Abstrak
SARS-CoV-2 diketahui sebagai agen penyebab kejadian COVID-19 hingga WHO
menetapkan status sebagai pandemi. Infeksi virus SARS-CoV-2 pada tubuh sebagai patogen akan
direspons oleh sistem kekebalan tubuh, untuk mencegah terjadinya infeksi, inflamasi dan pemulihan
pasca terjadinya infeksi. Respons imunitas tubuh dalam hal ini dapat dipengaruhi berbagai faktor,
termasuk tingkat keparahan penyakit. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis pengaruh COVID-19 terhadap respons imunitas tubuh yang disajikan melalui metode
telaah literatur menggunakan artikel ilmiah yang relevan dengan kriteria inklusi yang ditetapkan.
Temuan pada karya ilmiah ini menunjukkan bahwa respons imunitas tubuh dapat diketahui melalui
pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi nilai atau kadar limfosit, sel T, sel B, sel T CD4+,
sel T CD8+, IL-2R, IL-6, IL-8 IL-10, IL-17, IL-18, TGF-β, TNF-α, IFN-γ , dan sel NK. Semakin baik
respons imunitas tubuh berkorelasi dengan rendahnya derajat keparahan pasien dan sebaliknya,
sementara itu tingginya nilai rujukan untuk mengidentifikasi respons imunitas tubuh dapat memicu
terjadinya badai sitokin yang dapat memperburuk kondisi pasien.
Pendahuluan
Coronavirus Disease (COVID-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini mulai teridentifikasi pada
akhir Desember 2019 di Wuhan, Provinsi Hubei, China dengan ditemukannya lima orang yang
mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).1Sejak pertama kali ditemukan dan
diidentifikasi, penyakit ini mengalami perkembangan pesat dalam hal penularan dan hingga saat ini
hampir seluruh negara di dunia memiliki angka kejadian COVID-19. 2
Angka kejadian penyakit COVID-19 hingga 20 Agustus 2021 mencapai lebih dari 210 juta
kasus dengan angka meninggal mencapai lebih dari 4,3 juta. Temuan kasus di Indonesia menunjukkan
angka kejadian COVID-19 terus mengalami peningkatan dengan mencapai angka 3,8 juta kasus dan
angka kematian lebih dari 120 ribu. 3 Angka tersebut kemungkinan lebih tinggi sekitar 2 hingga tiga
kali lipat mengingat adanya kemungkinan pencatatan data yang terlewat. Meskipun demikian tingkat
kesembuhan pasien terus mengalami peningkatan dimana Indonesia terdapat 3,4 juta orang yang
sembuh dari COVID-19.4
Transmisi COVID-19 hingga saat ini terus berada dalam tahap penelitian, namun hingga saat
ini diyakini virus menyebar melalui droplet yang keluar saat batuk maupun bersin. 5 Selain itu virus
juga memiliki kemungkinan menyebar melalui aeorosol yang dapat bertahan di udara dalam beberapa
menit. Kondisi ini menjadikan penyakit ini mudah ditularkan antar manusia terutama yang melakukan
kontak erat tanpa menggunakan alat pelindung diri. Kondisi tersebut menjadikan penggunaan masker
dan mengurangi kontak antar manusia merupakan hal penting dalam pencegahan penularan COVID-
19.6COVID-19 berkaitan dengan patogenesis menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 menginfeksi saluran
nafas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat
jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan berikatan
dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. SARS-CoV-2 di dalam sel melakukan
duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk
virion baru yang muncul di permukaan sel.7
Mekanisme terjadinya COVID-19 diawali ketika virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel,
melalui RNA virus yang dikeluarkan dalam sitoplasma sel dan terjadi proses translasi menjadi dua
protein dan protein struktural.8,9 Proses selanjutnya adalah replikasi virus yang terjadi di retikulum
endoplasma atau sel golgi. Replikasi ini menjadikan vesikel yang mengandung partikel virus akan
masuk pada membrane plasma untuk melepaskan virus baru yang menginfeksi tubuh. 1,10,11
Tubuh pada dasarnya memiliki sistem imunitas yang berperan dalam mencegah terjadinya
penyakit dalam diri seseorang dengan memberikan respon terhadap adanya antigen atau zat asing
yang masuk dalam tubuh dan dianggap membahayakan. 12 Namun, dalam COVID-19 respon imunitas
tubuh masih merupakan hal yang terus dipelajari mengingat penyakit ini merupakan penyakit yang
baru sehingga dibutuhkan penelitian terus menerus mengikuti perkembangan penyakit ini
Metodologi
Penelitian ini merupakan telaah literatur atau literature review dengan pencarian artikel
ilmiah elektronik melalui database PubMed, Google Scholar dan ProQuest dan yang menjadi kriteria
inklusi pada penelitian ini antara lain : Artikel ilmiah dengan kata kunci (“COVID-19” OR
“Coronavirus Disease 19”) AND (“Response”) AND (“Immunity” OR “Immune”) dalam Bahasa
Inggris, dan kata kunci (“COVID-19” OR “Coronavirus Disease 19”) AND (“Respons”) AND
(“Imun”) dalam Bahasa Indonesia, Artikel ilmiah yang dipublikasikan tahun 2020 hingga Juli 2021,
Artikel ilmiah yang dipublikasikan dengan Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia, Artikel ilmiah yang
dipublikasikan merupakan hasil riset asli (original research), Artikel ilmiah yang dipublikasikan
berbentuk teks penuh (full text). Sementara itu kriteria eksklusi yang digunakan pada karya ilmiah ini
adalah: Artikel ilmiah yang dipublikasikan berjenis editorial, commentary, letter to editor, atau
literature review dan Artikel ilmiah yang dipublikasikan berbentuk pre-prints.
Berdasaran pencarian artikel ilmiah sesuai dengan yang dituliskan pada kriteria inklusi dan
eksklusi, maka ditemukan 162 artikel secara keseluruhan. Artikel kemudian akan dilakukan filterisasi,
dengan penghapusan artikel yang sama (duplikat) sebagai tahapan filterisasi pertama, dengan
mengeksklusi sebanyak 44 artikel, sehingga tersisa 118 artikel. Tahapan kedua adalah mengeksklusi
artikel yang tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 105 artikel, sehingga tersisa 13 artikel, yang akan
digunakan pada penelitian ini untuk dilakukan telaah lebih lanjut .
Hasil Penelitian
Tabel 1. Respon imunitas tubuh terhadap pasien yang mengalami infeksi COVID-19
Pembahasan
SARS-CoV-2 yang menginfeksi seseorang diketahui dapat menyebabkan timbulnya gejala
(simtomatik), maupun tidak timbul gejala (asimtomatik). Berdasarkan artikel penelitian yang telah
ditelaah, diketahui bahwa responden penelitian dapat dikategorikan menjadi pasien tanpa gejala,
pasien dengan gejala ringan (mild), pasien dengan gejala sedang (moderate), pasien dengan gejala
berat (severe). Klasifikasi ini didasarkan pada kondisi tertentu yang berkaitan dengan patologis dan
fisiologis pasien sewaktu men dapat perawatan. Pasien dengan gejala ringan dan sedang diketahui
berpeluang tinggi untuk mengalami pemulihan atau recovery, sedangkan pasien dengan gejala berat
diketahui memiliki peluang untuk pulih atau meninggal dunia.
Respons imun tubuh berperan penting dalam menghadapi virus COVID-19, yang dapat
diidentifikasi melalui beberapa jenis hasil laboratorium yang merujuk pada kemampuan tubuh dalam
mencegah terjadinya infeksi atau perluasan infeksi akibat SARS-CoV-2. Imunitas yang dapat
memproteksi diidentifikasi terdiri dari antibodi anti-S untuk melawan protein S yang dibawa masuk
oleh virus, sel T CD8 yang memiliki sifat sitotoksik, serta respons Th1. Sementara disregulasi
imunitas yang menyebabkan kegagalan sistem multiorgan dapat diawali dari infeksi akut yang diikuti
dengan badai sitokin.23
Adapun beberapa nilai yang menjadi standar dan rujukan diantaraya adalah kadar limfosit, sel
T, sel B, sel T CD4+, sel T CD8+, IL-2R, IL-6, IL-8 IL-10, IL-17, IL-18, TGF-β, TNF-α, IFN-γ , sel
NK, IgG, dan IgM, yang memiliki keterkaitan dalam mempengaruhi respon imun tubuh pada pasien
COVID-19, dimana nilai yang dihasilkan pada pengecekan kadar dapat mengekspresikan baik atau
buruknya respon imun tubuh. Respon imun tubuh pada penderita COVID-19 dapat membantu proses
pemulihan (recovery) akibat infeksi yang terjadi, namun jika respon imun tubuh mengekspresikan
kadar yang terlalu ekstrim maka dapat memicu timbulnya badai sitokin yang dapat memperburuk
kondisi pasien COVID-19. Mayoritas penelitian dilakukan di akhir Desember 2019 hingga April
2020, dimana pada masa ini belum terdapat vaksin khusus COVID-19, sehingga respon imun tubuh
yang diidentifikasi dan dianalisis pada penelitian ini hanya dipengaruhi oleh respon alami tubuh.
Sementara itu, pasien COVID-19 yang dinyatakan sembuh pada artikel penelitian yang ditelaah
diketahui dapat dikarenakan pemberian terapi seperti obat-obatan yang menunjang pemulihan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Han et al pada tahun 2020 didapatkan bahwa
pasien tanpa gejala menunjukkan jumlah limfosit yang lebih tinggi daripada pasien bergejala ringan
hingga sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya nilai limfosit pada pasien tanpa gejala sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa respons imun bawaan dalam hal ini berperan dengan cukup
baik, meskipun patogen SARS-CoV-2 belum pernah dikenali sebelumnya oleh tubuh. 1 Tubuh yang
merespons patogen COVID-19 dengan baik dapat diindikasikan melalui tingginya kadar
limfosit.Kondisi ini berbanding terbalik dengan rendahnya kadar limfosit (lymphopenia) pada pasien
dengan gejala ringan, sedang hingga berat. Penelitian dengan temuan bahwa nilai limfosit yang
semakin rendah seiring meningkatnya derajat keparahan pada pasien COVID-19, termasuk temuan
bahwa pasien yang meninggal memiliki kadar limfosit yang lebih rendah daripada pasien yang
sembuh ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al., (2020), Cui et al., (2020), dan
Han et al., (2020). Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi lymphopenia dapat terjadi pada pasien
dengan derajat keparahan yang semakin tinggi. Lymphopenia dapat terjadi karena pasien yang
mengalami peningkatan derajat keparahan akan mengalami badai sitokin (cytokine storm), dimana
badai sitokin diketahui menjadi penyebab utama menurunnya kadar limfosit. 1,4,12
Berdasarkan penjabaran di atas, maka diketahui bahwa limfosit memainkan peran penting
sebagai respons imunitas tubuh pada kasus COVID-19. Deteksi dan identifikasi terhadap kadar
limfosit diketahui berperan dalam memprediksi keparahan penyakit, dimana kadar limfosit
berbanding terbalik dengan tingkat keparahan penyakit. 13 Artinya semakin tinggi kadar limfosit, maka
semakin baik respons imun tubuh yang menyebabkan tingkat keparahan penyakit menurun dan
sebaliknya semakin rendah kadar limfosit dapat menggambarkan kondisi buruknya respons imun
tubuh yang berdampak pada peningkatan derajat keparahan pasien COVID-19. 24-25
Respons imun tubuh terhadap COVID-19 juga dapat diidentifikasi melalui nilai sel T sebagai
salah satu subset dari limfosit, yang dapat diklasifikasikan menjadi sel T pembantu (CD4+), sel T
sitotoksik (CD8+) dan sel T regulator (Treg). Sel T pada penelitian spesifik menjelaskan mengenai sel
T CD4+ dan CD8+, yang berfungsi untuk melakukan penyesuaian reaksi imunitas tubuh terhadap
virus dan inflamasi yang dapat ditimbulkan. Mekanisme ini dapat terjadi melalui peningkatan
produksi antibodi spesifik yang sesuai untuk virus SARS-CoV-2 melalui aktivasi pada sel B yang
dilakukan oleh sel T CD4+. Hal ini akan didukung oleh kemampuan sel T CD8+ yang bersifat
sitotoksik, sehingga memiliki kemampuan dalam membunuh sel yang terinfeksi patogen, dalam hal
ini virus SARS-CoV-2. Sedangkan kadar sel T CD8+ pada pasien dengan gejala berat menunjukkan
tingginya molekul sitotoksik.14
Penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar atau nilai sel T CD4+ dan CD8+ berbanding
lurus dengan perburukan yang dialami oleh pasien COVID-19, artinya semakin rendah kadar sel T
maka semakin buruk kondisi pasien COVID-19. Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan
bahwa pada pasien COVID-19 dengan nilai sel T CD4+ maupun CD8+ yang rendah, mengalami
kondisi gejala yang berat (Song et al., 2020a), (Wang et al., 2020), (Song et al., 2020b), Chen et al.,
(2020), (Xie et al., 2020), dan Cui et al., (2020). Rendahnya kadar sel T dapat mengekspresikan
rendahnya kemampuan imunitas tubuh dalam menyerang patogen, yakni virus SARS-CoV-2, akibat
minimalnya kemampuan untuk memerangi penyakit menyebabkan inflamasi yang terjadi pada pasien
COVID-19 tidak tertangani dengan maksimal, sehingga menyebabkan status perburukan pada pasien.
Hal ini sesuai dengan penelitian Han (2020) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
pada kadar sel T CD4+ antara pasien tanpa gejala dengan pasien bergejala ringan hingga sedang,
dimana pasien tanpa gejala memiliki nilai sel T yang lebih tinggi. Berdasarkan temuan yang
dipaparkan, diketahui bahwa respons imunitas yang baik dapat ditunjukkan dengan hasil nilai sel T,
baik CD4+ maupun CD8+ yang tinggi, sehingga seseorang diharapkan minim mengalami inflamasi,
mencegah perluasan infeksi dan replikasi virus. 1,26,27,12,14
Rendahnya nilai sel T diketahui dapat ditingkatkan melalui pemberian terapi yang sesuai dan
direkomendasikan oleh dokter dengan mempertimbangan kondisi pasien. Hal ini didukung oleh
penelitian Xie et al., (2020) yang menjelaskan bahwa pasien yang baru masuk rumah sakit cenderung
memiliki kadar sel T, sel T CD4+ dan CD8+ yang sangat rendah, dan ketika pasien mendapat
perawatan di rumah sakit hingga dinyatakan sembuh dan dapat keluar dari rumah sakit,
pemeriksanaan kadar sel T, sel T CD4+ dan CD8+ menunjukkan peningkatan yang bermakna.
Kolaborasi pada sel T CD4+ dan sel T CD8+ dinilai memainkan peran penting untuk mencegah
terjadinya replikasi virus, sehingga terjadi pembatasan transmisi, mencegah terjadinya inflamasi
sekaligus membunuh sel yang telah terinfeksi virus. 14
Sel B sebagai jenis limfosit selain sel T, yang berfungsi sebagai penghasil protein antibodi
untuk melawan virus SARS-CoV-2. Sel B sebagai sel memori dalam hal ini dapat dijelaskan melalui
perannya sebagai penghasil antibodi spesifik SARS-CoV-2, sehingga ketika terdapat virus yang
masuk ke dalam tubuh, sel B akan menempel pada virus SARS-CoV-2 agar tidak sampai masuk pada
sel tubuh. Sel B dalam menjalankan fungsinya juga akan dibantu oleh sel T dengan produksi antibodi
yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama, terutama pada pasien COVID-19 yang
telah mengalami infeksi virus. Adanya infeksi virus juga dapat diketahui melalui pemeriksaan kadar
IgG diketahui signifikan pada 14 hari pertama penyakit di awal, dan berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit.15,16
Penelitian Han et al., (2020) menunjukkan bahwa pasien tanpa gejala memiliki nilai sel B
yang lebih tinggi daripada pasien bergejala ringan hingga sedang, sementara itu penelitian pada
subyek kelompok kasus gejala berat COVID-19 menunjukkan adanya penurunan jumlah sel B (Wang
et al., 2002), (Song et al., 2020b). Temuan tersebut dapat menjelaskan bahwa penurunan sel B dapat
mengindikasikan terjadinya peningkatan derajat keparahan pada pasien COVID-19, dimana
mekanisme ini memiliki kesamaan dengan temuan penelitian pada sel T. 17
Pasien COVID-19, terutama dengan kondisi bergejala sedang hingga berat diketahui
mengalami peningkatan reseptor interleukin 2 (IL-2R), IL-6, IL-8, IL-10, IL-17, IL-18, interferon
gamma (IFN-γ) dan Tumor Necrosis Factor (TNFα).18 Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh He et al., (2020) dengan temuan bahwa pasien dengan kondisi kritis memiliki
kecenderungan untuk mengalami peningakatn kadar IL-6. 1 Wang et al., (2020) mendapat temuan
bahwa peningkatan nilai interleukin berbanding lurus dengan derajat keparahan pasien, dimana pasien
dengan derajat keparahan sangat parah akan mengalami peningkatan IL-6 dan IL-10. Tingginya
derajat keparahan pasien yang diidentifikasi melalui tingginya sitotoksik juga dapat diidentifikasi dari
kadar CD8+.19 Penelitian oleh Ghazavi et al., (2020) menunjukkan adanya peningkatan kadar serum
IL-17 dan IL-8 pada kelompok kasus lebih tinggi daripada kelompok kontrol, sementara itu kadar IL-
18 pada pasien COVID-19 diidentifikasi berkorelasi dengan TGF-β. TGF-β dalam hal ini berperan
bersama interleukin untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dengan cara mengatur respons imun
tubuh melalui imunometabolisme pada sel B.20
IL-6 yang diproduksi oleh makrofag, sel endotel dan sel T berfungsi dalam pengaturan
peradangan dengan cara mengaktifkan sel-sel tertentu, seperti sel endotel dan parenkim untuk
menghasilkan molekul efektor. Sementara itu IL-8 yang diproduksi oleh monosit dan sel T berperan
sangat kuat sebagai anti-inflamasi, termasuk mencegah kerusakan pada jaringan akibat peradangan
yang disebabkan invasi SARS-CoV-2. Interleukin 17 (IL-17) diidentifikasi sebagai sitokin kunci
untuk aktivasi neutrofil untuk melindungi terjadinya inflamasi akibat patogen, sementara IL-18 yang
memainkan peran penting mengaktivasi sel T, terutama sel T CD8+ yang bersifat sitotoksik, serta
meningkatkan nilai sel NK. IL-18 sebagai penginduksi sitokin dalam hal ini berkaitan dengan kinerja
IFN-γ.21
Hasil telaah pada artikel penelitian menunjukkan bahwa kadar TNFα pada kelompok yang
kelompok yang meninggal sangat tinggi dan menunjukkan peningkatan dengan pesat, jika
dibandingkan dengan kelompok yang pulih (Cui et al., 2020). Hal ini juga didukung oleh penelitian
Chen et al., (2020) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan TNFα secara signifikan pada
kelompok dengan gejala berat, sementara kelompok bergejala sedang tidak mengalami peningkatan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar TNFα, maka kondisi derajat keparahan yang
dialami pasien semakin berat. 40 Tingginya kadar TNFα pada tubuh menandakan bahwa sedang terjadi
inflamasi akut pada tubuh. Hal ini dapat terjadi karena TNFα diproduksi oleh makrofag atau monosit
selama terjadinya inflamasi akut. TNFα berfungsi dalam mengirimkan sinyal dalam sel yang
berpotensi menyebabkan apoptosis ataupun nekrosis, sehingga kondisi tersebut dapat dicegah oleh
tubuh.18-20
Sementara itu interferon gamma atau IFN-γ dalam tubuh disekresikan oleh sel T yang telah
diaktivasi serta sel NK memiliki fungsi penting sebagai bagian dari respons imun tubuh terhadap virus
SARS-CoV-2.44 Penelitian menunjukkan bahwa kadar serum IFN-γ, TGF-β, IL-17, dan IL-8 pada
kelompok kasus secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol (Ghazavi et al., 2020). Hal
ini sesuai dengan penelitian Wang et al., (2020) terjadi peningkatan IFN-γ pada pasien dengan derajat
keparahan parah dan sangat parah jika dibandingan dengan pasien bergejala ringan. Temuan
menunjukkan bahwa pasien dengan derajat keparahan yang semakin tinggi akan mengalami
peningkatan IFN-γ.20,21
IFN-γ diketahui mampu meningkatkan persentase antigen, memedasi kekebalan antivirus dan
antibakteri, mengaktivasi makrofag, serta mengontrol proliferasi sel serta apoptis. Kemampuan IFN-γ
sebagai antivirus dapat dapat diketahui melalui produksi dan aktivasi sitokin oleh sel T serta
peningkatan kemampuan sel T sitotoksik. Namun tingginya IFN-γ yang tidak terkendali dapat
memperburuk peradangan sistemik, serta meningkatkan risiko kegagalan organ dan cedera jaringan. 28
Seperti yang diketahui, adanya peningkatan pada interleukin, TNFα, maupun IFN-γ sebagai
bagian dari sitokin dapat mengindikasikan terjadinya badai sitokin dalam tubuh. Sitokin pada
dasarnya memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya inflamasi, namun tingginya tingkat
sitokin dalam melawan inflamasi pada tubuh pasien COVID-19 yang melebihi ambang batas
berimplikasi pada terjadinya badai sitokin. 29 Hal ini diketahui dapat menjadikan kerusakan jaringan
pada organ ginjal, hati, jantung dan paru.
Berdasarkan ulasan yang dikemukakan mengenai pengaruh COVID-19 terhadap respons
imunitas tubuh diketahui bahwa COVID-19 yang menginfeksi akan menstimulus sistem kekebalan
pada tubuh, melalui deteksi oleh antibodi terhadap patogen virus SARS-CoV-2, untuk kemudian
dilakukan mekanisme membunuh patogen, termasuk sel yang telah terinfeksi, mencegah terjadinya
inflamasi hingga mengaktifkan sel B sebagai sel memori agar tubuh mampu merespons dengan lebih
baik apabila reinfeksi terjadi, sehingga tidak sampai menimbulkan derajat keparahan yang tinggi.
Respons imun tubuh pada kondisi kadar yang tinggi untuk merespon tingginya derajat
keparahan pada beberapa komponen diketahui berkontribusi terhadap terjadinya badai sitokin
(cytokines storm) yang berimbas pada perburukan pasien ditandai dengan kegagalan organ. Oleh
karena itu, dibutuhkan identifikasi sebagai tata laksana penanganan pada pasien COVID-19 untuk
mengetahui tingkat keparahan dan pathogenesis melalui pemeriksaan laboratorium berkala, sehingga
kadar imunitas dapat dipantau dengan optimal, dan pemulihan dapat terjadi.
Kesimpulan
COVID-19 yang dicetuskan oleh virus SARS-CoV-2 yang menginfeksi tubuh manusia
sebagai inang dapat menimbulkan kesakitan dengan gejala maupun tanpa gejala, hingga kematian.
Kasus dengan gejala yang diklasifikasikan mulai dari gejala ringan hingga berat diketahui berkorelasi
dengan cara sistem kekebalan tubuh merespons masuknya virus ke dalam sel. Respons imun tubuh
yang baik dapat mendukung tubuh dalam melawan patogen SARS-CoV-2, sehingga pasien dapat
melakukan pemulihan (recovery) dengan lebih cepat, sehingga semakin baik respons imun tubuh
berkontribusi dalam kesembuhan pasien. Sementara itu tingginya respons imun tubuh yang
diindikasikan oleh nilai uji laboratorium pada komponen sistem kekebalan tubuh dapat
mengindikasikan tingkat keparahan penyakit.
Daftar Pustaka
1. He S, Zhou C, Lu D, Yang H, Xu H, Wu G, et al. Relationship between chest CT
manifestations and immune response in COVID-19 patients. Int J Infect Dis [Internet].
2020;98:125–9. Available from: https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.06.059
2. Chowdhury MA, Hossain N, Kashem MA, Shahid MA, Alam A. Immune response in
COVID-19: A review. J Infect Public Health [Internet]. 2020;13(11):1619–29. Available
from: https://doi.org/10.1016/j.jiph.2020.07.001
3. CNN Indonesia. Positif Covid-19 Bertambah 20.004 Kasus, Kematian 1.348 Orang.
cnnindonesia.com [Internet]. 2021; Available from:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210820151712-20-683069/positif-covid-19-
bertambah-20004-kasus-kematian-1348-orang
4. Zhang B, Yue D, Wang Y, Wang F, Wu S, Hou H. The dynamics of immune response in
COVID-19 patients with different illness severity. J Med Virol. 2021;93(2):1070–7.
5. Casadevall A, Pirofski LA. In fatal COVID-19, the immune response can control the virus but
kill the patient. Proc Natl Acad Sci U S A. 2020;117(48):30009–11.
6. Catanzaro M, Fagiani F, Racchi M, Corsini E, Govoni S, Lanni C. Immune response in
COVID-19: addressing a pharmacological challenge by targeting pathways triggered by
SARS-CoV-2. Signal Transduct Target Ther [Internet]. 2020;5(1). Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/s41392-020-0191-1
7. Tufan A, Avanoğlu Güler A, Matucci-Cerinic M. Covid-19, immune system response,
hyperinflammation and repurposinantirheumatic drugs. Turkish J Med Sci. 2020;50(SI-
1):620–32.
8. Fill Malfertheiner S, Brandstetter S, Roth S, Harner S, Buntrock-Döpke H, Toncheva AA, et
al. Immune response to SARS-CoV-2 in health care workers following a COVID-19
outbreak: A prospective longitudinal study. J Clin Virol. 2020;130(January).
9. Chalmers JD, Chotirmall SH. Rewiring the immune response in COVID-19. Am J Respir Crit
Care Med. 2020;202(6):784–6.
10. Maggi E, Canonica GW, Moretta L. COVID-19: Unanswered questions on immune response
and pathogenesis. J Allergy Clin Immunol [Internet]. 2020;146(1):18–22. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jaci.2020.05.001
11. Alnefaie A, Albogami S. Current approaches used in treating COVID-19 from a molecular
mechanisms and immune response perspective. Saudi Pharm J [Internet]. 2020;28(11):1333–
52. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jsps.2020.08.024
12. Cui N, Yan R, Qin C and Zhao J. Clinical Characteristics and Immune Responses of 137
Deceased Patients With COVID-19: A Retrospective Study. Front. Cell. Infect. Microbiol.
2020. 10:595333. doi: 10.3389/fcimb.2020.595333
13. Han H, Xu Z, Cheng X, Zhong Y, Yuan L, Wang F, et al. Descriptive, retrospective study of
the clinical characteristics of asymptomatic COVID-19 patients. MSphere. 2020. 5:e00922-
20.https://doi.org/10.1128/mSphere.00922-20
14. Xie L, Wu Q, Lin Q, Liu X, Lin W, Hao S, et al. Dysfunction of adaptive immunity is related
to severity of COVID-19: a retrospective study. Ther Adv Respir Dis. 2020, Vol. 14: 1–15.
https://doi.org/10.1177/1753466620942129
15. Lu W, Wu P, He L, Meng Y, Wu P, Ding W et al. Dynamic Antibody Responses in Patients
with Different Severity of COVID-19: A Retrospective Study. Infect Dis Ther. 2021.
10:1379–1390 https://doi.org/10.1007/s40121-021-00423-9
16. Hou H, Wang T, Zhang B, Luo Y, Mao L, Wang F, et al. Detection of IgM and IgG
antibodies in patients with coronavirus disease 2019. Clinical & Translational Immunology.
2020;9: e1136. doi: 10.1002/cti2.1136
17. Zhao Y, Qin L, Zhang P, Li K, Liang L, Sun J, et al. Longitudinal COVID-19 profiling
associates IL-1RA and IL-10 with disease severity and RANTES with mild disease. JCI
Insight. 2020;5(13):e139834. https://doi.org/10.1172/jci.insight.139834
18. Chen G, Wu D, Guo W, Cao Y, Huang D, Wang H, et al. Clinical and immunological
features of severe and moderate coronavirus disease 2019. J Clin Invest. 2020;130(5):2620–
2629. https://doi.org/10.1172/JCI137244
19. Song J, Zhang C, Fan X, Meng F, Xu Z, Xia P, et al. Immunological and inflammatory
profiles in mild and severe cases of COVID-19. Nature Communications. 2020. 11:3410.
https://doi.org/10.1038/s41467-020-17240-2
20. Ghazavi A, Ganji A, Keshavarzian N, Rabiemajd S, Mosayebi G. Cytokine profile and
disease severity in patients with COVID-19. Cytokine 137. 2021. 155323.
https://doi.org/10.1016/j.cyto.2020.155323
21. Wang F, Hou H, Luo Y, Tang G, Wu S, Huang M, et al. The laboratory tests and host
immunity of COVID-19 patients with different severity of illness 2020;5(10):e137799.
https://doi.org/10.1172/jci.insight.137799
22. Song C, Xu J, He J ad Lu Y. Immune dysfunction following COVID-19, especially in severe
patients. Scientific Reports. 2020. 10:15838. https://doi.org/10.1038/s41598-020-72718-9
23. García LF. Immune Response, Inflammation, and the Clinical Spectrum of COVID-19. Front.
Immunol. 2020. 11:1441.doi: 10.3389/fimmu.2020.01441
24. Liu Y, Du X, Chen J, Jin Y, Peng L, Wang H, et al. Neutrophil-tolymphocyte ratio
as an independent risk factor for mortality in hospitalized patients with COVID-19. J
Infect. 2020;81:e6---12, http://dx.doi.org/10.1016/j.jinf.2020.04.002.
25. Henry BM, Cheruiyot I, Vikse J, Mutua V, Kipkorir V, Benoit J, et al. Lymphopenia
and neutrophilia at admission predicts severity and mortality in patients with COVID-
19: a meta-analysis. Acta Biomed. 2020;91:e2020008,
http://dx.doi.org/10.23750/abm.v91i3.10217
26. Wang, L., Wang, Y., Ye, D., Liu, Q., 2020. Review of the 2019 novel coronavirus (SARS-
CoV-2) based on current evidence. Int. J. Antimicrob. Agents 55, 105948.
https://doi.org/10.1016/j.ijantimicag.2020.105948
27. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, et al. Epidemiological and clinical
characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a
descriptive study. Lancet 2020 (January).
28. Li G, Fan Y, Lai Y, Han T, Li Z, Zhou P, et al. Coronavirus infections and immune
responses. J Med Virol. (2020) 92:424–32. doi: 10.1002/jmv.25685
29. Behrens EM, Koretzky GA. Review: cytokine storm syndrome: looking toward the
precision medicine Era. Arthritis Rheumatol. 2017;69(6):1135-43