Anda di halaman 1dari 151

TREND ISSUE PERAWATAN PASIEN

COVID-19

Disampaikan oleh:
Rubiyanto
Kuliah Blok KMB 2
PSPN Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
6 April 2022
PENDAHULUAN
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok
melaporkan kasus pneumonia misterius yang tidak
diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan
kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus
bertambah hingga saat ini berjumlah jutaan kasus.
Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66%
pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar
seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei
Tiongkok
UPDATE 10 MARET 2022

INDONESIA
5.847.900 KASUS TERKONFIRMASI (+21.311)
5.296.634 KASUS SEMBUH (90.6%)
151.414 KASUS MENINGGAL DUNIA (2.6%)
399.852 KASUS AKTIF (6.8%)
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/dashboard/
covid-19
GLOBAL

450.229.635 KASUS TERKONFIRMASI


6.019.085 KASUS MENINGGAL
1.3 % ANGKA KEMATIAN
KASUS COVID-19 PERTAMA DI INDONESIA
 Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2
Maret 2020 atau sekitar 4 bulan setelah kasus pertama di Wuhan,
Cina.
 Kasus pertama di Indonesia ditemukan sebanyak 2 kasus dan terus
bertambah.
 Per tanggal 11 Oktober 2021, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia
sudah mencapai + 4 juta kasus.
 Puncak kasus COVID-19 pertama terjadi pada bulan Januari 2021
dengan jumlah kasus harian mencapai 14.000 kasus baru.
 Puncak kasus kedua terjadi di bulan Juli 2021 dengan jumlah kasus
harian mencapai 51.000 kasus baru dengan angka kematian
mencapai 2000 kasus per hari.
DI INDONESIA JUMLAH NAKES YANG MENINGGAL
URUTAN KE-1 TERBANYAK DI DUNIA
TOTAL : 2.066
730 DOKTER
670 PERAWAT
398 BIDAN
268 TENAGA KESEHATAN LAINNYA
VARIAN BARU SARS-CoV-2

Varian Alpha (B.117),


Beta (B1.351),
dan Delta (B.1.617)

Terbaru adalah varian B.1.1.529


yang diberi nama Omicron
OMICRON
Penularan sangat cepat
Varian omicron menjadi varian yang perlu diwaspadai
karena memiliki jumlah mutasi yang tinggi, termasuk
pada protein spike, dan berpotensi memiliki
kemampuan dalam menghindari sistem imun yang
lebih baik dan laju penularan yang lebih tinggi. Varian
omicron memiliki lebih dari 30 mutasi yang
menyebabkan perubahan pada sequence asam
amino protein spike.
• Selain replikasi yang lebih cepat pada sel saluran napas,
studi oleh Chi-Wai dkk juga menunjukkan bahwa varian
omicron bereplikasi 10 kali lebih lambat dibanding varian
Delta pada sel parenkim paru.
• Hal ini mungkin mencerminkan tingkat keparahan COVID-
19 akibat varian Omicron yang lebih ringan dibandingkan
varian Delta.
• Meskipun demikian perlu diingat bahwa tingkat keparahan
COVID-19 tidak hanya ditentukan oleh laju replikasi virus,
namun juga faktor lain misalnya respon imun host.
DEFINISI KASUS
DAN DERAJAT PENYAKIT
DEFINISI KASUS
• Kasus COVID-19 diklasifikasikan menjadi kasus
suspek, kasus probabel, dan kasus konfirmasi.
Klasifikasi kasus COVID-19 dilakukan berdasarkan
penilaian kriteria klinis, kriteria epidemiologis, dan
kriteria pemeriksaan penunjang.
KASUS SUSPEK
Yang dimaksud dengan kasus suspek adalah orang yang memenuhi salah satu
kriteria berikut:
a. Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis:
1) Demam akut dan batuk; atau
2) Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri otot, nyeri
tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, sesak napas, anoreksia/mual/muntah,
diare, atau penurunan kesadaran; atau
3) Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berat dengan riwayat
demam/demam (> 38°C) dan batuk yang terjadi dalam 10 hari terakhir, serta
membutuhkan perawatan rumah sakit; atau
4) Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi;
atau
5) Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.
b. Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan
kasus probable/konfirmasi COVID-19/klaster COVID-
19 dan memenuhi kriteria klinis pada huruf a.
c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid
Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) positif sesuai
dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria
wilayah A dan B, dan tidak memiliki gejala serta
bukan merupakan kontak erat (Penggunaan
RDT-Ag mengikuti ketentuan yang berlaku).
KASUS PROBABLE
Kasus Probable adalah kasus suspek yang meninggal
dengan gambaran klinis meyakinkan COVID-19 dan
memiliki salah satu kriteria sebagai berikut: a. Tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic Acid
Amplification Test (NAAT) atau RDT-Ag; atau b. Hasil
pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak
memenuhi kriteria kasus konfirmasi maupun bukan
COVID-19 (discarded).
KASUS TERKONFIRMASI
Kasus Terkonfirmasi adalah orang yang memenuhi salah satu
kriteria berikut:
a. Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.
b. Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil
pemeriksaan RDT-Ag positif di wilayah sesuai penggunaan
RDT- Ag pada kriteria wilayah B dan C.
c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif
sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah
C.
BUKAN COVID-19 (DISCARDED)
1. Seseorang dengan status kasus suspek atau kontak erat DAN hasil
pemeriksaan laboratorium NAAT 2 kali negatif.
2. Seseorang dengan status kasus suspek atau kontak erat DAN hasil
pemeriksaan laboratorium RDT-Ag negatif diikuti NAAT 1 kali negatif sesuai
penggunaan RDT-Ag pada kriteria B.
3. Seseorang dengan status kasus suspek atau kontak erat DAN hasil
pemeriksaan laboratorium RDT-Ag 2 kali negatif sesuai penggunaan RDT-Ag
pada kriteria C.
4. Orang tidak bergejala (asimtomatik) DAN bukan kontak erat DAN hasil
pemeriksaan RDT-Ag positif diikuti NAAT 1x negatif sesuai penggunaan RDT-
Ag pada kriteria A dan B.
5. Orang tidak bergejala (asimtomatik) DAN bukan kontak erat DAN hasil
pemeriksaan RDT-Ag negatif.
KONTAK ERAT
Kontak erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus
probable atau dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 dan memenuhi salah
satu kriteria berikut:
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus konfirmasi dalam radius 1
meter selama 15 menit atau lebih;
b. Sentuhan fisik langsung dengan pasien kasus konfirmasi (seperti
bersalaman, berpegangan tangan, dll);
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus konfirmasi
tanpa menggunakan APD yang sesuai standar; ATAU
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan
penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi
setempat.
DEFINISI KASUS VARIAN OMICRON (B.1.1.529)

Kasus Probable varian Omicron (B.1.1.529) adalah kasus


konfirmasi COVID- 19 dengan hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan positif S-Gene Target Failure (SGTF) atau uji
deteksi Single Nucleotide Polymorphism (SNP) berbasis
Polymerase Chain Reaction (PCR) mengarah ke varian
Omicron.
Kasus konfirmasi varian Omicron (B.1.1.529) adalah kasus
konfirmasi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan sekuensing
positif Omicron SARS-CoV- 2.
DERAJAT KEPARAHAN COVID-19
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan
menjadi tanpa gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.
WHO
TANPA GEJALA
Tanpa gejala Kondisi ini merupakan kondisi paling
ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
RINGAN
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa
hipoksia. Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue,
anoreksia, napas pendek, mialgia.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti
hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia)
atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset
gejala pernapasan juga sering dilaporkan.
Pasien usia tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti
fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas menurun, diare, hilang
nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam. Status oksigenasi :
SpO2 > 95% dengan udara ruangan.
SEDANG
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan
tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas
cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU
Anak-anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia
tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat
dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda
pneumonia berat). Kriteria napas cepat : usia 5 tahun,
≥30x/menit.
BERAT /PNEUMONIA BERAT
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan
tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas
cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30
x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93%
pada udara ruangan.
ATAU
Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia
(batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu
dari berikut ini:
Sianosis sentral atau SpO2 < 93%;  Distres pernapasan
berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada
yang sangat berat);  Tanda bahaya umum:
ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran, atau kejang.  Napas cepat/tarikan
dinding dada/takipnea: usia 5 tahun, ≥30x/menit.
KRITIS
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), sepsis dan syok sepsis, atau kondisi lainnya
yang membutuhkan alat penunjang hidup seperti
ventilasi mekanik atau terapi vasopresor
TATALAKSANA PASIEN
TERKONFIRMASI COVID-19
PEMERIKSAAN PCR SWAB
• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis.
Bila pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi
pemeriksaan di hari kedua. Apabila pemeriksaan di hari pertama
negatif, maka diperlukan pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua)
• Pada pasien rawat inap, pemeriksaan RT-PCR dilakukan evaluasi
secara berkala.
• Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan
pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya
dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.
• Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik,
bebas demam selama tiga hari namun pada follow-up PCR
menunjukkan hasil yang positif, kemungkinan terjadi
kondisi positif persisten yang disebabkan oleh
terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah
tidak aktif.
• Pertimbangkan nilai Cycle Threshold (CT) value untuk
menilai infeksius atau tidaknya dengan berdiskusi antara
DPJP dan laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off
berbeda-beda sesuaidengan reagen dan alat yang
digunakan.
Tabel 1. Jadwal Pengambilan Swab Untuk
Pemeriksaan RT-PCR

HARI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11/12*

X X X
• Swabs dilakukan pada
nasofaring dan orofarings.
PCR (Polymerase Chain
Reaction) : Metode
pemeriksaan virus SARS cov-2
dengan mendeteksi DNA virus.
Dilakukan oleh:
1. Dokter Spesialis THT
2. Dokter Spesialis Mikrobiologi
3. Dokter Spesialis Patologi
Klinik
4. Dokter Umum Yang
Berpengalaman
5. Analis Laborat
6. Ners
• Varian Omicron yang saat ini menjadi permasalahan di dunia,
dikatakan memiliki keunikan oleh karena mutasi pada protein Spike
69-70 sehingga target gen Spike (S) menjadi tidak terdeteksi, dikenal
sebagai S Gene Target Failure (SGTF) atau S Gene Dropout, pada
PCR.
• Dengan demikian, upaya untuk menyediakan pemeriksaan PCR di
laboratorium yang mampu membaca protein S ini dapat membantu
meningkatkan kecurigaan kepada varian Omicron yang dikatakan
memiliki kemampuan penularan yang lebih tinggi dibandingkan varian
lainnya.
• Khusus untuk probable omicron / konfirmasi omicron, yang menjalani
isoman/isoter maka pemeriksaan follow up PCR dapat dilakukan
pada hari ke 5 dan 6.
TANPA GEJALA (ASIMTOMATIS)
Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak
pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik
isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik
yang dipersiapkan pemerintah (isolasi terpusat).
• Pemantauan dilakukan oleh tenaga kesehatan dari
FKTP Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 harI
karantina untuk pemantauan klinis.
Non-farmakologis
• Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu
dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke rumah):
Pasien :
• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi
dengan anggota keluarga.
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
• Jaga jarak (physical distancing) dengan keluarga
• Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
• Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
• Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
• Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya antara
jam 09.00 sampai jam 15.00
• Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan
dalam kantong plastik/wadah tertutup yang terpisah
dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum
dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci.
• Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan
malam hari)
• Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP
atau keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh >
38˚ C
Lingkungan/kamar:
• Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
• Membuka jendela kamar secara berkala
• Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan
kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung
tangan dan goggle).
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand
sanitizer sesering mungkin.
• Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
Keluarga:
Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
Anggota keluarga senantiasa pakai masker
Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
Senantiasa mencuci tangan
Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar.
Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh
pasien misalnya gagang pintu, dll
FARMAKOLOGI

Bila terdapat penyakit penyerta/komorbid, dianjurkan


untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin
dikonsumsi. Apabila pasien rutin meminum terapi obat
antihipertensi dengan golongan obat ACEinhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke
Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau Dokter
Spesialis Jantung
Vitamin C, dengan pilihan:
• Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14
hari)
• Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
• Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
Vitamin D
Dosis 1000 - 5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah,
tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup) selama 14
hari.
Obat-obatan suportif
• Baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern
Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM
dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun
dengan tetap memperhatikan perkembangan
kondisi klinis pasien.
• Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat
diberikan.
DERAJAT RINGAN
Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi mandiri di rumah/fasilitas isolasi terpantau selama maksimal
10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan
gangguan pernapasan.
• Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala
hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan
mandiri di rumah atau di fasilitas publik yang dipersiapkan
pemerintah.
• Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi
pasien.
• Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
Non Farmakologis
• Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan
(sama dengan edukasi tanpa gejala).
FARMAKOLOGIS

Vitamin C dengan pilihan:


• Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
• Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
• Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),

Vitamin D
• Dosis 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak,
serbuk, sirup) selama 14 hari.
ANTIVIRUS
• Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg
(hari ke 2-5), ATAU Molnupiravir (sediaan 200 mg,
oral), 800 mg per 12 jam, selama 5 hari, ATAU
Nirmatrelvir/Ritonavir (sediaan 150 mg/100 mg dalam
bentuk kombinasi), Nirmatrelvir 2 tablet per 12 jam,
Ritonavir 1 tablet per 12 jam, diberikan selama 5 hari
• Sesuai dengan ketersediaan obat di fasyankes
masing-masing.
• Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila
demam.
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka)
maupun Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang
teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada.
DERAJAT SEDANG
Isolasi dan Pemantauan
• Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
• Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
• Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1
Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit,status
hidrasi/terapi cairan, oksigen.
• Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.
FARMAKOLOGIS

Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis
dalam 1 jam diberikan secara drip intravena (IV) selama
perawatan
Vitamin D
Dosis 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000
IU dan tablet kunyah 5000 IU)
Diberikan terapi farmakologis berikut:
Salah satu antivirus berikut :
Antivirus
Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau
hari ke 2-10).
Apabila Remdesivir tidak tersedia maka pemberian antivirus disesuaikan dengan
ketersediaan obat di fasyankes masing-masing, dengan pilihan sebagai berikut:
• Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5), ATAU
• Molnupiravir (sediaan 200 mg, oral), 800 mg per 12 jam, selama 5 hari, ATAU
• Nirmatrelvir/Ritonavir (sediaan 150 mg/100 mg dalam bentuk kombo), Nirmatrelvir
2 tablet per 12 jam, Ritonavir 1 tablet per 12 jam, diberikan selama 5 hari.
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
(Lihat penjelasan pada derajat berat/kritis)
• Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lainlain).
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
Isolasi dan Pemantauan
Isolasi di ruang isolasi Intensive Care Unit (ICU) atau High Care Unit (HCU) Rumah Sakit
Rujukan
Indikasi Perawatan intensif COVID-19
Penting sekali untuk intervensi lebih dini dan paripurna pasien kritis COVID-19 di perawatan
intensif.

Kriteria perawatan ICU antara lain :


• Membutuhkan terapi oksigen > 4 liter/menit
• Gagal napas
• Sepsis
• Syok
• Disfungsi organ akut
• Pasien yang resiko tinggi perburukan ARDS
Non Farmakologis
Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung jenis, bila memungkinkan
ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan

Monitor tanda-tanda sebagai berikut;


• Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
• Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (dijari),
• PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
• Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48
jam,
• Limfopenia progresif,
• Peningkatan CRP progresif,
• Asidosis laktat progresif.
Monitor keadaan kritis
• Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan yang
memerlukan perawatan ICU.
• Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator
mekanik (alur gambar 1)

3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai berikut:
• Bila alat tersedia dan memenuhi syarat klinis, gunakan high flow nasal cannula
(HFNC) atau non-invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS
atau efusi paru luas.
• HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.
• (alur gambar 1)
• Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.
• Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).
Terapi oksigen:
• Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara
bebas dengan mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu
titrasi sesuai target SpO2 92 – 96%. Pada ibu hamil >94%
• Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFperbaikan
klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan klinis.
• Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40%
sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan
target SpO2 92 - 96%
• Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikutiNC (High Flow
Nasal Cannula) jika tidak terjadiFrekuensi nafas masih tinggi
(>35x/menit)
• Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)
• Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas
aktif)
Noninvasif Ventilation (NIV)
Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)
Gambar 1. Alur Penentuan Alat Bantu Napas
Mekanik
Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan
secara drip Intravena (IV) selama perawatan

Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena

Vitamin D
Dosis 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk
tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)

Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri, pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada
pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur
sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut dipertimbangkan.
Antivirus :
Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke
2-5 atau hari ke 2-10).
Apabila Remdesivir tidak tersedia maka pemberian antivirus disesuaikan
dengan ketersediaan obat di fasyankes masing-masing, dengan pilihan
sebagai berikut:
• Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1
dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5), ATAU
• Molnupiravir (sediaan 200 mg, oral), 800 mg per 12 jam, selama 5 hari,
ATAU
• Nirmatrelvir/Ritonavir (sediaan 150 mg/100 mg dalam bentuk kombo),
Nirmatrelvir 2 tablet per 12 jam, Ritonavir 1 tablet per 12 jam, diberikan
selama 5 hari
Terapi atau Tindakan Tambahan Lainnya
Antibiotik
Antibodi monoklonal
• Casirivimab 1.200 mg + imdevimab 1.200 mg.
• Bamlanivimab 700 mg + etesevimab 1.400 mg.
• Sotrovimab
• Vilobelimab
• Regdanvimab
Janus Kinase Inhibitor
Mesenchymal Stem Cell (MSCs)/ Sel Punca
Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Fluxamine
Bronkoskopi
Vaksinasi
Meninggal
a. Meninggal di rumah sakit selama perawatan
COVID-19 pasien konfirmasi atau probable maka
pemulasaraan jenazah diberlakukan tatalaksana
COVID-19.
b. Meninggal di luar rumah sakit/Death on Arrival
(DOA) Bila pasien memiliki riwayat kontak erat
dengan orang/pasien terkonfirmasi COVID-19
maka pemulasaraan jenazah diberlakukan
tatalaksana COVID-19.
Tatalaksana Pemulasaran Jenazah
Pasien Covid-19
• Tuntunan Merawat Jenazah Pasien Covid-19.p
df
• v SOP RUKTI JENAZAH covid.pdf
VAKSINASI
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam
mencegah penyakit akibat infeksi virus seperti COVID-19.
Vaksinasi bertujuan menurunkan jumlah kesakitan &
kematian, mencapai kekebalan kelompok (herd immunity),
melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara
menyeluruh, serta menjaga produktivitas dan
meminimalisasi dampak sosial dan ekonomi dari COVID-
19. Untuk mencapai kekebalan kelompok, Indonesia perlu
merencanakan vaksinasi terhadap 181.554.465 penduduk.
Saat ini sudah ada 7 vaksin yang telah melewati uji klinis
dan disebarluaskan ke masyarakat di antaranya vaksin
produksi Pfizer/BioNTech, Moderna, AstraZeneca/Oxford,
Sinovac Biotech, Gamaleya, CanSino Biologics, dan
Sinopharm, dan Zinivax. Sudah ratusan juta manusia di
seluruh dunia telah mendapatkan vaksin COVID-19.
ASUHAN KEPERAWATAN
• Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi
jalan nafas, proses inflamasi
• Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran
alveolus-kapiler
• Anxietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap
kematian
(SDKI, 2016)
REFERENSI
PEDOMAN TATALAKSANA COVID-19 REVISI 4, (JANUARI 2022)
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN COVID-19 ADAM UI
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Hipertensi

Ambar Relawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep

 Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi


Prevalensi Hipertensi di Indonesia 34,1%

Umur 31-44 tahun (31,6%)

Umur 45-54 Tahun (45,3%)

Umur 55-64 tahun (55,2%)

8,8% Terdiagnosis 13,3% Tidak minum obat


32,3% Tidak rutin minum obat
25,3% ?

Alasanpenderitahipertensitidakminumobat 1.penderita

hipertensi merasa sehat (59,8%) 2.kunjungan tidak

teratur ke fasyankes (31,3%)

3. minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%)

4. lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%)

5.terdapat efek samping obat (4,5%)

6. obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%)

Biaya Pelayanan Hipertensi berdasarkan Data BPJS

2016 : 2,8 Triliun Rupiah

2017 : 3 Triliun Rupiah


2018 : 3 Triliun Rupiah

 Dasar-dasar Hipertensi
Tekanan darah= Cardiac output x Resistensi pembuluh darah

Peningkatan Cardiac output:


• Retensi Na+ =) meningkatkan osmolaritas darah

• Hormon:

RAAS : reabsorbsi Na+ plus air =) meningkatkan CO

ADH : menghambat pengeluaran urin =) Na+ terhambat keluar

Natriuretic peptide: Ekskresi Na+ (K+, Ca2+, Mg2+ =) meningkatkan


kerja NP)

Resistensi pembuluh darah:

• Arteriosklerosis

• Hormon:

• Katekolamin-->meningkatkan efek simpatis (vasokonstriksi)

• Tiroid

• Kortisol

• Obesitas
Cardiac output & Resistensi pembuluh darah:

Genetik:

• RAAS lebih sensitive


• Saraf simpatis lebih sensitive

• Gangguan hormone natriuretic peptide

• Gangguan transport Na+ ; K+

KLASIFIKASI HIPERTENSI

• PENINGKATAN TEKANAN DARAH > 140/90 MMHG


• Pernyataan Masyarakat Hipertensi Amerika dan Masyarakat Hipetensi
Internasional, 2013

Kategori Sistolik Treatment or


Diastolik BP
BP BP follow up
Normal <120 and <80 mmHg Evaluasi setiap
mmHg tahun; dorong
perubahan gaya
hidup sehat untuk
mempertahankan
tekanan darah
normal
Elevated 120-129 and <80 mmHg Rekomendasikan
(Tinggi) mmHg perubahan gaya
hidup sehat dan
kaji ulang dalam 3-
6 bulan
Hipertensi: 130-139 or 80-89 mmHg Kaji risiko 10 tahun
Tingkat 1 mmHg untuk penyakit
jantung dan stroke
menggunakan
kalkulator risiko
atherosclerotic
cardiovascular
disease (ASCD)

 Jika risikonya
kurang dari
10%, mulailah
dengan anjuran
gaya hidup
sehat dan kaji
ulang dalam 3-
6 bulan
 Jika risiko
saya lebih
besar dari 10%
atau pasien
telah
mengetahui
penyakit
kardiovaskular
klinis (CVD),
diabetes
mellitus, atau
penyakit ginjal
kronis,
rekomendasikan
perubahan gaya
hidup dan
pengobatan
Penurun BP (1
pengobatan);
kaji ulang
dalam 1 bulan
untuk
efektivitas terapi
pengobatan
- Jika tujuan
tercapai setelah 1
bulan, nilaikembali
dalam 3-6 bulan
- Jika target tidak
tercapai setelah 1
bulan,
pertimbangkan
pengobatan atau
titrasi yang
berbeda
- Lanjutkan
tindak lanjut
bulanan sampai
kontrol
tercapai
Hipertensi: ≥140 or ≥90 mmHg Merekomendasikan
Tingkat 2 mmHg perubahan gaya
hidup sehat dan
pengobatan
Penurun BP (2
pengobatan atau
kelas yang
berbeda); menilai
kembali dalam 1
bulan untuk
keefektifan
- Jika tujuan
tercapai setelah 1
bulan, nilaikembali
dalam 3-6 bulan
- Jika target tidak
tercapai setelah 1
bulan,
pertimbangkan
pengobatan atau
titrasi yang
berbeda
- Lanjutkan
tindak lanjut
bulanan sampai
kontrol tercapai

Urgensi >180 And/or >120 mmHg Banyak dari pasien


hipertensi mmHg ini tidak patuh
dengan terapi
antihipertensi dan
tidak memiliki
bukti klinis atau
laboratorium
tentang kerusakan
organ target yang
baru atau
memburuk;
melangsungkan
kembali atau
mengintensifkan
terapi obat
antihipertensi, dan
obati kecemasan
jika dapat
diterapkan

darurat >180 And/or >120 mmHg + rawat pasien ke


hipertensi mmHg + kerusakan unit perawatan
kerusakan organ target intensif untuk
organ pemantauan terus-
target menerus dari BP
dan pemberian
parenteral dari
agen yang sesuai
pada mereka
dengan kerusakan
organ target yang
baru / progresif
atau memburuk
(lihat Tabel 19 dan
20 di Pedoman
Hipertensi 2017)
AHA (2017)

DIAGNOSIS

HIPERTENSI

• ALGORITME DIAGNOSIS INI DIADAPTASI DARI

CANADIAN HYPERTENSION EDUCATION PROGRAM.

• THE CANADIAN RECOMMENDATION FOR THE MANAGEMENT OF

HYPERTENSION 2014
• HIPERTENSI ESSENSIAL (HIPERTENSI PRIMER) YAITU HIPERTENSI
YANG TIDAK DIKETAHUI PENYEBABNYA

• HIPERTENSI SEKUNDER YAITU HIPERTENSI YANG DISEBABKAN OLEH


PENYAKIT LAIN
 PENATALAKSANAAN
AHA (2017)

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI

hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi


pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani
setidaknya selama 4 – 6 bulan.

bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan


darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang
lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi
NON FARMAKOLOGI

• pengaturan diet dengan perencanaan makanan dietary

approaches to stop hypertension (dash), mengurangi

asupan garam asupan garam (tidak melebihi 2 gr/ hari)

• penurunan berat badan

• berhenti merokok

• menejemen stres

• olahraga teratur. bentuk or adalah aerobic. sebanyak 30 – 60 menit/


hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.

• obat antihipertensi

REKOMENDASI OBAT ANTIHIPERTENSI MENURUT WORLD HEALTH


ORGANIZATION (WHO) 2003 DAN THE JOINT NATIONAL COMMITTEE (JNC
VIII) TAHUN 2014

• diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium dan air di


bagian asenden ansa henle

• angiotensin converting enzim (ace) inhibitor memiliki efek dalam


penurunan tekanan darah melalui penurunan resistansi perifer tanpa
disertai dengan perubahan curah jantung, denyut jantung, maupun laju
filtrasi glomerulus

• angiotensin receptor blockers (arb)

• calcium channel blocker (ccb); mengurangi kebutuhan oksigenmiokard


dengan menurunkan resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan
darah

• betablocker mengurangi iskemia dan angina, karena efek utamanya


sebagai inotropik dan kronotropik negative
 Pengkajian
Aktivitas / Istirahat

• Gejala: Kelemahan, Letih, Napas Pendek, Gaya Hidup Monoton


• Tanda: Frekuensi Jantung Meningkat, Perubahan Irama Jantung,
Takipnea
Sirkulasi

• Gejala: Riwayat Hipertensi, Aterosklerosis, Penyakit Jantung Koroner,


Penyakit

Serebrovaskuler

• Tanda: Kenaikan TD, Hipotensi Postural, Takhikardi, Perubahan


Warna Kulit, Suhu Dingin Makanan / Cairan

• Gejala: Makanan Yang Disukai Yang Dapat Mencakup Makanan Tinggi


Garam, Lemak Dan Kolesterol

• Tanda: BB Normal Atau Obesitas, Adanya Edema

Neurosensori

• Gejala: Keluhan Pusing/Pening, Sakit Kepala, Berdenyut Sakit Kepala,


Berdenyut,

Gangguan Penglihatan, Episode Epistaksis

• Tanda: Perubahan Orientasi, Penurunan Kekuatan Genggaman,


Perubahan Retinal Optik Nyeri/Ketidaknyamanan

• Gejala: Angina, Nyeri Hilang Timbul Pada Tungkai, Sakit Kepala


Oksipital Berat, Nyeri Abdomen

Pernafasan

• Gejala: Dispnea Yang Berkaitan Dengan Aktivitas, Takipnea, Ortopnea,


Dispnea

Nocturnal Proksimal, Batuk Dengan Atau Tanpa Sputum, Riwayat Merokok

• Tanda: Distress Respirasi/ Penggunaan Otot Aksesoris Pernapasan,


Bunyi Napas

Tambahan, Sianosis
MASALAH KEPERAWATAN

Nyeri Akut

Gejala dan Tanda Mayor:

S: Mengeluh Nyeri

O: Tampak meringis, Bersikap protektif, Gelisah, Frekuensi nadi

meningkat, sulit tidur.

Gejala dan Tanda Minor:

O: Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan

berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri

sendiri, diaforesis

MASALAH KEPERAWATAN

Defisit Pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi

Gejala dan Tanda Mayor:

S: Menanyakan masalah yang di hadapi

O: Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran; menunjukkan persepsi

yang keliru terhadap masalah

Gejala dan Tanda Minor:

O: Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan perilaku


berlebihan (apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)

MASALAH KEPERAWATAN

Manajemen Kesehatan Tidak Efektif


Gejala dan Tanda Mayor:

S: Mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program


perawatan/pengobatan

O:

• Gagal melakukan Tindakan untuk mengurangi factor risiko

• Gagal menerapkan program perawatan/pengobatan dalam kehidupan


sehari

hari

• Aktivitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan


kesehatan
• Health Education (pendidikan kesehatan)

Identifikasifactor internal dan eksternal

Tentukan pengetahuan kesehatan pasien

Bantu pasien dalam mengklarifikasi keyakina tentang kesehatan

Buat tujuan program Pendidikan kesehatan

Ajari pasien cara mengurangi perilaku tidak sehat

Beri Pendidikan kesehatan tentang hipertensi, manajemen hipertensi

Beri materi yang tertulis


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARDIAC
REHABILITATION DAN POST AMI

Ari Budiati Sri H

Definisi:

 “A process by which a person is restored to an optimal physical,


medical, psychological, social, emotional, sexual, vocational and
economic status” (WHO, 1969)

 “ The rehabilitation of cardiac patients is the sum of activities required


to influence favourably the underlying cause of the disease, as well as
the best possible physical, mental and social conditions, so that they
may by their own efforts, preserve or resume when lost, as normal a
place as possible in the society” (Basuni Radi, Kardiologi Indonesia
2009).

 Merupakan program pencegahan sekunder penyakit


kardiovaskular yang komprehensif yang disertai dengan program
latihan fisik baik yang dilakukan di institusi rumah sakit atau
berbasis rumah maupun komunitas. (PERKI, 2019)
Komponen program rehabilitasi jantung :

1. Pengkajian kondisi dan riwayat medis pasien


2. Edukasi dan konseling untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran pasien
3. Pengontrolan faktor risiko menyangkut:
a. Edukasi
b. Modifikasi gaya hidup sehat
c. Pengobatan
4. Program latihan fisik dan konseling aktifitas fisik

TUJUAN REHABILITASI JANTUNG :

1. Mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh


2. Memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam
mencegah perburukan
3. Membantu pasien kembali beraktivitas fisik seperti
sebelum mengalami gangguan jantung
(Jolliffe et al., 2001:87).

Fase rehabilitasi jantung :

I. Pasien masih dalam masa perawatan.


II. Setelah pasien keluar dari RS ( pulang dari rumah sakit sampai
dengan 12 minggu merupakan program dengan pengawasan).
III. dan IV merupakan fase pemeliharaan, diharapkan pasien
mampu melakukan program rehabilitasi secara mandiri,
aman, dan mempertahankan pola hidup sehat selamanya,
dibantu atau bersama-sama keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
 Sejak 1994, American Heart Association (AHA) mendeklarasikan
bahwa rehabilitasi jantung tidak terbatas hanya program latihan
fisik saja, tetapi mencakup upaya-upaya multidisiplin yang
bertujuan mengurangi atau mengontrol faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.

LATIHAN DI FASE I

 Dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak


ada kontraindikasi. Latihan fisik terbatas pada aktivitas sehari-
hari misalnya gerakan tangan, kaki dan pengubahan postur.
 Program latihan berupa terapi fisik ambulatory yang diawasi
dengan monitoring ECG untuk menilai respon terhadap latihan.
 Latihan pada fase ini harus menuntut kesiapan tim yang dapat
mengatasi keadaan gawat darurat apabila pada saat latihan terjadi
serangan jantung.
 Manfaat latihan fisik sebagai bahan survailance tambahan, melatih
pasien untuk dapat mejalankan aktivitas sehari-hari, dan
menghindari efek fisiologis dan psikologis negatif pada bedrest.
 Pemantauan adanya : peningkatan denyut andi , peningkatan
tekanan darah (sebagai respon Latihan), sesak napas, iskemia
myocardial, disritmia, angina pectoris dan kelelahan berat.
 Contoh kelas gerakan dan aktifitas :
 Kelas I Duduk di tempat tidur dengan bantuan, duduk di kursi
15-30 menit, 2-3 kali sehari
 Kelas II Duduk di tempat tidur tanpa bantuan, berjalan di
dalam ruangan.
 Kelas III Duduk dan berdiri secara mandiri, Berjalan
dengan jarak 15-30 meter dengan bantuan 3x sehari.
 Kelas IV Melakukan perawatan diri secara mandiri, Berjalan
dengan jarak 50-70 meter dengan bantuan 3-4 x sehari.
 Kelas V Berjalan dengan jarak 80-150 meter mandiri 3-4x
sehari.

 Rencana Pemulangan:
 Perawatan diri seperti mandi, mengenakan baju, makan dan
minum sudah dapat dilakukan secara mandiri.
 Menghindari suhu dan kelembaban udara yang terlalu ekstrim,
Jumlah waktu istirahat, istirahat yang dianjurkan meliputi
tidur, istirahat berbaring atau duduk tenang.
 Jenis pekerjaan yang tidak disarankan meliputi mengangkat
beban dan menahan nafas. Pasien yang merasakan gejala
palpitasi, dyspnea, tidak bisa tidur, kelelahan berat harus
berkonsultasi kepada dokter.

LATIHAN FASE II

 Tujuan mengembalikan kemampuan fisik pasien pada


keadaansebelum sakit.
 Pasien yang pernah mengalami infark myocard dan atau operasi
bypass arteri memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami
dysritmia, dypnea dan angina.
 Pada pasien yang pernah menjalani operasi bypass sering
terjadi rasa pusing dan diyrrhitmia supraventricular sedangkan
pasien yang pernah mengalami infark myocard sering
mengalami perubahan segmen ST pada EKG.
 Pada fase ll perlu pengawasan program latihan pada orang
dengan riwayat gangguan jantung (Jolliffe et al., 2001:87).
 Latihan Fase ll dilakukan sebelum fase I berakhir, dimulai pada
minggu kedua atau ketiga setelah serangan myocardial infark.
 Program: memberi dukungan, membimbing pasien gangguan
jantung mengatasi masalah-masalah kesehatannya,
dijalankan di fasilitas kesehatan yang memiliki EKG untuk
pengawasan latihan, peralatan dan staf yang dapat mengatasi
kondisi darurat.
 Apabila terpaksa dijalankan di rumah ataupun di tempat
dengansarana minimal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
periodik pada pusat pusat kesehatan.
 Tujuan: latihan rehabilitasi fisik penderita gangguan jantung
agardapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala.

LATIHAN FASE II

1. Latihan Siku
2. Latihan elevasi lengan
3. Latihan ekstensi lengan
4. Latihan elevasi lengan ll
5. Latihan lengan gerak melingkar
6. Latihan jalan ditempat (mulai hari ke 5)
7. Latihan menekuk pinggang
8. Latihan memutar pinggang
Setiap gerakan dilakukan pengulangan sampai 10x dan dilakukan
2x sehari, saat latihan dilakukan pengaturan nafas yang baik karena
apabila dilakukan penahanan nafas dapat terjadi peningkatan tekanan
darah dan meningkatkan beban kerja jantung.

 Perlu diperhatikan kapasitas fungsional pasien, status klinis serta


tingkat pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang
dialaminya.
 Secara klinis, pasien memiliki respon hemodinamik dan
kardiovaskular yang stabil, memiliki pengetahuan dasar tentang
gejala-gejala yang dialami, pilihan terapi yang dapat dilakukan,
karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta rentang aktivitas
yang aman.

 Latihan yang dilakukan pada dasarnya sama dengan


individu normal, dengan penekanan jenis aerobik,
frekuensi latihan 3-4x seminggu, durasi latihan 10 menit
dan ditingkatkan secara bertahap sampai 60 menit.
 Metode latihan: interval, sirkuit, sirkuit-interval dan kontinyu.
o Latihan Interval: latihan yang kemudian diikuti oleh
periode istirahat.
o Latihan Sirkuit: melakukan beberapa jenis aktivitas
fisik tanpa istirahat. Latihan sirkuit biasanya meliputi
latihan beban dengan sasaran otot tangan dan kaki.
o Latihan sirkuit interval: latihan tipe sirkuit dimana
seseorang menjalankan beberapa aktivitas akan tetap
diselingi oleh istirahat pada saat dilakukan peralihan
aktivitas.
o Latihan Kontinyu: menekankan penggunaan energi
submaksimal yang dijaga terus sampai dengan latihan
berakhir.

INDIKASI REHABILITASI JANTUNG

a. Pasca infark miokard stabil secara medis.


b. Angina pektoris stabil.
c. Pasca tindakan bedah jantung (CABG, operasi katup,
operasi kelainan jantung bawaan, operasi pembuluh darah
aorta, dan operasi jantung lainnya).
d. Pasca tindakan non bedah jantung (angioplasty koroner
transkutan, penggantian atau perbaikan katup non bedah,
pemasangan pacu jantung (implantable cardioverter
defibrillator/ICD).
e. Gagal jantung terkompensasi.
f. Penyakit arteri perifer.
g. Penyakit kardiovaskular yang tidak memungkinkan atau
berrisiko tinggi untuk dilakukan tindakan intervensi bedah.
h. Pasca kejadian sudden cardiac death teratasi.
i. Mempunyai risiko tinggi terkena penyakit jantung koroner,
dengan diagnosis diabetes melitus, islipidemia, hipertesi,
obesitas, atau penyakit lain.
j. Pasien yang dapat memperoleh manfaat latihan fsik danatau
pasien yang dirujuk oleh dokter lain dan merupakan
konsensus bersama tim rehabilitasi.
k. Transplantasi jantung-paru.

KONTRA INDIKASI REHABILITASI JANTUNG

a. Angina pektoris tidak stabil.


b. Tekanan darah sistolik saat istirahat > 200 mmHg atau
tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
c. Tekanan darah ortostatik turun > 20 mmHg disertai
dengan gejala.
d. Stenosis katup aorta kritis.
e. Penyakit sistemik akut atau demam.
f. Disritmia atrium atau ventrikel yang tidak terkontrol.
g. Sinus takikardia yang tidak terkontrol (> 120x/menit).
h. Gagal jantung belum terkompensasi.
i. Blok atrioventrikular derajat tiga tanpa terpasangpacu
jantung.
j. Perikarditis aktif atau miokarditis.
k. Tromboemboli.
l. Depresi atau elevasi segmen STsaat istirahat (> 2 mm).
m. Diabetes melitus belum terkontrol.
n. Kondisi ortopedik berat yang dilarang melakukan latihan
fisik.
o. Kondisi metabolik seperti tiroiditis akut, hipokalemia,
hiperkalemia, atau hypovolemia.

EDUKASI

Tujuan edukasi dan konseling agar pasien dapat meminimalisasi


ketidakmampuan fisik dan psikologis, memelihara kehidupan sosial,
memulai kembali pekerjaan yang disesuaikan dengan kapasitas fisik dan
psikologis, memperbaiki gaya hidup, yang dapat mencegah timbulnya
disabilitas, kekambuhan penyakit dan kematian. Hal hal yang perlu
disampaikan adalah:

1. Faktor Resiko Penyakit.


Pasien Gagal Jantung, tentang resiko timbulnya gagal jantung,
bagaimana cara menstabilkan berat badan, mengontrol asupan
cairan dan garam.

Pasien jantung hipertensi, dijelaskan tentang bagaimana cara


mengontrol tekanan darah dengan farmakologis maupun non
farmakologis, terapi yang diberikan, dan dampak dari
ketidakpatuhan terhadap regimen terapi, dan dampak hipertensi
terhadap organ lain serta prognosis.

Pasien jantung rematik, harus dijaga agar tidak jatuh pada kondisi
gagal jantung, menjaga kebersihan diri dan penjelasan kebutuhan
akan antibiotika profilaksis untuk prosedur tindakan tertentu.

Pasien jantung kongenital dan keluarganya harus mengerti tentang


prosedur pembedahan untuk penyakitnya dan rumah sakit
rujukan yang menyediakan fasilitas tersebut. Penjelasan
terhadap kebutuhan terapi antikoagulan untuk mencegah
timbulnya komplikasi lebih lanjut dan perlunya melakukan

pemeriksaan darah secara rutin serta kemunginan timbulnya


perdarahan karena efek samping terapi.
2. Pengobatan dan tindakan
Masalah yang sering terjadi tentang tidak patuhan terhadap
regimen terapi.

Pasien harus paham tujuan pemberian masing-masing obat,


manfaat, serta efek samping yang dapat terjadi ketika mengonsumsi
obat tersebut.

Prosedur tindakan yang telah dilakukan, dijelaskan dengan bahasa


sederhana dan mudah dimengerti pasien, gejala atau tanda yang
dapat timbul pasca tindakan, baik yang tidak berbahaya maupun
yang perlu mendapat perhatian khusus, serta jalan keluar untuk
menyelesaikan masalah atau komplikasi yang timbul pasca
tindakan.

3. Tata Cara Pengobatan


Pengontrolan faktor risiko atau tatalaksana penyakit tidak hanya
tergantung kepada obat-obatan kimiawi, tetapi ada upaya non obat
yang dapat dilakukan secara mandiri seperti kebiasaan hidup
sehat, konsumsi makanan sehat dan seimbang gizi, berhenti
merokok, olah raga teratur, cukup istirahat dan tatalaksana stres.

4. Rencana dan Target Pencegahan


Harus disampaikan kepada pasien dan keluarga tentang Rencana
program rehabilitasi, tatacara mengikuti program, frekuensi,
jumlah sesi pertemuan dan rencana evaluasi serta pembuatan
program selanjutnya.

Target pencegahan penyakit dan pengontrolan faktor risiko yang


ideal harus di informasikan kepada pasien dan keluarga agar
memahami bila diperlukan pengaturan dosis dan pemeriksaan
serial.
PENGKAJIAN

 Pasien baru yang akan menjalani program rehabilitasi


kardiovaskular harus menjalani pengkajian terlebih dahulu
yang dilakukan oleh dokter SpJP atau petugas lain
 Pengkajian terkait : riwayat penyakit kardiovaskular, faktor risiko,
kebiasaan olah raga / aktivitas Fisik sehari-hari, riwayat tindakan
medik, pengobatan, perawatan serta komplikasi yang telah dialami,
gejala yang sedang dialami, rencana pengobatan dan tindakan yang
akan dilakukan, indikasi dan kontraindikasi program latihan fisik
dan pada akhirnya menentukan stratifikasi risiko pasien.
 Stratifikasi Resiko menurut American Association of
Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitataion (AACVPR)
:
1. Resiko Rendah ( tidak ada disritmia ventrikel, tidak
ada angina, hemodinamik normal, kapasitas
fungsional > 7 METs, FE istirahat >50 %, Infark
miokard tidak ada komplikasi, tidak ada Gagal
Jantung kongestif, tidak ada gejala iskemia dan
depresi klinis).
2. Resiko Sedang ( didapatkan angina yg signifikan jika
dilakukan pada level tinggi, ditemukan level silent
ischemia ringan, kapasitas fungsional < 5, FE saat
istirahat 40-49 %)
3. Resiko Tinggi ( didapatkan disritmia komplek,
didapatkan angina signifikan saat melakuan latihan
level rendah, ada silent ischemia tinggi, respons
hemodinamik tidak normal, FE saat istirahat <40 %,
riw henti jantung, infark miokard dengan komplikasi,
gagal jantung kongestif, ada gejala ischemia post
prosedur , ada depresi klinis )
SDKI

1. Nyeri akut
2. Intoleransi Aktifitas
3. Resiko penurunan Curah Jantung
4. Ansietas
5. Ketidakpatuhan.

SLKI

1. Tingkat nyeri
2. Toleransi aktifitas, Konservasi energi
3. Curah jantung, Status sirkulasi
4. Tingkat kecemasan, Tingkat pengetahuan
5. Tingkat kepatuhan, Dukungan keluarga

SIKI

1. Managemen nyeri, Pemberian analgesik


2. Terapi aktifitas, managemen energi
3. Perawatan jantung, Perawatan jantung akut
4. Reduksi ansietas, Terapi Relaksasi
5. Dukungan kepatuhan program pengobatan

IR
K

1. QS. Al-Hadid (57:22)


Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu
sendiri, semuanya telah tertulisdalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum
Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah

bagi Allah.
2. QS Al-Ankabut (29: 57-58)
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya
kepada Kamu kami dikembalikan (57)
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sungguh,
mereka akan Kami tempatkan pada tempat-tempat yang tinggi (di dalam
surga), yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan (58).

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Infeksi Saluran Kemih


(ISK)
Erfin Firmawati, S. Kep., Ns., MNS

Kasus
Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan
nyeri ketika berkemih. Nyeri ketika berkemih dirasakan kira-kira 3 hari
sebelum dibawa ke Rumah Sakit.
Keluhan nyeri ketika berkemih (disuria) disertai dengan
peningkatan frekuensi berkemih, perasaan panas ketika di akhir
berkemih, nyeri pada daerah suprapubik dan punggung bawah, sering
tidak mampu menahan urin (urgensi), serta pasien mengeluhkan demam.
Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37.80C, tekanan darah 110/70
mmHg, respirasi 22 x/menit, nadi 76 x/menit.
Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan di daerah suprapubik.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosuria dan hematuria.
Sebelum muncul keluhan nyeri ketika berkemih, pasien masih
beraktivitas seperti biasa dan tidak merasakan keluhan apapun.
Pada pagi hari setelah pasien beraktivitas, pasien merasa nyeri
ketika hendak berkemih, tetapi pasien tidak memeriksakan diri ke dokter
dan tidak meminum obat.
Hari kedua, pasien merasa tidak enak badan, demam, danberkemih
semakin sering dan sedikit-sedikit. Kemudian pasien memeriksakan diri
ke dokter dan beristirahat di rumah.
Hari ketiga, pasien merasa nyeri dan panas ketika berkemih
semakin memberat, frekuensi berkemih semakin sering serta demam,
pasien kemudian memeriksakan diri ke RS
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin: Hb (14,0 g/dL),
leukosit (10,5 x 103) trombosit (325 x103 g/dL), GDS 99.
Urinalysis: Urin berwarna kekuningan dan keruh, leukosit (+++), kultur
bakteri (+), pyuria, eritrosit (+)
Diagnosis: Infeksi Saluran Kemih Bawah

Program terapi: Infus RL 20 tpm, inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam, inj. Pragesol
1 amp (ekstra), Paracetamol tab 3x500 mg.

ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau
mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih.
Klasifikasi:

1. Infeksi saluran kemih bagian bawah terdiri dari sistitis


(kandung kemih), uretritis (uretra), serta prostatitis (kelenjar
prostat).
2. Infeksi saluran kemih bagian atas terdiri dari pielonefritis yaitu
infeksi yang melibatkan ginjal
Klasifikasi ISK berdasarkan :

1. Infeksi sesuai dengan level anatomis


2. Tingkat keparahan infeksi
3. Faktor risiko yang mendasari
4. Temuan mikrobiologi

Gejala-gejala yang dikelompokkan berdasarkan infeksi level anatomis,


adalah :
1. Uretra: Uretritis (UR)
2. Kandung kencing : Sistitis (CY)
3. Ginjal : Pyelonefritis (PN)
4. Darah/sistemik: Sepsis (US)

`
ETIOLOGI
FAKTOR RISIKO

Infeksi saluran kemih (ISK) dari segi klinik dibagi menjadi :


1. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/
uncomplicated urinary tract infection), yaitu bila infeksi
saluran kemih tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan
gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih.
2. Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract
infection), yaitu bila terdapat hal – hal tertentu sebagai infeksi
saluran kemih dan kelainan struktur maupun fungsional yang
merubah aliran urin seperti obstruksi aliran urin ; batu saluran
kemih, kista ginjal, tumor ginjal, abses ginjal, residu urin dalam
kandungan kemih
3. ISK non komplikata adalah ISK yang terjadi pada orang
dewasa, termasuk episode sporadik, episode sporadik yang
didapat dari komunitas, dalam hal ini sistitis akut dan
pielonefritis akut pada individu yang sehat. faktor risiko:
infeksi berulang dan faktor risiko diluar traktus urogenitalis.
4. ISK ini banyak diderita oleh wanita tanpa adanya kelainan
struktural dan fungsional di dalam saluran kemih, maupun
penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat memperberat
penyakit. Pada pria ISK non komplikata hanya terdapat pada
sedikit kasus.
5. ISK komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan
dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau
fungsional saluran genitourinari atau adanya penyakit dasar
yang mengganggu dengan mekanisme pertahanan diri
individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan
infeksi atau kegagalan terapi.

Faktor risiko terjadinya ISK komplikata :


1. Penggunaan kateter, splint, stent, atau kateterisasi kandung
kemih berkala
2. Residual urin >100 ml • Obstruksi saluran kemih atas maupun
bawah
3. Refluks vesicoureteral • Diversi saluran kemih • Kerusakan
urotelium karena kimia ataupun radiasi
4. ISK yang terjadi saat peri-/post- tindakan, contoh transplantasi
ginjal

Secara umum mikroorganisme dapat masuk ke dalam


saluran kemih dengan tiga cara yaitu :
1. Asenden yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui
uretra dan cara inilah yang paling sering terjadi.
2. Hematogen (desenden), disebut demikian bila sebelumnya
terjadi infeksi pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke
dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
3. Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem
limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal
namun yang terakhir ini jarang terjadi
E-C OLI
KLASIFIKASI
Infeksi saluran kemih bawah berdasarkan presentasi klinis dibagi menjadi
2 yaitu :
1. Perempuan : Sistitis adalah infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna dan Sindroma uretra akut.
2. laki-laki : Berupa sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis.

Infeksi saluran kemih atas berdasarkan waktunya terbagi menjadi 2 yaitu


:

1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal


yang disebabkan oleh infeksi bakteri
2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masakecil

Kuman gram negatif.


Escherichia coli (86%), Staphylococcus
saprophyticus(4%), Klebsiellaspecies (3%), Proteus species (3%), Enterobacter
species (1.4%), Citrobacter species (0.8%),
or Enterococcus species
Uretritis adalah peradangan / inflamasi pada uretra atau suatu infeksi
yang menyebar keatas / asending.

Urethritis Akut
Penyakit ini disebabkan asending infeksi atau sebaliknya oleh
karena prostate mengalami infeksi. Keadaan ini lebih sering diderita
kaum pria.
Tanda dan gejalanya misalnya mukosa merah udematus, terdapat
cairan eksudat yang purulent, Ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat
secara mikroskopis terlihat infiltrasi leukosit sel – sel plasma dan sel-sel
limfosit, ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas pada urethritis
gonorrhea yaitu morning sickness, pada pria diakibatkan pembuluh darah
kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh kelompok pus tetapi pada wanita
jarang diketemukan.

Urethritis kronis
Penyebabnya adalah pengobatan yang tidak sempurna pada masa
akut, prostatitis kronis dan striktur uretra.
Tanda dan gejalanya mukosa terlihat granuler dan merah, jika dilihat
secara mikroskopis tampak infiltrasi dari leukosit, sel plasma, sedikit sel
leukosit, fibroblast bertambah, getah uretra (+), dapat dilihat pada pagi hari
sebelum bak pertama, uretra iritasi, vesikal iritasi, prostatitis, dan cystitis.
Prognosanya bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar ke
kandung kemih, ureter, ataupun ginjal.
Tindakan pengobatan berupa pemberian antibiotika sesuai dengan
bakteri penyebabnya dan berikanlah banyak minum.
Komplikasinya dapat terjadi peradangan yang dapat menjalar ke
prostate.

Urethritis gonokokus
Penyebabnya adalah bakteri Neisseria gonorhoeae (gonokokus).

Tanda dan gejalanya mukosa merah edematous, terdapat cairan


eksudat yang purulent, Ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat secara
mikroskopis terlihat infiltrasi leukosit sel – sel plasma dan sel – sel limfosit,
ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas pada urethritis gonorrhea yaitu
morning sickness.
Prognosanya infeksi ini dapat menyebar ke proksimal uretra.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah infeksi yang menyebar ke


proksimal uretra menyebabkan peningkatan frekuensi kencing.
Gonokokus dapat menembus mukosa uretra yang utuh, mengakibatkan
terjadi infeksi submukosa yang meluas ke korpus spongiosum. Infeksi
yang menyebabkan kerusakan kelenjar periuretra akan menyebabkan
terjadinya fibrosis yang dalam beberapa tahun kemudian mengakibatkan
striktur uretra.

Urethritis non gonokokus (non spesifik)


Urethritis non gonokokus (sinonim dengan uretritis non spesifik)
merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual yang
paling sering diketemukan. Pada pria, lender uretra yang mukopurulen
dan disuria terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah
melakukan hubungan kelamin dengan wanita yang terinfeksi. Lendir
mengandung sel nanah tetapi gonokokus tidak dapat dideteksi secara
mikroskopis atau kultur.
Jumlah insidennya masih merupakan penyakit yang sering terjadi
pada banyak bagian dunia, insiden berhubungan langsung dengan
promiskuitas dari populasi
Penyebab dari infeksi ini hampir selalu didapat selama hubungan
seksual. Gonokokus membelah diri pada mukosa yang utuh dari uretra
anterior dan setelah itu menginvasi kelenjar periuretral, dengan akibat
terjadinya bakteremia dan keterlibatan limfatik.
Jika diamati secara mikroskopik terjadi peradangan akut dari
mukosa uretra, dengan eksudat yang purulenta pada permukaan dan
dapat terjadi ulserasi dari mukosa.
Perjalanan penyakit ini dapat mengalami resolusi dalam 2-4
minggu, sebagai akibat pengobatan atau kadang – kadang spontan dan
jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan benar akan menjadi kronik.
Faktor penyulit proses penyembuhan jika terjadi urethritis
posterior, prostatitis, vesikulitis, epididimitis, sistitis, abses periuretral
dan penyebaran sistemik

Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Urethritis


Kultur urine untuk mengidentifikasi organisme penyebab penyakit
urethritis. Urine analisis atau urinalisa untuk memperlihatkan
bakteriuria, sel darah putih, dan endapan sel darah merah dengan
keterlibatan ginja.
Pemeriksaan darah lengkap dan urine lengkap. Sinar – X ginjal,
ureter dan kandung kemih untuk mengidentifikasi anomali struktur
nyata. Pielogram intravena (IVP untuk mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas.

Penatalaksanaan Penyakit Urethritis


Pengobatan tergantung kepada mikroorganisme penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah bakteri, maka diberikan antibiotik. Jika penyebabnya
adalah virus herpes simpleks, maka diberikan obat anti-virus (misalnya
asiklovir).

Sistitis
Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang
terdiri dari disuria,frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada
suprapubic.
Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi, urgensi, berkemih dengan
jumlah urin yang sedikit, dan kadang disertai nyeri supra pubis.
Sistitis ditandai dengan adanya leukosituria, bakteriuria, nitrit, atau
leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila dilakukan pemeriksaan
kultur urin positif

Pielonefritis
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal,
yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada
pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut
yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis akut non komplikata adalah infeksi akut pada
parenkim dan pelvis ginjal dengan sindroma klinis berupa demam,
menggigil dan nyeri pinggang yang berhubungan dengan bakteriuria dan
piuria tanpa adanya faktor risiko
Pielonefritis akut ditandai oleh menggigil, demam (>38oC), nyeri
pada daerah pinggang yang diikuti dengan bakteriuria dan piuria yang
merupakan kombinasi dari infeksi bakteri akut pada ginjal

Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis
adalah :
- Whole blood
- Urinalysis
- USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu
menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau
penyebab penyumbatan air kemih lainnya
- BUN, Creatinine
- Serum Electrolytes
- Biopsi ginjal
- Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi
perubahan atau abnormalitas struktur

Penatalaksanaan
1. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat
antimikrobial seperti trimethoprim-sulfamethoxazole (TMF-
SMZ, Septra), gentamicin dengan atau tanpa ampicilin,
cephalosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari
2. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih,
meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas
kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodicdananticholinergicseperti oxybutynin (Ditropan)
dan propantheline (Pro-Banthine)
3. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan
kerusakan ginjal secara progresif.
Infeksi Saluran Kemih Karena Pemasangan Kateter
Penggunaan kateter 🡪sumberpenyebab tersering infeksi
nosokomial traktus urinarius.
Risiko terjadinya bakteriuria berhubungan dengan lamanya
kateterisasi. Risiko bakteriuria meningkat 5-10% per hari setelah
dipasang kateter. Bakteriuria dapat terjadi 90-100% pada penggunaan
kateter jangka panjang.
Infeksi saluran kemih karena kateter ditegakkan berdasarkan :

1. Penggunaan kateter yang lebih dari 2 hari


2. Terdapat salah satu gejala yang disebutkan sebagai berikut:

Gejala sistemik: demam (>38OC), malaise, letargi tanpa


ditemukan penyebab yang diketahui secara pasti, Nyeri tekan
suprapubik, Nyeri sudut costovertebral, Hematuria, Urgensi*,
Frekuensi*, Disuria*

*apabila kateter sudah dilepas

3. Kultur urin didapatkan bakteriuria > 105 CFU


Treatment
Symptomatic relief is a high priority in patients with UTIs. Provide
appropriate antibiotic therapy Nitrofurantoin is recommended for the
treatment of cystitis. Trimethoprim/sulfamethoxazole remains a highly
effective agent for the treatment of uncomplicated cystitis.
Fluoroquinolones (e.g., levofloxacin or ciprofloxacin) are recommended for
the treatment of Uncomplicated pyelonephritis
During UTI management, hydration dilutes the uropathogen and removes
infected urine by Frequent bladder emptying (Sobel, 2014)
Pemeriksaan
Urin Porsi Tengah (mid stream)
Pria:

Pria yang tidak disirkumsisi kulit penutup kepala penis harus


ditarik kebelakang dan dibersihkan menggunakan sabun lalu dicuci
bersih dengan air sebelum pengambilan sampel. Urin 10 mL pertama
menggambarkan keadaan urethra, spesimen porsi tengah
merepresentasikan kandung kemih dan spesimen ini adalah spesimen
yang biasanya diambil untuk pemeriksaan. Cairan prostat didapat dengan
cara memijat prostat dan meletakkan cairan prostat pada slide kaca.
Sebagai tambahan, spesimen urine pasca pemijatan prostat sebanyak 10
mL mencerminkan keadaan cairan prostat yang ditambahkan pada
spesimen uretra
Wanita:

Diinstruksikan untuk memisahkan labia, mencuci dan


membersihkan daerah peri uretra dengan kasa yang lembab baru
dilakukan pengambilan spesimen. Membersihkan dengan antiseptik tidak
dianjurkan karena dapat mencemari spesimen yang dikemihkan dan
menyebabkan terjadinya hasil negatif palsu pada kultur urin. Spesimen
yang dikemihkan menunjukkan adanya kontaminasi apabila ditemukan
adanya epitel vagina dan laktobasilus pada urinalisis dan bila hal tersebut
terjadi maka urin harus diambil menggunakan kateter.

Pemeriksaan Urin Empat Porsi


Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan
ini terdiri dari urin empat porsi yaitu:
1. Porsi pertama (VB1): 10 ml pertama urin, menunjukkan
kondisi uretra
2. Porsi kedua (VB2): sama dengan urin porsi tengah,
menunjukkan kondisi buli buli
3. Porsi ketiga (EPS): sekret yang didapatkan setelah masase
prostat
4. Porsi keempat (VB4): urin setelah massage prostate.

Pemeriksaan
● Analisa Urin (urinalisis) Leukosuria (ditemukannya leukosit
dalam urin). Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih
leukosit (sel darah putih) per lapangan pandang dalam
sedimen urin.

● Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin). Merupakan


petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (
sel darah merah ) 5-10 per lapangan pandang sedimen urin.
Hematuria bisa juga karena adanya kelainan atau penyakit
lain,misalnya batu ginjal dan penyakit ginjal lainnya.
● Pemeriksaan bakteriologis meliputi: Positif jika ditemukan 1
bakteri per lapangan pandang. Biakan bakteri Untuk
memastikan diagnosa infeksi saluran kemih
● Pemeriksaan kimia. Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring
adanya bakteri dalam urin. Contoh: tes reduksi griess nitrate,
untuk mendeteksi bakteri gram negatif.Batasan: ditemukan
lebih 100.000 bakteri.
● Pemeriksaan penunjang lain: radiologis (rontgen), IVP
(pielografi intravena), USG dan Scanning. Pemeriksaan
penunjang ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
batu atau kelainan lainnya.
● Identitas Klien: Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai
insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pria.
Riwayat penyakit

● Keluhan utama : Nyeri punggung bawah dan disuria


● Riwayat penyakit sekarang : Masuknya bakteri ke kandung
kemih sehingga menyebabkan infeksi

● Riwayat penyakit dahulu : Mungkin px pernah mengalami


penyakit seperti ini sebelumnya

● Riwayat penyakit keluarga : ISK bukanlah penyakit keturunan

Pola fungsi kesehatan


● Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Kurangnya
pengetahuan kx tentang pencegahan
● Pola istirahat dan tidur : Istirahat dan tidur kx mengalami
gangguan karena gelisah dan nyeri.
● Pola eliminasi : Pola aktivitas : Aktivitas kx mengalami
gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang

Pemeriksaan abdomen
1. Inpeksi : Bagaimanakah bentuk abdomen
2. Palpasi : Adakah nyeri tekan

Pemeriksaan Genetalia
Inpeksi :

1. Pada penderita uretritis adanya mukosa merah edematous


2. Terdapat cairan eksudat purulen.
3. Ada ulserasi diuretra
4. Adanya pus.
5. Peradangan akut uretra
Sistem perkemihan/eliminasi
● Nyeri dan panas saat berkemih
● Terjadi disuria, hematuria, & piuria
● Mukosa memerah dan edema
● Terdapat cairan eksudat yang purulent
● Ada ulserasi pada uretra
● Adanya rasa gatal
● Adanya pus pada awal miksi
● Kesulitan untuk memulai miksi
● Nyeri pada abdomen bagian bawah

Diagnosa Keperawatan
Gangguan Eliminasi Urine b/d Infeksi saluran kemih
Disuria; Sering berkemih; Anyang-anyangan; Inkontinensia; Nokturia;
Retensi
Urinary Elimination
● Warna urin jernih
● Bau urin normal
● Tidak ada rasa terbakar saat berkemih
● Tidak ada dysuria
● Tidak mengalami urgensi dan frekuensi
● Tidak ada hematuria

Infection severity
● Tidak ada demam/ suhu tubuh (36-37,5 C)
● Tidak ada nyeri
● Kolonisasi urin kultur

Urinary Elimination Management


● Monitor eliminasi urin: frekuensi, konsistensi, bau, volume,
dan warna
● Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala ISK
● Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat keluaran urin
● Ambil urin midstream untuk pemeriksaan urinalisis
● Anjurkan pasien untuk minum 8 gelas/hari

Medication management
● Pemberian obat yang ditentukan: antibiotik
● Monitor efek obat terhadap pasien
● Jelaskan kepada pasien tentang obat

Infection control
● Anjurkan pasien untuk minum 8 gelas/hari
● Pemberian antibiotic ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi
● Motivasi pasien untuk konsumsi nutrisi
● Ajarkan pasien untuk mengambil urin midstream
● Anjurkan pasien dan keluarga untuk cuci tangan
● Anjurkan pengunjung untuk cuci tangan saat masuk dankeluar
dari ruangan

Pain management
● Kaji nyeri pasien
● Berikan analgetik sesuai yang diresepkan
● Motivasi pasien untuk konsumsi analgetik
● Ajarkan pasien teknik nafas dalam
● Jelaskan pasien tentang nyeri

Tube care urinary


● Maintain patency of urinary catheter
● Bersihkan kateter di ujung meatus dan area sekitar
● Ganti kateter sesuai ketentuan
● Catat karakteristik keluaran urin

Anda mungkin juga menyukai