Anda di halaman 1dari 30

HUBUNGAN IgM DENGAN HASIL PCR PADA PASIEN SUSPECT

COVID-19 DI PUSKESMAS GAMPING I

Proposal Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Sarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Fakultas Kesehatan Universitas Jendral Achmad Yani Yogyakarta

Di susun oleh :
Rini Adelia Pratiwi 2217081

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.
Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. WHO mengumumkan nama Coronavirus Disease
(COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) (Riedel, 2020). Virus ini dapat
ditularkan dari manusia ke manusia, beberapa dapat menyebabkan infeksi
ringan di saluran pernapasan atas dan bawah, sementara yang lain dapat
menyebabkan gejala serius yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan
(Rina, 2020).

Sejak awal terjadinya hingga 21 Februari 2020, terdapat


111.648.055 kasus yang terkonfirmasi positif dan 2.472.298 jumlah
kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah ditetapkan
1.278.653 kasus dengan positif COVID-19 dan 34.489 kasus kematian
(WHO, 2020). Terkhusus pada wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta, sejak
awal terjadinya hingga 21 Februari 2021, terdapat 26.456 kasus yang
terkonfirmasi positif dan 635 kasus terkonfirmasi meninggal akibat
COVID-19 (Humas DIY, 2020).

Dalam kondisi pandemic saat ini alat test cepat (rapid test) banyak
diminati masyarakat sebab mudah didapatkan, digunakan, dan
diinterpretasikan. Ada dua jenis tes cepat (RDT) COVID-19 yang saat ini
digunakan yakni deteksi antigen COVID-19 langsung dan tes deteksi
antibodi tidak langsung. Pemeriksaan bertujuan untuk memeriksa antibody
IgG dan IgM secara bersamaan. Hasil penelitian ini didapatkan sensitivitas
pemeriksaan kombinasi uji IgG dan IgM sebesar 88,66% dan
spesifisitasnya sebesar 90,63% (Halbina, 2020). Dapat disimpulkan bahwa
tes ini benar-benar menunjukkan kemampuan untuk mengidentifikasi
dengan benar seseorang yang menderita penyakit tersebut (Akobeng,
2007).

Imunoglobulin M adalah antibodi pertama yang bersirkulasi


terhadap pemaparan awal antigen. Hal ini secara diagnostik bermanfaat
karena kehadiran IgM umumnya mengindikasikan adanya infeksi baru oleh
patogen yang menyebabkan pembentukannya. IgM sangat efisien untuk
reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik, dan karenanya timbul sangat cepat
setelah infeksi dan tetap tinggal dalam darah, maka IgM merupakan daya
tahan tubuh penting pada infeksi bakteri maupun parasit (Abbas et al.,
2007). Selain memberikan pertahanan dini terhadap mikroba, IgM juga
berperan penting dalam homeostatis imun, dan memberikan perlindungan
dari akibat autoimun dan inflamasi (Mannoor, 2013)

Beberapa penelitian melaporkan puncak terbentuknya antibodi IgM


adalah setelah sembilan hari setelah infeksi dan antibodi IgG pada hari ke-
11 setelah infeksi (Liu et al., 2020). Artinya, respon antibodi kemungkinan
baru dapat terdeteksi pada minggu kedua paska infeksi atau bahkan pada
saat fase penyembuhan dimana masa untuk tindakan medis dan pencegahan
penularan telah terlewati. Namun, beberapa penelitian lain menyebutkan
setelah terinfeksi SARS-CoV, IgM dapat dideteksi pada darah pasien
setelah 3-6 hari, sementara IgG dapat dideteksi setelah 8 hari, serokonversi
diamati pada minggu kedua setelah onset penyakit (Li, Yi et al., 2020).

Kenetika respon antibodi terhadap SARS-CoV-2 masih belum jelas


dipahami. Namun, angka deteksi COVID-19 meningkat secara
bermakna dengan kombinasi lgM dan PCR dibandingkan PCR saja
(Zhao J et al., 2020). Dalam penelitian (Quan-Xin et al, 2020)
menyebutkan, dari 52 kasus yang dicurigai COVID-19, empat sampel
memiliki IgG dan IgM spesifik virus. Pasien juga dinyatakan positif
dengan reaksi polymerase (RT-PCR) antara dua pengukuran
antibody. IgM dapat dideteksi paling cepat 3 hari setelah infeksi dan
menyediakan lini pertama pertahanan imunitas humoural. IgM dihasilkan
pada pasien COVID-19 dalam 1 minggu setelah onset gejala, kemudian
mencapai level puncaknya pada 2 - 3 minggu, setelah itu levelnya menurun
(Hongyan et al., 2020).

Dalam penelitian (Jiajia, et al., 2020), 56 pasien COVID-19


terdaftar di Pusat Rumah Sakit Union Wuhan antara 15 dan 25 Februari
2020. Kehadiran SARS-CoV-2 terdeteksi menggunakan RT-PCR. Di
antara 56 pasien yang dirawat, 34 (85%) dites positif adanya antibody IgM.
Di antara 16 pasien yang dinyatakan positif dengan tes asam nukleat, satu
pasien menunjukkan tingkat IgM negative. Sedangkan tes antibody IgG
positif pada semua 56 pasien.

Puskesmas Gamping I, Sleman, Yogyakarta, sejak bulan Juni


2020 sampai dengan 30 Maret 2021 telah memiliki total kasus positif
COVID-19 sebanyak 498, total kesembuhan 485, dan total kematian
sebanyak 13. Dari sejumlah kasus terkonfirmasi positif ini terdapat dua
klasifikasi, yaitu Orang Dengan Gejala (ODG) sebanyak 115, dan Orang
Tanpa Gejala (OTG) sebanyak 383. Dalam kasus kematian, beberapa
diantaranya memiliki riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes
mellitus, astma, penyakit jantung, dan PPOK. Namun tidak ada penyakit
yang mendominasi dari kasus kematian tersebut.

Kriteria pasien yang melakukan PCR di Puskesmas Gamping I,


Sleman, Yogyakarta diantaranya adalah pasien dengan hasil Rapid Tes
Covid-19 reaktif, pasien dengan hasil Rapid Tes Reaktif atau kontak erat
dengan pasien terkonfirmasi Covid-19, dan pasien rawat jalan rujukan dari
Puskesmas karena alasan tertentu. Sedangkan untuk prosedur PCR yang
dilakukan di Puskesmas Gamping I, Sleman, Yogyakarta diantaranya
adalah apabila ada hasil Rapid Tes Reaktif pasien, petugas Laboratorium
memberitahukan ke ruang terkait dan Bidang Pelayanan, selanjutnya petugas
Ruang melaporkan ke Bidang Pelayanan untuk dijadwalkan swab. Petugas
ruangan melaporkan hasil reaktif ke DPJP untuk tindak lanjut pengelolaan
pasien. Petugas ruangan mendaftarkan pasien ke TPPRI , Bidang Pelayanan
mengatur jadwal PCR.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah bagaimanakah hubungan hasil pemeriksaan IgM dengan PCR
pada pasien Suspect Covid-19?
C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil hubungan
hasil rapid test IgM dengan hasil laboratorium Polymerase Chain
Reaction (PCR) pada pasien suspect COVID-19 di Puskesmas Gamping
I, Sleman, Yogyakarta.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran hasil rapid test IgM pada pasien
suspect COVID-19 di Puskesmas Gamping I, Sleman, Yogyakarta.
b. Untuk mengetahui hasil laboratorium Polymerase Chain Reaction
(PCR) pada pasien suspect COVID-19 di Puskesmas Gamping I,
Sleman, Yogyakarta
c. Untuk mengetahui hubungan hasil rapid test IgM dengan hasil
laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) pada pasien suspect
COVID-19 di Puskesmas Gamping I, Sleman, Yogyakarta.
d. Untuk mengetahui faktor resiko hasil rapid test IgM dengan hasil
laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) pada pasien
suspect COVID-19 di Puskesmas Gamping I, Sleman, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat menambah informasi serta
pengetahuan mengenai hubungan hasil pemeriksaan IgM dengan PCR pada
pasien Suspect Covid-19.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Corona Virus Disease (COVID-19)
a. Pengertian COVID-19
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.
Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. (Riedel, 2020). Virus ini dapat ditularkan dari
manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih
dari 190 negara dan teritori lainnya. Pada 12 Maret 2020, WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik (WHO, 2020).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam
genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa
virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada
2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2
(Gorbalenya et al, 2020)
b. Gejala COVID-19
Gejala-gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, batuk
kering, dan rasa lelah. Gejala lainnya yang lebih jarang dan mungkin
dialami beberapa pasien meliputi rasa nyeri dan sakit, hidung
tersumbat, sakit kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare,
kehilangan indera rasa atau penciuman, ruam pada kulit, atau perubahan
warna jari tangan atau kaki (WHO, 2020). Gejala-gejala yang dialami
biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap. Beberapa orang
menjadi terinfeksi tetapi hanya memiliki gejala ringan. Sebagian besar
(sekitar 80%) orang yang terinfeksi berhasil pulih tanpa perlu
perawatan khusus. Sekitar 1 dari 5 orang yang terinfeksi COVID-19
menderita sakit parah dan kesulitan bernafas. Orang-orang yang lanjut
usia dan orang-orang dengan kondisi medis penyerta seperti tekanan
darah tinggi, gangguan jantung dan paru-paru, diabetes, atau kanker
memiliki kemungkinan lebih besar mengalami sakit lebih serius.

c. Penularan COVID-19
Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinkan
virus berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada COVID-19
belum diketahui dengan pasti proses penularan dari hewan ke manusia,
tetapi data filogenetik memungkinkan COVID-19 juga merupakan
zoonosis. Perkembangan data selanjutnya menunjukkan penularan antar
manusia (human to human), yaitu diprediksi melalui droplet dan kontak
dengan virus yang dikeluarkan dalam droplet. Hal ini sesuai dengan
kejadian penularan kepada petugas kesehatan yang merawat pasien
COVID-19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari seorang yang
datang dari Kota Shanghai, Cina ke Jerman dan diiringi penemuan hasil
positif pada orang yang ditemui dalam kantor (Liu et al, 2020).
Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan
virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka.
Suatu analisis mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa
inkubasi, gejala dan durasi antara gejala dengan pasien yang diisolasi.
Analisis tersebut mendapatkan hasil penularan dari 1 pasien ke sekitar 3
orang di sekitarnya, tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi
menyebabkan masa kontak pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga
risiko jumlah kontak tertular dari 1 pasien mungkin dapat lebih besar
(Zhu et al, 2020).

d. Pencegahan Penularan COVID-19


Berikut adalah upaya untuk mengurangi risiko terinfeksi atau
menyebarkan COVID-19 dengan beberapa langkah kewaspadaan
(WHO, 2020):
1) Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, atau cairan
antiseptik berbahan dasar alcohol sesering mungkin. Mencuci tangan
dengan air bersih yang mengalir dan sabun, atau cairan antiseptik
berbahan dasar alkohol dapat membunuh virus di tangan.
2) Jaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang lain. Ketika seseorang
batuk, bersin, atau bicara, orang tersebut mengeluarkan percikan dari
hidung atau mulutnya dan percikan ini dapat membawa virus. Jika
seseorang terlalu dekat, maka dapat terhirup percikan ini dan juga
virus COVID-19 jika orang tersebut terinfeksi penyakit ini.
3) Menghindari pergi ke tempat-tempat ramai. Ketika orang-orang
berkumpul bersama dalam kerumunan, kemungkinan untuk
melakukan kontak erat dengan orang yang terinfeksi COVID-19 lebih
besar dan lebih sulit untuk menjaga jarak fisik minimal 1 meter.
4) Menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut. Menyentuh
berbagai permukaan benda menyebabkan virus penyakit ini dapat
tertempel di tangan. Tangan yang terkontaminasi dapat membawa
virus ini ke mata, hidung, atau mulut, yang dapat menjadi titik masuk
virus ini ke tubuh sehingga menjadi sakit.
5) Memastikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar menjalankan etika
batuk dan bersin dengan cara menutup mulut dan hidung dengan siku
terlipat atau tisu saat batuk atau bersin, segera buang tisu bekas
tersebut. Percikan dapat menyebarkan virus, dengan mengikuti etika
batuk dan bersin, berarti melindungi orang-orang di sekitar dari virus-
virus seperti batuk pilek, flu, dan COVID-19.
6) Tetap tinggal di rumah dan lakukan isolasi mandiri meskipun hanya
memiliki gejala ringan seperti batuk, sakit kepala, dan demam ringan
sampai sembuh. Jika harus meninggalkan rumah, kenakan masker
untuk menghindari penularan ke orang lain. Karena menghindari
kontak dengan orang lain akan melindungi mereka dari kemungkinan
penularan COVID-19 dan virus lainnya.
7) Jika demam, batuk, dan kesulitan bernapas, segera cari pertolongan
medis dan tetap memberitahukan kondisi terlebih dahulu. Menguikuti
arahan dinas kesehatan setempat, karena Kementerian kesehatan dan
dinas kesehatan daerah memiliki informasi terbaru tentang situasi di
wilayah sekitar. Dengan memberitahukan kondisi terlebih dahulu,
petugas kesehatan yang akan merawat dan dapat segera mengarahkan
ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat. Langkah ini juga
melindungi seseorangdan membantu mencegah penyebaran virus dan
infeksi lainnya.
8) Tetap ikuti informasi terbaru dari sumber terpercaya, seperti WHO,
dinas kesehatan daerah, dan kementerian kesehatan. Dinas kesehatan
daerah dan kementerian kesehatan adalah sumber terpercaya dalam
memberikan arahan kepada masyarakat di wilayahnya tentang apa
saja yang harus dilakukan untuk melindungi diri.

2. Respon Imun Tubuh


Virus SARS-Cov-2 pertama kali diidentifikasi pada pertengahan
1960-an dan diklasifikasikan menjadi empat perbedaan utama: virus α− /
β− / γ− / δ-Coronavirus. Alfa dan beta-coronavirus terutama menginfeksi
mamalia, sedangkan gamma dan delta-coronavirus lebih cenderung
menginfeksi burung (Lai, A. L., Millet, J. K., Daniel, S., Freed, J. H., &
Whittaker, G. R. (2020); Yin and Wunderink, 2018).
Beberapa dari mereka dapat menyebabkan infeksi ringan di saluran
pernapasan atas dan bawah, sementara yang lain dapat menyebabkan gejala
serius yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Sampai saat ini,
tujuh jenis virus korona yang dapat menginfeksi manusia telah
diidentifikasi. Newcoronavirus SARS-Cov-2 milik subfamili dari beta-
coronavirus dan berbagi 79,5% dari urutan genetik SARS-CoV. Infeksi
SARS-Cov-2 dapat terjadi dengan demam, kelelahan dan batuk kering,
dalam kasus yang parah, dengan pneumonia, sindrom pernapasan akut,
kegagalan multi organ termasuk ginjal dan kematian (Rina, 2020).

3. Klasifikasi Infeksi COVID-19


Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-
virus 2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kasus Terduga (suspect case)
a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), DAN
riwayat perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan
penularan di komunitas dari penyakit COVID-19 selama 14 hari
sebelum onset gejala; atau
b. Pasien dengan gangguan napas akut DAN mempunyai kontak
dengan kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari
terakhir sebelum onset; atau
c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas DAN
memerlukan rawat inap) DAN tidak adanya alternatif diagnosis lain
yang secara lengkap dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.
2. Kasus probable (probable case)
a. Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau
b. Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena
alasan apapun.
3. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
laboratorium infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya
gejala dan tanda klinis.
Kontak adalah orang yang mengalami satu dari kejadian di bawah
ini selama 2 hari sebelum dan 14 hari setelah onset gejala dari kasus
probable atau kasus terkonfirmasi.
1. Kontak tatap muka dengan kasus probable atau terkonfirmasi dalam
radius 1 meter dan lebih dari 15 menit;
2. Kontak fisik langsung dengan kasus probable atau terkonfirmasi;
3. Merawat langsung pasien probable atau terkonfirmasi penyakit
Covid-19 tanpa menggunakan alat pelindung diri yang sesuai; atau
4. Situasi lain sesuai indikasi penilaian lokasi lokal.
Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia saat ini didasarkan pada
buku panduan tata laksana pneumonia COVID-19 Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Terdapat sedikit
perbedaan dengan klasifikasi WHO, yaitu kasus suspek disebut dengan
Pasien dalam Pengawasan (PdP) dan ada penambahan Orang dalam
Pemantauan (OdP). Istilah kasus probable yang sebelumnya ada di
panduan Kemenkes RI dan ada pada panduan WHO saat ini sudah tidak
ada.
4. Prediksi Imunoglobulin M (IgM)

Imunoglobulin M adalah antibodi pertama yang bersirkulasi


terhadap pemaparan awal antigen. Hal ini secara diagnostik bermanfaat
karena kehadiran IgM umumnya mengindikasikan adanya infeksi baru oleh
patogen yang menyebabkan pembentukannya. IgM berfungsi sebagai
reseptor permukaan sel B untuk tempat antigen melekat dan disekresikan
dalam tahap-tahap awal respon sel plasma. IgM sangat efisien untuk reaksi
aglutinasi dan reaksi sitolitik, dan karenanya timbul sangat cepat setelah
infeksi dan tetap tinggal dalam darah, maka IgM merupakan daya tahan
tubuh penting pada infeksi bakteri maupun parasit (Abbas et al., 2007).

Beberapa penelitian melaporkan puncak terbentuknya antibodi IgM


adalah setelah sembilan hari setelah infeksi dan antibodi IgG pada hari ke-
11 setelah infeksi (Liu et al., 2020). Artinya, respon antibodi
kemungkinan baru dapat terdeteksi pada minggu kedua paska infeksi
atau bahkan pada saat fase penyembuhan dimana masa untuk
tindakan medis dan pencegahan penularan telah terlewati. Namun,
beberapa penelitian lain menyebutkan setelah terinfeksi SARS-CoV,
IgM dapat dideteksi pada darah pasien setelah 3-6 hari, sementara
IgG dapat dideteksi setelah 8 hari, serokonversi diamati pada minggu
kedua setelah onset penyakit (Li, Yi et al., 2020).

5. Rapid Test
Dalam kondisi pandemic saat ini alat test cepat (rapid test) banyak
diminati masyarakat sebab mudah didapatkan, digunakan, dan
diinterpretasikan. Alat tes cepat ini (rapid test) hanya membutuhkan waktu
15- 30 menit untuk dapat memberikan hasil. Ada dua jenis tes cepat (RDT)
COVID-19 yang saat ini digunakan yakni deteksi antigen COVID-19
langsung dan tes deteksi antibodi tidak langsung. Tes pendeteksian antigen
mendeteksi komponen protein virus pada sampel dari saluran pernapasan
seseorang. Antigen yang terdeteksi hanya dapat diinterpretasikan saat virus
aktif bereplikasi, oleh sebab itu alat ini paling tepat digunakan pada saat
fase akut infeksi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa antibody IgG
dan IgM secara bersamaan. Hasil penelitian ini didapatkan sensitivitas
pemeriksaan kombinasi uji IgG dan IgM sebesar 88,66% dan
spesifisitasnya sebesar 90,63% (Halbina, 2020). Dapat disimpulkan bahwa
tes ini benar-benar menunjukkan kemampuan untuk mengidentifikasi
dengan benar seseorang yang menderita penyakit tersebut (Akobeng,
2007).

6. PCR
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada
tahun 1985. Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik
sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. PCR menggunakan 2
oligonukleotida primer yang bertindak sebagai situs inisiasi sintesis DNA
oleh DNA polimerase sehingga 16 primer akan menentukan daerah dari
templat DNA yang akan diamplifikasi. Nested PCR merupakan salah satu
teknik amplifikasi DNA yang menggunakan dua pasang primer. Produk
PCR dari PCR pertama digunakan sebagai templat DNA untuk putaran
PCR kedua dengan primer internal. Metode ini memiliki sensitivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan metode PCR biasa (McPherson and
Moller, 2006). Efisiensi dari PCR dikendalikan oleh berbagai parameter,
seperti jenis polimerase, jenis buffer, konsentrasi dan stabilitas primer
(Tm), konsentrasi dNTP, parameter siklus, dan kompleksitas serta
konsentrasi dari templat (Innis et al., 1999).
Komponen-komponen yang dibutuhkan pada proses PCR adalah
template DNA, primer yang mempunyai urutan nukleotida yang
komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat untuk membatasi
daerah amplifikasi, dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), buffer, dan
enzim DNA polimerase termostabil (Crocker and Murray, 2003). Salah satu
keuntungan dari teknik PCR adalah kemampuannya untuk mengamplifikasi
daerah DNA yang ditentukan dari templat awal yang sangat kompleks.
Kekurangan dari teknik ini adalah bahwa sejumlah kecil kontaminasi pada
DNA juga akan ikut teramplifikasi sehingga harus diperhatikan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi (McPherson and Moller, 2006).
Primer merupakan salah satu komponen yang menentukan
keberhasilan proses PCR. Primer yang didesain sebaiknya mengandung 18-
30 basa. Kandungan GC primer dapat berkisar antara 40-60%. Spesifisitas
primer akan turun ketika ujung 3’ dari primer merupakan basa A atau T.
Primer yang ideal adalah primer yang memiliki Tm yang serupa (dalam 2-4
°C), dan di atas 60°C. Hindari terjadinya interaksi primer seperti cross-
homology dan self-homology karena akan mempengaruhi efisiensi proses
amplifikasi (Handoyo dan Rudiretna, 2001; Sulistyaningsih, 2007).
Metode PCR dibagi ke dalam tiga tahap yaitu denaturasi, annealing
(penempelan), dan sintesis DNA. Tahap denaturasi merupakan proses awal
PCR Pada tahap ini untai ganda DNA dipisahkan menjadi untai dengan
cara dipanaskan. Suhu yang digunakan pada umumnya adalah 94°C
(McPherson and Moller, 2006). Pemilihan suhu merupakan faktor yang
penting. Suhu denaturasi tergantung pada panjang DNA templat yang
digunakan dan juga pada panjang fragmen DNA target. Suhu denaturasi
yang terlalu tinggi dapat menurunkan aktivitas polimerase DNA yang akan
berdampak pada efisiensi PCR. Selain itu juga dapat merusak DNA
templat, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan proses
denaturasi DNA templat tidak sempurna (Handoyo dan Rudiretna, 2001).
Tahap kedua adalah tahap penempelan primer pada templat DNA.
Suhu yang digunakan biasanya berkisar antara 37-60°C. Suhu annealing
yang digunakan dapat dihitung berdasarkan (Tm – 5)oC sampai dengan
(Tm + 5)oC. (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Tahap ketiga dari metode
PCR adalah sintesis DNA. Suhu yang digunakan pada proses ini biasanya
adalah 72°C. Suhu ini digunakan untuk menjamin efisiensi proses sintesis
DNA oleh enzim DNA polimerase termostabil (McPherson and Moller,
2006).
Ketiga tahap utama di atas dapat diulang sekitar 25-40 kali siklus,
tergantung dari kebutuhan untuk amplifikasi yang spesifik (McPherson and
Moller, 2006). Secara teoritis setiap siklus menggandakan jumlah fragmen
target yang ingin disalin. Oleh karena itu terjadi peningkatan eksponensial
pada fragmen gen yang diinginkan. Produk dari PCR nantinya akan
dideteksi dengan metode elektroforesis untuk menentukan ukuran produk
(Crocker and Murray, 2003).
B. Kerangka Teori
Berikut merupakan kerangka teori dari tinjauan pustaka

Hewan ke masusia
Transmisi Droplet human to
human
Mukosa terbuka (saluran
nafas)

Replikasi virus

Inkubasi 3-14
hari

Respon IgM
Asimptomatik antibodi meningkat
Gejala ringan
Gejala berat Manifestasi

Klasifikasi

Pemeriksaan
Antobodi total Non rekatif diagnostik
non reaktif
Rapid test

Reaktif
Total antibody Positif Pencegahan
reaktif
IgM reaktif, Lab PCR
IgG non reaktif
IgM non Negatif Covid-19
rekatif, IgG Terapi oksigen
reaktif Terapi penyakit
Penatalaksanaa
penyerta
n
Terapi
konservatif
C. Kerangka Konsep

Hubungan Imunoglobulin M PCR pada Pasien Suspact COVID-19

1. Usia
2. Jenis kelamin

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

D. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat hubungan IgM dengan hasil PCR pada pasien suspect
COVID-19 di Puskesmas Gamping I Sleman, Yogyakarta.
Ha : Terdapat hubungan IgM dengan hasil PCR pada pasien suspect
COVID-19 di Puskesmas Gamping I Sleman, Yogyakarta.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah case-control study. Pada case-
control study dilakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena
penyakit, kemudian ditelusur secara retrospektif ada atau tidaknya faktor
risiko yang diduga berperan. Pada desain ini, pengukuran variabel
dependen disebut efek sedangkan independennya dicari secara retrospektif.
Dalam penelitian ini subyek yang terkena COVID-19 yang sudah melalui
PCR kemudian ditelusuri kebelakang yaitu IgM sebagai faktor yang
mempengaruhi (Sudigdo, 2014).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian akan di lakukan di Puskesmas Gamping I,
Sleman, Yogyakarta pada tanggal 24-27 Mei 2021

C. Populasi Dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah generalisasi wilayah terdiri dari objek dan subjek
peneliti memiliki kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2017). Populasi target penelitian ini adalah seluruh pasien
yang sudah dideteksi immunoglobulin melalui Rapid test (RDT) dan
dikonfirmasi dengan PCR sejak Juni 2020-Maret 2021 di Puskesmas
Gamping I Sleman berjumlah 96.
b. Sampel
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian
(Nursalam, 2017). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2017).
Alasan mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2017)
jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan
sampel penelitian semuanya.

D. Kriteria sampel
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum pada subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. (Nursalam,
2017). Kriteria inklusi dalam penelitian ini

1) Pasien suspek COVID-19 yang sudah dideteksi immunoglobulin


melalui Rapid test (RDT) dan dikonfirmasi dengan PCR
2) Pasien COVID-19 di Puskesmas Gamping I, Sleman, Yogyakarta
dengan rentang usia 19-59 tahun

2. Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan / mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah

1) Pasien yang dirujuk ke rumah sakit


2) Pasien yang direkomendasikan isolasi mandiri oleh Puskesmas
Gamping I, Sleman

E. Variable Penelitian
Variable adalah seseorang atau obyek yang mempunyai variasi
antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
Variabel mengandung pengertian ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki
seseorang atau sesuatu yang dapat menjadi pembeda atau penciri antara
yang satu dengan yang lainnya (KEMENKES, 2018)
Dalam penelitian ini menggunakan 2 varibael yaitu :
1. Variabel bebas (independent)
Variable independent adalah variabel yang dapat mempengaruhi
variabel lain, apabila variabel independen berubah maka dapat
menyebabkan variabel lain berubah. Nama lain dari variabel independen
atau variabel bebas adalah prediktor, risiko, determinan, kausa. Variable
independent dalam penelitian ini adalah antibodi IgM
2. Variable terikat (dependen)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen, artinya variabel dependen berubah karena disebabkan oleh
perubahan pada variabel independent. Variable dependen pada penelitian
ini adalah hasil laboratorium PCR
3. Variabel pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang mengganggu hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat sehingga hasilnya bisa bias
(Sugiyono, 2010). Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah usai
dan jenis kelamin
F. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan sutau definisi berdasarkan karakteristik
yang diamati atau diukur (Nursalam, 2013). Definisi operasional pada
penelitian ini dapat dilihat di tabel 3.1
No Variabel Definisi Alat Ukur Penilaian Skala
Operasional ukur
1 Variabel Pengganggu
Karakteristik Responden
a, Usia Satuan waktu yang Lembar a. 19-30 Ordinal
mengukur waktu observasi b. 31-45
keberadaan suatu c. 46-59
benda atau mahluk
hidup maupun
yang mati. Umur
manusia diukur
sejak dia lahir
hingga waktu
umur dihitung.
b. Jenis kelamin Perbedaan bentuk, Lembar a. Laki-laki Nominal
sifat, dan fungsi observasi b. Perempuan
biologis laki laki
dan perempuan
yang menentukan
perbedaan peran
meraka dalam
menyelengarakan
upaya meneruskan
garis keturunan
2 Variabel bebas
Antibodi IgM Antibodi pertama Lembar a. Reaktif Nominal
yang bersirkulasi observasi b. Non reaktif
terhadap
pemaparan awal
antigen. Hal ini
secara diagnostik
bermanfaat
karena kehadiran
IgM umumnya
mengindikasikan
adanya infeksi
baru oleh
patogen yang
menyebabkan
pembentukannya.
3 Variabel terikat
Hasil laboratorium Metode a. Positif Nominal
pemeriksaan b. Negatif
PCR
virus SARS Co-2
dengan
mendeteksi DNA
virus. Uji ini
akan  didapatkan
hasil apakah
seseorang positif
atau tidak SARS
Co-2
G. Alat dan Pengambilan Data

1. Alat penelitian
Alat yang digunakan untuk melihat antibody IgM yaitu dengan
lembar observasi yang hasilnya diperoleh. Data diambil dari data
sekunder dari lembar observasi pasien COVID-19 di Puskesmas
Gamping I, Sleman, Yogyakarta
2. Pengumpulan data
Sumber data dari penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh langsung dari rekam medis, langkah langkah
pengumpilan data tergantung pada rancangan penelitian dan teknik
instrument yang digunakan (Nursalam, 2013) cara pengumpulan data
pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Mendatangi Puskesmas serta meminta izin untuk dilakukan
penelitian khususnya pada pasien COVID-19
b. Pengambilan data melalui data rekam medis untuk mencari
dokumen rekam medis yang sesuai.

H. Validitas dan Reliabilitas


Penelitian ini tidak menggunakan uji validitas dan reliabilitas karena
tidak menggunakan instrument sebagai alat pengumpulan datanya

I. Rencana Penatalaksanaan Penelitian

Bagian ini berisikan semua hal yang dilakukan peneliti pada setiap tahap
yang terdiri dari:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan ini (perencanaan) dilakukan untuk mempersiapkan
jalannya proses pelaksanaan penelitian. Pada tahap ini peneliti
mempersiapkan semua prosedur dalam pelaksanaan penelitian yaitu
dimulai dari penyusunan proposal sampai dengan revisi proposal. Tahap-
tahap persiapan dalam mengajukan penelitian ini meliputi:
a. Penentuan masalah penelitian yang didapatkan melalui studi pustaka.
b. Untuk menentukan acuan penelitian yang bersumber dari buku, jurnal,
makalah dan internet.
c. Pengajuan judul penelitian.
d. Konsultasi dengan pembimbing mengenai judul proposal penelitian dan
menentukan langkah – langkah dalam penyusunan proposal.
e. Mengadakan studi pustaka untuk menentukan acuan penelitian yang
bersumber dari buku, makalah dan internet.
f. Mengadakan studi pendahuluan
g. Menyusun proposal penelitian.
h. Konsultasi dengan pembimbing dan melakukan revisi.
i. Mempresentasikan proposal penelitian.
j. Revisi.
k. Melakukan perijinan penelitian. .
2. Tahap pelaksanaan penelitian
a. Mengurus etika penelitian yang telah disetujui oleh Komite Etik Stikes
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
b. Mengurus surat izin PPPM Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
c. Menyerahkan surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kesatuan
Bangsa Sleman, BAPPEDA, Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas
Gamping 2.
d. Mendapatkan izin dan surat tembusan dari BAPPEDA dan menyerahkan
surat tembusan tersebut ke Kepala Puskesmas Gamping 2.
e. Apersepsi dengan asisten penelitian. Asisten peneliti merupakan
mahasiswa semester 8 yang telah lulus mata kuliah blok growth and
development.
f. Menentukan sampel sesuai kreteria
g. Peneliti dengan asisten peneliti kemudian memperkenalkan diri,
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, lembar informasi untuk
surveilance COVID-19
h. Memberikan infromed consent kepada surveillance untuk ditanda
tangani
i. Meminta izin untuk mengambil data sekunder terkait sampel yang
dibutuhkan
j. Peneliti dengan asisten peneliti melakukan pengecekan terkait dengan
data-data yang sudah didapatkan sesuai kebutuhan.
k. Setelah memastikan semua data yang diberikan sudah benar dan
lengkap, peneliti melakukan terminasi dengan mengucapkan terimakasih
atas izin dan kesediaan surveillance.
3. Tahap akhir penyusunan laporan peneliti
a. Melakukan analisis hasil penelitian
b. Menuliskan hasil uji statistik dan pembahasan di dalam laporan proposal
c. Melakukan bimbingan dengan dosen terkait hasil penelitian dan revisi
laporan.

J. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data
menggunakan program komputer, meliputi (Riyanto, 2011; Sumantri,
2011):
1. Editing data
Editing merupakan kegiatan pemeriksaan ulang setelah melakukan
pengambilan data rekam medic pasien. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi kelengkapan biodata dokumen pasien.
2. Coding data
Coding data yaitu kegiatan mengubah bentuk penilaian variabel
menjadi data berbentuk angka/bilangan dengan tujuan untuk
memudahkan saat melakukan analisis data (Riyanto,2011; Sumantri,
2011). Coding untuk penelitian ini sebagai berikut.
a. Jenis kelamin
1= laki-laki
2= perempuan
b. Antibodi IgM
0 = Non reaktif
1 = Reaktif
c. Hasil laboratorium PCR
0 = Negatif
1 = Positif
3. Prosesing data
Setelah melakukan coding, selanjutnya entery data yaitu kegiatan
memasukan data dari dokumen rekam medic pasien kedalam program
komputer yaitu analisa data IBM SPSS v.20 for window (Riyanto
2011).
4. Cleaning data
Cleaning data yaitu kegiatan untuk pengecekan kembali data yang
sudah dimasukan apakah ada kesalahan atau tidak (Riyanto, 2011).
Setelah beberapa proses di atas data yang diperoleh dalam peneitian
berupa data kuantitatif. Data yang telah terkumpul, diteliti dan dianalisis
secara komputerisasi yang meliputi analisis univariate dan analisis
bivariate

K. Analisis Data
1. Analisis Univariate

Penelitian ini menggunakan analisis univariate dan analisis


bivariate. Analisis univariate digunakan untuk mendeskripsikan setiap
variabel dan menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari
setiap variabel. Analisis univariate dalam penelitian ini untuk
menganalisis variabel usia, jenis kelamin, antibody IgM dan hasil
laboratorium PCR test.

2. Analisis Bivariate

Analisis bivariate dilakukan pada dua variabel yang berhubungan.


Analisis bivariat dilakukan setelah ada perhitungan univariat. Pada
penelitian ini dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antibody
IgM dan hasil laboratorium PCR test. Pada penelitian ini menggunakan
uji statistik Rasio Odds/Odds Ratio
Odds ratio (OR) digunakan sebagai indikator adanya hubungan
sebab akibat antara faktor risiko dan efek. Interpretasi OR lebih dari 1
menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang merupakan faktor
risiko, bila OR = 1 atau mencakup angka 1 berarti bukan merupakan
faktor, bila kurang dari 1 merupakan faktor protektif.

L. Etika Peneliti

Penelitian ini telah diajukan kelayakan etik penelitian kesehatan


Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Penelitian ini telah
menjaga kerahasian data dari semua informasi terkait pasien dalam
penelitian yaitu dengan cara peneliti tidak mengambil foto atau meng copy
data dari rekam medis pasien, tidak mencantumkan nama pasien, dan hanya
memberikan kode tertentu saat tertentu saat publikasi.
Penelitian telah mempertimbangkan resiko serta manfaat dalam
penelitian. Pada penelitian ini tidak dilakukan tindakan medis berbahaya
karena dan tidak merugikan pasien karena pengambilan data dilakukan dari
rekam medis. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui hubungan
Imunoglobulin M dengan Hasil PCR pada pasien Suspect COVID-19. Etik
dalam penelitian ini meliputi :
1. Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti merahasiakan berbagai informasi maupun masalah-masalah lain
yang menyangkut tentang identitas dan segala informasi tentang pasien.
Lembar isian akan segera dihanguskan setelah pengambilan data selesai
di input oleh peneliti.
2. Benefit (Manfaat)
Peneliti melaksanakan peneltian sesuai dengan prosedur penelitian untuk
mendapatkan hasil semaksimal mungkin baik bagi pasien dan
Puskesmas dalam melaksanakan PCR test terhadap pasien COVID-19
3. Right to privacy (Kerahasian Responden)
Peneliti menjaga kerahasian nama-nama pasien yang menjadi data dalam
penelitiannya seperti tidak menceritakan kepada orang lain tentang
pasien yang di teliti dan membakar berkas yang telah di input dalam
penelitian. Subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan
yang sama tanpa harus membeda-bedakan jender, agama, etnis, dan
sebagainya.
4. Kejujuran
Peneliti melakukan penelitian secara jujur, tanpa manipulasi data. Selain
itu, penelitian ini adalah hasil karya peneliti sendiri, dengan mengacu
pada beberapa sumber pustaka yang telah peneliti sebutkan.

DAFTAR PUSTAKA

Akobeng, A., K. (2007). Understanding diagnostic test 1: sensitivity,


specificity and predictive values. Acta Paediatr. 96(3):338-41
Quan-X, L., Bai-Z, L., Hai-J, D., et al. (2020). Antibody responses to
SARS-CoV-2 in patients with COVID-19. Nature Medicine, 26,
845-848
https://doi.org/10.1038/s41591-020-0897-1
Rina, T.H., Dewi, A., Aquartuti, T.D., Aris, W., Joko, T.A. (2020).
Pandemi Covid-19 , Respon Imun Tubuh, dan Herd Immunity.
Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 10(3), 373-380
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/download/
830/505/
Riedel, S., Morse, S., Mietzner, T., Miller, S. (2020). Jawetz, Melnick, &
Adelberg’s Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGraw-
Hill Education/Medical. 617-22.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Update 10 November 2020.
Covid19.go.id
Humas D.I. Yogyakarta. Update 10 November 2020. Instagram:
@humasjogja
Halbina, F.H., Nur, F., Maria, K.R.K. (2020). Pemeriksaan Diagnostik
Covid-19: Studi Literatur. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,
5(1), 222-230 https://core.ac.uk/download/pdf/327263764.pdf
Abbas, A.K., Lichtman, A.H & Pilai, S. (2007). Cells and Tissues of the
adaptive immune system. Cellular and mollecular immunology. 6th
ed. Philadelphia, WB Saunders.
Liu, J., Liu, Y., Xiang, P., Pu, L., Xiong, H., Li,C., et al. (2020). Neutrophil
to Lymphocyte Ratio Predict Severe Illnes Patiens With 2019 Novel
Coronavirus in the Early Stage. Infectious Diseases (expect
HIV/AIDS).
http://medrxiv.org/lookup/doi/10.1101/2020.02.10.20021584
Li, Z., Yi, Y., Luo, X., Xiong, N., Liu, Y., Li, S., et al. (2020).
Development and Clinical Application of A Rapid IgM-IgG
Combined Antibody Test for SARSCoV-2 Infection Diagnosis. J
Med Virol. DOI: 10.1002/jmv.25727.
https://ocw.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=1838
Cepheid. (2020). Xpert Xpres SARS-CoV-2 Instruction for use
Mannoor, K., Xu, Y., Chen, C. (2013). Natural autoantibodies and
associated B cells in immunity and autoimmunity. Autoimmunity,
46:138
http://doi:10.3109/08916934.2012.748753
Zhao, J., Yuan, Q., Wang, H., Liu, W., Liao, X., Su, Y., et al. (2020).
Antibody Responses to SARS-CoV-2 in Patients of Novel Corona
Virus Disease 2019. Infectious Diseases (expect HIV/AIDS)
http://medicahospitalia.rskariadi.co.id/medicahospitalia/index.php/
mh/article/view/472
Hongyan, H., Ting, W., Bo, Z., et al. (2020). Detection of IgM and IgG
Antibodies in Patient with Coronavirus Disease 2019. Clinical &
Translational Immunology.e1136. DOI: 10.1002/cti2.1136
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7202656/
Jiajia, X., Chengchao, D., Jing, L., et al. (2020). Characteristics of Patients
with Coronavirus Disease (COVID-19) Confirmed Using an IgM-
IgG Antibody Test. J Med Virol. 1-7. DOI: 10.1002/jmv25930
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32330303/
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S1201971220321998

Riedel, S., Morse, S., Mietzner, T., Miller, S. (2019). Jawetz,


Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 28th ed. New York:
McGraw- Hill Education/Medical. 617-22.

Gorbalenya, A.E., Baker, S.C., Baric, R.S., de Groot, R.J., Drosten, C.,
Gulyaeva, A.A., et al. (2020) The species Severe acute respiratory
syndrome-related coronavirus: classifying 2019-nCoV and naming
it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020; published online March 2.
DOI: 10.1038/s41564-020-0695-z

World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19)


and the virus that causes it. Geneva: World Health Organization;
2020.
Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-
2019)-and-the-virus-that-causes-it
Lai, A. L., Millet, J. K., Daniel, S., Freed, J. H., & Whittaker, G. R. (2020).
Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource
centre with free information in English and Mandarin on the novel
coronavirus COVID- company ‟ s public news and information
website . Elsevier hereby grants permission to make all its COVID-
19-r. The Lancet, 395(April), 1315.

Liu ,T., Hu, J., Kang, M., Lin, L., Zhong, H., Xiao, J., et al. Transmission
dynamics of 2019 novel coronavirus (2019-nCoV). bioRxiv.2020.
Available from: https://doi.org/10.1101/2020.01.25.919787

Rina, T.H., Dewi, A., Aquartuti, T.D., Aris, W., Joko, T.A. (2020).
Pandemi Covid-19 , Respon Imun Tubuh, dan Herd Immunity.
Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 10(3), 373-380
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/download/
830/505/

Zhu, N., Zhang, D., Wang, W., Li, X., Yang, B., Song, J., et al. A novel
coronavirus from patients with pneumonia in China, 2019. N Engl J
Med. 2020; 382:727-33.
https://jurnalrespirologi.org/index.php/jri/article/view/101/110

Schuller, M., Sloots, T. P., James, G. S., Halliday, C. L., Carter I. W.J.
2010 PCR for Clinical Microbiology an Australian and International
Perspective. Springer Science+Business Media. New York
https://e-journal.unair.ac.id/JVHS/article/download/16847/9060

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan


Praktis. In Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis (4th ed.). Jakarta.

Suryanto. (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Nuha


Medika
Sudigdo. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Sagung Seto.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung : Alfabeta

Nursalam. (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan


Praktik. Jakarta: Salemba Medika.

Riyanto, A. (2011). Pengolahan Dan Alaisis Data Kesehatan. Yogyakarta :


Medikal Book.

Sumantri, A.H. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Kencana Prenada Media Gopu

Anda mungkin juga menyukai