ke dalam darah tidak dapat diserap ke dalam sel otot, ginjal,

adiposit, dan tidak dapat diubah menjadi glikogen dan lemak. Keadaan

tersebut terjadi akibat adanya kekurangan sekresi, kerja insulin serta glucose

carrier (pengangkut glukosa ke dalam sel) sehingga glukosa yang tertimbun

dalam darah atau hiperglikemia (Sherwood, 2001). Akibat autooksidasi

glukosa, glikasi protein, dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang

selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif sehingga

terjadi peningkatan stres oksidatif. Pada akhirnya, keadaan ini akan memicu

kerusakan sel β pankreas sehingga produksi insulin semakin berkurang

(Bambang dan Eko, 2005)

Obat antidiabetik golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid bekerja dengan

merangsang produksi insulin pada sel ß pankreas untuk mempertinggi sekresi

insulinnya. Sedangkan ADO lain golongan biguanida yaitu metformin

mengurangi glukoneogenesis di hati, memperlambat absorbsi glukosa dari

saluran pencernaan dan peningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer

dan penghambat α-glukosidase yaitu akarbose bekerja secara kompetitif

menghambat kerja enzim α-glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat

menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia (Mycek,

2001). Pirdot memiliki senyawa flavonoid yang aktif menurunkan kadar

glukosa darah dan HbA1c yaitu genestein (Gupta, 2015). Flavonoid juga

berefek antioksidan sehingga menghambat peningkatan stres oksidatif

(Rohma, 2016). Kerangka teori penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.
25

Mencit

Ekstrak
lamun

Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian


26

C. Kerangka Konsep

Na-CMC 0,5 %

Perlakuan I
Ekstrak daun lamun Antidiabetik
(Enhalus acoroides) Perlakuan II Uji Streptozocin

Perlakuan III

Glibenklamid

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

= Variabel bebas

= Variabel antara

= Variabel terikat

D. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini ekstrak etanol lamun (Enhalus acoroides) terstandar

memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah acak mencit (Mus musculus)

yang di induksi dengan streptozotocin.

Hipotesis Nol (H0) : Tidak terdapat aktivitas antidiabetik pada

ekstrak lamun (Enhalus acoroides).

Hipotesis Alternatif (Ha) : Terdapat aktivitas antidiabetik pada

ekstrak lamun (Enhalus acoroides).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen untuk

mengetahui efek antidiabetik pada daun lamun (Enhalus acoroides) yang

berasal dari Pantai Nambo, Kota Kendari dengan desain penelitian yang

digunakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan “One

Groups Pretest-Posttest Design”. RAL terdiri atas 5 kelompok yang sudah

diadaptasikan terlebih dahulu, dan tiap kelompok terdiri dari 3 perlakuan.

Tiga kelompk pertama diberikan ekstrak daun sengani masing-masing 180

mg/kg BB, 360 mg/kg BB, 720 mg/kg BB, dan 2 kelompok berikutnya

adalah kelompok kontrol negative dan control positif. Adapun Desain

penelitian “One Groups Pretest-Posttest Design”, yaitu desain penelitian

yang terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi

perlakuan. Dengan demikian dapat diketahui lebih akurat, karena dapat

membandingkan dengan diadakan sebelum diberi perlakuan.

Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan prosedur

baku dalam penetapan jumlah sampel yang menggunkan hewan coba

(tikus) sebagai sampel percobaan. Selanjutnya untuk menentukan jumlah

pengulangan digunakan rumus Federer (1963) sebagai berikut:

(t-1)(r-1)≥ 15

Dimana, t = banyak perlakuan

27
28

r = banyak ulangan

(r-1)(15-1) ≥ 15

(r-1)(15-1) ≥ 15

14 (r-1) ≥ 15

14r-14 ≥ 15

14r ≥ 29

r ≥ = 2.07 (ulangan yang digunakan adalah 2 kali)

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan bulan Desember 2021 – Januari 2022.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Gedung Laboratorium Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah tumbuhan lamun (Enhalus

acoroides) yang berada pada daerah Pantai Nambo, Kendari, Sulawesi

Tenggara.

2. Sampel penelitian

Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daun lamun

(Enhalus acoroides).

3. Kriteria Sampel

Sampel daun lamun (Enhalus acoroides) yang berwarna hijau tua,


29

sehat (tidak terkena hama).

D. Prosedur Penelitian

1. Alat dan Bahan Penelitian

a. Alat Penelitian

Alat yang digunakan meliputi batang pengaduk, gelas ukur, gelas

kimia, glukometer, gunting, rotavapor, spoit 1 mL, sendok tanduk ,

stopwatch, timbangan analitik, timbangan digital, wadah maserat,

strip gula darah, pH meter.

b. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan meliputi aquadest, etanol 96% ekstrak daun

lamun (Enhalus acoroides), kain flannel, Na.CMC 0,5%,

glibenklamid 5 mg 20 tablet, STZ, buffer, Na-sitrat.

c. Perlakuan Hewan Coba

1) Mencit yang sudah dikelompokan masing-masing diukur kadar

gula darah awal (normal) dengan cara diambil dara melalui

vena ekor. Kemudian semua kelompok mencit diinduksi

dengan Streptozotosin dengan dosis 150 mg/kg BB sesuai

volume pemberian, secara intraperitonial (i.p) dan dibiarkan

selama 18- 48 jam, sambil diberi makanan yang dicampur

dengan larutan sukrosa. Kemudian diukur kadar gula darah

setelah induksi STZ.

2) Mencit dari masing-masing kelompok yang telah dinyatakan


30

hiperglikemik, selanjutnya diberi perlakuan selama 7 hari

dengan pemberian secara oral yaitu, kelompok I, II dan III

diberi ekstrak daun senggani sesuai volume pemberian dengan

dosis masing-masing 180 mg/g BB, 360 mg/g BB, dan 720

mg/g BB. Kelompok IV diberi suspensi Glibenklamid sesuai

volume pemberian, dan kelompok V diberi Na. CMC 0,5 %

sesuai volume pemberian. Kelima kelompok perlakuan diukur

kadar kadar gula darah setelah 7 hari perlakuan.

d. Prosedur Kerja

1) Pengambilan Tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif tanpa

membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain.

Bahan tumbuhan diambil dari Pantai Nambo, Nambo,

Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Bahan

yang digunakan adalah daun lamun (Enhalus acoroides).

2) Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Gedung Laboratorium

Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

3) Pembuatan Simplisia

Tumbuhan dibersihkan dari kotoran, dicuci, disortir, kemudian

ditimbang sebagai berat basah. Selanjutnya dikeringkan dalam

lemari pengering pada temperatur ±40°C sampai kering

(ditandai bila diremas rapuh), kemudian ditimbang sebagai


31

berat kering. Simplisia yang telah kering diblender menjadi

serbuk lalu disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu

kamar untuk mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lain.

4) Pembuatan Larutan Uji

a) Larutan CMC-Na 0,5%

Ditimbang 125 mg CMC-Na, ditaburkan tipis diatas

air panas 20 kali CMC-Na dan dibiarkan mengembang (15

menit), kemudian digerus sampai terbentuk musilago.

Pindahkan ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambah

aquadest hingga 25 ml.

b) Larutan Suspensi Glibenklamida

Dosis glibenklamid untuk hewan coba mencit

adalah 3mg/kg BB mencit (0,06 mg/ 20 g BB). Maka untuk

membuat 25 ml sediaan suspensi glibenklamid 0,06 mg/ 0,2

ml dalam CMC-Na 0,5% dibutuhkan glibenklamid

sebanyak 0,06 mg/ 0,2 ml x 25 ml - 7,5 mg glibenklamid

dalam 25 ml larutan CMC Na 0,5%.

Cara pembuatan larutan suspensi glibenklamida yaitu:

1. Ditimbang glibenklamida sebanyak 7,5 mg

2. Timbang CMC-Na 125 mg.

3. Dispersikan dalam aquadest 2,5 ml, diamkan selama 15

menit lalu aduk ad terbentuk mucilago dan homogen

4. (1) + (3) aduk ad homogen


32

5. (4) + aquadest 20 sedikit demi sedikit sambil diaduk

Pindahkan ke labu ukur 25 ml tambahkan aqudest ad

tanda lalu kocok ad homogen

5) Uji Aktivitas Antidiabetes

Pada uji aktivitas ekstrak lamun (Enhalus acoroides) diawali

dengan menginduksi mencit dengan streptozotocin yang

selanjutnya mencit dipuasakan selama 8-12 jam. Kadar glukosa

mencit diamati pada hari ketiga dan mencit dengan glukosa

darah diatas 200 mg/dl adalah yang digunakan pada penelitian.

kemudian diberikan ekstrak lamun (Enhalus acoroides) dengan

memberikan dosis peroral satu kali sehari selama 7 hari.

Dimana akan terdapat 5 kelompok dalam perlakuan, yaitu

kelompok kelompok kontrol negatif (CMC-Na 0,5%),

kelompok kontrol positif (pemberian obat glibenklamid), dosis

1 (180 mg/g BB mencit), dosis 2 (360 mg/g BB mencit), dan

dosis 3 (720 mg/g BB mencit) (Li et al, 2005).

E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Ekstrak daun lamun (Enhalus acoroides)

a. Definisi Operasional

Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dari ekstraksi

daun lamun (Enhalus acoroides) menggunakan pelarut etanol 96%.

b. Kriteria Objektif
33

1) Ekstrak daun konsentrasi 180 mg/ kg BB

2) Ekstrak daun konsentrasi 350 mg/ kg BB

3) Ekstrak daun konsentrasi 720 mg/ kg BB

4) Kontrol Positif Glibenklamid 5 mg

5) Kontrol Negatif Na-CMC 0,5%

c. Skala Pengukuran

Ekstrak daun lamun (Enhalus acoroides) menggunakan

skala pengukuran nominal.

2. Aktivitas Antidiabetes

a. Definisi Operasional

Antidiabetes merupakan suatu aktivitas yang diberikan oleh

senyawa tertentu yang dapat mengobati penyakit diabetes. Pengujian

aktivitas antidiabetes ini biasa dilakukan pada tanaman herbal. Pengujian

aktivitas antidiabetes diuji dengan tiga cara yaitu secara in vitro, in vivo,

dan in silico. Dalam pengujian secara in vivo, in vitro, dan in

silico terdapat uji Streptozotocin, uji Aloksan, uji toleransi glukosa, uji

resistensi insulin, aktivitas hipoglikemik, α-glucosidase inhibitory

assay, α-amylase inhibition assay, RIN-5F cell lines method,

dan molecular docking.

b. Kriteria Objektif

Uji aktivitas antidiabetes menggunakan EADP dibuat 3 dosis yang

berbeda, yaitu dosis 180 mg/g BB; 360 mg/g BB dan 720 mg/g BB yang

diberikan secara peroral satu kali pemberian setiap harinya. Hewan uji
34

yang digunakan dalam percobaan ini tikus putih jantan yang sudah

diinduksi STZ dibagi dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok

terdiri dari 3 ekor, yaitu:

1) Kelompok I adalah kelompok tikus diberi Na-CMC 0,5 % sebagai

kontrol negatif.

2) Kelompok II adalah kelompok tikus yang diberi Glibenklamid 5 mg

sebagai kontrol positif.

3) Kelompok III adalah kelompok uji ekstrak lamun 180 mg/g BB.

4) Kelompok IV adalah kelompok uji ekstrak lamun 360 mg/g BB

5) Kelompok V adalah kelompok uji ekstrak lamun 720 mg/g BB.

c. Skala Pengukuran

Kriteria Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

menggunakan skala ukur ordinal.

F. Analisis Data

Pada penelitian ini, data diambil dengan melakukan observasi

langsung terhadap sampel ekstrak daun lamun (Enhalus acoroides)

berbagai konsentrasi dan larutan kontrolnya yang dibuat oleh peneliti.

Aktivitas antioksidan sampel diukur dalam satu waktu. Hasil yang didapat

kemudian dimasukan menggunakan rumus tertentu untuk mendapatkan

hasil % penghambatan.

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji One Way ANOVA Pre

and Post tes dan BNT (Beda Nyata Terkecil). Untuk mengetahui apakah

terjadi berbedaan yang signifikan dari tiap perlakuan, ekstrak, maka

dilakukan uji analisis data secara statistik menggunakan metode ANOVA.


35

Karena pengujian anova harus memenuhi syarat uji normalitas, maka

terlebih dahulu dilakuakn normalitas data dengan Metode Kalogrof-

Smirnov. Setelah itu dilanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk

mengetahui kelompok perlakuan mana yang memberikan nilai yang

signifikan terhadap penurunan kadar gula darah.

G. Alur Penelitian

Mencit (Mus musculus)

Diukur kadara gula darah awal


(normal)

Dipuasakan 8-12 jam sebelum dilakukan perlakuan

Diinduksi Streptozotocin 150 mg/kg BB

Kadar gula darah mencit diamati pada hari ke-3

Kadar gula darah mencit diatas 200mg/dL adalah


yang digunakan dalam penelitian

Kontrol Kontrol Perlakuan Perlakuan Perlakuan


(-) (+) I II III
Gibenklam
CMC-Na id 3 mg/kg Ekstrak Ekstrak Ekstrak
0,5% BB lamun lamun lamun
(Diberikan (Diberikan 180 mg/g 360 mg/g 720 mg/g
sekali sekali (Diberikan BB BB
sehari per sehari per sekali (Diberika (Diberikan
oral selama oral sehari per n sekali sekali
1 hari) selama 1 oral sehari per sehari per
hari) selama 1 oral oral
hari) selama 1 selama 1
hari) hari)
36

Dilakukan evaluasi kadar gula darah pada jam hari ke-7

Analisis Data & Kesimpulan

H. Etika Penelitian

Etika merupakan hal penting dalam melaksanakan sebuah

penelitian dimana dalam penelitian ini, hanya menggunakan rekam medik

sebagai saran penelitian sehingga tidak memberikan risko yang dapat

menyakiti pasien. Peneliti meminta perizinan kepada Komisi Layak Etik

di Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo dan Surat Kelayakan Etik

dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Universitas Halu Oleo, kemudian

peneliti juga meminta perizinan kepada Badan Penelitian dan

Pengembangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Setelah mendapat

persetujuan, peneliti mulai mulai melakukan.

Prinsip dalam melakukan penelitian yaitu :

1) Anonymity adalah tindakan menjaga kerahasiaan subjek penelitian

dengan tidak mencantumkan nama pada informed consent, cukup

dengan inisial dan memberi nomor atau kode pada masing-masing

lembar

2) Confidentially adalah menjaga semua kerahasiaan semua informasi

yang didapat dari subjek penelitian. Beberapa kelompok data yang

diperlukan akan dilaporkan dalam hasil penelitian.


37

DAFTAR PUSTAKA

Aji, S. P., Arania, R., & Maharyunu, E. (2021). Hubungan Usia, Jenis Kelamin,

Dan Kadar Bilirubin Dengan Kolelitiasis. Jurnal Wacana

Kesehatan, 5(2), 583-587.

Ariska, F., Herpandi, H., & Baehaki, A. (2016). Aktivitas Antidiabetes Ekstrak

Lamun Halodule Sp. Dengan Ekstraksi Bertingkat (Doctoral Dissertation,

Sriwijaya University).

Rochmawati, A. (2018). Ekstrak Bonggol Nanas (Ananas comusus L.) Sebagai

Antidiabetes Pada Tikus Yang Diinduksi Aloksan (Doctoral dissertation,

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo).

Tehubijuluw, H., Watuguly, T., & Tuapattinaya, P. M. 2018. Analisis Kadar

Flavonoid Pada Teh Daun Lamun (Enhalus acoroides) Berdasarkan

Tingkat Ketuaan Daun. Biopendix: Jurnal Biologi, Pendidikan dan

Terapan. 5(1):1- 7

Wardani, G. N. P. (2016). Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Kering Biji Mahoni

Terstandar (Swietenia Mahagoni Jacq) Pada Mencit Yang Diinduksi

Aloksan (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).

Anda mungkin juga menyukai