Jawab :
A. Anatomi
1) Kelenjar pituitary atau Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak dibawah otak dalam rongga os sphenoidale yakni sella
turcica. Hipofisis berkembang sebagian dari ektoderm oral dan sebagian lagi dari otak
yang sedang berkembang. Unsur saraf timbul berupa evaginasi dari dasar diensefalon
dan tumbuh kearah kaudal sebagai suatu tangkai atau infundibulum yang masih melekat
pada otak. Hipothalamus berada di atas infundibulum , yang terdiri atas neurohipofisis
posterior dan adenohipofisis anterior. Neurohipofisis terdiri ataspars nervosa dan
infundibulum yang lebih kecil dengan tangkai yang melekat pada hipothalamus di
eminentia mediana. Adenohipofisis memiliki 3 bagian yaitu pars distalis (lobus
anterior), pars tuberalis yang mengelilingi infundibulum dan pars intermedia yang tipis.
Kelenjar tiroid berada dibawah larynx. Kelenjar tiroid menutupi bagian atas
lateral tracheadengan masing-masing lobus (lobus dexter dan lobus sinister) dan isthmus
dibagian depannya. Kelenjar tiroid berada pada perbatasan antara kartilago krikoidea
dengan ruas-ruas kartilago trachea bagian atas. Kelenjar tiroid membungkus sisi lateral
dan ventral bagian atas trachea.
Sebagai organ endokrin, kelenjar tiroid memiliki perdarahan yang sangat baik.
Suplai darah berasal dari A.thyroidea superior, cabang dari A.carotis eksterna dan
A.thyroidea inferior, cabang dari trunkus thyrocervicalis. Terkadang , A.thyroidea yang
kecil , berasal dari trunkus brachiocephalicus atau arcus aorta, juga mendarahi kelenjar.
Tiga pasang vena mengumpulkan darah dari kelenjar tiroid. Vv.thyroidea superior dan
media mengalihkan darah menuju V.jugularis interna, sedangkan V.thyroidea inferior
mengalirkan darah menuju V.Brachiocephalica sinistra.
3) Kelenjar Adrenal
Berbagai arteri dari kelenjar adrenal akan menembus korteks organ. Kemudian aliran
darah menuju medulla dan dikumpulkan oleh V.suprarenalis.
4) Pankreas
Hipofisis
terletak dibawa otak ronnga kecil tulang sfenoid yaitu sella turcica. Komponen sarafnya
adalah kuncup neurohipofiseal yang bertumbuh kebawah dari dasar diencephalon yang
akan berbentuk seperti tangkai atau infundibulum yang tetap berhubungan dengan otak.
Komponen oral timbul sebagai penonjolan keluar ectoderm dari atap mulut primitive
dan bertumbuh ke cranial membentuk struktur yang disebut kantong Hipofiseal (rathke).
Hipofisis sebenarnya terdiri atas neurohipofisis dan adenohipofisis. Neurohipofisis
terdiri atas bagian pars nervosa dan bagian lebih kecil tangkai infundibulumn yang
melekat ke Hipotalamus pada Eminentia Mediana. Adenohipofisis berasal dari ectoderm
mulut mempunyai tiga bagian yaitu pars distalis, pars tuberalis dan pars intermedia.
Secara Fungsional hipofisis terhubung pada Hipotalamus pada dasar otak. Selain system
portal vascular yang membawa Peptida pengatur kecil dari hipotalamus ke
adenohipofisis seberkas Akson yang disebut traktus hipotalamus hipofiseal. Hormon
Peptida ADH dan Oksitosin di Sintesis oleh neuron besar pada nucleus supraoptikus dan
paraventricular.
1. Adenohipofisis
a. Pars distalis
Merupakan 75% dari adenohipofisis dan mempunyai kapsul jaringan fibrosa tipis.
Secara mikroskopis ditemukan 2 jenis sel yaitu sel kromofil dan kromofob. Sel kromofil
adalah sel yang berwarna baik yang bersifat asidofilik maupun basofilik dan hormone
yang dikeluarkan disimpan pada granula sitoplasmanya. Dimana sel asidofilik
menyekresi hormone pertumbuhan dan prolactin yang berasal dari sel somatotrop dan
sel laktotrop. Sel basofilik adalah kortikotrop, gonadotrop, dan tirotrop. Kortikotrop
menyekresi dua hormone yaitu ACTH dan beta lipotropin (B-LPH), gonadotrop
menyekresi hormone FSH dan LH dan tirotrop menyekresi TSH. Semua hormone yang
dihasilkan mengatur hamper semua kelenjar endokrin lain seperti fungsi ovarium,
produksi sperma, produksi ASI, dan metabolism otot, tulang, jaringan adiposa. Untuk
sel kromofob dengan sedikit atau tanpa granula sekretori.
b. Pars tuberalis
Bagian yang lebih kecil yang mengelilingi infundibulum neurohipofisis dan sebagian
besar sel pars tuberalis adalah gonadotrop.
c. Pars intermedia
Zona sempit yang berada diantara pars distalis dan par tuberalis mengandung basophil
(kortikotrop), kromofob dan kista kecil yang berisi koloid. Dan juga menghasilkan
hormone MSH.
2. Neurohipofisis
Neurohipofisis terdiri atas jaringan saraf. Juga terdapat sel-sel glia bercabang banyak
disebut pituisit yang menghasilkan hormone ADH dan oksitosin yang diangkut melalui
akson ke dalam pars nervosa yang akan mengumpul pada pelebaran aksonal yaitu badan
herring. ADH dilepaskan sebagai respon terhadap peningkatan osmotic darah yang
ditangkap oleh sel osmoreseptor pada hipotalamus. Oksitosin merangsang kontraksi otot
polos uterus selama persalinan.
2) Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak anterior dan inferior terhadap laring, terdiri atas dua lobus
yang dipersatukan oleh isthmus. Kelenjar ini menyintesis hormone tiroksin (T4) dan
triodotironin (T3) yang membantu laju basal pada sel sel diseluruh tubuh. Kelenjar
tiroid dibungkus oleh kapsul fibrosa, terdiri dari sel-sel folikel yang mempunyai bentuk
dari gepeng hingga silindris rendah. Kelenjar aktif mempunyai lebih banyak folikel
dengan epitel silindris rendah. Dimana didalam sel folikel tersebut terdapat koloid
asidofilik yang berupa gel. Jenis sel lainnya adalah sel parafolikuler (sel C) terdapat
didalam lamina basal. Sel ini memiliki kompleks golgi yang besar, banyak granul halus
dan juga mengandung kalsitonin yang dipicu oleh peningkatan kadar Ca 2+ darah dan
menghambat aktivitas osteoklast.
3) Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak diatas ginjal. Kelenjar
adrenal adalah struktur gepeng dalam bentuk bulan sabit dan masing-masing dibungkus
kapsul jaringan ikat padat. Setiap kelenjar memiliki 2 daerah yaitu korteks adrenal dan
medulla adrenal.
1. Korteks adrenal
Dimana sitoplasmanya bersifat
asidofilik, inti berada di pusat dan
mitokondria berbentuk bulat. Korteks
adrenal memiliki 3 zona dan
menyintesis hormone yang berbeda.
a. Zona glomerulosa
Tepat dibawah kapsul adrenal dan merupakan sekitar 15% korteks. Steroid yang
dihasilkan dizona ini adalah mineralkortikoid karena mempengaruhi penyerapan
Na+, K+, dan air. Produk utamanya adalah aldosterone sebagai pengatu
keseimbangan garam yang bekerja mereabsorbsi Na+ pada tubulus kontortus
distal.
b. Zona fasikulata
Ditengah menempati 65-80% korteks. Zona ini menyekresikan glukokortikoid
khususnya kortisol yang mempengaruhi metabolism karbohidrat dan merangsang
gluconeogenesis dan sintesis glikogen di hati.
c. Zona retikularis
Bagian paling dalam sekitar 10% korteks. Zona ini juga menghasilkan kortisol
tetapi fungsi utamanya menyekresi androgen lemah, termasuk dehidroepi-
perempuan.
2. Medulla adrenal
Medulla adrenal terdiri atas sel-sel polyhedral yang pucat dan ditunjang jaringan serat
reticular. Sel parenkim medulla, dikenal sebagai sel-sel kromafin yang mengandung
banyak granul electron-dens untuk penyimpanan dan sekresi katekolamin, epinefrin,
dan norepinefrin.
4) Pankreas
Pancreas memiliki komponen eksokrin dan endokrin. Komponen eksokrin
membentuk sebagian besar dari pancreas dan terdiri dari asini serosa dan sel zimogemik
(1) yang tersusun rapat dan membentuk abnyak lobulus kecil. Lobules dikelilingi oleh
septum jaringan ikat interlobularis (4,13) yang mengandung pembuluh darah(5,9),
duktus interlobularis(12), syaraf dan kadang-kadang reseptor sensorik yaitu
corpuscullum lamellosum (pacinian corpuscle) (11). Didalam asini serosa terdapat insula
pancreatica ( pulau langerhans) yang terpisah. Insula pancreatica menunjukan bagian
endokrin dan merupakan ciri khas pancreas.
Setiap asinus pankreatikus terdiri dari sel zimogemik penghasil protein bentuk pyramid
yang mengelilingi sebuah lumen sentral yang kecil. Duktus ekstretorius setiap asinis
terlihat sentroasinar yang terpulas pucat didalam lumennya. Produk sekretoni keluar dari
asini melalui duktus interkalaris yang mempunyai lumen kecil dilapisi oleh epitel kuboid
rendah. Insula
pancreatica dipisahkan dari
dari asini eksokrin di
sekitarnya oleh lapisan tipis
serat reticular. Insula
lebih besar daripada asini
dan merupakan
kelompok sel-sel epitel
yang ditembus oleh kapiler.
C. Fisologi
1) Kelenjar tiroid
untuk fungsi normal sel dan tubuh seutuhnya. Hormon tiroksin yang
mengandung iodium ( I ) merangsang konsumsi O2 sel-sel tubuh, dan mengatur
melambatnya proses mental dan fisik, individu menjadi tidak tahan terhadap
kurus, sering gugup, takikardia, tremor, dan kelebihan produksi panas sehingga
sering berkeringat.
Fungsi kelenjar tiroid dikontrol oleh hormon tropik TSH (thyroid stimulating
Sebaliknya hormon tropik (Y: trophic = memberi makan) ini sekresinya juga
negatif oleh hormon tiroksin bebas yang beredar di dalam darah yang
darah.
Sintesis hormon tiroid
Sel tiroid (sel folikel/sel tirosit) dengan demikian mempunyai 4 fungsi, yaitu:
Dalam proses sintesis hormone tiroid, produk yang paling awal yaitu
menghasilkan T4. Sedang T3 mungkin terbentuk oleh kondensasi MIT dan DIT,
sedang RT3 mungkin terjadi oleh kondensasi DIT dan MIT. Pada kelenjar tiroid
manusia, distribusi rata-rata senyawa iodine yaitu 23% MIT, 33% DIT, 35% T4,
dan 7% T3. RT3 hanya merupakan zat yang dapat dirunut (traces).
Sekresi
(7 nmol) T3, dan 2 µg (3,5 nmol) RT3. MIT dan DIT tidak disekresikan. Sel-sel
pada sel yang aktif terlihat lacuna-lakuna (ceruk-ceruk) reabsorpsi pada batas
pinggir koloid. Di dalam sel, globule koloid menyatu dengan lisosome. Ikatan
peptide antara gugus yang teriodinasi dan tiroglobulin diputus oleh protease
dalam lisosome, dan T4, T3, DIT, dan MIT dibebaskan ke sitoplasma.
deiodinase iodotirosin. Pada pasien ini DIT dan MIT terdapat dalam kemih dan
Kadar T4 plasma normal pada orang dewasa sekitar 8 µg/dl (103 nmol/L),
sedang T3 sekitar 0,15 µg/dl (2,3 nmol/L), Sebagian besar terikat pada protein
tiroid yang terikat protein dalam plasma dan jaringan. Hormon tiroid yang baru
disekresikan menambah hormon yang bebas. Hormon yang bebas ini yang aktif
Globulin tertentu juga dapat mengikat hormon tiroid (thyroxine binding globulin =
besar T4 dalam plasma lebih banyak yang terikat pada TBG. Sebagian besar T 4
dalam plasma (99,98%) terikat pada protein. Yang bebas hanya sekitar 0,2 ng/dl.
Sebagian besar T3 juga terikat pada protein. Hanya sekitar 0,2% (0,3 ng/dl) yang
bebas.
2) Hipofisis
lobus anterior hipofisis (adenohipofisis)
Hormon dari Lobus Anterior Hipofisis (Adenohipofisis) Adenohipofisis ini meregulasi
beberapa proses fisiologik termasuk stres, pertumbuhan, dan reproduksi. Adenohipofisis
menghasilkan enam macam hormon. Hormon-hormon tersebut adalah Thyroid
Stimulating Hormone (TSH), FSH, GH, LH, Corticotropin, dan Prolaktin. Lima hormon
yang disebutkan pertama memiliki fungsi untuk menstimulasi organ lain secara aktif
untuk mensekresikan hormon yang aktif. Sedangkan prolaktin berperan di kelenjar
mammae. Sel dari lobus anterior hipofisis juga menghasilkan propriomelanokortin.
Propriomelanokortin ini juga dihasilkan oleh hipotalamus dan sel dari lobus intermedia.
Selain itu juga dihasilkan oleh plasenta, paru, dan traktus gastrointestinal. Jaringan-
jaringan yang berbeda ini akan memproses propriomelanokortin menjadi proteolisis,
yang terdiri dari α- dan β – Melanocyte Stimulating Hormone (α-MSH dan β-MSH),
Corticotropin-like Intermediate Lobe Peptide (CLIP), γ-lipotropin (γ-LPH), β-lipotropin
(β-LPH), dan β-endorphin.
Peran fisiologik dari beberapa peptida ini di neurotransmisi, belajar, nyeri, pre-dan post
endokrinologi, gangguan mental dan neoplasma sekarang sudah mulai diketahui.
Corticotropin, Prolaktin, dan GH adalah simpel polipeptida sedangkan FSH, LH, dan
TSH adalah glikoprotein. Glikoprotein terdiri dari dua subunit heterodimer yaitu α dan
β. Subunit α dari semua hormon menghasilkan gen tunggal di kromosom 6 dan
mempunyai komposisi asam amino yang sama medkipun mempunyai residu karbohidrat
yang berbeda. Sebaliknya subunit β menghasilkan gen yang berbeda dan bervariasi
strukturnya, yang membuat hormon yang dihasilkan mempunyai peranan yang
spesifik. .
Corticotropin, Prolaktin, dan GH adalah simpel polipeptida sedangkan FSH, LH, dan
TSH adalah glikoprotein. Glikoprotein terdiri dari dua subunit heterodimer yaitu α dan
β. Subunit α dari semua hormon menghasilkan gen tunggal di kromosom 6 dan
mempunyai komposisi asam amino yang sama medkipun mempunyai residu karbohidrat
yang berbeda. Sebaliknya subunit β menghasilkan gen yang berbeda dan bervariasi
strukturnya, yang membuat hormon yang dihasilkan mempunyai peranan yang spesifik.
(Arun Paul Amar MD et al. Pituitary anatomy and physiology.)
Neurohipofisis (posterior)
Oksitosin merupakan polipeptida siklik yang mengandung 8 asam amino dan memiliki
berat molekul Oksitosin memiliki struktur mirip dengan vasopressin (isoleusin pada
vasopressin diganti fenilalanin dan leusin pada vsopresin diganti lisin). Oksitosin
dibentuk dalam neurosecretory neuron (neuron supraoptik dan nuclei paraventrikuler
hipotalamus), serta ditemukan pula dalam glandula penealis. Gugus fungsional oksitosin
pada gugus primer sistin, gugus hidroksil fenolat tirosin, 3 gugus karboksamida
asparagine, glutamin, glisinamida dan ikatan disulfida. Oksitosin bersama vasopresin
mengalir melalui akson saraf ke ujung saraf hipofisis untuk disimpan, bila dibutuhkan
akan masuk ke dalam aliran darah. Oksitosis disintesis dalam nukleus para ventrikularis.
Pengaturan sekresi melalui stimulasi primer yaitu impuls neural yang terbentuk dari
perangsangan papile mammae, stimulasi sekunder yaitu menstimulasi aktivitas vagina
dan uterus, dan sekresi dirangsang estrogen dan dihambat oleh progesteron. Mekanisme
kerja belum jelas diketahui, namun oksitosin di duga menyebabkan kontraksi otot polos
uterus dan menginduksi partus. Fungsi fisiologis yang terutama merangsang kontraksi
sel-sel mioepitel kelenjar mammae dengan meningkatkan aliran ASI ke dalam duktus
alveoliaris maka timbul mekanisme laktasi. Oksitosin dan neurofisin I juga diproduksi
oleh ovarium di duga menghambat steroidogenesis. Oksitosin meningkat selama
melahirkan. Oksitosin menybabkan kontraksi uterus, merangsang otot polos uterus
untuk berkontraksi selama orgasme, meragsang kontraksi uterus saat proses melahirkan
(stimulasi serviks akan mengirimkan sinyal ke hipotalamus untuk mensekresikan lebih
banyak oksitosin. Hisapan bayi akan mengakibatkan sinyal ke hipotalamus,
mengakibatkan lebih banyak lagi oksitosin. Hal tersebut menyebabkan kontraksi sel
mioepitel kelenjar mammae yang membantu pengeluaran ASI. Persiapan ASI oleh bayi
melalui rangsangan terhadap puting payudara, membentuk impuls saraf, sehingga
pelepasan oksitosis dari hipotal dan pelepasan PRL dari hipofisis anterior dalam
menginduksi pembentukan protein susu.Vasopresin/pitresin/ ADH (Anti Diuretic
Hormone) Vasopresin merupakan polipeptida siklik yang mengandung 8 asam amino
dan memiliki berat molekul sekitar 1000. Vasopresin disintesis di nukleus supraoptikus.
Vasopresin dibentuk dalam neurosecretory neuron (neuron supraoptik dan nuclei
paraventrikuler hipotalamus), serta ditemukan pula dalam glandula penealis.
Mekanisme kerja vasopressin pada ginjal belum diketahui jelas, namun berikatan kuat
pada jaringan ginjal, serta aktivitasnya melalui pengaktifan pembentukan cAMP. Bila
minum banyak menyebabkan plasma encer merangsang hipofisis posterior untuk
penurunan sekresi vasopresin dan selanjutnya reabsorbsi air fakultatif menurun
akibatnya urin encer (osmolalitas kurang dari 285 mOsm/L) dan volume urin
meningkat. Sebaliknya bila kurang minum/kehilanngan air, darah menjadi pekat,
osmolalitas meningkat,terjadi rangsangan osmoreseptor/hipofisa posterior menyebabkan
peningkatan sekresi ADH, akibatnya reabsobsi fakultatif meningkat serta volume urin
menurun dan Bj meningkat (pekat). Vasopresin konsentrasi tinggi dapat meningkatkan
tekanan darah terhadap pembuluh darah perifer. Vasopresin pada ginjal berfungsi efek
anti diuretik (ADH) hipofisis posterior, menahan cairan tubuh dengan cara
meningkatkan resorbsi air oleh ginjal, diduga mengatur tekanan osmotik, menyebabkan
kontraksi otot polos arteri, sehingga meningkatkan tekanan darah, diduga
mengembalikan tekanan darah normal setelah terjadinya pendarahan (Gartner & Hiatt
2001: 305)
3) Kelenjar adrenal
3. Hormon seks
Identic dengan yang dihasilkan oleh gonad (testis untuk pria, ovariumuntuk wanita).
Hormon seks adrenokorteks paling banyak dan penting secara fisiologis adalah
dehidroepiandrosteron, suatu hormone seks pria. Karena lipofilik, semua hormone
adrenokorteks diangkut dalam darah dalam keadaan terikat protein plasma. Kortisol
terutama terikat pada protein plasma yang spesifik untuknya, yaitu corticosteroid-
bindingglobulin (transkortin), sementara aldosterone dan dehidroepiandrosteron
umumnya terikat pada albumin.
4) Pancreas
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin.
Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim pencernaan melalui
duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Dia antara sel-sel eksokrin di
seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel endokrin yang dikenal
sebagai pulau (islets) Langerhans. Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel β
(beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel α (alfa) yang menghasilkan glukagon.
Sel D (delta), yang lebih jarang adalah tempat sintesis somatostatin (Sherwood L, 2009)
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah serta
mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke
darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh
sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida dan protein.
Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan mempengaruhi transpor nutrien darah
spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam
jalur-jalur metabolik tertentu (Sherwood L, 2009).
(1) Efek pada karbohidrat Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa
darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat:
(2) Efek insulin pada lemak Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam
lemak darah dan mendorong penyimpanan trigliserida (Sherwood L, 2009):
a) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan
lemak.
(3) Efek insulin pada protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan
meningkatkan sintesis protein melalui beberapa efek:
a) Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan
lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menyediakan bahan-
bahan untuk membentuk protein di dalam sel.
b) Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein oleh perangkat
pembentuk protein yang ada di sel.
c) Insulin menghambat penguraian protein. Hasil keseluruhan dari efek-efek ini adalah
efek anabolik protein. Karena itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal (Sherwood
L., 2009).
Tambahan :
Metabolisme tubuh yang meningkat merupakan salah satu factor penyebab penurunan berat
badan sesuai dengan skenario. Berikut merupakan patomekanisme dari beberapa hormon
terhadap meningkatnya laju metabolisme yang dapat menimbulkan penurunan berat badan.
Referensi :
4. Jelaskan hubungan antara penurunan berat badan dengan keluhan lain yang
menyertai!
Jawab :
Berat badan yang menurun bisa terjadi akibat adanya laju metabolik dalam tubuh yang
meningkat, akibatnya tubuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik yang ada dalam otot
untuk membentuk gula melalui proses glukoneogenesis. Karena terambil melalui otot secara
terus-menerus akan berdampak pada penurunan massa otot. Selain itu dengan adanya
peningkatan laju metabolik yang lama, dapat terjadi kelemahan otot akibat adanya gangguan
pada ekspresi gen MHC seperti halnya pada otot jantung. Dengan peningkatan laju metabolik,
maka suhu tubuh akan mengalami peningkatan yang kemudian dikompensasi oleh tubuh
dengan cara mengeluarkan keringat. Jadi hubungan antara BB menurun, mudah lelah dan
sering berkeringat tergantung dari laju metabolik dalam tubuh.
Tubuh memiliki sistem yang secara alami dapat mempertahankan suhu tubuh, yaitu
mekanisme keluarnya keringat. “Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik
tetap,hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk
mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan
pengeluaran keringat sehingga suhu kembali pada titik tetap” (Koplewich, 2005).
Kemudian dijelaskan pula oleh primana Ketika panas yangdihasilkan tubuh mulai
mengakibatkan peningkatan suhu yang terlalu tinggi, keringat akan menyerap panas
tersebut, sehingga suhu tubuh tetap stabil. Kecepatan keluarnya keringat akan semakin
tinggi seiring dengan meningkatnya durasi latihan, intensitas latihan dan juga secara tidak
langsung dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kelembapan, jenis latihan, dan juga jenis
pakaian yang gunakan.Banyak usaha tubuh untuk melakukan proses pendinginan tubuh,
salah satunya adalah berkeringat.
Primana, Dadang A. Kebutuhan air dan Elektrolit Pada Olahraga. Jakarta : Depkes dan
Kessos RI, 2000 ; 48
6. Bagaimana patomekanisme dari eksoftalmus!
Jawab :
a) Limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid
yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran
sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan
TSH-R antibody.
b) Sel-sel tiroid yang mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila
terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan
molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk
mempresentasikan antigen pada limfosit T.
d) Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi
sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan
tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin
yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita,
sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata.
Sumber : Farida, Siti. Sakti, Pandu Tridana. 2016. Jurnal Kedokteran Oftalmopati pada
Penyakit Graves.
2) Etiologi
3) Epidemologi
Peyakit Graves terjadi pada 0.5% populasi dan sebagian besar diderita
oleh wanita. Jika dibandingkan dengan penyebab hipertiroid lainnya, penyakit
Graves merupakan penyebab tersering dari hipertiroidisme, yaitu 70-80% dari kasus
hipertiroidisme.
4) Patofisiologi
Salah satu tanda yang ditemukan pada penyakit Graves adalah oftalmopati Graves,
terutama disebabkan oleh peranan sitokin yang mengakibatkan terjadinya perubahan
struktural pada jaringan otot mata, jenin kelamin perempuan kerap terkena penyakit
Graves daripada jenis kelamin laki laki
5) Manifestasi klinis
7) Anamnesis
8) Pemeriksaan Fisis
Gejala tolsisk pada pemeriksaan fisis dapat berupa: Retfaksi atau lag kelopak
mata, eksoftalmos, takikardi, fibrilasi atrial, ginekomastia, tremor, kulit yang hangat
dan lembap, kelemahan otot dan myopati proksimal.
SISTEM GEJALA
ORGAN
9) Pemeriksaan Penunjang
Terdapat tiga modelitas terapi penyakit Graves, yaitu obat antitiroid, tindakan
bedah, dan terapi radioiodin. Modelitas utama yang paling banyak digunakan adalah
obat antitiroid (OAT). OAT terdiri dari 2 golongan, yaitu golongan Tionamid
(Propiltiourasil [PTU]), dan golongan Imedazol (Metimazol, Tiamazol dan
Karbimazul).
Pemberian OAT untuk penyakit Graves sampai tercapai secara klinis eutiroid dan
dipertahankan selama 12 – 24 bulan sampai tercapai kondisi remisi. Relaps biasa
tercapai dalam 2 – 6 bulan setelah obat di hentikan. Apabila terjadi relaps, maka
dapat di pertimbangkan untuk diberikan OAT kembali (terapi bedah, terapi
radioiodin, ataupun terapi defenitif)
B. Addison Disease
1) Definisi
Penyakit Addison atau lebih dikenal dengan nama Addison’s Disease adalah suatu
hipofungsi dari adrenal yang timbul secara spontan dan berangsur-angsur, dimana
ketidakmemadaian adrenal, dapat menjadi penyakit yang mengancam jiwa. Penyakit
Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggunya fungsi dari kelenjar korteks
adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua bahan kimia penting (hormon)
biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol dan aldosteron (Liotta EA et all 2010).
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada
semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah
rendah dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka
dan tidak terbuka.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak kuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon–hormon korteks adrenal (Soediman,
1996). Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994). Penyakit Addison terjadi
bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan
kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325).
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997).
2) Etiologi
Penyakit Addison terjadi akibat kerusakan kelenjar adrenal secara progresif,
sedemikian rupa jika kerusakan mencapai 90% saat insufisiensi mulai timbul. Berbagai
etiologi dan keterkaitandengan penyakit lain meliputi sebagai berikut:
1. Penyakit granulomatik kronis, terutama tuberculosis (70% sampai 90% dari kasus),
tetapi bisa disebabkan pula histoplasmosis, coccidiomycosis, dan cryptococcosis.
2. Penyakit Addison atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks
adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon hormon
korteks adrenal atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan
penyebab pada 75% kasus penyakit addison.
3. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
4. Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang
menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang
mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan
sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul ® MSH
hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan
kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal
kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume. Penurunan
volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan volume
mengakibatkan hipotensi.
5. Pasien AIDS harus dicurigai insufisiensi adrenal, mengingat CMV sering
menginfeksi kelenjar adrenal (CMV necrotizing adrenalitis), dan juga keterlibatan
microba jenis mycobacterium avium intracellulare, Cryptococcus, dan Sarcoma
kaposi.
6. Obat obatan golongan rifampisin, phenytoin, ketoconazole, magesterole, dan opiate
dapat menyebabkan atau potensiasi terjadinya insufisiensi adrenal
7. Obat antokoagulan dapat menyebabkan perdarahan adrenal, dan infark adrenal, dan
pada pasien dalam hiperkoagulasi yang menerima obat antikoagulan misalnya pada
pasien dengan antiphospholipid syndrome.
3) Epidemiologi
4) Manifestasi klinik
Sesudah penyakit Addison terjadi, penderita biasanya merasa lemah, lelah, dan
pusing terutama jika berdiri sesudah duduk atau berbaring. Gejala penyakit Addison
mungkin berkembang secara perlahan – lahan dan tak kentara biasanya dalam waktu
beberapa bulan. Gejala umum dari penyakit Addison’s Disease, antara lain:
1. Kelemahan dan kelelahan pada otot
2. Penurunan nafsu makan yang menyebabkan hilangnya berat badan
3. Tekanan darah rendah dan gula darah rendah
4. Mudah marah
5. Depresi
6. Diare, mual, dan / atau muntah yang menyebabkan dehidrasi
7. Kehilangan kesadaran
8. Sementara, gejala yang khas atau spesifik dari penyakit Addison’s Disease
meliputi:
1. Keinginan mengonsumsi garam
2. Kulit gelap (hiperpigmentasi)
3. Sakit di kaki, punggung bawah, dan perut
Gejala penyakit Addison kadang dapat terjadi secara tiba tiba dan berat. Kondisi
ini disebut krisis addisonian atau insufisiensi adrenal akut. Biasanya terjadi jika tubuh
mengalami stress berat seperti pembedahan, cedera berat, atau infeksi hebat, gejala
gehala yang dapat terjadi pada Addisonian meliputi: rasa nyeri menusuk pada punggung
inferior, perut, atau kaki yang tiba tiba, muntah muntah dan diare hebat, dehidrasi,
hipotensi, hyperkalemia, dan hilangnya kesadaran. Jika krisis addisonian tidak ditangani,
maka dapat berakibat fatal.
Pada penyakit Addison, kelenjar hipofise menghasilkan banyak ACTH sebagai
usaha untuk merangsang pembentukan hormon oleh kelenjar adrenal. Namun ACTH juga
merangsang produksi melanin, sehingga pada kulit dan mukosa penderita sering
terbentuk hiperpigmentasi.
5) Diagnosis
C. Hipertiroid
a. Definisi (pengertian)
Hipertiroid adalah sebuah kondisi yang terjadi ketika fungsi kelenjar tiroid
menjadi tidak normal sehingga menyebabkan produksi dan pelepasan hormon tiroid
yang berlebihan. Keadaan hipertiroid dapat menyebabkan tiroktosikosis. Tiroktosikosis
ialah manifestasi klinik dari kelebihan hormone tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Sedangkan hipertiroid merupakan tiroktosikosis yang diakibatkan oleh hiperaktif dari
kelenjar tiroid. penyakit hipertiroid yang paling mudah dikenali ialah adanya struma
(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/
hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati meskipun
jarang.
b. Etiologi (penyebab)
Untuk penyebabnya dibagi menjadi 3 yaitu:
c. Patofisiologi
untuk memahami patofisiologi dari kondisi hipertiroid, harus dipahami terlabih
dahulu mengenai aksis hypothalamus-hipofisis anterior-tiroid. Hypothalamus akan
menghasilkan TRH (Tirotropin Realesing Hormone). TRH akan merangsang sel
tirotropin di hhipofisis anterior untuk menghasilkan TSH (Thyroid Stimulating
Hormone). TSH akan merangsang sel folikel di kelenjar tiroid untuk menghasilkan
hormon tiroid yang berupa triidotironin (T3), dan tetraidotironin atau tiroksin (T4).
Dalam hal ini tubuh memiliki sistem homeostasis yang baik dengan mekanisme
umpan balik negative. Hormone tiroid yang dilepaskan akan memberikan umpan balik
negative ke hypothalamus dan hipofisis anterior untuk mengurangi pelepasan TRH dan
TSH sehingga produksi tidak menjadi berlebihan di dalam darah. Apabila terdapat
abnormalitas pada aksis ini tentunya akan berdampak terhadap jumlah hormon yang
beredar dalam darah sehingga dapat terjadi abnormalitas kadar tiroid dalam darah, bisa
menurun atau meningkat.
Aktivasi dari hormone tiroid pada sel target akan menyababkan sintesis dari
protein baru yang akan berefek utamanya pada metabolisme sel sehingga terjadi
peningkatan Basal Merabolic Rate (BMR), dan juga berefek pada pertumbuhan,
perkembangan CNS, sistem CVS (tachycardia, tachypnea, peningkatan tekanan darah
(hipertensi)), dan efek pada sistem yang lain.
Oleh karena itu, pada kondisi hipertiroid dan thiroktosikosis dimana terjadi peningkatan
hormone tiroid dalam darah, maka akan terjadi peningkatan metabolism tubuh secara
signifikan yang ditandai dengan menjadi sering berkeringat meskipun tanpa melakukan
aktivitas yang berat, berat badan menurun, tachycardia, tachypnea. Kelenjar tiroid juga
dapat membesar dan terpalpasi saat dilakukan pemeriksaan fisik.
d. Gejala klinik
Gejala klinik yang biasa terjadi adalah Gejala klinis dari hipertiroid dipengaruhi
oleh banyak faktor, termasuk umur penderita, lamanya menderita hipertiroid dan
kepekaan organ terhadap kelebihan kadar hormon tiroid. Manifestasi klinis paling
sering dirasakan adalah penurunan berat badan padahal nafsu makan baik, kelelahan
atau kelemahan otot, tremor, gugup, berdebar-debar, keringat berlebihan, tidak tahan
panas, palpitasi dan pembesaran tiroid dan payah jantung. Gejala ini dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa tahun. Bahkan, kadang-kadang penderita juga tidak
menyadari penyakitnya.
e. Diagnosa
Diagnosa gambaran klinik hipertiroidi dapat ringan dengan keluhankeluhan yang
sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa
penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan
utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya nervositas, berdebardebar atau
kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 geiala yang
menonjol yaitu
Nervositas
Kelelahan atau kelemahan otot-otot
Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
Diare atau sering buang air besar
Intoleransi terhadap udara panas
Keringat berlebihan
Perubahan pola menstruasi
Tremor
Berdebar-debar
Penonjolan mata dan leher
Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid
tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan New Castle sangat membantu
menegakkan diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila basil
BMR > ± 30, sangat mungkin bahwa seseorang menderita hipertiroid.
Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon timid (thyroid
function test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free thyroxine index (FT41).
Adapun pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis yaitu
pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom,
pengukuran kadar TSH serum, test penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine
uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning) Khir mengemukakan
pendapatnya untuk menegakkan diagnosis PG, yakni : adanya riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit yang sama atau mempunyai penyakit yang berhubungan dengan
otoimun, di samping itu pada penderita didapatkan eksoftalmus atau miksedem
pretibial; kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan ntibodi tiroid.
f. Pemeriksaan fisik
Status lokalis :
Pada pemriksaan fisik nodul harus dideskripsikan :
Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, atau ithmus.
Ukuran : dalam sentimeter, diameter panjang.
Jumlah nodul : satu (uninodosa), atau lebih dari satu (multinodosa).
Konsistensinya : ksitik, lunak, kenyal, keras.
Nyeri : ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi.
Mobilitas : ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternocleidomastoidea.
Pembesar KGB di sekitar tiroid : ada atau tidak.
Efek samping minor dari terapi thionamide terlihat pada sekitar 5% dari
pasien, yaitu urtikaria atau ruam kulit berbentuk makula, arthralgia dan gangguan
gastrointestinal. Granulositopenia dan agranulositosis adalah salah satu efek
samping yang serius namun jarang terjadi, dan paling sering timbul pada 3 bulan
pertama setelah dilakukannya terapi obat anti-tiroid. Pengukuran sel darah putih
secara berkala, meskipun sangat bermanfaat untuk mendeteksi kenaikan jumlah
leukosit, namun tidak dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi agranulositosis
karena komplikasi tersebut berlangsung sangat cepat. Demam atau faringitis bisa
menjadi manifestasi awal dari perkembangan agranulositosis. Pemulihan akan
terjadi ketika obat antitiroid ini di stop ketika tanda pertama dari efek samping ini
muncul. Toksisitas pada hepar juga pernah dilaporkan setelah penggunaan
thionamide, secara khusus propiltiourasil. Methimazole dapat melewati plasenta
dan ditemukan pada ASI. Akan tetapi, jalur plasenta ini tidak bisa dilewati oleh
propiltiourasil, sehingga membuat obat ini menjadi pilihan bagi pasien yang akan
melahirkan.
b. Iodium (Larutan Kalium Iodium Pekat, Larutan Iodium - Kalium Iodida
[Larutan Lugol])
Iodium adalah terapi tertua yang pernah ada untuk mengatasi
hipertiroidisme, menjadi salah satu terapi yang efektif namun belum sepenuhnya
dimengerti. Respon pasien hipertiroidisme terhadap iodium bersifat akut dan sering
kali dapat terlihat setelah 24 jam, menekankan bahwa pengeluaran hormon ke
sirkulasi sangat cepat untuk di interupsi. Efek klinis yang paling penting dari
pemberian iodium dosis tinggi adalah Inhibisi pengeluaran hormon tiroid. Ini dapat
tercerminkan dari kemampuan iodium untuk melawan kemampuan TSH dan
adenosine monofosfat siklik (cAMP) untuk menstimulasi pengeluaran hormon.
Iodium sangat berguna untuk mengobati hipertiroidisme, sebelum dilakukannya
tiroidektomi elektif. Kombinasi antara kalium iodide oral dan propranololmemang
menjadi salah satu yang di rekomendasikan. Vaskularitas dari kelenjar tiroid akan
menurun akibat terapi iodium. Terapi kronik dengan menggunakan iodium,
seringkali dikaitkan dengan kembalinya aktivitas berlebih dari kelenjar tiroid yang
sebelumnya telah ditekan.
Reaksi alergi dapat juga dapat menyertai terapi iodium atau bentukan
organic lainnya yang mengandung iodium. Angioedema dan edema laring bisa
menjadi salah satu efek yang mengancam nyawa.
c. Iodium Radioaktif
Radioiodium umumnya diberikan sebagai terapi pilihan dari
hipertiroidisme yang diakibatkan oleh penyakit Graves. Banyak klinisi memberikan
terapi iodium radioaktif kepada pasien setelah kondisi eutiroid tercapai dengan
thionamides. Diantara isotop radioaktif dari Iodium, 131I adalah yang paling sering
diberikan. Isotop ini akan secara cepat dan efisien diserap oleh kelenjar tiroid, dan
pancaran yang bersifat destruktif sinar β selanjutnya akan bekerja secara khusus
pada jaringan-jaringan ini, dengan sedikit atau tanpa terjadi kerusakan pada
jaringan sekitar. Kelenjar tiroid mampu dihancurkan secara utuh oleh 131I dalam
kurun waktu 6-18 minggu. Hipotiroidisme memang akan terjadi pada sekitar 10%
pasien yang menjalani terapi dalam 1 tahun pertama setelah 131I diberikan, dan
akan meningkat sekitar 2-3% per tahun setelahnya. Oleh sebab itu, hipotiroid
iatrogenic haruslah di pertimbangkan sebelum operasi pada pasien yang pernah
mendapat terapi 131I.
Hipertiroidisme di terapi dengan pemberian 131I secara oral, dan akan
menimbulkan gejala berupa penurunan aktivitas kelenjar tiroid berlebih dalam
waktu 2-3 bulan. Setengah hingga dua pertiga dari pasien sembuh dengan
pemberian isotop dosis tunggal, dan sisanya membutuhkan tambahan 1-2 dosis.
Penggunaan 131I tidak boleh diberikan selama kehamilan karena kelenjar tiroid
janin dapat mengkonsentrasikan isotopnya. Sebagian besar kanker tiroid, kecuali
kanker folikuler, hanya dapat mengakumulasikan sedikit dari iodium radioaktif.
Sebagai hasilnya, efektivitas terapi dengan 131I pada pasien kanker tiroid bersifat
sempit/terbatas.
i. Prognosis
remisi : 34-46 %, rekurensi terjadi berbulan sampai dengan tahun sesudah hormone
tiroid berhenti
D. Diabetes Melitus
1) Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan sutu penyakit metabolic dengan karakteristik
hyperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
2) Factor Penyebab
DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah
menderita dibetes tipe 2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius.
Diabetes tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah
akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga (Riskesdas,
2007).
5) Gejala Klinis
a) Polidipsi, poliuri, polifagi
b) Penurunan berat badan yang tidak dikatehui penyebabnya
c) Lemas
d) Kesemutan
e) Luka yang sulit sembuh
f) Penglihatan kabur
g) Kulit kering
6) Diagnosis DM
Kriteria Diagnosis DM
Dinyatakan DM apabila terdapat :
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) ≥ 200 mg/dl, ditambah dengan gejala
klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) ≥ 126 mg/dl atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa 75
gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik.
Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnosis
kadar glukosa darah puasa.
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau esok
harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut dibawah ini
(Committe Report ADA-2006 ).
a. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
b. Obesitas BB ( kg ) > 110% BB ideal atau IMT > 25 ( kg/m2 )
c. Tekanan darah tinggi ( > 140/90 mmHg )
d. Riwayat DM dalam garis keturunan
e. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau abortus berulang
f. Riwayat DM pada kehamilan
g. Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl )
h. Pernah TGT ( Toleransi Glukosa Terganggu ) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT )