Anda di halaman 1dari 20

Penuntun Praktikum

SISTEM
MUSKULOSKELETA
L

BAGIAN PATOLOGI
KLINIK FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU
OLEO
2021
ANTI STREPTOLISIN O (ASTO)

Tes Anti Streptolisin O adalah suatu pemeriksaan laboratorium untuk


menentukan kadar Anti streptolisin O secara kualitatif /semi kuantitatif. Anti-
streptolisin O (ASTO) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering
digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80%
penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan
titer ASTO ini.
Streptolisin O adalah suatu toksin yang terdiri protein dengan berat molekul
60.000 dalton dan aktif dalam suasana aerob. Toksin ini dapat mempengaruhi
banyak tipe sel seperti neutrofil, trombosit, dsb. yang dapat menyebabkan respon
imun. Toksin ini menyebabkan dibentuknya zat anti streptolisin O (ASTO) dalam
darah jika titernya meningkat, maka dapat berarti bahwa baru terjadi infeksi
Streptococcus yang telah lama dengan kadar yang tinggi. Penetapan ASTO umumnya
hanya memberi petunjuk bahwa telah terjadi infeksi oleh Streptococcus. Streptolisin
O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat
tersebut.
Ada dua prinsip dasar penentuan ASTO, yaitu:
1. Netralisasi / penghambat hemolysis.
Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah, akan tetapi
bila Streptolisin O tersebut dicampur lebih dahulu dengan serum penderita
yang mengandung cukup anti-Streptolisin O sebelum di tambahkan pada sel
darah merah, maka Streptolisin O tersebut akan dinetralkan oleh ASTO
sehingga tidak dapat menimbulkan hemolisis lagi.

Patologi Klinik – 1
Muskuloskeletal
2. Aglutinasi pasif
Streptolisin O merupakan antigen yang larut, agar dapat menyebabkan
aglutinasi dengan ASTO, maka Streptolisin O perlu disalutkan pada
partikel-partikel tertentu. Partikel yang sering dipakai yaitu partikel lateks.
Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200
IU/ml ASO) ditambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan
Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASTO). Bila dalam serum penderita
terdapat ASTO lebih dari 200 IU/ml, maka sisa ASTO yang tidak terikat oleh
Streptolisin O akan menyebabkan aglutinasi dari streptolisin O yang
disalurkan pada partikel – partikel latex . Bila kadar ASTO dalam serum
penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASTO bebas yang
dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel – partikel
latex. Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik ,
sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes
aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi
ASTO dengan titer di atas 200 IU/ml.

PRA ANALITIK

A. Metode
Aglunitasi Latex

B. Prinsip
Serum tes direaksikan dengan partikel latex yang dilapisi antigen O,
sehingga bila ada antibodi streptolosin O (ASTO) pada serum maka akan terjadi
aglutinasi. Jika pada sampel ditemukan Ab ASTO dengan penambahan reagen
lateks yang mengandung Ag streptolisin, maka Ab ASTO akan berikatan dengan
antigen streptolisin yang menyelubungi partikel lateks. Gabungan ikatan
kompleks Ag-Ab ini akan nampak sebagai

Patologi Klinik – 2
Muskuloskeletal
aglutinasi. Lateks berguna untuk membantu melihat ada aglutinasi yang
mikropartikuler.

C. Persiapan Pasien
- Tidak ada persiapan khusus
- Sampel tidak hemolisis, lipemik, ikterik

D. Sampel/Serum
Pengumpulan dan penyimpanan sampel:
- Darah vena 3-5 ml tanpa antikoagulan
- Pisahkan serum, dapat disimpan pada suhu 2-80 C stabil sampai 2 hari

E. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Aplikator 1. Serum
2. Pipet (20µl, 100µl) 2. Reagen lateks
3. Tes slide, plastik slide 3. Kontrol positif
4. Rotator mekanik 4. Kontrol negatif
5. Tabung reaksi 5. Larutan NaCl 0,9%

ANALITIK
Cara Kerja
A. Metode Kualitatif
1. Reagen dan sampel disimpan pada suhu ruangan
2. Teteskan 40µl serum di atas slide tes

Patologi Klinik – 3
Muskuloskeletal
3. Kocok reagen latex dan tambahkan satu tetes di atas serum tadi
4. Aduk dengan aplikator
5. Homogenkan larutan dengan menggoyang slide tes dengan hati-hati
6. Observasi adanya aglutinasi dalam waktu 3 menit

B. Metode Semi Kuantitatif


1. Siapkan tabung reaksi 5 buah
2. Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi 100µl NaCl
3. Tambahkan pada tabung I 100 µl sampel lalu aduk (pengenceran ½)
4. Pindahkan dari tabung I ke tabung II 100µl (pengenceran ¼)
5. Buat pengenceran sampai 1/32
6. Kemudian masing-masing ditambahkan reagen latex, observasi dimana
terjadi aglutinasi.

Patologi Klinik – 4
Muskuloskeletal
Tabung I II III IV V

Pengenceran ½ ¼ 1/8 1/16 1/32

Sampel 100 µl - - - -

NaCl 0,9% 100 µl 100 µl` 100 µl 100 µl 100 µl

Pindahkan sampel  100 µl 100 µl 100 µl 100 µl

Kadar anti streptolisin O dapat dihitung sebagai berikut :

Titer Asto = Pengenceran tertinggi yang positif x 200 IU/ml

HASIL 1. Kualitatif  ada aglutinasi : (+)


tidak ada aglutinasi : (-)
2. Semikuantitatif  Kadar ASTO = Tabung terakhir yang ada
aglutinasi x 200 IU/ml
PASKA ANALITIK

INTERPRETASI
ada aglutinasi : >200 IU/ml
tidak ada aglutinasi : <200 IU/ml
Positif : infeksi akut streptococcus
Positif palsu : RA, scarlet fever, tonsilitis

SENSITIFITAS/SPESIFISITAS : 98%/97%

Patologi Klinik – 5
Muskuloskeletal
RHEUMATOID FACTOR (RF)
Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang
bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum,
maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui
pasti, walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG
memegang peranan yang penting pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA)
dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif. Sebagian besar RF adalah IgM,
tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA. RF positif ditemukan pada 80% penderita
rematik artritis. Kadar RF yang sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk
dengan kelainan sendi yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik.
Immunoglobulin ini dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE,
scleroderma, dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah
dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga
dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun). Uji RF
tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap
positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu,
diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan.

PRA ANALITIK
A. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus

B. Persiapan Sampel
- Dapat menggunakan serum/plasma, hindari hemolisis dan lipemik
- Sampel dapat disimpan dalam refrigerator (2-80C) selama < 48 jam

Patologi Klinik – 6
Muskuloskeletal
C. Prinsip Tes
Bila dalam serum pasien mengandung Ab RF, maka Ab akan berikatan dengan
Ag (Human γ-globulin) yang menyelubungi partikel lateks. Gabungan ikatan
kompleks Ag-Ab akan nampak sebagai aglutinasi

D. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Aplikator 1. Serum
2. Pipet (20µl, 100µl) 2. Reagen lateks
3. Tes slide, plastik slide 3. Kontrol positif
4. Rotator mekanik 4. Kontrol negatif
5. Tabung reaksi 5. Larutan NaCl 0,9%

ANALITIK
Cara Kerja
A. Metode Kualitatif
1. Biarkan reagen dan serum pada temperatur ruang
2. Tempatkan satu tetes sampel (40µl) kedalam lingkaran slide (plat hitam)
3. Tambahkan satu tetes reagen latex disamping sampel
4. Campurkan secara merata sampel dan reagen latex dengan pengaduk
sampai batas lingkaran slide.
5. Campur reagen dan serum tersebut perlahan-lahan selama 3 menit.
6. Amati timbulnya agglutinasi

Patologi Klinik – 7
Muskuloskeletal
 campur  Homogenkan selama 3 menit

Lihat ada tidaknya


aglutinasi

B. Metode semikuantitatif
1. Siapkan tabung reaksi 5 buah
2. Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi 100µl NaCl
3. Tambahkan pada tabung I 100 µl sampel lalu aduk (pengenceran ½)
4. Pindahkan dari tabung I ke tabung II 100µl (pengenceran ¼)
5. Buat pengenceran sampai 1/32
6. Kemudian masing-masing ditambahkan reagen latex sebanyak 1 tetes,
observasi pada tabung yang ke berapa aglutinasi berakhir.
Sampel 
100 µl
Buang
100 µl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl

1/2 1/4 1/8 1/16 1/32

Saline 100 µl Saline 100 µl Saline 100 µl Saline 100 µl Saline 100 µl

Tabung I II III IV V
Pengenceran 1/2 1/4 1/8 1/16 1/32
Sampel 100 µl - - - -
NaCl 0,9% 100 µl 100 µl` 100 µl 100 µl 100 µl
Pindahkan
 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl
sampel

Patologi Klinik – 8
Muskuloskeletal
HASIL
1. Kualitatif  ada aglutinasi : (+)
tidak ada aglutinasi : (-)
2. Semikuantitatif  Kadar RF = Tabung terakhir yang ada aglutinasi x
8 IU/ml

PASKA
ANALITIK
INTERPRETAS
I
ada aglutinasi 8 IU/ml
tidak ada aglutinasi <8 IU/ml
POSITIF : pada RA

SENSITIFITAS/SPESIFISITAS : 100%/98,9%

Patologi Klinik – 9
Muskuloskeletal
C – REACTIVE PROTEIN (CRP)

Protein C-reactive (C-reactive protein, CRP) dibuat di hati dan


dikeluarkan ke dalam aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah
proses inflamasi akut dan destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72
jam. Seperti halnya uji laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR), CRP
merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP mendahului peningkatan LED
selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar normalnya.
Protein ini merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut
sebagai protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan- perubahan
dalam fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan
penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat
adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara,
radang usus, penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease, PID), penyakit
Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada kehamilan trimester
akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauteri dan pengaruh obat kontrasepsi oral.
Pemeriksaan Protein C-Reaktif seringkali dilakukan berulang-ulang untuk
mengevaluasi dan menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP
juga digunakan untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien
pasca bedah, transplantasi organ, atau luka bakar sebagai sistem deteksi dini untuk
kemungkinan infeksi.

PRA ANALITIK
A. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus

Patologi Klinik – 10
Muskuloskeletal
B. Persiapan sampel
Gunakan sampel segar yang telah disentrifus terlebih dahulu. Sampel tidak boleh
lipemik dan tidak boleh hemolisis

C. Prinsip Tes
Bila dalam serum pasien mengandung Ag CRP, maka akan berikatan dengan
Ab CRP yang menyelubungi partikel lateks. Gabungan ikatan kompleks Ag-Ab
akan nampak sebagai aglutinasi.

D. Alat dan Bahan


1. Pengaduk 4. Kontrol positif
2. Plat/slide 5. Kontrol negatif
3. Reagen latex CRP

ANALITI
K Cara
Kerja
A. Metode kualitatif
1. Reagen dan sampel disimpan pada suhu ruangan
2. Teteskan 40µl serum di atas slide tes
3. Kocok reagen latex dan tambahkan satu tetes di atas serum tadi
Patologi Klinik – 11
Muskuloskeletal
4. Aduk dengan aplikator
5. Homogenkan larutan dengan menggoyang slide tes dengan hati-hati
6. Observasi adanya aglutinasi dalam waktu 3 menit

 campur  Homogenkan selama 3 menit

Lihat ada tidaknya


aglutinasi

B. Metode semikuantitatif
1. Siapkan tabung reaksi 5 buah
2. Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi 100µl NaCl
3. Tambahkan pada tabung I 100 µl sampel lalu aduk (pengenceran ½)
4. Pindahkan dari tabung I ke tabung II 100µl (pengenceran ¼)
5. Buat pengenceran sampai 1/32
6. Kemudian masing-masing ditambahkan reagen latex sebanyak 1 tetes,
observasi pada tabung yang ke berapa aglutinasi berakhir.

Sampel 
100 µl
Buang
100 µl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl

1/2 1/4 1/8 1/16 1/32

Saline 100 µl Saline 100 µl Saline 100 µl Saline 100 µl Saline 100 µl

Patologi Klinik – 12
Muskuloskeletal
Dilution ½ ¼ 1/8 1/16 1/32
Sampel serum 100 µl - - - -
NaCl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl 100 µl
100 µl
100 µl
100 µl
100 µl
Volume sample 50 µl 50µl 50µl 50µl 50µl
6 x N of dilution 6x2 6x4 6x8 6x16 6x32
Mg/I.U/ml 12 24 48 96 192

HASIL
1. Kualitatif  ada aglutinasi : (+)
tidak ada aglutinasi : (-)
2. Semikuantitatif  Kadar CRP = Tabung terakhir yang ada aglutinasi x
6 mg/l
PASKA ANALITIK

INTERPRETASI
ada aglutinasi : >6 mg/l
tidak ada aglutinasi : <6 mg/l
POSITIF : pada penyakit inflamasi

SENSITIFITAS/SPESIFISITAS : 95%/96%

Patologi Klinik – 13
Muskuloskeletal
LUPUS ERITEMATOSUS (Sel LE)
Pada lupus eritematosus disseminata atau lupus eritematosus sistemik (SLE),
terdapat autoantibodi (faktor LE) dalam fraksi gamma globulin yang berpengaruh
terhadap lekosit yang telah rusak. Autoantibodi yang mengarah ke fenomena sel LE
mengikat histon pada inti sel. Lekosit itu berubah menjadi massa yang homogen dan
bulat yang kemudian difagosit oleh lekosit polymorfonuclear normal.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis lupus eritematosus sistemik
(SLE). Sekitar 50% sampai 75% dari pasien dengan lupus mempunyai tes positif.
Namun, beberapa pasien dengan rheumatoid arthritis, skleroderma, dan drug-induced
lupus erythematosus juga memiliki tes sel LE positif.
Sel LE tampak sebagai massa homogen yang difagosit oleh lekosit
polymorphonuclear. Sel LE sering tampak seperti kue tart, sehingga juga
disebut sel tart. Massa homogen yang dikelilingi oleh banyak sel lekosit
polymorphonuclear dikenal dengan nama sel rosette; sel ini dianggap sebagai sel LE
yang belum sempurna atau sel pre-LE. Pembentukan sel LE berlaku in vitro saja
karena memerlukan adanya sel-sel lekosit yang rusak. Teknik membuat sediaan
sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium. Adanya sel LE merupakan bukti
adanya autoantibodi atau faktor LE. Tidak menemukan sel LE bukan berarti tidak
adanya penyakit SLE pada pasien yang bersangkutan.

PRA ANALITIK
A. Persiapan Penderita
- Sebaiknya sebelum pemeriksaan sel LE dilakukan, penderita tidak
mendapatkan pengobatan kortikosteroid seminggu sebelum pemeriksaan.
- Riwayat minum obat perlu diperhatikan

Patologi Klinik – 14
Muskuloskeletal
B. Prinsip
Sampel darah dipanaskan dalam penangas air 370C. Sampel yang telah
membeku digerus dalam saringan kawat. Filtratnya ditampung dalam tabung
sentrifus/tabung Wintrobe. Setelah sentrifusi akan diperoleh lapisan lekosit yang
terbentuk di atas lapisan sel darah merah yang telah dimampatkan. Lapisan
lekosit diambil untuk dibuat sediaan hapus, dicat dengan pewarnaan
Giemsa kemudian dilihat dengan mikroskop.

C. Alat dan Bahan


Alat
1. Tabung reaksi
2. Tabung Wintrobe
3. Pipet Pasteur
4. Sentrifuge
5. Lumpang
6. Mikroskop
7. Saringan kawat tembaga 30 kawat perinci
8. Objek gelas
9. Inkubator 370C

Bahan
1. Darah beku 8-10 ml
2. Methanol
3. Giemsa

Patologi Klinik – 15
Muskuloskeletal
ANALITIK
A. Cara Kerja
Cara Magath dan Winkie (modifikasi dari Zimmer dan Hargraves)
1. Ambillah darah vena 8-10 ml dan biarkan darah membeku dalam tabung
yang kering dan bersih.
2. Biarkan tabung selama 2 jam pada suhu 270C atau 30 menit dalam
incubator atau waterbath dengan suhu 370C
3. Pisahkan bekuan dari serum, kemudian bekuan tersebut disaring dan
digerus melalui saringan kawat tembaga.
4. Bahan yang melalui saringan itu dimasukkan kedalam tabung wintrobe dan
disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit.
5. Buanglah serum, ambillah dengan pipet Pasteur lapisan sel paling atas
(kebanyakan “buffy coat”) dan buatlah sediaan hapus.
6. Pulaslah sediaan hapus dengan Giemsa dan carilah sel LE, atau tart cell,
rosette dengan mikroskop.

HASIL
Dalam sediaan apus sel LE dapat dilihat :
1. Sel PMN yang didalam sitoplasmanya terdapat massa homogen (LE
body) berbentuk sferik dan berwarna ungu pucat. Walaupun LE body pada
dasarnya adalah inti, namun struktur inti sama sekali tidak terlihat.
2. Inti dari neutrofil yang memfagosit terdesak kesalah satu sisi, lobus inti
tampak terperangkap disekitar LE body.
3. Hasil positif (+) jika beberapa sel LE ditemukan hasil negatif (-) jika sel
LE tidak ditemukan.

Patologi Klinik – 16
Muskuloskeletal
PASCA
ANALITIK
Interpretasi
Hasil sel LE positif dapat menunjang diagnosis SLE, terutama bila didapatkan
bersama gejala klinik khas SLE. SLE positif dapat ditemukan pada AR, lupoid
hepatitis, reaksi obat dan penyakit kollagen lainnya. Tidak ditemukannya sel LE
bukan berarti tidak adanya SLE pada orang tersebut. Jika sel LE positif sebaiknya
dilanjutkan tes ANA, anti DNA atau anti Sm.

Pembuatan Sedian Apus


- Dengan tangan kanan letakkan kaca perata
disebelah kiri tetesan darah
- Gerakkan kaca perata ke kanan hingga
menyentuh tetesan darah.
- Biarkan darah menempel dan menyebar rata
dipinggir kaca perata
- Segera geserkan kaca tersebut ke kiri dengan
sudut 30-45. Jangan menekan kaca perata
tersebut ke bawah.

Sel
LE

Patologi Klinik – 17
Muskuloskeletal
KARTU KONTROL
PRAKTIKUM PATOLOGI
KLINIK
SISTEM
MUSKULOSKELETAL
Nama :………………………………………………
NIM :……………………………………………… Pembimbing Foto 3 x 4
:………………………………………………
Kelompok :………………………………………………

TANDATANGAN
HARI/TANGGAL TES PEMBIMBING
PRAKTIKUM LAPORAN

Kendari, 2021
Dosen Penanggung Jawab

dr. Irawaty, MKes, SpPK

Patologi Klinik – Muskuloskeletal


18

Anda mungkin juga menyukai