Anda di halaman 1dari 13

26

Dari Laut Merah ke Sinai


--------------
Pasal ini dialaskan atas Keluaran 15:22-27; 16-18.

Dari Laut Merah bangsa Israel melanjutkan perjalanan mereka di bawah


naungan tiang awan. Pemandangan di sekeliling mereka sangat membosankan
tandus, bukit-bukit yang kelihatannya sunyi senyap, padang yang gersang, dan
laut membentang luas, pantainya dipenuhi oleh mayat musuh mereka; tetapi
mereka dipenuhi oleh kesukaan atas kesadaran bahwa sekarang mereka adalah
bangsa yang merdeka, dan setiap pemikiran tentang rasa tidak puas
dilenyapkan.

Tetapi tiga hari lamanya apabila mereka berjalan, mereka tidak menemukan air.
Persediaan yang mereka bawa telah habis. Tidak ada sesuatu yang dapat
melenyapkan rasa haus mereka apabila mereka dengan letih lesu berjalan
pelahan-lahan di atas padang yang ditimpa teriknya sinar matahari. Musa, yang
mengetahui seluk beluk daerah ini, mengetahui sesuatu yang tidak diketahui
oleh orang lain, bahwa di Mara, pos yang terdekat tempat terdapatnya mata air,
airnya tidak baik untuk digunakan. Dengan rasa cemas yang dalam ia
mengamat-amati awan yang memimpin mereka itu. Dengan hati yang susah ia
mendengar teriakan yang penuh kegembiraan, "Air! Air!", menggema di antara
orang banyak itu. Laki-laki dan perempuan, anak-anak dengan gembira dan
dengan cepat berkumpul di sekeliling mata air itu, tetapi saat itu juga terdengar
teriakan kekecewaan dari antara orang banyak itu--airnya terasa pahit.

Dengan rasa marah dan kecewa mereka bersungut kepada Musa karena telah
memimpin mereka ke jalan itu, mereka tidak ingat bahwa kehadiran Ilahi di
dalam awan misterius itu telah memimpin dia juga sebagaimana memimpin
mereka. Dengan rasa susah oleh karena kemarahan mereka itu Musa telah
melakukan sesuatu yang mereka lupa lakukan, ia berseru dengan
sungguh-sungguh kepada Allah meminta pertolongan. "Tuhan menunjukkan
kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu
menjadi manis." Di tempat ini satu janji telah diberikan kepada Israel melalui
Musa, "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan
melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada
perintah-perintah-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit
manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah
yang menyembuhkan engkau!"

Dari Mara mereka berangkat menuju ke Elim di tempat mana mereka telah
menemukan "dua belas mata air dan tujuh puluh pohon kurma." Di tempat ini
mereka tinggal beberapa hari sebelum memasuki padang belantara Sin. Setelah
satu bulan meninggalkan Mesir mereka mendirikan kemah-kemah mereka di
padang belantara. Persediaan makanan mereka kini sudah mulai menipis.
Rumput sukar sekali dicari di padang belantara dan kawanan domba mereka
mulai berkurang. Bagaimana makanan bisa disediakan bagi orang yang sangat
banyak itu? Kebimbangan memenuhi hati mereka, dan kembali mereka pun
bersungut-sungut. Sekali pun pemimpin-pemimpin dan tua-tua daripada orang
banyak itu ikut serta dalam persungutan terhadap pemimpin yang telah diangkat
oleh Allah itu. "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan
ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai
kenyang! Sebab kamu membawa kami ke luar ke padang gurun ini untuk
membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan."
Sebenarnya mereka belum menderita karena kelaparan; kebutuhan mereka saat
itu masih dipenuhi tetapi mereka takut akan hari depan. Mereka tidak dapat
mengerti bagaimana orang banyak ini bisa hidup di dalam perjalanan mereka
melalui padang belantara dan di dalam angan-angan mereka membayangkan
anak-anak mereka kelaparan. Tuhan membiarkan kesulitan-kesulitan
mengelilingi mereka, dan persediaan makanan mereka itu dibiarkan berkurang
agar hati mereka berpaling kepada Dia yang sampai kepada saat itu telah
menjadi Pembebas mereka. Jikalau di dalam kekurangan mereka itu telah
berseru kepada Dia, maka Ia masih mau memberikan kepada mereka
tanda-tanda yang nyata akan kasih serta penjagaan-Nya. Ia telah berjanji bahwa
jikalau mereka mau menurut hukum-hukum-Nya, maka tidak akan ada penyakit
akan datang kepada mereka, dan adalah sikap tidak mau percaya yang penuh
dosa itu yang menyebabkan mereka membayang-bayangkan bahwa mereka atau
anak-anak mereka akan mati kelaparan.

Allah telah berjanji akan menjadi Allah mereka, membawa mereka kepada
diri-Nya sebagai satu umat, dan memimpin mereka kepada satu negeri yang luas
dan subur, tetapi mereka mudah menjadi putus asa setiap kali rintangan
menghambat di dalam perjalanan mereka ke negeri itu. Di dalam satu keadaan
yang ajaib Ia telah membawa mereka keluar dari perbudakan mereka di Mesir,
agar Ia dapat meninggikan dan membuat mereka agung serta terpuji di dalam
dunia ini. Tetapi perlu bagi mereka untuk menemui kesulitan-kesulitan dan
menahan penderitaan. Allah sedang membawa mereka dari satu keadaan yang
sudah merosot dan melayakkan mereka untuk menduduki satu tempat yang
terhormat di antara bangsa-bangsa dan menerima kepercayaan yang penting dan
suci. Kalau saja mereka mempunyai iman di dalam Dia dengan mengingat
segala sesuatu yang telah diperbuat-Nya bagi mereka, maka dengan sukacita
mereka akan menanggung segala kesulitan, halangan bahkan penderitaan; tetapi
mereka tidak mau berharap kepada Tuhan lebih jauh daripada apa yang mereka
dapat saksikan sebagai bukti yang tetap dari kuasa-Nya. Mereka telah
melupakan pengalaman perbudakan yang getir di Mesir. Mereka telah
melupakan kebaikan serta kuasa Allah yang telah dinyatakan bagi mereka di
dalam kelepasan mereka dari perbudakan. Mereka telah melupakan bagaimana
anak-anak mereka telah dipelihara pada waktu malaikat pembinasa itu
membunuh semua anak sulung di negeri Mesir. Mereka telah melupakan
pertunjukan kuasa Ilahi yang hebat itu di Laut Merah. Mereka telah melupakan
bahwa sementara mereka menyeberangi dengan selamat jalan yang telah
terbuka bagi mereka itu, bala tentara musuh yang berusaha untuk mengejar
mereka telah dihancurkan oleh air laut itu. Mereka hanya melihat dan
merasakan ujian-ujian serta kesulitan-kesulitan mereka sekarang ini; dan
gantinya berkata, "Allah telah berbuat perkara-perkara yang besar bagi kita;
dimana dulunya kita adalah budak-budak, sekarang Ia menjadikan kita satu
bangsa yang besar," mereka telah membicarakan tentang kesulitan-kesulitan di
sepanjang jalan, dan bertanya-tanya kapan masa pengembaraan mereka itu akan
berakhir.

Sejarah kehidupan bangsa Israel di padang belantara itu telah dicatat untuk
menjadi manfaat bagi Israel milik Allah sampai kesudahan zaman. Catatan
tentang perlakuan Allah terhadap pengembara-pengembara di padang pasir itu
di dalam segala perjalanan hilir-mudik mereka, di dalam menghadapi
pengalaman kelaparan, dahaga dan kelelahan dan di dalam pernyataan yang
nyata tentang kuasa-Nya untuk meringankan beban mereka, dipenuhi oleh
amaran dan petunjuk bagi umat-Nya di segala zaman. Pengalaman orang Israel
yang beraneka ragam itu adalah satu sekolah persiapan untuk memasuki rumah
yang telah dijanjikan bagi mereka di Kanaan. Allah menghendaki agar
umat-Nya pada zaman sekarang ini dengan rendah hati dan sikap yang mau
diajar merenung-renungkan kembali akan segala ujian yang telah dilalui oleh
Israel kuno itu agar mereka memperoleh pelajaran untuk menyediakan diri bagi
Kanaan semawi itu.
Banyak orang yang menoleh kembali kepada bangsa Israel dan merasa heran
terhadap sikap mereka yang tidak mau percaya dan bersungut-sungut, sambil
merasa bahwa mereka sendiri tidak akan memanjakan sikap tidak tahu berterima
kasih seperti itu; tetapi bilamana iman mereka ini diuji, sekali pun oleh cobaan
yang kecil saja, mereka tidak menunjukkan iman atau kesabaran sebagaimana
halnya orang Israel dahulu. Bilamana dituntun kepada jalan yang sempit,
mereka bersungut-sungut terhadap proses yang telah dipilih Allah untuk
menyucikan mereka. Walau pun keperluan mereka yang sekarang ini dipenuhi,
banyak orang yang merasa enggan berharap kepada Allah akan hari depannya,
dan mereka terus-menerus merasa cemas jangan-jangan kemelaratan akan
menimpa mereka, dan anak-anak mereka akan dibiarkan menderita. Beberapa
orang selalu mengharap-harapkan hal-hal yang tidak baik atau
membesar-besarkan kesulitan yang ada sehingga mata mereka dibutakan
terhadap berkat-berkat yang limpah untuk mana seharusnya mereka bersyukur.
Halangan-halangan yang mereka hadapi, gantinya menuntun mereka untuk
mencari pertolongan dari Allah, sebagai satu-satunya Sumber kekuatan, telah
memisahkan mereka dari Dia, oleh sebab mereka telah membangkitkan di
dalam diri mereka kegelisahan dan rasa tidak puas.

Apakah kita juga bersikap tidak mau percaya seperti itu? Mengapa kita harus
bersikap tidak tahu berterima kasih dan tidak mau berharap? Yesus adalah
sahabat kita; segenap surga menaruh perhatian akan kesejahteraan kita; dan
kecemasan serta ketakutan yang ada dalam diri kita mendukakan Roh Kudus
Allah. Janganlah kita memanjakan kecemasan yang hanya akan mengganggu
serta merusak diri kita, tetapi tidak menolong kita untuk menahan ujian-ujian
itu. Jangan berikan tempat di dalam diri kita kepada sikap tidak berharap kepada
Allah, sikap ini akan menuntun kita untuk menjadikan persiapan menghadapi
kebutuhan masa depan sebagai sesuatu yang terutama di dalam hidup kita,
seolah-olah kebahagiaan kita itu terdiri dari perkara-perkara duniawi. Bukanlah
kehendak Allah agar umat-Nya itu dibebani oleh urusan-urusan hidup. Tetapi
Tuhan tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa tidak akan ada bahaya di
jalan kita. Ia tidak bermaksud untuk mengambil umat-Nya keluar dari dunia
yang jahat dan berdosa ini, tetapi Ia menunjukkan kepada kita satu perlindungan
yang tidak pernah gagal. Ia mengundang orang-orang yang dalam kesusahan
dan menanggung berat, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Matius 11:28.
Lepaskanlah beban kecemasan serta urusan-urusan duniawi yang telah engkau
sendiri kenakan pada lehermu, dan "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah
pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan." (Ayat 29). Kita akan mendapat sentosa dan damai dalam Allah,
bilamana kita menyerahkan beban kita kepada-Nya; karena Ia mau
memeliharakan kita. (1 Petrus 5:7).

Kata rasul Paulus, "Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu


jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena
ia murtad dari Allah yang hidup." Ibrani 3:12. Dengan menyadari segala sesuatu
yang telah diperbuat Allah bagi kita, iman kita harus menjadi kuat, giat dan bisa
bertahan. Gantinya bersungut-sungut, bahasa daripada jiwa kita seharusnya,
"Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!
Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya."
Mazmur 103:1, 2.

Allah tidak melupakan kebutuhan-kebutuhan orang Israel. Ia berkata kepada


pemimpin mereka, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti
bagimu; maka bangsa itu akan ke luar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak
yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut
hukum-Ku atau tidak. Dan pada hari yang keenam, apabila mereka memasak
yang dibawa mereka pulang, maka yang dibawa itu akan terdapat dua kali lipat
banyaknya dari apa yang dipungut mereka sehari-hari." Musa memberikan
jaminan kepada perhimpunan orang banyak itu bahwa keperluan mereka akan
dipenuhi: :Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi
kamu akan kenyang makan roti." Dan ia menambahkan, "apalah kami ini?
Bukan kepada kami sungut-sungutmu itu, tetapi kepada Tuhan." Lebih jauh ia
memerintahkan kepada Harun untuk berkata kepada mereka, "Marilah dekat ke
hadapan Tuhan, sebab Ia telah mendengar sungut-sungutmu." Sementara Harun
sedang berkata-kata, "mereka mengarahkan mata ke padang belantara itu,
bahwa sesungguhnya kelihatanlah kemuliaan Tuhan di dalam awan." Satu
keindahan seperti yang belum pernah mereka saksikan telah melambangkan
Kehadiran Ilahi. Melalui pernyataan-pernyataan yang dinyatakan ke indera
mereka, mereka memperoleh pengetahuan akan Allah. Mereka harus diajar
bahwa Yang Mahatinggi, dan bukan semata-mata Musa, adalah pemimpin
mereka, agar mereka merasa takut akan nama-Nya dan menurut kepada
suara-Nya.

Pada waktu senja hari kemah-kemah mereka dikelilingi oleh burung puyuh
dalam jumlah yang sangat besar yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
seluruh perhimpunan itu. Pada pagi harinya di atas permukaan tanah terdapat,
"sesuatu yang seperti sisik, halus seperti embun beku di bumi," Mereka
menyebutnya "manna". Musa berkata, "Inilah roti yang diberikan Tuhan
kepadamu menjadi makananmu." Orang banyak mengumpulkan manna itu dan
mendapati bahwa ternyata cukup persediaan bagi mereka semua. Mereka
"menggilingnya dengan batu kilangan atau menumbuknya dalam lumpang.
Mereka memasaknya dalam periuk dan membuatnya menjadi roti bundar."
Bilangan 11:8. "Rasanya seperti rasa panganan yang digoreng." Mereka
diperintahkan untuk mengumpulkan tiap-tiap hari satu gomer satu orang; dan
mereka tidak boleh menyimpannya sampai hari esok. Beberapa dari antara
mereka mencoba menyimpannya sampai keesokan paginya tetapi mereka dapati
itu tidak baik untuk dimakan. Persediaan untuk satu hari harus dikumpulkan
waktu pagi; karena semua yang tinggal di tanah akan meleleh oleh sinar
matahari.

Di dalam mengumpulkan manna itu didapati bahwa orang yang telah


mengumpulkan lebih banyak dan yang lain lebih sedikit daripada jumlah yang
telah ditentukan; tetapi "apabila diukurnya dengan gomer, maka yang telah
memungut banyak itu tidak lebih, dan yang memungut sedikit itu tiada kurang."
Keterangan dari ayat ini dan juga pelajaran yang praktis daripadanya, diberikan
oleh rasul Paulus di dalam suratnya yang kedua kepada orang-orang di Korintus.
Ia berkata, "Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat
keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini
kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka
kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti
ada tertulis: 'Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang
yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan." 2 Korintus 8:13-15.

Pada hari yang keenam orang banyak mengumpulkan dua gomer untuk
masing-masing mereka. Pemimpin-pemimpin mereka dengan segera pergi
mendapatkan Musa dan mengadukan kepada Musa apa yang telah dilakukan.
Jawabnya adalah, "Inilah yang dimaksudkan Tuhan: Besok adalah hari
perhentian penuh, Sabat yang kudus bagi Tuhan; maka roti yang perlu kamu
bakar, bakarlah, dan apa yang perlu kamu masak, masaklah; dan segala
kelebihannya biarkanlah di tempatnya untuk disimpan sampai pagi." Mereka
telah melakukan demikian, dan mereka dapati bahwa manna itu tidak berubah.
"Selanjutnya kata Musa: 'Makanlah itu pada hari ini, sebab hari ini adalah Sabat
untuk Tuhan, pada hari ini tidaklah kamu mendapatnya di padang. Enam hari
lamanya kamu memungutnya, tetapi pada hari yang Ketujuh ada Sabat; maka
roti itu tidak ada pada hari itu."

Tuhan menuntut agar hari-Nya yang suci itu dipelihara sama kudusnya seperti
pada zaman Israel dahulu. Perintah yang diberikan kepada orang Israel itu harus
dianggap oleh semua orang Kristen sebagai satu perintah dari Allah kepada
mereka. Hari sebelum Sabat harus menjadi sebagai satu hari persediaan, agar
segala sesuatu dapat dipersiapkan untuk jam-jam yang suci itu. Bagaimanapun
juga janganlah urusan kita dibiarkan mengambil waktu yang suci itu. Allah telah
memerintahkan agar orang sakit dan yang menderita dirawat; pekerjaan yang
dituntut untuk meringankan beban mereka adalah satu pekerjaan rahmat, dan
bukan merupakan pelanggaran terhadap Sabat; tetapi segala pekerjaan yang
tidak perlu harus dihindarkan. Banyak orang dengan lalainya telah menunda
sampai kepada permulaan hari Sabat perkara-perkara kecil yang sebenarnya bisa
diselesaikan pada hari persediaan. Hal seperti ini janganlah terjadi. Pekerjaan
yang dibiarkan sampai kepada permulaan Sabat harus tetap dibiarkan sampai
Sabat berlalu. Cara seperti ini akan dapat menolong ingatan daripada yang lalai
itu, dan menjadikan mereka lebih berhati-hati untuk melaksanakan tugas mereka
dalam enam hari bekerja itu.
Setiap minggu selama dalam perjalanan mereka di padang belantara, orang
Israel menyaksikan satu mukjizat rangkap tiga, yang dimaksudkan untuk
mengesankan pikiran mereka akan sucinya Sabat itu; manna dalam jumlah dua
kali lipat diturunkan pada hari yang keenam, tidak ada manna pada hari yang
Ketujuh, dan persediaan yang diperlukan untuk Sabat terpelihara dan tetap
mulus dan bersih, sedangkan jikalau dibiarkan tersisa pada hari-hari yang
lainnya, manna itu tidak baik lagi untuk dimakan.

Di dalam keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pemberian manna itu kita


mempunyai bukti yang menentukan bahwa Sabat bukanlah ditetapkan, seperti
yang dikatakan oleh banyak orang, pada waktu hukum itu diberikan di bukit
Sinai. Sebelum orang-orang Israel tiba di Sinai mereka telah mengerti bahwa
Sabat merupakan sesuatu yang dituntut dari mereka. Dengan diperintahkannya
untuk mengumpulkan manna dua kali lebih banyak setiap hari Jumat sebagai
hari persediaan untuk Sabat, dimana tidak akan ada manna yang jatuh, sifat
yang suci daripada hari perhentian itu tetap diingatkan kepada mereka. Dan
bilamana beberapa dari antara orang banyak itu keluar pada hari Sabat untuk
mengumpulkan manna, Tuhan bertanya, "Berapa lama lagi kamu menolak
mengikuti segala perintah-Ku dan hukum-Ku?"

"Orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di
tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan
tanah Kanaan." Untuk empat puluh tahun lamanya mereka telah diingatkan
tiap-tiap hari oleh persediaan yang ajaib ini, akan kasih serta penjagaan Allah
yang tidak pernah gagal. Dengan kata-kata pemazmur, Allah telah memberikan
kepada mereka, "gandum dari langit. Setiap orang telah makan roti malaikat"
(Mazmur 78:24, 25)--yaitu, makanan yang disediakan bagi mereka oleh
malaikat-malaikat. Dicukupkan oleh "gandum dari langit" mereka itu setiap hari
diajar bahwa dengan memiliki janji Allah, mereka itu terpelihara daripada
kekurangan sama halnya seperti mereka itu seolah-olah dikelilingi oleh
ladang-ladang gandum di padang yang subur di tanah Kanaan.

Manna yang jatuh dari langit untuk memberi makan Israel adalah satu lambang
daripada Dia yang datang dari Allah untuk memberikan hidup kepada dunia.
Yesus berkata, "Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di
padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari surga:
Barangsiapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang
telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-
lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan
untuk hidup dunia." Yohanes 6:48-51. Dan di antara janji-janji berkat bagi umat
Allah untuk kehidupan yang akan datang, telah tersurat, "Barangsiapa menang,
kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi." Wahyu 2:17.

Setelah meninggalkan padang belantara Sin, orang Israel mendirikan kemahnya


di Rafidim. Di tempat ini tidak ada air dan kembali mereka tidak percaya akan
pimpinan Allah. Di dalam kebutaan mereka dan dengan sembrono mereka
datang kepada Musa dengan satu tuntutan, "Berikanlah air kepada kami, supaya
kami dapat minum." Tetapi ia tidak kehilangan sabar. "Mengapakah kamu
bertengkar dengan aku," katanya, "mengapakah engkau mencobai Tuhan?"
Dengan marah mereka berteriak, "Mengapa pula engkau memimpin kami ke
luar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami
dengan kehausan?" Pada waktu mereka diberi makanan dengan berkelimpahan,
dengan rasa malu mereka mengingat kembali akan sikap mereka yang tidak
percaya dan persungutan mereka, dan berjanji akan berharap kepada Tuhan di
masa mendatang; tetapi dengan segera mereka melupakan janji mereka itu dan
gagal dalam menghadapi ujian yang pertama daripada iman mereka itu. Tiang
awan yang memimpin mereka seolah-olah menutupi satu misteri yang
menakutkan. Dan Musa--siapakah dia? tanya mereka, dan apakah yang menjadi
tujuannya dengan membawa mereka itu keluar dari Mesir? Kecurigaan dan
tidak percaya memenuhi hati mereka dan dengan berani menuduh bahwa ia
bermaksud akan membunuh mereka dan anak-anak mereka oleh kesulitan serta
penderitaan, agar ia dapat memperkaya dirinya dengan harta milik mereka. Di
dalam kegaduhan serta amarah mereka hampir-hampir melempari Musa dengan
batu.

Dengan rasa susah Musa berseru kepada Tuhan, "Apakah yang akan kulakukan
kepada bangsa ini?" Ia diperintahkan untuk membawa pemimpin-pemimpin
bangsa Israel itu, dan juga tongkat oleh mana ia telah mengadakan
keajaiban-keajaiban di Mesir dan pergi kepada orang banyak. Dan Tuhan
berkata kepadanya, "Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di
Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan ke luar air,
sehingga bangsa itu dapat minum." Ia menurutinya, dan air keluar dalam satu
pancaran yang hidup yang dengan limpahnya memenuhi kebutuhan segenap
perhimpunan itu. Gantinya memerintahkan Musa untuk mengangkat tongkatnya
dan meminta turunnya kutuk yang mengerikan, seperti yang di Mesir itu,
terhadap pemimpin-pemimpin daripada orang-orang yang jahat dan
bersungut-sungut itu, Tuhan di dalam rahmat-Nya telah menjadikan tongkat itu
sebagai alatnya untuk memberikan kelepasan kepada mereka.

"Dibelah-Nya gunung batu di padang gurun, diberi-Nya mereka minum banyak


air seperti dari samudera raya; dibuat-Nya aliran air ke luar dari bukit batu, dan
dibuat-Nya air turun seperti sungai." Mazmur 78:15, 16. Musa telah memukul
batu itu, tetapi adalah Anak Allah yang, terlindung di dalam awan itu, berdiri di
samping Musa dan menjadikan air pemberi hidup itu telah mengalir. Bukan
hanya Musa dan pemimpin-pemimpin saja, tetapi semua orang yang berdiri dari
jauh, telah melihat kemuliaan Tuhan; tetapi kalau saja awan itu diangkat,
mereka akan binasa oleh terang yang hebat daripada Dia yang tinggal di
dalamnya.

Di dalam kehausan mereka telah mencobai Allah, dengan berkata, "Apakah


Tuhan ada di antara kita, ataukah tidak? Jikalau Allah telah membawa kita ke
tempat ini, mengapakah Ia tidak memberikan air kepada kita sebagaimana roti?"
Sikap tidak percaya yang dinyatakan dengan cara itu adalah satu kejahatan dan
Musa merasa takut bahwa hukuman Allah akan menimpa mereka. Dan ia
menyebut tempat itu Masa, "cobaan," dan Meriba, "perbantahan," sebagai
peringatan akan dosa mereka.
Satu bahaya yang baru kini mengancam mereka. Oleh sebab persungutan
mereka terhadap Dia, Tuhan telah membiarkan mereka diserang oleh
musuh-musuh mereka. Bangsa Amalek, satu bangsa yang buas dan suka
berperang yang menempati daerah itu, telah datang menyerang serta
membinasakan mereka yang, karena letih, telah tertinggal di belakang. Musa,
menyadari bahwa orang banyak ini tidak bersedia untuk berperang, telah
memerintahkan Yusak untuk memilih dari antara suku-suku bangsa ini satu
rombongan tentara dan memimpin mereka pada keesokan harinya untuk
menyerang musuh, sementara ia sendiri akan berdiri di satu tempat yang tinggi
dekat di tempat itu dengan tongkat Allah di tangannya. Kemudian pada
keesokan harinya Yusak dan rombongannya telah menyerang musuh itu,
sementara Musa, Harun dan Hur berada di atas sebuah bukit sambil memandang
ke medan pertempuran itu. Dengan kedua belah tangannya terangkat ke langit
sambil memegang tongkat Allah pada tangan kanannya, Musa berdoa untuk
kemenangan tentara Israel. Sementara peperangan itu berlangsung, ternyata
bahwa selama tangannya diangkat ke atas, Israel menang, tetapi bilamana
tangan itu diturunkan pihak musuhlah yang menang. Oleh karena Musa merasa
letih, Harun dan Hur telah menunjang tangannya itu sampai matahari terbenam
bilamana musuh telah dipukul mundur.

Sementara Harun dan Hur menolong mengangkat tangan Musa, mereka


menunjukkan kepada orang banyak akan tugas mereka untuk menolong dia
dalam tanggung-jawabnya yang besar sementara ia menerima Firman dari Allah
untuk dikatakan kepada mereka. Dan tindakan Musa itu juga penuh arti,
menunjukkan bahwa Allah memegang nasib mereka di dalam tangan-Nya,
apabila mereka menjadikan Dia sebagai penolong mereka, Ia akan berperang
bagi mereka serta mengalahkan musuh mereka; tetapi bilamana mereka
melepaskan pegangan mereka kepada Dia dan berharap kepada kuasa mereka
sendiri, mereka akan menjadi lebih lemah daripada orang-orang yang tidak
mengenal Allah dan musuh mereka akan menang terhadap mereka.

Sebagaimana orang Israel itu menang bilamana Musa mengangkat tangannya ke


atas dan memohon dalam doa bagi mereka, demikian pula Israel Allah akan
menang apabila dengan iman mereka berpegang kepada kekuatan Penolong
mereka yang berkuasa itu. Namun demikian, kekuatan Ilahi harus digabungkan
dengan usaha manusia. Musa tidak percaya bahwa Allah akan mengalahkan
musuh mereka sementara Israel tinggal diam. Sementara pemimpin besar itu
berdoa kepada Tuhan, Yusak dan pengikut-pengikutnya yang berani
mengerahkan segenap usahanya untuk menyerang musuh Israel dan musuh
Allah.

Sesudah dikalahkannya orang Amalek itu, Tuhan memerintahkan Musa,


"Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan
ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali
ingatan kepada Amalek dari kolong langit." Sesaat sebelum kematiannya,
pemimpin besar itu telah menyampaikan kepada bangsanya satu amanat yang
khidmat: "Ingatlah apa yang dilakukan orang Amalek kepadamu pada waktu
perjalananmu ke luar dari Mesir; bahwa engkau didatangi mereka di jalan dan
semua orang lemah pada barisan belakangmu dihantam mereka, sedang engkau
lelah dan lesu. Mereka tidak takut akan Allah. Maka apabila Tuhan, Allahmu,
sudah mengaruniakan keamanan kepadamu dari pada segala musuhmu di
sekeliling, di negeri yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu untuk dimiliki
sebagai milik pusaka, maka haruslah engkau menghapuskan ingatan kepada
Amalek dari kosong langit. Janganlah lupa!" Ulangan 25:17-19. Sehubungan
dengan bangsa yang jahat ini Tuhan berkata, "Tangan di atas panji-panji Tuhan!
Tuhan berperang melawan Amalek turun-temurun." Keluaran 17:16.
Bangsa Amalek bukannya tidak mengetahui tentang sifat Allah atau sifat
daripada pemerintahan Allah, tetapi gantinya mereka takut di hadapan-Nya,
mereka telah menetapkan dalam diri mereka untuk menentang kuasa-Nya.
Keajaiban-keajaiban yang telah diadakan oleh Musa di hadapan orang Mesir
telah dijadikan bahan ejekan oleh orang Amalek dan kegentaran daripada
bangsa-bangsa di sekitarnya telah dicemoohkannya. Mereka telah mengambil
sumpah di hadapan dewa-dewa mereka bahwa mereka akan membinasakan
orang Ibrani agar jangan seorang pun terlepas, dan mereka membanggakan
bahwa Allah orang Israel tidak akan berdaya untuk melawan mereka. Mereka
tidak pernah disakiti atau diancam oleh orang Israel. Serangan mereka itu sama
sekali tidak beralasan. Mereka berusaha menghancurkan umat Allah untuk
menyatakan kebencian dan perlawanan mereka terhadap Allah. Sudah lama
bangsa Amalek ini merupakan orang-orang berdosa yang sombong dan tekebur,
dan kejahatan mereka telah naik kepada Tuhan untuk mendapat pembalasan,
tetapi rahmat-Nya masih tetap memanggil mereka untuk bertobat; tetapi apabila
orang Amalek itu menyerang bangsa Israel yang letih dan tidak bersenjata itu,
mereka telah memeteraikan kebinasaan bangsa mereka. Perlindungan Allah
menaungi anak-anak-Nya yang paling lemah. Tidak ada satu tindakan yang
kejam atau yang menindas mereka yang tidak dicatat oleh surga. Di atas semua
orang yang takut dan cinta kepada-Nya, tangan-Nya melindungi sebagai perisai;
biarlah manusia berhati-hati agar jangan mereka memukul tangan itu; karena itu
memegang pedang keadilan.

Tidak jauh dari tempat di mana Israel sekarang sedang mendirikan kemahnya,
terdapat rumah Yitro, mertua Musa.

Yetero telah mendengar tentang kelepasan orang Israel, dan sekarang ia


berangkat untuk mengunjungi mereka serta menyerahkan kembali kepada Musa
istrinya dan kedua anak laki-lakinya. Pemimpin besar itu diberi tahu oleh
pesuruh-pesuruh tentang kedatangan mereka, dan ia pergi menyambut mereka
dengan penuh kegembiraan, dan sesudah saling memberi salam, mereka pun
dibawa ke kemahnya. Ia telah mengirim kembali keluarganya pada waktu dalam
perjalanan untuk memimpin Israel ke luar dari Mesir yang penuh bahaya itu,
tetapi kini kembali ia dapat menikmati penghiburan serta kegembiraan dengan
adanya mereka itu. Kepada Yitro ia telah menceritakan kembali akan perbuatan
Allah yang ajaib itu terhadap Israel, dan Yitro pun merasa gembira dan memuji
akan Allah, dan bersama-sama dengan Musa dan pemimpin-pemimpin Israel ia
menggabungkan diri untuk mempersembahkan korban dan mengadakan satu
upacara pesta yang khidmat untuk memperingati akan rahmat Allah.
Sementara Yitro tinggal di tenda-tenda itu, ia melihat bagaimana beratnya beban
yang ada di atas bahu Musa. Untuk mempertahankan tata tertib dan disiplin di
antara orang banyak yang jumlahnya besar itu, yang bodoh dan tidak terlatih itu,
sungguh merupakan satu tugas yang berat. Musa adalah pemimpin dan
pemerintah yang mereka akui dan bukan saja kepentingan umum dan tugas
daripada orang banyak itu, tetapi segala persengketaan yang timbul di antara
mereka juga dihadapkan kepada Musa. Ia telah membiarkan hal ini, karena itu
memberikan kepadanya satu kesempatan untuk memberi petunjuk kepada
mereka; sebagaimana yang dikatakannya, "Aku memberitahukan kepada
mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah." Tetapi Yitro
menentang hal ini, dengan berkata, "Pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan
sanggup engkau melakukannya seorang diri saja." "Engkau akan menjadi sangat
lelah," dan ia menasihati Musa untuk mengangkat orang-orang yang layak
sebagai pemimpin atas seribu orang; dan yang lain sebagai pemimpin atas
seratus orang, dan yang lain atas sepuluh orang. Mereka haruslah "orang-orang
yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang
benci kepada pengejaran suap." Mereka inilah yang akan menjadi hakim atas
perkara yang kecil-kecil, sementara soal-soal yang paling sulit dan penting
harus dibawa kepada Musa, yang untuk orang banyak harus, kata Yitro,
"kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah"; "kemudian haruslah
engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-
keputusan, dan memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani dan
pekerjaan yang harus dilakukan." Nasihat ini diterima, dan ini bukan hanya
memberikan keringanan kepada Musa, tetapi telah menyerahkan terciptanya
satu tata tertib yang lebih sempurna di antara bangsa itu.

Tuhan telah menghormati Musa dan telah mengadakan perbuatan-perbuatan


yang ajaib oleh tangan-Nya; tetapi kenyataan bahwa ia telah dipilih untuk
memberi petunjuk kepada orang lain tidaklah menjadikan dia untuk mengambil
kesimpulan bahwa ia sendiri tidak memerlukan petunjuk. Pemimpin Israel yang
terpilih ini mendengarkan dengan gembira kepada usul-usul daripada imam
yang beribadat yang berasal dari Midian itu, dan telah melaksanakan rencana
tersebut sebagai cara pengaturan yang bijaksana.
Dari Rafidim bangsa itu melanjutkan perjalanan mereka, mengikuti gerak
daripada tiang awan itu. Jejak langkah mereka telah menyusuri padang-padang
yang tandus, tebing yang curam dan melalui deretan gunung batu. Sering
sementara mereka sedang berjalan di padang pasir itu, mereka melihat di
hadapan mereka gunung-gunung yang curam seperti benteng-benteng raksasa,
menjulang tinggi ke atas dan menghalangi jalan mereka dan seolah-olah tidak
memungkinkan mereka untuk maju terus. Tetapi apabila mereka telah berada di
dekatnya, di sana sini terlihat jalan terbuka di gunung-gunung itu dan di
seberang sana, satu padang datar yang luas terbentang di hadapan mereka.
Sekarang mereka dipimpin untuk melewati salah satu jalan kecil yang
berbatu-batu. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat hebat dan mengesankan.
Di antara gunung-gunung batu yang menjulang tinggi beratus-ratus kaki sebelah
menyebelah, seperti air sungai yang mengalir, sejauh mata memandang, bangsa
Israel bersama-sama dengan kawanan kambing domba mereka itu bergerak
maju. Dan sekarang di hadapan mereka dengan megahnya Bukit Sinai
menampilkan bagian depannya. Tiang awan itu berhenti di atas puncaknya, dan
mereka itu pun mendirikan kemah-kemah mereka di atas padang di kaki bukit
itu. Tempat ini menjadi tempat kediaman mereka hampir satu tahun lamanya.
Pada waktu malam tiang api memberikan jaminan kepada mereka akan
perlindungan Ilahi dan sementara mereka tertidur, dengan perlahan-lahan roti
surga itu jatuh ke atas tempat kediaman mereka.

Fajar melapisi puncak-puncak gunung yang gelap itu dengan warna keemasan
dan sinar sang surya memancar menembusi lorong-lorong yang dalam di antara
bukit-bukit batu, dan kepada pengembara-pengembara yang letih lesu itu
nampaknya seperti terang rahmat yang memancar dari takhta Allah. Di
sekeliling mereka puncak-puncak gunung yang tinggi itu, di tengah-tengah
suasana alam yang hening seolah-olah menyatakan keagungan yang abadi. Di
tempat ini pikiran mereka dipenuhi oleh rasa kagum dan khidmat. Manusia
dapat merasakan kebodohan serta kelemahannya di hadirat Dia yang
"menimbang gunung-gunung dengan dacing, atau bukit-bukit dengan neraca."
Yesaya 40:12. Di sini bangsa Israel menerima Wahyu yang paling ajaib yang
pernah dinyatakan Allah kepada manusia. Di sini Allah telah mengumpulkan
umat-Nya agar Ia dapat mengesankan mereka akan kesucian
tuntutan-tuntutan-Nya dengan mengumumkan oleh suara-Nya sendiri akan
hukum-Nya yang kudus itu. Perubahan-perubahan besar dan radikal harus
diadakan di dalam diri mereka; karena pengaruh-pengaruh yang merusakkan
sebagai akibat daripada perbudakan itu, dan pergaulan yang lama dengan
penyembahan berhala telah meninggalkan bekas kepada kebiasaan dan tabiat
mereka. Allah sedang bekerja untuk mengangkat mereka kepada tingkatan
akhlak yang lebih tinggi dengan memberikan kepada mereka satu pengetahuan
tentang diri-Nya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai