Anda di halaman 1dari 12

*Materi KPA PALEMBANG*

*Minggu, 20 Februari 2022*

*Sejarah Para Nabi Jilid 1 Pasal 37 – Batu Karang yang dipukul*

Kak Irene Saputra

Dari batu karang yang dipukul di Horeb pertama-tama mengalir mata air yang menyegarkan
bangsa Israel di padang belantara. Selama pengembaraan mereka, bilamana saja kebutuhan
timbul, mereka dicukupkan dengan air melalui satu mukjizat rahmat Allah. Namun demikian,
air itu tidaklah terus mengalir dari Horeb. Di mana saja selama perjalanan itu mereka
memerlukan air, maka dari celah-celah batu karang air mengalir di samping perkemahan
mereka.

Kristus, oleh kuasa firman-Nya, yang telah menyebabkan air yang menyegarkan itu mengalir
bagi orang Israel. “Mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum
dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.” 1
Korintus 10:4. Dia adalah sumber segala berkat baik materi ataupun rohani. Kristus, batu
yang sebenarnya itu, menyertai mereka selama pengembaraan mereka. “Mereka tidak
menderita haus, ketika Ia memimpin merka melalui tempat-tempat yang tandus; Ia
mengeluarkan air dari gunung batu bagi mereka; Ia membelah gunung batu, maka
memancarlah air.” “Terpancarlah air, lalu mengalir di padang-padang kering seperti sungai.”
Yesaya 48:21; Mazmur 105:41.

Batu yang dipukul itu adalah satu gambaran Kristus, dan melalui lambang ini diajarkan
kebenaran-kebenaran rohani yang paling indah. Sebagaimana air yang memberi kehidupan
itu mengalir dari dalam batu yang dipukul itu, demikian pula dari Kristus, “dipukul dan
ditindas Allah,” tertikam oleh karena pemberontakan kita,” diremukkan oleh karena
kejahatan kita” (Yesaya 53:4,5), mata air keselamatan itu telah mengalir bagi umat manusia
yang telah sesat. Sebagaimana batu itu telah dipukul satu kali, demikian pula Kristus “satu
kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang.” Ibrani 9:28.
Juruselamat kita tidak boleh dikorbankan untuk kedua kalinya; dan bagi mereka yang
mencari berkat-berkat anugerah-Nya dapat memperolehnya hanya dengan cara memintanya
dalam nama Yesus, sambil mencurahkan keinginan hati dalam doa yang penuh pertobatan.
Doa seperti itu akan membawa ke hadapan Tuhan alam semesta luka Yesus, dan kemudian
akan mengalir dengan segarnya darah yang memberikan hidup itu, yang dilambangkan oleh
mengalirnya air hidup bagi Israel.

Mengalimya air dari dalam batu di padang gurun dirayakan oleh orang Israel, setelah mereka
menetap di Kanaan, dengan disertai penyataan kegembiraan. Pada zaman Kristus perayaan
ini telah menjadi satu upacara yang paling mengesankan. Itu terjadi pada waktu diadakannya
Pesta Pondok Daun-daun, apabila orang banyak dari segala penjuru berkumpul di Yerusalem.
Pada setiap hari dari ketujuh hari pesta itu imam-imam pergi keluar dengan disertai musik
dan paduan suara orang Lewi untuk mengambil air dari mata air Siloam dengan
menggunakan sebuah bejana emas. Mereka diikuti oleh orang banyak yang sedang berbakti
itu, seberapa banyak yang dapat datang dekat kepada mata air itu minum dari padanya,
sementara nyanyian kegembiraan itu berkumandang, “Maka kamu akan menimba air dengan
kegirangan dari mata air keselamatan.” Yesaya 12:3. Kemudian air yang diambil oleh imam-
imam itu dibawa ke Bait Suci di tengah-tengah bunyi nafiri dan nyanyian yang khidmat,
“Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem.” Mazmur 122:2. Air itu
dicurahkan di atas mezbah korban bakaran, sementara nyanyian pujian berkumandang, orang
banyak itu bersama-sama menyanyikan lagu kemenangan dengan disertai alat-alat musik dan
bunyi nafiri yang bernada rendah.

Juruselamat menggunakan upacara lambang ini untuk mengarahkan pikiran orang banyak
kepada berkat-berkat yang akan diberikan-Nya kepada mereka. “Dan pada hari terakhir, yaitu
pada puncak perayaan itu,” suara-Nya terdengar dalam nada yang menggema di seluruh
halaman Bait Suci, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa
percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan
mengalir aliran-aliran air hidup.” “Yang dimaksudkan-Nya,” kata Yohanes, “ialah Roh yang
akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya.” Yohanes 7:37-39. Air yang
menyegarkan itu, yang memancar di tanah yang kering dan tandus, yang menyebabkan
padang pasir bersemi, dan mengalir keluar untuk memberikan hidup kepada orang yang akan
binasa, adalah satu lambang anugerah Ilahi, yang hanya Kristus saja dapat memberikannya,
dan yang seperti air hidup, itu akan membersihkan, menyegarkan dan menguatkan jiwa. Ia,
yang di dalamnya Kristus tinggal mempunyai di dalam dirinya pancaran anugerah dan
kekuatan yang tidak pernah akan habis. Yesus memberikan kegembiraan ke dalam hidup kita,
dan menerangi jalan semua orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Kasih-Nya, yang
diterima ke dalam hati, akan memancar dalam pekerjaan yang baik yang menuntun kepada
hidup yang kekal. Dan itu bukan saja akan mendatangkan berkat ke dalam jiwa di mana itu
terpancar, tetapi juga sungai air hidup itu akan mengalir dalam kata-kata serta perbuatan-
perbuatan yang benar, untuk menyegarkan orang-orang yang dahaga di sekelilingnya.

Gambaran yang sama digunakan oleh Kristus dalam pembicaraanNya dengan perempuan
Samaria di sumur Yakub: “Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia
tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan’Kuberikan kepadanya, akan
menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sam-pai kepada hidup yang
kekal.” Yohanes 4:14. Kristus menggabungkan kedua lambang itu. Dia adalah batu itu, Dia
adalah air hidup itu.

Gambaran-gambaran yang sama dan yang indah serta mengesankan ini terdapat di mana-
mana di seluruh Alkitab. Berabad-abad sebelum kedatangan Kristus, Musa menunjuk kepada-
Nya sebagai batu keselamatan Israel (Ulangan 32:15); pemazmur menyanyikan Dia sebagai
“Penebusku,” “gunung batuku,” “gunung batu yang terlalu tinggi bagiku,” “gunung batu,
tempat berteduh, “kubu pertahanan,” “bukit batuku.” Di dalam nyanyian Daud anugerah-Nya
digambarkan juga sebagai, “air yang tenang” yang sejuk, di tengah-tengah padang rumput
yang hijau, ke dekat mana Gembala surga itu telah menuntun kawanan domba-Nya. Dan lagi
katanya, “Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada
sumber hayat.” Mazmur 19:14; 62:7; 61:3; 71:3; 73:26:94:22; 23:2; 36:9,10. Dan orang yang
bijaksana itu berkata, “Sumber hikmat adalah seperti batang air yang mengalir.” Amsal 18:4.
Kepada Yeremia, Kristus adalah “sumber air yang hidup;” kepada Zakharia, “akan terbuka
suatu sumber... untuk membasuh dosa dan kecemaran.” Yeremia 2: 13; Zakharia 13:1.

Yesaya menggambarkan Dia sebagai “gunung batu yang kekal,” dan “seperti naungan batu
yang besar, di tanah yang tandus.” Yesaya 26:4; 32:2. Dan ia mencatat janji yang indah,
menggambarkan dengan jelas pada pikiran kita sungai air hidup yang mengalir bagi Israel,
“Orangorang sengsara dan orang-orang miskin sedang mencari air, tetapi tidak ada, lidah
mereka kering kehausan; tetapi Aku, TUHAN, akan menjawab mereka, dan sebagai Allah
orang Israel Aku tidak akan meninggalkan mereka.” Yesaya 41:17. “Sebab Aku akan
mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering,”
“sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang gurun.” Undangan
disampaikan, “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air.” Yesaya 44:3;
35:6; 55:1. Dan pada halaman-halaman terakhir dari Kitab Suci undangan ini dipantulkan
kembali. Sungai air alhayat, “yang jernih bagaikan kristal” mengalir dari takhta Allah dan
Anak domba itu; dan panggilan yang lemah lembut itu menggema di sepanjang zaman,
“Barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma.” Wahyu
22:17.

Sesaat sebelum bangsa Israel itu tiba di Kadesy, mata air itu berhenti mengalir setelah
bertahun-tahun lamanya mengeluarkan air di samping perkemahan mereka. Allah bermaksud
menguji umat-Nya. Ia ingin membuktikan apakah mereka akan percaya kepada pimpinan-
Nya ataukah meniru sikap tidak percaya dari para orangtua mereka.

Sekarang mereka dapat melihat bukit-bukit yang ada di negeri Kanaan. Perjalanan beberapa
hari saja akan membawa mereka ke tapal batas Negeri Perjanjian. Mereka berada tidak jauh
dari Edom, tanah kepunyaan keturunan Esau, dan melalui negeri inilah terbentang jalan yang
telah ditetapkan menuju ke Kanaan. Perintah telah diberikan kepa-da Musa, “Beloklah
sekarang ke utara. Perintahkanlah kepada bangsa itu, demikian: Sebentar lagi kamu akan
berjalan melalui daerah saudara-saudaramu, bani Esau, yang diam di Seir; mereka akan takut
kepadamu.... Makanan haruslah kamu beli dari mereka dengan uang, supaya kamu dapat
makan; juga air haruslah kamu beli dari mereka dengan uang, supaya kamu dapat minum.”
Ulangan 2:3,4,6. Petunjuk-petunjuk ini seharusnya sudah cukup untuk menjelaskan kepada
mereka mengapa persediaan air untuk mereka itu telah dihentikan; mereka akan segera
melewati satu negeri yang subur dan banyak airnya dalam satu perjalan-an langsung menuju
ke tanah Kanaan. Allah telah menjanjikan kepada mereka satu perjalanan yang tidak akan
mengalami satu gangguan me-lalui Edom dan juga satu kesempatan untuk membeli makanan,
dan juga air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan orang banyak itu. Oleh sebab itu
berhentinya air yang mengalir secara ajaib itu seharusnya menjadikan mereka bergembira,
sebagai satu tanda bahwa pengembaraan di padang gurun telah berakhir. Andaikata mereka
tidak dibutakan oleh sikap tidak percaya mereka, mereka akan dapat mengerti hal ini. Tetapi
apa yang seharusnya telah menjadi bukti kegenapan janji Allah telah dijadikan sebagai
kesempatan untuk bersungut-sungut dan bimbang. Orang banyak itu kelihatannya sudah
menyerahkan segala harapan bahwa Allah akan membawa mereka ke Kanaan dan mereka
pun menuntut berkat-berkat yang ada di padang gurun.

Bang Michael Manawan

Sebelum Allah mengizinkan mereka memasuki Kanaan, mereka harus menunjukkan bahwa
mereka percaya kepada janji-Nya. Air itu telah berhenti mengalir sebelum mereka tiba di
Edom. Di sini ada satu kesempatan bagi mereka untuk sesaat berjalan dengan iman gantinya
dengan penglihatan. Tetapi ujian yang pertama ini telah menimbulkan roh pemberontakan
dan roh tidak berterima kasih yang sama seperti yang telah ditunjukkan oleh bapa-bapa
mereka. Pada saat mereka melupakan tangan yang selama bertahun-tahun lamanya telah
mencukupkan kebutuhan mereka, di saat itu pulalah teriakan yang meminta air terdengar di
dalam perkemahan, dan gantinya berpaling kepada Allah untuk meminta pertolongan, mereka
telah bersungut kepada Dia, dan di dalam kesedihan mereka berseru, “Sekiranya kami mati
binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan Tuhan.” (Bilangan 20:1-13);
ini berarti, mereka lebih baik termasuk kepada bilangan orang-orang yang telah dibinasakan
dalam peristiwa pemberontakan Korah.

Teriakan mereka itu ditujukan kepada Musa dan Harun: “Mengapa kamu membawa jemaah
Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu
memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan
tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minum pun tidak ada?”

Pemimpin-pemimpin itu pergi ke pintu Kemah Pertemuan dan bersujud. Kembali “tampaklah
kemuliaan Tuhan,” dan Musa diperintahkan, “Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan
Harun, kakakmu, hams menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka
kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit
batu itu bagi mereka.”

Kedua bersaudara ini pergi ke hadapan orang banyak, dan Musa membawa tongkat Allah di
tangan-Nya. Mereka sekarang sudah lanjut usia. Cukup lama mereka menanggung dengan
sabar pemberontakan dan kekerasan hati orang Israel; tetapi sekarang, akhirnya kesabaran
Musa sekalipun habis. Ia berseru, “Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah
kami hams mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?”dan gantinya berbicara kepada batu
itu, seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, ia telah memukul batu itu dengan
tongkatnya dua kali.

Air memancar dengan berkelimpahan untuk memuaskan orang banyak itu. Tetapi satu
kesalahan yang besar telah diperbuat. Musa telah berkata-kata dengan perasaan marah; kata-
katanya merupakan satu ungkapan nafsu manusia gantinya sebagai kemarahan yang baik oleh
karena Allah telah dihinakan dalam hal ini. “Dengarlah hai orang-orang durhaka,” katanya.
Tuduhan ini memang benar, tetapi walaupun itu adalah kebenaran, hendaknya jangan
diucapkan dengan nafsu atau ketidaksabaran. Pada waktu Allah menyuruh Musa menegur
Israel tentang pemberontakan mereka, kata-kata itu terasa menyakitkan kepadanya, dan
sangat keras untuk didengar oleh mereka, tetapi Allah telah menguatkan dia di dalam
menyampaikan kabar itu. Tetapi apabila oleh pemikirannya sendiri dia menuduh mereka, ia
mendukakan Roh Allah dan hanya mendatangkan akibat yang buruk kepada bangsa itu.
Kurang sabar dan kurang pengendalian diri Musa terlihat jelas dalam hal ini. Dengan
demikian bangsa itu mempunyai peluang untuk meragukan apa-kah tindakan-tindakannya di
masa yang silam itu di bawah petunjuk Allah, dan juga mereka mempunyai kesempatan
untuk memaafkan dosadosa mereka. Musa, sebagaimana halnya mereka, telah menghina
Tuhan. Tindakannya, kata mereka, sejak mulanya terbuka kepada kritikan dan celaan.
Mereka sekarang memperoleh dalih yang mereka inginkan untuk menolak segala tempelakan
yang Allah telah berikan melalui hambaNya.
Musa telah menunjukkan sikap tidak percaya kepada Allah. “Apakah kami harus
mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?” tanya Musa, seolah-olah Tuhan tidak akan
melakukan apa yang telah dijanjikan-Nya. ” kamu tidak percaya kepada-Ku,” kata Tuhan
kepada kedua bersaudara ini, “dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang
Israel.” Pada saat air tidak ada, iman mereka terhadap kegenapan janji Allah telah
digoyahkan oleh persungutan dan pemberontakan bangsa itu. Generasi yang pertama telah
ditetapkan untuk binasa di padang gurun oleh sebab ketidakpercayaan mereka, tetapi roh
yang sama itu nampak di dalam diri anak-anak mereka. Akankah mereka ini juga gagal untuk
menerima janji itu? Merasa letih dan kecewa, Musa dan Harun tidak mengadakan usaha apa
pun untuk membendung arus perasaan orang banyak itu. Jikalau mereka telah menyatakan
iman yang tidak goyah kepada Allah, maka mereka akan dapat mengatasi persoalan itu di
hadapan orang banyak dengan satu cara yang sedemikian rupa sehingga akan
menyanggupkan mereka menahan ujian itu. Oleh tindakan yang cepat dan tegas dengan
wewenang yang telah diberikan kepada mereka sebagai pemimpin-pemimpin, maka mereka
akan dapat mengatasi persungutan itu. Tugas merekalah untuk melaksanakan segala usaha
menurut kesanggupan mereka, untuk menciptakan satu keadaan yang lebih baik sebelum
meminta agar Allah mengerjakannya bagi mereka. Andaikata persungutan di Kadesy dengan
cepat diatasi, betapa banyaknya kejahatan-kejahatan yang telah dapat dicegah!

Oleh tindakannya yang kasar Musa telah meniadakan kuasa dari pelajaran yang telah
direncanakan Allah untuk diberikan kepada mereka. Batu karang itu, yang menjadi lambang
Kristus, telah dipukul satu kali, sebagaimana Kristus harus dipersembahkan satu kali. Untuk
kali yang kedua, yang diperlukan hanyalah berbicara kepada batu karang itu, sebagaimana
kita cukup meminta saja berkat-berkat dalam nama Yesus. Oleh memukul batu karang itu
untuk kedua kalinya, maka gambaran yang indah dari Kristus itu telah dirusakkan.

Lebih dari itu, Musa dan Harun telah menggunakan wewenang yang menjadi hak Allah
sendiri. Perlunya campur tangan llahi menjadikan peristiwa itu sebagai sesuatu yang khidmat,
dan pemimpin-pemimpin bangsa Israel harus menggunakan kesempatan ini untuk
memberikan kesan kepada bangsa itu akan sikap hormat kepada Allah dan untuk menguatkan
iman mereka dalam kuasa dan kebajikan-Nya. Pada waktu dengan marah mereka berseru,
“Apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?” mereka menempatkan
diri pada tempat Allah, seolah-olah kuasa itu ada pada diri mereka, manusia yang penuh
dengan nafsu dan kelemahan-kelemahan. Merasa jemu oleh karena persungutan-persungutan
yang terus-menerus dan pemberontakan bangsa itu, Musa telah kehilangan pandangan akan
Penolongnya itu, dan tanpa kekuatan Ilahi ia telah dibiarkan untuk menodai catatan hidupnya
dengan satu perbuatan yang menunjukkan kelemahan manusia. Orang yang sebenarnya dapat
berdiri teguh, suci dan tidak mementingkan diri sampai kepada akhir pekerjaannya ternyata
telah dikalahkan. Allah telah dihina di hadapan perhimpunan itu, di mana sebenamya Ia harus
dihormati dan ditinggikan.

Pada peristiwa ini Allah tidak mengucapkan hukuman ke atas diri mereka yang oleh
perbuatan jahatnya telah membuat Musa dan Harun menjadi marah. Semua tempelakan jatuh
ke atas diri pemimpin-pemimpin itu. Mereka yang berdiri sebagai wakil-wakil Allah tidak
menghormati Dia. Musa dan Harun merasa bahwa diri mereka telah didukakan, mereka
kehilangan pandangan terhadap kenyataan bahwa persungutan bangsa itu bukanlah ditujukan
kepada mereka tetapi terhadap Allah. Oleh memandang kepada diri sendiri, merasa simpati
terhadap diri mereka, di mana mereka dengan tidak sadar telah jatuh ke dalam dosa dan gagal
untuk menyatakan kepada bangsa itu kesalahan mereka yang besar yang dilakukan kepada
Allah.

Dengan perasaan pahit dan amat memaiukan, hukuman itu dengan segera dijatuhkan. “Tetapi
TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak
menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan
membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” Bersama-sama
dengan bangsa Israel yang memberontak itu mereka harus mati sebelum menyeberangi
Sungai Yordan. Jikalau Musa dan Harun telah memanjakan sifat mementingkan diri atau roh
kemarahan pada waktu amaran dan tempelakan itu dinyatakan, maka kesa-lahan mereka akan
menjadi lebih besar. Tetapi mereka tidak dituduh melakukan dosa yang dilakukan dengan
sewenang-wenang dan sengaja, mereka telah dikalahkan oleh satu pencobaan yang datang
dengan mendadak, dan penyesalan mereka segera dinyatakan dan keluar dari hati yang tulus.
Tuhan menerima pertobatan mereka, sekalipun Ia tidak dapat mencabut kembali hukuman
yang telah ditetapkan kepada mereka; mengingat akibat yang akan timbul di antara orang
banyak oleh sebab dosa mereka berdua.
Musa tidak menyembunyikan hukuman terhadap dirinya itu, tetapi menceritakan kepada
bangsa itu bahwa oleh karena ia telah gagal memberikan kemuliaan kepada Allah, ia tidak
dapat memimpin mereka memasuki Tanah Perjanjian. Ia menyuruh mereka mencatat
hukuman berat yang dijatuhkan ke atas dirinya itu, dan kemudian merenungrenungkan
bagaimana Allah menanggapi persungutan mereka dengan melemparkan tuduhan terhadap
dirinya sebagai seorang manusia biasa, bahwa ia melemparkan tuduhan yang telah dijatuhkan
juga ke atas diri mereka oleh sebab dosa mereka sendiri. Ia menceritakan kepada mereka
bagaimana ia telah memohon kepada Allah agar hukumannya itu dicabut kembali tetapi telah
ditolak. “Tetapi Tuhan murka terhadap aku oleh karena kamu,” katanya, “dan tidaklah
mendengarkan permohonanku.” Ulangan 3:26.

Dalam setiap peristiwa yang penuh dengan kesulitan atau ujian bangsa Israel selalu menuduh
Musalah yang telah memimpin mereka keluar dari Mesir, seolah-olah Allah tidak mempunyai
peranan di dalam hal ini. Selama masa pengembaraan mereka, apabila mereka
bersungutsungut tentang kesulitan-kesulitan di sepanjang jalan dan bersungutsungut terhadap
pemimpin-pemimpin mereka, Musa telah menyatakan kepada mereka, “Persungutanmu
adalah ditujukan kepada Allah. Bukanlah aku, tetapi Allah, yang telah mengadakan kelepasan
bagimu. Tetapi kata-katanya yang terlalu cepat diucapkan di hadapan batu karang itu,
“haruskah kami memberikan air?” adalah merupakan satu pengakuan akan kebenaran
tuduhan mereka dan dengan demikian itu menguatkan mereka di dalam sikap tidak percaya
dan membenarkan persungutan mereka. Tuhan akan menghapuskan kesan ini untuk selama-
lamanya dari pikiran mereka, dengan melarang Musa memasuki Tanah Perjanjian. Di sini
terdapat satu bukti yang jelas bahwa pemimpin mereka bukanlah Musa melainkan Malaikat
yang berkuasa yang tentangnya Tuhan telah menyatakan, “Sesungguhnya Aku mengutus
seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk
membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan. Jagalah dirimu di hadapannya dan
dengarkanlah perkataannya... sebab nama-Ku ada di dalam dia. Keluaran 23:20, 21.

“TUHAN telah murka kepadaku oleh sebab kamu,” kata Musa. Mata segenap bangsa Israel
tertuju kepada Musa, dan dosanya yang menghina Allah yang telah memilih dia sebagai
pemimpin umat-Nya. Pelanggaran itu diketahui oleh semua perhimpunan orang Israel; dan
kalau hal ini dibiarkan begitu saja, maka akan timbul kesan bahwa sikap tidak percaya dan
tidak sabar dalam keadaan kemarahan dapat dimaafkan dalam diri orang-orang yang
mempunyai kedudukan yang penting. Tetapi apabila dinyatakan bahwa oleh sebab dosa yang
satu itu Musa dan Harun tidak diizinkan memasuki Kanaan, bangsa itu mengetahui bahwa
Allah tidaklah pilih bulu, dan bahwa Ia pasti akan menghukum orang yang melanggar.

Sejarah bangsa Israel harus dicatat untuk menjadi petunjuk dan amaran bagi generasi
mendatang. Manusia pada masa mendatang harus menyadari bahwa Allah yang di surga
adalah Pemerintah yang tidak pernah memihak, dan dalam keadaan apa pun tidak pernah
membenarkan dosa. Tetapi hanya sedikit saja orang yang menyadari betapa kejinya dosa itu.
Manusia mendustai diri mereka sendiri dengan berpikir bahwa Allah terlalu baik untuk mau
menghukum orang-orang yang melanggar. Tetapi di dalam terang sejarah Alkitab adalah jelas
bahwa kebaikan Allah dan kasih-Nya mengharuskan Dia untuk memperlakukan dosa sebagai
satu kejahatan yang amat berbahaya kepada kedamaian dan kebahagiaan alam semesta.

Bahkan ketulusan dan kesetiaan Musa tidak dapat mencegah hukuman terhadap
kesalahannya. Allah telah mengampuni orang banyak atas pelanggaran mereka yang lebih
besar, tetapi Ia tidak dapat memperlakukan dosa yang ada di dalam diri pemimpin-pemimpin
sama seperti dosadosa yang ada di dalam diri orang-orang yang dipimpin. Ia telah
menghormati Musa lebih daripada semua orang yang ada di atas bumi ini. Ia telah
menyatakan kepadanya kemuliaan-Nya, dan melalui dia Ia telah menyampaikan hukum-
hukum-Nya kepada bangsa Israel. Kenyataan bahwa Musa telah menikmati terang dan
pengetahuan yang begitu besar telah menjadikan dosanya lebih keji lagi. Kesetiaan pada
masa lampau tidak akan dapat menebus satu kesalahan pun. Lebih besar terang dan
kesempatan diberikan kepada manusia, maka lebih besar pulalah tanggungjawabnya. Lebih
keji pulalah kegagalannya, dan lebih besar pulalah hukumannya.

Musa bukanlah bersalah oleh karena melakukan satu kejahatan yang besar, seperti yang
dianggap oleh manusia; dosanya adalah sesuatu yang biasa terjadi. Pemazmur mengatakan
bahwa, “ia teledor dengan katakatanya.” Mazmur 106:33. Kepada pertimbangan manusia ini
kelihatannya seperti perkara sepele; tetapi jikalau Allah memperlakukan dosa ini dengan
begitu keras terhadap hamba-Nya yang paling dihormati dan yang paling setia, maka Ia tidak
akan memaafkannya jika dilakukan oleh orang-orang yang lainnya. Roh meninggikan diri,
kecenderungan untuk mengritik saudara-saudara kita tidaklah menyenangkan Allah. Mereka
yang memanjakan kejahatan-kejahatan ini menyebabkan orang lain meragukan pekerjaan
Allah, dan memberikan satu maaf kepada orang kafir untuk tidak mau mempercayainya.
Lebih penting kedudukan seseorang, dan lebih besar pengaruhnya, maka lebih besar pula
keperluannya untuk memupuk kesabaran dan kerendahan hati.

Jikalau anak-anak Allah, terutama mereka yang berada pada kedudukan yang penuh tanggung
jawab, dapat dipimpin untuk mengambil bagi dirinya kemuliaan yang seharusnya dinyatakan
kepada Tuhan, maka ini akan menyenangkan Setan. la telah memperoleh satu kemenangan.
Dengan cara demikianlah ia telah jatuh ke dalam dosa. Dengan cara demikian pula ia paling
berhasil membawa manusia kepada kehancuran. Adalah untuk menjadikan kita waspada
terhadap cara-caranya bahwa Allah telah memberikan di dalam firman-Nya begitu banyak
pelajaran-pelajaran yang mengajarkan bahaya sikap meninggikan diri. Keadaan alamiah kita,
segenap pikiran kita dan juga kecenderungan hati kita, dari saat ke saat harus berada di bawah
pengendalian Roh Allah. Tidak ada satu pun berkat yang diberikan Allah kepada manusia,
ataupun satu ujian yang dibiarkan Allah menimpa dia, yang tidak akan digunakan Setan
untuk menggoda, mengganggu dan membinasakan jiwa, jikalau kita memberikan sedikit saja
kesempatan kepadanya. Oleh sebab itu bagaimanapun besarnya terang yang diterima
seseorang, bagaimanapun besamya berkat serta pengasihan yang dinikmati seseorang, biarlah
ia selalu berjalan dengan rendah hati di hadapan Tuhan, memohon dengan iman bahwa Allah
akan memimpin setiap pikiran dan mengendalikan setiap keinginan.

Semua orang yang mengaku diri beribadat berada di bawah satu tang-gung jawab yang amat
suci untuk menjaga roh, dan mengendalikan diri sekalipun dalam kemarahan yang amat berat.
Beban yang ditanggungkan kepada Musa amat besar; hanya sedikit saja orang yang akan
diuji seberat dia; tetapi ini tidak akan dibiarkan untuk menjadi dalih bagi dosanya. Allah telah
mengadakan persiapan yang cukup bagi umat-Nya; dan jikalau mereka bergantung kepada
kekuatan-Nya, mereka tidak akan pemah menjadi budak kepada keadaan sekeliling.
Pencobaan yang pa-ling hebat sekalipun tidak dapat memaafkan dosa. Bagaimanapun
besarnya tekanan yang menindih jiwa kita, setiap pelanggaran adalah tindakan kita sendiri.
Dunia atau neraka sekalipun tidaklah mempunyai kuasa untuk memaksa kita berbuat dosa.
Setan akan menyerang kita pada titik-titik kelemahan kita, tetapi kita tidak perlu dikalahkan.
Ba-gaimanapun hebat dan mendadaknya serangan itu, Allah telah menyediakan pertolongan
bagi kita, dan di dalam kekuatan-Nya kita dapat menang.

Anda mungkin juga menyukai