Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

TUBERCULOSIS PARU

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
NADIRA SABRINA MUFTI
2107501010007

Pembimbing:
dr. Sri Dianova, Sp.P(K)

BAGIAN/ SMF PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang berjudul
“Tuberculosis Paru”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh. Ucapan terimakasih dan
penghargaan penulis sampaikan kepada ”dr. Sri Dianova, Sp.P(K)” yang telah
bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah
memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang
kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan
ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada khususnya. Semoga
Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................... 3
2.1 Identitas Pasien ................................................................. 3
2.2. Anamnesis ........................................................................ 3
2.3. Pemeriksaan Fisik ............................................................. 4
2.4. Pemeriksaan Penunjang .................................................... 7
2.5. Diagnosis .......................................................................... 9
2.6. Tatalaksana ....................................................................... 9
2.7. Prognosis .......................................................................... 9
2.8. Follow Up Harian ............................................................. 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 13
3.1. Definisi Tuberculosis ........................................................ 13
3.2. Etiologi ............................................................................. 13
3.3. Klasifikasi ........................................................................ 13
3.4. Epidemiologi .................................................................... 15
3.5. Patogenesis ....................................................................... 15
3.6. Faktor Risiko .................................................................... 17
3.7. Diagnosis .......................................................................... 18
3.8. Tatalaksana ....................................................................... 19
3.9. Pencegahan ....................................................................... 21
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................... 22
BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:
M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, dan M. leprae yang juga dikenal sebagai
basil tahan asam (BTA). Secara global, pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus
insiden TB yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, Cina, Filipina, dan Pakistan.1
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, prevalensi penduduk Indonesia yang
didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan adalah 0,4%, tidak berbeda dengan tahun
2013 yaitu 0,4%. Provinsi dengan prevalensi TB Paru tertinggi terdapat pada Provinsi
Banten (0,8%), Papua (0,8%), Jawa Barat (0,6%) dan Aceh (0,5%). 2 Pada tahun
1993, World Health Organization (WHO) telah menetapkan TB sebaagai global
emergency.
Obat yang digunakan pada pengobatan tuberkulosis adalah antibiotik yang
disebut obat anti tuberkulosis (OAT). Obat anti tuberkulosis merupakan kombinasi
dari beberapa jenis antibiotik, yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
Muncul dan menyebarnya kasus TB yang resistan terhadap berbagai jenis obat
(Tuberculosis Multi Drug Resistant - TB-MDR) adalah ancaman baru terhadap
kestabilan pengendalian TB global. Prevalensi TB-MDR meningkat di seluruh dunia
baik di antara kasus TB baru maupun yang telah diobati sebelumnya. Memahami
dasar resistensi molekuler dapat menjadi jalan dalam pengembangan diagnosis kasus
resistensi obat, seperti rifampisin yang merupakan komponen obat untuk mengobati
TB.3
Tes cepat molekuler (TCM) merupakan metode yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis TB secara cepat berdasarkan pemeriksaan molekuler menggunakan
metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan gen target gen
rpoB pada Mycobacterium tuberculosis.4 Primer PCR yang digunakan mampu
mengamplifikasi sekitar 81 bp daerah inti gen rpoB MTB kompleks, sedangkan probe

1
2

dirancang untuk membedakan sekuen wild type dan mutasi pada daerah inti yang
berhubungan dengan resistansi terhadap rifampisin.5
World Health Organization sejak tahun 2010 telah menyarankan penggunaan
TCM sebagai uji diagnostik awal pada pasien HIV tersangka TB paru dan pasien TB
paru dengan dugaan resistensi terhadap rifampisin. Kelebihan TCM diantaranya
adalah tidak membutuhkan sumber daya manusia yang banyak dan dapat memberikan
diagnosis TB yang akurat sekaligus mendeteksi resistensi rifampisin hanya dalam
waktu singkat.6
Pada tahun 2014-2015, mesin TCM telah didistribusikan di 59 kabupaten/kota
di Indonesia. Pada akhir Desember 2016, mesin TCM telah terdistribusi dan terinstal
di 143 fasilitas kesehatan di Indonesia, termasuk di beberapa puskesmas. Sampai
akhir 2017, mesin TCM atau Gene Xpert Mycobacterium tuberculosis Rifampicin
(MTB/RIF) didistribusikan sampai mencapai 600 fasilitas kesehatan.2 Pemanfaatan
TCM saat ini ditujukan untuk diagnosis terduga TB resisten obat, TB-HIV, dan akan
dikembangkan untuk diagnosis TB baru pada anak, TB- Diabetes Melitus, TB ekstra
paru, serta diagnosis pada terduga TB hasil BTA negatif.6
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Amirullah Abdurrani
Umur : 63 tahun 9 bulan 7 hari
Alamat : Dusun Tgk. Chik, Lamtimpeung, Darussalam, Aceh
Besar, Aceh
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Status : Kawin
Nomor RM : 0-76-04-24
Tanggal Masuk : 16 November 2021

2.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Batuk

Keluhan Tambahan : Nyeri dada, nafsu makan menurun, demam,


penurunan berat badan, mudah lelah, sulit menelan disangkal, tidak ada keluhan
mual, muntah, nyeri sendi atau ekstremitas. BAK (+) dan BAB (+) normal.

Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk berdahak dalam 3 bulan ini, namun


memberat dalam 1 minggu terakhir, batuk sepanjang hari hilang-timbul, dahak kental
berwarna putih. Nyeri dada mulai timbul semenjak 1 minggu yang lalu, memberat
ketika pasien batuk, nyeri tidak dapat ditunjuk dan tidak menjalar. Pasien
mengeluhkan demam naik-turun selama 1 minggu terakhir serta terdapat penurunan
berat bedan sebanyak 11 kg selama 3 bulan terakhir. Pasien tidak nafsu makan dan
juga merasa mudah lelah. Keringat malam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat didiagnosis TBC 6 bulan

3
4

yang lalu, riwayat asma dan PPOK disangkal. Tidak memiliki riwayat hipertensi,
penyakit jantung, dan DM.

Riwayat Penggunaan Obat : Pernah mengonsumsi OAT namun berhenti


semenjak 3 bulan yang lalu karena pasien merasa tidak sanggup meminum obat
jangka panjang. Tidak ada riwayat pemakaian obat inhaler dan obat rutin lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit TBC, hipertensi, penyakit


jantung, dan DM disangkal.

Riwayat Sosial : Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP


sampai 3 bulan yang lalu, merokok sebanyak 1 bungkus sehari. Pasien dulu bekerja
sebagai supir mobil antarprovinsi.

2.3. Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Saturasi Oksigen : 98 %
Suhu : 36,7 oC

Status Generalisata
 Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)
 Kepala : Rambut hitam disertai uban, distribusi tidak merata, sukar dicabut
 Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
 Mata : Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
5

 Telinga : Kesan normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)


 Hidung : Sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), T1-T1,
higienitas cukup
 Leher : Retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB axila (-), retroauricula
(-), suprasternal (-)
 Thorak Anterior

Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : Simetris
Dinamis : Simetris, pernapasan abdominothoracal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Fremitus taktil : normal Fremitus taktil : normal
Atas

Tengah Fremitus taktil : normal Fremitus taktil : normal

Bawah Fremitus taktil : normal Fremitus taktil : normal

Perkusi Sonor, sonor, sonor Sonor, sonor, sonor

Auskultasi Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),


Atas wheezing (-) wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Tengah
wheezing (-) wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Bawah
wheezing (-) wheezing (-)
6

 Thoraks Posterior

Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : Simetris
Dinamis : Simetris,pernapasan abdominothoracal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Fremitus taktil : normal Fremitus taktil : normal
Atas
Tengah
Fremitus taktil : normal Fremitus taktil : normal

Bawah Fremitus taktil : normal Fremitus taktil : normal

Perkusi Sonor, sonor, sonor Sonor, sonor, sonor

Auskultasi Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),


Atas wheezing (-) wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Tengah
wheezing (-) wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (-),
Bawah
wheezing (-) wheezing (-)

 Jantung : Ictus cordis tidak terlihat, BJ I > BJ II di apeks, reguler (+),


bising (-)
 Abdomen : Peristaltik dalam batas normal, spleen dan hepar tidak
teraba, nyeri tekan (-)
 Genitalia : Tidak diperiksa
 Anus : Tidak diperiksa
7

 Ekstremitas
Superior Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Clubbing Finger - - - -
Sianosis - - - -
Edema - - - -

2.4. Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium Darah
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 16-11-2021
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah
NILAI
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
Hemoglobin 9,1 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 27 45-55 %
Eritrosit 3,7 4,7-6,1 106/mm3
Leukosit 10,2 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 456 150-450 103/mm3
MCV 74 80-100 fL
MCH 25 27-31 Pg
MCHC 33 32-36 %
RDW 14,1 11,5-14,5 %
MPV 8,1 7,2-11,1 fL
PDW
Hitung Jenis:
 Eosinofil 1 0-6 %
 Basofil 0 0-2 %
 Netrofil Batang 0 2-6 %
 Netrofil Segmen 75 50-70 %
 Limfosit 14 20-40 %
 Monosit 10 2-8 %
KIMIA KLINIK
HATI & EMPEDU
AST/SGOT 16 < 35 U/L
ALT/SGPT 18 < 45 U/L
8

DIABETES
GDS 120 < 200 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 23 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 0,80 0,67 – 1,17 mg/dL
ELEKTROLIT – Serum
Natrium (Na) 133 132 – 146 mmol/L
Kalium (K) 4,90 3,7 – 5,4 mmol/L

b) Foto Thorax (16 November 2021)


Foto dilengkapi dengan
identitas pasien berupa nama dan
tanggal pemeriksaan. Terdapat marker
R yang menandakan sisi kanan tubuh
pasien. Foto simetris ditandai dengan
ujung medial clavicula sama jaraknya
dengan garis tengah tubuh. Foto
hyperexposure ditandai dengan corpus
vertebra terlihat jelas hingga ke bagian
lumbal. Foto dibuat dalam keadaan
pasien inspirasi penuh ditandai dengan
midpoint hemidiafragma kanan berada
di antara ujung anterior costa 7. Foto
dibuat dalam posisi PA ditandai dengan
scapula yang terlempar keluar.
 Keadaan tulang : Deformitas (-), destruksi (-)
 Jaringan lunak : Swelling (-), udara (-)
 Trakea : Terlihat (+), deviasi (-)
 ICS kiri dan kanan : Sejajar (+), penyempitan (-), pelebaran (-)
 Jantung : Dalam batas normal
 Aorta : Melebar (-), kalsifikasi (-)
9

 Sinus costophrenicus : Tajam


 Diafragma : Bentuk kubah
 Jaringan pulmo : Terdapat gambaran infiltrat dan kavitas pada apeks
paru kanan dan kiri
Kesimpulan : Kesan lesi tuberculosis paru aktif.

2.5. Diagnosis
1. Suspek Tuberculosis Paru
2. Suspek Pneumonia komunitas
3. Dyspepsia
4. Anemia ringan
5. Low intake

2.6. Tatalaksana
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
- Omeprazole 40 mg/24 jam IV
- Resfar 8-8-9 drip
- Paracetamol 1 gr/8 jam drip
- Curcuma 1 tab/8 jam PO
- SF 1 tab/ 24 jam PO
- Asam folat 1 tab/24 jam PO
- Pro TB 4 FDC 3 tab/24 jam PO

2.7. Prognosis
- Quo et Vitam : dubia et bonam
- Quo et Functional : dubia et bonam
- Quo et Sanactionam : dubia et bonam
10

2.8. Follow Up Harian


Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
16/11/2021 S/ Batuk dan nyeri dada Th/
Hari rawatan O/ - IVFD RL 10 gH/i
ke-1 Kes: Kompos mentis - Ceftriaxone 1 gr/12 jam
TD : 122/71 mmHg IV
HR : 110x/menit - Omeprazole 40 mg/24
RR : 24x/menit jam IV
T : 36,6oC - Resfar 8-8-9 drip
SpO2 : 96% dengan NRM - Paracetamol 1 gr/8 jam
PF Paru drip
I : simetris, statis dinamis P/
P : SF kanan = SF kiri - Lab: DR, KGDS, ur/cr, SGO
P : sonor/sonor T/SGPT, elektrolit
A : Ves (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-) - Foto thorax
Ass/ - EKG
1. Suspek TB Paru - Genexpert
2. Suspek Pneumonia - Kultur sputum Mo gram K/R
Komunitas
3. Dyspepsia
4. Anemia ringan
5. Low intake
17/11/2021 S/ Batuk berdahak + Th/
Hari rawatan O/ - Lanjutkan pengobatan
ke-2 Kes: Kompos mentis sebelumnya
TD : 120/50 mmHg - Curcuma 1 tab/8 jam PO
HR : 85x/menit - SF 1 tab/ 24 jam PO
RR : 20x/menit - Asam folat 1 tab/24 jam PO
T : 36,8oC
SpO2 : 100% room air P/
PF Paru - Evaluasi keluhan umum dan
I : simetris, statis dinamis saturasi
P : SF kanan = SF kiri - Cek lab lengkap (susul hasil)
P : sonor/sonor - Foto thorax (susul hasil)
A : Ves (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-) - EKG
Ass/ - Genexpert
11

1. Suspek TB Paru - Kultur sputum Mo gram K/R


2. Suspek Pneumonia
Komunitas
3. Dyspepsia
4. Anemia ringan
5. Low intake
18/11/2021 S/ Batuk berdahak + Th/
Hari rawatan O/ - Mulai OAT Kat I: TB 4 FDC
ke-3 Kes: Kompos mentis 1x3 tab
TD : 130/80 mmHg P/
HR : 79x/menit - Evaluasi keluhan umum dan
RR : 20x/menit saturasi
o
T : 36,0 C - Cek DR fungsi hati (SGOT,
SpO2 : 99% room air SGPT, bilirubin total direct
PF Paru indirect), elektrolit, ur/cr
I : simetris, statis dinamis - Genexpert 17-11-2021:
P : SF kanan = SF kiri MTB detected high
P : sonor/sonor Rif resistence not detected
A : Ves (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-) - Cek LPA, BTA, uji kepekaan
Ass/ - Evaluasi efek samping OAT
1. TB Paru kasus
terkonfirmasi
bakteriologis on OAT
Kat I fase intensif H1
2. Anemia sedang
3. Dyspepsia
4. Low intake

19/11/2021 S/ Batuk berdahak + Th/


Hari rawatan O/ - Lanjutkan pengobatan
ke-4 Kes: Kompos mentis sebelumnya
TD : 110/70 mmHg P/
HR : 82x/menit - Evaluasi keluhan umum dan
RR : 20x/menit saturasi
T : 36,5oC - Evaluasi efek samping OAT
SpO2 : 98% room air
PF Paru
I : simetris, statis dinamis
P : SF kanan = SF kiri
12

P : sonor/sonor
A : Ves (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-)
Ass/
1. TB Parus kasus putus
obat terkonfirmasi
bakteriologis on OAT
Kat I fase intensif H2
2. Anemia sedang
3. Dyspepsia
4. Low intake
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Tuberculosis


Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis yaitu kuman aerob yang mampu bertahan hidup di paru-
paru dan berbagai organ tubuh lainnya serta memiliki tekanan parsial oksigen yang
tinggi dan bersifat menular.7 Kuman ini berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan berkapsul dengan ukuran lebar 0,3 – 0,6 µm dan
panjang 1 – 4 µm.5 M. tuberculosis bersifat tahan asam dan mampu bertahan pada
suhu rendah dan mampu bertahan hidup untuk jangka waktu lama pada suhu 4 OC
hingga -70OC. Infeksi timbul jika seseorang menghisap udara yang terdapat percikan
dahak yang dapat berisiko menginfeksi.8 Sekali batuk, penderita TB menimbulkan
3000 percikan dahak yang menjadi sumber penularan TB BTA positif.

3.2. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri berbentuk batang dan bersifat tahan
asam pada proses pewarnaan yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis
sehingga bakteri ini disebut dengan Basil Tahan Asam (BTA). 5 Basil ini dapat
bertahan hidup pada lokasi yang lembab serta tertidur selama beberapa tahun jika
berada di jaringan tubuh. Bakteri ini tidak memiliki spora sehingga dapat
dimusnahkan melalui proses pemanasan, pancaran sinar ultraviolet dan juga pancaran
sinar matahari.

3.3. Klasifikasi
Kasus TB dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok. Ada pun
pembagiannya secara umum adalah:
a. Pasien TB terkonfirmasi bakteriologis
Merupakan kasus TB yang ditemukan bukti infeksi kuman MTB pada
pemeriksaan bakteriologis.2 Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah:

13
14

- Pasien TB paru dengan BTA positif


- Pasien TB paru hasil biakan MTB positif
- Pasien TB paru hasil tes cepat MTB positif
- Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena
- TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis
b. Pasien TB terdiagnosis secara klinis
Yaitu pasien TB yang mendapatkan hasil negatif pada tes bakteriologisnya
namun berdasarkan bukti lain yang kuat tetap didiagnosis dan ditatalaksana sebagai
TB oleh dokter yang merawat.2 Termasuk dalam kategori ini adalah:
- Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB
- Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
diberikan antibiotika non OAT dan mempunyai faktor risiko TB
- Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa terkonfirmasi bakteriologis
- TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring
Tidak hanya berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis, terdapat beberapa
penggolongan kasus TB yang lain dengan tujuan untuk mempermudah
penatalaksanaan dan pencatatan data.2 Berikut adalah klasifikasi tersebut:
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi infeksi:
- Tuberculosis paru: yaitu TB yang berlokasi pada jaringan parenkim paru.
- Tuberculosis ekstraparu: TB yang terjadi pada organ selain paru
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
- Kasus TB baru: merupakan kasus yang belum pernah mendapatkan OAT
atau yang sudah pernah mendapatkan OAT namun tidak mencapai dosis
28 hari
- Kasus yang pernah diobati TB: dibagi lagi menjadi kasus kambuh, kasus
pengobatan gagal, kasus putus obat, dan lain-lain.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil uji kepekaan obat:
15

- TB sensitif obat (TB-SO)


- TB resisten obat (TB-RO): dibagi lagi menjadi monoresisten, resisten
rifampisin, poliresisten, multi drug resistant, pre extensively drug
resistant, dan extensive drug resistant.
d. Klasifikasi berdasarkan status HIV:
- TB dengan HIV positif
- TB dengan HIV negatif
- TB dengan status HIV tidak diketahui

3.4. Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan satu dari sepuluh penyakit yang menjadi penyebab
kematian terbesar di dunia. Terdapat 8 negara dengan jumlah kasus TB terbanyak
yang mencakup dua pertiga dari seluruh kasus TB global yaitu India (26%), Indonesia
(8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh
(3,6%), dan Afrika Selatan (3,6%).9 Di Indonesia sendiri diperkirakan pada tahun
2019 terdapat 845.000 (770.000-923.000) kasus baru TB Paru, sebanyak 19.000
kasus baru di antaranya merupakan kasus TB-HIV positif. Diperkirakan terdapat
92.000 kematian pada kasus TB-HIV negatif dan 4.700 kematian pada pasien TB-
HIV positif.1

3.5. Patogenesis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan yang ditimbulkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Ada berbagai jenis Mycobacterium, yaitu: M.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. leprae dan lainnya yang diketahui sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA) melalui saluran pernafasan, pencernaan dan lesi pada
kulit. Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang
mampu memunculkan masalah pada aliran pernafasan diketahui sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang kadang kala dapat mengacaukan
penegakan diagnosis dan terapi tuberkulosis.10
Sifat kuman Mycobacterium tuberculosis secara umum yaitu:11
16

- Bentuknya batang yang panjangnya 1-10 mikron serta lebar 0,2-0,6 mikron.
- Sifatnya tahan asam dalam pewarnaan menggunakan Ziehl Neelsen dan
memiliki warna merah. Ziehl Neelsen (ZN) merupakan teknik pewarnaan
guna mendeteksi keberadaan BTA. Dikatakan BTA sebab beberapa spesies
bakteri susah dicat tapi sesudah mendapat dicat, dinding bakteri sanggup
bertahan akan pencucian menggunakan asam dan sulit luntur memakai zat
peluntur (decolorizing agent) seperti asam alkohol. Dengan menggunakan
mikroskop pada pewarnaan ZN, BTA kelihatan berwarna merah dengan warna
biru di sekitarnya.
- Membutuhkan media tertentu dalam penumbuhan bakteri, seperti Lowenstein
Jensen (LJ), Ogawa. Media LJ merupakan modifikasi International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang digunakan secara
luas bagi kultur tuberkulosis. Media LJ mengandung gliserol yang dapat
menyuburkan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Jika komponen
gliserol pada media LJ digantikan dengan piruvat (produk akhir glikolisis
yang digunakan untuk menghasilkan energi) maka akan dapat meningkatkan
pertumbuhan M. bovis.
- Pada suhu suhu antara 4OºC - 70OºC dapat bertahan hidup dalam waktu lama.
- Terlalu sensitif pada panas, ultra violet dan cahaya matahari. Sebagian besar
kuman yang terpapar langsung ultra violet mati dalam waktu beberapa menit.
Kuman bisa terhambat pertumbuhannya.

TB adalah penyakit yang dapat menular lewat udara (airborne disease)


sehingga penularannya melalui partikel yang dapat dibawa melalui udara yang
disebut dengan droplet nuklei.10 Droplet nuklei dapat terinhalasi hingga mencapai
bronkiolus respiratorius dan alveolus. Jumlah droplet nuklei yang terhirup dan respon
imun dari inang (host) sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit daripada TB.
Apabila jumlah droplet nuklei yang terhirup sedikit, MTB akan dapat segera difagosit
oleh makrofag.12 Akan tetapi, apabila jumlah kuman MTB yang masuk sudah
melebihi kapasitas makrofag untuk memfagosit, maka TB dapat bertahan dan
17

berkembang biak di dalam makrofag. Kuman MTB akan keluar ketika makrofag telah
mati dan dengan bantuan sistem limfatik dan pembuluh darah, dapat tersebar ke
jaringan dan organ yang lebih jauh.13
Infeksi TB dapat berkembang menjadi salah satu kejadian sebagai berikut: 8
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
b. Sembuh dengan meninggalkan bekas sedikit
c. Menyebar dengan cara:
- Perkontinuitatum: menyebar ke sekitar fokus primer
- Penyebaran secara bronkogen: baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya
- Penyebaran secara limfogen: dapat menyebabkan limfadenitis TB
- Penyebaran secara hematogen: dapat menimbulkan TB pada organ tubuh
yang lain
Komplikasi dan penyebaran TB pada organ tubuh yang lain dapat berakhir
dengan sembuh yang meninggalkan sekuele atau bahkan kematian.

3.6. Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya TB menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2019
10
adalah:
1. Kuman yang menimbulkan tuberculosis
a. Pasien TB BTA positif lebih berisiko menyebabkan penularan.
b. Jumlah kuman dan waktu paparan berbanding lurus dengan risiko
penularan.
2. Faktor individu
a. Umur dan jenis kelamin. Kelompok dewasa muda yang merupakan
kelompok usia produktif adalah kelompok paling rentan untuk terjadi
penularan. Berdasarkan survei prevalensi TB, wanita cenderung lebih
sedikit terinfeksi TB daripada pria.
b. Imunitas tubuh. Jika imunitas seseorang melemah oleh karena sebab
apapun dapat lebih mudah jatuh sakit jika terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.
18

c. Perilaku pasien terutama dalam hal batuk, membuang dahak dan


merokok.
d. Status sosial ekonomi rendah.
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan kumuh dan padat dapat mempercepat dan meningkatkan
risiko penularan TB.
b. Risiko penularan meningkat pada ruangan tanpa cahaya matahari dan
sirkulasi udara yang buruk.
Faktor risiko kematian akibat TB:14
1. Penegakan diagnosis yang terlambat.
2. Tidak adekuatnya pengobatan.
3. Adanya penyakit penyerta.
4. Lima puluh (50) persen pasien yang tidak mendapatkan terapi akan
meninggal, risiko kematian meningkat pada penderita HIV dan ODHA.

3.7. Diagnosis

Secara teoritis, diagnosis tuberkulosis dilakukan berdasarkan atas anamnesa


dengan keluhan umum seperti anoreksia, berat badan yang cenderung cepat menurun,
malaise, cepat merasa kelelahan. Selain keluhan umum, ada keluhan yang disebabkan
infeksi kronik yaitu berkeringat pada malam hari serta keluhan yang disebabkan oleh
timbulnya proses patologis pada paru yaitu batuk yang berkepanjangan selama lebih
dari dua pekan, batuk yang bergabung dengan darah, mengalami sesak nafas, muncul
demam serta nyeri pada dada.13
Diagnosis juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yaitu dengan
melihat kondisi fungsi saluran pernafasan seperti frekuensi nafas, warna sputum,
jumlah sputum, frekuensi batuk dan timbulnya nyeri dada. Tes tuberkulin dilakukan
untuk melihat kemampuan reaksi sistem imun terhadap bakteri. Foto rontgen
dilakukan untuk melihat kelainan pada paru apakah terlihat bitnik seperti bintik
kapur, bercak infiltrat, garis fibrotik, kavitas dan/atau penarikan trakea. Selain itu,
diagnosis juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologi dan bakteriologis. 15
19

3.8. Tatalaksana
Pengobatan TB meliputi dua fase yaitu fase awal (intensif) dan fase lanjutan.
a. Tahap Awal. Terapi ini diserahkan harian. Paduan terapi untuk tahap awal
bertujuan dalam mengurangi jumlah kuman dengan efektif dan mengurangi
dampak kuman yang dikhawatirkan telah resistan sebelum penderita
memperoleh pengobatan. Untuk pasien baru, terapi tahap awal diserahkan
selama dua bulan. Jika terapi teratur dan tidak ada penyulit, daya penularan
telah menurun sesudah terapi selama dua pekan.
b. Tahap Lanjutan adalah tahap yang penting dalam membinasakan kuman yang
tersisa yang terdapat pada tubuh terutama kuman dorman diharapkan dapat
menghambat kekambuhan serta penderita bisa sembuh.

OAT lini satu, yaitu:


Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) bakterisidal psikosis toksik, gangguan akibat kerusakan pada
sistem saraf tepi, kejang, gangguan fungsi hati
Rifampicin bakterisidal gangguan gastrointestinal, flu syndrome,
(R) kemerahan pada urin, trombositopeni, kelainan
fungsi hati, ruam kulit, demam, anemia
hemolitik, sesak nafas
Pyrazinamide bakterisidal kelainan gastrointestinal, kelainan fungsi hati,
(Z) gout artritis
Etambutol (E) bakteriostatik neuritis perifer, buta warna, masalah pada
penglihatan

Paduan OAT disiapkan dalam bentuk paket yang bertujuan dalam kemudahan
pemberian obat dan memastikan keberlanjutan pengobatan hingga akhir. Satu pasien
mendapat satu paket untuk satu masa pengobatan. OAT merupakan bagian terpenting
dalam terapi tuberkulosis yang menjadi suatu upaya paling efisien dalam
menghambat penularan TB. Pengobatan yang adekuat wajib mencukupi prinsip:2
20

1. OAT minimal terdiri dari 4 macam obat agar tidak timbul kekebalan.
2. Diberikan dalam takaran obat yang akurat.
3. Dikonsumsi dengan rutin serta diamati langsung oleh PMO hingga
pengobatan berakhir.

Adapun kisaran dosis OAT pada pasien dewasa sebagai berikut:


Takaran Obat (Dosis)
Per hari 3x/minggu
OAT
Kisaran Dosis Maksimum Kisaran Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampicin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pyrazinamide 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama telah


dikombinasikan dalam obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Satu tablet KDT RHZE
untuk fase intensif berisi Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg,
dan Etambutol 275 mg. Sedangkan untuk fase lanjutan yaitu KDT RH yang berisi
Rifampisin 150 mg + Isoniazid 75 mg diberikan setiap hari. Jumlah obat KDT yang
diberikan harus disesuaikan dengan berat badan pasien. Berikut adalah perhitungan
dosis pengobatan TB menggunakan OAT KDT:

Fase Intensif setiap hari Fase Lanjutan setiap hari


Berat Badan (Kg) dengan KDT RHZE dengan KDT RH
(150/75/400/275) (150/75)
Selama 8 minggu Selama 16 minggu
30 – 37 Kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
38 – 54 Kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
≥ 55 Kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
21

Efek samping OAT. Dosis dan frekuensi konsumsi obat yang tidak boleh
putus memberikan efek samping yang beragam. Banyak pasien tuberkulosis bisa
melalui terapi tanpa efek samping hanya sebagian kecil yang mengalaminya.
Pengamatan efek samping dibutuhkan dalam menjalani terapi, dengan cara:16
1. Memberi penjelasan pada penderita tentang pertanda efek samping obat.
2. Mempertanyakan kemunculan tanda efek samping saat pasien
mengambil obat.
Pengobatan pasien tuberkulosis bertujuan untuk:11
1. Memulihkan penderita serta meningkatkan produktivitas dan
kualitas hidup.
2. Menghambat kematian serta dampak yang diakibatkan.
3. Menghindari tuberkulosis kambuh.
4. Mengurangi risiko penularan.
5. Menghambat kemunculan dan penularan TB Resistan Obat (TB RO)

3.9. Pencegahan
Pencegahan tuberkulosis dapat dilaksanakan melalui terapi pencegahan seperti
pemberian kemoprofilaksis diberikan kepada pengidap HIV/AIDS, diagnosis dan
terapi pasien BTA positif sehingga dapat mencegah terjadinya penularan serta
memberikan imunisasi Bacillus Calmette Guérin (BCG) pada bayi usia 0 sampai
dengan 11 bulan agar daya tahan tubuhnya terhadap kuman tuberkulosis dapat
meningkat.6
BAB IV
ANALISIS KASUS

Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. A usia 63 tahun datang
diantar oleh keluarga dengan keluhan batuk semenjak 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Batuk dirasakan sepanjang hari hilang-timbul, disertai dengan dahak kental
berwarna putih, dan semakin memberat semenjak 1 minggu terakhir. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri dada yang tidak dapat ditunjuk dan tidak menjalar.
Terdapat keluhan lain yang disampaikan pasien yaitu lemas, tidak nafsu makan, dan
penurunan berat badan sebanyak 11 kg dalam 3 bulan terakhir.
Gambaran klinis dari pasien yang didiagnosis TB meliputi gejala respiratorik
utama yaitu batuk > 2 minggu, batuk disertai dengan dahak dan/atau darah, sesak
napas, dan nyeri dada ketika batuk.13 Pada pasien ditemukan gejala batuk yang sudah
mencapai 3 bulan yang disertai dengan dahak dan keluhan nyeri dada disampaikan
pasien memberat dalam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan
semakin memberat ketika pasien batuk. Batuk darah disangkal oleh pasien.
Selain gejala respiratorik, pada gejala tambahan kasus TB juga sering
dijumpai badan lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan yang tidak
disengaja, malaise, keringat di malam hari yang tidak diakibatkan aktivitas fisik, dan
demam subfebris lebih dari 1 bulan.2 Gejala ini juga dikeluhkan oleh pasien. Pasien
mengeluhkan demam naik-turun semenjak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Penurunan berat badan yang terjadi pada pasien selama 3 bulan terakhir adalah
sebanyak 11 kg dan terjadi penurunan nafsu makan, serta pasien mengeluhkan mudah
lelah dan lemas.
Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai abnormalitas seperti fremitus taktil
yang melemah, perkusi redup, atau ronkhi. Akan tetapi, pada kasus TB yang lebih
masif bisa dijumpai terdapatnya infiltrat hasil dari proses inflamasi yang terjadi.
Gohn focus adalah sebuah granuloma/tuberculoma besar yang terbentuk dari proses
fagositosis. Pada foto toraks, granuloma akan menunjukkan gambaran kavitas.
Pembentukan kavitas mengindikasikan infeksi kronis dan infeksi bakteri yang massif.

22
23

Kavitas mengindikasikan proses penyembuhan regio tubercular berupa pembentukan


skar, dengan penurunan volume parenkim paru dan pembentukan kalsifikasi. Foto
toraks pasien TB paru khas dijumpai gambaran kavitas dan infiltrat yang bersifat
homogen.14 Pada pasien gambaran yang sama dijumpai pada apeks kedua lapangan
paru pasien.
Diagnosis TB paru ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bakteriologi dan radiologi. Berdasarkan
pedoman diagnosis TB Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2021,
diagnosis utama ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan Test
Cepat Molekular (TCM).2 Uji TCM dapat mengindentifikasi MTB dan secara
bersamaan melakukan uji kepekaan obat dengan mendeteksi materi genetik yang
mewakili resistensi tersebut. Uji TCM yang umum digunakan saat ini adalah
GeneXpert MTB/RIF.
Pasien menunjukkan gejala klinis yang cenderung mengarah kepada TB paru,
didukung dengan foto toraks yang khas pada kasus TB paru. Pasien juga pernah
didiagnosis TB Paru 6 bulan yang lalu dan putus minum OAT semenjak 3 bulan yang
lalu. Hasil TCM pasien menunjukkan MTB Detected High, Rifampisin Resistence Not
Detected. Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia
yang dikeluarkan oleh PDPI, pasien ini dikategorikan ke dalam TB Paru Kasus Putus
Obat.2
Pada pasien dijumpai gangguan anemia sesuai dengan hasil pemeriksaan
darah rutin yang menunjukkan nilai Hb 91 g/dL, hematoktrit 27%, eritrosit 3,7
106/mm3, dan MCV 74 fL. Sehingga, manifestasi yang terjadi adalah pasien tampak
pucat pada konjungtiva dan ektremitas. Penyakit TB paru merupakan infeksi multi
sistemik yang dapat menyebabkan manifestasi di berbagai organ, salah satunya
adalah berupa kelainan hematologi.8
Anemia merupakan abnormalitas hematologi yang biasa terjadi pada pasien
TB paru. Seluruh infeksi kronik termasuk TB dapat menyebabkan anemia. Keadaan
ini diduga akibat adanya respon dari sitem imun, dimana sel-selnya melepaskan
sitokin yang akan membantu dalam hal pemulihan atau mekanisme pertahanan tubuh
24

terhadap infeksi. Akan tetapi, produksi dari sitokin ini juga dapat memengaruhi
fungsi normal dari tubuh.11
Pada hasil pemeriksaan hitung jenis, ditemukan pada pasien nilai netrofil
batang adalah 0%, netrofil segmen 75%, limfosit 14%, dan monosit 10%. Nilai ini
menunjukkan bahwa pasien sedang mengalami proses infeksi di dalam tubuhnya. Hal
ini sesuai dengan keadaan pasien yang didiagnosis TB Paru, yang berarti terjadi
proses infeksi M. tuberculosis pada pasien. Gambaran ini sering dijumpai pada pasien
kasus TB Paru.4
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh M. tuberculosis


dengan lokasi infeksi utama adalah paru namun bisa menyerang organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, riwayat pengobatan, kepekaan
terhadap OAT, dan status HIV. Kasus TB putus obat merupakan salah satu klasifikasi
dari TB berdasarkan riwayat pengobatan. Kasus ini merupakan kasus TB dimana
penderitanya berhenti mengonsumsi obat selama minimal 2 bulan berturut-turut.
Pada kasus ini pasien mengalami TB Paru kasus putus obat yang diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien berupa
pengobatan kausal dan terapi penunjang lainnya yang disesuaikan dengan gejala
klinis yang muncul pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Tuberculosis Report. Geneva; 2021.


2. Isbaniah F, Burhan E, Sinaga BY, Yanifitri DB, Handayani D, Harsini.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2nd ed. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2021.
3. Schito M, Migliori GB, Fletcher HA, McNerney R, Centis R, D’Ambrosio L,
et al. Perspectives on Advances in Tuberculosis Diagnostics, Drugs, and
Vaccines. Clin Infect Dis. 2015;61(Suppl 3):S102–18.
4. Orcau A, Caylà JA, Martínez JA. Present Epidemiology of Tuberculosis:
Prevention and Control Programs. Enferm Infecc Microbiol Clin.
2011;29(SUPPL. 1):2–7.
5. Jankovic VK, Furci L, Cirillo DM. Microbiology of Mycobacterium
Tuberculosis and A New Diagnostic Test for TB. In: European Respiratory
Monograph. Milan; 2012.
6. Simarmata OS, Lolong B. Evaluasi Keunggulan Tes Cepat Molekuler dengan
Xpert MTB/ RIF Dibanding dengan Uji Mikroskopis dalam Mendiagnosis
Tuberkulosis di Indonesia Tahun 2018. Bul Penelit Kesehat. 2020;48(2):109–
16.
7. Lyon SM, Rossman MD. Pulmonary Tuberculosis. Microbiol Spectr.
2017;4(24):1–13.
8. Natarajan A, Beena PM, Devnikar A V. A Systemic Review on Tuberculosis.
Indian J Tuberc. 2020;30(40).
9. Ossalé Abacka KB, Koné A, Akoli Ekoya O, Bopaka RG, Lankoandé Siri H,
Horo K. Extrapulmonary Tuberculosis Versus Pulmonary Tuberculosis:
Epidemiological, Diagnosis and Evolutive Aspects. Rev Pneumol Clin.
2018;74(6):452–7.
10. Nizar M. Pemberantasan dan Penanggulangan Tuberkulosis. Yogyakarta:
Gosyen Publishing; 2017.
11. Belknap RW. Current Medical Management of Pulmonary Tuberculosis.

26
27

Thorac Surg Clin. 2019;29:27–35.


12. Guo Z, Xiao D, Wang X, Wang Y, Yan T. Epidemiological Characteristics of
Pulmonary Tuberculosis in Mainland China from 2004 to 2015: A Model-
Based Analysis. BMC Public Health. 2019;19(219):1–11.
13. Turner RD. Cough in Pulmonary Tuberculosis: Existing Knowledge and
General Insights. Pulm Pharmacol Ther. 2019;
14. Shi X, Guy ES, Barbosa EJM, Shroff GS, Ocazionez D, Schlesinger AE, et al.
Pulmonary Tuberculosis: Role of Radiology in Diagnosis and. Radio Graph.
2017;37(1):52–72.
15. Matsumoto H, Komiya K, Yamasue M, Shuto H, Goto A, Kan T, et al.
Features of Active Pulmonary Tuberculosis without Abnormal Chest X-ray
Findings Features of Active Pulmonary Tuberculosis without Abnormal Chest
X-ray Findings. Infect Dis (Auckl). 2020;0(0):1–4.
16. Lima GC, Silva E V, Magalhães PDO, Naves JS. Efficacy and Safety of a
Four-Drug Fixed-Dose Combination Regimen Versus Separate Drugs for
Treatment of Pulmonary Tuberculosis: A Systematic Review and Meta-
analysis. Brazilian J Microbiol. 2016;1–10.

Anda mungkin juga menyukai