Anda di halaman 1dari 55

dr.

Aditarahma Imaningdyah, SpPK


DASAR PEMERIKSAAN LABORATORIUM IMUNOLOGI
SECARA UMUM

Uji respon imunologik non spesifik


Menilai respon tubuh terhadap benda asing secara
non-spesifik (inflamasi, fagositosis)
Uji respon imunologik spesifik
Indikasi:
penyakit autoimun dan imunodefisiensi
kelainan imunoproliferatif
tumor ganas
seleksi donor untuk transplantasi organ
dugaan reaksi penolakan jaringan transplantasi
Uji respon imunologik non spesifik

Kuantitatif :
pe atau pe jumlah leukosit, hitung jenis leukosit
(limfopenia, neutrofilia, eosinofilia), LED cepat.
Kualitatif :
uji fungsi fagositosis, uji kemampuan metabolisme oksidatif
sel.
Penetapan reaksi inflamasi:
Kadar CRP (C-Reactive Protein; protein fase akut)
meningkat >100x pada infeksi, kerusakan jaringan.
Kadar Komplemen t.u C3 dan C4
menurun karena terpakai dalam proses inflamasi.
Uji respon imunologik spesifik

A. Uji respon imun seluler


B. Uji respon imun humoral
A. Uji respon imun seluler

A1. Uji Kuantitatif:

- Hitung jumlah limfosit & subset nya

- Subset limfosit mengekspresikan CD (cluster of differentiation)


dihitung dengan flowsitometri.
Absolute Count Relative
Lymphocyte
(cells/uL) %
Mature T Cells (CD3) 650 - 3036 65 - 92%
Helper T Cells (CD4) 310 - 2112 31 - 64%

Suppressor T Cells (CD8) 80 - 1353 8 - 41%

CD4:8 ratio 1.0 - 5.5

CD4< 400 sel/L progresif AIDS dalam 4 tahun

Rasio CD4/CD8 menurun Rasio CD4/CD8 meningkat


AIDS Artritis reumatoid
SLE dengan kelainan ginjal IDDM tipe 1
Infeksi CMV akut SLE tanpa kelainan ginjal
Luka bakar Dermatitis atopik
MDS Psoriasis
LLA dalam remisi Hepatitis autoimun kronik
A2. Uji Kualitatif (uji fungsi)
Uji transformasi blast:
Limfosit T mampu memberikan respon terhadap stimulasi
dengan antigen phytohaemaglutinin (PHA) & concovalen A (Con
A)

Uji kemampuan produksi sitokin:
Limfosit Th1 menghasilkan IL-2, IFN-, TNF-/
Limfosit Th2 menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13

B. Uji respon imun humoral

Pengukuran kadar imunoglobulin


Menguji fungsi sel B untuk membentuk Ig.
Cara: imunoelektroforesis, imunonefelometri, imunodifusi
radial, dll.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA HIV

1. Evaluasi awal.
2. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pasti.
3. Pemeriksaan untuk monitoring terapi, progresifitas
penyakit, dan memperkirakan prognosis.
1. Evaluasi awal
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium:
- Hematologi lengkap + gambaran darah tepi.
- Urinalisis + tes fungsi ginjal (ureum, kreatinin).
- Tes fungsi hati (SGOT, SGPT, LDH, Alkali Fosfa-
tase, bilirubin).
- Pemeriksaan feses lengkap.
Hasil laboratorium bervariasi sesuai keadaan klinis pasien.
2. Diagnosis pasti
a. Tes langsung
- Menemukan adanya virus HIV.
- Sensitif dan spesifik.
- Rumit dan mahal.
- Window period: 12 hari
- Cara: Nucleic acid based-Test (NAT)
Reverse Transcriptase-RNA (RT-PCR)
b. Tes tidak langsung
- Menemukan antigen atau antibodi terhadap
virus HIV.
- Lebih murah, lebih cepat, mempunyai spesifisitas
yang setara dengan tes langsung.
- window period:
16 hari (antigen)
3 minggu 6 bulan (antibodi)
Tabel penggunaan strategi
pemeriksaan HIV
Tujuan pemeriksaan

Prevalensi infeksi
HIV
Strategi
pemeriksaan
Keamanan transfusi dan Semua prevalensi I
transplantasi
Surveilan > 10% I
10% II
Diagnosis:
Bergejala infeksi > 30% I
HIV/AIDS 30% II

Tanpa gejala > 10% II


10% III
DIAGNOSIS HIV
A1: Untuk pemeriksaan pertama, biasanya digunakan rapid test
untuk uji saring.
Tes dipilih yang memiliki sensitifitas paling tinggi.

A2: Bila hasil A1(+) --> periksa ulang dengan tes yang memilliki
prinsip dasar tes yang berbeda dan / menggunakan preparasI
antigen yang berbeda dari tes pertama.
Biasanya dengan cara Enzym-linked immunosorbent assay
(ELISA)
atau rapid test yang mempunyai spesifisitas lebih tinggi
daripada tes
pertama.

A3: Tes konfirmasi dapat menggunakan Western Blot (WB),


Radio Immunoprecipitation Assay (RIPA), atau
Immunofluorescense assay (IFA)
Faktor Risiko Epidemiologis

1. Perilaku berisiko (sekarang atau masa lalu)


hubungan seks dgn mitra seks risiko tinggi tanpa
kondom.
pecandu narkotika suntikan
hubungan seks tidak aman:
memiliki banyak mitra seks
mitra seks adalah pasien HIV/AIDS
mitra seks dari daerah dgn prevalensi HIV/AIDS
tinggi
homoseks
2. Pekerja dan pelanggan tempat hiburan, seperti

panti pijat, diskotik, karaoke atau tempat prostitusi

terselubung.

3. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.

4. Riwayat menerima transfusi darah berulang.

5. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi

dengan alat yang tidak steril.


Hasil tes indeterminate (meragukan)

Dapat terjadi pada stadium awal serokonversi.

Harus diperiksa kembali 14 hari kemudian, lebih baik bila


dilakukan dengan cara WB.

Bila hasil tetap sama, harus periksa lab secara serial

setiap 3 bulan selama sedikitnya 6 bulan.

Bila dgn tes WB terus menghasilkan indeterminate

selama 6 bulan tanpa faktor risiko epidemiologi atau

tanpa gejala klinis maka dapat dianggap negatif

dan dilakukan pemeriksaan polymerase chain reaction

(PCR).
Klatt, 2005
3. Pemeriksaan untuk monitoring
dan prognosis
a. Memantau jumlah CD4 atau limfosit total
- Dilaporkan dalam bentuk jumlah total atau persentase.

CD4
Total Persentase
500 / ml 29 %
200 499 / ml 14 28 %
< 200 / ml < 14 %

b. Memantau viral load


- Jumlah partikel virus HIV per mililiter darah
- makin banyak viral load makin rendah CD4
prognosis makin buruk.
- Cara : RT-PCR
DEFINISI KASUS DEWASA

Seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila

menunjukkan tes HIV (+) dengan strategi pemeriksaan

yang sesuai dengan sekurang-kurangnya 2 gejala mayor


dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh

keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.


Gejala mayor :
Berat badan turun drastis lebih dari 10% dalam 1 bulan.
Diare kronis lebih dari 1 bulan.
Demam kronis lebih dari 1 bulan.
Penurunan kesaadaran dan gangguan neurologis.
Demensia/HIV ensefalopati.
Gejala minor :
Batuk kronis lebih dari 1 bulan.
Dermatitis generalisata.
Herpes zoster multisegmental / berulang.
Kandidiasis orofaringeal.
Herpes simpleks kronis progresif.
Limfadenopati generalisata.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
Retinitis virus (CMV)
DEFINISI KASUS ANAK

a. Anak umur > 18 bulan, menunjukkan tes HIV (+) dengan


ibu HIV (+), didapatkan minimal 2 gejala mayor dan 2
gejala minor, dan gejala tersebut bukan disebabkan oleh
keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.

b. Anak umur 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor yang


berkaitan dan 2 gejala minor dengan ibu HIV (+). Gejala
tersebut bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.
Bayi yang dilahirkan dari ibu HIV (+):

1. Tes HIV (+) pada bayi 18 bulan

- Karena antibodi HIV (IgG) dari ibunya ditransfer

melalui plasenta.

- Ulangi tes tiap 3 bulan sampai usia 18 bulan.

diharapkan IgG dari ibu sudah menghilang

dan tes menjadi (-).

- Bila hasil tetap (+) berarti bayi terinfeksi HIV.


2. Tes konfirmasi infeksi HIV pada bayi < 18 bulan :

- Deteksi virus dengan metode PCR.

- Deteksi antibodi IgA (tidak menembus plasenta).

- Pemeriksaan antigen p24.


PENYAKIT AUTOIMUN

Normal : sistim imun dapat membedakan antigen self


dan non-self.
Apabila gagal, timbul respon imun terhadap jaringan
tubuh sendiri.
Ditandai adanya antibodi terhadap jaringan tubuh
sendiri (disebut: AUTOANTIBODI)
DIAGNOSIS LABORATORIUM
PENYAKIT AUTOIMUN

Berdasarkan adanya reaksi inflamasi dan kelainan


fungsi organ terkait.
Berdasarkan adanya autoantibodi, baik yang spesifik
organ maupun non spesifik organ.
Dapat digunakan untuk mendiagnosis, memantau
aktifitas penyakit, dan memantau hasil terapi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA PENYAKIT AUTOIMUN

1. Pemeriksaan Laboratorium Awal.


2. Pemeriksaan Penanda Inflamasi.
3. Pemeriksaan Autoantibodi dan Imunologi
1. Pemeriksaan Laboratorium Awal.

a. Hematologi
- Anemia.
- Peningkatan atau penurunan jumlah leukosit
dan atau trombosit.

b. Hemostasis
- pemanjangan waktu pembekuan (PT dan APTT)
pada penyakit Antiphospholipid syndrome
ada inhibitor terhadap faktor pembekuan.
c. Kimia
- Kelainan kadar enzim yang dihasilkan organ tertentu
atau kelainan proses metabolisme tertentu.
mis:
* Hepatitis autoimun AST, ALT, bilirubin
* Sarcoidosis hiperkalsemia
* Autoimmune inflammatory myopathies
Creatinine kinase (CK), AST, ALT

d. Urinalisis
* proteinuria, hematuria, silinder granula
2. Pemeriksaan Penanda inflamasi
(= acute phase reactant)

- Merupakan protein serum yang dihasilkan terutama


oleh hati sebagai respon terhadap inflamasi, infeksi,
keganasan, dan penyakit autoimun.
a. Laju endap darah (LED)
Mengukur kecepatan
pengendapan eritrosit
di dalam plasma
Dibaca dalam waktu : 1 jam
Dipengaruhi berbagai faktor (jumlah dan bentuk eritrosit,
protein plasma terutama fibrinogen & globulin, dan faktor
teknis).
Untuk memonitor aktivitas penyakit dan respon terapi.
Nilai normal: < 10 mm
< 15 mm
b. C- Reactive Protein (CRP)
high sensitive CRP (hs-CRP)

* Protein yang mempunyai aktivitas terhadap


C- Polysaccharide dinding sel S. Pneumoniae
* Berperan dalam imunitas innate
meningkatkan opsonisasi, fagositosis,
aktivasi komplemen.
* Sintesis CRP diatur oleh sitokin pro-inflamasi
(IL-1, IL-6, TNF-)
Bila ada inflamasi, perubahan kadar CRP/hs-CRP
lebih cepat daripada LED dan waktu pemeriksaan
lebih cepat (< 1 jam)
lebih baik sebagai penanda inflamasi akut daripada
LED.

* Nilai normal: < 0,2 mg/dL.


> 1,0 mg/dL inflamasi/infeksi
c. Ferritin
- Protein cadangan besi tubuh.
- Sintesis diatur oleh besi intrasel, sitokin pro-inflamasi,
dan faktor pertumbuhan.
- Kadar meningkat pada sepsis akut/kronik, inflamasi,
keganasan.
- Nilai normal : 15 200 ng/mL
30 300 ng/mL

d. Penanda lain:
- Fibrinogen, albumin, haptoglobin.
3. Pemeriksaan Autoantibodi dan Imunologi

a. Autoantibodi non spesifik organ.


b. Autoantibodi spesifik organ.
a. Autoantibodi non spesifik organ
a1. Anti-nuclear antibody (ANA)

Antibodi terhadap komponen inti sel, mis. DNA, RNA,


histon dan centromer.
Dapat dilakukan dengan cara IFA atau ELISA.
ANA sensitif tapi tidak spesifik, dapat ditemukan pada
beberapa penyakit autoimun (SLE, RA, hepatitis autoimun)
Titer rendah dapat ditemukan pada orang normal, tu wanita > 60 thn,
peny. infeksi (hepatitis virus, lepra), keganasan
(leukemia, limfoma), sirosis bilier.
Titer ANA tidak berhubungan dengan aktifitas penyakit,
tidak dianjurkan untuk menilai beratnya penyakit.
Terdiri dari berbagai pola: homogen, perifer, speckled,
nukleolar, centromer
ANA (+) pada beberapa penyakit autoimun

PENYAKIT PERSENTASE ANA (+)


SLE 90 100 %
Sindroma Sjogren 50 85 %
Scleroderma 88 %
Rheumatoid Artrhitis 25 55 %
Mixed Connective Tissue Disease > 95 %
a2. Anti Neutrofil Cytoplasmic (ANCA)

Antibodi terhadap antigen sitoplasma neutrofil.


Ada 2 tipe: cytoplasmic (c-ANCA) dan perinuclear
(p-ANCA).
Dapat dijumpai pada Wegener's granulomatosis,
polyartritis nodosa, crescentic glomerulonephritis,
Crohn's disease, ulcerative colitis, primary sclerosing
cholangitis
a3. Antifosfolipid
Ada 2 jenis: anti-cardiolipin (ACA) dan lupus antikoagulan
(LA).
ACA:
Paling sensitif untuk sindroma antifosfolipid, tapi tidak spesifik
Faktor risiko terjadinya trombosis.
LA:
Erat hubungannya dengan trombosis.
b. Autoantibodi spesifik organ
b1. Autoantibodi tiroid

Anti tiroperoksidase (anti-TPO)


paling sensitif untuk deteksi penyakit tiroid autoimun

Anti reseptor TSH (TRAb)


TSH reseptor stimulating antibody (TSAb)
menyebabkan efek stimulasi shg tjd hipertiroid
TSH reseptor blocking antibody (TBAb)
menyebabkan efek hambatan shg tjd hipotiroid

Anti tiroglobulin (anti-Tg)


berguna untuk deteksi penyakit tiroid autoimun pd
penderita dgn goiter noduler.
untuk memantau terapi yodium pd goiter endemik.
b2. Autoantibodi hati

Anti smooth muscle (SMA)


Sensitif untuk deteksi hepatitis autoimun, tapi tidak
spesifik krn dapat dijumpai pada beberapa penyakit
hepar dan non-hepar.

Anti actin.
Lebih spesifik untuk hepatitis autoimun
Dapat digunakan untuk menentukan prognosis.

Anti mitochondrial antibodies (AMA)


Spesifik untuk sirosis bilier primer

SISTEMIC LUPUS
ERYTEMATOSUS (SLE)

ANA
Sangat sensitif untuk SLE, ditemukan pada 90-100% penderita.
Bila ANA (+) dan gejala klinik khas, tidak diperlukan pemeriksaan
tambahan.
Bila ANA (+) tapi gejala klinik tidak khas, diperlukan minimal 2
pemeriksaan tambahan (anti ds-DNA dan anti Sm).
Bila ANA (-) dan gejala klinik khas, diperlukan minimal 2
pemeriksaan tambahan (anti ds-DNA dan anti Sm).

Pola Homogen Pola sitoplasma Pola speckeld)


Anti ds-DNA
Cukup sensitif untuk SLE, ditemukan pada 60-70%

penderita.

Sangat spesifik untuk SLE terutama pada titer tinggi.

Bila titer rendah atau sedang, menunjang diagnosis

SLE harus dikonfirmasi dengan pem. lain.

Dapat digunakan untuk menentukan aktifitas penyakit

dan adanya lupus nefritis harus diperiksa serial.


Anti Sm
Cukup spesifik untuk SLE, terutama bila titer tinggi.
Kurang sensitif, hanya dijumpai pada 20-40% penderita
SEL LE
Sel neutrofil yang memfagositosis
material inti sel lain.
Bisa dilihat di sedian hapus
sumsum tulang.
Sekarang sudah digantikan dengan
teknik ANA dan ds-DNA.
Komplemen
Adanya kompleks imun akan meningkatkan aktivasi
komplemen komplemen terpakai
penurunan kadar komplemen terutama
C3 dan C4.
Dapat digunakan untuk memantau aktifitas penyakit
harus diperiksa serial
Kelainan ginjal
proteinuria > 0,5 g/hari atau >3+
silinder granula, atau eritrosit dalam sedimen urin.
Kelainan hematologi
Anemia normositik normokrom akibat penekanan
sumtul. Kadang dijumpai anemia hemolitik autoimun.
Retikulositosis
Leukopenia < 4000/ul
Limfopenia < 1500/ul
Trombositopenia <100.000/ul
Laju Endap Darah (LED) cepat, karena kadar
immunoglobulin yang tinggi dalam plasma.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai