Anda di halaman 1dari 10

25

Keluaran
-------------------
Pasal ini dialaskan atas Keluaran 12:34-51; 13-15.

Dengan pinggang yang berikat, kaki bersepatu dan tongkat di tangan, umat
Israel telah bersiap-siap, dalam suasana hening dan dipenuhi rasa takut tetapi
disertai pengharapan, untuk menunggu perintah Ilahi yang akan menyuruh
mereka berangkat. Sebelum fajar merekah, mereka sudah berada dalam
perjalanan mereka. Selama kutuk itu berlangsung, apabila penyataan kuasa
Allah telah menyalakan iman di dalam hati budak-budak itu, dan telah
menggentarkan penjajah-penjajah mereka, umat Israel secara berangsur-angsur
telah berhimpun di tanah Gosyen; dan sekalipun keberangkatan mereka itu
mendadak tetapi persiapan-persiapan telah diadakan untuk mengorganisasi serta
mengawasi seperlunya akan orang banyak yang sedang bergerak maju itu,
dengan membagi-bagi mereka itu menjadi kelompok-kelompok dengan
pemimpinnya masing-masing.

Dan mereka pun berangkatlah, "kira-kira enam ratus ribu orang laki-laki
berjalan kaki, tidak termasuk anak-anak. Juga banyak orang dari berbagai-bagai
bangsa turut dengan mereka." Di dalam kelompok yang besar ini terdapat bukan
saja mereka yang didorong oleh iman kepada Allah Israel tetapi dalam jumlah
yang lebih besar adalah mereka yang hanya ingin untuk melepaskan diri dari
kutuk itu, atau yang ikut ramai dan didorong oleh rasa ingin tahu. Golongan
inilah yang merupakan satu penghalang dan satu jerat kepada orang Israel.

Orang banyak itu juga membawa "sangat banyak ternak kambing domba dan
lembu sapi." Semuanya ini adalah milik bani Israel yang tidak pernah menjual
harta mereka kepada raja sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang
Mesir. Yakub dan anak-anaknya telah membawa kawanan kambing-domba
mereka ke Mesir, dan mereka telah bertambah-tambah. Sebelum meninggalkan
Mesir, orang banyak itu, atas petunjuk Musa, telah menuntut satu ganti rugi
akan kerja mereka yang tidak pernah dibayar; dan orang Mesir karena ingin
sekali bebas dari kehadiran orang Israel ini, mereka tidak menolak tuntutan
tersebut. Budak-budak itu berangkat dengan membawa harta yang banyak dari
penjajah mereka.

Hari itu merupakan kegenapan sejarah yang dinyatakan kepada Abraham dalam
khayal yang berisi nubuatan berabad-abad sebelumnya: "Bahwa anak cucumu
itu akan jadi orang asing dalam negeri yang bukan mereka itu punya, dan
mereka itu akan diperhambakan oleh orang isi negeri itu dan dianiaya empat
ratus tahun lamanya; tetapi akan bangsa yang memperhambakan mereka itu,
Aku akan menghukum dia, kemudian daripada itu mereka itu akan keluar
dengan membawa harta yang amat banyak." Masa empat ratus tahun itu telah
digenapkan. "Malam itulah malam berjaga-jaga bagi Tuhan, untuk membawa
mereka ke luar dari tanah Mesir." Pada waktu berangkat meninggalkan negeri
Mesir bani Israel telah membawa satu pusaka yang berharga, dalam bentuk
tulang-tulang Yusuf, yang telah lama menunggu-nunggu kegenapan janji Allah,
dan yang selama masa perbudakan yang gelap itu, telah menjadi sebagai satu
pengingat kepada kelepasan Israel.

Gantinya menempuh jalan yang langsung menuju ke Kanaan, yang terbentang


di sepanjang negeri Filistin, Tuhan telah memerintahkan mereka untuk menuju
ke Selatan ke arah pantai Laut Merah. "Sebab Firman Allah: 'Jangan-jangan
bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka
kembali ke Mesir." Kalau saja mereka telah mencoba berjalan melalui tanah
Filistin, maka perjalanan mereka akan menemui rintangan; karena bangsa
Filistin, dengan menganggap mereka itu sebagai budak-budak yang melarikan
diri dari majikannya, tidak akan segan-segan berperang dengan mereka. Umat
Israel sama sekali tidak bersedia untuk berhadapan dengan bangsa yang kuat
dan suka berperang itu. Mereka mempunyai pengetahuan yang sedikit saja
tentang Allah, demikian pula iman mereka kepada Dia, dan mereka akan merasa
gentar dan kecewa. Mereka tidak bersenjata dan tidak biasa berperang,
semangat mereka benar-benar tertekan oleh masa perbudakan yang lama itu,
dan juga mereka dibebani oleh kaum wanita, anak-anak dan kawanan kambing
domba. Dalam memimpin mereka melalui jalan yang menuju ke Laut Merah,
Tuhan telah menyatakan diri-Nya sebagai satu Allah yang berbelas kasihan
serta adil. "Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun
menuju ke Laut Teberau. Demikianlah mereka berangkat dari Sukot dan
berkemah di Etam, di tepi padang gurun. Tuhan berjalan di depan mereka, pada
siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu
malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat
berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada
siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." Kata
pemazmur, "Dibentangkan-Nya awan menjadi tudung, dan api untuk menerangi
malam." Mazmur 105:39. (Lihat juga 1 Korintus 10:1, 2). Lambang daripada
Pemimpin mereka yang tidak kelihatan itu senantiasa menyertai mereka. Pada
waktu siang awan itu menuntun perjalanan mereka serta menaungi orang
banyak itu. Awan itu merupakan satu pelindung dari panas yang menyengat;
embun serta hawanya yang dingin itu telah menjadikan padang pasir yang
kering dan tandus itu dipenuhi kesegaran. Pada waktu malam awan itu menjadi
tiang api, yang menerangi tenda-tenda mereka dan memberikan jaminan kepada
mereka akan kehadiran Ilahi.

Di dalam salah satu pasal yang paling indah dan amat menghiburkan dalam
nubuatan Yesaya, disebutkan tentang tiang awan dan tiang api itu sebagai
lambang daripada penjagaan Allah bagi umat-Nya di dalam pertarungan terakhir
yang hebat melawan kuasa kejahatan: "Pada masa itu akan dijadikan oleh Tuhan
sebuah awan berasap pada siang dan suatu cahaya api bernyala-nyala pada
waktu malam atas tiap-tiap rumah di bukit Sion; bahkan, atas segala sesuatu
yang mulia itu akan ada tudungan. Maka pada masa itu akan ada sebuah pondok
akan pernaungan daripada panas siang hari, dan akan perlindungan daripada air
bah dan hujan yang deras."

Mereka berjalan menyeberangi padang belantara yang luas dan memenatkan.


Mereka mulai bertanya-tanya arah mana jalan yang sedang mereka tempuh itu;
mereka mulai merasa letih dengan perjalanan yang sukar sulit itu, dan beberapa
dari antara mereka dipenuhi oleh rasa takut dikejar oleh orang Mesir. Tetapi
awan itu berjalan terus dan mereka mengikutinya. Dan sekarang Tuhan
memerintahkan Musa untuk berbelok ke satu daerah yang diapit oleh
gunung-gunung batu, dan mendirikan kemah mereka di tepi laut. Telah
dinyatakan kepadanya bahwa Firaun akan mengejar mereka tetapi Allah akan
ditinggikan di dalam hal kelepasan mereka.

Di negeri Mesir tersiar kabar bahwa Israel, gantinya berhenti di padang


belantara untuk berbakti, telah berjalan terus menuju ke Laut Merah.
Penasihat-penasihat Firaun memberitahukan kepada raja bahwa budak-budak
mereka telah melarikan diri, dan tidak akan kembali lagi. Orang banyak di
Mesir menyesali kebodohan mereka karena telah mempercayai bahwa kematian
anak-anak sulung itu adalah akibat daripada kuasa Allah. Orang-orang besar
mereka, setelah berhasil mengatasi rasa takutnya, berpendapat bahwa
kutuk-kutuk yang telah terjadi itu adalah merupakan akibat-akibat alamiah saja.
Dengan tangisan yang getir mereka berseru, "Apakah yang telah kita perbuat
ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?"

Firaun mengerahkan pasukannya, "enam ratus kereta yang terpilih, ya, segala
kereta Mesir, masing-masing lengkap dengan perwiranya," pasukan berkuda,
pemimpin serta tentara yang berjalan kaki. Raja sendiri, dengan dikawal oleh
orang-orang besar di negaranya, telah memimpin pasukan penyerang itu. Untuk
memperoleh pertolongan dewa-dewa dan dengan demikian memastikan sukses
daripada usaha mereka itu, imam-imam juga turut bersama-sama dengan
mereka. Raja telah bertekad untuk menakut-nakuti orang Israel dengan segala
pertunjukan kekuatannya itu. Orang-orang Mesir takut jangan-jangan dengan
menyerahnya mereka itu dengan secara paksa kepada Allah orang Israel, akan
menjadikan mereka sebagai bahan ejekan di antara bangsa-bangsa lainnya;
tetapi jikalau sekarang mereka pergi mengejar dengan segala kekuatan yang ada
serta membawa budak-budak itu kembali, mereka akan dapat menebus kembali
kehormatan mereka itu sebagaimana juga memperoleh kembali hamba-hamba
itu untuk melayani mereka.

Orang Israel mendirikan tendanya di tepi laut, yang airnya merupakan


seolah-olah satu penghalang yang tidak mungkin untuk dilalui, sementara di
sebelah Selatan satu deretan gunung-gunung yang curam menghalangi
perjalanan mereka. Tiba-tiba di kejauhan mereka melihat senjata serta rata yang
berkilau-kilauan sebagai tanda datangnya satu bala tentara yang besar. Apabila
rombongan itu datang lebih dekat lagi, mereka dapat melihat dengan jelas
bahwa bala tentara Mesir dengan segenap kekuatannya sedang mengejar
mereka. Kegentaran memenuhi hati orang Israel Beberapa berseru kepada
Tuhan, tetapi sebagian besar dari antara mereka dengan cepat mendatangi Musa
dengan persungutan mereka, "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka
engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang
kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami ke luar dari Mesir?
Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu
kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami
untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini."
Musa merasa sedih sekali karena bangsa ini harus menyatakan iman yang
sekecil itu kepada Allah, sekali pun berulang-ulang mereka telah menyaksikan
penyataan-penyataan daripada kuasa-Nya demi mereka. Bagaimanakah mereka
dapat menuduh dia atas adanya situasi yang penuh dengan bahaya serta
kesulitan itu, sedangkan ia sedang mengikuti perintah Allah yang telah
dinyatakan? Memang benar, kelepasan mereka tidak mungkin untuk
dilaksanakan kecuali Allah sendiri campur tangan; tetapi karena untuk mentaati
petunjuk Ilahi sehingga mereka telah berada dalam situasi ini, Musa tidak
merasa takut akan akibat-akibatnya. Jawabnya yang tenang dan penuh kepastian
itu adalah, "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari
Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang
kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. Tuhan
akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja."

Bukanlah satu hal yang mudah untuk mengajak bangsa Israel itu untuk
menunggu di hadapan Tuhan. Oleh karena kurang disiplin dan pengendalian
diri, mereka menjadi ganas dan membabi buta. Mereka mengharapkan bahwa
dengan segera mereka akan jatuh ke tangan sipenjajah itu; jeritan dan ratapan
mereka terdengar nyaring dan menyayat hati. Tiang awan yang ajaib itu telah
diikuti sebagai tanda dari Allah supaya maju terus; tetapi sekarang mereka
bertanya-tanya di antara sesama mereka sendiri jangan-jangan tiang awan itu
merupakan tanda akan datangnya suatu malapetaka yang hebat, karena
bukankah itu telah memimpin mereka ke tempat yang keliru, ke satu tempat
yang tidak mungkin dilalui? Dengan demikian malaikat Allah, atas pikiran
mereka yang kacau itu, kelihatannya seperti makhluk yang diutus untuk
memberitahukan datangnya bencana.
Tetapi sekarang, apabila tentara Mesir itu mendekati mereka, dengan
pengharapan akan dapat menjadikan mereka itu sebagai mangsa yang empuk,
tiang awan itu naik dengan megahnya menjulang ke angkasa dan bergerak
melewati orang-orang Israel, kemudian turun di antara mereka dan bala tentara
Mesir itu. Satu dinding kegelapan mengantarai orang yang dikejar dengan
orang-orang yang mengejarnya. Orang-orang Mesir tidak dapat lagi melihat
kemah-kemah orang Ibrani, dan mereka dipaksa berhenti. Tetapi apabila
kegelapan malam semakin pekat, dinding awan itu menjadi satu terang yang
besar kepada orang Israel, memenuhi seluruh tenda-tenda mereka itu dengan
terang seperti siang hari.
Kemudian pengharapan berangsur-angsur menyala kembali di hati orang Israel.
Dan Musa berseru kepada Tuhan. "Mengapakah engkau berseru-seru demikian
kepada-Ku? Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka berangkat. Dan
engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan
belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di
tempat kering."

Pemazmur dalam menggambarkan perjalanan Israel di atas laut itu,


menyanyikan, "Melalui laut jalan-Mu dan lorong-Mu melalui muka air yang
luas, tetapi jejak-Mu tidak kelihatan. Engkau telah menuntun umat-Mu seperti
kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun." Mazmur 77:20, 21.
Apabila Musa mengangkat tongkatnya, air laut itu terbelah dan Israel berjalan di
tengah-tengahnya, di atas tanah yang kering, sementara air laut tegak di
samping mereka seperti satu dinding. Terang dari tiang api Allah itu
bersinar-sinar ke atas ombak yang berbuih-buih serta menerangi jalan yang
membujur seperti satu garis besar menembusi air laut, yang kemudian hilang
dalam kesamaran di pantai seberang.

"Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka--segala kuda Firaun, keretanya


dan orangnya yang berkuda--sampai ke tengah-tengah laut. Dan pada waktu
jaga pagi, Tuhan yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada
tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu." Awan yang
misterius itu berubah menjadi satu tiang api di hadapan mata mereka yang
keheran-heranan itu. Guntur bergemuruh dan kilat sabung menyabung,
"Awan-awan mencurahkan air, awan-gemawan bergemuruh, bahkan anak-anak
panah-Mu beterbangan. Deru guntur-Mu menggelinding, kilat-kilat menerangi
dunia, bumi gemetar dan bergoncang." Mazmur 77:18, 19.
Orang Mesir ditimpa oleh kebingungan dan kekecewaan. Di tengah-tengah
amukan alam itu, di mana mereka mendengar suara dari Allah yang murka,
mereka berusaha untuk mundur dan melarikan diri ke tepi pantai yang telah
mereka tinggalkan. Tetapi Musa mengangkat tongkatnya dan air laut yang
seperti tembok itu, dengan suara yang gemuruh dan bergelora telah melanda dan
menelan mangsanya, dan orang-orang Mesir itu dikubur hidup-hidup di dalam
laut yang dalam dan pekat itu.

Keesokan paginya kelihatan kepada bangsa Israel sisa-sisa yang tinggal dari
musuh mereka yang hebat itu mayat-mayat yang terbungkus dalam baju perang
bergelimpangan di tepi laut. Dari mara bahaya yang paling mengerikan, dalam
waktu satu malam saja telah berubah menjadi satu kelepasan yang sempurna.
Orang banyak yang tidak berdaya itu budak-budak yang tidak biasa berperang,
kaum wanita, anak-anak, ternak dengan lautan yang terbentang di hadapan
mereka, dan bala tentara Mesir yang hebat mendesak dari belakang telah
melihat jalan mereka terbuka menembusi air laut, dan musuh mereka telah
dihancurkan pada saat-saat mereka harap dengan segera akan beroleh
kemenangan. Hanya Tuhan saja yang telah memberikan kelepasan kepada
mereka, dan kepada-Nya hati mereka telah terangkat dengan rasa syukur dan
penuh iman. Perasaan mereka itu telah tercetus dalam satu nyanyian puji-pujian.
Roh Allah turun ke atas Musa, dan ia telah memimpin orang banyak dalam satu
nyanyian terima kasih dalam satu suasana kemenangan, satu nyanyian yang
paling tua dan paling mulia yang diketahui oleh manusia.

"Baiklah aku menyanyi bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan
penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut.
Tuhan itu kekuatanku dan
Mazmurku,
Ia telah menjadi keselamatanku.
Ia Allahku, kupuji Dia,
Ia Allah bapaku, kuluhurkan Dia.
Tuhan itu pahlawan perang;
Tuhan, itulah nama-Nya.
Kereta Firaun dan pasukannya
dibuang-Nya ke dalam laut;
para perwiranya yang pilihan
dibenamkan ke dalam Laut
Teberau.
Samudera raya menutupi mereka;
ke air yang dalam mereka
tenggelam seperti batu.
Tangan kanan-Mu, Tuhan, mulia
karena kekuasaan-Mu,
tangan kanan-Mu Tuhan,
menghancurkan musuh.
Dengan keluhuran-Mu yang besar
Engkau meruntuhkan siapa yang
bangkit menentang Engkau;
Engkau melepaskan api
murka-Mu,
yang memakan mereka sebagai
tunggul gandum.
Karena napas hidung-Mu segala air
naik bertimbun-timbun;
segala aliran berdiri tegak
seperti bendungan;
air bah membeku di tengah-
tengah laut.
Kata musuh: Aku akan mengejar,
akan mencapai mereka, akan
membagi-bagi jarahan;
nafsuku akan kulampiaskan
kepada mereka, akan kuhunus
pedangku;
tanganku akan melenyapkan
mereka!
Engkau meniup dengan taufan-Mu,
laut pun menutupi mereka;
sebagai timah mereka tenggelam
dalam air yang hebat.
Siapakah yang seperti Engkau, di
antara para Allah, ya Tuhan;
siapakah seperti Engkau, mulia
karena kekudusan-Mu,
menakutkan karena perbuatan-Mu
yang masyhur,
Engkau pembuat keajaiban?
Engkau mengulurkan tangan
kanan-Mu;
bumi pun menelan mereka.
Dengan kasih setia-Mu Engkau
menuntun umat yang telah
Kautebus;
dengan kekuatan-Mu Engkau
membimbingnya ke tempat
kediaman-Mu yang kudus.
Bangsa-bangsa mendengarnya,
mereka pun menggigil;
kegentaran menghinggapi
penduduk tanah Filistin.
Pada waktu itu gemparlah para
kepala kaum di Edom,
kedahsyatan menghinggapi
orang-orang berkuasa di Moab;
semua penduduk tanah Kanaan
gemetar.
Ngeri dan takut menimpa mereka,
karena kebesaran tangan-Mu
mereka kaku seperti batu,
sampai umat-Mu menyeberang, ya
Tuhan,
sampai umat yang Kauperoleh
menyeberang.
Engkau membawa mereka dan
Kaucangkokkan mereka di atas
gunung milik-Mu sendiri;
di tempat yang telah Kaubuat
kediaman-Mu, ya Tuhan;
di tempat kudus, yang didirikan
tangan-Mu, ya Tuhan."
Keluaran 15: 1-17.

Seperti suara air yang bergemuruh, nyanyian yang mulia itu terangkat naik dari
segenap bangsa Israel yang besar itu. Nyanyian ini dinyanyikan oleh kaum
wanita Israel, dan Miryam, saudara Musa itu, berjalan di depan sementara
mereka itu mengiringkan dia sambil menabuh rebana dan menari. Jauh di atas
padang pasir dan laut itu menggema lagu yang penuh dengan kegembiraan, dan
gunung-gunung memantulkan kata-kata pujian mereka itu: "Menyanyilah bagi
Tuhan, sebab Ia tinggi luhur."

Nyanyian ini dan kelepasan besar yang diperingatinya, telah meninggalkan satu
kesan yang tidak pernah akan dapat dihapuskan dari bangsa Ibrani. Dari zaman
ke zaman nyanyian itu dilagukan kembali oleh nabi-nabi dan penyanyi-penyanyi
Israel, yang menyaksikan bahwa Tuhan adalah kekuatan dan kelepasan mereka
yang berharap kepada-Nya. Nyanyian itu bukanlah milik orang Yahudi saja. Itu
menunjuk ke depan kepada kebinasaan daripada segala musuh kebenaran dan
kemenangan terakhir daripada bangsa Israel milik Allah. Nabi yang ada di Pulau
Patmos melihat orang banyak yang berjubah putih yang telah "memperoleh
kemenangan," berdiri di tepi "laut kaca bercampur api," memegang "kecapi
Allah. Dan mereka menyanyikan nyanyian Musa, hamba Allah, dan nyanyian
Anak Domba." Wahyu 15:2, 3.

"Bukan kepada kami, ya Tuhan, bukan kepada kami, tetapi kepada nama-Mulah
beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh karena setia-Mu." Mazmur 115:1.
Inilah Roh yang memenuhi nyanyian kelepasan Israel dan Roh inilah yang.
harus menempati hati semua orang yang kasih dan takut akan Allah. Dalam
membebaskan jiwa kita daripada perhambaan dosa, Allah telah mengadakan
bagi kita satu kelepasan yang lebih besar daripada yang telah dialami oleh orang
Israel di Laut Merah. Seperti orang Israel, kita harus memuji Tuhan dengan hati
dan jiwa dan suara atas "pekerjaan-Nya yang ajaib bagi manusia." Mereka yang
merenung-renungkan akan rahmat Allah yang besar, dan tidak melupakan
pemberian-pemberian-Nya yang kecil-kecil, dengan penuh kegembiraan akan
menyanyi dalam hatinya untuk memuji Tuhan. Berkat-berkat yang kita terima
dari tangan Allah setiap hari dan, di atas segala sesuatunya, kematian Yesus
yang telah memungkinkan kebahagiaan serta surga ada pada jangkauan kita,
haruslah menjadi tema ucapan syukur kita. Betapa besarnya belas kasihan dan
cinta-Nya, yang telah ditunjukkan Allah kepada kita, orang berdosa, yang sesat,
dalam mempersatukan kita dengan diri-Nya, di mana kita ini menjadi harta yang
terpilih kepada-Nya! Betapa besarnya pengorbanan yang telah diadakan oleh
Penebus kita sehingga kita ini dapat disebut sebagai anak-anak Allah! Kita
harus memuji Allah atas pengharapan yang berbahagia yang dinyatakan kepada
kita di dalam rencana penebusan yang besar itu, kita harus memuji Dia atas
harta surga dan segala janji-Nya yang berkelimpahan; pujilah Dia karena Yesus
hidup untuk menjadi pengantara kita.

"Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban," kata Khalik itu, "ia
memuliakan Aku." Mazmur 50:23. Segenap penduduk surga bersatu padu dalam
memuji Allah. Biarlah kita mempelajari nyanyian-nyanyian malaikat itu
sekarang agar kita dapat menyanyikannya bilamana kita bergabung dengan
rombongan mereka yang bersinar-sinar itu. Biarlah kita katakan bersama-sama
dengan pemazmur, "Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku hidup, dan
bermazmur bagi Allahku selagi aku ada." "Kiranya bangsa-bangsa bersyukur
kepada-Mu, Ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-
Mu." Mazmur 146:2; 67:4.

Allah di dalam pimpinan-Nya membawa orang Israel ke daerah di mana


terdapat gunung-gunung yang tinggi dekat laut agar Ia dapat menyatakan
kuasa-Nya dalam kelepasan mereka, dan dengan nyata merendahkan segala
kesombongan sipenjajah itu. Sebenarnya Ia dapat melepaskan mereka dengan
cara yang lain, tetapi Ia telah memilih cara ini untuk menguji iman mereka serta
menguatkan kepercayaan mereka di dalam Dia. Orang banyak merasa letih dan
gentar, tetapi jikalau mereka menolak pada waktu Musa menyuruh mereka
untuk maju terus, maka Allah tidak akan pernah membuka jalan bagi mereka.
Adalah oleh "iman" bahwa "mereka telah melintasi Laut Merah sama seperti
melintasi tanah kering." Ibrani 11:29. Dengan maju terus sampai ke dalam air,
mereka menunjukkan bahwa mereka percaya akan Firman Allah sebagaimana
yang diucapkan oleh Musa. Mereka melakukan segala sesuatu yang mampu
untuk mereka lakukan, dan kemudian Yang Mahakuasa orang Israel membelah
laut itu untuk menyediakan jalan bagi mereka.

Pelajaran besar yang dikemukakan di sini berlaku untuk segala zaman. Sering
kehidupan orang Kristen dikelilingi oleh mara bahaya, dan kelihatannya tugas
sangat sulit untuk dilaksanakan. Pikiran dipenuhi oleh gambaran tentang
kehancuran yang akan datang, dan dari belakang perhambaan atau kematian
sedang mendesak. Namun demikian dengan jelas suara Allah berkata, "Maju
terus." Kita harus mentaati perintah ini, sekalipun mata kita tidak dapat
menembusi kegelapan itu, dan kita merasakan adanya ombak yang dingin di
kaki kita. Segala halangan yang merintangi kemajuan kita tidak akan pernah
hilang di hadapan hati yang bimbang dan ragu-ragu. Mereka yang menunda
penurutan sampai kepada saat bilamana setiap bayangan daripada hal-hal yang
tidak menentu itu hilang sama sekali, dan menunggu sampai tidak ada lagi
kemungkinan-kemungkinan untuk kalah atau gagal, mereka itu tidak akan
pernah menurut sama sekali. Bisikan yang disertai sikap tidak percaya, "Biarlah
kita menunggu sampai segala penghalang itu hilang sama sekali dan kita dapat
melihat jalan kita dengan jelas," tetapi iman dengan penuh keberanian
mendesak untuk maju terus dan berharap akan segala sesuatu, percaya akan
segala sesuatu.

Awan yang bagi orang Mesir merupakan satu dinding kegelapan, bagi orang
Ibrani merupakan satu pancaran cahaya yang besar yang menerangi seluruh
kemah-kemah mereka, dan memancarkan terang kepada jalan yang ada di
hadapan mereka. Demikian pula halnya dengan Pimpinan Ilahi, bagi orang yang
tidak percaya itu mendatangkan kegelapan dan putus asa, sementara bagi orang
yang berharap itu dipenuhi oleh terang dan damai. Jalan di mana Allah
memimpin boleh jadi melalui padang pasir atau laut tetapi itu adalah satu jalan
selamat.

Anda mungkin juga menyukai