Anda di halaman 1dari 5

Nama: Nur Faizah

NIM: K1A1 19 058

TUBERKULOSIS (TB) PARU

A. PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama


menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb
paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk, bersin atau bicara. TBC disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium
Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita TBC kepada
individu lain yang rentan (Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini
adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam
atau sering disebut dengan BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus
ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang
bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan
(Ginanjar, 2010).

Kuman TBC paru menyebar kepada orang lain melalui transmisi atau aliran
udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif) ketika penderita batuk atau
bersin. TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila tidak mengkonsumsi obat
secara teratur hingga 6 bulan. TBC paru masih menjadi masalah kesehatan global.
WHO tahun 2017 melaporkan terdapat 1,3 juta kematian yang diakibatkan TBC paru
dan terdapat 300.000 kematian diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia
merupakan negara dengan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam kasus
TBC paru, ditunjukkan dari dua per tiga jumlah kasus TBC di dunia diduduki delapan
negara, diantaranya India 27%, Cina 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%, Pakistan 5%,
Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4% dan Afrika Selatan 3%. Prevalensi TBC
paru di Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah, diantaranya Sumatera 33%, Jawa
dan Bali 23%, dan Indonesia bagian timur 44%.
Klasifikasi tuberkulosis

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk


menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan
sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru

a. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2
pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen
dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+)
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas.
b. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TBC ekstra-paru ringan
Misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra-paru berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
c. Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita
yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali
lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3) Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
4) Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out) Adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
B. PEMBAHASAN
TBC paru termasuk penyakit yang paling banyak menyerang usia
produktif (15-49 tahun). Penderita TBC BTA positif dapat menularkan TBC pada
segala kelompok usia. Tahun 2017 di kota Semarang terdapat penderita TBC
semua tipe, pada kelompok usia bayi dan anak 24%, pada kelompok usia 15-44
tahun adalah 40% dan pada kelompok usia lebih dari 55 tahun adalah 22%.
Presentase TBC paru semua tipe pada orang berjenis kelamin laki-laki lebih
besar daripada orang berjenis kelamin perempuan dikarenakan laki-laki kurang
memperhatikan pemeliharaan kesehatan diri sendiri serta laki-laki sering kontak
dengan faktor risiko dibandingkan dengan perempuan.
Penyakit Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit yang sangat
mempengaruhi kehidupan individu. Dampak Tuberkulosis paru antara lain:
a. Terhadap individu
1) Dimensi biologis
Adanya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak
napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat
pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi.
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk
yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya
tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang
muncul adalah:
a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang
/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
batuk purulent (menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
d. Nyeri dada, jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.
2) Dimensi psikologis
Biasanya pasien mudah tersinggung, marah, putus asa oleh karena batuk
yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang
menyenangkan.
3) Dimensi sosiologis
Adanya perasaan rendah diri oleh karena malu dengan keadaan
penyakitnya sehingga klien selalu mengisolasi dirinya.
b. Terhadap keluarga
1) Dimensi biologis
Terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurang
pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta kurang
pengetahuan penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan
penularan penyakit. Selain itu, dapat menyebabkan produktifitas menurun.
Terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai
pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup
sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan.
2) Dimensi psikologis
Peran keluarga akan berubah dan diganti oleh keluarga yang lain. Selain
berdampak pada individu juga berdampak pada keluarga penderita, yaitu
dampak psikologis berupa kecemasan, penurunan dukungan dan
kepercayaan diri yang rendah.
3) Dimensi sosial
Keluarga merasa malu dan mengisolasi diri karena sebagian besar
masyarakat belum tahu pasti tentang penyakit TB Paru.
C. KESIMPULAN
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit yang menyerang parenkim paru
yang dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk, bersin atau bicara. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan salah satu
penyakit yang sangat mempengaruhi kehidupan individu. Dampak Tuberkulosis
paru baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat memiliki pengaruh yang
sangat besar baik dari dimensi biologis, psikologis maupun sosiologis. Ketiga
dimensi tersebut saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain. Perubahan-
perubahan fungsi tubuh sebagai organisme biologis seperti kelemahan fisik
secara umum, batuk, sesak napas, dan gejala lainnya yang terjadi dapat
memberikan ketidak stabilan psikologi dimana pasien mudah tersinggung, marah,
putus asa oleh karena batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari
yang kurang menyenangkan yang juga berdampak langsung terhadap
kemampuan sosiologis dimana individu tersebut merasa rendah diri karena malu
dengan keadaan penyakitnya. Oleh karena itu, untuk membantu proses
pengobatan diperlukannya dukungan sosial yang diberikan kepada pasien baik
dari pihak keluarga, teman, kerabat maupun paramedis.

Anda mungkin juga menyukai